SINOPSIS My High School Business 01 part 2

14.24.00 2 Comments

Sinopsis My High School Business episode 01 part 2. Namanya Narumi Ryosuke (Sakurai Sho). Dia adalah karyawan di sebuah perusahaan eksport-import, Kashimatsu Bussan. Karirnya cemerlang saat menjadi kepala cabang. Ia pun berhasil menyelamatkan cabang perusahaan yang nyaris bangkrut. Sayangnya semua berubah.

Di hari pertamanya menjadi kepala sekolah, Narumi-sensei sudah dibuat pusing dengan respon para guru yang sama sekali tidak menganggapnya. Apalagi mereka tampak hanya menjalankan kewajiban mengajar saja, tapi tidak benar-benar sadar dengan situasi sekolah. Sebuah panggilan telepon berbunyi saat Narumi-sensei berada di ruang kesehatan, dari atasannya.


“Direktur senior Kagaya, saya Narumi,” sapa Narumi-sensei saat tiba kembali di kantor.


“Sungguh sayang, Narumi. Kalau kau memihakku daripada Yagi, ini mungkin tidak akan terjadi padamu. Aku yang memutuskan kau dikirim ke Keimeikan. Wajar, karena kau berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Kita mungkin saingan, tapi aku mengakui hasil pekerjaanmu,” tapi kata-kata manis direktur Kagaya sama sekali jauh dari yang sebenarnya. Ia sama sekali tidak memuji Narumi-sensei.


Direktur Kagaya tampak tidak suka dengan Narumi. Apalagi dia memiliki prestasi menyelamatkan cabang Hirosaki. Divisi pendidikan adalah divisi yang sebenarnya ingin dihilangkan oleh direktur Kagaya. Tapi presdir memerindahkan akuisisi sekolah. Tujuan utama Direktur Kagaya sebenarnya adalah ingin membuat sekolah itu makin jauh terperosok hingga ia punya alasan untuk menghapuskan divisi pendidikan.


Dari direktur Kagaya ini juga, Narumi tahu kalau direktur Yagi (supervisor/atasannya sebelumnya) berada di rumah sakit. Dan dia juga sudah mundur dari proyek yang selama ini tengah dikerjakan.


“Reputasi sekolah berefek juga pada image perusahaan. Tidak diijinkan ada skandal! Bullying, pencurian dan perkelahian! Masalah apapun akan jadi tanggungjawabmu. Kau mengerti, kepala sekolah?!” ancam direktur Kagaya pada Narumi.


Narumi tidak benar-benar paham dengan tujuan sebenarnya atasan barunya ini. Keluar dari ruangan direktur Kagaya, Narumi bertemu dengan beberapa rekannya. Tapi respon mereka tidak terlalu baik. Seolah Narumi sudah bukan lagi bagian dari perusahaan. Tapi Narumi tidak terlalu menanggapinya. Ia pamit karena buru-buru ingin mengunjungi mantan atasannya di rumah sakit.

“Ah, Narumi-kun... kau tidak parlu datang,” ujar direktur Yagi saat tahu kalau Narumi-sensei yang berkunjung. “Aku tidak sengaja terjatuh dan tulang pevisku patah. Kalau aku berniat bunuh diri, aku pasti sudah terjun saat kereta datang,” ceritanya.


“Aku lega,” komentar Narumi-sensei.


“Bagaimana denganmu? Sekolah pasti berat.”


“Semuanya masih belum biasa. Masih sulit,” cerita Narumi-sensei.


“Aku yakin kau bisa melakukannya.”


“Aku tidak di sini karena berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Aku dibuang di Keimeikan karena direktur senior Kagaya membenciku.”


Tapi direktur Yagi tidak berpikir begitu, “Aku pikir karena ada alasan lain. Kau ambil pelatihan mengajar di universitas dan bisa mengajar matematika kan?”


“Ah, itu asuransi kalau-kalau aku tidak mendapat pekerjaan. Aku tidak berniat menjadi guru,” ujar Narumi-sensei pula.


Direktur Yagi pun membahas soal ayah Narumi yang seorang guru dan meninggal saat Narumi masih SMA. Dia berpikir itu juga jadi alasan direktur Kagaya memilih Narumi sebagai kandidat terbaik untuk menangani Keimeikan.

Seperti biasa, Narumi-sensei memulai hari dengan diskusi bersama wakil kepsek Kashiwagi-sensei. Rencana untuk menambah jam pelajaran jelas—untuk meningkatkan kualitas sekolah—tidak disetujui arena akan mengurangi jam ekstrakurikuler. Belum lagi jam remidi untuk siswa yang belum lulus. Para guru jelas menolak ide ini.


“Para guru alergi kerja keras?!” Narumi-sensei tidak paham.


“Begini, kepsek. Guru-guru itu sibuk. Orang nomer satu di Keimeikan adalah kepala sekolah. lalu ada wakil kepsek yang juga mengurusi kesiswaan dan administrasi lainnya. Di bawahnya ada guru-guru, jenjang karir dan pengaturan data ... “ wakil kepsek Kashiwagi-sensei menjelaskan panjang lebar tugas-tugasnya.


Narumi-sensei mencoba memahaminya, “Jadi, menurutmu bagaimana situasi Keimeikan sekarang?”


“Tidak terlalu baik ... “


Obrolan mereka terhenti saat terdengar keributan di lorong depan kelas. Rupanya ada siswa yang berkelahi dan siswa lain yang mencoba menghentikan. Tapi tertanya situasi makin kacau, bahkan guru-guru yang mencoba menghentikan pun ikut terlibat.

Setelah perjuangan yang tidak mudah, akhirnya perkelahian itu pun berhasil dihentikan. Narumi-sensei dan Mashiba-sensei bicara di ruangan. Berdasarkan informasi, Mitaka mengaku kalau ia dipukul tiba-tiba. Padahal ia Cuma bertanya apakah ayah si pemukul (Kase) baik-baik saja. Di hari lain, ayah Mitaka yang sedang cek kesehatan di rumah sakit tidak sengaja melihat ayah Kase berada di kursi roda. Mitaka merasa khawatir dan ia Cuma bertanya soal keadaan ayah Kase. Tapi Kase malah memukulnya.


Narumi-sensei mulai mengomel. “Ini buruk! Kita tidak butuh skandal!” keluh Narumi-sensei.


“Kita harus mendengarkan dari kedua belah pihak. Anak SMA masih tetap anak. Kadang mereka sulit untuk mengekspresikan perasaannya,” ujar Mashiba-sensei menenangkan. “Serahkan padaku.”


“Apa masih sakit?” tanya Mashiba-sensei pada Kase-kun.


“Kau yang mulai perkelahian kan? Kenapa kau memukulnya?!” desak Narumi-sensei tidak sabar.


Tapi Mashiba-sensei melerainya, “Mitaka-kun bilang kalau dia khawatir soal ayahmu. Apa ayahmu terluka? Dan kau tidak ingin dia tahu?”


“Pendarahan otak,” ujar Kase. “Dia kolaps bulan lalu dan dokter berhasil menyelamatkannnya. Tapi dokter bilang, dia harus berhenti bekerja selama satu tahun. Tapi ... itu artinya aku harus melupakan soal universitas kan? Maksudku, kalau ayahnya tidak bisa bekerja selama satu tahun, aku tidak mungkin kuliah. Dia juga akan kehilangan pekerjaan.”


“Apa yang dikatakan ayahmu?” tanya Mashiba-sensei lagi.


“Aku masih belum bicara padanya,” aku Kase-kun lagi.


“Dan ibumu?”


“Dia bilang jangan khawatir dan memintaku untuk tetap kuliah. Tapi itu tidak mungkin kan? kami tidak punya pemasukan.”


Narumi-sensei perlahan mengerti. Ia meminta Kase-kun untuk tidak menyerah soal kuliah. Karena dia adalah salah satu siswa terbaik di kelas unggulan, tentu dia bisa kuliah. Narumi-sensei mengatakan kalau Kase bisa mengambil pinjaman siswa untuk kuliah.


“Jarang-jarang dapat telepon darimu, kakak,” ujar adik perempuan Narumi-sensei di seberang. (I love his interaction with his family)


“Orang dewasa yang baik juga harus telepon rumah,” ujar Narumi-sensei. Ia bertanya soal ibunya. Saat itu ibunya tengah bermain dengan cucunya, anak dari adik perempuan Narumi-sensei.


“Apa kau makan dengan benar? Makan makanan bergizi kan?” pertanyaan khas seorang ibu pada anaknya.


“Aku baik-baik saja.”


“Bagaimana pekerjaan? Sibuk?”


“Sibuk seperti biasa. Aku pindah departemen,” cerita Narumi-sensei pula.


“Aku tidak tahu banyak soal bisnis. Tapi jangan bekerja terlalu keras ya,” pesan ibunya.


“Saat SMA, aku memutuskan untuk kuliah kan?” tanya Narumi-sensei tiba-tiba.


“Nilaimu tidak terlalu buruk. Dan gurumu merekomendasikanmu untuk kuliah.”


“Guruku?” Narumi-sensei tidak yakin.


“Iya, gurumu. Kau pasti juga akan jadi guru yang maik seperti ayahmu. Meski kau tidak memilih jalan itu. Kenapa kau bertanya?” ibu Narumi-sensei heran.


Obrolan dengan ibunya itu rupanya memberikan ide pada Narumi-sensei. Pada hari berikutnya, ia mengumpulkan para guru. Tapi Narum-sensei dibuat kesal karena para guru terlambat datang dari jam yang telah ditentukan.


“Sudah kukatakan, para guru itu sibuk,” ujar wakil kepsek Kashiwagi.

Satu per satu para guru akhirnya datang. Mereka kemudian duduk di kursi yang telah disiapkan. Narumi-sensei belum memulai rapatnya. Tapi para guru sudah mulai mengeluh soal kesibukan dan minta agar rapat singkat saja. Dan seperti biasa, mereka berpikir kalau Narumi-sensei akan kembali bicara soal uang.


“Ini soal pinjaman siswa,” Narumi-sensei memulai rapatnya.

Narumi-sensei kemudian membahas obrolannya bersama Mashiba-sensei dan Kase yang kemarin berkelahi. Saat ini Kase tengah mengalami kesulitan keuangan karena ayahnya tidak bekerja padahal ia ingin masuk universitas. Narumi-sensei berpikir agar sekolah bisa membantu Kase-kun ini untuk mendapatkan pinjaman siswa.


“Pinjaman siswa berarti hutang. Ini harus dibayarkan setelah lulus nanti. Tapi kau tidak mengatakan pada Kase-kun, kemarin.”


Obrolan berputar soal uang. Jadi, di tahun sebelumnya dan sebelumnya lagi, sejumlah siswa juga sudah mendapatkan pinjaman siswa untuk masuk ke universitas. Tapi mereka tidak diberitahu kalau pinjaman itu artinya hutang yang harus mereka bayar setelah lulus nantinya. Dan sekolah tidak memberitahukan hal itu.


Narumi-sensei berpikir agar anak-anak yang akan mengambil pinjaman siswa ini juga diberitahu konsekuensinya karena ia berpikir untuk meningkatkan jumlah anak yang masuk universitas. Para guru setuju agar lebih banyak siswa Keimeikan masuk universitas. Tapi mereka tidak setuju dengan pemberitahuan konsekuensi pinjaman siswa, karena justru akan membuat siswa tidak berani mengambil pinjaman dan tidak masuk universitas. Jelas Narumi-sensei tidak sepakat dengan hal ini. Ia berpikir kalau anak-anak juga harus tahu realita di masyarakat dan masa depan mereka.


Tapi lagi-lagi para guru membawa-bawa soal perusahaan induk sekolah mereka. Narumi-sensei dianggap melakukan semua ini untuk sekolah, semata-mata karena bisnis.


“Kita harus mengembalikan keadaan Keimeikan dalam situasi finansial yang baik. Jika tidak, Kashimatsu Bussan (perusahaan induk mereka) akan menjual atau menutup sekolah. Aku ingin kalian memahami krisis ini juga ... “ keluh Narumi-sensei pula.


“Itu benar.”

“Aku tahu, ini tidak akan mudah untuk memperbaiki sekolah. Mengatasi masalah biaya saja belum cukup. Untuk mengubah sekolah, kita harus mengubah siswa. Dan untuk melakukan itu, lebih dulu kita harus mengubah para gurunya. Guru-lah masalah pertama yang harus diatasi dulu! Tolong lebih peduli soal siswa. Biaya sekolah siswa digunakan untuk membayar gaji guru. Tugas guru untuk menyiapkan siswa dengan baik agar siap ke dunia luar. Bagi guru, siswa adalah klien dan produk. Orang tualah yang membayar biaya sekolah siswa. Mereka pemilik saham. Sudah sewajarnya kita bertanggungjawab terhadap klien, produk dan pemilik saham. Tidak ada bedanya dengan perusahaan!”


Tapi ucapan Narumi-sensei ini justru membuat para guru makin kesal. Mereka tidak terima kalau sekolah dianggap seperti bisnis. Mereka juga berpikir kalau kedatangan Narumi-sensei ke Keimeikan sebenarnya hanya ingin mendapatkan evaluasi baik dari perusahaan. Karena itulah ia bersikap seperti ini.


