Results for fan-fiction

Author: Elang Kelana


Rating: T


Genre: romance, SU


Main Cast:


- Sato Junpei


- Kiriyama Reika / Kirana Erika Putri (OCs)


Other casts:


Higashi Osamu – script writer senior. Reika menjadi asisten Osamu-sensei ini.


Yamashita Tatsuo – sutradara


Yamada Hikaru – sahabat sekaligus rekan kerja satu agensi Reika


Tatsumi Kanako – sahabat Reika di kampus


Profesor Matsushima – dosen Reika di kampus


Sato Kazuo – Manager Junpei


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.



Setahun silam ...


Sumimasen-permisi,” ujarku pelan para pria di hadapanku.


Pria bertopi itu tampak kaget. Ia menatapku dari balik kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.


“Boleh saya duduk disini?” tanyaku dalam bahasa Inggris sambil menunjuk kursi kosong di sampingnya. Aku baru ingat kalau tidak lazim orang Jepang menggunakan bahasa Inggris.


Dia terdiam sebentar, tampak mencerna kalimatku, “Ah, dozo-silahkan,” ujarnya kemudian.


“Ah arigatougozaimasu-terimakasih,” kuhempaskan badan di kursi kosong di sebelah pria itu. Aku melihat sekeliling. Kulirik jam di tangan kiriku, sudah lewat pukul sepuluh malam, pantas sebagian besar isi gerbong sudah kosong. Perjalananku sekitar 30 menit, jadi masih ada sedikit waktu untukku menyandarkan kepala sekedar melepas penat. Kulirik pria di sebelahku itu. Tapi kaca mata hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya membuatku tak leluasa melihat ekspresi wajahnya.


Rupanya ia sadar kalau kuperhatikan, “Ada apa?” tanyanya.


Aku salah tingkah, “Ah, tidak. Go-gomenasai-maaf,” ujarku terbata-bata. Bahasa Jepangku belum lancar.


Pria itu lalu melepas topi dan kaca mata hitamnya. Dia memajukan wajahnya di hadapanku, “Kau bukan orang Jepang?” tanyanya tiba-tiba.


Kaget melihat sikapnya, buru-buru membuatku menarik tubuh menjauh, “Ah, benar. Saya keturunan Jepang-Indonesia,” akuku kemudian.


Dia menarik tubuhnya dan kembali duduk seperti semula, “Ah, syukurlah. Jadi kau tidak mengenalku,” ujarnya pelan nyaris seperti gumaman.


Sumimasen?” ujarku heran.


“Ah jadi kau dari Indonesia. Siapa namamu?” tanyanya kemudian.


Watashimo Kiriyama Reika-desu, saya mahasiswi dari Indonesia,” ujarku mulai melunak.


Tapi sepertinya pertanyaan ini hanya basa-basi saja. Pria di sebelahku tadi tidak benar-benar mendengarkan ucapanku. Kuhembuskan nafas berat, “Memang tidak mudah tinggal di negeri orang,” rutukku dalam hati. Kurapatkan mantelku dan kembali bersandar ke dinding di belakangku, memejamkan mata sejenak.


***


Namaku Kiriyama Reika. Aku keturunan campuran Jepang-Indonesia. Nama ayahku Kiriyama Ren dan ibuku Larasati. Selain nama Jepang, aku juga punya nama Indonesia yang diberikan oleh nenek dari ibuku—yang selalu kupanggil yangti, Kirana Erika Putri. Hanya ibu dan yangti yang memanggilku dengan nama Indonesiaku, Ika.


Ayahku lebih banyak tinggal di Indonesia untuk menangani cabang perusahaan di Jakarta. Dan ibuku, dia adalah guru taman kanak-kanak. Jangan tanya bagaimana mereka bisa bertemu. Selama ini aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibuku. Sementara ayah sibuk dengan pekerjaannya. Aku punya seorang adik laki-laki bernama Rio Putra Dewanto, nama Jepangnya Kiriyama Ryo. Tapi dia lebih suka kupanggil dengan mana Indonesianya, Rio.


Meski lahir di Jepang, aku menghabiskan masa kecilku di negara bertabur sinar matahari itu. Baru setelah aku lulus SMA, ayah mengajak kami semua ke Jepang karena pekerjaannya menuntutnya untuk berada di kantor pusat. Dan seperti inilah aku sekarang. Meski ayah membiasakanku berbahasa Jepang selama di rumah, aku butuh satu tahun lebih untuk memperlancar bahasa Jepangku, sehingga aku masuk kuliah terlambat setahun. Di rumah, ibu tetap membuat aku dan adikku berbahasa Indonesia. Tidak ada perjanjian khusus soal ini, tapi sepertinya ayah dan ibu sepakat tidak membiarkan kami melupakan budaya asal kedua orang tua kami.


Berbeda dengan remaja Jepang pada umumnya, hingga tahun keduaku kuliah, aku masih tinggal bersama orang tuaku. Meski berada di Jepang, ibuku masih saja tetap mempertahankan budaya negeri asalnya. Ia tidak mengijinkanku sendirian di luar sana. Aku tidak pernah keberatan soal ini. Toh artinya aku tidak perlu repot memikirkan soal tempat tinggal dan makan sehari-hari.


