SINOPSIS Married as Job 07 part 2

14.15.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Married as Job episode 07 part 2. Ciuman setelah pulang dari liburan dari penginapan ternyata berbuntut panjang. Hiramasa berusaha menghindari Mikuri dalam berbagai kesempatan. Mikuri yang terus mendesak ingin tahu, tidak bisa berbuat banyak.


Tapi Hiramasa tidak berkutik saat harus berhadapan dengan ‘ulang tahun Mikuri’. Mau tidak mau mereka harus kembali berinteraksi. Dan akhirnya kesempatan Mikuri pun datang.



Pesan dari Mikuri : Apa boleh aku bertanya? Kenapa Anda menciumku?


Hiramasa kaget diberi pertanyaan seperti ini dari Mikuri. Butuh beberapa lama hingga akhirnya di bisa membalas pesan Mikuri itu.


Pesan dari Hiramasa : Maaf, itu tindakan tak pantas dari seorang bos.


Mikuri kesal mendapat balasan seperti itu. Pesan dari Mikuri : Bukan permintaan maaf. Alasan!


Hiramasa panik. Aku tak bisa mengatakan bahwa aku terbawa suasana dan menciumnya. Aku akan menambahkan permintaan. Pesan dari Hiramasa : Bisakah kau berpura-pura hal itu tak pernah terjadi?


Pesan balasan dari Mikuri : Anda tak perlu minta maaf.


Pesan dari Hiramasa : Tak apa-apa... jika aku tidak minta maaf? Tetap saja, tindakan sepihakku tak bisa dimaafkan. Aku benar-benar menyesal."


Mikuri kesal sendiri. Ia berpikir, kenapa Hiramasa harus menyesalinya?


Pesan dari Hiramasa : Jika melihatnya sebagai liburan kantor, itu termasuk pelecehan seksual dan tak pantas.


Pesan dari Mikuri : Akan tetapi, liburan kemarin juga bulan madu, dan secara teknis kita berdua adalah kekasih, jadi bukankah bisa diterima sebagai sentuhan lanjutan? Tapi kemudian Mikuri heran sendiri dengan kalimat ‘bisa diterima’ yang barusan ditulisnya.


(ni orang, Cuma dibatasi tembok selapis aja pake sms-an segala. Kenapa nggak ngomong langsung aja sih? hih! Bikin gemes aja!)



Pesan dari Hiramasa : Terima kasih. Mulai sekarang tolong tetap membantuku. Hiramasa bingung sendiri dengan kalimatnya. Bantuan apa? Akhirnya ia mengubah kalimat pesannya jadi Mulai sekarang tolong tetap membantuku.


Mikuri tersenyum mendapat pesan balasan dari Hiramasa. Ia pun membalasnya cepat : Sama-sama, mohon bimbingannya. Selamanya .


(ada yang ngerti maksud kalimat-kalimat pesan mereka berdua ini? Itu endingnya, mereka sepakat jadian ato gimana sih? kekekeke. Habisnya Hiramasa ini clueless banget sih. gemesss )


Mikuri dan Hiramasa pun senyum-senyum sendiri sambil memandang bulan yang sama dari jendela masing-masing.



Pagi berikutnya, Mikuri mempersiapkan sarapan seperti biasa. Setelahnya ia pun memberikan bekal makan siang pada Hiramasa.


“Kupikir aku akan pulang malam dari kantor. Aku akan makan malam di kantor, jadi jangan khawatir,” ujar Hiramasa sebelum berangkat. Kali ini ia seolah ingin berlama-lama berpamitan. “Hari ini...Selasa, 'kan?” Hiramasa mendekat dan kemudian memeluk Mikuri di hari pelukan. “Hari ini pastikan... kau tidur lebih dulu. Aku berangkat.”


“Selamat jalan,” Mikuri tersenyum seperti biasa saat melepas kepergian Hiramasa.


Tapi ... setelah pintu tertutup, Mikuri hanya bisa bersimpuh karena kakinya lemas. Level kebahagiaan Mikuri naik derastis, bahkan mencapai point tertinggi angka 9 untuk keempad digit angka. Gelombang... cinta ini. Angin Puyuh Hiramasa di dalamku sudah. Hari ini pastikan kau tidur lebih dulu dari Tsuzaki Hiramasa: 9.999 poin!


