SINOPSIS Himura and Arisugawa 08 part 2

15.13.00 2 Comments

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 08 part 2. Dua orang siswa SMA ditemukan tidak bernyawa pada waktu yang berdekatan dan di tempat yang tidak terlalu jauh satu sama lain. Rumor soal Apollo yang menjadi pelakunya pun beredar luas.


Himura-sensei mengecam keras rumor tidak berdasar ini. Dan alih-alih tertarik pada latar belakang kedua korban, Himura-sensei justru tertarik pada latar belakang pria tua yang menemukan korban kedua, Anou-san. Siapa sebenarnya pria ini?



Usai bicara dengan pelayan toko, ketiganya justru nongkrong di depan toko ini. Alice asyik dengan ramen instannya, Sakashita dengan roti-nya dan Himura-sensei dengan rokok mengepul di tangan.


Apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua korban ini? Email mencurigakan yang dikirim si korban laki-laki setelah korban wanita terbunuh. Apa mereka telah putus dan berniat jadian lagi? Rumor soal Apollo makin gencar beredar. Orang-orang pun makin curiga kalau dialah pelaku insiden kali ini.


Sakashita pamit sebentar karena mendapat telepon dari det.Hisashi.


“Tapi kita harus segera menyelesaikan insiden ini sampai akar-akarnya. Karena kriminal peniru mungkin akan segera muncul,” ujar Alice.


“Benar. Singkirkan laporan saksi di internet. Aku penasaran jika Tokie-san benar-benar bertemu dengan Apollo ini,” ujar Himura-sensei.


Sakashita kembali setelah selesai menelepon, “Det.Hisashi tahu kalau aku bersama kalian.”


“Dia sengaja membiarkanmu bekerja bersama kami,” komentar Himura-sensei.


“Det.Hisashi ingin bertemu denganmu, Sensei, di kantor polisi. Katanya ada yang ingin dibicarakan,” lanjut Sakashita.


Himura-sensei tersenyum, “Akhirnya dia akan bicara rahasianya.”



Moroboshi Sanae berada di Kyoto bersama anak buahnya. Pakaiannya pun telah berganti, lengkap dengan make up. Saat ini ia justru berdiri di sebuah tempat lapang, memikirkan semua tentang Himura-sensei. Dan sebuah senyum terukir di wajah wanita ini.


Di mobil, anak buahnya membicarakan pimpinan mereka ini. Mereka berpikir jika Moroboshi sedang memikirkan targetnya yang berikut. Tapi yang lain justru berkomentar kalau senyum Moroboshi seperti senyum seseorang yang tengah memikirkan kekasihnya.


Obrolan selanjutnya berpindah pada korban Apollo di Tokyo. Mereka mengenal korban itu. Tapi yang lain berpikir kalau pengorbanan itu diperlukan dalam kelompok mereka, jadi tidak perlu dipikirkan lagi.



Akemi jalan bersama si anak imut, Sakamata ini. Mereka menyusuri jalanan kota yang ramai oleh orang-orang yang lalu lalang. Setelah membahas soal buku, kini mereka berhenti di depan banyak orang yang asyik bermain di taman.


“Aku pernah tersenyum seperti mereka. Aku datang ke Kyoto untuk perjalanan sekolah. Aku bisa tersenyum bersama teman-teman saat itu. Karena tidak bisa tersenyum lagi, aku mencoba datang lagi ke Kyoto. Tapi aku tidak ingat lagi aku yang dulu,” ujar Sakamata.


“Aku sedikit mengerti. Aku juga punya saat-saat tidak bisa tersenyum dengan baik,” komentar Akemi.


“Apa yang kau lakukan?”


“Aku baca buku sendirian,” ujar Akemi.


Sakamata tersenyum, “Aku pergi dari rumah. Aku tidak sepertimu. Aku merasa spesial saat bersama kelompok. Aku berbeda dari yang lain. Aku punya kekuasaan atas hidup,” wajah Sakamata berubah serius.


Akemi terkejut dengan kata-kata itu, “Kata yang terlalu kuat. Semua orang juga punya nilai.”


“Itu tidak benar,” elak Sakamata cepat. “Bagaimana dengan orang yang bukan siapa-siapa tadi jadi kriminal di akhirnya?” ia pun beranjak pergi.



Alice dan Himura-sensei sampai di kantor polisi. Sementara Himura-sensei bicara dengan det.Hisashi, Alice bicara dengan det.Ono.


“Aku punya perasaan tidak enak sejak pertama kali bertemu Himura. Mungkin asumsiku salah. Tapi kupikir, mungkin saja suatu saat nanti Himura akan berpindah ke pihak satunya,” curhat det.Ono.


Alice belum paham, “Pihak satunya?”


“Lawan polisi.”


“Maksudmu kalau dia akan jadi kriminal suatu saat nanti?” tebak Alice lebih berani.


“Alice, kau juga berpikir begitu? Kau tidak berpikir kau satu-satunya orang yang bisa menahan Himura kan?” pertanyaan det.Ono membuat Alice kehabisan kata-kata.



Sementara Alice bicara dengan det.Ono, det.Hisashi bicara dengan Himura-sensei di ruangan lainnya.


“Kupikir harus kukatakan padamu. Moroboshi Sanae melarikan diri saat akan dibawa ke kantor kejaksaan. Kami masih belum tahu di mana dia bersembunyi. Saat ini biro kemanan publik yang mengurusnya,” ujar det.Hisashi.


Tapi Himura-sensei sama sekali tidak kaget dengan fakta itu. Ia justru teringat pertemuannya dengan Moroboshi saat membahas kasus pembunuhan misterius di Tokyo yang dilakukan oleh Apollo. Menurut analisis Moroboshi, pelakunya jelas masih di bawah umur.


“Bisa aku melihat data kasus pembunuhan misterius di Tokyo?” pinta Himura-sensei kemudian.


“Sensei, apa menurutmu dua insiden berbeda tempat ini juga dilakukan oleh Apollo?”



Himura-sensei mempelajari foto-foto kasus di Tokyo yang disodorkan det.Hisashi, “Kalau tidak melewatkannya, kalian bisa melihat sesuatu,” komentarnya.


Ingatan Himura-sensei kembali pada Moroboshi. Analisisnya mengatakan kalau semua kejahatan itu dilakukan dengan brutal, tapi tidak ada rasa ingin balas dendam atau kemarahan dari lukanya. Lebih mirip dengan keinginan murni membunuh. Seolah si pelaku mengatakan aku ingin membunuh seseorang. Tipikal pembunuhan tanpa motif, psikopat.



Satu per satu fakta kasus pembunuhan di Kyoto bersliweran di kepala Himura-sensei. Korban wanita yang mem-block email dari korban pria. Lalu rasa benci pria tua yang menemukan korban kedua (Anou-san) atas dirahasiakannya nama pelaku.


Imajinasi Himura-sensei juga sampai pada kasus pembunuhan di Tokyo. Jika awalnya ia hanya melihat si pelaku beraksi, sekarang semua berubah. Empati yang terbangun membuat Himura-sensei seolah menjadi pelakunya yang melakukan kejahatan itu.


“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar akhir Himura-sensei.



Akemi menyusul Sakamata yang sudah berjalan lebih dulu. Saat melihat ada toko kue tradisional, Akemi mengusulkan untuk membelinya.


