Fan Fiction : Sakura [part 1]

11.00.00 11 Comments
Main Cast:
Sakura, CN Blue – Jung Yong Hwa, CN Blue – Kang Min Hyuk, CN Blue – Lee Jong Hyun, CN Blue – Lee Jung Shin, Manager CN Blue
Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan.

2012, awal Mei
Mianheyo,” ujarnya. “Aku tidak tahu ada orang disini,” pria itu merasa malu setelah sesaat sebelumnya berteriak dan bergerak tidak karuan meregangkan tubuhnya. Ya, pria itu dan beberapa rekannya baru saja kembali dari tour konser mereka.
Aniya, tidak masalah,” ujar gadis itu maklum, sambil tersenyum.
“Ah, apa kau baru disini? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya,” ujar pria itu sambil duduk di bangku kosong sebelah tempat gadis itu duduk sebelumnya.
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan si pria. Ia hanya tersenyum simpul, senyum misterius yang manis.
“Kenapa kau datang kesini?” tanya si gadis kemudian.
“Kau tahu aku kan?” tanya si pria balik.
“Tentu saja. Ini gedung FNC academi dan jelas kau ini salah satu dari bintang itu, Jung Yong Hwa-sshi. Apa aku harus menyebutkan yang lainnya?”
Yong Hwa tertawa. “Ternyata kau banyak bicara juga.”
Pipi gadis itu kembali tersenyum memerah. Ia menunduk, sesaat kemudian mengalihkan pandangannya ke atas. Langit gelap dengan hanya beberapa kelap-kelip yang tampak nyaris hilang pula. Angin semilir memainkan rambut gadis itu yang tidak terikat seluruhnya, menyibakkan aroma wangi khas yang misterius.
“Kau suka datang kesini?” tanya Yong Hwa, yang hanya dijawab anggukan oleh gadis itu. “Apa yang kau suka dari tempat ini?”
Gadis itu tampak berpikir sejenak, “Malam, langit luas, bintang, angin dan ... suasana tenang,” akunya.
“Kau benar-benar punya selera humor yang bagus.”
Gadis itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Yong Hwa.
“Oya, meski udara mulai hangat, tapi sebaiknya gunakan pakaian tebal,” kritik Yong Hwa atas baju gadis itu yang hanya selapis tanpa tambahan lain. “Aku turun dulu,” pamitnya. Yong Hwa melirik sekilas pada gitar yang disandarkan di kursi sebelah tempat gadis itu duduk.