***


Enam bulan silam


“Reika-san? Kau sudah bangun?” tanya suara di seberang.


 “Hmmm ... “ aku hanya bergumam tidak jelas. Kulirik jam di dinding kamarku, baru pukul enam pagi. Aku baru tidur jam empat tadi, setelah menyelesaikan tugas kuliahku dan juga mengedit naskah. Aku kuliah jurusan penulisan skenario dan bekerja magang di sebuah agensi. Dan tugasku setahun belakangan ini adalah menjadi asisten Higashi Osamu-sensei, script writer senior untuk melakukan editing penulisan dan finishing naskahnya.


“Ah maaf, sepertinya kau lembur lagi. Tapi ini gawat. Sutradara Yamashita Tatsuo-san meminta Osamu-sensei datang ke lokasi syuting. Tapi kau tahu kan kalau Osamu-sensei masih berada di Korea untuk konferensi. Jadi kau yang diminta datang,” mohon suara di seberang.


“Ah, Hikaru-san?” tebakku asal. Dia rekan satu agensiku yang bekerja sebagai sekretaris. “Kenapa aku harus datang? Bukankah jika naskah sudah jadi, script writer sudah tidak terlibat lagi?” Kupaksakan diriku bangun. Kulirik sekilas wajahku di cermin, berantakan. Benar-benar berantakan.


“Benar. Tapi ini benar-benar penting. Aku mohon. Asisten Yamashita Tatsuo-san mengatakan kalau ada beberapa hal yang perlu dikonfirmasi lagi,” suara sahabatku Yamada Hikaru itu semakin memelas.


“Ah, mau bagaimana lagi. Baiklah, aku akan datang. Tapi aku perlu mandi dan sarapan dulu sebelum berangkat. Emailkan saja alamat lokasi syutingnya, hm?” ujarku akhirnya.


Aku tidak dengar pasti yang digumamkan Hikaru selanjutnya. Tapi aku bisa menyimpulkan kalau ia terdengar sangat senang dan lega dengan keputusanku. Kuseret tubuhku ke kamar mandi, “Ah, mandi air hangat sebentar semoga bisa menghilangkan sedikit lingkaran hitam di mataku,” kuhembuskan nafas berat. “Padahal aku baru tidur dua jam!” umpatku kesal, akhirnya.


***


Masih enam bulan silam, beberapa jam kemudian ...


Aku tidak ingat ini hari apa. Yang pasti kuhapal adalah aku terpaksa berdesak-desakan di kereta dengan orang-orang yang akan berangkat ke kantor pagi ini. Dan yang paling kubenci, tubuhku yang lumayan mungil seringkali terdesak tanpa ampun. Tapi lagi-lagi aku tidak punya pilihan lain.


Turun dari stasiun, segera kuaktifkan gps ponselku. Aku belum pernah kesini sebelumnya, jadi daripada tersesat, lebih baik kupasrahkan saja arahku pada layanan satelit satu ini. Aku berjalan cepat diantara banyak orang berjalan tergesa pagi itu. Sesaat kulirik wajah mereka. Kebanyakan tampak serius dan tidak memperhatikan sekitarnya. Aku penasaran apa yang mereka pikirkan dalam balutan pakaian kerja rapi dan juga tas jinjing di tangan kiri serta ponsel di tangan kanan mereka.


Aku sampai di depan sebuah rumah. Kucek sekali lagi gps di ponselku yang arahnya berakhir disini, lalu email dari Haruka yang berisi alamat tujuanku. Sekilas kulihat beberapa orang yang sibuk dengan peralatan mereka, sepertinya kru serial ini. Lalu sebuah mobil sport biru yang datang dan berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Seseorang dengan kaca mata hitam keluar tidak lama setelahnya. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk memperhatikan siapa orang ini.


Kucegat seorang kru yang berjalan keluar, “Sumimasen, saya Kiriyama Reika, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ada janji bertemu sutradara Yamashita Tatsuo-san. Dimana saya bisa menemuinya?”


Pria yang kusapa itu terdiam sesaat. Ia memandangi penampilanku dari atas sampai bawah, tampak tidak yakin, “Sutradara belum datang. Mungkin sebentar lagi,” ujarnya lalu beranjak pergi.


Aku hanya melongo diperlakukan seperti ini. Tapi daripada menunggu di luar, kuputuskan untuk masuk ke rumah itu. Beberapa staf tampak sibuk dengan persiapan mereka. Dan aku pun diabaikan. Sepertinya mereka tidak peduli dengan kehadiranku, meski aku tidak menggunakan tanda pengenal staf ataupun guest-tamu.


Ponselku berdering, kulirik sekilas nama yang tertera disana. Nomer yang sangat kukenal dengan baik, “Reika-chan, dimana kau sekarang? Kau tidak lupa untuk mengumpulkan tugas hari ini kan? Profesor Matsushima hanya memberikan waktu sampai pukul sebelas hari ini,” ujar Kanako, teman kuliahku di jurusan yang sama.


