SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 10end part 2

13.58.00 8 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 2 end. Misaki setuju untuk mulai hubungan baru dengan Reiji. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Masih ada keraguan dalam hati Misaki. Dan bagaimana Reiji meyakinkan Misaki soal hubungan mereka?


Reiji mendapat ide, agar Misaki mau datang ke apartemennya. Ayahnya, Kozo-san. Reiji pun menyuruh sopirnya untuk kembali menjemput Kozo-san, lengkap dengan perlengkapan membuat soba-nya.


Kozo-san tengah memipihkan adonan untuk membuat soba. Sementara itu sekt.Maiko dan Katsunori-san membuat kuahnya. Dan Ieyasu yang malam itu bergabung, turut membantu. Seperti sebelumnya, Ieyasu ini bersikeras membawa ayam goreng, meski itu tidak cocok dengan soba.


Tapi protes sekt.Maiko tidak membuat Ieyasu mundur dari ayam gorengnya. Ia justru ingin memasangkan hal yang mustahil. Obrolan pun merembet soal Reiji dan ayahnya, bahkan soal Reiji dan Misaki, yang sekilas tidak mungkin bersama. Saat itu Reiji baru selesai mandi. Ia tidak suka dengan obrolan Ieyasu ini.


“Bisakah kita mulai lagi dari titik sebelum bicara soal soba?” pinta Ieyasu.


“Diamlah!”


Saat itu bel berbunyi. Ieyasu meminta Reiji menyelesaikan mengeringkan rambut, sementara ia yang akan membukakan pintu.



Ternyata Misaki yang datang. Setelah semua selesai, mereka pun makan malam bersama. Misaki memuji soba buatan Kozo-san.


“Manis!” seru Ieyasu melihat Misaki. “Saat Misaki-san makan soba bahkan ... “


Tapi Reiji yang cemburu buru-buru menyumbal mulut Ieyasu dengan potongan ayam goreng.


Obrolan berlanjut dengan hal-hal ringan. Soal soba yang enak, pekerjaan Misaki dll. Misaki penasaran kenapa Kozo-san kembali, padahal dia sudah pamit untuk pulang. Tidak ingin misi sebenarnya ketahuan, Reiji pun memotong pembicaraan. Dia yang menjelaskan kalau Kozo-san kembali lagi, karena benar-benar ingin Misaki mencoba soba buatannya. Misaki pun tidak bertanya lagi.



Makan malam sudah selesai. Sekt.Maiko dibantu Ieyasu beres-beres meja. Misaki tengah mencuci piring-piring bekas makan mereka. Sementara Kozo-san yang kelelahan sudah rebahan di atas sofa. Dia sudah ge-er karena diselimuti, berpikir kalau itu adalah Reiji. Ternyata itu Katsunori-san.


Setelah selesai, Reiji mengkode Misaki untuk bicara di teras. Reiji menawari jika Misaki akan menginap. Tapi Misaki langsung menolak begitu saja dengan alasan dia punya sift pagi besok. Tapi Reiji tidak kehilangan akal. Dia beralasan kalau Kozo-san ingin bicara, dan akan kesal kalau besok saat bangun, ternyata Misaki sudah tidak ada.


Misaki akhirnya setuju untuk menginap. Mereka tidur di futon di lantai. Kozo-san ada di tengah antara Misaki dan Reiji. Reiji masih penasaran dengan Misaki. Ia pun melihat ke arah Misaki. Tapi saat tahu Misaki sudah tertidur, Reiji pun menyerah dan akhirnya tidur sendiri. Padahal ... Misaki sebenarnya juga belum tidur.



Pagi berikutnya


Reiji sudah mempersiapkan sarapan untuk ayahnya, Kozo-san. Ternyata pagi itu Misaki pergi awal. Kozo-san mengatakan kalau Misaki minta dihubungi jika Kozo-san datang ke tempat Reiji lagi. Ini membuat Reiji punya ide. Ia menawari ayahnya itu untuk tinggal bersama di apartemen, apalagi di penginapan, Kozo-san juga tidak melakukan apapun.