“Itulah kenapa kau masih menggunakan pin perusahaan!” ujar Mashiba-sensei menunjuk sebuah pin kecil di kerah jas Narumi-sensei. “Kau Cuma memikirkan sekolah ini dari sisi bisnis saja!”


“Kau bisnisman dan kami guru! Permisi!”


Para guru yang terlanjur kesal itu pun bubar tanpa ada solusi apapun.


Rupanya anak-anak mendengarkan rapat guru dari lorong depan ruangan. Mereka buru-buru kabur saat tahu para guru keluar. Termasuk Kase-kun yang tengah mereka bahas. Narumi-sensei tinggal sendirian saat Kase-kun mendekat.


“Aku masuk universitas dengan pinjaman siswa. Ayahnya meninggal saat aku masih SMP. Keluarganya tidak punya uang. Tapi karena pinjaman itu, aku lulus. Tapi kemudian aku harus mulai membayarnya kembali. Aku berhasil masuk ke perusahaan tapi awalnya gajiku belum banyak. Hutangku 30.000. Aku masih membayarnya. Termasuk bunganya menjadi sekitar 6 juta. Butuh sekitar 10 tahun lagi untuk melunasinya. Tapi, aku tidak ingat ada yang memeringatkanku soal itu. Guru SMA-ku harusnya bilang kalau aku akan punya hutang dan harus berpikir dengan baik. Tapi tidak ada yang memberitahuku hal itu. Aku bisa membayarnya, tapi ada banyak orang yang kesulitan dengan ini. Orang yang lulus dari universitas dan bergabung dengan perusahaan lalu gagal. Membayar hhutang mereka, mereka tidak bisa menabung dan akhirnya tidak bisa menikah. Tapi Kase-kun, aku tidak mau kau menyerah soal universitas,” jar Narumi-sensei pada Kase.


Wajah anak itu berubah pucat, “Tapi pinjaman itu ... “


“Itu hutang yang besar. Itulah kenapa saat kau ke universitas, kau harus bekerja keras. Gunakan peluang apapun yang kau punya untuk mencari pekerjaan, lulus dalam 4 tahun dan dapatkan pekerjaan tetap. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Perusahaan nomer satu bisa saja gagal, berkurangnya jumlah kelahiran menjadi masalah masyarakat dan dunia bisa berubah dengan cepat. Banyak pekerjaan yang bisa digantikan robot. Mungkin saja itu masa depan yang menunggumu. Jadi, kau harus tahu keterampilan apa yang harus kau miliki untuk bertahan hidup. Kau harus punya kekuatan agar menjadi tak tergantikan. Jika kau siap, ambil pinjaman siswa dan masuklah ke kampus!”


Wajah Kase-kun makin pucat, “Kepsek ... aku harap kau tidak mengatakannya padaku. Aku harap kau tidak mengatakan hal menakutkan seperti ini! Aku tidak bisa memutuskan hal seperti ini!” Kase-kun berlari keluar kelas.


Narumi-sensei hanya terdiam kaget melihat reaksi siswanya ini. Ternyata Mashiba-sensei masih mendengarkan mereka dari luar kelas.


Dan saat Kase-kun keluar, Mashiba-sensei yang masuk menemui Narumi-sensei, “Sudah kukatakan. Mereka hanya anak SMA yang belum siap menerima kebenaran!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di My High School Business 02 part 1.


Pictures and written by Kelana


 

SINOPSIS My High School Business 01 part 1

12.30.00 0 Comments

Sinopsis My High School Business episode 01 part 1. Namanya Narumi Ryosuke (Sakurai Sho). Dia adalah karyawan di sebuah perusahaan eksport-import, Kashimatsu Bussan. Karirnya cemerlang saat menjadi kepala cabang. Ia pun berhasil menyelamatkan cabang perusahaan yang nyaris bangkrut. Sayangnya semua berubah.



Narumi kembali dipanggil ke kantor pusat  di Tokyo. Masalah yang terjadi pada atasan langsungnya membuatnya terseret pada strukturisasi perusahaan. Narumi pun dipindahkan untuk mengelola sebuah sekolah, yang merupakan bagian dari divisi pendidikan di perusahaan. Dan tugasnya sebagai kepala sekolah baru adalah ... menyelamatkan sekolah dari kebangkrutan.



Dan di hari pertama Narumi menjadi kepala sekolah, ia mewawancarai guru yang ada di sekolah itu. Kaimeikan koukou adalah sekolah swasta setingkat SMA dengan segudang masalah. Tetapi semua tampak baik-baik saja. Benarkah demikian?


Orang pertama yang ditemui Narumi adalah wakil kepala sekolah, Kashiwagi Fumio-san yang lebih suka mengaku dirinya sebagai manajer kantor. Wawancara selanjutnya adalah dengan guru matematika, Oikawa-sensei yang tampak tidak terlalu antusias. Lalu guru bahasa Inggris Shimazu Tomokazu-sensei yang tampak canggung dan pendiam.  Berikutnya adalah Yabe Hinako-sensei, guru musik yang masih berada di tahun pertamanya mengajar.


Guru botak berbadan besar adalah guru fisika, Gōhara Tatsuki-sensei. Lalu guru sastra klasik, Sugiyama Fumie-sensei yang sangat sensitif dengan pola kalimat. Ada juga guru berambut gondrong Kawarazaki Kōtarō-sensei yang mengajar biologi. Lalu duo sahabat, Ichimura Kaoru-sensei dan Mashiba Chihiro-sensei yang mengajar ilmu sosial.


Narumi mencoba menggali dan mencari tahu masalah yang ada di sekolah itu dengan mewawancarai para guru itu. Sayangnya, mereka kebanyakan tidak responsif dan berpikir kalau Narumi Cuma mengganggu saja. Apalagi saat Narumi bicara soal keuangan, para guru itu sudah langsung protes dan tidak mau tahu papun.  Mereka tidak mau tahu soal keuangan/bisnis di sekolah itu dan menyerahkan semuanya pada wakil kepala sekolah Kashiwagi-san.



Narumi pusing selesai mewawancarai para guru itu. Nilai rata-rata devaluasi sekolah adalah 44. Itu artinya, sekolah mereka bukan sekolah yang bagus dan banyak diminati. Tapi para guru rata-rata tidak benar-benar tahu apalagi peduli dengan situasi itu. Mereka hanya berpikir memenuhi kewajiban saja untuk mengajar.


“Bagaimana rasanya duduk di kursi kepala sekolah?” tanya Kashiwagi-san pada Narumi.


Ditanya seperti itu, Narumi tidak langsung memberikan jawaban. Ia tidak yakin, “Bagaimana rasanya ... “



Soal kepala sekolah baru jadi bahan obrolan paling hangat di ruang guru. Beberapa guru protes, karena usia Narumi yang masih terlalu muda, 35 tahun dan menjadi kepala sekolah. Padahal mereka yang lebih senior malah jadi bawahannya.


Obrolan pun beralih soal uang. Para guru ini mempermasalahkan Narumi yang tiba-tiba saja bicara soal keuangan. Belum lagi, mereka berpikir kalau Narumi sama sekali tidak punya pengalaman di bidang pendidikan, tapi malah jadi kepala sekolah.



Setelah memberitahukan anak-anak di kelas, para guru dan anak-anak itu sekarang berada di aula sekolah. Mereka ada upacara penyambutan kepala sekolah baru. Obrolan anak-anak kacau. Mereka heran karena kepala sekolah sebelumnya sudah ganti saja, padahal belum lama. Di kelas pun ponsel bertebaran digunakan dengan bebas oleh anak-anak. Mereka tidak mendengarkan larangan guru untuk menyimpan ponsel itu. Hal serupa juga terjadi saat mereka sudah berkumpul di aula. Anak-anak itu tetap sibuk dengan ponsel mereka dan semua kebisingan meski beberapa guru sudah menyuruh mereka untuk diam.


Tidak lama setelahnya, Narumi terlihat berjalan masuk bersama dengan wakil kepsek Kashiwagi-san. Penampilan Narumi yang tampak masih sangat muda benar-benar menarik perhatian anak-anak itu. Mereka mengeluarkan ponsel masing-masing dan mulai mengambil gambar.


Setelah diperkenalkan oleh wakil kepsek, Narumi pun naik ke atas mimbar dan mulai bicara. “Mulai sekarang, aku akan mengelola tempat ini. Aku bekerja di Kashimatsu Bussan. Aku tidak pernah bekerja di sekolah sebelumnya. Sebagai tambahan, aku mungkin kepala sekolah termuda di Jepang. Saat SMA, kupikir ‘Kepala sekolah bicara terlalu lama’. Jadi itu saja dariku. Ayo bekerja sama!” ujar Narumi menutup ucapannya.


Kontan itu membuat para guru berpaling dengan heran. Anak-anak yang biasanya tetap ribut saat kepsek bicara, berpaling ke arah Narumi. Mereka menganggap Narumi sebagai kepala sekolah yang cool. Ucapan Narumi yang Cuma sebentar itu pun jadi bahan obrolan hangat para guru.



Narumi makan malam bersama kekasihnya Satoko Matsubara (Mikako Tabe).


“Anak-anak SMA berderet di depanku. Itu benar-benar tidak nyata. Tidak ada yang bisa kukatakan. Lebih baik aku di cabang Aomori...,” curhat Narumi.


“Kenapa kau bilang seperti itu?” tanya Matsubara.


“Aku menunggu dua tahun ... “


“Bukan itu maksudku,” potong Matsubara cepat. “Tidakkah kau senang bisa bertemu denganku lagi?” Matsubara pura-pura ngambek.


“Tentu saja.”


“Aku tahu sulit berpindah tempat kerja. Aku akan dengar keluhanmu. Tapi saat ini ... “


“Aku tahu,” Narumi memotong ucapan Matsubara. “Hubungan jarak jauh juga sulit bagiku. Karirku berubah total. Aku yakin pengetahuan bisnis yang kupunya cukup untuk mengelola sekolah. Faktanya, aku sama sekali tidak terbiasa dengan dunia pendidikan dan itu sulit bagiku untuk mengubah mereka.”



Narumi-sensei (sekarang udah pakai sensei ya, hehe) dan Kashiwagi-sensei mendatangi sebuah bank. Mereka berniat meminjam uang dari bank karena sekarang sudah tidak ada support keuangan dari perusahaan.


Ada dua orang staf bank yang menerima mereka. Keuangan sekolah diperiksa. Dari sana diketahui kalau semua biaya berasal dari siswa dan dana kota. Tapi ternyata tidak banyak siswa yang mendaftar di sekolah mereka.


Melihat hal itu, Narumi-sensei berusaha menjelaskan—dari sisi bisnis—kalau mereka punya rencana untuk bisa berkembang dan mengubah semuanya menjadi keuntungan. Sayangnya beberapa ide yang disampaikan oleh Narumi malah ditertawakan oleh pegawai bank itu. Mereka menolak memberikan pinjaman dan malah menyarankan agar Keimeikan menarik lebih banyak lagi murid di tahun ajaran baru nanti.



Diskusi dilanjutkan di sekolah. Kali ini melibatkan juga Mashiba-sensei. Narumi-sensei mengusulkan agar mereka menaikan biaya sekolah siswa. Tapi jelas itu ditolak oleh Kashiwagi dan Mashiba-sensei, karena kenaikan biaya justru akan membuat siswa enggan bersekolah di Keimeikan.


“Bagaimana kita bisa menaikan jumlah siswa yang mendaftar? Kalau aku tahu, tidak akan sekacau ini,” keluh Narumi-sensei. Narumi-sensei pun mengusulkan kalau mereka perlu bekerjasama dengan sekolah les agar anak-anak mereka ikut tes masuk Keimeikan. Naluri sales Narumi-sensei pun langsung aktif.


Narumi-sensei ingin mengajak guru lain untuk ikut bersamanya mendatangi sekolah les. Tapi rata-rata dari mereka menolak dengan alasan ada kegiatan lain setelah jam sekolah selesai. Terakhir tinggal Mashiba-sensei yang sebenarnya juga menolak.


 “Anggap saja ini sebagai pekerjaan,” bujuk Narumi-sensei lagi.


“Setelah jam mengajar, aku masih punya aktivitas klub,” ujar Mashiba-sensei.


“Aktivitas klub?” Narumi-sensei heran.


“Mashiba-sensei jadi supervisor klub panahan,” ujar Kashiwagi-sensei, menjelaskan.


“Kau mengajar itu?” Narumi-sensei tidak percaya.


“Aku supervisor, bukan pelatih. Anak-anak berlatih sendiri. Ada anak kelas 3 dengan kemampuan di atas rata-rata. Dia sudah berlatih sejak kecil.”


“Kalau begitu mereka bisa berlatih tanpamu, kan?”



Mashiba-sensei akhirnya setuju ikut bersama Narumi-sensei. Mereka mendatangi sejumlah sekolah les. Narumi-sensei memperkenalkan diri sebagai kepala sekolah Keimeikan yang baru.


