SINOPSIS Kaito Yamaneko 03 part 1

14.06.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 03 part 1. Na akhirnya kembali!!! Tsaaah ... setelah dedek lepi sempat menginap tempat service, akhirnya sekarang sudah kembali. Semoga nggak sakit lagi ya, #puk #puk. Meski agak kesel juga sih diPHP mulu sama mas2 servisan, huh!


Satu buah rahasia baru terungkap. Si polisi mesum, det.Sekimoto ternyata anggota Yamaneko. Dan dia adalah seorang agen ganda? Kira-kira, dia ini bisa dipercaya nggak ya? Di episode tiga ini, kamu juga akan melihat sisi lain dari seorang Yamane. Si konyol yang sebenarnya misterius.




Kembali ke suatu hari di tahun 2013 (episode 1) setelah Yamane berhasil melarikan diri dari sergapan kelompok yang menyekapnya. Sekarang mereka berhadapan di atap gedung, Yamane dan det.Sekimoto. (adegan atap gedung, Na jadi kangen sama death note deh, adegan Light kan banyak di atap tuh)


Yamane berteriak kesal karena merasa dihianati oleh Sekimoto. Kali ini senpi diacungkannya ke arah Sekimoto meminta penjelasan, dimana Yuuki.


“Yuuki Tenmei sudah mati. Itu yang aku tahu!” bentak Sekimoto tidak kalah keras.


“Berhenti main-main denganku!” alih-alih mencarik picu senjatanya, Yamane justru menyerang Sekimoto.


Keduanya saling serang dan saling pukul di atap gedung. Hingga akhirnya Sekimoto terpojok, tangan Yamane sudah mencengkeram erat lehernya.




Masa kini


Perkelahian ini ternyata juga dilakukan di bar milik Rikako-san. Tapi sekarang keduanya melakukannya dengan alat-alat mainan dari balon.


“Apa-apaan mereka, terlihat seperti sedang bermain,” komentar Katsumura melihat kedua orang ini.


Rikako-san yang kesal mengeluarkan senjata mirip bazooka. Ditembakkanya ke arah kedua orang itu, dan keluarlah jaring membuat kedua orang ini akhirnya berhenti. Rikako beralasan kalau sampah terbakar akan dikumpulkan besok, jadi dia berpikir untuk membunganya sekalian.


“Jangan perlakukan aku seperti sampah! Kalau dia beda lagi!” teriak Det.Sekimoto dan Yamane bersamaan. Benar-benar kekanak-kanakan.


“Awalnya kenapa mereka berkelahi?” Katsumura penasaran.




Kali ini Mao yang menjelaskan. Yamane dan det.Sekimoto bertengkar soal sebutan. Det.Sekimoto tidak suka dipanggil ‘pak tua’ dan minta dipanggil ‘kakak’. Tapi dengan entengnya Yamane menolak permintaan itu. Det.Sekimoto makin tidak terima karena sikap Yamane yang sama sekali tidak menghormatinya.


“Di sini kau tak memiliki andil apa pun!” teriak Yamane. Ia mengambil gelasnya dengan alat seperti tangan dan minta diisi kembali.


Det.Sekimoto tidak terima dikatakan demikian, “Wah, dia mengatakannya. Aku terluka sekali. Kau pikir berapa banyak aku mendukungmu dari balik layar? Setiap kali Yamaneko berkeliaran meski orang-orang berpikir dia seniman melarikan diri, saat semuanya semakin dekat, aku menggunakan kecerdikanku sebagai detektif!”


Pada penyergapan di episode 1, det.Sekimoto menyuruh anak buahnya menuju ruangan lain yang sama sekali jauh dari tempat Yamane berada. Ini dilakukannya agar Yamane punya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dan melarikan diri. Semuanya ini ditunjukkan dalam gambar kartun yang konyol.


Masih di episode satu, det.Sekimoto juga sempat bertarung dengan Yamaneko. Demi tugas, keduanya tampak bertarung serius. Tapi sebenarnya tanpa melukai satu sama lain. Sementara itu, Katsumura yang masuk dalam tim justru membuat masalah hingga Sakura (si polisi wanita yang cantik) curiga padanya. (semuanya dalam gambar kartun, #krik #krik)


“Maaf,” sesal Katsumura.


“Jika minta maaf saja cukup, maka polisi tak diperlukan!” bentak det.Yamane. Dia masih belum puas memaki.


Pertengkaran masih terus berlanjut. Det.Sekimoto protes tiap kali Yamane melepas topengnya saat beraksi. Nantinya, ialah yang harus membereskan ini dan mengancam si penjahat agar tidak membocorkan identitas Yamane.


Tapi bukannya tertarik pada isi ceritanya, Yamana justru tertarik pada gambar kartun yang ditunjukkan oleh det.Sekimoto itu. Ia mengomentari sosok pria yang mirip yakuza.


“Pokoknya, sekarang kau tahu kehidupan berat yang kujalani. Jadi panggil aku Kakak mulai saat ini!” tegas det.Sekimoto


Jelas Yamane menolak ide ini. Ia masih berkeras tidak mau menyebut ‘kakak’. Dan keduanya sekarang siap kembali bertengkar. Sementara Katsumura, Rikako-san dan Mao hanya menonton pertunjukkan gratis dari mereka berdua ini.



Tapi pertengkaran mereka terhenti saat ada pria yang masuk ke bar itu. Namanya Takigawa-san. Pria ini bertanya apakah mereka adalah biro detektif Yamaneko. Tadinya Yamane hendak menjelaskannya, tapi buru-buru dipotong oleh det.Sekimoto yang memukul Yamane lalu meminta tamu ini untuk duduk.


Takigawa mengatakan ia ingin minta bantuan untuk mencari seseorang. Ia menunjukkan sebuah foto yang disebutnya sebagai kekasihnya, namanya Akamatsu Anri. Akamatsu Anri bergabung di perusahaan milik Takigawa setengah tahun silam. Seorang wanita yang cantik dan ramah. Karena memiliki hobby yang sama, keduanya langsung cocok. Tapi satu minggu yang lalu, Akamatsu tiba-tiba menghilang. Takigawa khawatir kalau Akamatsu terlibat insiden.


Yamane penasaran dan mengambil foto yang ditunjukkan Takigawa. Ia kaget melihat wanita dalam foto itu. Yamane mengenalnya.



Belum sempat bilang apapun, det.Sekimoto sudah mengajak Yamane bicara rahasia. Det.Sekimoto juga menyadari, wanita dalam foto itu adalah orang yang sama dengan staf hotel pada aksi Yamaneko di episode 2.


“Jangan katakan pada yang lain. Tapi jika kita ulur sedikit, kita bisa mendapatkan imbalan lebih banyak,” ujar det.Sekimoto dengan misteriusnya.


Kali ini Yamane dan det.Sekimoto langsung sepakat. Mereka memasang wajah iblis. Keduanya langsung mengiyakan permintaan Takigawa untuk mencari wanita itu.



Yamane bernyanyi riang sambil berjalan ke dalam mobil mereka. Tapi Yamane kaget luar biasa saat melihat Mao ada di dalam truk itu juga. (si Mao ini nggak sekolah ya jadinya?)


Masih dengan wajah tenangnya, Mao berkata, “Aku ingin kau mengatakan sesuatu padaku. Pada akhirnya siapa yang membunuh Hosoda-san, masih belum diketahui, 'kan?”


“Yah, itu benar.”


“Aku bisa mempercayaimu, 'kan?” Mao bertanya pada Yamane, tapi seolah ia ingin menegaskan pada dirinya sendiri.


“Kau harus mencari tahu soal itu sendiri. Apa aku membunuhnya atau tidak. Cari tahu dengan kelima indramu,” ujar Yamane dengan wajah serius.



Yamane dan Mao mendatangi hotel dan minta tolong staf hotel untuk memanggilkan Akamatsu Anri. Tapi staf hotel heran dan mengatakan kalau tidak ada staf yang bernama Akamatsu Anri. Saat itu ponsel Yamane berbunyi, dari Katsumura.


“Berita buruk. Aku menyelidiki latar belakang Akamatsu Anri, dia tak terdaftar pada register keluarga manapun. Akamatsu Anri tidak ada!” lapor Katsumura yang saat itu ada di depan gedung informasi kependudukan.



Todo Kenichiro tengah berkeliling melakukan kampanye dalam rangka pencalonannya menjadi gubernur Tokyo. Tapi sebenarnya, dia tengah berbicara dengan det.Sekimoto.


Det.Sekimoto melapor pada Todo-san kalau Takigawa Manabu datang menemui mereka. (Takigawa, pria yang minta tolong dicarikan kekasihnya yang hilang)


“Dia pintar, pria muda terkemuka. Aku mengandalkanmu,” komentar Todo-san.


