SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 10end part 1

13.58.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 1. Huaaaa akhirnya sampai episode 10 juga, Sodara. Gimana, cerita Reiji dan Misaki masih asyik buat disimak kan? Ok, berikut lanjutan episode 10 ya.


Karena buku tentang bisnis, Reiji akhirnya punya kesempatan bicara dengan Misaki. Keduanya pun berbaikan. Dan ... Reiji berhasil memeluk Misaki, tanpa ada penolakan. Malam itu jadi malam paling sempurna bagi Reiji, bukti dari semua usahanya kembali mendekati Misaki.



Reiji memeluk akuarium ikan medaka-nya sambil tidak berhenti tersenyum. “Keberanian mendekati Misa-san, satu langkah saat itu. Dan kekuatan untuk memeluknya, tanpa persetujuan, kalau aku sempat melihat film kehidupanku sebelum mati, da melihat semuanya. Momen seperti itu akan dihargai hingga akhir waktu.”


“Kami ikut senang dengan hasil yang Anda capai. Tapi, apa benar Anda hanya memeluknya?” tanya sekt.Maiko.


“Apa maksudmu ‘Cuma memeluk’?” Reiji berbalik, tidak suka.


“Kau tidak menciumnya atau bahkan pergi ke hotel?”


“Tentu saja tidah. Di dunia penuh pikiran buruk ini, aku dan Misa-san adalah pasangan terakhir yang akan tetap memegang cinta sejati,” elak Reiji.


Dan pertanyaan serta komentar berikutnya adalah perdebatan tidak penting Reiji dengan sekt.Maiko.



“Kita kembali ke topik sebelumnya. Setelah pelukan ... apakah kalian bicara?” tanya sekt.Maiko lagi.


Tapi rupanya momen istimewa Reiji dan Misaki itu terganggu oleh dua orang karyawan mabuk yang tengah berjalan pulang. Merasa malu, Reiji dan Misaki pun buru-buru saling melepaskan. Keduanya pun membungkuk dalam, seperti dua orang pejudo yang selesai pertandingan, canggung.


Sekt.Maiko memandang Katsunori-san, tidak percaya dengan ucapan Reiji. Dia berpikir benar perkataan Reiji tadi, kalau mereka adalah pasangan terakhir yang memegang teguh cinta sejati.


“Saat itu, kata-kata tidak kami butuhkan,” Reiji masih saja memamerkan wajah bahagianya. “Memangnya aku harus bicara apa?”


Sekt.Maiko bingung, “Mungkin saja Misaki sebenarnya menemui Anda karena ingin bicara soal buku yang Anda berikan.”



Reiji masih memikirkan ucapan sekt.Maiko tadi. Meski awalnya ragu, Reiji akhirnya menghubungi Misaki. Tidak butuh lama bagi Reiji untuk kemudian mendengar suara Misaki. Saat Reiji bertanya, Misaki mengaku tidak masalah untuk bicara lewat telepon meski sudah larut.


“Aku ingin pesan ruangan di hotelmu,” ujar Reiji.


Misaki bingung, “Kupikir lebih baik menghubungi hotel secara langsung saja,” saran Misaki.


“Bukan hotel Wada. Aku bicara soal hotel yang ingin kau bangun di masa depan nanti.”


Misaki tersenyum, “Tapi aku tidak tahu, berapa tahun dibutuhkan untuk mencapai hal itu.”


“Kudengar kau ambil cuti. Maukah kau tunjukkan padaku? Aku ingin tahu, tanah tempat kau mewujudkan mimpimu nantinya,” ujar Reiji.



Seperti sebelumnya, Reiji menjemput Misaki di tempat biasa dengan mobil mungilnya. Hari libur itu, Reiji mengajak Misaki untuk mengunjungi tanah yang ditinggalkan kakek Misaki padanya.


“Sudah lama sejak kau dan aku pergi bersama seperti ini,” ujar Reiji.


“Tapi terakhir kali karena pekerjaan kan?” pertanyaan Misaki yang diiyakan oleh Reiji. “Dan persiapan pembukaan hotel barumu tahun depan berjalan baik kan?


“Benar. Dan pertemuan dengan chef Tanaka dari Restoran Gosuke pun masih dalam proses. Terimakasih padamu, aku bisa membuat restoran idealku.”



Reiji dan Misaki tiba di sebuah tanah lapang. Pemandangan di depannya adalah laut lepas dan hamparan pantai yang panjang dan masih lengang. Benar-benar tempat yang sempurna untuk mendirikan sebuah hotel.


“Ini pertama kalinya aku datang ke sini dengan seseorang,” aku Misaki. “Jadi aku merasa malu. Seperti pertama kali menunjukkan ruanganku pada orang lain.”


“Tidak masalah kan aku masuk?” tanya Reiji yang langsung diiyakan oleh Misaki.


Reiji pun melangkah masuk. Ia kemudian melangkah beberapa langkah di tanah itu, kemudian berjongkok, mulai mencabuti rumpu. Misaki yang melihatnya heran, karena toh rumput itu pasti akan tumbuh lagi nantinya.


“Kuputuskan untuk menyemangati kau mewujudkan mimpimu. Lebih mudah melukiskan mimpimu di atas kanvas putih bersih,” ujar Reiji. Suasana kembali canggung di antara keduanya. Reiji pun mengusulkan untuk bermain game sambung kata atau shiritori.


Mulanya Misaki heran. Tapi ia pun akhirnya menuruti saja. Permainan pun dimulai.


"Re Miseraburu". (Les Miserables) yang dijawab oleh Reiji dengan "Ruminoru hannou" (reaksi Luminol). U~... "Uinstonu Chachiru" (Winston Churchill). "Rukusenburuku" (Luxembourg). "Kuchibiru" (Lips). Ru.. "Rubikku Kyuubu" (Rubick's Cube). Bushidou (Samurai). "Ukon ekisu" (Turmeric extract). "SumaHo" (smartphone). "Hochikisu" (stapler). "Sunaba" (sand). "Bainiku ekisu" (Plum pulp extract).


“Kau selalu mengatakan kata-kata berakhiran ‘kisu’,” komentar Misaki.


“Ah, aku tidak sadar itu. Mungkin bibirku secara alami mengatakan itu,” elak Reiji.


Senyum Misaki makin lebar, “Meski begitu, kau belum pernah melakukannya.”


“Tentu saja pernah. Jangan remehkan aku!” elak Reiji.



“Kalau begitu, sekarang giliranku kan? "Suri Ranka" (Sri Lanka).”


Ka... "Canada". "Daiei Teikoku" (British Empire). "Kuchizuke" (Kiss)! "Keikai Taisei" (alert). "Isanami Suyao". "Omei henjou" (Clearing one's name). "Uruguai" (Uruguay). "Isanami Shiho". "Honne" (Real intention). "Neguse" (Bedhead/Tossing and turning in bed). "Seppun" (Kiss)!


Permainan makin seru. Tapi Reiji terus saja mengulangi kata-kata berakhiran ‘kissu’. Dan terakhir dia mengatakan kata berakhiran ‘n’, padahal dalam shiritori, hal itu tidak diperbolehkan. Itu artinya Reiji kalah.


“Ah ... aku kalah,” keluh Reiji. Bukannya mendapat hukuman, Reiji justru mendekatkan wajahnya ke wajah Misaki, dan mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki.


Semuanya berjalan sangat cepat. Misaki bahkan tidak menyangka Reiji akan bersikap berani seperti itu. Misaki yang kaget akhirnya pun terjengkang ke belakang.


Kedua pasangan ini pun berpelukan dengan latar belakang laut biru dan matahari senja. Dan terakhir, sebuah ciuman hangat antara keduanya. (cieeee akhirnya Reiji berhasil mencium Misaki. Btw, buat fans bang Ohno, jangan pada cembokur yeee)



Perjalanan kembali ke Tokyo kali ini agak canggung setelah ciuman tadi. Setelah sampai, Misaki mengucapkan terimakasih dan turun dari mobil.


Reiji pun menyusul keluar dan meminta Misaki memeriksa sekali lagi, apakah masih ada barangnya yang tertinggal atau tidak. Misaki heran, tapi menurut saja. Reiji pun berputar ke belakang, membuat bagasi mobilnya. Ada dua bunga di sana, sebatang mawar merah dan sebuket bunga mawar lengkap. Kali ini Reiji tidak ingin gagal. Ia pun mengambil sebuket besar mawar merah dan menyerahkannya pada Misaki. Misaki yang kaget hanya bisa tersenyum saat menerima bunga itu.