2012, pertengahan Mei
Yong Hwa kembali menyambangi atap gedung baru FNC ini. Meski bagi mereka ini gedung baru, tapi sesungguhnya gedung itu sudah cukup lama berada di area Chongdangdeom ini. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Yong Hwa membawa dua buah cangkir berisi kopi panas di tangannya. Sampai di atap, Yong Hwa melihat sekeliling, mencari keberadaan gadis itu.
“Kau mencariku?” sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang Yong Hwa.
Yong Hwa kaget dan berbalik, “Ya! Kenapa kau mengagetkanku?”
Mianheyo,” ujar gadis itu.
Tanpa diperintah, kedua orang itu duduk di kursi yang sama tempat mereka pertama kali bertemu sebelumnya. Yong Hwa mengulurkan salah satu kopi panas dari tangannya. Dan tanpa sengaja tangan Yong Hwa menyentuh tangan gadis itu.
“Tanganmu dingin sekali,” kritik Yong Hwa lagi, dan jawaban gadis itu lagi-lagi hanya sama, tersenyum. “Bukankah sudah kukatakan untuk memakai pakaian tebal?” Yong Hwa melepaskan jaket yang digunakannya, lalu meletakkannya di tubuh gadis itu.
Gomawoyo,” ujar si gadis.
Yong Hwa melirik gitar yang yang ada di samping gadis itu. Gitar yang sama di tempat yang sama, seperti saat pertemuan pertama mereka.
“Apa kau suka memainkannya?” tanya Yong Hwa sambil menunjuk gitar itu.
Gadis itu menjangkaunya dan meletakkannya di pangkuannya. Sebuah gitar warna coklat dengan beberapa lecet di sekitarnya. Tapi sekilas pun Yong Hwa tahu, kalau gitar itu terawat dengan baik. Gadis itu membelai benda berlekuk eksotis itu, “Kau mau memainkannya untukku?” tanya si gadis.
“Wah, kau harus bicara dulu dengan manajerku, sebelum aku naik panggung dan bernyanyi,” goda Yong Hwa. “Aku bercanda.” Ia pun mengambil gitar yang disodorkan gadis itu. “Kau mau mendengar lagu apa?”
“Apapun yang kau sukai,” ujar si gadis.
Yong Hwa meletakkan jari-jarinya di atas senar benda eksotis itu. Sesaat kemudian petikan terdengar, lembut tapi ... menegaskan sebuah perasaan. “Aku tengah merindukan seseorang,” aku Yong Hwa. Lalu petikan dan suara khas Yong Hwa menyanyikan Because I Miss You pun terdengar menyemarakkan malam itu. Angin yang biasanya tidak bersahabat pun mengalir pelan diantara kedua anak manusia ini.
Gadis itu bertepuk tangan pelan setelah Yong Hwa mengakhiri petikan gitarnya, “Apa kau merindukannya?” tanya gadis itu, mengacu pada orang yang pernah menjadi partner peran Yong Hwa di serial tahun lalu.
“Apa kau suka?” tanya Yong Hwa mengelak dari pertanyaan tadi, yang diiyakan dengan anggukan gadis itu. “Sebelumnya aku tidak pernah kesini. Tapi belakangan entah kenapa aku merasa ingin menyambangi lantai paling atas gedung ini. Dan ternyata ini menyenangkan. Suasana tenang, semilir angin dan juga langit yang luas. Aku merasa bisa jauh dari hiruk pikuk Seoul, meski hanya ada beberapa lantai di atasnya. Dan lagi, aku bosan di studio,” cerita Yong Hwa.
Gadis itu kembali hanya tersenyum, “Aku juga menyukainya. Ini tempat paling damai yang pernah kutemui.”
“Apa kau punya seseorang yang kau rindukan?” tanya Yong Hwa.
“Kau punya seseorang seperti itu?” tanya gadis itu balik.
“Aish, kau ini. Bukankah sudah kukatakan tadi,” elak Yong Hwa. Ia berdiri, kembali meregangkan tubuhnya. Sebenarnya tahun ini jadwalnya tidak terlalu padat. Ia bahkan sering ditinggal member lainnya untuk pengambilan gambar di serial mereka. Tapi tetap saja, berkutat di studio kadang membuatnya bosan juga.
“Ya. Aku punya seseorang seperti itu. Ia memiliki wajah yang sama denganku. Tapi tinggal di tempat yang sangat jauh. Dan aku tidak bisa menemuinya,” cerita gadis itu.
Yong Hwa berbalik, “Kenapa?”
Gadis itu tidak memberikan jawaban apapun. Ia malah beranjak berdiri, dan mengambil gitarnya. Gadis itu hendak beranjak pergi, tapi sesaat kemudian ia berbalik, “Bisakah kau berikan ini padanya? Ia yang memiliki wajah yang sama denganku,” pinta gadis itu sambil menyodorkan beberapa lembar kertas berisi partitur musik, kemudian berbalik dan menghilang di balik pintu.
Entah kenapa Yong Hwa tidak bisa menghentikan gadis itu, bibirnya kelu. Baru setelah gadis itu benar-benar lenyap di balik pintu, Yong Hwa bisa mengeluarkan suaranya kembali, “Tunggu!” Yong Hwa memandang heran pada partitur musik di tangannya. Kertasnya nyaris menguning, membuktikan ia sudah dimakan usia. Tidak ada judul yang tertulis di bagian atas kertas itu. Tapi di bagian kanan bawah ada sebuah tanda tangan, dan terbaca ... Sakura.

2012, (masih) pertengahan Mei
“Hyung! Bangun, Hyung! Apa yang kau lakukan disini?!” cecar Min Hyuk mengguncang-guncangkan tubuh Yong Hwa.
Yong Hwa menggeliat pelan. Kesadarannya mendadak pulih dengan cepat, menyadari dirinya masih berada di atap gedung FNC academy. Jung Shin dan Jong Hyun menyusul kemudian mendekat.
“Kenapa kau semalam tidak pulang? Kami pikir kau tinggal di studio, tapi ternyata malah ada disini,” sambung Jong Hyun.
“Aku tidak pulang? Bukankah semalam aku di studio?” gumam Yong Hwa heran sendiri.
“Aish, kau ini Hyung. Usiamu belum tigapuluh, tapi kenapa kau sudah mulai pikun,” ujar Jung Shin.
Yong Hwa duduk tegak di bangku. Ia mendapati jaketnya menutupi tubuhnya. Dua cangkir kopi dingin yang masih utuh dan kertas berisi partitur musik tergeletak di sampingnya. Ia berusaha mengembalikan ingatannya semalam, “Apa kalian bertemu dengannya?” tanya Yong Hwa.
“Dia siapa? Kami menemukanmu disini sendirian, Hyung,” ujar Min Hyuk.
“Dia, seorang gadis. Wajahnya teduh dan ... sedikit pucat,” ucap Yong Hwa.
“Aish, kau ini Hyung. Berhentilah mengigau, kau harus segera bangun. Ini sudah pagi. Jadwal lain sudah menanti kita,” ujar Jong Hyun mengingatkan.
Yong Hwa tidak punya pilihan. Ia pun menuruti teman-temannya yang turun dari atap FNC academy. Mereka membawa Yong Hwa ke kantin dan makan pagi bersama. Secangkir kopi panas cukup membuat kesadaran Yong Hwa kembali sepenuhnya. Setelah sempat pulang ke apartemen untuk membersihkan diri, Yong Hwa dan yang lain kembali dengan kesibukan mereka. Hari ini pun Yong Hwa kembali disibukkan dengan kegiatannya di studio.