“Apa?! Benarkah?!” kulirik jam di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan angka sembilan lewat dengan jarum panjang nyaris menyentuh angka enam. “Baiklah. Aku akan segera menyelesaikan urusanku.” Aku merutuki hari ini. Hari yang benar-benar payah.


Kulihat sekeliling, berharap sutradara Tatsuo-sensei sudah datang. Tapi aku tidak menemukannya. Kutanya beberapa staf yang ada disana, tapi tidak ada jawaban yang membuatku puas. Sampai tidak sengaja aku menabrak seseorang.


“Brug!” buku-buku yang kubawa dan beberapa naskah terjatuh.


“Kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang kutabrak tadi. Seorang pria. Ia pun membantuku mengumpulkan kembali buku dan kertas-kertas itu. Tapi sayang, tatapannya dingin dan tampak tidak bersahabat. Seolah apa yang dilakukannya hanya sekedar ‘bersikap baik’ pada wanita.


“Maaf, permisi,” ujarku buru-buru pamit, karena tatapan tidak nyaman itu.


Baru beberapa langkah, aku berhenti. Aku baru ingat, kalau mengenal wajah tadi. Ya, dia Mizobata Junpei, “Ah mungkin aku bisa menanyakan dimana sutradara Yamashita-san padanya,” batinku memberanikan diri, karena tidak punya pilihan lain. Dan aku pun berbalik. Untung dia masih ada disana. “Sumimasen, ano ... watashimo Kiriyama Reika-desu, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ingin menemui sutradara Yamashita Tatsuo-san. Apa dia sudah datang?”


“Oh, sutradara,” komentarnya dingin. “Tadi aku melihatnya ada di ruang depan. Aku mau kesana,” ujarnya kemudian.


Ha-i, arigatougozaimasu,” aku mengekor di belakangnya ke ruangan depan. Aku berharap ini segera selesai, dan aku bisa segera kembali ke kampus secepatnya.


***


Saat ini ...


Sudah dua bulan Junpei-kun kekasihku pergi ke Amerika. Kita tidak jadi putus karena peristiwa itu, “Ran saja bersabar menunggu Shinichi lebih dari 15 tahun, dan aku bukan Ran. Jadi tidak masalah aku menunggunya,” gumamku pelan. Kupandangi foto yang diambil tujuh bulan silam, saat kami baru saja resmi menjadi sepasang kekasih. Junpei-kun ada di Amerika untuk menjalani operasi jantungnya lagi. Meski ingin, aku tidak bisa menemaninya. Manager Sato hanya mengatakan kalau semua akan baik-baik saja, dan Junpei-kun tidak ingin membuatku khawatir.


Aku hanya berharap semua akan baik-baik saja. Entah itu Junpei sendiri, kuliah dan pekerjaanku, mimpiku lalu hubunganku dengan Junpei-kun, “Aku pasti menunggumu pulang, Junpei-kun!”


To be continue ...

Bening Pertiwi 15.11.00
Read more ...

Cast : Mizobata Junpei (sebagai Sato Junpei), Kiriyama Reika, Higashi Osamu, Yamashita Tatsuo, manager Junpei (OC)


Genre : romantis, SU


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.


Kiriyama Reika


Gerbong sudah nyaris kosong. Benar saja, ini sudah lewat pukul sebelas malam. Para pekerja yang baru pulang dari kantor berangsur makin berkurang. Hanya tinggal beberapa yang tampak terkantuk-kantuk, sebagian membaca buku dan sisanya yang lain masih asyik dengan ponsel di tangan.


Kecuali satu orang yang cukup menarik perhatian di ujung gerbong. Mulutnya setengah terbuka dengan mata terpejam dan kepala terkulai di sandaran kursi. Meski bukan pemandangan aneh menemukan orang yang tertidur karena terlalu keras bekerja—inemuri—di sini, tapi tetap saja itu selalu menarik perhatian.


Kuhentikan kebiasaan memerhatikan orang-orang di kereta dan menyandarkan kepala ke dinding kereta. Seharusnya aku juga sudah sampai di apartemen. Tapi langkah kakiku justru membuat berjalan sedikit lebih jauh dari biasanya.


“Jangan hubungi aku lagi,” pinta kekasihku Junpei-kun senja tadi dari seberang ponsel.


Aku kesal, benar-benar kesal. Beraninya dia mengatakan seperti ini padaku. Beraninya dia bersikap sekasar ini padaku. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan siapa-siapa. Bahkan rumah kekasihku itu pun aku tidak tahu. Ah, pasti orang-orang beranggapan aku bodoh. Benar, aku mungkin bodoh.


Kekasihku itu, Sato Junpei, artis terkenal. Sementara aku hanya seorang asisten script-writer—penulis naskah—yang baru setahun belakangan bekerja di sebuah agensi. Pertemuan kami tidak terduga. Kalau biasanya seorang asisten script-writer sepertiku tidak pernah datang ke lokasi syuting, hari ini sutradara memintaku datang. Dia mengatakan kalau ada beberapa bagian yang harus kukonfirmasi dan kurevisi sebelum syuting dimulai. Aku yang masih baru pun menurut saja. Dan disana, tidak sengaja aku bertemu dengannya secara langsung. Aku mengenalnya, jelas, dia seorang aktor yang tengah naik daun. Sementara aku, bukan siapa-siapa.