Reiji yang canggung buru-buru kembali ke dalam mobilnya. Saking canggungnya, ia bahkan sempat salah memencet tombol di dalam mobil. Akibatnya mobil berjalan buru-buru dan aneh. Setelah agak jauh, Reiji baru bisa bernafas lega. Ia pun berteriak senang. Semuanya berjalan lancar!



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyum girangnya di apartemen. Sampai sebuah pesan datang, dari Misaki.


Datang ke tanah milik kakek setelah lama, membuatnya senang. Dan terimakasih atas mawar menakjubkan ini. Isanami Shiho. Isi pesan dari Misaki.


Reiji tidak bisa tidak tersenyum. Senyum di wajahnya pun makin lebar. Tanpa sangka, tangannya memegang kertas yang terselip dalam sofa. Ternyata sobekan gambar yang pernah Reiji buat, Isanami Suyao dan Isanami Shiho. Gambar itu pun kembali lengkap.


“Shiho-san, kau akhirnya kembali kan?” gumam Reiji.



Masa pacaran Reiji – Misaki pun kembali. Keduanya tampak berjalan beriringan sambil terus mengobrol dengan senang. Tidak lupa makan malam bersama.


Reiji bahkan datang ke pemandian umum tempat Misaki biasa datang. Meski pada akhirnya, Reiji kesal sendiri karena di pemandian itu ia bertemu kakek-kakek dengan pendengaran kurang yang berdebat hal tidak penting.


Tapi yang jelas, Reiji bisa menikmati susu segar setelah mandi yang sangat disukai oleh Misaki. Rasa susu itu tetap saja menyenangkan.



Setelah mandi, Reiji pun ikut datang ke apartemen Misaki. Ia pun dibuat takjub dengan apartemen tua yang keren itu. Keduanya lalu asyik mendengarkan rokugo dan kemudian mengobrol.


Malam itu Reiji menginap dia apartemen Misaki. Keduanya tidur berselebahan. Kali ini Reiji tidak ragu untuk menggenggam tangan Misaki. Ia pun bangun untuk mematikan lampu tidur. Tapi tangannya rupanya kurang panjang untuk menjangkau lampu itu. Setelah beberapa kali mencoba, Reiji pun akhirnya berhasil. Ruangan gelap.



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyumnya di kantor, “Aku tidak berpikir semua ini akan sangat lucu. Aku takut,” curhat Reiji.


“Ini karena terlalu senang?” komentar sekt.Maiko datar.


“Kau bisa baca pikiranku?”


“Anda terus saja bergumam sejak pagi. Tolong berubah ke mode kerja Anda,” saran sekt.Maiko.


“Setelah perjuangan, akhirnya aku bisa naik gunung bernama cinta. Dan melihat pemandangan dari atas, bukan hukuman buruk.”


“Memangnya menginap di tempatnya itu puncaknya cinta?” sindir sekt.Maiko.


“Apa ada tempat yang lebih baik dari itu?”


“Bagiku, Anda tampak seperti anak kecil yang pertama kali sampai di atas pada permainan memanjat.”


Keduanya pun kembali berdebat. Sekt.Maiko meremehkan semua pencapaian Reiji, karena Reiji sudah 35 tahun, bukan anak-anak lagi. Jadi harusnya dia tidak puas hanya mencapai semua itu. Menurut sekt.Maiko, puncaknya adalah pernikahan. Tapi Reiji mengelak hal itu. Menurutnya pernikahan sudah jadi hal lain lagi. Dan perdebatan tidak perlu kembali terjadi.


Obrolan mereka terhenti saat suara telepon terdengar dari ruangan sekretaris. Sekt.Maiko memilih meninggalkan ruangan Reiji dan menerima telepon. Ada laporan kalau Wada-san ada di bawah dan minta bertemu.



Wada-san datang dengan pakaian santai, bersama seorang wanita. (wanita yang pernah diajak Wada saat pesta asosiasi pengusaha hotel). Para karyawan heboh dengan kedatangan tak terduga Wada-san ini. Pujian pun berdatangan.


“Aku memutuskan untuk menikah. Jadi aku ingin konsultasi soal resepsi,” ujar Wada-san. Wanita cantik di sebelahnya pun mengiyakan. Keduanya tampak sangat serasi dan lucu, karena saling memanggil dengan ‘honey-chan’dan ‘meow’.


Berita ini membuat heboh kantor dan para karyawan. Terutama ketua tim Goro-san yang tampak sangat syok. Ia bahkan hampir jatuh kalau tidak bersandar di meja. Karyawan lain yang sadar dengan sikap Goro-san hanya bisa keheranan.


Saat itu, Mahiro baru muncul dengan membawa baki minuman. Melihat ekspresi Goro-san, Mahiro pun menjatuhkan baki dan minuman yang dibawanya. Baru saja Mahiro menyadari sesuatu. Hal ini pun kemudian disadari oleh karyawan yang lain.



Wada-san menemui Reiji di ruangannya, “Hotel barumu buka tahun depan kan?”


“Ya, kami akan membuat peluncuran di Tokyo ini.”


“Kudengar, kau juga memberikan layanan pernikahan. Jadi, kami berpikir untuk melakukan resepsi pernikahan di sana,” ujar Wada-san.


Reiji heran, “Kenapa hotelku?”


“Agak memalukan kalau diadakan di mantan hotelku. Dan lagi, aku juga jatuh cinta dengan masakan chef Tanaka di restoran hotelmu,” Wada-san mencari alasan. “Pasti akan jadi kenangan juga, karena kami pasangan pertama yang menikah di tempat itu,” Wada-san melihat wajah kekasihnya yang membalasnya riang.


“Menyesal sekali, sudah ada yang memesan tempat,” ujar Reiji, masih tetap sok cool.


“Bahkan satu tahun lebih awal?” Wada-san heran.


“Adakah yang bisa Anda lakukan untuk kami?” kekasih Wada-san ikut bicara.


“Yang memesannya adakah ... aku,” aku Reiji.


“Apa kalian akan menikah?”


“Ya. Masih dalam tahap perencanaan. Tapi ... “



Tidak banyak yang dibicarakan. Akhirnya Wada-san bersama kekasihnya itu pun beranjak pergi, tanpa menyapa sekt.Maiko sama sekali. Tapi tidak lama setelahnya, Wada-san kembali masuk menemui sekt.Maiko.


“Maaf, pura-pura tidak kenal. Masih ada waktu, kalau kau minta aku batalkan pernikahan,” godanya pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko tersenyum, “Seperti biasa, kau selalu biasa bercanda.”


“Kau juga tidak berubah sama sekali.”


“Tolong bahagiakan istri Anda,” pesan sekt.Maiko.


“Kau juga, temukan pria baik dan berbahagialah,” ujar Wada-san pula.



Malam itu, Mahiro kembali menginap di tempat Misaki. Ia pun curhat soal Goro-san pada Misaki.


“Aku benar-benar kaget. Kupikir radarku sudah tajam soal orang-orang seperti itu. Tapi aku tidak menyadarinya hingga hari ini. Ingat Miura pernah bilang sebelumnya, ada alasan kenapa orang tidak menikah meski mereka sudah sukses. Dan seperti kau tahu, dia ternyata seperti itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal,” sesal Mahiro. Ia pun menyesap kembali anggur di gelasnya, mulai mabok.



Malam itu Goro-san pun keluar minum bersama salah satu karyawan.


“Saya salah mengenali Anda, ketua tim. Saya melihat Anda sebagai orang berbakat dan ‘sangat elit’.”


“Aku suka wanita, sampai aku bertemu Wada-san,” sesi curhat Goro-san pun dimulai. “Pertama kalinya bertemu dengan Wada-san adalah saat masih kuliah. Dia adalah mantan anggota klub yang kuikuti. Saat melakukan permainan, hukuman membuat kami terpaksa berciuman.”


“Jika saat kuliah, artinya sekitar 20 tahun silam.”


“Ya. Aku tidak menyangka akan selama itu ... “ Goro-san pun mengambil minumannya dan mulai minum. Ia ingin mabok malam itu.



“Anda serius akan menikah?” tanya sekt.Maiko.