2012, akhir Mei
Sebenarnya ini hari Sabtu, tapi entah kenapa Yong Hwa lebih memilih bekutat di studionya. Berbeda dengan rekan-rekannya yang memilih menikmati libur dengan tidur sepuasnya di asrama (Min Hyuk dan Jung Shin) atau Jong Hyun yang lebih memilih menikmati liburan bersama seseorang yang sedang dekat dengannya, Yong Hwa lebih suka mengurung diri di studio. Kemarin malam ia kembali ke atap gedung FNC itu. Tapi gadis manis berwajah pucat itu tidak muncul. Semalam saat Yong Hwa kembali lagi, bahkan menunggu hingga nyaris pagi, gadis itu tetap tidak muncul.
Yong Hwa teringat dengan partitur lagu yang pernah diberikan gadis itu padanya. Ia mencari di sela-sela kertas yang bertebaran di meja ruangan studio itu. Beberapa kali mencari, Yong Hwa masih belum menemukannya. Ia nyaris menyerah saat tanpa disangka, kertas itu menyembul diantara piringan hitam di rak lain. Yong Hwa sendiri tidak ingat pernah meletakkannya disana. Bergegas itu mengambilnya sambil tidak lupa menjangkau gitarnya.
Yong Hwa memandangi not-not di partitur itu. Tidak ada syair di bawahnya. Pelan, ia mulai memetik senar gitarnya mengikuti alunan nada di partitur itu. Tidak butuh waktu lama bagi Yong Hwa untuk larut dalam petikan gitarnya sendiri. Emosi dan kerinduan terasa begitu tegas dalam tiap nada yang muncul. Kerinduan yang panjang, gelap dan menguras emosi. Kerinduan yang begitu ingin diselesaikan tapi sayangnya tidak pernah tersampaikan.
Yong Hwa menjangkau pensil dari mejanya. Kata demi kata bermunculan di otaknya. Cepat ia menuliskannya di bawah tiap nada dalam partitur musik itu. Cekatan dan pasti, syair lengkap sudah selesai dibuatnya. Yong Hwa merasakan sensasi kelegaan luar biasa. Ia kembali menjangkau gitarnya dan mulai memetiknya, lengkap dengan syair yang baru saja di selesaikannya.
“Yong Hwa-yah?!” ujar sebuah suara tiba-tiba.
Yong Hwa kaget, “Manager-Hyung, kau mengagetkanku.”
“Itu, apa yang sedang kau lakukan?” tanya manager dengan tatapan nanar, sambil menunjuk partitur di depan Yong Hwa.
“Ah ini. Seseorang memberikannya padaku. Kupikir ini bagus, jadi aku membuat syairnya. Aku berniat memberikannya kembali pada orang itu. Tapi aku belum menemuinya lagi,” aku Yong Hwa.
“Apa kau tahu siapa dia?” tanya manager lagi.
Yong Hwa menatap managernya dengan heran. Ia mengambil partitur itu dan menunjukkan ujung kanan bawahnya, “Namanya Sakura.”
“Tunggu sebentar!” pinta Manager pada Yong Hwa. Ia beranjak ke ruangan lain meninggalkan Yong Hwa yang menatapnya dengan heran.
Tidak lama setelahnya manager kembali. Ia membawa sebuah kaset rekaman, dan berniat memutarnya. Pelan, tapi tidak ada suara yang keluar dari benda itu. Manager mengeluarkan kaset itu, tapi merasa tidak ada yang aneh. Ia pun memasukkannya lagi. Tapi saat diputar, tetap tidak ada suara yang keluar.
Yong Hwa yang keheranan ikut mendekat. Ia meminta kaset itu dari managernya, kemudian mencoba memutarnya lagi. Pelan, lama ... akhirnya terdengar suara dari sana. Petikan gitar yang pelan dan lembut. Nada yang sama dengan yang baru saja tadi dimainkan oleh Yong Hwa.
“Hyung, apa maksudnya ini?” tanya Yong Hwa keheranan menatap managernya itu.
“Dimana kau menemuinya?” tanya manager lagi.
“Atap,” aku Yong Hwa.
“Apa yang kau rasakan?”
“Aku tidak mengerti, Hyung. Memangnya ada apa dengannya? Bukankah dia salah satu staf disini?” tanya Yong Hwa lagi.