Kozo-san tampak kaget sekaligus heran dengan sikap Reiji yang berubah dengan tiba-tiba itu. ia pun berjanji akan memikirkannya. Tapi Reiji tidak mau jawaban tertunda. Ia minta agar Kozo-san tidak perlu memikirkannya dan cukup setuju saja.


“Kau capek kan? Kau demam atau batuk?” Reiji sudah berada di sebelah Kozo-san dengan tangan di atas meja.


Kozo-san heran, “Tidak sama sekali.”


“Mungkin kalau dicoba bisa kan?”


“Reiji, kau menakutiku,” komentar Kozo-san. Tapi Kozo-san pun mencoba untuk batuk dan berhasil.


“Kau ingin bermain dengan cucu kan?” bujuk Reiji lagi.


“Heh? Apa artinya kau dan Misaki-san akan menikah?!”


“Dan yang memegang kuncinya adalah kau, Ayah. Saat pulang nanti malam, aku ingin kau pura-pura batuk seperti tadi,” pesan Reiji.



Misaki baru saja pulang dan mendapati pesan Reiji di inbox ponselnya. Tapi dasar Reiji, tidak sabar menunggu jawaban, ia pun menelepon.


“Ayah harusnya pulang, tapi dia tidak merasa baik dan hanya tiduran di kasur. Aku pikir dia akan lebih baik jika melihatmua. Tolong datanglah. Tentu saja, aku tidak keberatan kalau kau juga akan menginap,” bujuk Reiji. Sesekali ia mendekatkan telepon pada Kozo-san yang tengah pura-pura terbatuk.


“Rei-san, kau tidak bohong kan?” tembak Misaki.


Terlanjur basah, Reiji pun melanjutkannya, “Aku baru saja melihatnya, dan sepertinya dia sudah lebih baik. Kau tidak perlu kesini.”


“Rei-san, hari libur besok, bisakah kita bicara serius?” pinta Misaki kemudian.


“Tentu saja. Dimana kita akan bertemu?”


“Bagaimana jika di tempatmu saja,” usul Misaki.


“Tentu. Tapi tidak apa di tempatku?”



Selesai menutup telepon, Reiji beranjak ke bak cuci. Ada cucian kotor di sana yang harus dibersihkan. Kozo-san pun menyusul. Ia ingin tahu yang terjadi. Tapi ternyata Reiji mengatakan kalau Misaki tidak akan datang malam itu.


“Sekarang, lupakan dulu soal ajakanku untuk tinggal bersama,” ujar Reiji pada ayahnya itu.


“Maaf kalau begitu,” kata Kozo-san. “Sepertinya aku membuat masalah lagi.”


“Kenapa harus minta maaf? Itu bukan salahmu,” elak Reiji.


“Ya, tapi tetap saja. Ada gen-ku dalam dirimu. Gen itu yang membuat kau tidak berhasil dengan wanita. Jadi, aku yang sudah membuat masalah,” sesal Kozo-san.


“Jangan minta maaf soal hal seperti itu. Lagipula, kau tidak terlalu buruk kok memperlakukan wanita,” ujar Reiji. “Dan ... aku hargai usahamu untuk pura-pura batuk tadi.”


Kozo-san pun tersenyum senang dengan tanggapan putranya ini. (cieeee ... jadi ayah dan anak udah baikan ini ya ceritanya)



Hari libur yang dijanjikan tiba. Reiji masih sempat beres-beres rumah dan mencuci terlebih dahulu sebelum Misaki datang. Setelah Misaki datang, mereka pun makan bersama dan ... mulai bicara.


“Soal ajakanmu untuk tinggal bersama ... “ Misaki ragu melanjutkan.


“Oh itu. Kau sepertinya ingin pelan-pelan saja. Tapi, meski tinggal bersama, kita bisa mempertahankan hubungan kita tetap dalam level ini. Jadi, bisakah kau pikirkan lagi soal tawaran itu?” sambar Reiji.


“Aku ... tidak ingin kita tinggal bersama,” ujar Misaki akhirnya.


“T-tapi kenapa?” Reiji kaget.


“Sejujurnya, aku takut. Aku berpikir, kalau kita tinggal bersama, hanya karena satu kesalahan saja, kau akan langsung mengatakan ‘pergi!’. Aku takut itu terjadi.”



“Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal menakutkan itu?”


“Kau mengatakannya dua kali. Kau mengatakan ‘kau dipecat’, dan aku pergi dari perusahaan. Saat aku kembali bekerja, kau bahkan menyuruhku untuk pergi dari perfektur Kanagawa.”


“Itu masa lalu,” elak Reiji.


“Sepertinya itu salahku juga. Tapi Rei-san, kau tipe orang yang tidak akan memaafkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gayamu. Jika ada yang tidak mau kau maklumi, kau akan langsung memutusnya. Itulah kenapa aku takut,” cerita Misaki.


“Aku tidak akan mengatakan ‘kau dipecat!’ atau ‘pergi!’ lagi,” janji Reiji.


“Kenapa kau yakin akan melakukan itu?”


“Aku tahu rasa sakitnya. Jika aku sendiri tidak bisa menahan rasa sakit itu, bagaimana dengan orang lain. Saat kita bertemu, aku jadi tahu rasa sakit. Goethe salah. ‘Those who do not love their loved ones' shortcomings, cannot truly say 'I love you'. Aku yang sekarang akan berpikir ‘Those who do not try to fix their shortcomings for the sake of their loved ones, cannot truly say 'I love you'.


“Kenapa kau berkeras agar kita tinggal bersama?”


“Jika kau bersamaku, aku jadi aneh. Tapi, jika kau di sini, aku bisa berubah. Mulai sekarang, meski ada hal yang tidak membuatnya nyaman, aku akan berusaha menyesuaikan. Jadi, bisakah kau berikan kesempatan untuku berubah?” bujuk Reiji lagi.



Beberapa hari kemudian.


Misaki setuju untuk tinggal bersama Reiji. Pagi itu, Misaki tengah asyik di dapur mempersiapkan makanan. Reiji yang baru mandi datang menyapa. Ia tampak sangat gembira menggoda Misaki yang tengah memasak. Bahkan Reiji berulangkali menyebut nama-nama lauk yang tengah dipersiapkan oleh Misaki. (bener-bener kekanak-kanakan banget deh si abang satu ini)


Setelah ganti baju, Reiji pun makan bersama Misaki. Tapi ia menemukan nasinya terlalu lembek. Lalu, telur mata sapi-nya, memiliki kuning telur yang utuh. Reiji tampak berhenti sebentar. Tapi saat ditanya oleh Misaki, Reiji tidak mengatakan apapun.



Tidak bisa mengeluh di rumah, Reiji pun mengeluh di kantor. Dan seperti biasa, sekt.Maiko masih setia mendengarkan keluhan Reiji.


“Ini benar-benar titik buta. Saat aku mencoba masakan Misaki setelah kami kencan secara resmi. Aku tidak mengira akan ada masalah soal caranya memasak,” curhat Reiji sambil memandangi ikan-ikan medaka-nya di akuarium.


“Bukankah kau bilang, kemampuan Misaki-san memasak luar biasa?”


“Kemampuannya memang luar biasa. Tapi masalahnya, selera kami berbeda. Aku lebih suka nasi tidak terlalu lembek, dan kuning telur di telur mata sapiku agak berantakan. Tapi nasi buatan Misa-san terlalu lembek. Dan kuning telur di telur mata sapinya, bulat sempurna. Aku ingin menambahkan saus kedelai di natto-ku setelah mengaduknya. Tapi Misa-san memasukkanya sebelum diaduk. Aku ingin piring dicuci langsung setelah digunakan. Tapi Misa-san membiarkannya nanti setelah agak banyak. Aku baru sadar, kalau perbedaan kami cukup banyak.”


“Bukankah Anda mengatakan akan memahaminya?”


“Tentu saja. Aku akan merubah kebiasaanku. Itu syarat kami tinggal bersama.”



“Apa kau tahu di mana aku meletakkan handukku?” tanya Reiji.


“Aku mencucinya. Kenapa, tidak boleh?”


“Bukan begitu. Itu karena baru digunakan sehari saja.”


“Aku rajin untuk urusan cuci pakaian. Setelah sekali digunakan, letakkan saja di keranjang cucian. Kuletakkan pakaianmua di sini,” ujar Misaki meletakkan sekolah pakaian Reiji.