“Pria yang ditinggal kabur kekasihnya memang luar biasa. Apa rencanamu kali ini?” sindir det.Sekimoto.


“Aku tak ingin kau salah paham. Karena yang memperkenalkan Takigawa-kun tak lain adalah Yuuki-sensei.”


Ucapan Todo-san kali ini membuat ekspresi wajah det.Sekimoto berubah. Ia tampak marah mendengar nama itu.



Katsumura kembali ke bar saat semunya berkumpul di kamar Mao. Mereka sedang memeriksa ulang rekaman cctv di hotel (kasus pada episode 2). Dari salah satu cctv, tampak Akamatsu Anri datang dengan pakaian kasual kemudian ganti baju di toilet. Itu artinya jelas kalau dia bukan staf hotel itu, alias pegawai palsu.


Rekaman selanjutnya adalah saat det.Sekimoto menangkap Shunichi-san, bos yakuza. Saat itu Akamatsu Anri yang mengantarkannya. Dan saat berbalik, Akamatsu bicara ke arah cctv. Saat diterjemahkan, kira-kira ucapannya ‘Kita akan segera bertemu, Yamaneko-san.’. Yamane jadi ingat wanita misterius yang meneleponnya saat ia dan Katsumura ada di apartemen Hosoda-san. (episode 2)


Rekaman berikutnya menunjukkan saat wanita itu mendatangi kamar Nakaoka Taichi dan kemudian diperlisahkan untuk masuk ke dalam.



Hari masih pagi saat Yamane mengejar Nakaoka Taichi yang tengah olahraga. Kedua anak buah si boz yakuza ini nyaris melumpuhkan Yamane jika saja Yamane tidak menunjukkan foto si wanita. Sekarang mereka berdiri di sisi sungai, mengobrol.


“Dia wanita panggilan. Berasal dari sebuah klub yang tak bisa dimasuki kecuali memiliki status jelas,” Taichi-san menjelaskan. “Jangan salah sangka. Dia seperti rekanku dalam percakapan.”


Yamane tersenyum sarkas, “Lelucon macam apa yang kau lontarkan? Hanya untuk bicara, wanita di sekitar sini sudah cukup, 'kan?”


“Tamunya adalah anggota politisi dan komunitas bisnis berpengaruh. Jika tak memiliki pendidikan yang layak, maka tak bisa bekerja di sana. Jika soal itu, dia luar biasa. Aku harus kembali ke Kyoubukai (kelompok Yakuza yang tadinya dipimpin anaknya, Nakaoka Shunichi) juga idenya dia. Sampaikan salamku padanya.” Taichi-san memberikan sebuah kartu nama pada Yamane.



Yamane melakukan panggilan telepon. Setelah mengatakan sandinya, Hummercrab Terumi Doll, suara di seberang langsung mengerti maksudnya. Yamane minta Akamatsu Anri untuk datang ke kamar 201 di Kitaura Quarter Terrace.


“Apa maksudnya 'Hummercrab Terumi Doll'?” protes Katsumura. Ia lebih kesal lagi karena Yamane menggunakan alamat apartemennya untuk mengundang Akamatsu Anri dan bukan tempat Yamane saja.


“Dasar bodoh! Bagaimana jika orang jahat berkumpul? Jika mereka mengingat rumahku bukankah mereka akan mulai berkumpul di sana?”


Katsumura makin kesal, “Sama saja dengan apartemenku!”


Tapi Yamane buru-buru berdiri dan memegang pundak Katsumura dengan wajah serius, “Tenang saja. Kau bisa!”


“Aku tak mengerti maksudmu mengatakan 'Kau bisa!'.”



Hari sudah menjelang sore saat wanita yang mereka tunggu, Akamatsu Anri ternyata tidak datang. Yamane dan Katsumura memutuskan meninggalkan apartemen Katsumura itu. Tapi di jalan, rupanya mereka diikuti oleh seseorang. Dengan triknya, Yamane berhasil melumpuhkan orang itu.


“Menjadi idiot. Menjadi super idiot. Jika aku telanjang, kau bisa datang dan melihatku. Datang dan lihat diriku yang sesungguhnya. Jadilah orang bodoh seperti itu!” teriak Yamane sambil mengunci orang yang tadi mengikutinya itu.


“Apa-apaan itu?”


“Perkataan Inoki.” (Antonio Inoki seorang Pegulat Jepang)



Pria itu terbangun dari pingsannya di bar Rikako-san, dalam keadaan terikat. Ia heran dengan orang-orang yang ada di hadapannya ini. Yamane memperkenalkan dirinya sebagai ‘Detektif Pencuri Misterius Yamaneko’.


Yamane menunjukkan foto si pria ini bersama Akamatsu di ponselnya dan minta penjelasan. Tapi pria ini menolak. Dengan mudah Yamana menebak kalau si pria jatuh cinta pada Akamatsu Anri. Meski begitu, pria ini tetap menolak bicara.


Dan mereka semua pun diperdengarkan suara sumbang Yamane. Yang lain sudah hafal dan paham sehingga biasa saja. Tapi pria ini protes dan mengatakan kalau Yamane buta nata. Kata terlarang yang terucap ini membuat Yamane kesal luar biasa. Ia minta bantuan Katsumura untuk melepas sepatu dan kaos kaki si pria.


Rikako-san memberikan Yamane sebuah alat. Pria ini ketakutan, karena alat itu mirip stunt gun. Tapi setelah dibuka ternyata ... benda berputar dan akan terasa geli jika digerakkan di telapak kaki. Yamane memaksa pria ini bicara dengan cara menggelitiki kakinya.


Pria ini pun menyerah, “Aku Kadomatsu Tatsuro. Cecilia-san adalah temanku!” pria ini juga mengaku tengah mencari Akamatsu Anri a.k Cecilia ini.


Karena Cecilia menghilang juga dari club tempatnya bekerja. Si pria sengaja mengikuti Yamane dan Katsumura karena berpikir mungkin mereka tahu sesuatu. Mereka semua kecewa karena ternyata si pria ini, Kadomatsu tidak punya info apapun soal Akamatsu Anri a.k Cecilia ini.


Tapi Rikako-san menunjukkan foto milik Cecilia dan men-zoom pada kalung yang dikenakannya, “Kalung ini. Dewi yang terlihat seperti seekor ular. Yang berarti "Serpent" dalam bahasa Latin. Nama dari Geng Asia yang sangat terkenal di Tokyo.”



Katsumura mengundang Sakura datang ke apartemennya. Katsumura pun menunjukkan foto si Cecilia ini.


“Serpent adalah geng mafia Asia yang mendominasi dunia bawah tanah Tokyo. Karena belakangan mafia Georgia Rusia sedang menanjak, kekuatan Serpent menjadi lemah. Aku akan mencari tahu soal wanita ini,” janji Sakura.


Keduanya lalu canggung. Tapi Katsumura mengalihkan pembicaraan soal ayah Sakura yang meninggal ketika sedang bertugas, mengejar Yamaneko dua tahun silam.


“Saat itu tepat setelah aku menjadi seorang detektif dan aku orang pertama yang menemukannya. Saat itu aku melihat Yamaneko melarikan diri dari TKP. Aku takkan pernah melupakan pemandangan itu, dan perasaan saat tubuh ayahku perlahan menjadi dingin.” Situasi kembali canggung. Sakura lalu menawarkan agar ia membuatkan teh.


Saat itu ponsel Katsumura berbunyi, dari Rikako-san. Rikako-san meminta Katsumura untuk datang dan bertemu malam nanti. Di belakang, Sakura ternyata menguping pembicaraan ini.


Mendengar pembicaraan itu, imajinasi Sakura langsung meliar. Ia tampak berusaha menyembunyikan kecemburuannya. Beberapa kali Sakura bahkan bicara seolah menjelaskan padahal hanya ingin meyakinkan pada dirinya sendiri kalau nama ‘Rikako’ yang baru saja disebut oleh Katsumura, belum tentu wanita.


Tapi akhirnya Sakura terjebak dalam imajinasinya sendiri, “Apa boleh jika aku tak bisa menerima kenyataan? Jika seperti ini, aku akan pergi untuk Liburan Patah Hati. Jadi hari ini aku pulang saja,” dengan canggung Sakura mengambil tasnya dan buru-buru pergi. (adegan ini lucu, serius. Jadi mending tonton sendiri ya. Image ‘devil’ teh Nanao waktu maen di Siren benar-benar musnah setelah main kocak di dorama satu ini)


Dari tadi Katsumura Cuma bisa dibuat bengong oleh sikap Sakura. Ia tidak benar-benar mengerti maksud wanita di depannya ini. “Ah, soal Cecilia! Tolong cari tahu!” Katsumura mengingatkan.


“Iya!” teriak Sakura dengan suara keras dan kasarnya.