“Maksudku, apa kau merasakan hal yang ... ah bagaimana menjelaskannya. Seperti apa dia?” tanya manager lagi.
“Dia ... “ Yong Hwa terdiam berpikir, “Wajahnya teduh, sedikit pucat. Ia juga jarang bicara. Tatapannya sedikit misterius, sulit dijelaskan. Entah berapa kali kukatakan, ia bahkan mengenakan pakaian tipis di musim seperti ini. Dan ... “
“Apa lagi?” manager semakin penasaran.
“Tidak sengaja aku menyentuh tangannya saat kuberikan kopi padanya, tangannya sedingin es,” ujar Yong Hwa lagi. “Kau kenapa, Hyung?” Yong Hwa menatap heran pada managernya ini.
Manager menghembuskan nafas berat sebelum memulai ceritanya, “Aku sendiri tidak yakin. Tapi apa kau pernah menemuinya lagi?”
“Aku bertemu dengannya dua kali. Pertama saat aku sedang meregangkan badan di atas, kedua aku sengaja naik keatas untuk menemuinya,” aku Yong Hwa lagi. “Tapi sudah dua hari ini setiap aku naik untuk mencarinya, dia tidak pernah muncul lagi. Beberapa kali kutanyakan juga pada staf di bawah, tapi tidak ada yang mengenalnya. Bukankah itu aneh Hyung?”
“Aku sendiri tidak yakin dengan cerita ini. Tapi begitulah yang kudengar dari pemilik gedung. Sebelum kita pindah kesini, gedung ini digunakan juga sebagai tempat training sebuah agensi. Setelah mereka pindah, pemilik gedung merenovasi kembali sehingga seperti sekarang ini. Dulu ada seorang gadis asal Jepang yang menjadi trainee di agensi itu. Entah karena kelelahan atau tidak tahan dengan semua tekanan trainee, ia ditemukan meninggal di atap gedung. Sebelumnya banyak yang melihat gadis itu termenung sendirian di atas, menatap ke bawah, seolah berniat bunuh diri. Tapi akhirnya gadis itu ditemukan meninggal seperti tengah tertidur di banggu, dengan gitar kesayangannya di sampingnya. Aku takut kalau yang kau temui adalah gadis itu. Karena beberapa kali ada yang melihat silhuet gadis itu, bahkan setelah ia meninggal.”
Yong Hwa terpekur kaget dengan cerita managernya itu. Otaknya berusaha mencerna, dimana letak kelogisan cerita itu. Tapi hatinya mengingkari kalau yang ia temui bukan hal nyata, “Kau pasti bercanda, Hyung. Mungkin yang kutemui ini orang lain, salah satu staf atau bahkan malah trainee baru disini. Buktinya ia memberikanku partitur musik ini, dan masih ada sampai sekarang. Bukankah ini nyata.”
Manager menghela nafas, “Bukankah sudah kukatakan, aku sendiri tidak yakin. Tapi kaset rekaman ini juga buktinya,” ujar manager mengeluarkan kaset itu dari pemutarnya. “Benda ini diberikan oleh pemilik gedung karena agensi lama yang dulu memakai gedung ini tidak membereskan semua barang-barang mereka. Dia mengatakan kalau rekaman ini milik seorang trainee yang aku ceritakan tadi. Aku pernah memutarnya saat pertama kita pindah kesini, karena kupikir ini menarik, aku menyimpannya. Aku sendiri tidak yakin dengan kebenaran ceritanya. Tapi memang begitulah.”
Yong Hwa masih berkeras, “Mungkin saja ada orang lain yang juga memiliki copynya, gadis yang memberikan ini padaku.”
“Aku tidak memaksamu mempercayainya. Tapi kau harus hati-hati, jangan sampai kita terlibat masalah hak cipta,” ujar manager mengingatkan.
To be continue ... sampai jumpa di part 2

Kelana’s note:
Fan fiction ini terinspirasi dari lagu Blue Sky

Writen by Kelana
posting at  www.elangkelana.com