Dari semua sekolah les yang mereka datangi jawaban mereka hampir selalu sama. Mereka menolak merekomendasikan Keimeikan pada murid-murid mereka karena banyak alasan. Keimeikan tidak punya kerjasama dengan universitas manapun, jadi tidak ada jaminan pasti diterima di universitas. Karenanya, siswa lulusan Keimeikan akan masuk universitas dengan seleksi umum, dan ini sangat berat. Saat ini rata-rata nilai devaluasi Keimeikan adalah 44, dan mereka minta agar dinaikkan kalau ingin siswanya mendaftar di sana. Dan lagi, Keimeikan tidak populer. Dari lima kelas di tahun sebelumnya sekarang menjadi hanya tiga kelas saja. Mereka tidak punya alasan memilih Keimeikan.


Hari sudah gelap saat keduanya selesai mengunjungi sejumlah sekolah les. Narumi-sensei dibuat pusing sendiri menghadapi semua ini. “Mashiba-sensei! Anda kan mengajar kelas favorit. Tolong buat semua anak kelas favorit masuk universitas terbaik. Itu bisa membuat Keimeikan populer!” usul Narumi-sensei kemudian.


“Huh? Kalau bisa, tentu sudah kulakukan dari dulu! Jangan pikir itu gampang kalau kau tidak mengerti apapun!”



Hari berikutnya di sekolah ...


Narumi-sensei mendatangi satu per satu kelas di Keimeikan saat jam pelajaran. Pelajaran musik, matematika, sastra klasik dan lain-lain. Semuanya tampak baik-baik saja bagi Narumi-sensei. Meski sebenarnya ... semuanya kacau. Dan Narumi-sensei pun terdampar di ruang kesehatan.


“Anda kepala sekolah baru? Aku perawat sekolah, Ayano.”


“Obat sakit perut, tolong,” pinta Narumi-sensei.


“Maaf, tidak bisa.”


“Kenapa?” Narumi-sensei heran. “Ruang kesehatan tidak bisa memberikan obat?”


“Aturan kesehatan sekolah melarang perawat sekolah memberikan obat,” ujar perawat Ayano.  Alih-alih ia membuatkan secangkir teh. “Ini teh pepermin, bisa membantu masalah perut.”


Narumi-sensei pun meminum teh itu. Rasanya melegakan. “Terimakasih.”


“Sakit perut karena stres kan?” tebak perawat Ayano. “Kepala sekolah sebelumnya pingsan saat upacara penyambutan. Saat bicara dengan siswa, dia pingsan tiba-tiba. Serangan nervous. Melihat anak-anak itu membuatnya makin buruk.”


Pelan, perasaan Narumi-sensei makin membaik, “Ayano-sensei, bagaimana aku bisa menerapkan kemampuanku di sini?” curhatnya. “Aku tidak tahu apapun.”


Obrolan mereka terhenti saat ponsel Narumi-sensei berdering. Telepon dari kantor pusat. Ia pun pamit pergi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di My High School Business 01 part 2.


Pictures and written by Kelana

PREVIEW Dorama My High School Business (2017)

12.20.00 0 Comments

Saatnya ... dorama. Yay! Kali ini Na muncul dengan drama yang lagi on going. Dari sekian banyak tema dorama yang ditawarkan musim dingin kali ini, Na kembali (merasa) terpanggil dengan drama tema sekolah. Entah kenapa, tema sekolah di dorama memang selalu menarik untuk disimak. Ehm ... kalau gitu, cek profilnya berikut ya.



 


My High School Business (English title)


(Saki ni Umareta Dake no Boku)


Sutradara : Nobuo Mizuta


Penulis : Yasushi Fukuda


Jaringan tayang : NTV


Mulai tayang : 14 October 2017


Waktu tayang : Sabtu pukul 22.00 waktu Jepang


Bahasa : Jepang


Negara : Jepang



Diperankan oleh personil Arashi, Rosuke Narumi (Sho Sakurai), My High School Business atau Saki ni Umareta Dake no Boku adalah dorama tentang kehidupan guru dan siswa di sekolah. Lalu apa perbedaannya dengan drama tema sekolah yang lain?


Narumi bekerja di perusahaan ekspor-import dan memiliki karir baik. Dia juga berkencan dengan rekan kantornya, Satoko Matsubara (Mikako Tabe). Perusahaan ini ternyata juga memiliki divisi yang mengurusi sebuah sekolah swasta, Kaimeikan Kou-kou atau SMA Kaimeikan. Masalah yang terjadi di sekolah tersebut membuat Narumi ditunjuk oleh perusahaan menjadi kepala sekolah di sana. Dalam waktu yang singkat pun, Narumi menemukan ada begitu banyak perbedaan antara lingkungan kerja di perusahaan dan di sekolah.


Sekolah terancam ditutup. Narumi pun berusaha untuk menyelamatkan sekolah dengan memotong anggaran keuangan. Jelas hal ini ditentang oleh semua guru di sekolah itu. Bagaimana Narumi akan melakukan rencananya untuk menyelamatkan sekolah?


Posting at www.elangkelana.net



Kelana’s note :


Hal pertama yang akan Na komentari adalah ... NTV. Yes, NTV again. Lagi-lagi, Na tergoda dan selalu tergoda untuk menonton drama keluaran NTV. Nggak Cuma genre detektif, tapi juga beragam genre lain. Well, itu selera sih ya.


Ini pertama kalinya Na nonton dramanya om Sakurai Sho. Tentu setelah nonton drama-drama personil Arashi yang lain. Kesimpulannya? Mereka semua keren. Meski nggak terlalu banyak paham soal dunia idol Jepang, tapi sedikit tahu kalau Arashi adalah salah satu idol papan atas di Jepang. Dengan begitu banyak kegiatan dan prestasi. Termasuk di bidang akting. Rata-rata dorama om-om Arashi ini sukses, itu bukti kalau mereka emang talented.


Ok, kembali ke drama. Baru episode awal Na tonton dorama ini. Dan ... suka dengan ceritanya. Mungkin sih ya, karena cerita di drama ini related banget dengan kehidupan sehari-hari Na. Tapi yang jelas, ada banyak hikmah yang bisa diambil dari cerita dorama ini.


Oh ya, di poster dan info pemeran, kan Tabe Mikako masuk deretan pemeran utama. Tapi kok di episode pertama, munculnya baru sedikit banget ya? Pun di episode berikutnya. Kesannya jadi kurang penting, karena nggak berhubungan langsung dengan sekolah. Tapi ditunggu aja dulu deh. Mungkin di episode-episode berikutnya akan ada lebih banyak cerita dari Tabe Mikako.


Na belum akan komentar banyak soal dorama ini. Yang jelas, ini dorama keren yang wajib ditonton. Terutama untuk guru-guru atau siapapun yang peduli soal pendidikan.


Btw, Na suka banget sama karakter yang dimainkan Seto Koji deh. Guru bahasa Inggris yang canggung di depan para guru lain, tapi berubah jadi super keren di depan siswanya. Dan bahasa Inggrisnya juga lumayan bagus lho. Tapi jawabannya soal ‘kenapa harus belajar?’-lah yang membuat Na paling suka sama karakter dia. Na juga berharap bisa menemukan hal yang sama untuk pelajaran lainnya. ups, malah curcol.


Ok, selamat menonton. Share juga ya, pendapat kamu

PREVIEW J-movie Girl in The Dark (2017)

15.26.00 0 Comments

‘Kayaknya kenal sama judulnya nih?’ Ada yang berpikiran begitu? Bener banget. Movie yang akan Na bahas kali ini adalah movie adaptasi dari sebuah novel, yang juga ada versi bahasa Indonesianya. Judul aslinya novelnya di Jepang sana, Ankoku Joshi atau The Dark Maidens, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tapi tetap dengan judul dalam bahasa Inggris, Girl in The Dark, terbitan penerbit Haru. Ada yang udah pernah baca? Tahu dong ya ceritanya. Nah, sekarang saatnya review adaptasi filmnya.



The Dark Maidens (English title) / Girls in the Dark (literal title)


Romaji: Ankoku Joshi


Sutradara : Saiji Yakumo


Penulis : Rikako Akiyoshi (novel), Mari Okada


Produser : Hitoshi Matsumoto, Naomi Akashi


Sinematografer : Koichi Nakayama


Tanggal rilis : 1 April 2017


Durasi : 105 menit


Genre : Misteri / sekolah


Distributor : Toei, Showgate


Bahasa : Jepang


Negara : Jepang




Film ini adalah adaptasi dari novel ‘Ankoku Joshi’ yang ditulis oleh Rikako Akiyoshi-sensei dan pertama diterbitkan dari Desember 2012 hingga Maret 2013 di majalah novel mingguan Shoetu Suiri. Novel ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia lewat penerbit Haru dan terbit pada tahun 2014 dan juga merupakan salah satu buku best seller.


Cerita dimulai dari kematian Itsumi Shiraishi yang diperankan Marie Iitoyo. Seorang ‘putri’ dan ‘dewi’ di SMA Seibo Maria. Dia jatuh dari atap bangunan sekolah. itsumi adalah putri dari petinggi sekolah dan menjadi sumber iri bagi siswa yang lain. Apakah Itsumi bunuh diri atau dia terbunuh tidak sengaja, atau bahkan sengaja dibunuh?


Saat ditemukan, Itsumi memegang bunga lili. Rumor beredar kalau seseorang dari klub sastra membunuh Itsumi. Itsumi adalah presiden dari klub sastra. Sahabat dekat Itsumi, Sayuri yang diperankan oleh Fumika Shimizu, sekarang memegang posisi presiden dan mengadakan pertemuan klub rutin bersama anggota yang lain. Mereka bergantian membacakan cerita yang dibuat oleh masing-masing anggota, dengan tema pertemuan ‘Kematian Itsumi Shiraishi’.



Selain Itsumi dan Sayuri, ada juga peran lain seperti Hojo-sensei yang diperankan Yudai Chiba, Nana Seino sebagai Shiyo Takaoka, Yuna Taira sebagai Mirei Nitani, Tina Tamashiro sebagai Diana Dacheba dan Riria Kojima sebagai Akane Kominami.


Posting at www.elangkelana.net


Kelana’s note :


Selain Girl in The Dark, novel Rikako Akiyoshi-sensei yang lain juga sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit yang sama adalah Holy Mother dan The Dark Return . (si Na malah iklan buku, hehe)



Ok, jadi Na lebih dulu baca novelnya dibanding nonton filmnya. Dan seperti biasa, ekspektasi selalu tinggi. Film adaptasi Jepang pada umumnya banyak memuaskan penonton, karena memang dibuat semirip mungkin dengan deskripsi dalam buku.


Seperti bukuanya, bagian awal film ini juga sudah disuguhkan dengan tempat serta adegan yang berkesan gelap, dingin dan menyeramkan. Khas film seram Jepang. Secara keseluruhan, film ini memang benar-benar mengadaptasi apa yang ada di buku tetapi dalam bentuk visual. Meski memang ada beberapa detail yang dilewatkan, tapi secara keseluruhan, film ini sama sekali tidak mengubah cerita.


Yang agak buat kaget adalah peran Hojo-sensei yang dipercayakan pada Chiba Yudai. Makhluk imut satu ini masih cocok kok memerankan karakter anak SMA sekalipun. Meski di sini perannya jadi sensei, ternyata sangat cocok saat harus beradegan dengan sosok Itsumi yang masih SMA. Sosok Itsumi yang dideskripsikan sangat cantik dan anggun pun dibawakan dengan baik oleh Marie Iitoyo yang masih sangat muda. Dan peran penting dalam cerita ini, Sayuri pun diperankan secara misterius-annoying oleh Fumika Shimizu.


Yang agak disayangkan dari film ini adalah adegan saat di luar negeri. Sepertinya masih perlu untuk dirapikan lagi. Well, meski pakai cgv, sepertinya masih bisa lebih bagus lagi kan?


Seperti dalam novelnya, kekuatan film ini juga terletak pada jalan ceritanya yang rapi. Lupakan dulu beberapa tempat yang nggak sesuai saat adegan di luar negeri. Penonton maupun pembaca novelnya akan dibawa menebak-nebak siapa sosok ‘gelap’ yang sebenarnya dibalik kematian Itsumi. Dan yang terpenting adalah ‘gong’ di ending cerita yang sama sekali tidak terpikirkan oleh pembaca ataupun penonton.


Buat kamu yang mau nonton langsung, silahkan. Mau baca novelnya dulu juga boleh. Nggak banyak yang berbeda kok, jadi nggak akan kecewa. Keduanya tetap seru dan menarik untuk disimak.


Saatnya penilaian nih, Na kalih 9/10 deh. Kecuali untuk setting yang nggak rapi itu, hehehe. Selamat membaca dan menonton ya ... ^_^

Fan Fiction - Aku bukan Ran dan kau bukan Shinichi (part 2)

15.11.00 0 Comments

Author: Elang Kelana


Rating: T


Genre: romance, SU


Main Cast:


- Sato Junpei


- Kiriyama Reika / Kirana Erika Putri (OCs)


Other casts:


Higashi Osamu – script writer senior. Reika menjadi asisten Osamu-sensei ini.


Yamashita Tatsuo – sutradara


Yamada Hikaru – sahabat sekaligus rekan kerja satu agensi Reika


Tatsumi Kanako – sahabat Reika di kampus


Profesor Matsushima – dosen Reika di kampus


Sato Kazuo – Manager Junpei


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.