Apa tak apa-apa... punya rasa suka sedalam ini? Ini akan menimbulkan masalah dalam pekerjaan. Tidak, mari sekarang kita bahagia dengan setulusnya. Selamat, peringkat pertama! Terima kasih, peringkat pertama!



Tak terasa, Selasa berikutnya terasa ternyata datang dengan cepat. Selasa kini jadi hari yang ditunggu.


“Aku akan pulang di waktu biasa hari ini.”


“Oke. Aku akan menunggu,” ujar Mikuri.


“Tolong tunggu aku. Aku berangkat,” pamit Hiramasa. Ia kemudian menutup pintu. Dan ternyata tidak hanya Mikuri yang merasakan bahagia luar biasa. Hiramasa sampai merasakan kakinya lemas dan terduduk di lantai karena melihat Mikuri pagi ini. Imut sekali...!



Aku selalu berpikir dia cukup imut, tetapi belakangan ini aku mulai berpikir dia benar-benar imut.


Aku tak mungkin menyangkalnya. Ini...


Hiramasa masih saja terus memikirkan Mikuri. Saat di jalan, ia pun melihat ke arah apartemennya di lantai dua dan menemukan Mikuri ada di sana melambaikan tangan. Hiramasa pun membalas lambaian tangan itu dengan senyum lebar terkembang. Tapi, karena tidak hati-hati, Hiramasa nyaris saja tertabrak mobil yang lewat. Si sopir marah-marah melihat Hiramasa yang berjalan tidak hati-hati.


Hiramasa pun melihat ke arah Mikuri lagi yang tampak khawatir. Tapi ia kemudian memberikan tanda kalau dirinya baik-baik saja. Aku tak mau mati saat ini. Malam ini aku tak boleh mati sebelum sampai di rumah.



Lajang profesional tidak mengambil langkah lanjutan. Itu adalah peraturan yang tak bisa diganggu gugat. Akan tetapi, untuk pertama kalinya aku tahu bahwa tempat itu sangat hangat. Aku mulai pulang ke rumah untuk menghangatkan tubuhku yang beku.Hiramasa menatap apartemennya dari bawah, dengan perasaan berbeda dari biasanya.


Malam itu, hari Selasa, seperti biasa Hiramasa dan Mikuri berpelukan. Dan hanya itu. lalu keduanya saling mengucapkan selamat malam dan beranjak tidur.


Apa mungkin... takkan ada ciuman kedua?



Hiramasa kembali kamarnya. Alih-alih langsung tidur, ia justru mencari sesuatu di internet. Tapi setelahnya Hiramasa dibuat pusing dengan hasil pencarian yang muncul di sana.


Waktu ciuman


Waktu Ciuman: 20 Hal untuk Diperhatikan



“Kau kurang tidur?” sapa Kazami-san melihat Hiramasa hari itu.


“Kemarin malam aku mencari tahu tentang sesuatu. Makin lama kupelajari, makin banyak yang perlu diperhatikan,” ujar Hiramasa. “Yang mana yang benar? Yang mana yang fakta?”


“Masalah sosial atau yang lain?”


“Yah, sesuatu seperti itu.”


Hino-san lalu bergabung. Ia memperingatkan Hiramasa dan Kazami, karena mungkin saja Numata-san akan datang lagi dan berpikira yang tidak-tidak karena melihat mereka mengobrol berdua seperti itu.


“Siapa yang berpikir kalau Numata mengira Kazami dan aku saling jatuh cinta?”


“Itu lucu, ya. Kukira Numata orang yang tajam,” komentar Kazami pula.


Mereka akhirnya sepakat kalau Numata-san tidak selalu tepat dalam menebak segala hal. Dan Numata adalah Numata, seorang pria bernama lengkap Numata Yoshitsuna. Biasanya di saat-saat seperti itu, Numata akan muncul. Tapi kali ini, Numata ternyata tidak muncul. Itu membuat ketiganya heran juga.



Kemana Numata-san? Ternyata ia mengikuti salah seorang karyawan perusahaan yang belakangan cukup mencurigakan. Tepat seperti dugaan Numata, si karyawan muda itu bicara dengan atasannya di tempat tidak biasa, di tangga darurat.


“Aku sendiri juga tidak begitu mengerti! Bagaimanapun...Membeli semua saham?!”


“Ssst!”