Pengeras suara memberitahukan kalau stasiun tujuanku hampir tiba. Kuhapus lelehan yang nyaris jatuh di sudut mataku, “Tidak ada gunanya menyesal,” gumamku pelan.


***


Sato Junpei

Sudah nyaris sebulan sejak aku mengatakan itu padanya, jangan menghubungiku lagi. Ah, aku sadar benar, tidak seharusnya kukatakan itu padanya. Dia tidak salah. Keadaan pun tidak salah. Hanya waktu saja yang tidak tepat, arrgggghhh!!!


Ini kisah enam bulan silam. Namanya Kiriyama Reika, seorang asisten script-writer. Aku lebih suka menyebutnya takdir, karena asisten script-writer yang biasanya tidak muncul di lokasi syuting, hari itu tiba-tiba saja datang. Ia yang datang terburu-buru, menabrakku. Wajahnya yang berbeda membuatku terhenyak. Kulitnya tidak seputih kulit gadis Jepang pada umumnya. Pun matanya yang besar dengan lipatan mata yang tampak begitu jelas. Ia menunduk minta maaf setelah menabrakku lalu buru-buru pergi. Tapi sejurus kemudian ia kembali dan bertanya dimana bisa menemui Higashi Osamu-sensei, sutradara serial yang tengah kubintangi waktu itu. Dari Higashi-sensei, aku tahu namanya, dan kalau dia adalah seorang asisten script-writer.


Tapi sekarang, aku tidak yakin apa aku masih punya keberanian untuk menemuinya. Yang pasti, masih terlalu sulit menghilangkan dia dari pikiranku. Sementara disini, di depanku ada naskah yang harus kubaca. Naskah yang ditulis oleh Yamazaki Tatsuo-sensei dibantu Reika sebagai asistennya.


Di sampingku, tergeletak kertas lain. Dua bulan silam, aku mengunjungi dokter langgananku untuk check-up. Dan hasilnya benar-benar membuatku terhenyak. Aku tidak tahu apa yang tengah terjadi padaku. Tapi yang lebih sulit adalah mengatakannya pada kekasihku, Reika.


***


“Reika-chan?” suara seseorang dari seberang ponsel.


“Ya,” Reika masih belum membuka matanya penuh. Ia hanya meraba-raba mencari ponselnya tanpa sempat melihat siapa yang menghubunginya.


“Aku minta maaf, tidak bisa menepati janji. Aku hanya ingin pamit,” ujar suara itu lagi.


Mendengar suara yang sudah sangat dihapalnya, kesadaran Reika mendadak pulih, “Junpei-kun? Apa maksudmu?! Kau mau kemana?! Jawab aku!”


“Maaf,” Junpei pun memutus sambungan ponsel itu.


Reika memencet ulang nomer Junpei yang sudah sangat dihafalnya. Tapi berkali-kali nada terputus terdengar. Ia kalap. Reika gelagapan mencari nomer manager Junpei dan mencoba menghubunginya. Darinya Reika tahu kalau hari ini Junpei akan berangkat ke luar negeri.


Buru-buru Reika menyambar mantelnya dan hanya sempat melihat sekilas ke arah cermin untuk merapikan rambutnya. Reika bahkan tidak sempat memakai sarung tangannya. Hanya sepatu boot tipis yang menemaninya melewati salju senja itu. Turun dari apartemennya, Reika berlari ke arah jalan. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh kali ini terasa begitu menyiksa. Tapi Reika mengabaikan semua rasa dingin dan nyeri di kakinya yang berjalan nyaris telanjang dan hanya memakai sepatu seadanya itu.


Setelah dua belokan dan jalanan lurus, Reika menyetop taksi yang kebetulan melintas dan meminta si sopir membawanya ke bandara. Dari manager Junpei tadi, Reika tahu kalau Junpei mengalami kelainan jantung. Hal yang sama sekali tidak pernah dibahas Junpei selama ini. Ia pernah menjalani operasi saat berusai 15 tahun. Dan selama ini tidak ada masalah. Tapi sejak dua bulan silam, jantungnya kembali mengalami masalah. Karena itu ia harus kembali menjalani operasi yang sama, dengan resiko jauh lebih besar dibanding 9 tahun silam.


Sesekali Reika menyusut air matanya selama perjalanan. Ia juga meminta sopir taksi mempercepat perjalanan mereka. Tapi suasana malam Natal benar-benar membuat jalanan padat. Reika diberi tahu kalau penerbangan Junpei malam itu. Ia melirik jam di tangan kirinya. Merasa tidak punya banyak waktu, Reika meminta taksi yang ditumpanginya berhenti, membayar taksi dan berlari turun menuju bandara. Ia tidak lagi mempedulikan dinginnya salju malam itu.