Ia mentraktir Sakamata dan memintanya untuk membeli. Sementara Sakamata pergi, Akemi memeriksa tas milik Sakamata. Betapa kagetnya Akemi saat menemukan sebuah pisau terbungkus kain dengan rapi dalam tas itu. Tapi Sakamata keburu mengetahui ulah Akemi ini.


“Kau menemukannya?”


Akemi kaget dan berbalik, “Apa kau Apollo?”


Sakamata tersenyum, “Aku tidak pernah menyebut diriku Apollo.” Ia pun menyerahkan kembali uang milik Akemi, karena makanan yang tadi dimintanya ternyata sudah habis.



Kembali pada Himura-sensei yang sedang menjelaskan soal insiden di Kyoto itu. Ada perbedaan besar dari dua insiden pembunuhan di tempat berbeda itu. Pada insiden di Tokyo, tidak ada tanda-tanda pelaku memiliki dendam pada korban. Sementara dua insiden di Kyoto menunjukkan adanya motif. Pada korban pertama (Ogi), ada rasa dendam dan korban kedua (Zama) ada rasa ragu.


“Tapi orang biasa tidak akan bisa merasakan perbedaannya,” komentar Himura-sensei lagi. “Iya kan, Alice?” ia melirik ke arah Alice yang juga tampak ragu. Himura-sensei akhirnya menyerah untuk membuat mereka semua berempati terhadap keempat kasus pembunuhan itu.


“Bisa kau jelaskan maksudnya?” pinta det.Hisashi.


“Dua insiden di Tokyo dilakukan oleh Apollo. Sementara itu, menurut tempat, kedalaman luka oleh senjata dan motif, insiden di Kyoto dilakukan oleh orang berbeda. Rumor soal Apollp membuat kita sulit melihat kebenaran. Bukan Apollo pelaku yang membunuh Ogi dan Zama.”


“Lalu, siapa yang membunuh mereka?” tanya det.Ono.


“Hanya ada satu orang yang membenci Ogi dan ragu membunuh Zama.”



Kali ini Alice langsung paham, “Kebencian dan keraguan. Aku mengerti! Zama membunuh Ogi. Setelah membunuh Ogi, Zama bunuh diri.”


“Bagaimana luka di lehernya?”


“Itu luka yang dibuat penuh keraguan,” jawab Himura-sensei. “Alice, sekarang giliranmu!”


Sekarang Alice sudah paham rangkaian cerita ini, “Karena Zama tahu Ogi memblock emailnya, dia terus mengiriminya email. Rasa kesal itu berubah menjadi benci. Dia mengirim pesan terakhirnya setelah membunuh Ogi. Aku pergi sekarang. Dan kisah cinta mereka memiliki ending yang buruk.”


“Tunggu, email bukan bukti yang kuat untuk bunuh diri. Kita harus bisa menemukan pisau untuk bunuh diri Zama kan?” protes det.Hisashi.


“Pisaunya sudah diambil oleh seseorang. Dan hanya satu orang yang bisa melakukannya,” ujar Himura-sensei sangat yakin.



Sakamata duduk di sebelah Akemi. Sementara Akemi memeluk erat tangan Sakamata. Dan tangan Sakamata yang kiri memegang gagang pisau yang ada dalam tasnya.


Masih dengan tenang, Sakamata bicara, “Sekarang aku punya beberapa pilihan. Pertama, aku menusukmu dengan pisau ini. Tapi jika kulakukan, aku akan langsung ditangkap. Kedua, kau berjanji tidak menghubungi 911 (layanan nomer darurat di jepang) dan aku akan melarikan diri. Tapi aku tidak yakin kau tidak akan menghubungi 911. Ketika, kita akan pergi ke tempat sepi dan aku menusukmu di sana. Atau ... apa lagi? Berteriak minta tolong? Melarikan diri dariku? Atau ... “


“Aku akan tetap di sini denganmu dan memanggil 911,” ujar Akemi. Ia memegang tangan Sakamata makin erat.


Sakamata tersenyum, “Benar, aku tidak memikirkan ide itu.”



Himura-sensei dan para polisi kembali mendatangi kediaman Anou-san. Himura-sensei membicarakan soal sekop yang dibawa Anou-san.


“Aku selalu membawa sekop ini saat jalan-jalan dengan anjingku,” aku Anou-san.


“Tapi kau bawa plastik tadi pagi,” lanjut Himura-sensei. (budaya di sana, kalau anjing yang diajak jalan pup sembarangan, maka si pemilik akan mengambilnya dengan sekop dan plastik lalu membuangnya. Sehingga tidak ada pup yang berceceran di jalanan).” Kau tidak memiliki sesuatu yang seharusnya kau punya. Itu menarik perhatianku. Bukan soal pisau yang hilang dari TKP.”


“Kau pikir aku mengambil pisau itu dan meletakkannya dalam plastik dan membawanya pergi?” tebak Anou-san.


“Benar!”


“Omong kosong. Polisi sudah memeriksa badanku,” elak Anou-san.


Himura-sensei tampak berpikir, “Di mana kau menyembunyikannya? Karena kakimu yang tidak sempurna, kau tidak mungkin berjalan jauh dari TKP.”


“Silahkan cari di rumahku kalau begitu. Meski sedikit berantakan, carilah sampai kalian puas!”



Saat itu si anjing tiba-tiba menggonggong, “Anjing pintar. Dia melindungi majikannya! Alice, bisakah kau mengelus si anjing?” pinta Himura-sensei.


Alice kaget. Ia tahu kalau anjing itu menggonggong padanya, artinya si anjing tidak suka padanya. Tapi Alice tetap menurut permintaan Himura-sensei itu. Ia mengelus kepala si anjing yang ternyata menurut. Dan saat mengelus badannya, Alice merasakan sesuatu. Ada bungkusan dalam pakaian si anjing. Saat dibuka isinya adalah pisau lipat. Alice pun menunjukkannya pada det.Hisashi dan yang lain.



Himura-sensei melanjutkan ucapannya, “Kau mengambil pisau itu karena kau ingin membuat Zama seolah adalah korban.”


“Kau tahu juga.”


“Aku mendapat petunjuk dari pendapatmu tentang merahasiakan identitas anak dibawah umur. Saat ditemukan, Zama sudah meninggal dengan satu tusukan pisau.”


Anou-san pun melanjutkan cerita itu, “Aku tahu kalau Ogi ditusuk dengan pisau. Aku tahu mereka tidak akur. Jadi Zama pasti membunuh Ogi sebelum bunuh diri. Gambar dan nama dari gadis yang terbunuh secara tragis muncul di tv. Tapi kerahasiaan tersangka tetap tertutup. Itu sulit diterima. Aku tidak mau tersangka disebut ‘bocah A’. Tidak ada bocah A di dunia ini.”


“Seperti rencanamu, gambar dan nama Zama Kensuke muncul di tv sebagai korban. Meski kau datang ke kantor polisi dengan pisau, kami tidak bisa menghapus identitas dan namanya dari TV karena sudah terlanjur menyebar. Seperti kejahatan sempurna!”



“Anou-san, kau ditangkap karena menghancurkan barang bukti.”


“Kau tidak diijinkan melakukan ini apapun alasannya,” ujar Himura-sensei.