Setahun silam ...


Sumimasen-permisi,” ujarku pelan para pria di hadapanku.


Pria bertopi itu tampak kaget. Ia menatapku dari balik kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.


“Boleh saya duduk disini?” tanyaku dalam bahasa Inggris sambil menunjuk kursi kosong di sampingnya. Aku baru ingat kalau tidak lazim orang Jepang menggunakan bahasa Inggris.


Dia terdiam sebentar, tampak mencerna kalimatku, “Ah, dozo-silahkan,” ujarnya kemudian.


“Ah arigatougozaimasu-terimakasih,” kuhempaskan badan di kursi kosong di sebelah pria itu. Aku melihat sekeliling. Kulirik jam di tangan kiriku, sudah lewat pukul sepuluh malam, pantas sebagian besar isi gerbong sudah kosong. Perjalananku sekitar 30 menit, jadi masih ada sedikit waktu untukku menyandarkan kepala sekedar melepas penat. Kulirik pria di sebelahku itu. Tapi kaca mata hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya membuatku tak leluasa melihat ekspresi wajahnya.


Rupanya ia sadar kalau kuperhatikan, “Ada apa?” tanyanya.


Aku salah tingkah, “Ah, tidak. Go-gomenasai-maaf,” ujarku terbata-bata. Bahasa Jepangku belum lancar.


Pria itu lalu melepas topi dan kaca mata hitamnya. Dia memajukan wajahnya di hadapanku, “Kau bukan orang Jepang?” tanyanya tiba-tiba.


Kaget melihat sikapnya, buru-buru membuatku menarik tubuh menjauh, “Ah, benar. Saya keturunan Jepang-Indonesia,” akuku kemudian.


Dia menarik tubuhnya dan kembali duduk seperti semula, “Ah, syukurlah. Jadi kau tidak mengenalku,” ujarnya pelan nyaris seperti gumaman.


Sumimasen?” ujarku heran.


“Ah jadi kau dari Indonesia. Siapa namamu?” tanyanya kemudian.


Watashimo Kiriyama Reika-desu, saya mahasiswi dari Indonesia,” ujarku mulai melunak.


Tapi sepertinya pertanyaan ini hanya basa-basi saja. Pria di sebelahku tadi tidak benar-benar mendengarkan ucapanku. Kuhembuskan nafas berat, “Memang tidak mudah tinggal di negeri orang,” rutukku dalam hati. Kurapatkan mantelku dan kembali bersandar ke dinding di belakangku, memejamkan mata sejenak.


***


Namaku Kiriyama Reika. Aku keturunan campuran Jepang-Indonesia. Nama ayahku Kiriyama Ren dan ibuku Larasati. Selain nama Jepang, aku juga punya nama Indonesia yang diberikan oleh nenek dari ibuku—yang selalu kupanggil yangti, Kirana Erika Putri. Hanya ibu dan yangti yang memanggilku dengan nama Indonesiaku, Ika.


Ayahku lebih banyak tinggal di Indonesia untuk menangani cabang perusahaan di Jakarta. Dan ibuku, dia adalah guru taman kanak-kanak. Jangan tanya bagaimana mereka bisa bertemu. Selama ini aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibuku. Sementara ayah sibuk dengan pekerjaannya. Aku punya seorang adik laki-laki bernama Rio Putra Dewanto, nama Jepangnya Kiriyama Ryo. Tapi dia lebih suka kupanggil dengan mana Indonesianya, Rio.


Meski lahir di Jepang, aku menghabiskan masa kecilku di negara bertabur sinar matahari itu. Baru setelah aku lulus SMA, ayah mengajak kami semua ke Jepang karena pekerjaannya menuntutnya untuk berada di kantor pusat. Dan seperti inilah aku sekarang. Meski ayah membiasakanku berbahasa Jepang selama di rumah, aku butuh satu tahun lebih untuk memperlancar bahasa Jepangku, sehingga aku masuk kuliah terlambat setahun. Di rumah, ibu tetap membuat aku dan adikku berbahasa Indonesia. Tidak ada perjanjian khusus soal ini, tapi sepertinya ayah dan ibu sepakat tidak membiarkan kami melupakan budaya asal kedua orang tua kami.


Berbeda dengan remaja Jepang pada umumnya, hingga tahun keduaku kuliah, aku masih tinggal bersama orang tuaku. Meski berada di Jepang, ibuku masih saja tetap mempertahankan budaya negeri asalnya. Ia tidak mengijinkanku sendirian di luar sana. Aku tidak pernah keberatan soal ini. Toh artinya aku tidak perlu repot memikirkan soal tempat tinggal dan makan sehari-hari.


***


Enam bulan silam


“Reika-san? Kau sudah bangun?” tanya suara di seberang.


 “Hmmm ... “ aku hanya bergumam tidak jelas. Kulirik jam di dinding kamarku, baru pukul enam pagi. Aku baru tidur jam empat tadi, setelah menyelesaikan tugas kuliahku dan juga mengedit naskah. Aku kuliah jurusan penulisan skenario dan bekerja magang di sebuah agensi. Dan tugasku setahun belakangan ini adalah menjadi asisten Higashi Osamu-sensei, script writer senior untuk melakukan editing penulisan dan finishing naskahnya.


“Ah maaf, sepertinya kau lembur lagi. Tapi ini gawat. Sutradara Yamashita Tatsuo-san meminta Osamu-sensei datang ke lokasi syuting. Tapi kau tahu kan kalau Osamu-sensei masih berada di Korea untuk konferensi. Jadi kau yang diminta datang,” mohon suara di seberang.


“Ah, Hikaru-san?” tebakku asal. Dia rekan satu agensiku yang bekerja sebagai sekretaris. “Kenapa aku harus datang? Bukankah jika naskah sudah jadi, script writer sudah tidak terlibat lagi?” Kupaksakan diriku bangun. Kulirik sekilas wajahku di cermin, berantakan. Benar-benar berantakan.


“Benar. Tapi ini benar-benar penting. Aku mohon. Asisten Yamashita Tatsuo-san mengatakan kalau ada beberapa hal yang perlu dikonfirmasi lagi,” suara sahabatku Yamada Hikaru itu semakin memelas.


“Ah, mau bagaimana lagi. Baiklah, aku akan datang. Tapi aku perlu mandi dan sarapan dulu sebelum berangkat. Emailkan saja alamat lokasi syutingnya, hm?” ujarku akhirnya.


Aku tidak dengar pasti yang digumamkan Hikaru selanjutnya. Tapi aku bisa menyimpulkan kalau ia terdengar sangat senang dan lega dengan keputusanku. Kuseret tubuhku ke kamar mandi, “Ah, mandi air hangat sebentar semoga bisa menghilangkan sedikit lingkaran hitam di mataku,” kuhembuskan nafas berat. “Padahal aku baru tidur dua jam!” umpatku kesal, akhirnya.


***


Masih enam bulan silam, beberapa jam kemudian ...


Aku tidak ingat ini hari apa. Yang pasti kuhapal adalah aku terpaksa berdesak-desakan di kereta dengan orang-orang yang akan berangkat ke kantor pagi ini. Dan yang paling kubenci, tubuhku yang lumayan mungil seringkali terdesak tanpa ampun. Tapi lagi-lagi aku tidak punya pilihan lain.


Turun dari stasiun, segera kuaktifkan gps ponselku. Aku belum pernah kesini sebelumnya, jadi daripada tersesat, lebih baik kupasrahkan saja arahku pada layanan satelit satu ini. Aku berjalan cepat diantara banyak orang berjalan tergesa pagi itu. Sesaat kulirik wajah mereka. Kebanyakan tampak serius dan tidak memperhatikan sekitarnya. Aku penasaran apa yang mereka pikirkan dalam balutan pakaian kerja rapi dan juga tas jinjing di tangan kiri serta ponsel di tangan kanan mereka.


Aku sampai di depan sebuah rumah. Kucek sekali lagi gps di ponselku yang arahnya berakhir disini, lalu email dari Haruka yang berisi alamat tujuanku. Sekilas kulihat beberapa orang yang sibuk dengan peralatan mereka, sepertinya kru serial ini. Lalu sebuah mobil sport biru yang datang dan berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Seseorang dengan kaca mata hitam keluar tidak lama setelahnya. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk memperhatikan siapa orang ini.


Kucegat seorang kru yang berjalan keluar, “Sumimasen, saya Kiriyama Reika, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ada janji bertemu sutradara Yamashita Tatsuo-san. Dimana saya bisa menemuinya?”


Pria yang kusapa itu terdiam sesaat. Ia memandangi penampilanku dari atas sampai bawah, tampak tidak yakin, “Sutradara belum datang. Mungkin sebentar lagi,” ujarnya lalu beranjak pergi.


Aku hanya melongo diperlakukan seperti ini. Tapi daripada menunggu di luar, kuputuskan untuk masuk ke rumah itu. Beberapa staf tampak sibuk dengan persiapan mereka. Dan aku pun diabaikan. Sepertinya mereka tidak peduli dengan kehadiranku, meski aku tidak menggunakan tanda pengenal staf ataupun guest-tamu.


Ponselku berdering, kulirik sekilas nama yang tertera disana. Nomer yang sangat kukenal dengan baik, “Reika-chan, dimana kau sekarang? Kau tidak lupa untuk mengumpulkan tugas hari ini kan? Profesor Matsushima hanya memberikan waktu sampai pukul sebelas hari ini,” ujar Kanako, teman kuliahku di jurusan yang sama.


“Apa?! Benarkah?!” kulirik jam di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan angka sembilan lewat dengan jarum panjang nyaris menyentuh angka enam. “Baiklah. Aku akan segera menyelesaikan urusanku.” Aku merutuki hari ini. Hari yang benar-benar payah.


Kulihat sekeliling, berharap sutradara Tatsuo-sensei sudah datang. Tapi aku tidak menemukannya. Kutanya beberapa staf yang ada disana, tapi tidak ada jawaban yang membuatku puas. Sampai tidak sengaja aku menabrak seseorang.


“Brug!” buku-buku yang kubawa dan beberapa naskah terjatuh.


“Kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang kutabrak tadi. Seorang pria. Ia pun membantuku mengumpulkan kembali buku dan kertas-kertas itu. Tapi sayang, tatapannya dingin dan tampak tidak bersahabat. Seolah apa yang dilakukannya hanya sekedar ‘bersikap baik’ pada wanita.


“Maaf, permisi,” ujarku buru-buru pamit, karena tatapan tidak nyaman itu.


Baru beberapa langkah, aku berhenti. Aku baru ingat, kalau mengenal wajah tadi. Ya, dia Mizobata Junpei, “Ah mungkin aku bisa menanyakan dimana sutradara Yamashita-san padanya,” batinku memberanikan diri, karena tidak punya pilihan lain. Dan aku pun berbalik. Untung dia masih ada disana. “Sumimasen, ano ... watashimo Kiriyama Reika-desu, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ingin menemui sutradara Yamashita Tatsuo-san. Apa dia sudah datang?”


“Oh, sutradara,” komentarnya dingin. “Tadi aku melihatnya ada di ruang depan. Aku mau kesana,” ujarnya kemudian.


Ha-i, arigatougozaimasu,” aku mengekor di belakangnya ke ruangan depan. Aku berharap ini segera selesai, dan aku bisa segera kembali ke kampus secepatnya.


***


Saat ini ...


Sudah dua bulan Junpei-kun kekasihku pergi ke Amerika. Kita tidak jadi putus karena peristiwa itu, “Ran saja bersabar menunggu Shinichi lebih dari 15 tahun, dan aku bukan Ran. Jadi tidak masalah aku menunggunya,” gumamku pelan. Kupandangi foto yang diambil tujuh bulan silam, saat kami baru saja resmi menjadi sepasang kekasih. Junpei-kun ada di Amerika untuk menjalani operasi jantungnya lagi. Meski ingin, aku tidak bisa menemaninya. Manager Sato hanya mengatakan kalau semua akan baik-baik saja, dan Junpei-kun tidak ingin membuatku khawatir.


Aku hanya berharap semua akan baik-baik saja. Entah itu Junpei sendiri, kuliah dan pekerjaanku, mimpiku lalu hubunganku dengan Junpei-kun, “Aku pasti menunggumu pulang, Junpei-kun!”


To be continue ...

PREVIEW J-movie Policeman and Me (2017)

21.37.00 0 Comments

Halo semua ... Kelana kembali nih. Lama ya? Kali ini Kelana kembali dengan preview atawa cuplikan dari salah satu movie di tahun 2017. Kayaknya Na banyak juga ya nulis tentang si mas satu ini. termasuk dramanya yang kemarin masuk list sinopsis #ehe.



Policeman and Me (English title) / P and JK (literal title)


Sutradara : Ryuichi Hiroki


Penulis : Maki Miyoshi (manga), Nami Yoshikawa


Produser : Shingo Sekine, Takeshi Udaka, Satoko Ishida, Naoaki Kitajima


 Sinematografer : Atsuhiro Nabeshima


Tanggal rilis : 25 Maret 2017


Durasi : 124 menit


Genre : Drama / Romance


Distributor : Shochiku


Bahasa : Jepang


Negara : Jepang



Film ini adalah adaptasi atau live action dari seri manga ‘P to JK’ yang ditulis oleh Maki Miyoshi dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Desember 2012 melalui majalah manga Bessatsu Friend).