Saat itu Reiji tengah asyik berlari di atas treadmil, “Kalau Wada bisa, tidak ada alasan aku tidak bisa. “


“Kalau Cuma karena bersaing dengan Wada-san, lebih baik pikirkan lagi soal perniakahan itu,” saran sekt.Maiko.


“Bukannya kau yang mengatakan kalau puncaknya cinta itu pernikahan?”


“Benar, tapi ... itu bukan hal yang mudah dicapai. Butuh persiapan serius untuk mencapai step itu.”


“Nama restoran, ‘Restoran Gosuke’ dan pemilihan chef, itu bukti cinta Misa-san dan aku. Kami akan membuat resepsi bersama perayaan pembukaan Samejima Hotel Tokyo. Ada alasan lain selain itu?” tantang Reiji.


“Untuk sekarang, kenapa Anda tidak coba dulu tinggal bersama?” saran sekt.Maiko.


Reiji kaget, hingga ia pun turun dari treadmillnya,”Mimpi seorang pria. Saat kekasihmu ada di sebelahmu tiap kali kau bangun di pagi hari dan di malam hari ... kau maksud, tinggal bersama seperti itu?” Reiji agak syok dan sangsi.


“Ya. Kupikir yang terbaik seperti itu. Anda akan bisa menentukan apakah nantinya akan menikah atau tidak. Daripada menyesal setelah menikah nanti.”


Reiji berpikir, “Tentu saja. daripada tiba-tiba mencapai puncak. Aku akan punya tujuan yang lebih khusus dengan membiasakan diri terlebih dahulu di dasar.”


“Presdir, Anda pernah tidur di sebelah seseorang kecuali keluarga, lebih dari dua hari?”


“Apa perjalana sekolah dihitung?”


“Tidak. Maksudku, antara Anda dan wanita.”


Reiji mengingat, “Sejauh ini, baru sehari.”


“Jadi, benar jika kusarankan Anda mencari pengalaman dengan tinggal bersama dulu.”


“Menikah setelah tinggal bersama selama satu tahun, bukan hal buruk. Akan kutunjukkan padamu. Aku akan tetap berusaha, hingga mencapai puncak!” tegas Reiji.


(Kelana hanya menuliskan seperti pada dorama ini. Well, memang budaya tinggal bersama di Jepang sana, adalah hal biasa. Berbeda dengan budaya di Indonesia, soal tinggal bersama. Jadi, tolong jangan protes dengan Kelana ya. Sekali lagi, Na Cuma menuliskan apa yang ada dari drama ini)



Malam itu, Reiji makan malam bersama Misaki. Pelan, Reiji menawarkan apakah Misaki mau tinggal bersama di apartemennya. “Maksudku, ayo tinggal bersama. Kalau kau tinggal di tempatku, kau tidak perlu khawatir lagi soal biaya sewa. Jadi, kau bisa menyimpan lebih banyak untuk mewujudkan mimpimu. “


Misaki awalanya kaget. Tapi perlahan ia mulai bisa menguasai diri, “Tapi, bisakah kita lakukan itu dengan pelan? Kita pernah putus sekali. Aku pikir itu karena kita terburu-buru dan belum benar-benar mengenal satu sama lain. Karena itu, tinggal bersama ... dalam situasi kita sekarang, lebih baik kita tinggal terpisah dulu.”


Reiji tampak kecewa dengan jawaban Misaki, “Aku mengerti.”


“Tapi, aku senang. Karena kau memintaku tinggal denganmu,” lanjut Misaki.


Malam itu, Misaki dan Reiji berpisah setelah makan malam. Misaki langsung pulang karena ia punya shif pagi besok di hotel.



Pagi berikutnya ...


Reiji berangkat diantar Katsunori-san seperti biasa. Dan dia mulai curhat soal Misaki, yang tampak enggan untuk datang ke apartemennya. Reiji pun mulai menyalahkan Katsunori-san. Ini terkait ranjang aneh yang pernah mereka persiapkan, agar Reiji bisa mencium Misaki.


“Jadi, Misaki-san tidak mau datang ke tempat Anda sejak itu?” tebak Katsunori-san.


“Benar. Dia pasti trauma karena hal itu,” Reiji manyun. (yang punya ide aneh dia sendiri, kenapa orang lain yang disalahkan. Duh abang Reiji ini.)



Hari itu, jadwal Reiji datang ke gym. Tapi ia dibuat kaget dengan kehadiran ayahnya, Kozo-san di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?”


“Itu, Ieyasu memintaku menunggu di sini.”


“Dan kenapa dia minta kau menunggu?” Reiji curiga.


“Karena tidak cukup orang untuk kencan kelompoknya, jadi aku membantu.”


“Jadi kau datang jauh-jauh ke sini dari Izu Cuma untuk itu?” Reiji sama sekali tidak mengerti.


“Kalau temanmu dalam masalah, kau harusnya membantu kan?”


“Hentikan melakukan hal memalukan seperti itu!”


“Eh? Tapi kalau ingin menikah, mungkin ini kesempatan terakhirku!” protes Kozo-san.


“Aku tidak mau kau datang ke kencan itu!” tegas Reiji.


“Kenapa tidak? Aku bahkan sudah beli baju baru,” protes Kozo-san lagi.


“Jangan pergi! Akan akan memarahi anak itu!” ancam Reiji.



Kozo-san pun akhirnya menuruti kemauan Reiji. Ini membuat acara Ieyasu kacau. Mereka kini kembali ke apartemen Reiji.


Kozo-san mengeluarkan sebuah botol dari dalam tasnya, “Apa mantan karyawanmu Misaki-san tinggal dekat sini?”


“Kenapa kau bertanya?”


“Saat dia datang ke ryokan, dia mencicipi asinan buatan sendiri dan mengatakan enak. Jadi, aku bawakan juga untuknya.”


“Baiklah, aku akan berikan itu untuknya,” komentar Reiji sambil melirik ke arah botol asinan itu.


Kozo-san kemudian pamit akan ganti baju. Sementara itu Reiji berpikir. Ia kemudian punya ide, menjadikan ayahnya sebagai alasan.


Reiji mengirim pesan pada Misaki. Ayahku datang ke apartemen. Dia membawakan asinan untukmu. Kapan aku bisa memberikannya untukmu?


Tidak butuh waktu lama menunggu balasan dari Misaki. Jadi, ayahmu datang? Kalau begitu, bagaimana aku datang sekarang dan mengucapkan salam?


Reiji tersenyum senang. Saat itu ayahnya heran melihat ekspresi wajah Reiji. Tapi Reiji pelit untuk mengatakan apapun.



Malam itu Misaki benar datang ke apartemen Reiji. Ia mencicipi asinan yang dibawa Kozo-san dan kembali memujinya dengan kata ‘enak’.


“Menyenangkan dipuji oleh anak muda,” ujar Kozo-san.


Misaki menawari Reiji juga. Tapi Kozo-san mengatakan kalau Reiji tidak terlalu suka. Tidak mau tampak bodoh, Reiji pun segera memasukkan asinan di depannya ke mulut, dan memuji enak.


“Lihat kan? Kau benci sesuatu bahkan sebelum mencobanya,” ujar Misaki.


“Kuharap kau mencoba mie soba-ku lain kali,” ujar Kozo-san pada Misaki.


“Rei-san mengatakan itu enak,” balas Misaki.


“Eh, Reiji bilang begitu?” Kozo-san tampak sedikit kaget.


Tapi Reiji tidak mau kehilangan muka, “Kukatakan aku harap kau bisa memakannya, bukan mengatakan itu enak.”


“Itu sama saja kan?” balas Misaki pula.



Pagi berikutnya. Ternyata Kozo-san sudah pulang, bahkan sebelum Reiji bangun. Paling tidak, kehadiran Kozo-san ternyata jadi alasan Reiji mengundang Misaki untuk datang dan Misaki pun tidak menolak.


“Tapi dia menolak menginap malam itu,” ujar Reiji.


“Mungkin karena dia tidak ingin mengganggu waktu pribadi Anda sebagai anak dan ayah,” ujar sekt.Maiko.


“Tidak, meski aku sendiri, sepertinya dia akan menolak menginap. Kalau begini, mimpiku untuk tinggal bersama dengannya Cuma jadi mimpi.”


Reiji masih merasa kalau keengganan Misaki datang karena pengalaman ranjang aneh waktu itu. Tapi kali ini Misaki mau datang lagi, karena ada Kozo-san.