“Tentu saja aku siap dihukum. Kupikir semua berjalan lancar, meski aku mengorbankan diri.” Anou-san pun menatap anjingnya, berpamitan. Ia lalu berjalan dengan Sakashita.


“Aku dengar soal putramu,” ucapan Himura-sensei membuat Anou-san berhenti sebentar. “Mungkin kau pikir yang kau lakukan ini keadilan. Tapi ini jadi tidak adil bagi seorang anak lain yang tidak ada hubungannya denganmu.”


Telepon det.Ono berbunyi. Ia mendapat laporan kalau polisi menemukan seorang anak yang sangat mirip Apollo. Dan pelapornya adalah ... Kijima Akemi.



“Kenapa kau mencurigaiku? Apa aku membuat kesalahan?” tanya Sakamata. Tangan kirinya masih memegang erat pisau dalam tas.


“Aku mengenal orang yang memiliki kepribadian mirip denganmu. Seorang yang bisa membunuh tetap dengan wajah datar. Kau pinya senyum yang sama dengannya,” Akemi masih memeluk erat tangan Sakamata.


“Keberuntunganku buruk,” ujar Sakamata. “Kau tidak perlu memegangiku seerat itu. Aku tidak akan melarikan diri.”


Akemi lalu melepaskan pegangan tangannya, “Apa kau menunggu untuk ditangkap?”


“Tidak, aku tidak akan tertangkap. Apollo atau bocah A, itu bukan aku. Aku Sakamata Kiyone,” ujarnya penuh percaya diri. “Tidak ada yang bisa menangkapku. Apollo akan tertangkap jika melakukan kejahatan cantik. Dan Apollo akan terjun dari tebing tinggi. Itu ide bagus.”



Saat itu mobil polisi baru saja tiba. Det.Ono keluar dari mobil dan langsung menghampiri Sakamata. Sementara Alice mendekati Akemi, memastikan dia baik-baik saja.


Sakamata berjalan bersama det.Ono. Mata Himura-sensei dan Sakamata bertemu. Ada percik kengerian di antara keduanya yang tidak bisa dijelaskan. Dua orang yang memiliki jalan pikiran nyaris sama. Dua orang yang bisa saling berempati terhadap kejahatan yang dilakukan.


“Izinkan aku bicara dengannya nanti,” pinta Himura-sensei pada det.Hisashi, yang tidak bisa ditolak.



Perkembangan insiden di Kyoto benar-benar tidak terduga. Anou-san yang sebelumnya jadi saksi, orang yang pertama menemukan korban kini ditangkap jadi tersangka penghilang barang bukti. Sementara itu, dalam berita di tv, nama Zama Kensuke pun menghilang dan berubah menjadi ‘bocah A’.


Tersangka pembunuh misterius di Tokyo pun menyerahkan diri. Sekarang dia, Sakamata berhadapan langsung dengan det.Hisashi dan det.Ono.


Dan nama Apollo serta Sakamata Kiyono menghilang begitu saja.



Malam itu, Alice dan Himura-sensei pulang ke rumah masing-masing. Mereka mengambil jalan yang berbeda. Meski demikian, keduanya masih memikirkan hal serupa. Insiden yang terjadi hari ini benar-benar menarik perhatian mereka dan membuat kepala mereka berpikir lebih keras dari biasanya.


“Ini membuatku kehilangan nafsu makan,” keluh Alice.



Pagi berikutnya


Moroboshi sudah siap bersama anak buahnya di depan komplek apartemen. Mereka mengincar Alice!


“Himura Hideo, kau dalam perangkapku!” ujar Moroboshi, tersenyum.


Apakah Alice dalam bahaya?


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 09 part 1.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 

SINOPSIS Himura and Arisugawa 08 part 1

15.12.00 0 Comments

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 08 part 1. Pimpinan kelompok Shangri La Crussade, Moroboshi Sanae berhasil melarikan diri saat perjalanan dari kantor polisi menuju kantor kejaksaan. Insiden yang berhasil dilakukan dengan sangat rapi dan presisi.


Masalah Moroboshi belum sampai didengar oleh Himura-sensei dan Alice saat kasus lain datang. Apakah kali ini Himura-sensei berhasil memecahkan kasusnya? Dan bagaimana dengan Moroboshi Sanae yang menjadikan Himura-sensei sebagai target selanjutnya?



Polisi tua memastikan kalau Moroboshi akan segera dibawa ke kantor Kejaksaaan di Tokyo. Tapi wanita misterius ini justru terlihat santai saja. Ia malah mulai berdendang seperti biasa. Si polisi tua pun mengerti dan mendekat.


“Istri dan anakmu kamu culik!”



Dalam perjalanan menuju kantor kejaksaan, si polisi tua sengaja mengganggu sopir mobil itu hingga membuat mereka kecelakaan. Setelahnya, dengan mudah Moroboshi melarikan diri dan mobil yang menjemputnya sudah siap di depan.


“Kit menuju tempat persembunyian. Anda bisa bersembunyi dari polisi di sana,” ujar salah satu anak buahnya.


“Aku merubah rencana. Aku akan kembali ke Kyoto. Target barunya adalah Himura Hideo,” Moroboshi-san tersenyum sarkas.


Pertanyaan siapa Himura Hideo membuat anak buahnya penasaran. Tapi mereka memutuskan tidak bertanya lebih banyak dan menuruti saja perintah ketua mereka ini.



Insiden lolosnya Moroboshi Sanae membuat si polisi tua duduk di kursi pesakitan. Sekarang dia yang diinterogasi. Polisi yang lain menyesalkan kenapa si polisi tua ini tidak memberitahu mereka kalau istri dan anaknya diculik oleh kelompok pimpinan Moroboshi Sanae.


Tapi tatapan si polisi tua sudah kacau, “Wanita itu iblis. Kau tidak akan bisa mengertinya. Himura Hideo ... saat dia mengunjungi Moroboshi, sesuatu dalam diri Moroboshi terbangun. Benar, ini salah Himura!”


Det.Ono dan det.Hisashi menyimak interogasi si polisi tua dari ruangan sebelah.


“Kudengar Anda yang menyarankan agar Himura bertemu Moroboshi Sanae,” ujar det.Ono.


“Moroboshi adalah lawan yang berat. Jika aku bisa mencampur obat berbahaya bernama Himura dengannya, mungkin saja akan ada perubahan.”


Dan kedua polisi ini tidak pernah mendapatkan kata sepakat soal melibatkan Himura-sensei dalam penyelidikan mereka. Det.Ono selalu merasakan kalau Himura-sensei memiliki sesuatu yang lebih mengerikan yang belum pernah ia ketahui. Sementara det.Hisashi masih sangat percaya kalau terlibatnya Himura-sensei dalam investigasi mereka benar-benar membantu.


Si polisi tua mengatakan kalau ada kemungkinan pengkhianat dalam kepolisian sendiri. Sementara insiden ini membuat det.Hisashi sulit mengatakan fakta pada Himura-sensei bahwa Moroboshi Sanae telah kabur. Det.Hisashi pun memutuskan tutup mulut dulu sampai waktu yang tepat.