Takigawa kembali datang ke bar. Yamane pun melaporkan hasil penyelidikannya terhadap wanita bernama Akamatsu Anri atau Cecilia ini.


Nama aslinya Cecilia Wan dari Taiwan. Seorang wanita panggilan di sebuah klub rahasia khusus anggota. Sepertinya dia juga seorang mata-mata untuk geng mafia Asia Serpent. Ada kemungkinan Cecilia ini ingin menggali informasi soal perusahaan perdagangan milik Takigawa-san. Lalu dilanjutkan dengan penjelasan soal Serpent. Saat ini Serpent sedang berusaha menghancurkan musuh mafia Georgia dari Rusia. Apalagi ternyata perusahaan milik Takigawa sering melakukan perdagangan dengan Rusia.


Meski begitu, Takigawa menolak jika perusahaannya punya hubungan dengan mafia. Kadomatsu pun mengiyakan hal itu. Apalagi ia tidak percaya kalau Cecilia-nya melakukan hal-hal mencurigakan seperti itu.


“Sebentar! Sejak kapan kau jadi akrab dengan kami hingga kemari sesukamu?!” bentak Yamane melihat Kadomatsu mengenakan seragam hitam putih dan mengambilkan minuman untuk mereka.


Kadomatsu pun memangil Yamane dengan sebutan ‘aniki’-kakak. Ini membuat Yamane tersipu. Apalagi ditambah provokasi dari Rikako-san. Obrolan mereka terhenti saat ponsel Yamane berbunyi. Ia masih sempat mengomel soal tim baseball kesukaannya, Yomiuri Giants.



“Terima kasih atas informasi yang tak berguna itu, Yamaneko-san. Kau mengingatku?” ujar suara di seberang.


Wajah Yamane berubah serius, “Kami baru saja membicarakanmu. Akamatsu Anri. Tidak, atau kau lebih suka dipanggil Cecilia Wan?”


Mendengar nama ini, orang-orang langsung heboh. Takigawa dan Kadomatsu berebut ikut bicara pada Cecilia. Yamane akhirnya mengeluarkan jaring dan membuat mereka tertahan di dalam bar. Sementara ia sendiri keluar dari bar untuk bicara lebih leluasi dengan Cecilia.


“Langsung saja ke intinya, kau mau bekerja sama denganku?” Cecilia menawarkan.


“Aku tak mengerti maksudmu.”


Tapi Cecilia tidak percaya, “Kurasa kau mengerti. Apa akhirnya kau tahu hubungan Serpent dengan mafia Georgia? Jika tertarik, datang ke perhentian bus nomor 3 di Stasiun Fujikita besok pagi pukul 8. Detailnya akan kujelaskan nanti.” Cecilia menutup telepon.



Hari berikutnya, Yamane benar menunggu di tempat yang dimaksud. Tapi ia kesal karena Kadomatsu mengikutinya. Saat itu Kadomatsu masih terikat jaring hingga akhirnya Yamane membantu melepasnya. Sekarang gantian Kadomatsu yang memuji penyakit kaki Yamane. Kadomatsu memberi saran agar diobati dengan cuka.


“Hei, Paman!” seorang anak kecil mendekati mereka.


“Bukan Paman tapi Abang!” protes Yamane dan Kadomatsu bersamaan.


“Seorang wanita memberikan ini padaku,” anak kecil itu menyerahkan bungkusan lalu berlari pergi tanpa menghiraukan panggilan Yamane maupun Kadomatsu lagi.


Yamane menrima tas kertas itu. Di dalamnya ia menemukan sebuah buku berjudul ‘Bushido’, buku yang selama ini selalu dibawa oleh Yamane. Ia juga menemukan sebuah kertas dengan banyak angka di sana.



“Jadi begitu,” Yamane masih asyik mencorat coret kertas penuh angka itu dan sesekali membuka buku untuk mencocokkan. Sementara itu kakinya ia rendam dalam larutan cuka.


Kode itu pun berhasil dipecahkan. Perusahaan Takigawa menggunakan mata uang virtual untuk meloloskan pencucian uang mafia Rusia. Mari curi satu milyar yen yang mereka hasilkan secara ilegal!


“Mata uang virtual itu apa?” Rikako-san masih belum mengerti.


“Uang yang bisa digunakan secara online (semacam bit coin kali ya),” kali ini Katsumura yang menjelaskan. “Karena tak memiliki sumber pengeluaran, mata uang itu tak memiliki nilai sendiri, tapi jika melakukan transaksi keuangan online, maka bisa dicairkan menjadi uang tunai. Di Rusia dilarang menggunakan mata uang virtual tapi di Jepang, masih belum ada hukum yang mengatur soal itu.


Rikako-san menyimpulkan artinya mereka melakukan pencucian uang kotor mereka di Jepang. Saat ditanya apa Yamane mau bekerja sama dengan wanita itu, Yamane jelas menolak. Ia mengaku tidak percaya pada mata-mata.


“Cecilia-san takkan mengkhianatimu, Abang. Aku jamin,” Kadomatsu ikut bicara.


Yamane heran karena Kadomatsu masih saja datang ke bar mereka. Kadomatsu mengatakan kalau ia akan ada di sana sampai bisa memastikan kalau Cecilia baik-baik saja.


“Dengar, ya. Kenapa kau jatuh cinta dengan wanita itu?”


“Berkat dia, aku bisa menjadi diriku yang sekarang,” Kadomatsu berubah bersemangat. “Sejak masih muda, aku selalu kesulitan dan gugup berada di dekat orang lain. Sama seperti hari yang sangat panas.” Yang lain hanya mengangguk-angguk. “Kalian tak perlu setuju semudah itu.”


Kadomatsu meneruskan ceritanya, “Setiap kali bicara pada seseorang, aku selalu gugup dan bicara berputar-putar. Tapi Cecilia-san memberikan ini untuk ulang tahunku,” ia memamerkan gelang di tangannya. “Karena ini batu keberuntungan, maka aku juga akan beruntung. Lalu aku bisa jadi diriku sendiri! Menemukan seseorang yang kucintai dan hanya melihatnya tertawa sudah membuatku senang. Karena itu, kebahagiaan Cecilia-san juga kebahagiaanku.”


Yamane tertawa mendengar penjelasan Kadomatsu, “Tidak, tidak. Itu pasti barang yang diiklankan di belakang majalah. Yang mengatakan 'Lihat, aku memiliki pacar' atau 'Aku memenangkan lotre'. Itu barang murahan, 'kan?”



“Berkat benda ini, dia memiliki seseorang yang mendukungnya dan memberinya keberanian,” sambung Katsumura. Ia tertawa. “Aku baru saja melihat iklannya di majalah ini. Gelang yang sama, 'kan?” Katsumura menunjukkan iklan gelang dalam majalah yang baru dilihatnya itu.


Tapi Kadomatsu tidak percaya, “Bukan! Gelang ini sungguh memiliki keberuntungan dari Dewa!” ia tetap saja berkeras. “Tapi! Tapi! Tapi! Aku mendapatkan banyak teman dengan ini!”


“Yang kau maksud itu kami?” Yamane menyimpulkan. Ia masih asyik menyuap mi ramen ke mulutnya. “Aku mengerti! Sebagai teman, biar kuberi nasehat. Kau sudah ditipu.”


“Tapi aku mendapatkan ini dari Cecilia-san. Aku tak merasa dia sudah menipuku. Dia tak pernah menipu siapa pun,” Kadomatsu masih saja berkeras.



Det.Sekimoto mengajak Yamane bertemu di atap gedung. Kali ini mereka bicara hal serius.


“Yuuki terlibat dalam kasus Akamatsu Anri. Jika berjalan lancar, kita mungkin bisa sampai pada Yuuki,” ujar det.Sekimoto.


“Jangan terburu-buru. Kau masih tak mengatakan padaku soal hubungan seperti apa yang mungkin terjadi dengan seseorang,” elak Yamane.


“Sekarang kau merasa rendah diri?” sindir det.Sekimoto. “Bukan berarti aku tak bisa mempercayaimu. Hanya saja aku harus melakukannya dengan sangat hati-hati. Untuk saat ini, ikuti saja saran Akamatsu Anri.”


Tapi Yamane tampak tidak suka, “Kau pikir hanya dengan menyebutkan nama Yuuki, kau bisa memerintahku untuk melakukan apa pun?” ujarnya lalu berbalik dan berjalan pergi.


“Lakukanlah. Itulah cara hidup kita!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 03 part 2.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

SINOPSIS Himura and Arisugawa 03 part 2

14.13.00 2 Comments

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 2. Kasus kali ini benar-benar membingungkan. Pelakunya sudah jelas. Tapi, bagaimana mereka masih bisa mendengar suara dari kematian?