“Benar. Aku mengerti. Aku akan bilang pada ayah untuk tinggal denganku. Dia menolak untuk datang ke tempatku, kalau Cuma ada kami. Tapi saat ayah di tempatku, dia akan datang tanpa protes. Demi Misaki yang kucinta, aku akan tinggal bersama ayah yang kubenci. Bukan berarti tinggal bersama seterusnya. Aku tidak butuh dia lagi kalau Misa-san sudah mau datang ke tempatku,” Reiji menyimpulkan.


“Tapi apa benar, dia akan datang kalau Kozo-san ada di tempat Anda?” sekt.Maiko tidak yakin.


“Itu yang akan kubuktikan!”



Reiji mengetik di ponselnya. Ayahku ingin kau makan mie soba-nya. Kau punya waktu semalam?


Tapi ternyata jawaban dari Misaki tidak kunjung datang. Bahkan saat rapat pun, Reiji tidak fokus. Ia terus saja memandangi ponselnya. Hingga pesan dari Misaki datang, dan rapat yang belum selesai ditinggal begitu saja oleh Reiji.


Balasan dari Misaki. Kau kau tidak keberatan datang larut, aku akan mampir.


Reiji kembali ke ruangannya. “Aku tahu dia akan makan bersama ayah. Katsunori, aku minta sesuatu. Pergi ke tempat ayahku, dan bawa dia ke sini bersama tepung soba dan peralatan membuat soba-nya!”


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaaa ... tinggal bagian terakhir ya. Sabar ya. Ini agak banyak sih, jadi agak lama. Soalnya episode terakhir ini ada perpanjangan 10 menit, jadi agak panjang juga sinopsisnya. Maafkan juga untuk typo yang bertebaran.


Kelana juga minta maaf, kalau bagian terakhir sinopsis ini agak lama. Selain karena durasinya yang bertambah 10 menit, Na belakangan juga sedang ada kesibutan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi Na akan tetap usahakan secepatnya. Terimakasih untuk pengertiannya.

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 09 part 2

13.53.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2. Reiji masih terus berusaha keras mencari cara dan melakukan berbagai hal agar bisa bertemu kembali dengan Misaki. Dari naik sepeda saat berangkat ke kantor, rencana menyewa ruang kantor lain, hingga menyewa kostum dan melakukan pertunjukkan. Tapi semua rencana itu hanya membuat Reiji makin terluka, lantaran hanya bisa melihat senyum Misaki dari jauh.


Di tengah kegalauan hati, Reiji dikejutkan oleh berita dari presdir Wada, yang mengundurkan diri dari bisnis hotel dan menyerahkan pimpinan Stay Gold Hotel pada adiknya. Kesal dengan sikap tiba-tiba Wada-san, Reiji pun menyusulnya ke pondok kayu di dalam hutan.



“Apa kau pikir kebahagiaan seperti itu ada tiap hari? Di desa ini, aku datang dalam rangka jadi konsultan pengembangan resort. Saat itu, aku berhenti di sebuah pondok kecil. Dan hidupku pun berubah,” cerita Wada-san.


Di sebuah pondok kecil dan sederhana, Wada-san dijamu dengan makanan. Meski bukan makanan mewah, ternyata rasa makanan itu membuat Wada-san tertegun. Ia pun beranjak keluar pondok, dan menemukan suasana begitu tenang. Pemandangan hijau persawahan dengan latar belakang gunung di seberang, langit biru cerah bahkan suara-suara hewan yang bersahutan. Seorang pria tua pemilik pondek pun mendekat. Merasa menemukan apa yang dicari, tanpa pikir panjang lagi, Wada-san pun meminta pria tua itu untuk jadi guru-nya.


“Kubeli semua tanah di area ini, menghentikan pengembangan dan hanya membangun pondok kayu ini. Untuk bahagia, tidak butuh bangunan besar seperti hotel. Aku menyadarinya, tempat kecil ini saja sudah cukup. Orang yang terus mencari kebahagiaan, tidak selalu berakhir bahagia. Saat aku menerima ketidakmungkinan untuk menemukan kebahagiaan, akhirnya aku menemukan kebahagiaan itu sendiri. Bagaimana denganmu, apa kau bahagia sekarang? Bukankah kau selalu mencari kebahagiaan?”


Reiji dibuat tertegun oleh semua ucapan Wada-san kali ini. Mereka berdua masuk ke dalam pondek. Wada-san bahkan menyajikan teh panas di depan perapian tradisional Jepang.


“Ambil mangkok tehmu. Itu hangat di tangan kan? Hanya merasakan kehangatan itu sekarang, sudah cukup membuat bahagia seseorang.”



Reiji mengerti, “Sekarang aku mengerti. Kenapa aku tidak bisa bahagia? Jika aku terus mengejar Shibayama Misaki, aku tidak akan benar-benar mendapatkan kebahagiaanku. Begitu kan?”


Alih-alih mengiyakan, Wada-san justru mendorong Reiji hingga terjatuh ke arah dinding, “Berhenti katakan hal bodoh! Kau tidak boleh menyerah soal wanita itu!”


Reiji heran, “Bukankah tadi kau bilang aku tidak akan bahagia kalau terus mengejar kebahagiaan itu sendiri? Apa salahku?!” suara Reiji tidak kalah keras.


“Karena itu menarik! Caramu mengejarnya, semuanya menarik. Jangan menyerah!”


“Meski kau bilang begitu, dia tidak mau bertemu denganku lagi.”


“Bukankah ada hal lain yang bisa kau lakukan tanpa harus bertemu?”


“Apa?” tanya Reiji dengan polosnya.


“Bagaimana aku bisa tahu! Kau lebih kenal dia kan? Pikiran sendiri!” saran dari Wada-san sama sekali tidak membantu.



Reiji memikirkan ucapan Wada-san tadi. Ia berpikir, apakah dia sudah benar-benar mengenal Misaki. Reiji berpikir, yang dia tahu ... Misaki suka membaca dan menonton rakugo, makanan favoritnya matsumaezuke. Misaki selalu jadi ketua kelas sejak SD dan mantan pacarnya seorang pria Belgia bernama Mirco.


“Lupakan soal Mirco,” saran sekt.Maiko. Ia bertanya pada Reiji apakah Reiji tahu ukuran sepatu Misaki dan ukuran jarinya.


Jelas Reiji tidak tahu semua itu. Meski begitu, Reiji sebagai bos tentu bisa tahu kapan Misaki ulang tahun. Bukan hal aneh memang, jika Reiji belum tahu banyak hal soal Misaki, karena mereka baru kencan sebentar.


Reiji pun perlahan mengerti. Untuk bisa memperjuangkan seseorang, paling tidak Reiji harus tahu banyak soal orang itu terlebih dahulu.



Pagi berikutnya. Saat disapa oleh seluruh karyawan, Reiji berhenti sebentar. Ia pun melirik ke arah Ieyasu dan memintanya untuk ikut ke ruangan Reiji, dengan isyarat.


“Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Aku tidak peduli bagaiman detailnya. Tapi aku ingin kau mencari informasi soal Shibayama Misaki!” perintah Reiji.


“Mungkinkah, ini akan jadi ... “


“Benar. Proyek rahasia kita,” Reiji sudah tahu cara untuk membuat Ieyasu mau melakukan apapun perintahnya.



Ieyasu pun mulai aksinya. Seperti dalam film-film detektif, ia mulai menanyai satu per satu karyawan. Bahkan sengaja menyodorkan lampu pada mereka. Sayangnya, tidak ada informasi penting satupun yang bisa ia dapat dari mereka. (kalau caranya gini mah, semua karyawan juga bakalan tahu kalau Ieyasu ini lagi ngerjain tugas dari Reiji).


Hingga terakhir, Ieyasu pun menanyai Mahiro, orang yang selama ini tampak paling dekat dengan Misaki. Awalnya Mahiro menolak memberitahu. Tapi setelah dipaksa, Mahiro pun menyerah dan mau bekerjasama.



Ieyasu berhasil menyeret Mahiro ke depan Reiji. Menurut pengakuannya, Mahiro masih sering berhubungan dengan Misaki. Bahkan ia juga masih sering mampir ke apartemen Misaki.


Reiji pun mulai pertanyaannya soal Misaki. Mulai dari ukuran sepatu hingga ukurang jari. Tapi Mahiro mengaku ia tidak tahu. Reiji kesal karena ternyata orang yang dibawa Ieyasu ini juga tidak bisa banyak membantu.