Alice asyik di depan laptopnya, berselancar ke dunia maya. Ia curhat tentang apa yang dibicarakannya dengan editor novelnya, mereka membahas soal insiden pembunuhan di Tokyo yang baru-baru ini menjadi viral (ramai dibicarakan) di internet. Kedua korban adalah anggota dari Shangri-La Crusade. Dan kemungkinan tersangka adalah anak SMA.


Informasi ini pada awalnya hanya ada di website sebuah sekolah dan dikira iseng. Tetapi anak SMA yang dimaksud ternyata benar-benar menghilang. Dan rumor pun beredar dengan cepat melalui media sosial yang dimiliki para siswa. Ada yang mengaku kalau mereka mendengar sendiri anak SMA itu mengakui kejahatannya membunuh.


“Kebohongan kecil menjadi kebenaran dan menyebar luas ... itu tidak bisa dipercaya,” komentar Himura-sensei. Ia malah asyik mengelus-elus kepala si kucing.


“Benar. Tapi menurut editorku, ini jadi lebih dari gosip. Beberapa dari mereka menemukan nama dan gambar dan mempostingnya. Dan ada juga permintaan untuk menghapus gambar-gambar itu. Orang-orang menyebut bocah SMA itu dengan nama "Prince Ripper" atau "Apollo". Dia juga dianggap pahlawan oleh sebagain orang.”


“Rumor semakin cepat beredar jika target punya nama yang menarik. Itu hukum di media sosial,” tapi Himura-sensei tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan ini.


Alice masih asyik mencari-cari gambar anak SMA yang dimaksud. Ia sempat kesal karena banyak gambar yang sudah dihapus. Sampai ia menemukan sebuah gambar ramai-ramai. Hanya ada satu orang saja yang wajahnya tidak ditutup emoticon.


Tokie-san rupanya juga mendengar pembicaraan Alice dan Himura-sensei. Setelah menyajikan teh, ia ikut mengecek laptop Alice. Tokie-san kaget dan mengaku kalau ia bertemu anak SMA ini tadi, dia ada di Kyoto.



Malam itu gerimis mengguyur Kyoto. Dan benar saja, si anak SMA misterus yang mereka bicarakan benar ada di Kyoto.


Sementara itu, di tempat lain polisi tengah sibuk melakukan penyelidikan. Sesosok jasad siswi SMA ditemukan di sebuah tempat lapang. Luka menganga di perutnya dan kehilangan banyak darah jadi penyebab siswi itu meninggal.


Insiden mengerikan belum selesai. Pagi harinya, seorang pria tua yang tengah berjalan-jalan dengan anjingnya heran dengan gonggongan si anjing. Saat diperiksa, mereka menemukan sosok jasad lain, seorang siswa SMA yang meninggal akibat luka menganga di lehernya.



Himura-sensei dan Alice langsung menuju TKP saat dihubungi polisi. Mereka disambut Sakashita yang langsung menjelaskan situasinya. Semalam, dua orang siswa SMA ditusuk hingga meninggal. Korban pertama adalah Ogi Shion, jasad siswi SMA ini ditemukan di lahan kosong sekitar 1 km dari tempat mereka sekarang. Saat ini tim forensik sedang menganalisis apakah kedua insiden ini terjadi secara berurutan.


“Yang kami tahu, dua insiden ini dilakukan oleh orang yang sama. Orang yang pertama menemukan korban kedua adalah dia,” det.Hisashi menunjuk seorang pria tua yang tengah mengobrol bersama polisi. Pria itu adalah Anou Moriyuki-san. Dia tengah jalan-jalan bersama anjingnya saat menemukan jasad kedua.


Himura-sensei tampak tidak terlalu tertarik dengan penjelasan det.Hisashi ini, “Bisakah kulihat TKP-nya langsung?”



Baik det.Hisashi maupun det.Ono tampak canggung bertemu dan bicara dengan Himura-sensei. Ini berbeda dengan kebiasaan mereka sebelumnya.


“Apa menurutmu dia tahu aku menyembunyikan sesuatu? Kau juga jangan bersikap aneh!” protes det.Hisashi.


“Maaf, saya tidak ahli,” ujar det.Ono


Kedua polisi ini menyembunyikan sesuatu yang belum bisa dikatakan pada Himura-sensei.



Alice dan Himura-sensei mendekati TKP korban kedua. Ahli foresik menjelaskan kalau korban bernama Zama Kensuke berusia 17 tahun. Dia tewas karena kehilangan banyak darah akibat sayatan di tenggorokkannya. Ditemukan lebih dari satu sayatan di tenggorokkannya. Perkiraan waktu kematian adalah antara jam 11 malam hingga satu sini hari.


“Karena jasad tidak segera ditemukan dan semalam hujan, kami tidak bisa menemukan jejak kaki tersangka atau petunjuk lain,” lanjut si ahli forensik.


Ahli forensik juga menjelaskan keadaan korban pertama, Ogi Shion. Siswi SMA ini terbunuh lebih dulu. Jenis pisau yang digunakan sama dengan korban kedua. Seragam sekolah korban penuh dengan darah.


Dan si ahli forensik ini kembali lebai. Ia pura-pura menangis agar dipeluk oleh Himura-sensei. Padahal sebenarnya hanya ingin diberi selamat karena istrinya tengah hamil. LOL



Menurut informasi, Ogi Shion dan Zama Kensuke adalah siswa sekolah yang sama. Pada pukul 11.41 semalam, Zama mengirim email pada Ogi. Isi pesannya adalah Maaf, aku pergi sekarang. Tapi menurut forensik, Ogi terbunuh antara pukul 10 hingga 11, itu sebelum dia mendapat email.


Alice pun mulai analisis ala penulisnya, “Dia (Ogi) terbunuh saat menunggu Zama di tengah hujan. Zama tidak tahu kalau Ogi sudah terbunuh dan mengiriminya email. Saat akan menemui Ogi, Zama bertemu tersangka. Tersangka sudah membunuh orang yang tida bersalah ini.”



Tapi masalah utamanya bukan hanya kasus pembunuhan dua siswa SMA ini. Tapi media yang sudah ramai berkumpul, karena rumor soal Apollo. Ada rumor yang mengatakan Apollo ini tengah berada di Kyoto. Rumor makin kencang berhembus karena ada dua insiden ini.


“Polisi tidak bisa mengabaikan rumor ini lagi. Bagaimana menurutmu, Sensei?” tanya det.Hisashi.


“Hanya orang bodoh yang percaya begitu saja rumor di internet. Aku hanya percaya hal yang bisa dilihat dan didengar langsung,” komentar Himura-sensei.


Det.Hisashi berniat untuk melakukan wawancara dengan keluarga korban. Biasanya Himura-sensei dan Alice ikut juga. Tapi kali ini mereka menolak. Himura-sensei mengaku kalau ia ada jadwal mengajar siang itu.


“Hei, tidakkah kita harusnya membahas kalau Tokie-san pernah bertemu orang yang mirip Apollo di Kyoto ini?” bisik Alice pada Himura-sensei saat tinggal ada mereka berdua saja.


“Informasi yang belum pasti hanya merusak investigasi. Dan lagi, mereka menyembunyikan sesuatu dari kita,” Himura-sensei rupanya sudah curiga.



Berita di tv masih membahas soal insiden pembunuhan dua orang siswa SMA sekaligus, semalam. Berdasaran luka di tubuh korban, kemungkinan insiden itu dilakukan oleh pelaku yang sama.