Seorang actor terkenal, Shima Yukio telah diculik. Si penculik meminta uang tebusan yang cukup besar. Tapi perjanjian penyerahan uang tebusan gagal. Korban penculikan malah ditemukan telah meninggal di sebuah gedung. Apa yang terjadi sebenarnya?



Sekali lagi, polisi dan yang lain berkumpul di kediaman Shima-san. Det.Hisashi memperkenalkan secara resmi Himura-sensei, seorang ahli criminal dan rekannya, seorang penulis novel misteri, Arisugawa.


Di sana bergabung juga bos dari Erika-san, namanya Udagawa-san. Udagawa-san merasa menyesal karena sudah meminta Erika-san untuk melakukan perjalanan bisnis. Dia berjanji untuk bekerjasama sebaik mungkin dalam investigasi. Det.Hisashi akan mulai investigasi lagi, tapi ucapannya dipotong oleh Himura-sensei.


Himura-sensei justru membahas hal lain, “Shina Yukio-san tampak sebagai kolektor yang rajin. Dan semuanya komplit. Ada banyak banyak di sini, termasuk buku-buku berseri,” komentar Himura-sensei yang diiyakan juga oleh Udagawa-san. “Kecuali satu hal,” Himura-sensei melanjutkan. “Lihatlah koleksi patung catur ini. Si ksatria hilang.”


“Seperti apa bentuknya?” tanya Alice.


“Kepala kuda. Dia pasti meletakannya di suatu tempat,” lanjut Himura-sensei.


“Jadi, ayo cari si ksatria ini!” Alice beranjak ke ruangan sebelah.



Sementara itu Himura-sensei justru memilih duduk di kursi, “Apa anda punya ruangan lain? Semacam ruang bawah tanah?” tanyanya pada Erika-san.


“Memangnya ini ada hubungannya dengan kasus ini?” justru det.Ono yang penasaran.


“Aku ingat novel yang menjadikan zodiac sebagai kunci utamanya.”


“Itu novel yang ditulis Alice kan?” tebak det.Hisashi.


“Benar. Salah satu yang terbaik!”


Sementara Himura-sensei mengobrol, Alice terus saja berkeliling. Kali ini sasarannya adalah rak buku di belakang Himura-sensei. Selama itu, Erika-san terus memperhatikan Alice. Tapi saat Alice berada di depan rak buku, Erika-san justru mengalihkan pandangannya. Sikap ini disadari oleh Himura-sensei.


“Rak buku,” komentar Himura-sensei kemudian. “Kenapa kau mengalihkan pandanganmu dari rak buku itu?”


Kali ini Alice yang bicara, “Saat seseorang punya rahasia, mereka sengaja menghindari untuk melihatnya dengan alasan psikologis. Dia melakukan percobaan kecil,” puji Alice pada sahabatnya ini.


“Itulah kau yang tahu banyak soal isi kepala pelaku kejahatan!”



“Dia tidak meletakkan apapun di tengah paling atas rak buku ini. Tebakanku patung si ksatria ada di sini,” ujar Alice percaya diri.


Sayangnya ide ini dipatahkan oleh Udagawa-san yang mengatakan kalau tidak pernah ada apapun yang diletakkan di rak tengah paling atas itu.


Tanpa sengaja Alice mendorong rak itu, dan terbukalah sebuah pintu yang menuju ruangan lain di balik rak. Sebuah pintu rahasia. Erika-san menunduk dalam, tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Polisi masuk dan langsung memeriksa ruangan itu. Di pojok ruangan, tertutup kain mereka menemukan patung si ksatria berbentuk kepala kuda yang memiliki percikan darah di salah satu sudutnya.



“Nyonya, kau tahu soal ruangan rahasia ini kan?” tanya Himura-sensei. Meski tahu, kau tetap diam? Kenapa? Karena jika kami menemukan senjata pembunuh ini, kau akan dalam masalah kan?”


Tapi Erika-san tetap diam. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi.


“Diammu menunjukkan kalau semuanya benar!” Himura-sensei meminta agar polisi membawa Erika-san ini.


Selain itu, det.Hisashi juga memerintahkan agar patung kepala kuda itu dibawa ke lab criminal untuk diinvestigasi. Det.Ono yang paling kesal dengan semua ini. Ia menuduh Erika-san telah membohongi mereka semua.


Tapi Erika-san mengelak cepat, “Tidak! Saat aku kembali, jasadnya sudah menghilang. Seseorang … seseorang membawa jasadnya dan mengancamku!”



“Aku tahu kalau mereka tidak harmonis. Tapi kenapa Eri … “ sesal Udagawa-san.


“Itu pasti kejahatan spontan,” komentar Himura-sensei. “Aku tidak tahu, apa dia benar ingin membunuhnya. “


“Dia mungkin hanya ingin melampiaskan kekesalannya,” sambung Alice.


“Tapi, masih ada tersangka lain dalam insiden ini. Seperti yang dikatakannya, seseorang membawa jasad Shima Yukio dan mengancamnya. Udagawa-san, apa yan kau lakukan antara 25 hingga 27 Januari?”


“Tunggu! Kau mencurigaiku?!” Udagawa-san tidak terima.


Himura-sensei menyebutkan kalau si tersangka lain ini tahu jadwal Shima Erika. Tapi Udagawa-san mengelak kalau semua staf di kantornya juga tahu hal itu. Lagipula dirinya tidak bisa menyetir, jadi tidak mungkin membawa jasad Shima Yukio.


“Lebih baik kau bicara pada managernya. Kido itu,” sadaran Udagawa-san. “Aku tidak sudah padanya. Dia seperti bisa membaca pikiranku. Jangan sebut namaku saat bicara padanya,” pinta Udagawa-san. Ia sendiri kemudian beranjak pergi.



Himura-sensei dan Alice menunggu di sebuah kafe yang ada di luar ruangan, di atap gedung. Ia baru saja menerima telepon yang menyebutkan soan informasi kasus itu. Ada reaksi luminal pada lantai (artinya ada bekas darah di sana). Selain itu, jejak darah di senjata pembunuh sesuai dengan Shima Yukio.


Saat itu seseorang baru saja datang, “Aku mendengar soal kalian dari polisi. Ahli criminal Himura,” pria itu menunjuk pada Alice. “…dan penulis misteri Arisugawa?” ia menunjuk pada Himura-sensei.


“Aku Arisugawa,” elak Alice cepat. “Apa aku mirip akademisi? Bukankah aku lebih mirip penulis?”


Pria itu, manager Shima Yukio, namanya Kido-san. Ia mengaku sudah menceritakan semuanya pada polisi. Ia juga mengiyakan jika dirinyalah yang memaksa Shima Erika untuk menelepon polisi setelah mendengar cerita jika Shima Yukio diculik. Dan ia juga sudah mendengar kabar jika Shima Yukio ditemukan telah meninggal.


“Apa kau sering mengunjungi Shima Yukio?” tanya Alice kemudian.


“Ya, dia sedang mencari karakter lain selain professor tamu dalam dramanya. Aku sering memberinya masukan. Aku ingin mengatakan satu hal. Aku ada di kantor, untuk bekerja pada 25 hingga 27 Januari.”


“Kami tidak mencurigaimu. Benar kan?” Alice melirik Himura-sensei yang diiyakan dengan enggan.


Kido-san melanjutkan bicara, “Pada akhirnya itu penculikan karena uang tebusan kan? Dan si pelaku menggunakan sampel seperti film terkenal, ‘High and Low’, benar kan?”



Himura-sensei yang sejak tadi ogah-ogahan mendadak tertarik. Ia meletakkan minumanya di meja dengan kasar, “Dalam kasus penculikan, tidak ada satupun kasus yang sukse mendapatkan uangnya dan dapat melarikan diri dari polisi. Dan kemudian pelaku mencoba mendapatkan banyak uang lagi dari penculikan. Ini sangat tidak masuk akal dan brutal. Pelaku pasti bodoh, kasar dan serakah.”


Kido-san tampak bingung, “Aku mengerti apa yang kau pikirkan soal pelaku. Tapi aku tidak ada hubungannya dengan kasus ini.”


“Apa kau tahu kalau di kediaman keluarga Shima ada ruang rahasia?”


“Ya. Bagian tengah rak buku adalah pintu menuju ruang rahasia. Yukio-san pernah mengatakannya padaku. Kenapa?” Kido-san heran.



Himura-sensei berpikir serius. Tangannya menyentuh bibirnya, tanda ia tengah berpikir keras. Satu per satu kepingan fakta kasus ini berkelebatan di kepalanya.


Kido-san yang langsung asal menebak siapa Himura dan siapa Alice, padahal mereka baru sekali bertemu. Pengakuan Shima Erika yang menyatakan kalau ada orang yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Lalu pesan dari kematian.


“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar Himura-sensei kemudian.



“Permisi,” Himura-sensei berdiri dan mengangkat teleponnya. Ia mengiyakan kalau mereka akan datang ke kediaman keluarga Shima pada pukul 7 nanti malam. Himura-sensei berbalik setelah menutup telepon itu.