Diperankan oleh dua tokoh utama Kako Motoya (Tao Tsuchiya) dan Kota Sagano (Kazuya Kamenashi). Di sini Kako diceritakan seorang siswi tahu pertama di SMA dan tidak punya pacar. Suatu kali, Kako diundang ke sebuah acara kencan buta oleh kawannya. Karena tidak mungkin anak SMA boleh ikut, Kako pun mengaku sebagai mahasiswi.


Pada acara kencan buta inilah Kako bertemu dengan Kota. Keduanya saling tertarik satu sama lain. Kota sendiri adalah seorang polisi muda. Saat tahu kalau Kako adalah siswa SMA, Kato pun memilih menjauh. Meski Kota menyukai Kako, tapi ia tidak bisa mengencaninya. Suatu insiden terjadi dan Kako-lah yang menyelamatkan Kota. Karena insiden ini, Kota akhirnya mau menerima Kako. Bahkan Kota pun datang pada orang tua Kako dan minta izin untuk menikahi putri mereka. Karena ini adalah satu-satunya cara agar Kota dapat bersama dengan Kako.


Bagaimana tanggapan orang tua Kako terhadap permintaan Kota ini? Dan bagaimana kehidupan pasangan muda ini nantinya?


Kelana’s note :


Ini adalah movie /drama kesekian yang Na buat previewnya dengan pemeran utama Kame-chan. Sepertinya Na selalu nyantol sama drama/movie si abang satu ini deh.



Ok, saatnya berikan penilaian.


Meski di sini diceritakan kalau Kako masih anak tahun pertama SMA, tapi pada kenyataannya Tao Tsuchiya nggak semuda anak SMA juga. Usianya sudah 20-an dan masih imut banget. Terus bang Kame yang di sini diceritakan berusia 23 tahun, nyatanya sudah berusia lebih dari 30an.


Chemistry pasangan ini bisa dibilang asyik. Di dunia nyata, selisih usia keduanya cukup jauh, pun dalam movie juga begitu. Jadi interaksi mereka kadang memang lebih mirip kakak-adik. Tapi nggak jarang juga mereka kelihatan seperti sepasang kekasih yang saling sayang. Plot ceritanya juga cukup rapi, nggak perlu banyak mikir karena memang ini movie ringan yang bisa dinikmati siapa saja. Bagian yang nggak pernah hilang dari movie Jepang adalah festival sekolah. Dan bang Kame ternyata masih cocok banget pake seragam, hehehe. Sampai saat ini, Na selalu terpesona sama jalanan di Jepang yang lapang dan juga sepi. Kok bisa ya? Macet rasanya jadi hal langka di sini. Begitulah kira-kira.


Ya ampun, komentar apa lagi ya? Duh, efek lama nggak nulis sih ini ya, jadi masih kaku banget. Maaf ya, kawan-kawan.


Ok, buat movie ini, Na kasih 8/10 deh. See ya ^_^

Fan Fiction - Aku bukan Ran dan kau bukan Shinichi (part 1)

00.45.00 1 Comments

Cast : Mizobata Junpei (sebagai Sato Junpei), Kiriyama Reika, Higashi Osamu, Yamashita Tatsuo, manager Junpei (OC)


Genre : romantis, SU


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.


Kiriyama Reika


Gerbong sudah nyaris kosong. Benar saja, ini sudah lewat pukul sebelas malam. Para pekerja yang baru pulang dari kantor berangsur makin berkurang. Hanya tinggal beberapa yang tampak terkantuk-kantuk, sebagian membaca buku dan sisanya yang lain masih asyik dengan ponsel di tangan.


Kecuali satu orang yang cukup menarik perhatian di ujung gerbong. Mulutnya setengah terbuka dengan mata terpejam dan kepala terkulai di sandaran kursi. Meski bukan pemandangan aneh menemukan orang yang tertidur karena terlalu keras bekerja—inemuri—di sini, tapi tetap saja itu selalu menarik perhatian.


Kuhentikan kebiasaan memerhatikan orang-orang di kereta dan menyandarkan kepala ke dinding kereta. Seharusnya aku juga sudah sampai di apartemen. Tapi langkah kakiku justru membuat berjalan sedikit lebih jauh dari biasanya.


“Jangan hubungi aku lagi,” pinta kekasihku Junpei-kun senja tadi dari seberang ponsel.


Aku kesal, benar-benar kesal. Beraninya dia mengatakan seperti ini padaku. Beraninya dia bersikap sekasar ini padaku. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan siapa-siapa. Bahkan rumah kekasihku itu pun aku tidak tahu. Ah, pasti orang-orang beranggapan aku bodoh. Benar, aku mungkin bodoh.


Kekasihku itu, Sato Junpei, artis terkenal. Sementara aku hanya seorang asisten script-writer—penulis naskah—yang baru setahun belakangan bekerja di sebuah agensi. Pertemuan kami tidak terduga. Kalau biasanya seorang asisten script-writer sepertiku tidak pernah datang ke lokasi syuting, hari ini sutradara memintaku datang. Dia mengatakan kalau ada beberapa bagian yang harus kukonfirmasi dan kurevisi sebelum syuting dimulai. Aku yang masih baru pun menurut saja. Dan disana, tidak sengaja aku bertemu dengannya secara langsung. Aku mengenalnya, jelas, dia seorang aktor yang tengah naik daun. Sementara aku, bukan siapa-siapa.


Pengeras suara memberitahukan kalau stasiun tujuanku hampir tiba. Kuhapus lelehan yang nyaris jatuh di sudut mataku, “Tidak ada gunanya menyesal,” gumamku pelan.


***


Sato Junpei

Sudah nyaris sebulan sejak aku mengatakan itu padanya, jangan menghubungiku lagi. Ah, aku sadar benar, tidak seharusnya kukatakan itu padanya. Dia tidak salah. Keadaan pun tidak salah. Hanya waktu saja yang tidak tepat, arrgggghhh!!!


Ini kisah enam bulan silam. Namanya Kiriyama Reika, seorang asisten script-writer. Aku lebih suka menyebutnya takdir, karena asisten script-writer yang biasanya tidak muncul di lokasi syuting, hari itu tiba-tiba saja datang. Ia yang datang terburu-buru, menabrakku. Wajahnya yang berbeda membuatku terhenyak. Kulitnya tidak seputih kulit gadis Jepang pada umumnya. Pun matanya yang besar dengan lipatan mata yang tampak begitu jelas. Ia menunduk minta maaf setelah menabrakku lalu buru-buru pergi. Tapi sejurus kemudian ia kembali dan bertanya dimana bisa menemui Higashi Osamu-sensei, sutradara serial yang tengah kubintangi waktu itu. Dari Higashi-sensei, aku tahu namanya, dan kalau dia adalah seorang asisten script-writer.


Tapi sekarang, aku tidak yakin apa aku masih punya keberanian untuk menemuinya. Yang pasti, masih terlalu sulit menghilangkan dia dari pikiranku. Sementara disini, di depanku ada naskah yang harus kubaca. Naskah yang ditulis oleh Yamazaki Tatsuo-sensei dibantu Reika sebagai asistennya.


Di sampingku, tergeletak kertas lain. Dua bulan silam, aku mengunjungi dokter langgananku untuk check-up. Dan hasilnya benar-benar membuatku terhenyak. Aku tidak tahu apa yang tengah terjadi padaku. Tapi yang lebih sulit adalah mengatakannya pada kekasihku, Reika.


***


“Reika-chan?” suara seseorang dari seberang ponsel.


“Ya,” Reika masih belum membuka matanya penuh. Ia hanya meraba-raba mencari ponselnya tanpa sempat melihat siapa yang menghubunginya.


“Aku minta maaf, tidak bisa menepati janji. Aku hanya ingin pamit,” ujar suara itu lagi.


Mendengar suara yang sudah sangat dihapalnya, kesadaran Reika mendadak pulih, “Junpei-kun? Apa maksudmu?! Kau mau kemana?! Jawab aku!”


“Maaf,” Junpei pun memutus sambungan ponsel itu.


Reika memencet ulang nomer Junpei yang sudah sangat dihafalnya. Tapi berkali-kali nada terputus terdengar. Ia kalap. Reika gelagapan mencari nomer manager Junpei dan mencoba menghubunginya. Darinya Reika tahu kalau hari ini Junpei akan berangkat ke luar negeri.


Buru-buru Reika menyambar mantelnya dan hanya sempat melihat sekilas ke arah cermin untuk merapikan rambutnya. Reika bahkan tidak sempat memakai sarung tangannya. Hanya sepatu boot tipis yang menemaninya melewati salju senja itu. Turun dari apartemennya, Reika berlari ke arah jalan. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh kali ini terasa begitu menyiksa. Tapi Reika mengabaikan semua rasa dingin dan nyeri di kakinya yang berjalan nyaris telanjang dan hanya memakai sepatu seadanya itu.


Setelah dua belokan dan jalanan lurus, Reika menyetop taksi yang kebetulan melintas dan meminta si sopir membawanya ke bandara. Dari manager Junpei tadi, Reika tahu kalau Junpei mengalami kelainan jantung. Hal yang sama sekali tidak pernah dibahas Junpei selama ini. Ia pernah menjalani operasi saat berusai 15 tahun. Dan selama ini tidak ada masalah. Tapi sejak dua bulan silam, jantungnya kembali mengalami masalah. Karena itu ia harus kembali menjalani operasi yang sama, dengan resiko jauh lebih besar dibanding 9 tahun silam.


Sesekali Reika menyusut air matanya selama perjalanan. Ia juga meminta sopir taksi mempercepat perjalanan mereka. Tapi suasana malam Natal benar-benar membuat jalanan padat. Reika diberi tahu kalau penerbangan Junpei malam itu. Ia melirik jam di tangan kirinya. Merasa tidak punya banyak waktu, Reika meminta taksi yang ditumpanginya berhenti, membayar taksi dan berlari turun menuju bandara. Ia tidak lagi mempedulikan dinginnya salju malam itu.


Reika akhirnya sampai di bandara. Di sana ia hanya menemui manager Junpei. Rupanya Junpei sudah masuk ke terminal keberangkatan beberapa menit yang lalu. Reika memaksa untuk masuk, tapi dihadang oleh petugas keamanan bandara. Manager Junpei akhirnya bisa menenangkannya dan mengajaknya duduk di cafe. Manager prihatin melihat keadaan Reika. Ia pun memesankan coklat panas untuk gadis di depannya.


“Junpei-kun menitipkan ini untukmu. Dia tahu kalau kau pasti nekat menyusulnya kesini.”


Reika menerima surat yang diangsurkan manager Junpei itu, dan membukanya.


Kau janji kan tidak akan menangis saat tidak ada aku di sekitarmu?! Buru-buru Reika menyusut air mata yang mengambang di sudut matanya.


Maaf. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu. Aku juga tidak punya keberanian untuk memintamu menunggu. Aku yakin kau pasti sudah dengar semuanya tentangku. Aku sendiri tidak tahu, apa ini akan berhasil atau justru sebaliknya.


Aku tahu, aku bukan Shinichi—karakter yang sangat kau sukai itu—dan kau juga bukan Ran—karakter yang menurutmu paling menyedihkan—tapi, bolehkah aku minta sesuatu? Bisakah kau menungguku sebentar lagi?


Reika mengelap air mata yang sudah membasahi pipinya, “Aku bukan Ran, dan kau juga bukan Shinichi. Tapi aku akan menunggumu pulang. Pasti, aku menunggumu!” ujarnya mantap.


Tapi Reiji dan Junpei tidak tahu, kalau ini baru awalnya saja.


Kelana’s note :


Halo semua, kenal dengan tulisan ini? Iya, karena Kelana punya rencana untuk melanjutkannya, jadi ini adalah repost dari yang lama. semoga bisa konsisten menulis dan melanjutkannya ya hehehe


 

SINOPSIS I’m Your Destiny 06 part 1

06.00.00 1 Comments

SINOPSIS dorama I'm Your Destiny episode 06 part 1. Upacara pensiun pesumo favorit Haruko, membuat Haruko dan Makoto makin dekat. Dan ciuman tidak sengaja yang terjadi di sore itu, setelah upacara pensiun sang pesumo, akan mengawali cerita baru.



Si botak tersenyum senang saat membaui aroma di lift pagi itu. Ia mengenalinya sebagai aroma parfum Mie. Tapi Makoto merusak kesenangan si botak dengan malam membahas Midori, satu-satunya karyawan wanita di kantor mereka. Makoto tahu benar kalau Midori suka pada si botak dan berusaha menyatukan keduanya.


Makoto terus saja curiga. Ia mengecek kaos kaki si botak dan menemukan kaos kaki itu berwarna merah bata. Ia menebak kalau ada yang terjadi antara si botak dengan Midori, kemarin.



Mie membantu Haruko memersiapkan meeting mereka pagi itu. Haruko sudah cerita soal upacara pensium kemarin. Ini membuat Mie curiga, karena Haruko malah menunda jawabannya pada Makoto. Mie menebak kalau kali ini Haruko tidak akan menolak lagi. Tapi Haruko masih tetap saja tidak mau mengakuinya.