Saat itu Tokie-san tengah menonton TV sendirian di rumahnya. Ia menginat-ingat lagi sosok bocah SMA yang ditemuinya kemarin di bis. Tidak ada hal mencurigakan tentang anak SMA itu, sama sekali. Wajah polosnya pun khas anak SMA normal biasa.



Rumor soal Apollo pun beredar luas di internet, dan makin subur. Anak-anak kampus, teman-teman Akemi pun ikutan heboh. Sejumlah informasi mengaku pernah melihat si Apollo ini. Hanya Akemi yang tidak benar-benar tertarik. Bahkan berita soal Apollo berada di posisi teratas dalam pencarian. Saat itu Himura-sensei yang ada jam mengajar baru saja masuk kelas.


“Himura-sensei, dalam kelas sosiologi kriminal, kami tidak bisa mengabaikan Apollo kan?” tanya salah satu mahasiswa. “Apa menurut Anda, Apollo ini yang juga membunuh dua orang korban di Kyoto? Kejahatan serius dilakukan orang-orang muda saat ini makin meningkat.”


Tapi tidak seperti biasanya, kali ini Himura-sensei marah besar. Ia bahkan menggebrak mejanya dengan keras. “Rumor tidak jelas membuat kebenaran menjadi kabur. Kau baru saja bilang kalau kejahatan yang dilakukan orang orang muda, meningkat. Apa dasarnya?” tantang Himura-sensei membuat si mahasiswa yang bertanya tadi tidak bisa berkata apa-apa lagi.


Tapi Himura-sensei akhirnya melanjutkan, “Kriminalitas remaja menurun secara matematis setelah tahun 1960. Hanya karena media menungkap soal kriminalitas remaja, kita berpikir kalau hal itu meningkat. Kriminalitas remaja adalah tema penelitian besar dalam Sosiologi Kriminal. Bisa jadi bahan tesis untuk kalian.”


Tapi Akemi belum puas. Ia pun mengangkat tangannya untuk bertanya, “Jika anak di bawah umur melakukan kejahatan, orang dewasa ribut soal itu. Tapi jika orang dewasa yang melakukan kejahatan, itu lebih mengerikan kan?” Akemi mengacu pada kasus sebelumnya yang diselesaikan Himura-sensei, kasus tebing Twilight.


Himura-sensei tersenyum tipis, “Kau mungkin benar. Tapi aku tidak bisa mengatakan ya atau tidak untuk pertanyaan yang memberi arah seperti itu. Kau perlu mencaritahu sendiri jawabannya.”



Tokie berjalan bersama Alice, siang itu.


Tokie-san membahas soal anak SMA yang pernah ditemuinya. Anak itu nyaris sama seperti anak-anak SMA biasa lainnya. “Kalau aku tahu, aku bisa menghentikannya. Aku bisa menghentikannya melakukan kejahatan. Kupikir anak itu sedikit mirip dengan Himura saat Himura pertama datang ke rumahku,” curhat Tokie-san.


Pikiran Alice juga serupa. Tapi ia hanya bisa bicara dalam diamnya, “Aku memikirkan hal yang sama saat Himura mengatakan karena aku ingin membunuh seseorang. Himura mungkin juga punya pemikiran yang sama seperti si Apollo ini saat masih seusia dia dulu. Apa dia hanya menekan keinginan membunuhnya? Atau dia sudah merencanakan pembunuhan tapi berhenti tepat sebelum benar-benar melakukannya. Aku tidak tahu. Tapi dia tidak membunuh siapapun. Jika Himura bertemu Apollo, apa yang akan dia katakan pada Apollo?” Alice penasaran sendiri.



Himura-sensei dan Alice bertemu dengan Sakashita. Si polisi muda ini mengatakan soal hasil investigasi terbaru mereka. Diketahui jika Ogi Shion dan Zama Kensuke sudah putus beberapa waktu yang lalu, itu menurut orang tua Ogi. Dan faktanya, Ogi selalu memblock email dari Zama. Padahal pada insiden ini, diketahui kalau Zama sempat mengirim email pada Ogi. Fakta yang ada saling tumpang tindih. Belum jelas mana yang bisa dijadikan acuan dalam penyelidikan. Himura-sensei kemudian mengajak mereka untuk menemui pria tua yang menemuan jasad kedua tadi pagi.


“Tolong jangan beritahu hal ini pada det.Hisashi dan det.Ono,” pinta Sakashita.


“Kau berhutang waktu padaku,” balas Himura-sensei.



Mereka bertiga menemui si pria tua, Anou Moriyuki-san, yang menemuan jasad Zama tadi pagi. Tapi Anou-san tampak tidak terlalu suka dengan kehadiran orang-orang ini.


“Insiden ini menarik perhatian media. Banyak wartawan yang datang dan mewawancaraiku. Sekarang baru sedikit tenang,” keluh Anou-san. “Tapi aku juga tidak mau dicurigai polisi karena tidak mau bekerjasama. Polisi yang kutemui tadi pagi, dia tampak sangat serius. Sudah kukatakan kalau aku minum bersama tetangga semalam.”


“Ah, kami tidak mencurigai Anda,” ujar Sakashita.


“Apa anda tahu soal insiden yang menimpa Ogi Shion saat jalan-jalan pagi tadi?” tanya Himura-sensei.


“Ya, aku baca koran. Jadi saat aku menemukan jasad, aku kaget. Kupikir itu pembunuhan acak.” Sejenak pandangan Anou-san beralih pada televisi yang menyala. Di sana ditampilkan wajah kedua korban, Ogi Shion dan Zama Kensuke. “Aku tidak kenal mereka, tapi mereka sering datang ke tokoku. Wajah mereka tampak familiar.”


Polisi juga sempat datang ke toko yang dikelola Anou-san ini. Di depan toko ada semacam tempat nongkrong yang biasa digunakan para siswa SMA untuk berkumpul. Anou-san mengaku tidak tahu apakah pasangan korban ini pernah bertengkar atau tidak.


Pembicaraan bergeser pada Apollo, “Tidakkah polisi tahu informasi soal Apollo ini?”


“Karena dia di bawah umur, kamu melakukan investigasi dengan hati-hati,” ujar Sakashita.


“Kalau dia benar pelakunya, kau harusnya mengungkap identitasnya dan menjadikannya buron, meskipun dia masih di bawah umur. Kalian membuat masyarakat dalam bahaya dan membuat Apollo lebih baik.” Anou-san ini tampak tidak terlalu suka pada polisi.


Sementara yang lain ngobrol, Himura-sensei justru asyik melihat sekeliling. Rumah tempat tinggal Anou-san tampak penuh dan berantakan.



Akemi duduk sendirian di sebuah bangku taman. Dari tas yang dibawanya, dikeluarkannya sebuah buku bersampul kuning, ‘The Heart of Man’. Akemi tidak tahu, kalau ada seseorang yang sejak tadi memerhatikannya dari jauh.


“Aku membaca buku itu juga,” ujar seseorang.


Akemi mendongak dan menemukan sesosok wajah imut, “Kau baca buku sulit ini?” Akemi tidak percaya.


Sosok itu pun tersenyum, “Karena membacanya saat 15 tahun, ada banyak kata yang tak bisa kumengerti. Aku baca "Escape from Freedom" juga.”