“Sepertinya yang kutahu, sama saja seperti yang presdir tahu,” ujar Mahiro. Tapi Mahiro kemudian ingat sesuatu, “Presdir, apa Anda tahu kenapa Misaki bekerja di perhotelan?”


Reiji tidak terlalu menanggapinya, “Mungkin karena dia suka hotelku?”


“Itu karena ia ingin mewujudkan mimpinya, membangun hotelnya sendiri di lahan yang ditinggalkan oleh kakeknya. Bagaimanapun, itu pasti sulit kalau dilakukannya sendiri.”


“Aku belum pernah dengar sebelumnya,” Reiji mulai tertarik.


“Bagaimana jika Anda membantunya, presdir? Misaki pasti senang!” sambung Mahiro.


“Saat Anda mengatakan akan membantunya, dia pasti akan kembali pada Anda, kan?” ujar Ieyasu.


“Itu tidak benar. Kalau itu benar mimpinya, tidak akan ada nilainya jika tidak diwujudkan olehnya sendiri. Aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantu.” Jawaban Reiji benar-benar di luar dugaan.



Malam itu Mahiro kembali mampir ke apartemen Misaki. Dan sesi curhatnya pun dimulai, “Aku benar-benar kesal pada presdir. Ayahnya sangat baik, tapi anaknya begitu kasar.”


“Apa ada yang terjadi?” Misaki heran.


“Aku menceritakan mimpimu padanya. Dan dia bilang, aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantunya. Kupikir presdir pasti akan melakukan apapun jika untukmu kan? Tapi dia bilang lagi, tidak ada nilai jika mimpi tidak diwujudkan oleh dirimu sendiri. Apa dia berniat melarikan diri?” sindir Mahiro.


“Dia bilang begitu?”


“Benar, dia bilang begitu. Misaki, hal benar kau menjauh darinya.”


Tapi jawaban Misaki pun membuat Mahiro terkejut, “Aku tidak yakin lagi. Karena aku tidak pernah berpikir, dia adalah orang yang akan bicara seperti itu.” Misaki justru tampak senang.


Mahiro heran, “Itu bukan hal membahagiakan! Harusnya, sebaliknya!”


“Mungkin aku tidak benar-benar mengenalnya,” gumam Misaki, lebih pada diri sendiri.


“Aku juga. Aku seperti tidak mengenalmu sama sekali,” komentar Mahiro kemudian.



Kemana Misaki? Ternyata ia mengunjungi penginapan milik ayah Reiji, Samejima Ryokan. Misaki disambut langsung oleh Samejima Kozo-san, ayah Reiji. Saat Misaki mengaku kalau ia dipecat oleh Reiji dari kantor, justru Kozo-san yang minta maaf. Ia menyesal dan merasa bertanggungjawab, karena sikap Reiji itu adalah akibat sikapnya dulu. (orang jepang ini dedikasinya tinggi banget ya. Meski nggak ada urusan langsung soal pemecatan Misaki, tapi Kozo-san merasa bertanggungjawab)


Misaki lalu menanyakan soal masa kecil Reiji pada Kozo-san. Foto-foto kecil Reiji pun ditunjukkan Kozo-san pada Misaki.


“Saat masih kecil, dia pemalu. Dia suka membaca dan menggambar di kamarnya. Kadang dia juga menangkap serangga.” Lalu saat melihat Misaki membuka foto seorang anak kecil di depan kolam, komentar Kozo-san pun berlanjut. “Dia sendiri yang membangun kolam yang ada di taman depan. Dia bilang, dia ingin membeli ikan koi. Tapi kami mengatakan tidak ada tempat untuk itu. Kemudian dia (Reiji) bilang akan membuatnya sendiri. Awalnya, salah seorang karyawan mengatakan pada Reiji jika itu tidak mungkin. Tapi seperti Reiji sangat serius soal itu. Reiji bahkan menolak untuk dibantu. Jangan sentuh mimpiku. Ujarnya dengan marah. Dia membuat semuanya dari awal. Bahkan pengembang lahan kaget saat tahu kalau kolam itu dibuatnya sendirian. Bahkan saat dia bilang ingin belajar membuat hotel terbaik di dunia, dan pergi belajar di UK, semua orang berpikir dia konyol. Omong kosong apa yang dilakukan anak pemilik ryokan itu? Tapi kau tahu, itu semua yang membuat dia BISA melakukannya.”


Kozo-san pun mengajak Misaki berkeliling. Mereka berdiri di atas kolam ikan yang dibangun Reiji, sambil memandangi ikan koi yang berlalu lalang, “Aku tahu saat melihat kolam ini. Aku hanya orang tua tidak berguna.”



Di kantor, Ieyasu membuat kehebohan. Dia masuk ruangan Reiji dan mengatakan kalau Misaki datang ke penginapan milik ayah Reiji.


“Eh? Apa yang dia lakukan di sana?” Reiji kaget.


“Belum yakin. Aku masih belum tahu sejauh itu.”


“Apa kau yakin itu Shibayama Misaki?” sekt.Maiko ikut bergabung.


“Tidak diragukan lagi!” Ieyasu sangat yakin akan hal itu, karena ia mengaku dirinya dan Kozo-san adalah teman dekat.


Tapi Reiji tampak tidak suka dengan istilah ‘teman dekat’ yang dikatakan Ieyasu itu.


“Kalau begitu, kuturunkan jadi ‘teman’ saja,” Ieyasu pun kemudian pamit keluar.


Reiji heran melihat karyawannya yang satu ini, “Bagaimana dia bergabung di perusahaan ini?”


“Itu misteri terbesar di kantor ini,” jawab sekt.Maiko.



Reiji pun memutuskan datang ke penginapan ayahnya. Kozo-san pun dibuat terkejut dengan kehadiran Reiji yang tiba-tiba.


“Apa benar, mantan karyawanku datang ke sini?” tanya Reiji.


“Benar. Misaki-san kan?” ujar Kozo-san. Ia pun heran karena Reiji hanya masuk bersama Katsunori-san saja. Tapi sekt.Maiko tidak tampak.


“Dia menunggu di mobil,” ujar Katsunori-san.


Kozo-san mengerti. Dia pun menyusul ke mobil di depan. Kozo-san mengetuk jendela mobil, “Sudah lama. Tidak banyak orang lagi yang tahu soal itu. Masuklah, aku menyiapkan teh,” bujuk Kozo-san. (sekedar mengingatkan, dulu sekt.Maiko adalah karyawan di penginapan itu. Tapi dia kena masalah skandal perselingkuhan. Saat ia mengundurkan diri dari penginapan, Reiji-lah yang kemudian membawanya dan menawarinya posisi sekretaris hingga sekarang)



Reiji memeriksa daftar tamu yang ada di depan. Dan dia pun benar menemukan nama Shibayama Misaki di sana, “Cumi-cumi raksasa, muncul di sini.” Reiji pun beranjak ke dalam.


Kozo-san mendekati sekt.Maiko dan Katsunori-san. Mereka penasaran dengan apa yang dibicarakan Kozo-san dengan Misaki.


“Dia bilang, dia ingin tahu bagaimana Reiji saat masih kecil. Dia tampak sangat serius saat melihat album foto Reiji.”


“Sebenarnya, presdir sempat kencan dengan Misaki, tapi hanya sebentar,” ujar sekt.Maiko.


“Eh? Dengan wanita cantik tadi? Harusnya kau bilang padaku lebih awal!” Kozo-san nyaris tidak percaya.



Reiji masuk ke gudang tempat menyimpan barang-barang lamanya. Ia membuka sebuah kardus, mencari sesuatu. Sekt.Maiko dan Katsunori-san pun bergabung dan menawarkan bantuan. Reiji setuju untuk melakukannya bersama.


Tidak lama setelahnya, sekt.Maiko berseru kalau sudah menemukan buku yang dicari. Reiji menerima buku itu. Sebuah buku lama tentang ‘manajemen hotel’ karangan tokoh asing. Di dalam, tampak banyak coretan dan juga penanda di nyaris setengah halaman buku. Apa yang akan dilakukan Reiji dengan buku ini?



Misaki tengah berjalan menuju hotel saat Ieyasu yang naik sepeda menyapanya. Ieyasu kemudian memberikan sebuah paket dalam amplop pada Misaki, lalu langsung pergi lagi. Misaki heran menerima paket itu. Ia menemukan ada nama Reiji di salah satu sisi amplop.