“Polisi bicara apa?” Alice penasaran.


“Ada perubahan mendadak pada situasinya dengan telepon ini. Terimakasih untuk kerjasama anda,” ujar HImura-sensei pada Kido-san. “Ayo, kita harus berada di kediaman Shima pada pukul 7 malam,” ajak Himura-sensei pada Alice. “Permisi.”


Alice mengekor saja Himura-sensei yang beranjak pergi. Tapi ia masih sempat membawa minumannya dan minuman milik Himura-sensei. “Tunggu! Ada apa?”


“Kubilang ada perubahan situasi mulai sekarang!” tegas Himura-sensei. Tapi ia tidak mengatakan detail apa yang dimaksud.



Himura-sensei dan yang lain sudah berkumpul di kediaman Shima sebelum pukul tujuh malam. Persiapan pun sudah selesai mereka lakukan. Sekarang mereka akan menunggu waktunya.


“Bagaimana Shima Erika?”


“Dia bukan orang yang bisa berbohong atau membunuh seseorang. Dia menjawab pertanyaan dengan jelas. Dia sudah mengakui semuanya,” ujar det.Ono.



“Ada kata-kata yang seharusnya tidak kau katakan. Suamiku selalu mencari kata itu yang ingin dia katakan padaku. Pagi itu, dia akhirnya mengatakan apa yang sama sekali tidak ingin kudengar. Itu seperti kalimat terkenal,” cerita Erika-san.


Bersamamu adalah kerugian besar bagiku. Aku mengambil jalan yang salah saatu aku bertemu denganmu. Erika, aku keliru. Aku tahu sekarang.


Setelah mendengar ucapan suaminya pagi itu, Erika-san spontan mengambil patung kepala kuda di dekatnya dan melemparkannya ke arah suaminya. Patung itu tepat mengenai kepala dan seketika membuat Shima Yukio terkapar di lantai bersimbah darah. Erika-san ketakutan jika suaminya meninggal. Tapi terdesak dirinya yang akan pergi, Erika-san memutuskan menarik tubuh suaminya itu dan memasukkannya ke dalam ruangan di balik rak buku. Tidak lupa ia juga mengambil senjata pembunuh dan menyembunyikannya di ruangan yang sama dan membersihkan pecahan kaca di lantai.


Saat pulang dari perjalanan bisnis, ia dihubungi nomer tidak dikenal yang mengancamnya tentang penculian suaminya. Saat itu Erika-san syok berat. Apalagi dia juga mendengar lagi suara suaminya yang mengatakan hal serupa, Erika, aku keliru.


Saat ditanya siapa yang kira-kira mengancamnya, Erika-san tidak bisa menyebut satu nama pun. Det.Ono yakin kalau Erika-san sama sekali tidak berbohong.



“Semuanya akan segera jelas. Sekarang, kita menunggu. Gigit!” Himura-sensei melirik ke arah jam yang ada di dinding, tepat pukul 7 malam.


Si polisi muda menghampiri Himura-sensei dan mengatakan jika Himura-sensei benar. Himura-sensei hanya menanggapinya dengan senyum kemenangan.


“Dia terkena perangkap,” ujarnya kemudian.



Himura-sensei dan Alice kembali mengajak si manager, Kido-san bertemu di kafe kemarin. Ini membuat Kido-san penasaran, apalagi kemarin Himura-sensei mengatakan jika ada perubahan situasi.


“Akan kujelaskan tahap demi tahap,” ujar Himura-sensei. “Shima Yukio sudah meninggal empat hari sebelum ditemukan. Saat Shima Erika mendapat telepon ancaman, suaminya sudah meninggal. Tapi dia mendengar suara suaminya di telepon. Dia ingat benar apa yang dikatakan suaminya itu. Yang paling penting, bagaimana Shima Yukio yang seharusnya sudah meninggal saat itu, bisa bicara.”


“Sebagai contoh, si pelaku merekam ucapannya dari drama,” sambung Kido-san.


“Benar!” Himura-sensei merasa menang. “Pelaku merekam suara Shima Yukio. Tapi itu bukan dari dramanya. Itu berasal dari rumahnya. Si pelaku bisa merekam ucapan Shima Yukio pada istrinya.”



“Kau tahu, si pelaku menggunakan alat penguping. Kalau begitu, maka semua yang terjadi ini bisa dimengerti. Shima Erika tidak tahu siapa yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Tapi si pelaku tahu semuanya.”


Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata ditemukan semacam alat penguping atau perekam di balik salah satu vas di rumah kediaman keluarga Shima. Dan seperti yang kemarin dikatakan Himura-sensei kalau mereka akan berkumpul pukul tujuh malam, alat tersebut ternyata nyala pada jam yang sama. Melalui peralatannya polisi bisa melacak jika alat tersebut dalam keadaan terhubung dan merekam apapun yang terdengar di kediaman Shima.


“Bagaimana caranya? Karena pelaku menguping semua yang terjadi di TKP. Tapi karena itu bukan berbentuk video, pelaku membuat kesalahan besar. “


“Kesalahan macam apa?” tanya Kido-san.


“Pelaku tidak tahu apa senjata pembunuh hanya dengan mendengar suaranya saja. Karenanya, meski dia bisa membawa jasad Shima Yukio, pelaku ini tidak bisa menyembunyikan senjata pembunuhnya.”



Ucapan Himura-sensei makin serius, “Kido-san,saat kita bertemu di sini, kau salah menebak Arisugawa dan aku kan? Saat kami membenarkannya, kau tampak kaget. Itu aneh, jika kau berpikir Alice yang tidak mengenakan dasi adalah akademisi. Dan aku yang bicara soal situasi investigasi di telepon adalah penulis. Kau sudah tahu suara kami saat pertama bertemu kan? Dan kau tertukar mengenalinya.”


“Itu … “ Kido-san mencari alasan.


“Kau menguping pembicaraan kami kan? Karena ucapan kami, kau salah mengenali kami!” tembak Himura-sensei.


Himura-sensei menjelaskan lagi saat mereka membahas investigasi di kediaman Shima. Saat itu, ia bicara secara bergantian dengan Alice. Isi pembicaraan seolah menunjukkan kalau suara Alice adalah suara si ahli criminal dan suara HImura-sensei adalah suara milik si penulis.


“Karena Alice berpengalaman dalam dunia criminal, wajar kau berpikir kalau dia adalah ahli criminal,” Himura-sensei menutup penjelasannya.


“Tapi, itu bukan bukti nyata aku menguping pembicaraan,” elak Kido-san. Raut wajahnya tampak tidak senang.


“Aku punya bukti. Kami melacak fakta kalau kau menyalakan alat penguping itu pada pukul 7 semalam. Saat alat itu mulai merekam, kami bisa melacaknya.”


“Jangan bilang … telepon kemarin … “ Kido-san mulai dapat meraba semuanya.


Himura-sensei tersenyum, “Ya, itu panggilan palsu. Kau terjebak. Polisi akan segera datang dengan surat penangkapan.”


Tapi Kido-san sama sekali tidak tampak ketakutan, “Kau memiliki ingatan luar biasa!” pujinya.


“Aku ingat benar apa yang kukatakan kemarin. Kau hanya tertarik dengan apa yang dikatakan orang lain. Tapi tidak peduli dengan ucapanmu sendiri.”



Kido-san tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Ia pun berdiri, berbalik dan mulai bercerita, “Cukup bagiku untuk tahu apa yang terjadi pagi itu dari suaranya. Suara dingin Shima Yukio, suara benturan, erangan Shima Yukio lalu senyap. Suara membuka pintu rahasia. Aku seperti bisa melihat semuanya dengan sangat jelas. Aku membuat kunci cadangan agar bisa masuk untuk mengganti baterai alat penguping. Jika dia meninggalkan senjata pembunuh di lantai, aku bisa menyelamatkannya.”


“Itu tidak hanya menguping. Masuk dengan paksa, mengintimidasi dan mengabaikan jasad, kau sebenarnya penjahat!” tegas Himura-sensei.



“Kau bilang kau bisa menyelamatkannya?” tanya Alice.


“Iya, aku tahu itu aneh. Tapi itu yang awalnya kupikirkan,” ujar Kido-san.


Alice masih belum puas dengan jawaban itu, “Kalau begitu, kenapa kau mengancamnya dan minta uang tebusan seperti film?”


“Aku ingin dia jadi bonekaku,” suara Kido-san mendadak bersemangat. “Suaranya, nafasnya … aku tidak bisa melakukan apapun kecuali mendengarnya. Tapi aku bisa memanipulasi perasaan atau sikapnya, itu luar biasa. Dan bukan hanya dia, polisi juga berhasil kubodohi!” Kido-san makin bersemangat. Senyum lebar menghias wajahnya. “Aku membayangkan dia dan polisi mencari tanda merah. Bagaimana menurutmu, Sensei? Bisakah kau menulis noel berdasarkan insiden ini?” pinta Kido-san pada Alice.