“Aku baca itu saat SMA,” ujar Akemi.


“Aku belum pernah bertemu orang yang membaca buku seperti itu.”


“Aku juga.”



Himura-sensei, Alice dan Sakashita mendatangi toko yang dikelola Anou-san. Menurut pekerja di sana, ia memang sering melihat kedua korban (Ogi dan Zama) datang bersama. Tapi suatu saat si pelayan toko melihat Zama datang sendirian. Saat ditegur, Zama justru marah-marah dan beranjak pergi begitu saja.


“Kupikir memang seperti itu anak muda sekarang. Aku kasihan pada mereka. Sebuah tragedi! Sepertinya si laki-laki sudah ditinggalkan oleh si perempuan. Bukan kisah cinta yang kupikirkan,” komentar si pelayan toko lagi.



Tapi Himura-sensei tidak sepenuhnya tertarik soal kedua korban ini. Ia justru tertarik soal latar belakang Anou-san, sang pengelola toko.


Menurut pelayan toko itu, Anou-san tidak terpisah dari istri dan anaknya. Anaknya pernah dibully di sekolah dan menolak sekolah lagi. Setelah itu, anaknya tinggal bersama ibunya dan bersekolah dengan cara home-schooling. Diketahui juga jika Anou-san sempat komplain berkali-kali pada pihak sekolah soal bullying yang dialami anaknya. Saat itu tidak ada kata sepakat antara Anou-san dengan pihak sekolah. Pihak sekolah menolak mengungkap identitas para pembully meski jelas anaknya sudah dibully.


“Manager menolak ide kalau identitas pelaku dirahasiakan meski dia di bawah umur. Apa ada yang salah soal manager?” pelayan toko penasaran.


“Tidak. Aku hanya ingin tahu saja,” elak Himura-sensei.


Rombongan ini pun pamit pergi. Tapi pelayan toko sempat menghentikan mereka dan menunjukkan sebuah koran sore. Di halaman utama koran itu ada artikel soal insiden pembunuhan dua anak SMA ini dan juga ... Apollo.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 08 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

SINOPSIS Kaito Yamaneko 07 part 2

14.21.00 0 Comments

Sinopsis Kaito Yamaneko episode 07 part 2. Ouroboros, sebuah organisasi misterius yang menyatakan dirinya memberantas penjahat makin merajalela. Penyerangan terus mereka lakukan dengan alasan menjadikan Tokyo kota yang ideal menurut mereka.


Yamane curiga kalau gubernur Todou Kenichiro memiliki hubungan dengan Orouboros ini. Tapi ternyata gubernur juga mendapat surat ancaman dari Ouroboros. Puncaknya, gubernur diserang oleh anggota Ouroboros di tempat parkir.



Insiden penyerangan di tempat parkir membuat gubernur Todou makin populer. Ia juga semakin gentar menyuarakan tantangan untuk melenyapkan Ouroboros. Det.Sekimoto baru saja datang. Dia kaget karena Cecilia sudah ada di sana dan dalam keadaan selamat sehat.


Dengan pede-nya, dia mengatakan kalau dari interogasi orang-orang yang menyerang gubernur ini, polisi mendapat informasi baru. Polisi juga sudah mendapatkan daftar 100 orang para pengikut Ouroboros dan tinggal melacaknya saja.


“Bagaimana dengan lima pelaksana?” Yamane menanggapinya tidak terlalu antusias.


“Kau sudah tahu?” det.Sekimoto heran. Ia pun membuka catatannya, “Kelima orang yang menyerang Toudo adalah pelaksana. Nama mereka Tatsumi, Onuki, Inoue, Murota, Kizu.”


“Informasi yang kudapat mengatakan berbeda,” ujar Cecilia.


Info dari det.Inui menyatakan kalau kelima orang yang diidentifikasinya bukan mereka dan artinya salah satu dari mereka berbohong. Det.Sekimoto satu langkah di belakang Yamane dan juga Cecilia.



Tidak hanya informasi saja, tim Yamaneko bahkan sudah memiliki sketsa tempat persembunyian Ouroboros itu. Dan det.Sekimoto dibuat malu sendiri karena sudah membual dan sok jadi orang yang paling tahu.


“Jika pelaksana yang membunuh Ootomo ada di sana, kita bisa buktikan bahwa Katsumura tak bersalah,” ujar Yamane pula.


Det.Sekimoto mengenali tempat itu sebagai tempat calon kasino yang akan dibangun gubernur Todou. Dan tempat persembunyian Ouroboros ini tepat di gedung terbengkalai di persimpangan, tidak jauh dari calon tempat kasino. Meski begitu, ternyata keamanan tempat itu cukup ketat. Ada lima jendela di depan. Jika diterobos paksa, masih ada kunci ganda di dalamnya. Untuk urusan kartu kunci, Mao sudah menyanggupi akan mengurusnya.



Sementara itu di kursi lain, Katsumura mulai menangis. Ia terharu karena semua orang ternyata berusaha keras untuk membersihkan namanya dari kasus pembunuhan ini.


Tapi Yamane tidak terima. Ia melompat ke depan Katsumura, “Tidak, tidak, tidak! Ini demi uang! Di ruang bawah tanah bangunan itu ada 100 juta yen dana aksi Ouroboros.”


“100 juta sungguh motivasi luar biasa!” komentar Rikako-san.


“Jadi demi uang?” Katsumura batal terharu.


Yamane lalu membujuk Katsumura untuk kembali beraksi. Ia pun memberikan langkah-langkahnya. Tapi tahu kalau ia hanya akan terus sial, Katsumura menolak. Bahkan saat Yamane membujuk agar Katsumura bisa membersihkan namanya sendiri, Katsumura tetap menolak. Tapi Yamane belum menyerah untuk terus membujuk. Ia mulai mengeluarkan satu per satu senjata buatan Hosoda-san dulu. Dari rompi anti peluru yang akan mengeluarkan darah palsu saat tertembak, semprotan penidur, pistol yang mirip pistol air dan ...


Bukannya tergoda, Katsumura justru makin meledek Yamane. Karena selama ini, meski membawa barang-barang pun, lebih banyak aksinya yang gagal. “Tidak perlu semua itu. Kau mungkin tak menyangka, tapi aku berlatih tinju Thailand selama 3 bulan saat SD,” ujar Katsumura menunjukkan aksinya.



Tapi memang mau bagaimana lagi pun, Katsumura tetap harus beraksi. Dia nyaris dilumpuhkan oleh salah satu anggota Ouroboros saat menyusup masuk. Kali ini semprotan penidur yang menyelamatkannya. Katsumura terus maju. Ia mengeluarkan sumpit bius, sayangnya gagal dan justru membuatnya ketahuan.


Katsumura dihadang tiga orang sekaligus. Tapi saat ia mengeluarkan pistol air, itu benar-benar hanya pisto air biasa. Dan ... Katsumura pun tertangkap lagi.



Sakura masih melamun di mejanya. Ia memikirkan ucapan det.Inui yang mengatakan kalau Katsumura bukan orang biasa, pasti ada sesuatu yang disembunyikannya.