Reika akhirnya sampai di bandara. Di sana ia hanya menemui manager Junpei. Rupanya Junpei sudah masuk ke terminal keberangkatan beberapa menit yang lalu. Reika memaksa untuk masuk, tapi dihadang oleh petugas keamanan bandara. Manager Junpei akhirnya bisa menenangkannya dan mengajaknya duduk di cafe. Manager prihatin melihat keadaan Reika. Ia pun memesankan coklat panas untuk gadis di depannya.


“Junpei-kun menitipkan ini untukmu. Dia tahu kalau kau pasti nekat menyusulnya kesini.”


Reika menerima surat yang diangsurkan manager Junpei itu, dan membukanya.


Kau janji kan tidak akan menangis saat tidak ada aku di sekitarmu?! Buru-buru Reika menyusut air mata yang mengambang di sudut matanya.


Maaf. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu. Aku juga tidak punya keberanian untuk memintamu menunggu. Aku yakin kau pasti sudah dengar semuanya tentangku. Aku sendiri tidak tahu, apa ini akan berhasil atau justru sebaliknya.


Aku tahu, aku bukan Shinichi—karakter yang sangat kau sukai itu—dan kau juga bukan Ran—karakter yang menurutmu paling menyedihkan—tapi, bolehkah aku minta sesuatu? Bisakah kau menungguku sebentar lagi?


Reika mengelap air mata yang sudah membasahi pipinya, “Aku bukan Ran, dan kau juga bukan Shinichi. Tapi aku akan menunggumu pulang. Pasti, aku menunggumu!” ujarnya mantap.


Tapi Reiji dan Junpei tidak tahu, kalau ini baru awalnya saja.


Kelana’s note :


Halo semua, kenal dengan tulisan ini? Iya, karena Kelana punya rencana untuk melanjutkannya, jadi ini adalah repost dari yang lama. semoga bisa konsisten menulis dan melanjutkannya ya hehehe


 
Bening Pertiwi 00.45.00
Read more ...

Disclaimer : cerita ini murni fiksi. Gambar-gambar di bawah diambil dari drama dan juga MV kedua tokoh. Cerita ini tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata mereka. Apapun yang terjadi pada kehidupan nyata mereka, adalah area pribadi dan Kelana tidak ikut campur di dalamnya. Cerita ini fiksi dan dibaca ‘just for fun’ bagi Dooley-shipper di mana saja.



Mr. Dragon’s side



Aku tidak pernah menyebut ini kebetulan. Tapi waktu yang singkat ini banyak membantuku hingga kini. Dan bahkan kenangan di antaranya, masih jadi cara paling ampuh bagiku untuk membaginya dalam deretan not dan petikan gitar.



1 - 01



Pertemuan kita memang bukan kebetulan, tapi takdir yang menyatakannya. Siapalah aku ini, hanya orang biasa yang belum jadi apa-apa. Tapi, darimu aku banyak belajar. Bukan hanya agar jadi orang yang pantas saja, tapi belajar bagaimana memperlakukan diri sendiri dan dirimu dengan layak.



Tapi kopi yang ku buat bersamamu, memang jauh lebih manis dari sebelumnya.



1 - 02



Aku suka saat kau merengek minta agar diajari memainkan benda lekuk eksotis dengan enam senar di depannya itu. Aku tahu benar, itu hanya alasanmu saja bukan? Dan kau menikmatinya. Aku? Aku lebih menikmati menggodamu yang hari itu mengikat rambut ke belakang untuk alasan konyol.



Atau saat kita duduk berdua di bangku taman sambil mendengarkan suara musik dari pemutar musik yang kubawa. Kumainkan gitar di dalamnya dan kau mainkan gayageum yang jadi kawan setiamu. Ah, kita saling pandang lalu saling melempar senyum kan? Tapi ini lebih memalukan setelahnya.



1 - 03



Ingat saat wajahmu berhias air mata yang nyaris mengering, malam itu? Amarahku langsung buyar melihatmu seperti itu. Dan akhirnya aku duduk di dekatmu sambil memetik gitar. Aku hanya ingin kau berhenti bersedih. Itu saja.



Lalu, setelahnya kau mainkan pula benda itu di depan orang banyak? Ah, ya. Bukankan kau ingin pamer padaku karena sudah mahir memainkan benda itu? Dan lagi, lagu yang kau mainkan itu adalah lagu ciptaanmu sendiri? Tentu aku mengingatnya.



1 - 04



Itu bertahun silam



Saat kemudian aku sadar, yang ada di sampingku kini bukanlah kau lagi. Yang bergelayut manja di lenganku bukan dirimu lagi. Dan yang berdendang di dekatku, bukanlah orang yang membuatku banyak menciptakan lagu.



Tapi, bukanlah hidup harus terus berjalan? Bertahun telah berlalu. Tapi, kenangan tentangmu tetap saja membuatku merasa kuat dan mampu bertahan di dunia yang keras ini. Maukah kau dengar sekali lagi, coretan not buatanku?



“One Fine Day was the Day We Fall in Love.”



Nona Park’s side



Kau tidak marah saat aku tidak memanggilmu dengan sebutan oppa—kakak, seperti yang lain. Padahal jelas-jelas, seharusnya panggilan itu melekat padamu. Karena setelahnya, kau hanya berpura-pura memasang wajah marah itu, tapi setelahnya menunjukkan senyum meledekmu. Huh!