Gantian Haruko yang menggoda Mie, karena ia tahu Mie pulang pagi. Mie mengelak kalau ia hanya tertidur akibat kebanyakan minum. Jelas Haruko tidak percaya hal itu sama sekali.



Suasana di kantor Makoto tidak terlalu baik hari itu. Dan Makoto pun diajak untuk minum malamnya. Cerita itu pun mengalir. Sekihara-san mengaku, saat ia lari pagi, ia membaui aroma yang sangat dikenalnya. Ia pun mengikuti aroma itu. Ternyata ia melihat Mie baru keluar dari sebuah apartemen dan ada seorang pria di belakangnya. Makoto kaget karena pria itu adalah Sadaoka. Ia mencoba menghibur, kalau mungkin saja mereka satu komplek apartemen. Tapi hiburan itu tidak mempan sama sekali.


Selesai minum, mereka masih belum puas. Sekarang giliran rumah Makoto yang mereka datangi. Makoto sempat khawatir, kalau di rumah ada si dewa. Tapi ternyata rumahnya kosong. Sekihara-san dan si botak masuk rumah dengan seenaknya. Mereka memutuskan akan menginap saja karena besoknya libur. Makoto mencoba menolak, tapi dua teman kerjanya ini sama sekalit tidak mengerti.


Si botak mulai mengoceh. Ia mengaku kalau dirinya dan Makoto pernah muncul di tv 2 tahun silam, saat ada pertandingan Jepang. Saat itu Jepang kalah. Makoto pun dipaksa untuk memutar kembali video mereka itu. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Makoto. Ia justru tertarik pada sosok yang berjalan tidak jauh dari tempat mereka diwawancarai. Dia ... Haruko.



Haruko baru selesai mandai saat kemudian ia menyusul ibunya dan duduk di kursi meja makan. Haruko bertanya pada ibunya, kenapa ibunya memutuskan mau menikah dengan ayahnya. Nyonya Kogetsu sempat kaget, tapi kemudian ia mengatakan kalau tidak ada alasan khusus. Mereka akan tahu akan bertemu orang yang tepat begitu saja. Bersama saat sama-sama susah dan yakin kalau semua akan menjadi baik-baik saja saat dilalui bersama.



Hari sudah terang saat Sekihara-san menyerahkan kaos pinjaman dan pamit pulang. Setelah itu, dewa tiba-tiba mucul seperti biasa, membuat Makoto kaget.


Dewa sedikit protes, karena Makoto justru mengundang orang tua ke rumahnya, bukan wanita. Makoto mengelak kalau dia tidak mengundang Sekihara-san itu, melainkan ia datang sendiri. Dewa mengubah tema obrolan. Ia membahas soal Sadaoka yang ternyata bergerak cepat dan sudah berhasil membawa Mie datang ke rumahnya. Dewa kesal pada Makoto yang masih saja kalah langkah. Dewa terus saja mengkritik Makoto yang tidak punya daya tarik untuk membuat Haruko datang ke apartemennya.


Puas memaki-maki Makoto, dewa akhirnya memberikan saran. Untuk dapat membuat Haruko datang ke apartemennya itu, Makoto harus bicara singkat, cukup satu suku kata saja. Makoto menganggap itu ide absurd dan tidak masuk akal. Tapi menurut dewa, daripada kalimat panjang yang ribet, satu suku kata jauh lebih manjur untuk menarik perhatian.


Tapi Makoto tetap mengeluh kalau itu tidak mungkin. Dewa akhirnya mengalah dan menyuruh Makoto bicara dengan tiga kata, maksimal. Makoto harus menggunakan maksimal tiga kata saja saat bicara dengan Haruko.



Di hari lain, Makoto minum bersama Sadaoka. Dengan sedikit trik pancingan, Makoto pun berhasil membuatnya bercerita. Malam itu, Mie setuju datang ke apartemen Sadaoka karena Sadaoka bilang punya hewan peliharaan aneh. Mereka minum dan ngobrol. Tapi ternyata Mie tertidur sehingga Sadaoka tidak enak harus membangunkannya. Dan memang tidak ada yang terjadi malam itu. Dari gelagatnya, Sadaoka tertarik juga pada Mie. Tapi ia tidak ingin buru-buru. Ia ingin memerlakukan Mie dengan baik dan layak.


Ternyata Mie pun datang untuk minum bersama Haruko. Melihat Makoto dan Sadaoka, mereka pun mengajaknya bergabung. Haruko heran karena Makoto dan Sadaoka minum bersama. Dengan canggung, Makoto mencoba menjelaskannya dengan tiga kata saja, seperti saran dewa. Melihat Makoto canggung, Sadaoka pun membantunya menjelaskan lebih lengkap. Obrolan pun berlanjut. Dan cara Makoto bicara tetap saja seperti itu. Saat menjawab pertanyaan Haruko, Makoto hanya menggunakan tiga kata/kalimat singkat saja. Berbeda dengan saat Makoto bicara dengan Mie, yang lengkap dan panjang.


Saat akan membayar, Makoto melarang Sadaoka ikut bayar. Karena ia yang mengundang, maka Makoto yang berniat membayarnya. Sadaoka senang-senang saja. Saat itu Haruko mendekat dan ingin ikut membayar. Tapi Makoto kembali menolaknya. Ia tidak mau mengalah dan berkeras akan membayar semuanya, membuat Haruko keheranan.



Haruko pulang bersama Mie seperti biasa. Mie heran karena sikap Makoto tadi begitu aneh, sangat irit bicara dan canggung. Haruko juga tidak mengerti. Ia berpikir kalau Makoto marah padanya. Kali ini Mie setuju dengan dugaan Haruko. Ia mengingatkan Haruko kalau orang tidak bisa menunggu jawaban selamanya.


“Apa yang menahanmu bukan mantan pacarmu, Itu dirimu sendiri,” ujar Mie pula.


Mie meyakinkan Haruko untuk segera memberikan jawaban pada Makoto, jangan ditunda-tunda lagi.



Makoto pulang ke apartemennya dengan kesal. Ia bahkan berguling di lantai seperti anak kecil sambil berteriak. Makoto menyesal karena mengikuti saran dewa, untuk irit bicara saat bertemu Haruko tadi. Alih-alih mengejeknya, dewa justru memuji karena Makoto berhasil ‘irit bicara’ saat bersama Haruko tadi.


Tidak mau berlarut-larut, dewa kemudian menawari Makoto untuk melakukan misi baru, Mengukir sepotong 'Raja' shogi. Makoto tidak mengerti. Perdebatan mereka membuat semuanya jadi kacau. Intinya, dewa ingin agar Makoto menunjukkan kekuasaannya, ‘raja’, agar bisa mengajak Haruko datang ke apartemennya. Dewa bahkan berjanji akan membantu Makoto, memberinya ‘hadiah’, saat Makoto berhasil membawa Haruko ke tempat itu.


“Tidak ada keajaiban yang tidak bisa dicapai!”



Malam itu, orang tua Haruko tengah berdebat soal ukuran cap tangan sang pesumo, Daikaiyama-san. Kogetsu-san mengukurnya berulang kali untuk membuktikan kalau ukuran cap tangan itu berbeda. Nyonya Kogetsu bercerita kalau Haruko bertanya soal kenapa ibunya setuju menikah dengah ayahnya. Nyonya Kogetsu mengatakan tidak ada alasan khusus, hanya tepat, begitu saja. Keduanya tahu kalau anak perempuan mereka ini tengah galau dan hanya bisa berharap semuanya baik-baik saja.


Dimana Haruko? Di kamarnya Haruko terus memandangi ponselnya. Ia masih ragu untuk menghubungi Makoto. Haruko mengingat kisah tragisnya dua tahun silam. Malam itu, seharusnya jadi malam romantis karena sang pacar akan melamarnya. Tapi ternyata sang pacar justru mengaku kalau dirinya sebenarnya sudah menikah dan mengajak Haruko putus. Dan trauma itu masih terus memenjarakan hati Haruko.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di I'm Your Destiny episode 06 part 2.


Pictures and written by Kelana

SINOPSIS I’m Your Destiny 05 part 2

06.30.00 2 Comments

(halo semua. Nggak keberatan kan, Kelana curhat sebentar? Ehe. Pertama, Kelana minta maaf karena update sinopsis satu ini terlalu lama. Alasannya? Seperti biasa lah. Rupanya manajemen waktu Na memang belum jitu. Ada pikiran untuk tidak melanjutkan sinopsis satu ini. Tapi kok rasanya seperti punya hutang jadinya. Nah, biar sama-sama nggak rugi terlalu banyak, Na memutuskan untuk melanjutkan sinopsis ini SECARA SINGKAT dan dengan pengaturan waktu yang agak berbeda. Sekali lagi Na mohon maaf, untuk yang sudah ngikutin sinopsis satu ini. Semoga nggak terlalu kecewa ya)



Makoto menonton acara di televisi yang menyajikan segmen sang pesumo, Daikaiyama-san. Aksisnya dengan tenaga yang luar biasa membuat nyali Makoto menciut. Saat itu dewa datang. Dewa menunjukkan artikel di koran, tentang bahaya meteor yang akan menghantam bumi 30 tahun lagi. Makoto awalnya tidak peduli. Tapi sang dewa dengan jeniusnya menghubungkan hal ini untuk menyemangati Makoto. Ia kembali meyakinkan Makoto, kalau ia tidak menyerah maka ia bisa meningkatkan peluangnya untuk mengalahkan sang pesumo dan mendapat perhatian Haruko.



Semangat Makoto kembali. Ia pun mulai berlatih. Malam itu Makoto berlatih beban sambil berlari. Di pagi hari, ia melatih beban di tangan kanannya sambil sarapan. Bahkan di kantor pun, Makoto terus melatih tangan kanannya sambil menelepon klien.


Makoto pun adu panco dengan rekan-rekan kantornya. Satu per satu mereka mencoba, dan ternyata semuanya kalah oleh Makoto. Jelas ini membuat kepercayaan diri Makoto makin naik. Terakhir adu panco si botak dengan satu-satunya karyawan wanita di kantor itu. Si karyawan wanitalah yang menang, dan mereka mendapat traktir makan siang dari si botak.



Haruko pergi makan malam bersama Mie. Ia bercerita kalau akan datang ke upacara pensiun sang pesumo bersama Makoto. Mie heran, kenapa Haruko mau datang dengan Makoto padahal ia bisa saja menolak. Dan Haruko tetap saja mengelak tiap kali ia diledek oleh Mie soal hubungannya dengan Makoto. Haruko mulai merasa nyaman karena Makoto tidak bersikap memaksa saat mendekatinya.


Mie pun kembali menyarankan Haruko untuk kencan saja dengan Makoto, yang jelas ditolak oleh Haruko. Mie menilai kalau Haruko perlahan-lahan berubah karena sikap Makoto itu. Dan saat ia tahu kalau tempat upacara pensiun sang pesumo adalah hotel, pikiran Mie sudah entah kemana.



Kemana Makoto? Ia berlatih ditemani Sadaoka di sebuah tempat gym. Beberapa alat digunakannya berlatih diiringi ucapan-ucapan penyemangat dari Sadaoka.


Latihan hari itu diakhiri dengan Sadaoka yang memberikan jimat pada Makoto. Ia meyakinkan Makoto kalau Makoto akan berhasil. Makoto tersentuh dengan sikap baik Sadaoka. Tapi Sadaoka mengatakan kalau itu Cuma semacam balas budi, lantaran dulu di SMA Makoto sudah memberikannya kemenangan.



Sejak makan malam bersama Haruko, Makoto memang tidak menghubungi karena ia sibuk dengan latihan. Malam itu, sambil mengompres tangannya, Makoto pun menghubungi Haruko dan memastikan undangan besok.


Makoto bertanya dimana mereka akan bertemu esok. Haruko menyerahkannya pada Makoto yang kemudian mengusulkan kalau mereka bertemu di stasiun dan kemudian naik taksi. Haruko setuju dengan usul Makoto itu.



Hari berikutnya, Makoto dan Haruko sudah berada di dalam taksi. Sopir taksi heran dengan pasangan ini yang tampak tegang dan diam saja di kursi penumpang. Makoto berusaha mencairkan suasana dengan obrolan ringan.


Saat tiba di hotel, suasana sudah ramai. Semuanya masih persis seperti saat pernikahan orang tua Haruko dulu. Di dalam ruangan, Haruko kembali dibuat takjub karena ternyata ada banyak pesumo lain yang juga datang.


Setelah acara sambutan, upacara pensiun dimulai dengan memotong rambut si pesumo. Haruko adalah salah satu yang diberi kesempatan memotong rambut sang pesumo. Setelah acara selesai, sekarang acara adu panco. Dengan percaya diri, Makoto pun menantang sang pesumo. Tapi ... dalam waktu yang sangat cepat ternyata Makoto sudah ditumbangkan oleh sang pesumo. Makoto kaget luar biasa. Gagal usahanya membuat Haruko terkesan. Bahkan saat ia meminta agar pertandingan diulang, sang pesumo menolak. Haruko hanya tersenyum geli melihat tingkat Makoto itu.