Setelah membeli makanan, Misaki duduk di salah satu meja, sendirian. Ia membuka amplop yang didapatnya dari Ieyasu tadi. Isinya adalah sebuah buku. Dan ada catatan kecil di sana.


Aku tidak butuh buku ini sekarang, tapi kau akan membutuhkannya nanti.


Misaki pun membuka-buku buku itu. Ada banyak coretan tulisan tangan Reiji, warna-warni stabilo bahkan beberapa yang kemudian dikenal Misaki sebagai moto Reiji. Jika kepemimpinan tidak kuat, kita tidak akan menang dalam kompetisi sengit ini. Target, full speed, three months!!


Misaki tersenyum saat melihat moto soal target Reiji, karena agak berbeda dengan yang ada di kantor, “Dia mengurangi satu bulan.”



Malam itu, Reiji memilih kembali pulang sendiri. Berbeda dengan malam biasanya, kali ini Reiji tidak terlalu berharap lagi bisa melihat Misaki. Tapi justru Misaki-lah yang melihat Reiji lebih dulu. Misaki ingin bicara dengan Reiji, ia pun menyusul ke tempat Reiji pernah memainkan Swingy. Kaget dengan kehadiran Misaki, reflek Reiji pun melakukan salam seperti Swingy, dengan satu kaki tertekuk di belakang.


“Bukankah kau berjanji, kita tidak akan bertemu lagi? Sudah jelas, kau katakan menerima syarat itu,” cecar Misaki.


Reiji sangat menyesal, ia hanya bisa menunduk dan minta maaf.


Tapi Misaki belum selesai, “Saat kau katakan itu, kupikir kau orang yang menepati janji. Aku pikir kau orang yang menjaga ucapan.”


Dan hanya kata maaf yang kembali bisa diucapkan oleh Reiji. Ia sangat menyesal.



Tapi cecaran Misaki tiba-tiba berubah arah, “Apa benar kau ingin membuat hotel terbaik dunia? Kenapa kau membuat kolam di Samejima Ryokan sendirian? Bukankah lebih cepat kalau kau minta bantuan?”


Reiji heran, “Mimpi tidak perlu buru-buru.”


“Tapi, moto perusahaan tertulis target, full speed, two months, kan?”


“Itu moto untuk mengharga tujuan. Tujuan dengan mimpi adalah dua hal yang berbeda,” ujar Reiji.


“Lalu, apa mimpimu, presdir?”


“Sesuatu yang tidak akan pernah hilang. Meski ada orang yang berpikir untuk menghapusnya, bahkan meski aku berusaha menghapusnya, itu akan tetap ada dan tidak menghilang. Itulah mimpiku!” tegas Reiji. “Dengan kata lain, itu sangat mirip denganmu.”


“Itu atau serangga dengan badan belang-belang, yang lebih mirip denganku.”


Sesaat Reiji ragu, “Keduanya ... mirip denganmu. Berkali-kali aku tidak bisa mengatakan kau dipecat, meski akhirnya aku bisa mengatakan hal itu, rasanya masih di lidahku, tidak menghilang. Dan itu kau, Misa-san!”



Tidak ada lagi kalimat yang terucap antara keduanya. Reiji dan Misaki saling pandang dalam diam. Pelan, Reiji turun dari panggung, satu per satu menuruni panggung. Ia mendekati Misaki yang masih berdiri mematung.


Pada jarak dekat, Reiji kemudian mengulurkan tangannya, memegang pundak Misaki. Setelahnya, Reiji menarik Misaki dalam pelukannya. Tadinya Reiji ragu, kalau Misaki akan menolak. Tapi saat sadar, kalau Misaki tidak melakukan apapun, bahkan tidak menolak, Reiji pun tersenyum puas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Ya salaaaaam, Cuma mau pelukan gini aja butuh 9 episode. Tapi Na suka dengan akting bang Ohno di sini. Kadang konyol, kekanak-kanakan tapi juga serius. Tapi masih ada satu episode lagi sih. Hmmm ... masalah belum selesai nih.

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 09 part 1

11.53.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 1. Tidak tahan dengan sikap dingin Reiji, para karyawan kemudian membuat pesta perpisahan dengan Misaki, supaya Reiji dan Misaki bisa bertemu. Tapi sedikit salah paham di antara mereka justru menyulut pertengkaran yang lain. Misaki marah besar dan memilih pergi. Begitupula Reiji yang makin frustasi.


Tapi kedatangan ayahnya, sedikit melunakkan hati Reiji. Usaha ayah Reiji, Kozo-san untuk memperbaiki hubungan mereka perlahan memperlihatkan hasil. Reiji jadi lebih tenang dan mau membuka diri serta menerima kekurangan orang lain. Tapi, bagaimana nasib hubungan Reiji dan Misaki selanjutnya?



Dengan tekat ingin berbaikan, Reiji mendatangi Stay Gold Hotel tempat Misaki bekerja. Sepulang kerja pun, Reiji masih terus mengekor Misaki. Kesal karena terus saja diikuti, Misaki meminta Reiji pulang dan berjanji akan mengirim email nanti. Reiji setuju dengan syarat ini.


Sampai di apartemennya, Reiji termenung menunggu pesan dari Misaki. Tapi ponselnya tetap saja diam. Bahkan setelah Reiji mandi, ganti baju dan bersiap tidur, tetap tidak ada pesan yang masuk. Reiji frustasi sendiri menunggu pesan dari Misaki yang tidak kunjung datang.



Sekt.Maiko meletakkan minuman untuk Reiji. Mendapat respon ucapan ‘terimakasih’ dari Reiji, sekt.Maiko heran. Ia bertanya apa ada hal baik. Tapi Reiji mengatakan sebaliknya, justru yang terburuk. Dan cerita soal pesan yang dijanjikan Misaki padanya pun mengalir. Sudah 12 jam, masih tidak ada tanda-tanda pesan dari Misaki. Meski begitu, Reiji tetap santai dan tersenyum (terpaksa).


“Dia mungkin saja kelalahan, hingga tidak tahu kalau ada yang menunggu pesannya. Sebenarnya, Anda marah kan?” sekt.Maiko benar-benar paham situasi bos-nya satu ini.


“Tentu saja, aku tidak marah. Aku Cuma khawatir,” elak Reiji. Ponselnya bebunyi, ada pesan masuk dari Misaki. Tadinya Reiji sudah senang Misaki mengirim pesan. Tapi saat membaca pesan itu, raut wajah Reiji berubah kesal. ‘Sebaiknya kita tidak bertemu lagi’, begitulah isi pesan itu. Kemarahan Reiji yang tertahan sejak semalam pun akhirnya tumpah. “Dia bilang tidak mau bertemu denganku?! Dia masih menjawab meski sibuk, harusnya aku senang kan?” Reiji terus saja memojokkan Misaki.



Misaki masih mempersiapkan makanan, sementara Mahiro sudah menunggu di meja makan, “Apa aku tidak toleran ya? Apa salah, kalau aku masih tidak memaafkan presdir?”


Mahiro heran, “Apa? Tentu saja, kau tidak salah. Itu wajar, kalau kekasihmu mengatakan hal buru, dan kau putus darinya. Masih untung kau mau menghubunginya.”


“Itu karena aku janji untuk mengiriminya email.”


“Tapi tetap saja, itu salahnya kan?” Mahiro berkeras. “Dia tidak berani untuk menciummu sendiri. Dan saat kau mulai, dia menghindar kan? Dia sudah menyakiti harga dirimu sebagai wanita.”


“Saat itu aku juga tersulut kemarahan sesaat.”


“Tapi tetap saja, dia juga sudah bersikap keterlaluan karena memecatmu saat sedang marah seperti itu.”


Hal ini justru membuat Misaki berpikir lagi.



Reiji masih saja memandangi pesan dari Misaki tadi pagi. Setelah malam, ia pun baru mengirimkan jawabannya. Baik. Aku penuhi syarat itu. Sekarang, kita fokus pada pekerjaan masing-masing. Isanami Suyao.


Di apartemennya, Misaki juga baru saja membuka pesan balasan dari Reiji. Terimakasih sudah mengerti. Selamat malam.


Sementara itu, Reiji justru memandangi lukisan pasangan yang pernah dibuatnya, disobek dan kini ditempelkan lagi di dinding. Bagian tengah lukisan itu ternyata tidak ada. “Isanami Shiho. Cepat kembali ya?” gumam Reiji.