“Maaf, tapi aku membuat aturan tidak akan menulis cerita nyata!” elak Alice.


“Lihat!” Kido-san menunjuk gedung dari tempatnya melihat pemandangan. “Seseorang memasang alat penguping dan asyik mendengarkan. Imajinasikan dan lihatlah ini!”


“Apa kau … bahagia?”


Senyum di wajah Kido-san mendadak hilang. Wajahnya berubah keruh.



Kasus mereka kali itu selesai. Alice pulang bersama Himura-sensei sore itu. Himura-sensei sempat berhenti sejenak saat mereka melewati jembatan. Alice hanya bisa melihat wajah sahabatnya itu, tapi tidak pernah bisa tahu atau mengerti apa yang benar-benar dipikirkan oleh Himura-sensei. Keinginan terdalam yang berbeda dengan kepribadiannya.




Hari menjelang senja saat Akemi naik tangga sebuah gedung di kampusnya. Oranye sinar senja menembus jendela. Tapi sesaat kemudian wajah Akemi mendadak pucat melihat warna oranye itu. Ia berubah ketakutan. Nyala api yang besar muncul dalam pandangan Akemi. Ketakutan akhirnya membuat Akemi tidak sadarkan diri. Ia ambruk di lantai begitu saja.



Himura-sensei rupanya minta untuk bisa dipertemukan dengan si dedengkot Shangri-La Crussade, Morohoshi. Dan permintaan itu dikabulkan. Himura-sensei hanya terdiam memandangi wanita di depannya itu, yang juga tetap bersikap tenang.


Polisi yang mendampingi mereka menceritakan soal insiden seorang gadis yang merupakan mantan anggota kelompok Shangri-La Crussade. Gadis itu melarikan diri dan dibunuh oleh seseorang. Pelaku masih belum tertangkap. Polisi yakin jika pelakunya adalah orang yang dendam dengan Shangri-La Crussade. Polisi itu minta agar Morohoshi mengatakan semuanya, karena kejahatan itu harus dihentikan.


“Morohoshi, itu bukan dunia ideal yang kau inginkan. Perintahkan agar mereka menyerah saja atau katakan di mana tempat persembunyian mereka. Itu satu-satunya cara untuk menghentikan lingkaran setan ini!”


Pelaku semua kejahatan itu adalah si anak SMA misterius. Anak itu kembali ke TKP hanya untuk melihat korbannya tengah dikerumuni orang banyak. Ia kemudian berbalik, tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun.



Tapi Morohoshi tidak tertarik pada ucapan si polisi. Ia lebih tertarik pada orang di depannya, Himura-sensei. Tanpa terduga, Morohoshi maju mendekati Himura-sensei dan mulai mengendus aroma Himura-sensei. Ia kemudian kembali ke kursinya dan tersenyum, “Aromamu sama denganku!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 1.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Oh ya, berhubung kesehatan lepi Na belum pulih benar, kemungkinan akan ada postingan yang tertunda. Na akan usahakan tetap sesuai jadwal. Jadi Na akan mengantar si lepi ke dokternya dulu ya, hehehe

SINOPSIS Himura and Arisugawa 03 part 1

14.11.00 0 Comments

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 1. Di episode sebelumnya, Himura-sensei dan Alice memecahkan kasus yang melibatkan manusia berperban. Dia mengenakan perban di sekujur tubuhnya karena memiliki kelainan, yakni fobia terhadap bagian tubuhnya sendiri. Kali ini, kasus apa lagi yang sudah menanti Himura-sensei dan Alice?


Hari belum terlalu siang saat kereta melaju cepat di lintasan. Penumpang yang naik juga tidak terlalu penuh, tampak masih banyak ruang kosong di antaranya. Seorang wanita tampak memandang dengcan cemas ke arah luar kereta. Ia memagang tas di pangkuannya lebih erat lagi.



Masukkan uang dalam tas, naik kereta dari stasiun Kyoto menuju Minami-Uji pada pukul 11 siang, besok. Pilih kursi sisi kiri dan cari tanpa merah di luar. Saat kau menemukannya, jatuhkan tas itu dari jendela. Jangan sampai melewatkan tanda itu.


Jika aku melihat polisi, semua berakhir.



Tidak jauh dari wanita tadi, ada polisi yang berjaga. Det.Ono bersama det.Hisashi. Sementara si polisi muda ada di dekat pintu yang lain.


Selain mereka, Alice dan Himura-sensei juga turut serta. Alice bertugas untuk duduk di kursi yang berada di depan wanita tadi. Sementara Himura-sensei duduk di kursi lain, tepat di seberang. Kursi sebelah sisi kanan.



Sehari sebelumnya … 27 Januari


Seorang wanita tampak baru keluar dari stasiun. Ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari nomer tidak dikenal.


“Apa kau Shima Erika? Aku ingin bicara soal suamimu. Kau tidak bisa menghubunginya sejak hari sebelum kemarin kan?”


“Kalau ini urusan bisnis, tolong hubungi kantornya saja,” potong Erika-san, cepat.


Tapi suara di seberang tidak peduli, “Dengar, kami menculik suamimu, Shima Yukio. Siapkan uang 30.000.000 yen cash besok pagi. Kalau kau menghubungi polisi, artinya kau tidak ingin menyelamatkannya dan dia akan mati. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Tetap di rumah sampai aku menghubungi lagi. Kau dengar?”


Berita yang baru saja didengarnya ini membuat lutut Erika-san lemah. Ia nyaris ambruk di trotoar, masih memegangi koper yang dibawanya, sebagai sandaran, “Aku mendengarkan. Jika suamiku bersamamu, izinkan aku bicara dengannya!”


Dan suara di seberang berganti suara pria lain, Yukio-san, “Erika, aku keliru.


Erika-san buru-buru kembali ke rumahnya. Tapi di depan rumah, dia bertemu dengan manager suaminya, Kido-san. Kido-san bertanya soal Yukio-san. Tapi Erika-san yang terlanjur ketakutan tidak bisa mengatakan apapun. Wajahnya terlanjur pias. Setelah dipaksa, Erika-san lalu menceritakan semuanya pada Kido-san ini.


“Kita harus menghubungi 911!” ujar Kido-san.


Tapi Erika-san melarangnya. Ia teringat ancaman si penculik agar ia tidak menghubungi polisi. Kesal karena Kido-san tidak mendengarkan larangannya, Erika-san memilih masuk rumah setelah mengusir Kido-san agar pergi.


“Jika sampai ada yang terjadi pada suamiku, itu tanggungjawabmu!”



Kemarin sore, 27 Januari 4.29


Erika-san buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Ia mendorong rak buku, menuju ruangan rahasia di belakangnya. Tapi Erika-san kaget, di sana tidak ada yang ia cari.


Dua hari sebelumnya


Erika-san dan Yukio-san bertengkar. Dan ucapan Yukio-san hari itu membuat Erika-san benar-benar marah besar. Tanpa sadar, diambilnya hiasan dari kayu di dekatnya lalu dilemparkannya dan tepat mengenai kepala Yukio-san, suaminya.


Saat melihat suaminya tidak bergerak, Erika-san kaget luar biasa. Ia tidak menyangka jika akan terjadi seperti ini. Erika-san buru-buru menyeret jasad suaminya dan menyembunyikannya di ruangan rahasia di balik rak buku. Tidak lupa ia juga menyembunyikan hiasan kayu yang tadi digunakan untuk memukulnya di ruangan itu, tertutup kain. Erika-san buru-buru pergi, karena ia memang ada jadwal pekerjaan di luar.


Tapi kini, saat kembali, ruangan di balik rak buku itu kosong. Jasad Yukio-san yang dua hari yang lalu disembunyikan di sana, sudah tidak ada. Apa yang terjadi sebenarnya?



27 Januari, 5.28


Polisi sudah datang bersama tim mereka karena dihubungi oleh Kido-san. Erika-san tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyembunyikan semuanya. Det.Ono meyakinkan Erika-san kalau tim spesialis penculikan mereka akan melakukan yang terbaik.


Det.Hisashi menyusul masuk bersama dengan Himura-sensei dan Alice. Ini menarik perhatian si polisi muda, karena biasanya HImura-sensei hanya datang ke TKP pembunuhan.


“Aku yang minta mereka datang,” bisik det.Hisashi.



Himura-sensei dan Alice justru tertarik dengan ruangan itu, yang merupakan kediaman seorang professor tamu. Mereka membicarakan peran Shima Yukio-san yang paling terkenal, sebagai seorang professor tamu. “Lihat, judulnya ‘Hard Rain’!” Alice menunjuk foto dan deretan buku yang menunjukkan gambar milik Yukio-san.