Reiji melihat pakaian yang sudah terlipat rapi itu. Ia merasa tidak suka dengan cara Misaki melipat kaos kakinya, yang dibalik seluruhnya. Padahal gaya Reiji hanya ditekuk sedikit saja. Dengan kesal Reiji pun membuka kaos kaki-kaos kakinya dan mulai melipatkanya lagi dengan gayanya sendiri.



Satu minggu kemudian.


Reiji pulang lebih dulu dengan wajah kusutnya. Ia langsung menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor sisa makan tadi pagi. Tidak lama setelahnya, Misaki juga pulang. Melihat Reiji yang tampak manyun, Misaki tahu, pasti ada sesuatu.


Misaki pun memaksa Reiji untuk bicara jujur. Tapi Reiji berkeras tidak ada apapun. Misaki kesal, karena sikap Reiji belakangan makin galak. Padahal mereka tinggal bersama. Jadi harusnya, tidak ada yang saling disembunyikan. Reiji ikut kesal. Ia berpikir, kalau ia komplain artinya dia tidak cukup toleran. Dan ia tidak siap untuk bisa menerima Misaki beserta sikapnya, serta tinggal bersama dengannya.


“Kita punya banyak perbedaan selera,” ujar Reiji akhirnya setelah dibujuk dan berdebat dulu dengan Misaki.


Misaki heran. “Tolong katakan yang sebenarnya!”


“Tapi janji, kau tidak akan pergi kalau aku bicara jujur,” pinta Reiji yang diiyakan oleh Misaki. “Kita sudah tinggal bersama, tapi sampai kapan kita akan terus bicara formal? Kau tidak tahu betapa menyakitkannya soal formalitas seperti itu.”


“Baik, aku mulai bicara secara kasual,” ujar Misaki dengan gaya informal/kasual


Reiji kaget. Meski ia yang mengusulkan, ia sendiri juga yang menarik ide itu dan minta agar Misaki kembali bicara dengan bahasa formal saja.


“Baiklah. Bagaimana kalau pelan-pelan dulu. Kita akan bicara bahasa kasual setiap 10 ucapan bahasa formal dulu,” usul Misaki. Reiji pun setuju dengan ide ini. “Ada lagi?”



“Apa kau suka nasi lembek?” tanya Reiji. Ia mengekor Misaki yang meletakkan bajunya.


“Tidak. Aku tidak suka sama sekali.”


“Tapi nasi buatanmu setiap pagi sangat lembek.”


“Itu karena ricecooker di sini, bukan seperti yang biasa kugunakan. Jadi aku belum terbiasa,” aku Misaki.


“Benarkah?”


“Lihat kan? Kalau kau mengatakannya, ini bisa diselesaikan dengan mudah?” pembicaraan mereka perlahan tidak kaku dan tegang lagi.


Reiji pun melanjutkan protesnya. Dari telur mata sapi yang kuningnya berantakan, hingga cara memakan natto. Dan terakhir soal mencuci piring setelah makan. Reiji ingin langsung dicuci. Tapi ia tidak akan memaksa Misaki melakukan hal yang sama untuk piring yang digunakannya.


“Bagaimana jika kau yang melakukannya juga (mencuci piring)?” ujar Misaki dengan bahasa kasual.


Reiji kaget. Tapi juga senang dengan gaya bicara Misaki. Mereka akhirnya sepakat kalau soal cuci piring akan dilakukan Reiji semua. Misaki senang juga karena sudah dibantu.


“Kau pasti sangat lapar,” komentar Misaki.


Mereka pun membuat makan malam bersama. Sementara Misaki mempersiapkan lauk untuk makan, Reiji kebagian jatah menanak nasi, seperti gayanya.



Setelah makan malam, Reiji pun mencuci piring-piring dan perlengkapan makan mereka. Sementara itu Misaki tengah belajar di ruang tengah. Reiji mengintip sedikit ke arah Misaki dan tersenyum.


Misaki pun melihat sebentar ke arah Reiji. Ia tampak bahagia.



Satu tahun kemudian


Pembukaan cabang baru hotel Samejima cabang Tokyo. Dan acara pernikahan di restoran Gosuke ... Wada-san dan kekasinya.