Presdir WAda melakukan pekerjaannya seperti biasa. Memeriksa dokuman dan memberikan tanda tangan. Meski tubuhnya ada di kantor, tapi tidak dengan pikiran presdir Wada. Ada hal yang tengah membuatnya resah.


Aku ingin tahu apa sebenarnya arti kebahagiaan. Bagi sebagian orang, berarti memenuhi beban kerja. Dan bagi yang lain, adalah cinta untuk partner ideal. Orang yang mencari kebahagiaan, terus berusaha tiap hari ... sekarang, ada seseorang yang tidak sadar akan kebahagiaannya, dan bahkan mencari kebahagiaan yang lebih besar. Aku membuat keputusan besar, demi kebahagiaanku. Dan keputusan ini pasti akan membuat Samejima Reiji bahagia.


Presdir Wada berjalan menuruti tangga, keluar dari kantornya.



Ieyasu tengah mengobrol dengan salah satu rekan kerjanya. Mereka membahas tentang perubahan seseorang, yang mungkin saja karena perubahan lingkungan kerja. Saat itu Reiji datang, penasaran dengan obrolan kedua oang ini.


“Aku bicara soal bertemu Misaki-chan tiap pagi,” ujar Ieyasu.


“Di mana?”


“Aku naik sepeda saat berangkat kerja kan? Itu ... “


“Bukan benar-benar bertemu kan?” sindir Reiji.


“Benar. Kami memang tidak benar-benar bertemu. Tetapi hanya saling melihat dan mengangguk satu sama lain.


Dan ini pun memberikan ide pada Reiji. Ia akan melakukan sesuatu.



Reiji kembali ke ruangannya. Di sana ada sekt.Maiko dan Katsunori-san yang menunggu. “Apa kau tahu jam berapa Ieyasu berangkat ke kantor?” tanya Reiji pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko berpikir sebentar, “Karena dia yang paling tepat waktu, sekitar 5 menit sebelum jam 9.”


“Berapa menit untuk naik dari parkir sepeda sampai lantai ini?”


“Kalau lewat lift, sekitar lima menit,” kali ini Katsunori-san yang menjawab.


“Jadi, kalau perkiraanku tidak salah, Ieyasu naik sepeda dan lewat di depan Stay Gold Hotel sekitar 8.45. Mulai besok, aku akan berangkat naik sepeda juga. Ieyasu melihat Misa-san tiap pagi.”


“Presdir, bukankah dia tidak mau bertemu Anda lagi?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


“Kita tidak bertemu. Kita hanya berpapasan,” elak Reiji.


Sekt.Maiko mengingatkan lagi, kalau Reiji pura-pura mencari cara untuk bertemu Misaki, justru nanti Misaki yang makin benci pada Reiji. Tapi Reiji tidak peduli itu. Ia mencari alasan lain, kalau ingin jaga kesehatan dengan bersepeda. Reiji tidak mau diprotes lagi.



Katsunori-san pun makan siang bersama salah satu karyawan. Dan cerita soal Reiji berencana naik sepeda agar bisa berpapasan dengan Misaki pun mengalir dari bibirnya. Padahal sebenarnya Reiji ingin benar-benar bertemu dan bicara dengannya. Tapi situasinya sulit, jangankan bertemu, bicara lewat telepon saja tidak bisa dilakukan.


“Bukankah cerita ini membuatmu terharu? Seorang presdir perusahaan besar berusia 34 tahun bangun pagi, naik sepeda agar bisa bertemu orang yang dia sukai. Cerita yang sangat menyentuh.”



Pagi berikutnya


Katsunori-san sudah bersiap di depan apartemen Reiji. Ia mengelap dan memeriksa sekali lagi sepeda yang sudah dipersiapkan. Reiji keluar dari apartemen dan menyerahkan tasnya pada Katsunori-san. Reiji pun naik ke atas sepeda dan tampak agak kesulitan karena sadel sepeda yang terlalu tinggi. Tapi saat Katsunori-san menawari agar sadelnya diatur, Reiji menolak. (sumpe adegan ini lucu dan bikin Kelana ngakak deh. Ya secara ya, bang Ohno kan emang nggak terlalu tinggi. Tapi jadinya lucu gitu deh. Gomene, Bang). Dan perjalanan Reiji menuju kantor dengan sepeda pun dimulai pagi itu.


Di persimpangan jalan, Reiji bertemu dengan Ieyasu. Berbeda dengan sepeda Reiji yang tampak biasa, Ieyasu menggunakan sepeda gunung lengkap dengan helm dan perlengkapan lainnya. Ieyasu pun tampak keren. Disapa oleh Ieyasu, Reiji berusaha bersikap se-cool mungkin. Tapi saat waktu menyeberang, Ieyasu sudah berlalu lebih dulu. Sementara Reiji kesulitan mengayuh pedal sepedanya.


Reiji sampai di kantor dengan peluh berleleran. Ternyata Ieyasu sudah sampai lebih dulu, dan tadi bertemu dengan Misaki. Reiji? Dia tidak dapat apapun. Hari pertama gagal.



Pagi berikutnya ...


Katsunori-san sudah mempersiapkan sepeda baru untuk Reiji. Kali ini dengan model dan perlengkapan seperti milik Ieyasu. Tapi seperti kemarin, Reiji masih kesulitan menaikinya, karena kakinya tidak cukup panjang. (hehehe).


Berbeda dengan kemarin, Reiji tertinggal, kali ini Reiji lebih dulu tiba di kantor. Menyusul kemudian Ieyasu. Reiji datang lebih awal, tapi ia kembali tidak bertemu dengan Misaki. Berbeda dengan Ieyasu yang berangkat tepat waktu, dan tetap bertemu Misaki seperti hari-hari sebelumnya. Ieyasu bahkan mengaku sempat melakukan ‘high five’ dengan Misaki pagi itu. Tentu saja ini membuat Reiji makin kesal.



Reiji sudah kembali ke ruangannya. Sekt.Maiko mengusulkan agar Reiji datang bersama Ieyasu, dengan begitu ia bisa bertemu Misaki. Tapi Reiji menolak ide ini.


“Memangnya apa arti berpapasan?” tanya sekt.Maiko kemudian.


Dan tiba-tiba Reiji justru punya ide lain. Dia berpikir kalau Misaki adalah ‘giant-squid’—cumi-cumi raksasa, salah satu hewan laut yang sangat sulit ditemukan. Tapi sekt.Maiko mengatakan kalau cumi-cumi ini sudah pernah diambil gambarnya oleh NHK.


“Tentu saja. Itu adalah keajaiban karena tidak menyerah selama 10 tahun dan sabar menunggu. Yang harus kupelajari dari hal itu ... adalah tidak terpacu pada satu strategi saja. Berangkat kerja dengan sepeda tidak efisien. Aku harus merubah strategiku!” tegas Reiji.



Apa yang dilakukan Reiji?


Ternyata dia mencari ruangan yang letaknya dekat dan dari sana, dia bisa selalu mengawasi Misaki yang bekerja di Stay Gold Hotel, seberang. Tapi sekt.Maiko tidak setuju dengan ide ini. Ia berpikir kalau ide Reiji kali ini benar-benar kacau.


“Aku tidak bilang mau pindah kantor pusat. Kau Cuma ingin menyewa ruangan untuk bekerja,” elak Reiji. Ia masih menggunakan alatnya untuk memantai gedung sebelah, tempat Misaki bekerja.


Tapi dasar Reiji. Ia tiba-tiba saja berubah pikiran. Rencana menyewa ruangan itu pun batal. Dan Reiji justru pergi begitu saja.



Ternyata Reiji menemukan semacam panggung promosi di dekat Stay Gold Hotel. Ia pun menemui orang di balik kostum ayam yang tengah tampil itu. Tapi orang di balik kostum ini menolak tawaran Reiji, dan mengatakan kalau ini bukan pekerjaan amatir.


Kali ini sekt.Maiko turun tangan juga untuk meyakinkan, “Karena presdir biasa berlatih olahraga, tidak masalah soal fisik. Dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar dan turis, kami jadi bisa memikirkan ulang layanan hotel kami.”


“Jadi, interaksi dengan orang-orang adalah point penting dalam bisnis layanan jasa,” Reiji pun menambahkan.