2 - 01



Aku memang tidak ingat persis. Tapi pundakmu adalah tempat terbaik dan ternyaman yang pernah kutemui. Saat beban berat menghimpit, bersandar di pundakmu sebentar saja, membuatku jauh lebih kuat dari sebelumnya.



Atau saat wajah konyolmu berubah serius. Kau benar-benar tahu waktu, kapan kita harus bertengkar dan kapan kita harus tertawa bersama.



2 - 02



Ada kalanya kau memaksaku pergi. Hanya agar aku tak terluka. Hanya agar tak perlu ada air mata yang menganak sungai di pipiku. Dan di sana, yang kau tunjukkan wajah enggan. Tapi aku tahu persis, bukan wajah itu yang sebenarnya kau miliki. Tapi wajah penuh khawatir seperti seorang ayah yang melihat anaknya tertusuk duri kecil.



Karenanya, bukan hal keliru kan, kalau aku pun melakukan hal serupa? Aku tidak mau kau terbebani oleh lukaku. Aku ingin kau melihatku sebagai sosok yang kuat. Dan tolong, tersenyumlah. Karena senyum itulah sumber kekuatanku.



2 - 03



Bukan sekali dua kali kita bertengkar. Bukan sekali dua kali pula, pada akhirnya kita sama-sama menyingkirkan ego untuk minta maaf terlebih dahulu. Tapi, pada akhirnya hari itu pun tiba. Ketika pelan saja, kau singkirkan tanganku dari lenganmu. Ketika kau tidak lagi menengok ke belakang. Kau tidak lagi berlari menuju aku dan menghapus air mataku. Ketika tidak ada lagi pundak nyaman untukku merebahkan kepala.



Hari itu datang juga.



2 - 04



Hingga bertahun setelahnya



Tidak tahu kabarmu kini. Tapi, aku juga sudah beranjak darimu. Meski kenangan tentangmu tidak pernah benar-benar hilang.



Tapi aku juga tidak ingin terus terkurung dalam kenangan itu. Biarlah itu jadi kisah indah di sudut hati. Dan kini, sudah ada lengan lain yang merangkulku, bibir lain yang mengecup pipiku dan dada bidang lain yang jadi tempat nyaman buatku bersandar.



“One Fine Day was the Day We Fall in Love.”



Hong-hong’s side



2 - 05



“Maaf, Hyong. Kau kalah cepat. Sekarang dia jadi gadisku. Hehehe.”



Kelana’s side



Udah lamaaaaa banget ya, Na nggak buat fanfiction, soal Dooley couple ini. seperti disclaimer di atas, cerita ini murni fiksi. Silahkan dinikmati saja sebagai hiburan, jangan terlalu disimpan di hati apalagi sampai delusional. Selamat membaca.



Just enjoy to be Dooliers, and keep support them.

Bening Pertiwi 14.07.00
Read more ...

Beberapa hari menjelang 22 Juni



Sebuah pesan masuk ke ponsel Mr.Lee. Apa yang sedang kau lakukan? Bagaimana persiapan konsermu?



Mr.Lee tersenyum memandangi pesan di ponselnya itu. Tanpa melihat siapa pengirimnya pun ia sudah paham, apalagi dengan emot berbentuk ‘dragon’ di akhir pesan. Mr.Lee tidak membalas pesan itu. Ia justru mengambil gambar dirinya yang masih mengkilap oleh keringat.



appy bDay 01



Mrs.Lee gelisah karena pesan yang dikirimnya tidak kunjung dibalas. Akhirnya ia memeriksa akun media sosialnya. Garis bibir yang tadinya tertarik ke bawah pun segera berubah hingga tawanya terdengar sampai luar ruang ganti saat menyaksikan gambar di depannya itu. Kau benar-benar norak, Ujarnya mengetik pesan. Saat itu staylist-nya masuk dan bersiap menata rambut dan make-upnya. Mrs.Lee pun mematikan ponselnya.



***



Sehari sebelum 22 Juni



Hari ini jadwal Mrs.Lee tidak banyak. Setelah semua beres, ia pun segera pulang ke apartemennya. Mrs.Lee mengecek ponselnya, tapi tidak ada satupun pesan. Mrs.Lee lalu memutuskan untuk berganti pakaian dan segera membuat sup rumput laut. Tapi, bahkan setelah selesai, masih tidak ada pesan yang masuk.



appy bDay 02



Apa kau punya waktu untuk datang? Aku sudah membuatkan sup rumput laut untukmu.



Mrs.Lee kembali mengirim pesan. Ia berharap pria di seberang itu memberikan jawaban. Meski ia tahu, jadwal pria di seberang itu benar-benar padat, tapi kali ini paling tidak ia harus bisa punya sedikit waktu untuk dirinya sendiri.



Lama menunggu, tapi tetap tidak ada jawaban apapun. Bahkan, bukan jawaban di pesan pribadinya, pria itu justru mengunggah foto perayaan di tempat lain.



appy bDay 03



“Selamat ulang tahun. Aku tahu, kau pasti lelah. Kalau begitu kuhadiahkan pelukan untukmu,” ujar JJ.Lin yang jadi bintang tamu di konser malam itu.