Hari sudah senja saat Makoto dan Haruko selesai dari upacara pensiun itu. Keduanya berjalan beriringan di sisi jembatan. Makoto masih tampak kecewa dengan kekalahannya tadi.


Saat itu ada mobil pengantin lewat. Sebuah mobil atap terbuka lengkap dengan kaleng yang diikatkan di belakangnya. Salah satu kaleng terlepas. Tapi, saat Haruko akan mengambil kaleng itu ada mobil lain yang mendekat. Melihat bahaya, Makoto pun berusaha menarik Haruko. Semuanya persis seperti latihannya selama ini. Hingga sebuah situasi membuat Haruko terjatuh di pelukan Makoto, persis bibir mereka saling bertemu.


Kaget dengan situasi tidak terduga ini, Haruko buru-buru mendorong Makoto menjauh. Makoto juga kaget dan buru-buru minta maaf, kalau ia tidak sengaja. Setelah mulai bisa menenangkan diri, Haruko berusaha menjelaskan pada Makoto kalau ini terlalu cepat. Makoto setuju, saat Haruko minta ia ingin menata hati dulu. Dan ... mereka sepakat dengan senyum terkembang.



Di apartemennya, Makoto tersenyum-senyum melihat kaleng dari mobil pengantin tadi sore. Tulisan di sana adalah ‘bahagia selamanya’.


Saat itu, dewa tiba-tiba datang. Alih-alih meledek Makoto, kali ini dewa menyemangati Makoto agar segera bertindak cepat, mengencani Haruko, karena waktu mereka tidak banyak.


Bagaimana kelanjutan kisah Makoto-Haruko? Apakah setelah ini langkah Makoto makin lancar untuk mendapatkan hati Haruko?


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di I'm Your Destiny episode 06 part 1.


Pictures and written by Kelana

SINOPSIS I’m Your Destiny 05 part 1

14.18.00 6 Comments

SINOPSIS dorama I'm Your Destiny episode 05 part 1. Haruko mengaku tidak membenci Makoto. Jelas ini membuat Makoto melambung. Malam itu mereka berpisah setelah Haruko mendapat tiga buah wortel dari Makoto. Bagaimana selanjutnya?



Ingat kalau Makoto pernah mengajak Haruko untuk makan malam di restoran salah satu rekannya? Akhirnya Haruko setuju untuk datang dan makan malam bersama Makoto.


“Ini enak,” komentar Haruko setelah mencicipi makanan di depannya.


“Sungguh? Syukurlah. Aku yakin Kamu pernah makan chanko di banyak restoran sebelumnya Jadi Aku khawatir tidak sesuai dengan seleramu,” ujar Makoto. Ia pun menceritakan soal pemilik restoran itu, Tomita-san, yang merupakan seorang kawan lamanya saat di tahun terakhir di SMA dan akhirnya menjadi pesumo.



Tapi tiba-tiba saja ekspresi Haruko berubah. Ia tampak kaget, histeris dan penasaran sekaligus. Makoto yang heran mencoba melihat ke arah pandangan Haruko, tapi dilarang oleh Haruko.


Sambil menyembunyikan diri dengan berpura-pura membaca daftar menu, Haruko pun bercerita, “Dia Daikaiyama Kei. Tetap tenang.”


“Tapi kamu penggemar beratnya bukan?” Makoto heran.


“Itulah sebabnya Aku tidak ingin mengganggu waktu pribadinya. Apakah kamu mengerti? Mari kita makan saja Seolah tidak terjadi apa-apa,” ujar Haruko memutuskan. Tapi Haruko tetap tidak bisa beralih dari rasa terkejut sekaligus senangnya sebagai seorang fans. Ia sempat melihat tanda tangan pesumo favoritnya itu di resto dan berpikir kalau ia benar-benar pernah datang. Dan ternyata ... ia benar datang. “Aku ingin tahu apakah dia berteman baik dengan Tomita-san.”


“Haruskah Aku bertanya?” Makoto menawarkan. Tapi ditolak dengan cepat oleh Haruko.


Selesai bicara dengan sang pesumo, Daikaiyama Kei, sang pemilik resto, Tomita-san menyapa Makoto dan Haruko. Melihat Haruko yang terus saja mencuri pandang ke arah pesumo favoritnya itu, akhirnya Makoto bertanya pada Tomita-san.


“Apa dia sering datang?” tanya Makoto sambil menunjuk ke arah Daikaiyama Kei.


Tomita-san mengerti, “Dia selalu mmenjagaku sejak Aku masih kecil.”


Obrolan itu akhirnya mencuri perhatian Haruko. Masih dengan sembunyi-sembunyi, Haruko ikut nimbrung. Dan dari sana, Makoto pun mengatakan kalau Haruko adalah penggemar berat Dai-san.


Haruko mengaku kalau ia juga punya cetak tangan sang pesumo di rumahnya. “Selama 12 tahun terakhir, sejak dia naik ke kelas satu Aku terus mendukungnya.”


“Kalau begitu, maukah kamu datang ke upacara pensiun?” Tomita-san menawarkan. Upacara itu diselenggarakan saat seorang pesumo akan berhenti.


Haruko langsung bersemangat. Meski sesaat kemudian ia bersikap seolah hanya menanggapi candaan saja. Tapi kemudian berubah bersemangat lagi. Sempat ragu-ragu, setelah dibujuk oleh Makoto, Haruko pun akhirnya setuju untuk datang ke upacara itu.



Makoto pulang ke apartemennya dan seperti biasa disambut oleh si dewa. Dewa memuji-muji Makoto karena pertemuan tadi dengan Haruko. Ditambah lagi, fakta kalau insiden kartu ATM ternyata memberi kesempatan Haruko untuk berfoto bersama sang pesumo, Dai-san. Makoto pun akhirnya mengerti. Yang dimaksud acara di hotel, adalah acara upacara pemotongan rambut untuk pensiun seorang pesumo.


“Haruko senang, bukan? Bagaimanapun dia akan menghadiri upacara pesumo yang selalu dikagumi. Haruko-san, atau mungkin Haruko-chan, oke! Baik. Tapi setelah penantian lama Kamu kencan pertama dengan Haruko-san, Memalukan sekali bukan?” dan seperti biasa, dewa kembali menghempaskan Makoto yang sudah terlanjur geer oleh pujiannya tadi.


“Memalukan? Apa?” Makoto heran.


“Tidak ada kemajuan di antara kalian berdua.”


Makoto tidak setuju, “Itu tidak benar. Bagaimanapun, dia benar-benar bahagia. Dia mengatakan bahwa dia sangat menghargai itu. Bertemu dengan seseorang yang Kamu kagumi, akan membuat seseorang bersemangat bukan? Dia bertemu dengannya karena dia pergi makan malam bersamaku.”


“Aku bisa mengerti bahwa Kamu ingin berpikir seperti itu tapi, Dia hampir tidak memiliki kenangan akan makanan yang dia makan bersamamu,” dewa kembali menabur garam.


“Tidak tidak tidak... itu tidak mungkin benar,” elak Makoto cepat.


“Pada malam dia bertemu dengan orang yang dikagumi selama ini, Kamu pikir dia akan mengingat pria yang tidak dibenci atau disukainya?” sindir dewa. Ia kemudian membahas menu makan malam Makoto tadi. Dan bukan menu itu yang diingat Haruko, melainkan pertemuannya dengan sang pesumo, Dai-san.



Haruko memamerkan fotonya bersama Dai-san pada kedua orangtuanya, “Setelah kami makan, tiba-tiba dia masuk. Kupikir hatiku akan berhenti.”


“Apakah Kamu mengatakan bahwa kita memiliki cetakan tangannya yang dipajang di rumah?” tanya orang tua Haruko.


“Ya, dia sangat senang. Dia bilang dia memberiku yang baru. Dia mengatakan bahwa, mengingat 10 tahun telah berlalu, ukurannya sudah berubah total,” cerita Haruko dengan begitu bersemangat.


Haruko juga menceritakan kalau Dai-san sang pesumo adalah pria yang sangat ramah dan hangat. Saat Haruko bercerita kalau ia diundang ke upacara pensiun sang pesumo, orang tua Haruko juga ikut senang.


“Dan terlebih lagi diizinkan untuk menggunting, Penggemar normal tidak akan pernah bisa melakukan itu,” tambah Haruko.


Obrolan beralih pada wortel yang ada di kulkas. Haruko mengaku kalau itu diberi. Dan orang tua Haruko baru menyadari kalau wortel itu adalah wortel nomer satu di Jepang.


“Wow, siapa yang memberikannya padamu?”


Haruko tidak yakin untuk memberikan jawaban, “Siapa? Seseorang dari kantor.” Haruko buru-buru beranjak pergi, tidak ingin ditanyai lebih lanjut.



Apa yang dilakukan dewa dan Makoto? Mereka bermain adu sumo dari kertas. Keduanya mengetuk-ngetuk sebuah kotak agar kertas berbentuk pesumo di atasnya bergerak. Yang kalah adalah yang jatuh lebih dulu.


“Aku masih pria yang tidak dibenci atau disukainya?” tanya Makoto.


“Hanya karena dia tidak membencimu kemudian dia bertemu denganmu, bukan begitu. Jadilah seperti apa adanya, perasaannya sekarang seharusnya Mulai bertunas sedikit?” ujar dewa. Tapi ucapannya kemudian yang bernada sindiran kembali membuat Makoto kesal. “Hanya karena perasaannya untukmu tidak nol. Jika Kamu bandingkan dengan bagaimana perasaannya terhadap Daikaiyama, jaraknya seperti jarak langit ke bumi.”


“Tapi perasaannya terhadapnya Bukan perasaan romantis, bukan,” elak Makoto.


“Hanya butuh beberapa saat untuk merubah kekaguman menjadi cinta.”


“Jadi Aku tidak bisa membiarkannya pergi ke upacara,” Makoto memutuskan.


“Begitulah cara seorang pecundang berpikir. Seorang pemenang akan melihat ini sebagai sebuah kesempatan. Jika Kamu bisa menunjukkan kepadanya bahwa Kamu bisa mengalahkannya, Hatinya akan berdetak untukmu,” saran dewa. Ia menyuruh Makoto untuk menantang Dai-san sang pesumo.


“Tapi tidak mungkin Aku bisa mengalahkan pesumo!” elak Makoto cepat.


Permainan berakhir. Kertas berbentuk pesumo milik Makoto roboh terlebih dahulu. Ia kalah.



“Aku bukan iblis, Aku adalah dewa!” dewa kemudian memberi saran agar Makoto menantang adu panco. Jelas ide ini ditolak oleh Makoto.


“Berbulan-blan sejak dia pensiun, dia belum berlatih sama sekali, Jadi kamu punya kesempatan,” dewa mencoba menghibur.


“Aku belum melakukan latihan apapun selama bertahun-tahun!” elak Makoto pula.


“Setiap hari, Kamu membawa botol air,” ujar dewa pula. Jelas ia ingin meyakinkan Makoto. “Aku mengira Kamu akan mengatakannya, jadi Aku sudah mempersiapkannya. Pelatih pribadi untukmu Mantan sainganmu Sadaoka-kun! Hah, ayolah..!” bujuk dewa lagi.


Dewa terus saja meyakinkan Makoto kalau ia bisa minta bantuan Sadaoka untuk melatihnya. Apalagi ternyata sebelum bekerja di perusahaan, Sadaoka pernah bekerja sebagai instruktur fitnes.


“Dia bukan lagi sainganmu. Dia sekarang dalam posisi untuk menyemangati kalian berdua,” ujar dewa pula. ”Dia tahu bahwa berdiri di sekitar tanpa melakukan apa-apa hanya membuang-buang waktu. Bukti untuk itu, sekarang juga Dia serius merayu target berikutnya. Dia benar-benar memiliki perubahan yang cepat. Kamu juga tidak punya waktu untuk sekedar diam. Jika Kamu berbuat konyol dunia akan hancur!” ancam dewa kali ini.


“Aku tahu itu. Aku tahu itu tapi...” Makoto masih ragu.


“Jika Kamu bisa mengalahkan Daikaiyama dalam panco, Statusmu akan dipromosikan dari strip daikon kering ke chanko! Kamu akan menjadi juaranya Haruko!”


“Jadi jika Aku benar-benar menang... Lalu, Akankah aku benar-benar membuat jantungnya berdebar?” tanya Makoto. Keyakinannya mulai goyah.


Dan dewa kembali berulah seperti biasa. Dia memeragakan gaya Kindaichi Hajime dalam serial Detektif Kindaichi. “Trik perbedaan waktu yang cerdik dengan teknik yang berani. Aluminium dan prisma matahari terbenam untuk melelehkan hati Haruko. Aku punya harapan tinggi untukmu! Atas nama Kakek! Sebuah slogan dari Kindaichi Case Files.” (betewe, Yamapi kan pernah memerankan karakter kakeknya Kindaichi dalam salah satu serial Kindaichi SP, kekekeke)


“Aku punya firasat buruk,” keluh Makoto.



Makoto berangkat ke kantor seperti biasa. Sambil menunggu dalam lift, ia menggerakkan tasnya naik turun dengan satu tangan, seolah sedang berlatih. Ternyata gerakannya itu disadari oleh rekannya, Sekihara-san.