Si pria di balik kostum akhirnya setuju. Tapi ia menyebutkan kalau tidak ada gaji bagi orang magang. Reiji mengiyakan, dan mengatakan kalau ia yang justru akan membayar, seperti rental mobil. Hanya kali ini yang disewa adalah kostum.


Si pria di balik kostum pun kemudian meminta Reiji mencoba. Ia pun mengajari Reiji cara dan gerakan kostum itu. Dari geser ke kanan-kiri hingga maju-belakang dan berbagai pose lain. Reiji mengikutinya dengan semangat. Sementara sekt.Maiko dan Katsunori-san hanya duduk dan memperhatikan sang bos. Pemilik kostum marah karena Reiji tidak tersenyum dan menyuruhnya senyum. Reiji pun menurut dan menarik bibirnya, memaksakan senyum lebar.



Reiji pulang ke apartemennya, dan masih saja terus mempraktekkan gerakan yang dipelajarinya dari pemilik kostum tadi.


“Presdir, berjanjilah satu hal padaku,” pinta sekt.Maiko. “Jangan biarkan ini merusak inti bisnis kita.”


“Tentu saja!”


“Meski kau bertemu dengannya, jangan bicara padanya!”


“Kau tidak perlu mengingatkanku. Aku hanya ingin melihat cumi-cumi raksasa. Aku tidak berpikir akan menangkapnya,” ujar Reiji.


“Anda hanya akan berpapasan dan jangan lupakan satu hal lagi ... “


Reiji protes karena terus saja diatur oleh sekt.Maiko. Ia menggerutu dan mengatakan akan menuruti semua permintaan sekretarisnya itu.



Hari berikutnya ...


Reiji benar-benar melakukannya, pertunjukkan di balik kostum. Si pemilik kostum mengingatkan sekali lagi pada Reiji agar serius melakukannya.


Reiji pun naik panggung, sudah berada di dalam kostum si ayam, Swingy. Awalnya dia bergerak dengan ragu, tapi pelan-pelan, gerakan Reiji mulai luwes. Ia melakukan semua gerakan yang diajarkan si pemilik kostum. Dan ternyata anak-anak yang menonton, melihatnya dengan senang. Anak-anak itu tampak gembira dan tertawa oleh penampilan Reiji.



Penampilan Swingy sudah selesai, dan kini kewajiban Reiji untuk membagikan balon pada anak-anak. Tapi perhatian Reiji teralihkan dan bahkan balonnya pun dilepas saat ia melihat Misaki mendekat bersama temannya. Reiji tidak mempedulikan balon yang terbang, pun ucapan si pemilik kostum yang memanggilnya. Reiji turun panggung dan menuju Misaki.


Saat itu Misaki tersenyum melihat Swingy. Ia dan temannya hanya heran, saat si pemilik kostum menarik Swingy masuk ke dalam, padahal acara belum tuntas.


“Siapa yang mengajarimu melepas balon-balon itu? Balon tidak gratis!” protes si pemilik kostum. Reiji pun hanya bisa berdiri berlutut dan minta maaf karena sudah lalai.


Pemilik kostum mengultimatum Reiji, kalau lain kali bersikap seperti itu lagi, maka ia akan dipecat.



Malam itu, Katsunori-san membelikan makan malam untuk Reiji yang masih berada di kantor. Reiji masih saja memikirkan pertemuan tadi dengan Misaki. Reiji pun menyuruh Katsunori-san untuk pulang saja duluan.


“Mulai hari ini aku mau pulang kantor sambil berjalan.”


“Itu akan melelahkan. Apa tidak masalah?” Katsunori-san khawatir.


“Setelah berhenti naik sepeda untuk berlatih, aku ketinggalan banyak latihan,” Reiji berkeras. Bahkan saat Katsunori-san mengatakan akan butuh banyak waktu jika Reiji pulang berjalan, Reiji tetap tidak mengubah pendiriannya.



Hari yang lain, Misaki pulang lebih awal. Di perjalanan pulang, ia dan rekannya kembali bertemu si Swingy, yang di dalamnya adalah Reiji. Misaki pun minta foto. Dan teman Misaki yang mengambil gambarnya. Misaki tanpa ragu pun memeluk Swingy ini, membuat Reiji yang ada di dalamnya salah tingkah.


Bisa berada begitu dekat dengan Misaki, Reiji pun kehilangan kontrol. Setelah Misaki berbalik pergi, Reiji pun melepas kepala kostumnya. Ia hanya bisa memandangi Misaki tanpa satu katapun terucap. Ada percik kerinduan dalam di mata Reiji. Tentu saja si pemilik kostum marah besar. Dan hari itu, Reiji benar-benar dipecat.



Berita soal Misaki yang foto sambil memeluk Swingy ternyata masuk koran. Tentang maskot lokal daerah yang melakukan pertunjukkan tunggal. (nggak ngerti gimana ceritanya, tapi kok keren amat ya). Bukannya senang, Reiji justru tampak sedih. Ia bahkan duduk memeluk lututnya di lantai.


“Aku bisa berfoto dengan cumi-cumi raksasa. Itu sakit. Sakit melihatnya tersenyum setelah sekian lama. Hei, Maiko. Bisakah aku membuatnya tersenyum seperti itu lagi? Apakah hari seperti itu akan bisa datang lagi, saat dia tersenyum saat melihatku tanpa kostum?”


“Semua akan baik-baik saja,” hibur sekt.Maiko.


“Itu bukan pelukan yang kuharapkan dari dia!”


Tapi obrolan Reiji terganggu oleh kedatangan Ieyasu yang seenaknya. Reiji sempat marah. Tapi kemarahan Reiji berubah kaget saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ieyasu.



Reiji menyusul keluar ruangan. Di sana semua karyawan tengah melihat ke arah televisi. Ada sebuah berita eksklusif di sana, tentang presdir Wada.


Presdir Wada mengatakannya pada wartawan, meski tidak ada masalah manajemen, dan dia tidak bosan jadi presdir, dia akan benar-benar mundur dari industri perhotelan karena alasan pribadi. Orang yang akan menggantikan posisinya adalah adiknya, Hidehiko, yang selama ini jadi direktur regional New York. Dia akan mengambil alih dan tetap melanjutkan peraturan yang telah disusun oleh presdir Wada.


Reiji dibuat kaget dengan berita ini. Semuanya serba tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sama sekali. Selain itu, ternyata ketua tim Goro-san-lah yang tampak paling syok atas berita ini.



Reiji pun menyusul Wada di rumah kayu-nya yang ada di dalam hutan. Saat itu Wada-san tengah membelah kayu-kayu menjadi batang yang lebih kecil. Reiji pun tidak mengenakan jas seperti biasa, tapi dia memilih pakaian kasual.


“Wada, apa-apaan ini maksudnya?!” cecar Reiji kesal.


“Bukankah kau datang ke sini untuk berterimakasih padaku?” tanya Wada-san yang kemudian berhenti dari kegiatannya membelah kayu. “Sekarang aku sudah keluar, jadi kau bisa mencapai mimpimu dengan mudah.”


Tapi Reiji tidak menganggap itu keren, “Tidak ada gunanya kalau aku mendapatkan nomer satu tanpa mengambilnya darimu!”


“Kenapa kau marah padaku?”


“Kau khawatir kalah dariku, dan melarikan diri sebagai pengecut!”


“Jadi, kau akan senang kalau kau mengambil posisi nomer 1 dariku?” tantang Wada-san.


“Tentu saja!”


Wada-san tersenyum, “Kebahagiaan itu Cuma fantasi. Selama lima tahun terakhir, kupikir aku bahagia. Saat aku mendapatkan posisi nomer satu dunia. Tapi itu Cuma sehari saja. Saat mencapai posisi puncak, pertarunganku baru dimulai. Apa yang akan kulakukan kalau tahun depan tidak jadi yang terbaik lagi? Atau apa yang harus kulakukan untuk mempertahankan posisi nomer satu ini? Kau pikir kebahagiaan seperti itu, akan ada setiap hari?” tanya Wada-san, sarkas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Halo semua. Sebelumnya Na mohon maaf ya atas keterlambatan posting episode ini. Pasti banyak yang heran, karena episode ini pendek sekali, berbeda dengan biasanya. Itu semua karena belum selesai Na kerjakan. Sekali lagi, mohon maaf ya. Tapi hutang sudah Na bayar kok, sekarang sudah selesai. Selamat melanjutkan membaca.