“Aku ingin berterimakasih pada Anda semua yang sudah mau datang meski sibuk. Kami juga ingin berterimakasih banyak sudah menyediakan tempat ini, pada presdir Samejma Hote, Samejima Reiij-kun. Dia menganggapku sebagai mentor. Dari urusan pekerjaan hingga cinta, dia berkonsultasi padaku soal banyak hal. Tujuan utamanya adalah menjadi hotel terbaik duni. Tapi, kenyataan tidak mudah. Setelah diambil alih adikku, Stay Gold Hotel lebih bersinar dan jadi hotel terbaik dunia dalam enam tahun berturut-turut. Sayangnya, tidak ada satupun cabang Samejima Hotel yang masuk sepuluh besar tahun ini. Jadi, saya sangat menunggu dengan dibukanya Samejima Hotel Tokyo ini,” ujar Wada-san. “Jadi, tetap semangat untuk mencapai yang terbaik. Para tamu, silahkan nikmati pestanya!”


Wajah Reiji sudah manyun dan ditekuk luar biasa, “Benar-benar orang ini!”



“Mahiro-chan, bisakah kau ambil fotoku dengan Wada-san?” pinta ketua tim Goro-san yang langsung diiyakan oleh Mahiro.


Lalu karyawan lain serentak berkumpul dan mulai bisik-bisik. Mereka bicara soal rumor, kalau Goro-san dan Mahiro kencan. Apalagi mereka beberapa kali tampak minum bersama hingga larut. Tidak ada jawaban pasti soal itu. Semuanya hanya menerka-nerka saja.


“Jadi, bagaimana kau bisa bergabung dengan perusahaan?” kali ini pertanyaan pada Ieyasu.


“MIuRA is CALLed untuk datang ke perusahaan. Pendeknya jadi Mira-Call. Artinya, dengan mempekerjakan Ieyasu Miura ini, Presdir akan mendapatkan MIRACLE atau keajaiban dalan industri perhotelan,” sombong Ieyasu.


Tentu saja para karyawan itu tidak ada yang percaya. “Fakta kau tidak juga dipecat adalah MIRACLE itu sendiri!”



“Kau ada apa-apa, hubungi aku. Aku pamit,” ujar Reiji pada Misaki.


“Baiklah. Semoga sukses.”


“Itu Cuma wawancara. Sampai jumpa lagi.”



Di sebuah tempat, Reiji sudah duduk di kursinya. Lalu ada beberapa kamera dan kru yang siap merekam. Di kursi sebelah ada ... Sakurai Sho. (kkkk ketawa lihat adegan ini. Terimakasih buat bang Sho yang udah jadi cameo di dramanya ini. Berharap sih member Arashi lain juga ikutan #ehe)


Sho membuka acaranya dan memperkenalkan Reiji. Ia bertanya, apa Reiji tegang yang dijawab Reiji dengan tidak secara tegas. Sho pun melanjutkan pertanyaannya.


“Sebentar lagi akan dibuka Samejima Hotel Tokyo, apa nilai plusnya?”


“Kalau soal menjadi hotel terbaik dunia, tidak ada nilai plus. Tampilan, tata ruang, layanan dan ruangan. Semuanya adalah standar terbaik dunia. Kalau tidak demikian, kami tidak akan pernah jadi yang terbaik,” ujar Reiji, agak nervous.


“Soal moto perusahaan sejak awal dibangun, ada perubahan. Bisa kau sebutkan hal itu?” pinta Sho pula.


Dengan sedikit malu, Reiji pun mengambil papan besar berisi moto-nya, “Target, full spedd, two monts ... with love.” Kalimat terakhir diucapkan Reiji dengan senyum malu-malu. “Apapun tujuannya, lakukan dengan cinta. Orang yang tidak tahu soal cinta, tidak akan bisa bekerja dengan baik.”


“Apa hal soal cinta itu jadi titik balik Anda?”


“Ah, pertanyaannya yang cerdas!”



Wawancara selesai dengan sukses. Sekt.Maiko lalu minta agar Reiji dan Sho mau diambil gambar, sambil menjabat tangan. Setelahnya, Sho pun pamit.