Mr.Lee mengunggah foto di akun media sosialnya. Sebenarnya, ia tahu kalau ada seseorang yang menunggunya. Tapi … ia ingin agar wanita itu menunggu, engngng … sebentar lagi.



appy bDay 04



Foto kedua pun diunggah Mr.Lee ke akun media sosialnya. Kali ini Mr.Lee berpose dengan tangan kanan terkepal dan tangan kiri di atasnya.



Ada pesan tersirat disana, aku akan sempatkan untuk istirahat. “Semoga ia paham pesanku,” batin Mr.Lee.



***



Mrs.Lee yang kelelahan menunggu jawaban pesan akhirnya tertidur. Ia baru mengecek ponselnya di pagi hari. (masih) tidak ada pesan di folder pribadinya. Tapi, lagi-lagi justru ada gambar lain di akun media social laki-laki itu.



appy bDay 05



“Apa maksudnya itu?!” Mrs.Lee benar-benar kesal.



Ia pun segera mengirim pesan lagi. Kau benar-benar melupakanku? Huh?! Jadi begitu, kau mau membuatku marah lagi? Menyebalkan!



***



22 Juni, pagi hari



Mr.Lee kembali membuka ponselnya saat perjalanan kembali dari konsernya di Taiwan. Jadwalnya setelah ini adalah fan-meeting di Jepang pada tanggal 23 ini. Mr.Lee tidak mengatakan jika ia punya waktu sebentar untuk pulang. Tapi Mr.Lee sudah memastikan agar manager tidak memberitahukan pada yang lain. Ia hanya minta waktu beberapa jam saja dan akan memastikan tiba lagi di Jepang tepat waktu untuk acaranya yang lain.



Nit nit nut cklek. Suara pintu apartemen dibuka.



Mr.Lee melongok ke dalam. Kosong. Tidak ada siapapun. Ia mengendap-endap masuk, dan tidak juga menemukan si pemilik apartemen. “Apa dia benar-benar marah?” batinnya.



Mr.Lee bimbang. Ia ingin menunggu, tapi juga tidak punya banyak waktu karena harus segera kembali mengejar pesawat yang akan membawanya ke Jepang. Tapi baru saja Mr.Lee akan pergi, pintu apartemen kembali terbuka. Seseorang baru saja masuk.



Si pemilik apartemen, Mrs.Lee heran melihat ada sepatu di depan pintu. Tapi setelah diperhatikan, ia kenal pemilik sepatu itu. Mrs.Lee buru-buru menggani sandal rumahnya dan masuk. Ia mencari sekeliling, tapi tidak menemukan siapapun.



“Keluarlah! Aku tahu kau disini! Ini tidak lucu!” teriak Mrs.Lee akhirnya.



“Ah, jadi aku ketahuan,” keluh sebuah suara, dari arah toilet. Rupanya ia bersembunyi disana.



Tapi Mrs.Lee sudah siap menyambutkan dengan wajah ditekuk. Ia bersiap melemparkan keresek belanjaannya pada pria di depannya itu. “Kau benar-benar menyebalkan! Kenapa kau tidak jawab pesanku?!”



“Maaf, maaf. Aku … “



“Berhenti membuat alasan!” potong Mrs.Lee cepat. Ia pun beranjak ke dapur dan segera mengenakan celemeknya. “Managermu menghubungiku. Katanya kau akan mampir. Tapi karena sup rumput laut yang kemarin sudah tidak layak, aku jadi belanja lagi. Tunggulah sebentar, akan kubuatkan lagi,” pinta Mrs.Lee dengan suara lebih lunak.



“Aaaaaaah, manager-hyung benar-benar merusak rencanaku!” keluh Mr.Lee akhirnya. “Tapi baiklah.” Mr.Lee berpikir ini juga bukan hal buruk. Ia pun beranjak mendekati Mrs.Lee yang bersiap memotong sayuran, lalu menelusupkan tangannya ke celah tubuh Mrs.Lee. “Aku akan menunggu.” Lalu mendaratkan kecupan di bibir Mrs.Lee



“Hei, lepaskan! Kau tidak mau tanganku tergores oleh pisau ini kan?” protes Mrs.Lee



“Satu kecupan lagi?” rengek Mr.Lee



Mrs.Lee membalas rengekan itu dengan mata mendelik tajam.



Kelana’s note:



Maaf kalau nggak romantic. Sampai hari ini Kelana masih susah bikin cerita romantic. Jadi kalau terlalu jauh dari ekspektasi, mohon dimaafkan. Sekali lagi, cerita ini fiksi, serius ini fiksi. Tapi kalau yang percaya ini bukan fiksi, ya nggak apa sih.



appy bDay 06



Cerita ini didekikasikan untuk Mr.Lee dan fans Dooley Couple. Selamat ulang tahun untuk Mr.Lee Shin a.k Dragon-boy a.k O-Yong #DilemparSandalFans



Terimakasih untuk para pengunggah gambar dari berbagai sumber.



Cr.owner gambar masing-masing.

Bening Pertiwi 14.34.00
Read more ...