Det.Ono menyadari keberadaan dua orang ini. Ia protes pada det.Hisashi, kenapa HImura-sensei dan Alice harus berada di sana.


“Shima Yukio adalah seorang actor yang terkenal, dan kini dia diculik. Kalau kita membuat kesalahan, akan jadi masalah besar,” bisik det.Hisashi pada det.Ono. “Lebih baik jaga-jaga daripada menyesal!”


Det.Ono akhirnya mengalah. Ia kini bicara sambil berbisik pada Alice, “Dia (Shima Erika) sangat gugup karena suaminya diculik. Investigasi awal sangat penting. Jadi tetap di sini dan diam!”


“Baik!” Alice mengangkat tangannya, tanda setuju.


“Aku bicara padamu!” bentak det.Ono pada Himura-sensei.


“Ah, baik!” HImura-sensei juga meniru sikap Alice yang mengangkat tangan tanda hormat pada det.Ono.



Investigasi ulang dilakukan. Polisi memastikan kalau dua hari silam, di pagi hari, Erika-san memang pergi ke Kyushu untuk urusan pekerjaan. Saat itu ia pergi buru-buru dan mengaku kalau tidak bertemu suaminya.


“Kami … tidur terpisah,” aku Erika-san kemudian.


Telepon dari pelaku penculikan terjadi tepat saat Erika-san baru kembali dari perjalanan bisnisnya itu. Saat itu ia bahkan masih ada di stasiun.


“Waktu yang sempurna, seolah si penculik tahu jadwalnya,” komentar HImura-sensei sambil berbisik pada Alice.


“Kupikir begitu.” Alice dan Himura-sensei berdiri di dekat dinding. Mereka mematuhi det.Ono untuk tidak ikut campur. (ya ampun, nggak ikut campur sih iya, tapi duduk atau gimana kek)


Alih-alih menyimak investigasi, HImura-sensei justru tertarik pada drama yang dibintangi oleh Shima Yukio itu. Alice menyebutkan drama paling sukses Shima Yukio, drama bertema cinta. Dalam drama itu Shima Yukio berperan menjadi professor tamu dan sangat terkenal di antara gadis-gadis. (jadi keingetan sama Yukawa Manabu-sensei dari drama Galileo deh. Dia kan juga professor tamu dan terkenal di antara mahasiswanya yang sebagian besar wanita, hahahaha)


“Tidak nyata!” komentar Himura-sensei. (iya lah, dia sendiri kan nggak populer di kampus, meski bekerja sebagai professor tamu)


Kembali ke obrolan polisi dengan Shima Erika. Polisi mengatakan mereka akan menyiapkan uang tebusan, tapi tidak bisa semuanya. Jadi mereka akan mencampurnya dengan yang palsu.


Mendengar itu, Erika-san meledak marah, “Bagaimana kalau si penculik mengetahuinya? Suamiku dalam bahaya!”


Det.Ono segera paham hal itu. Ia meyakinkan Erika-san jika keselamatan Shima Yukio yang terpenting dan menangkap pelaku adalah yang kedua.


“Kalau begitu, bukannya kita harus mematuhi permintaan penculik itu?”



Tapi wawancara itu terhenti oleh panggilan telepon. Det.Hisashi segera meminta staf pelacak untuk bersiap. Ia memperingatkan Erika-san agar bicara selama mungkin, jika itu telepon dari penculik.


“Ah, Eri? Kau sudah di rumah?” ujar suara di seberang, seorang wanita.


Erika-san mengenali wanita itu, “Udagawa-san. Maaf, aku sedang dalam masalah. Aku akan menghubungi Anda lagi nanti,” pinta Erika-san kemudian.


Erika-san kemudian menjelaskan kalau itu adalah telepon dari atasannya di kantor, Udagawa-san.


Himura-sensei dan Alice masih menyimak semuanya dari pojok ruangan di depan dinding. Himura-sensei yang merasa bosan membujuk Alice untuk pulang saja.


“Jangan kekanak-kanakan!” balas Alice.



Bel depan rumah berbunyi. Semua orang berpikir jika itu mungkin saja dari si penculik. Ternyata yang datang adalah pengantar paket. Paket diterima, tapi tidak ada nama pengirimnya.


Himura-sensei dan Alice yang diminta untuk tidak ikut campur, sulit mendekat. Himura-sensei lalu memanggil si polisi muda dan memintanya bicara pada det.Hisashi, agar memeriksa cap pos kiriman itu.


“Ini dari Kyoto, kemarin,” ujar det.Hisashi setelah memeriksanya.


Himura-sensei kembali membisiki si polisi muda dan memintanya bicara, “Artinya tidak ada kemungkinan Erika-san yang sengaja melakukan ini.”


“Kau menuduhku?” Erika-san tidak suka.


Paket dibuka, isinya adalah dua benda hitam, dompet dan ponsel. Erika-san meyakini kalau dua benda itu milik suaminya. Selain itu ada juga dua amplop lain. Salah satu amplop berisi rambut manusia. Det.Hisashi segera meminta forensic untuk memeriksanya. Amplop lain berisi surat.


Masukkan uang dalam tas dan naik kereta dari stasiun Kyoto menuju Minami-Uji besok pukul 11.00 siang. Duduk di kursi sebelah kiri dan cari tanda merah di luar. Setelah kau menemukannya, jatuhkan tas dari jendela. Jangan sampai melewatkan tandanya. Jika aku melihat polisi, semua berakhir.


“Naik kereta dan cari tanda merah … apa maksudnya ini?” Erika-san makin pucat.



“Apa yang harus kulakukan?”


Det.Ono menawarkan diri agar dia yang menyamar jadi Erika-san dan menyerahkan uang tebusan. Tapi ide ini ditolak oleh Erika-san. Ia takut kalau si penculik tahu, maka suaminya akan dalam bahaya. Erika-san berpikir untuk pergi sendiri. Tapi ide ini ditolak polisi, kalau demikian mereka tidak bisa melakukan investigasi. Polisi memaksa untuk ikut serta.


“Wajahmu tampak seperti polisi!” protes Erika-san. Ia melihat ke arah dua pria yang sejak tadi berdiri di dekat dinding, “Kalau begitu, aku mau dua pria itu pergi bersamaku. Mereka tidak tampak seperti polisi.”


Mendengar ide ini, Alice nyaris protes. Ia berniat menolak, tapi de.Hisashi buru-buru memotong pembicaraan. Det.Hisashi meminta Himura-sensei dan Alice setuju mengikut Erika-san.


“Baiklah!” ujar Himura-sensei dengan tangan hormat.



Saat ini …


Kereta terus melaju. Bahkan meski ada enam orang yang mencari tanda merah itu, tetap tidak ditemukan. Stasiun tujuan makin dekat. Penyerahan uang tebusan terancam gagal.


Alica pindah tempat duduk dan bicara pada Himura-sensei, “Apa penculik menyadari polisi?”


“Penculik sudah membuat rencana dengan polisi di dalamnya. Penculik sengaja mengirim rambut si suami agar kita tahu kalau penculikan ini nyata. Tapi jika penculik memperkirakan polisi terlibat, ia seharusnya tidak menunjuk jadwal kereta yang pasti. Kenapa penculik ingin memberikan polisi waktu luang? Atau penculik harusnya menghubungi kita di waktu-waktu akhir dan membawa kita ke tempat lain.”


“Lalu apa tujuan intruksi ini?” Alice masih berbisik.


“Aku tidak tahu. Tapi aku yakin, ini akan gagal,” ujar Himura-sensei. Pikirannya masih melayang, tidak berada dalam kereta yang melaju itu.



Seperti dugaan, intruksi dari penculik ini gagal dilakukan. Sekarang Erika-san bersama polisi kembali ke markas kepolisian.


Det.Ono masih berusaha meyakinkan Erika-san, “Kami akan melakukan investigasi ulang untuk mempersiapkan kontak berikutnya dari si penculik.”



“Mau makan kari?” tawar Himura-sensei pada Alice.


Ini membuat Alice kebingungan. Tapi mereka akhirnya terdampar di kantin universitas tempat Himura-sensei mengajar, dengan sepiring kari di depan mereka masing-masing. Selera keduanya berbeda, terbukti dari bumbu yang diambil pun berbeda.


“Ah, aku kangen sekali. Ingat masa saat masih mahasiswa,” komentar Alice.


“Kalau begitu, itu bukti kalau kau tambah tua,” Himura-sensei benar-benar merusak mood.


Dari arah lain, tiga mahasiswa HImura-sensei juga menuju kantin. Mereka heran melihat dosennya satu itu, yang terkenal berantakan dan penyendiri tengah makan dengan seseorang. Mereka menebak-nebak siapa yang jadi teman makan Himura-sensei.