“Sakurai Sho-kun ... memujimu dan mengatakan ‘kau cantik’,” ujar Reiji pada sekt.Maiko yang ada di sebelahnya.


Sekt.Maiko tersipu, “Benarkah?”


“Tentu saja tidak. Aku bercanda. Jangan ge-er dulu!” Reiji pun tertawa senang karena berhasil mengerjai sekretarisnya ini.



Reiji bersiap pulang, seperti biasa diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. Sekt.Maiko bertanya soal Misaki. Reiji mengatakan kalau Misaki mengiriminya email dan mengatakan sudah sampai di rumah.


“Aku yakin dia menunggu di depan pintu, sambil melakukan pose Mitsuyubi,” sombong Reiji. (Mitsuyubi adalah pose berlutut dengan tangan di lantai, membungkuk)


Sekt.Maiko hanya tersenyum menanggapi ucapan Reiji, “Apa Misaki-san ingin segera menikah juga?”


“Aku tidak ingin buru-buru. Itu tergantung, waktuKU.”


“Sepertinya tidak berarti dia akan langsung setuju,” elak sekt.Maiko.


“Tentu saja dia akan setuju. Kami sudah tinggal bersama satu tahun, kami berlatih seperti pasangan menikah,” elak Reiji.



Tapi dering telepon mengalihkan pembicaraan. Reiji menerima telepon itu, dari Misaki. Tapi ia bicara dengan berbisik. Meski tetap saja, sekt.Maiko maupun Katsunori-san bisa mendengarnya.


Misaki minta tolong agar Reiji mampir membeli susu lebih dulu dan memastikan juga tanggal kadaluarsanya. Tidak hanya susu, Misaki pun minta tolong dibelikan beberapa bahan makanan lain, karena di rumah sudah habis. Reiji tidak menolak dan langsung mengiyakan saja. Telepon pun ditutup.


“Misaki-san luar biasa kan? Karena di bisa menelepon meski sedang melakukan pose Mitsuyubi,” sindir sekt.Maiko.


“Diamlah!”


“Presdir, Anda ingin mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Katsunori-san.


“Aku merasa haus. Mungkin perlu beli susu,” Reiji membuat alasan. Tapi senyumnya makin terkembang. Cinta tersulit yang harus dilaluinya ternyata membuat lebih dewasa.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yatta!!! Akhirnya sinopsis ini selesai juga. Gomene, teman-teman. Agak lama ya. Kesibukan dunia nyata benar-benar menyita waktu akhir-akhir ini. Dan minggu ini, Kelana juga akan kembali hiatus, karena blog akan maintenance/perawatan rutin. Mohon sabar ya.


Ini salah satu drama keren di 2016. Sosok Reiji yang sok keren dan cool, ternyata memiliki sisi kekanak-kanakan. Tapi kehadiran Misaki perlahan membuat Reiji lebih manusiawi dan berubah lebih dewasa.


Ah ... karakter Reiji di drama ini benar-benar kuat. Nggak heran sih, bang Satoshi Ohno pun diganjar aktor terbaik. Nggak ada yang bisa menggantikan Reiji. Dan pertarungan Reiji untuk memiliki hotel terbaik di dunia, justru mengantarkannya mendapatkan hal tak tergantikan, cinta. Alur ceritanya sendiri memang rapi. Penggambaran tiap karakternya juga kuat. Tidak hanya tokoh utama saja, pemeran pembantu di drama ini juga mendapatkan porsi mereka sendiri. Meski di akhir cerita disebutkan kalau tujuan awal Reiji memiliki hotel terbaik, gagal. Ia akirnya mendapatkan tujuan sebenarnya, cinta.


Oh ya, hiatus kali ini, Na juga memikirkan banyak hal. Termasuk keberlangsungan blog yang sudah bertahan nyaris enam tahun ini. Life must go on. Ada banyak hal lain yang ternyata ingin Na kejar juga. Bukan berarti Na berhenti nulis. Cuma mungkin, bagi-bagi waktu untuk tulisan lainnya juga. Hmm ... Na belum buat keputusan apapun sih. Tapi, Na akan pikirkan lagi soal kelanjutan blog ini. Harap maklum.


GAMBAR DALAM PROSES UPLOAD