Fan-fiction Dooley Couple’s Side Story. Ada yang kangen dengan postingan tentang Dooley Couple? Atau mampir ke blog ini karena ‘nyasar’ dan nemu postingan fan-fiction tentang mereka? Kalau begitu kita ada di perahu yang sama.



Tapi kalau dirunut ke belakang, sepertinya sudah cukup lama juga Na nggak buat postingan tentang mereka ya. Bahkan momen ‘Hologram’ pun Na lewatkan. Bukan, bukan karena Na udah nggak jadi shipper mereka, Cuma kesibukan aja yang terpaksa mengalihkan dunia Na (alesan).



Dooley Side Story 01



Yang kangen momen mereka, maka kita boleh berbahagia dengan adanya ‘momen’ Baeksang Art Award belum lama ini. 2011, 2012 dan akhirnya 2015 bunga kembali diberikan untuk nona Park. Aih, si o-yong tea ini memang pandai benar menyenangkan hati fans. Tapi, eh tapi, posting kali ini bukan tentang mereka. Terus?



Dooley Side Story 01x



Jadi begini, kalau tahun 2009 lalu, Dooley couple ini tidak dipertemukan dalam You Are Beautiful, maka mungkin kita tidak akan berada di perahu yang sama. Sukses drama satu ini membuat beberapa negara lain juga membuat versi mereka. Sebut saja salah satunya di seberang lautan, tetangga sebelah, Jepang. Di Jepang, YAB dibuat versi mereka yang judul ‘Ikemen desu Ne’.



Nah, disini Na pengen ngebahas apa sih kesamaannya. Ternyata, berlaku ‘kutukan’ SLM disini. Inget pasangan Hua Ce Lai dan San-Chai yang nggak bersatu di drama tapi bersatu di dunia nyata? (meski mereka akhirnya putus) Nah, ini juga terjadi di Ikemen desu Ne. Jadi, belum lama ini ada berita kalau sang SLM, Fujigaya Taisuke diketahui kencan dengan sang LF-nya, Takimoto Miori. Mereka memang nggak bersatu di drama, tapi pada akhirnya bersatu di dunia nyata. Aiiih, betapa senangnya para fans.



Dooley Side Story 03



Balik ke korea. Ternyata SLM-nya YAB juga dikenal dekat dengan sang LF-nya. o-yong dan nona Park—you know who—. Tu kan, artinya kutukan SLM berlaku. Sayangnya, dunia hiburan di korea tidak seramah jepang untuk urusan ‘couple’. Jadi, ya kedekatan o-yong dan nona Park akhirnya Cuma jadi sebatas ini. Kedekatan mereka yang plus-plus Cuma ada di otak para fans. Kenyataan? Entahlah, Cuma mereka berdua yang tahu.



Aiiih Dooley couple emang manis bener deh. Na suka aja cara mereka saling peduli dan perhatian pada yang lain, sebagai teman, sebagai orang yang bekerja di industry yang sama. Dan sepertinya sudah jadi kesepakatan (tidak tertulis) kami, para shipper di forum, kalau melihat mereka sebagai couple-friend lebih asyik dibanding maksa. Kita sepakat untuk tetap mendukung keduanya, baik sebagai pasangan maupun sebagai individu.



Pilihannya Cuma tiga. Pertama, kalau benar mereka kencan (nyata) apalagi lanjut sampai nikah, maka itu hadiah terkeren untuk para shipper. Kedua, kalau mereka pada akhirnya bukan couple, dan Cuma teman yang saling mendukung, maka kami para shipper juga terima dan akan tetap mendukung persahabatan mereka dan juga secara individu. Pilihan ketiga, kalau misal mereka pada akhirnya tidak bersatu dan menemukan pasangan masing-masing, maka kami akan tetap terima dan juga akan ikut bahagia melihat mereka bahagia dengan pasangan masing-masing. Nah loh. Simple kan? Nggak usah repot atau ngotot siapa harus dengan siapa.



Dooley Side Story 02



Toh juga mereka masih sama-sama muda. Karier masih panjang. Dan masih ada banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi besok, lusa atau bertahun ke depan. Yang penting, tetep enjoy dan nikmati interaksi mereka saja, jadikan hiburan. Nggak usah ngotot apalagi maksa, dan memaksakan diri percaya.



Just enjoy to be Dooliers, and keep support them.



Dooley Side Story 04



Oh ya, selamat juga deh buat bang Fujigaya Taisuke dengan Takimoto Miori. Aih, mereka pasangan yang manis. Na juga kena kutukan SLM deh. Soalnya setelah nonton Ikemen desu Ne, Na juga jadi berburu drama-nya si abang yang anggota boyband KissMyFt (ini bener nggak nulisnya gini?) ini.



#catatan



Eh nggak jadi Fan-fiction ya? Gomene, #deepbow. Ini Cuma postingan curhat. Kalau setuju, silahkan ikut komentar. Kalau nggak setuju, ya udah. Nggak usah ngajak ribut atau memaksakan pendapat. Please respect other perspective.



cr. @unleashthegeek



Bening Pertiwi 14.39.00
Read more ...