“Bukankah dia manis? Tapi dia seperti NEET (orang muda yang tidak dalam dunia pendidikan, karyawan atau pelatihan).”


“Dia juga tidak seperti professor tamu,” sambung yang lain.


Akhirnya mereka bertiga sepakat melakukan jankenpon (suit). Siapa yang kalah, dia bertugas untuk mendekati Himura-sensei dan bertanya soal orang yang makan bersamanya.



Himura-sensei dan Alice sudah selesai makan. Mereka asyik ngobrol sampai tidak mempedulikan sekitar mereka.


“Aku tidak berpikir si penculik serius soal uang tebusan,” komentar Himura-sensei. “Tanda merah terlalu tidak jelas. Meski misal saja kita menemukan tanda merah itu, berapa jauh hingga kita membuka jendela, berapa lebar jendela terbuka, dan berapa jauh Erika-san bisa melempar tasnya. Intruksinya terlalu kacau. “


“Kalau begitu apa tujuannya?”


“Aku lihat kemungkinan kalau Shima Yukio memalsukan penculikan dirinya sendiri. Dia membuat keributan untuk menarik perhatian. Atau si penculik adalah orang dekatnya. Yang terburu, dia sudah mati. Insiden ini sulit dipahami,” keluh Himura-sensei.


Saat itu salah satu mahasiswanya, Akemi yang kalah suit, pelan mendekati Himura-sensei dan Alice. Sekilas ia mendengar pembicaraan kedua orang itu. Tapi lagi-lagi, Himura-sensei maupun Alice belum menyadari kehadiran Akemi, ketika akhirnya Akemi berbalik arah.


“Ini waktunya mengajar,” Himura-sensei bangun dari duduknya dan bersiap mengembalikan piring.


“Hei, aku boleh ikut kelasmu?” pinta Alice.


Himura-sensei menatap tajam, “Tidak!”



“Manusia memiliki potensi … “ Himura-sensei asyik mengajar di depan kelas.


Sementara itu di belakang, tidak banyak mahasiswanya mendengarkan. Sebagian dari mereka asyik sendiri, dan sebagian yang lain memanfaatkannya untuk tidur.


Alice duduk di salah satu bangku di ujung. Meski dilarang oleh Himura-sensei, Alice tetap saja masuk kelas. (iya lah, kalau jadi Himura-sensei, ogah juga kalau ada sahabat dekatmu ikut masuk kelas. Pasti lebih grogi jadinya kalau ngajar di depan orang yang dikenal dekat)


Setelah dipaksa kedua temannya, Akemi akhirnya mendekati Alice, “Maaf, apa kau detektif?


“Kau pikir begitu? Katanya aku tidak mirip detektif,” Alice heran.


“Aku mendengar pembicaraanmu dengan HImura-sensei,” ujar Akemi dengan berbisik.


“Ah. Dia (Himura-sensei) adalah teman baikku sejak universitas. Aku penulis novel misteri,” Alice memperkenalkan diri.


“Jadi, yang tadi kau bicarakan … “


“Benar. Kisah dalam novelku,” ujar Alice. Rupanya ia menyembunyikan kalau itu adalah kasus yang tengah terjadi.


“Kalian berdua di ujung, diam!” perintah HImura-sensei dari depan. Rupanya ia memerhatikan saat ada yang ribut di kelasnya.



Alice ikut pulang ke tempat Himura-sensei. Masuk rumah, mereka disambut dengan beberapa benda yang aneh dan tidak pada tempatnya. Himura-sensei merasa kalau ada sesuatu yang dipersiapkan untuknya. Di rumah, mereka disambut pemilik rumah Tokie-san.


“Apa ini sebuah kode?” tebak Himura-sensei.


“Lebih dari kode rahasia,” Tokie-san tampak senang.


Alice rupanya lebih dulu paham maksud barang-barang itu. Ia ikut cekikikan bersama Tokie-san, karena kode itu sebenarnya ada di dalam novel yang ditulis oleh Alice.


“Aku akan memecahkan misteri ini!” ujar HImura-sensei yakin. Ia pun melihat sekali lagi benda-benda itu. “Virgo,” ujarnya kemudian.



“Aku,” ujar TOkie-san sok manis.


“Kau tahu jawabannya?” Alice tidak menyangka.


“Mudah saja. Zodiac kan? Vas di pintu masuk adalah Aquarius. Ikan adalah Pisces. Sweater (baju hangat dari wol) adalah Aries. Dompet dari kulit sapi adalah Taurus,” Himura-sensei menjelaskan.


“Kau mempersiapkan semuanya hanya dari rumah ini,” Alice yang melanjutkan. “Sepasang boneka kayu adalah Gemini.”


“Aku memikirkannya sejak malam. Tapi karena aku tidak menemukan virgo, aku menggunakan diriku sendiri,” ujar Tokie-san.


Alice lemas di kursinya, “Aku kesal karena kau bisa menemukan jawabannya dengan cepat.”


Himura-sensei jongkok di dekat Alice dan memegang kepala Alice, “Jadikan ini pengalaman.”


“Aku marah padamu!” rajuk Alice. (aiiiih adegan ini manis banget sih. Alice yang ngambek dan di puk puk sama Himura-sensei. Hihihi … jangan mikir yang iya-iya lho ya)


Tokie-san pamit akan membuatkan kopi untuk mereka semua. Tapi ponsel Himura-sensei keburu berbunyi, dari det.Hisashi. Det. Hisashi mengatakan kalau korban penculikan, Shima Yukio ditemukan telah meninggal.



Mendapat kabar seperti itu, Himura-sensei dan Alice buru-buru pergi. Kini mereka ada di tempat penemuan jasad Shima Yukio, dalam area kampus.


Petugas forensic menjelaskan kalau perkiraan kematian sekitar 4 hari silam, atau pada 25 januari. (ya ampun, apa nggak bau ya?). Artiny Shima Yukio sudah meninggal saat telepon ancaman penculikan diterima Erika-san, istrinya pada 27 Januari. Tapi si istri mengaku mendengar suara suaminya dari telepon. Mungkinkah pesan dari kematian?


Forensic melanjutkan, kalau menurut keadaan jasad itu, pembunuhan dilakukan di tempat lain. Setelahnya dibiarkan beberapa lama, baru dibawa ke tempat sekarang ditemukan. Pakaian yang digunakan korban pun tidak kusut atau kasar. Tapi senjata pembunuhan belum ditemukan. Korban dibunuh dengan dipukul menggunakan benda tumpul dari belakang. Tersangka memukulnya secara spontan.


“Kalau dia tidak waspada, pasti itu orang yang dia kenal,” komentar Himura-sensei.



Sementara forensic bekerja di TKP, det.Hisashi dan det.Ono menuju kediaman Shima-san. Mereka memberitahukan pada Shima Erika-san tentang jasad suaminya yang telah ditemukan.


“Tolong tetap bekerjasama untuk investigasi ini. Suami Anda sudah meninggal pada 25 Januari. Jadi ini tidak ada hubungannya dengan polisi,” det. Hisashi berusaha menjelaskan.


“Tapi aku dengar suaranya!” Erika-san histeris.



Himura-sensei memandangi jasad Shima Yukio di depannya itu. Ia berbalik. Dalam pikirannya, nafsu membunuhnya kembali. Seolah ia lah yang melakukan semuanya. Membunuh orang itu dengan memukul bagian belakang kepala korban dengan benda tumpul.


Alice menangkap tatapan aneh Himura-sensei, “Ada apa?”


“Ini adalah tempat sempurna untuk kejahatan,” senyum di wajah Himura-sensei terkembang, sebuah senyum misterius.


Alice paham maksudnya. Ia ingat dengan ucapan Himura-sensei sebelumnya, bahwa ia ingin sekali membunuh seseorang. Tapi Alice buru-buru menguasai diri, “Tapi kejahatan sebenarnya tidak terjadi di sini.”


“Kita harus cari tahu siapa yang membunuhnya!” tegas HImura-sensei.



Satu per satu fakta berkelebatan di kepala Himura-sensei, “Tujuan awal memang untuk membunuhnya. Jika tersangka tidak tertarik dengan uang, maka tersangka pasti orang yang benci pada korban. Ini seperti kejahatan spontan. Tersangka kemungkinan besar keluarga atau teman.”


“Apa kau pikir istrinya pelakunya?” tanya Alice. “Kalau begitu, telepon ancaman itu palsu?”


“Tidak mungkin. Dia tidak mungkin membawa jasad itu karena dia ada pekerjaan di luar kota. Menurut cap pos (Kyoto), dia bukan pengirim surat ancaman itu. Saat naik kereta, dia tampak ketakutan oleh sesuatu. Itu sama sekali tidak tampak dramatis. Kalau begitu, ayo bicara dengannya!” ajak Himura-sensei.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 2.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net