“Ah, Sekihara-san, apa kamu pandai bergulat?”


“Apakah Kamu tahu film yang berjudul 'Over the Top?'” tanya Sekihara-san balik.


Makoto ragu, “Aku pernah mendengar namanya tapi...”


Sekihara-san tidak menunggu jawaban Makoto, “ Agar protagonis bisa menjadi juara panco Dia terus berlatih, bahkan di tempat kerja. Aku akan memperlihatkannya kapan saja. Ketika Aku di tahun pertama sekolah menengah, Aku mengaguminya. Saat Aku membawa meja, dan ember berisi air di dalamnya, Aku terus melatih otot lenganku. Jadi Kamu pasti baik-baik saja.” Sekihara-san pun menceritakan ulah konyolnya yang lain saat di sekolah. Termasuk alasan ia tidak lagi mau main adu panco.


Makoto pun hanya manggut-manggut mendengar cerita Sekihara-san itu.



Keluar dari lift, Sekihara-san berjalan bersama Makoto. Tapi mereka berhenti oleh sebuah suara yang memanggil Sekihara-san, suara Mie.


“Aku tidak bisa memberi kartu namaku waktu itu,” ujar Mie memberikan kartu namanya pada Sekihara-san dengan senyum terkembang. Setelahnya ia pun beranjak pergi.


Masih syok karena dipanggil oleh wanita idolanya, Sekihara-san tidak bergerak. “Terima kasih banyak.”


Dan cerita ini pun jadi cerita sepanjang hari di kantor. Teman Makoto yang botak pun terus membaui kartu nama milik Mie dan memegangnya dengan sarung tangan. Bersama Sekihara-san, mereka berdua ini adalah fans berat Mie. Pujian demi pujian pun keluar dari mulut mereka, karena Mie yang cantik dan cerdas. Tapi ternyata sikap ini membuat satu-satunya karyawan wanita di kantor itu kesal.



Selesai meeting, Haruko dan Mie tinggal di ruangan. Mie dibuat kaget karena ternyata Haruko menyukai sumo.


“Menjadi penggemar sumo bukanlah sesuatu yang harus Kamu sembunyikan,” ujar Mie.


“Kamu akan mengolok-olokku.”


“Aku tidak akan!” elak Mie cepat.


Tapi Haruko melirik sedikit ngambek, “Kamu mungkin sudah lupa ini tapi, di masa lalu Kamu telah mengatakan beberapa hal. Hal-hal yang diskriminatif tentang sumo jadi Aku tidak ingin mengatakan apapun.”


“Tidak mungkin Aku mengatakan hal seperti itu,” elak Mie tidak mau disalahkan.


Haruko melanjutkan ucapannya, “Kamu berkata 'Mengapa orang-orang begitu gemuk, meskipun mereka banyak berlatih.' Tidakkah Kamu ingat?”


“Apa yang diskriminatif tentang itu?” Mie heran.


“Adalah tugas mereka untuk makan dan membuat tubuh mereka besar. Dan juga, ini bukan 'berlatih' ini adalah 'latihan'. Dan caramu mengatakan 'orang-orang itu', Aku tidak bisa mengatakannya dengan tepat, tapi Aku benar-benar tidak menyukainya,” curhat Haruko akhirnya.


“Aku minta maaf tentang itu. Aku pastikan untuk berhati-hati mulai sekarang,” ujar Mie pula.


“Tidak, aku juga minta maaf. Kapanpun Aku berbicara tentang sumo, Aku menjadi seperti ini. Itu sebabnya aku tidak ingin mengatakan apapun.”


“Tapi bukankah itu hebat? Karena Kamu mengambil risiko dan berkencan dengan pria takdirmu, Kamu jadi bertemu dengan seseorang yang akan lama Kamu kagumi. Aku bertanya-tanya jika Kamu benar-benar menyebutnya kencan,” Mie mengubah topik obrolan.


“Ini menyebalkan, jadi tolong berhentilah!” pinta Haruko, tidak suka.


“Seorang pria dan wanita yang sedang minum bersama adalah kencan yang paling indah,” lanjut Mie, kembali meledek Haruko.


Tapi Haruko tidak mau kalah, “Sekarang kamu sebutkan itu, bukankah kamu dan Sadaoka-kun pergi minum bersama kemarin?”


“Bagaimana Kamu tahu itu?!” Mie kaget.


“Kadang Kamu menyembunyikan hal-hal juga!” protes Haruko.


“Aku tidak menyembunyikannya. Kamu tahu bar yang Kita bertiga kunjungi tempo hari? Aku pergi ke sana dan dia kebetulan berada di sana,” cerita Mie. Ia tetap menolak saat Haruko beranggapan kalau ia kencan dengan Sadaoka, hanya karena mereka minum bersama. Mie mengaku kalau mereka hanya tidak sengaja bertemu di bar dan akhirnya minum bersama.


“Tidak perlu menyangkal begitu keras. Aku selalu berpikir bahwa temperamen Kalian berdua Sangat cocok satu sama lain,” gantian Haruko yang meledek Mie.



Makoto minum bersama Sadaoka. Ia kemudian membahas soal Sadaoka yang pernah jadi instruktur gym. Sadaoka heran karena ia belum pernah cerita pada Makoto soal itu.  Jelas saja itu membuat Sadaoka makin bangga dengan dirinya.


“Jadi pertama, apa tujuan latihan Kamu? Bergantung pada itu, latihan akan sangat berbeda,” ujar Sadaoka saat ia akhirnya paham maksud Makoto.


“Ada seseorang yang harus Aku kalahkan saat adu panco.”


“Adu panco? Bukan olahraga spesialis lainnya,” Sadaoka tampak sedikit kaget.


“Tidak hanya itu, tapi lawanku bukanlah orang biasa.”


“Baik tidak peduli siapa mereka, Aku pikir Kamu bisa menang jika kita melakukan latihan yang sesuai,” Sadaoka mencoba meyakinkan Makoto.


“Sungguh? Lawanku Daikaiyama!” Makoto jadi bersemangat. “Erm... Apakah kamu tahu siapa dia?”


“Apakah seseorang yang Aku kenal?” Sadaoka heran.


“Dia adalah pesumo peringkat atas,” Makoto tampak sedikit kecewa. “Kamu tidak tahu?”


Obrolan bergeser pada nama Daikaiyama yang sebenarnya adalah nama daerah. Dan pemilik bar itu pun ikut nimbrung.


“Kamu tahu film 'Over the Top?'” tanya pemilik bar.


“Itu adalah kedua kalinya Aku mendengar namanya hari ini!” Makoto kaget.


“Itu difilmkan sangat dekat dengan tempat kami tinggal,” ujar pemilik bar yang mengaku pernah tinggal di California hingga usianya lima tahun. Obrolan pun bergeser soal film itu. Sayangnya, tetap tidak ada kesimpulan akhir, apakah si penantang akan menang adu panco atau tidak.



“Apakah benar ada... ada gunanya dalam hal ini?” Makoto bicara dengan nafas terengah. Ia tengah ikuat aerobik bersama Sadaoka.


“Pertama-tama, kita harus membangunkan otot-otot yang telah tertidur. Ini aerobik. Inilah saatnya untuk membangunkan otot-otot itu,” ujar Sadaoka masih terus bergerak dengan lincahnya.


Selesai aerobik, pelatihan berikutnya adalah squash. Keringat sudah berleleran di leher Makoto. Tapi Sadaoka lagi-lagi meyakinkan kalau latihan itu penting untuknya. Setelah melakukan latihan awalan itu, mereka pun akhirnya sampai pada latihan beban.


“Bawa kebahagiaan, seperti itu, lagi, ayo! Ayo kebahagiaan! Lakukan ini untuk menarik kebahagiaan terhadapmu, tarik ke dalam! Benar! Tarik masuk! Satu lagi... Benar! Senang! Ayo! Jangan biarkan kebahagiaan hilang. Jangan biarkan itu pergi. Jangan biarkan itu pergi! Jangan tarik wajah itu! Visualisasikan kebahagiaan. Tersenyum seperti malaikat. Hanya itu saja. Terus tersenyum, lagi! Ayolah! Senyum bahagia! Oke, bagus!” Sadaoka terus saja menyemangati Makoto yang tengah berlatih.



Makoto terengah-engah sambil memegangi tangannya yang kesakitan akibat latihan beban tadi.


Sadaoka mengulurkan botol minuman pada Makoto, “Kamu melakukannya dengan baik.”


“Ketika Aku meminta bantuan, Aku bertanya-tanya bagaimana jadinya. Suara penyemangatmu, itu sangat unik,” ujar Makoto. “Sepertinya aku kehilangan kekuatan.”


“Itu baik-baik saja. Kamu akan terbiasa dengan hal itu, dan itu akan menjadi kebiasaan,” Sadaoka kembali meyakinkan.


“Aku mengerti...”



Karena insiden pemberian kartu nama oleh Mie hari sebelumnya, Sekihara-san dan si botak jadi begitu bersemangat di kantor. Dan obrolan soal ‘cinta’ Mie ini pun jadi topik utama saat Makoto bersama si botak melakukan pengecekan stok air mereka.


“Sejak Kamu dipindahkan ke sini, Hal-hal secara bertahap menjadi semakin aneh,” ujar si botak.


“Aku yang salah? Tapi aku belum melakukan apapun!” protes Makoto.


“Karena Kamu mendapat kontrak dari perusahaan di sebelah, Poin kontrak sudah didirikan bukan.”


Sementara rekannya mencatat stok mereka, Makoto yang memindahkan air galon itu ke rak. Ia juga menggunakan kesempatan itu untuk berlatih beban.


Si botak pun curiga, kalau Makoto sudah menemukan wanita yang ia sukai.  “Ah! Aku tahu! Gadis itulah yang selalu bersama Mie! Yah, kurasa dia agak manis daripada rata-rata,” komentar si botak. “Dia mungkin agak polos tapi, dia tampak agak muram. Sekilas dia terlihat agak ceria, tapi rasanya agak lemah.”


Rupanya Makoto tidak terlalu suka dengan komentar si botak, “Kata-katamu sedikit kasar!” protesnya.



Bos Smile water datang ke kantor sebelah untuk mencari bos wanita kantor itu. Saat itu yang menyapanya adalah Haruko. Haruko mengatakan kalau bosnya saat ini sedang keluar.


“Baiklah, Aku akan datang lagi. Namaku Karasu, Aku dari perusahaan sebelah,” ujar sang bos.


“Haruskah Aku mencoba dan menghubunginya untukmu?” Haruko menawarkan.


“Tidak, itu tidak perlu. Tidak begitu penting, Aku akan datang lagi.” Karasu-san sudah akan berbalik saat ia kemudian mengenali wanita yang menyapanya ini. “Apakah Kamu mengambil kontrak dengan kami bulan lalu?”


“Ya, keluargaku melakukannya,” aku Haruko.


“Aku pikir Aku mengenali nama itu, Dan mungkin begitu. Terima kasih telah mengambil kontrak dengan kami,” komentar sang bos lagi.


Haruko kemudian mengatakan kalau ayahnya-lah yang mengenal Makoto dan dia juga yang mengurus semuanya untuk keluarga Haruko.



Kogetsu-san pulang dari kantor dan memberikan sebuah bungkusan untuk istrinya. “Kamu melihatnya di majalah dan mengatakan bahwa Kamu menyukainya.”


Nyonya Kogetsu heran, tapi kemudian membuka bungkusan itu. Ternyata isinya adalah sebuah tas model baru. Haruko yang juga ada di sana ikut memujinya.


“Besok ulang tahun pernikahan Kita bukan?” ujar Kogetsu-san pada istrinya.


Tahun itu adalah ulang tahun ke-30 mereka. Biasanya Kogetsu-san tidak memberikan hadiah. Tapi kali ini ia memberikan hadiah untuk istrinya.  Jelas ini membuat istrinya sangat gembira.


“Ya, tapi itu bagus, sangat cocok!” puji Haruko.


“Kamu bisa meminjamnya jika Kamu mau,” ibunya menawarkan, tapi ditolak oleh Haruko.


Obrolan pasangan Kogetsu ini pun bergeser tentang nostalgia pernikahan mereka sekian tahun silam. Tentang pakaian pernikahan, kue pengantin dan hal-hal lain yang hanya dipahami oleh keduanya.  Dan Haruko hanya bisa tersenyum melihat kemesraan kedua orang tuanya ini.



Haruko kemudian menceritakan kalau upacara pensiun sang pesumo favoritnya ternyata di Hotel Suncerity. Kedua orang tua Haruko kaget, karena tempat itu adalah tempat resepsi pernikahan mereka sekian puluh tahun silan.


“Daikaiyama akan datang dan pergi dengan gondola,” cerita Haruko. “Apakah kalian mengendarai gondola di pesta pernikahan?”


“Tidak. Ada pilihannya, tapi kami menolaknya,” ujar Kogetsu-san.


“Ayahmu berkata, 'tolong jangan itu!'” nyonya Kogetsu menimpali. “Jika Aku tidak keberatan, kami akan melakukannya,” bisiknya pada Haruko. Jelas ini membuat Kogetsu-san protes karena agak alay.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di I'm Your Destiny episode 05 part 2.


Pictures and written by Kelana