Tapi suara sumbang menarik perhatian Sakura. Saat mencari, Sakura menemukan pemantik Yamaneko dalam tasnya. Sekali untuk selamanya, sekali untuk selamanya. Ini sudah sekali dan untuk selamanya? Sekali untuk selamanya, sekali untuk selamanya. Ini sudah sekali dan untuk selamanya? Pesan dari Detektif Pencuri Misterius Yamaneko. Katsumura-kun dalam masalah! Tapi ada kesempatan untuk membersihkan namanya!


Paham arti pesan itu, Sakura lalu bangkit dan membawa tasnya. Tapi di pintu, ia bertemu dengan det.Inui yang mulai menanyainya. Agar bisa lolos, Sakura pun mengarang alasan kalau dirinya lapar dan akan pergi untuk makan.



Sementara Katsumura tertangkap, Cecilia pun ikut beraksi. Sasarannya adalah brankas dana aktivitas Ouroboros. Tidak butuh waktu lama baginya membobol brankas itu. Wajah Cecilia makin cerah lengkap dengan lidah terjulur di sambing bibirnya (persis Yamane) saat menemukan uang itu.


Di mobil, Mao masih bicara dengan Rikako-san. Mereka menyesalkan kenapa Katsumura sudah sangat cepat tertangkap. Saat itu Cecilia kembali dengan tas besar berisi uangnya.


“Di mana Yamaneko?” tanya Cecilia. Ia tidak melihat orang lain dalam mobil itu.


“Pekerjaan lain.”



Katsumura kini berhadapan dengan lima orang ‘pelaksana’ Ouroboros. Dengan mudah Katsumura menebak nama-nama mereka, Kiyokawa, Kozuka, Komoto, Sahara dan Matsushita. “Kalian semua mantan polisi. 100 anggota Ouroboros bertindak atas perintah kalian. Siapa yang membunuh Ootomo?”


“Aku,” ujar salah satu dari mereka dengan pongahnya. “Maaf sudah menjebakmu.”


“Siapa yang memberimu perintah?” desak Katsumura lagi.


“Tak bisa kukatakan. Tak ada keadilan di dunia ini. Karena itu kami ingin menghancurkan segalanya dan menciptakan dunia sempurna.”


“Sebodoh apa kalian percaya fantasi semacam itu?” sindir Katsumura. “Kalian juga memiliki keluarga dan pacar, 'kan? Sadarlah dan buka mata kalian!”


Tapi rupanya teriakan Katsumura ini membuat mereka marah lalu menodongkan senpi pada Katsumura yang langsung mengkeret ketakutan.


Tapi dari arah lain muncul seseorang. Sakura dengan senpi teracung di tangannya, “Angkat tangan!”


Tapi salah satu anggota Ouroboros itu menodongkan senpi-nya ke arah Katsumura dan memaksa Sakura untuk meletakkan senpi-nya. Sakura yang tidak punya pilihan lain akhirnya menurut saja lalu mengangkat tangannya.



Lampu temaram tiba-tiba benar-benar padam. Beberapa kali suara tembakan terdengar. Setelahnya sebuah suara meminta agar lampu kembali dinyalakan. Dia adalah ... det.Inui. Baik Sakura maupun Katsumura kaget dengan kehadiran detektif satu ini.


Det.Inui mendekati Katsumura, “Aku tahu kalau kau bohong. Aku tahu kau bukan pembunuh Ootomo. Akan kujelaskan sisanya di kantor polisi.”



Ternyata adegan di gedung terbengkalai tempat Katsumura disekap juga ditonton orang lain. Dia adalah gubernur Todou yang menyimaknya dari kantornya.


“Kau hanya menonton untuk memuaskan keingintahuanmu?” sindir Yamane yang tiba-tiba saja muncul di ruangan itu. “Jadi kau memang dalang di balik Ouroboros?”


“Kau punya bukti?” gubernut Todou menyembunyikan kekhawatirannya.


Yamane menunjukkan sebuah flashdisk, “Mantan sekretarismu mengambil data dari komputermu.” Yamane masih melanjutkan sindirannya, “Menjadikan Jepang sebagai kota bersih sehingga Jepang bisa menjadi kuat. Itu sloganmu, tapi sebenarnya, kau menjual Tokyo demi timbunan uang.”


“Bicara apa kau?”


“Pura-pura tidak tahu,” Yamane tersenyum sarkas. “Rencana kasino. Tujuanmu membuat banyak uang dengan itu, 'kan? Jika bisa mendirikan kasino di Tokyo, kau akan mendapatkan timbunan uang dari Amerika yang mendukung rencana itu. Tapi Kyoubukai dan Serpent adalah pengganggu. Mustahil mereka akan menerima rencana itu. Karena itu kau gunakan Ouroboros untuk membuat dua kekuatan besar itu saling serang.”



“Detektif Pencuri Misterius Yamaneko memang hebat!” gubernur Todou berpindah ke kursi tamu. “Seperti katamu, aku berusaha menggunakan Ouroboros untuk menghancurkan dua organisasi itu. Tapi, meski sengaja meninggalkan petunjuk bahwa Serpent adalah pembunuhnya entah alasan apa Kyoubukai tidak bergerak. Apa itu ulahmu?” tebaknya kemudian.


“Kurasa itu hanya karena Kyoubukai punya banyak kesabaran.”


Tapi gubernur Todou tidak percaya dengan jawaban Yamane ini, “Karena kau rencanaku gagal. Sebagai gantinya, aku sudah menyiapkan rencana lain.”


“Menangkap Ouroboros?” tebak Yamane.


“Ouroboros adalah pengganggu Tokyo. Aku akan bekerja sama dalam penangkapan mereka. Jika itu kulakukan, media akan memujiku dan menyebutku sebagai penyelamat,” ujar gubernur Todou, jumawa.


“Dan kau menjadi penyelamat. Kau menipu banyak orang demi mendapatkan keinginanmu.”


“Salah mereka mau dibodohi. Mereka tak berpikir demi diri sendiri. Ini hanya di antara kita, menurutmu kualitas apa yang diperlukan pemimpin negeri ini? Bukan kekuatan politik. Tapi suara yang lantang. Orang akan mengikuti mereka yang bersuara lantang. Kami berurusan dengan perkumpulan bodoh seperti itu. Politisi sopan tak lagi berguna bagi masyarakat,” ujar gubernur Todou lagi. (dari kalimat ini, Na menangkap yang dimaksud Todou dengan ‘bersuara lantang’ bisa diartikan juga sebagai menguasai media. Lewat media, opini publik pun terbentuk. Bahkan image dari si politikus pun akan terbangun sesuai keinginan mereka)



Yamane merasa menang. Ia meloncat ke sebelah gubernur Todou, “Jadi itu pemikiranmu yang sebenarnya? Hai semua! Inilah sifat asli gubernur kalian! Pidato besar abad ini! Tentu saja aku ingin memberikan kesempatan pada mereka untuk mendengarnya. Aku menyiarkannya.”


Gubernur Todou panik. Ia mencari ke arah pandangan Yamane tadi dan menemukan sebuah kamera di sana. “Apa ini?!” gubernur Todou benar-benar panik.


“Sayangnya, ini tak sepenuhnya disiarkan langsung. Karena suaraku harus diubah dan lainnya,” Yamane pun mengkonfirmasi pada timnya, Rikako-san Mao untuk memastikan kalau suaranya dan wajahnya sudah di blur.


Berita beredar luas. Semua pembicaraan yang dikatakan oleh gubernur Todou tadi sudah disiarkan luas ke seluruh Tokyo. Banyak orang yang menyaksikan rekaman itu di jalan-jalan. Gubernur Todou makin panik, ia bahkan menggigit lalu menghancurkan kamera yang baru saja ditemukannya itu.


“Tak ada gunanya melakukan itu. Ada 10 kamera di lokasi berbeda di ruang ini,” ujar Yamane.


Ini membuat gubernur Todou makin panik. Ia mengacak-acak ruangannya, terus mencari kamera mana saja yang sudah merekam ucapannya tadi. Tapi sia-sia saja.



Yamane menyuruh Mao dan Rikako-san menyudahi rekaman itu. Kemarahan gubernur Todou justru membuat Yamane menyeretnya ke depan tv. Penyiar berita mengatakan kalau video yang barusan disiarkan kemungkinan dilakukan oleh Yamaneko. Lalu ada wawancara langsung dengan masyarakat yang melihat video itu. Nyaris semua dari mereka marah besar pada sang gubernur.


Kemarahan gubernur Todou makin memuncak. Ia dan Yamane pun terlibat perdebatan soal bagaimana mengatur rakyat dan masyarakat Jepang, yang saat ini sudah banyak kehilangan identitas mereka sebagai warga Jepang. Masyarakat yang mewarisi semangat samura untuk terus berjuang dalam berbagai keadaan.



“Mungkin itu memang bagus, karena itu kau menjadi politisi. Tapi kau melarikan diri, 'kan? Dari masyarakat yang tak mau mengotori satu pun jari mereka dan politisi yang hanya tertarik dengan keuntungan kau melarikan diri pada uang. Karena uang takkan mengkhianatimu? Kau lemah. Jangan bertingkah seolah salah negeri ini. Kau menipu banyak orang karena menginginkan uang, hanya karena itu!” bentak Yamane.


Tapi gubernur Todou masih belum menyerah, “Bukan! Aku masih bersedih demi negeri ini! Karena itu aku bertaruh pada Ouroboros. Untuk mengendalikan negara yang ternodai oleh organisasi criminal dan melenyapkan gerakan anti sosial. Uang penghasilan kasino seharusnya menjadi dana politik! Segala yang kulakukan adalah demi negara ini! Lalu kenapa mereka marah?! Kenapa mereka sangat sedih? Karena mereka tak mengerti apa pun!”


“Yang tak mengerti itu kau!” Yamane menyeret gubernur Todou sekali lagi ke depan tv. “Lihat baik-baik wajah mereka. Mereka menginginkan dunia yang bisa mereka tinggali dengan tersenyum. Bagi kalian yang ingin membangun negara, bukankah itu paling utama?” Yamane memukul gubernur itu hingga terkapar di lantai.


Gubernur Todou bangun dan kembali ke kursinya. Ia pun mengeluarkan sebuah kapsul lalu menelannya. Pil untuk bunuh diri. Tapi, setelah beberapa saat, ternyata tidak terjadi apapun.


“Kau ingin menelan ini?” kapsul warna merah jambu itu ada di tangan Yamane. Ternyata ia sudah lebih dulu mengambil kapsul bunuh diri itu. “Jika bersikeras tak bersalah, hidup dan buktikan. Jadi perkataanmu memang tak munafik? Dasar bocah tua brengsek. Jadilah lebih bodoh, dalam makna yang baik.”



Tepat setelah Yamane menghilang dan gorden jendela berkibar, seseorang membuka pintu ruangan itu, det.Sekimoto.


“Apa kau datang untuk menangkapku?”


“Tidak. Aku di sini bukan sebagai polisi, tapi sebagai seorang teman. Rekan dari kepolisian akan segera datang. Jika ingin menyerahkan diri aku bisa mengantarmu,” ujar det.Sekimoto menawarkan.



Gubernur Todou bermobil bersama det.Sekimoto.


“Jadi, hidupku berakhir di sini?”curhat gubernur Todou.


“Hidupmu dimulai saat ini! Kau tak butuh penyemangat,” ujar det.Sekimoto. Ia masih fokus dengan kemudinya.


“Ini masa yang sia-sia. Tak ada gunanya hidup. Salahku di mana?”


“Mungkin gaya rambutmu,” lelucon yang sama sekali tidak tepat waktu dari det.Sekimoto. “Kau ingin menemui siapa?”


“Kurasa almarhum ibuku. Dia akan memarahiku dan mengatakan Apa yang kau lakukan? Sejak dulu itu pertanyaan utama yang harus kujawab.”


“Bagaimanapun, tetaplah hidup. Itu pendapat pribadiku,” saran det.Sekimoto.


Pada sebuah lampu merah, det.Sekimoto mengerem mendadak membuat gubernur Todou kaget. Tapi karena itu laci dasbord mobil terbuka, di dalamnya ada senpi. Mata gubernur itu berkilat. Tidak lama setelahnya terdengar suara tembakan, tepat saat mobil kembali melaju. Ada bercak darah di wajah det.Sekimoto dan ia tetap fokus menyetir. Sementara itu, di sebelahnya, mata gubernur Todou sudah terpejam. Ada darah merah segar mengalir membasahi kemeja putihnya. (dibunuh atau bunuh diri? Tidak ada penjelasannya sih. Dan siapa sebenarnya det.Sekimoto, masih tetap misteri)




Berita tentang bunuh diri sang mantan gubernur beredar luas di tv esok harinya. Rikako-san sedang menyimak berita itu saat Katsumura datang dengan cerianya.


“Aku senang sudah terbukti tak bersalah. Mereka memburuku atas kejahatan kabur dari TKP, tapi kami menyelesaikannya secara damai. Tentu itu karena Sekimoto-san bersusah payah menjadi penengah bagiku.”


“Dan?” Rikako-san menunggu cerita lanjutannya.


“Sekarang Sekimoto diskors. Karena bunuh diri Toudo, 'kan?” Katsumura baru sadar kalau Yamane dan Mao tidak tampak. Kemana mereka?



“Kenapa ya Toudo Kenichirou memutuskan bunuh diri?” tanya Mao pada Yamane.


“Entahlah. Itu juga salah satu jalan hidup,” ujar Yamane yang berjalan di sebelah Mao.


Mereka tiba di sebuah pabrik yang tidak terpakai lagi. Pabrik bekas milik keluarga Hosoda-san, yang pernah dibahas sebelumnya. Mao mengecek lagi sketsa pabrik itu, dan menunjuk tempat yang ia curigai sebagai tempat bawah tanah.


Yamane membuka satu per satu penutuh yang menempel di dinding. Dan terakhir, ada sebuah pintu. Saat dibuka, benar saja ada tangga menuju bawah di sana.


“Tunggu di sini!” pesan Yamane pada Mao sebelum ia masuk.



Pelan dan waspada, Yamane masuk ke ruang bawah tanah itu. Sebuah benda yang diinjak, menarik perhatiannya. Saat diambil, Yamane mengenali itu sebagai koin emas Marufuku.


Lampu berubah lebih terang. Dan seseorang muncul di belakang Yamane, “Lama tak bertemu, Yamaneko.” Seseorang dengan topeng penuh kabel yang menyeramkan.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 08 part 1.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net