Yuri rapat bersama dua stafnya di ruangan lain. Kali ini si staf pria memuji kuku milik Yuri yang cantik. Yuri mengelak karena bisa jadi itu akan jadi masalah lagi. Lagipula meski ia sudah dinyatakan tidak bersalah, rumor yang terlanjur beredar tentangnya tidak bisa hilang begitu saja.


Si karyawan wanita juga ikut kesal karena melihat karyawan lain masih saya merumpikan soal Yuri. Ia bahkan menantang mereka untuk mengerjakan pekerjaan Yuri.


“Kau baru saja membuat banyak orang memusuhimu,” tegur Yuri.


“Aku hanya mengatakan kebenaran,” elak si karyawan wanita.


“Kadang-kadang kebenaran menimbulkan masalah,” sambung si karyawan pria.


“Itu alasannya aku benci Jepang. Meski aku juga benci Amerika,” keluh si karyawan wanita.


Si karyawan wanita ini ternyata adalah migran yang kembali dari Amerika. Dan dia tidak mau kalau orang-orang di sekitarnya tahu soal ini. Karena kalau mereka tahu, maka ia akan dianggap aneh. Bahkan orang-orang akan menyuruhnya kembali saja ke Amerika. Lalu saat di Amerika, orang-orang di sana menyuruhnya kembali saja ke Jepang. Serba salah.


“Meski aku bisa dua bahasa, bahasa Inggrisku beraksen selatan, dan aku tak cakap menulis artikel dalam bahasa Jepang,” lanjut si karyawan wanita.


“Kau seharusnya memberitahuku!” komentar Yuri.


“Kupikir kau hanya anak muda tanpa motivasi,” ujar si karyawan pria.


“Karena ada banyak migran yang kembali dan bisa menulis dengan sempurna. Aku tak mau menggunakannya sebagai alasan,” ujar si karyawan wanita pula.



“Meski sulit dikendalikan, tetapi aku menyadari bahwa mereka berdua anak yang baik. Pekerjaan itu adalah... menghubungkan satu orang dengan orang lain,” ujar Yuri. Ia baru saja menceritakan soal dua orang bawahannya yang tadinya menurutnya menyebalkan itu.


“Menghubungkan... Pada akhirnya itu persoalannya, ya. Apakah kau mau atau tidak. Mungkin itu jenis pekerjaan yang kumau. Alih-alih bekerja di perusahaan besar, tempatku bekerja mungkin tidak luas, tetapi dibangun dari hubungan orang-orang. Pekerjaan sukarela,” komentar Mikuri selanjutnya. Tapi ia buru-buru meralatnya, karena ia juga butuh uang.


Obrolan Yuri dan Mikuri hari itu masih soal pekerjaan. Sampai sekarang Yuri masih tidak tahu kalau sebenarnya pernikahan Mikuri dengan Hiramasa adalah urusan pekerjaan.


“Tak peduli apa pekerjaanmu, kau perlu memiliki rasa terima kasih dan hormat pada orang lain,” ujar Yuri pula.


Mikuri pun memikirkannya. Terima kasih dan hormat. Hiramasa selalu menunjukkan rasa terima kasih dan hormat padaku. Apa karena ini... hanya hubungan kerja? Kalau kami melewatinya apa yang akan terjadi?



Mikuri pulang ke rumah. Ia membawa oleh-oleh dari Yuri dan menawarkannya pada Hiramasa. Anggur es.


“Yuri memberikannya padaku,” ujar Mikuri.


Hiramasa pun menikmati minuman itu, “Tampaknya anggur ini hanya menggunakan anggur yang beku alami di daerah dingin. Kandungan gulanya naik karena proses kondensasi. Ini jauh lebih manis dari yang kukira.”


Mikuri yang duduk di sebelah Hiramasa mulai bicara serius, “Aku belum pernah mengatakannya dengan layak, jadi akan kulakukan sekarang. Karena Anda cukup baik untuk mempekerjakanku, aku bisa menikmati pekerjaanku tiap hari. Terima kasih banyak.”


“Sama-sama.”


“Lalu, bukan itu saja. Aku tetap paling menyukaimu, Hiramasa,” sayangnya itu hanya adala dalam hati Mikuri saja. Ia lalu meletakkan kepalanya di pundak Hiramasa. Kata-kata yang dulu bisa kukatakan dengan mudah sebagai pekerja, kenapa... aku tak bisa mengatakannya lagi?


Hiramasa merasa canggung dengan sikap Mikuri ini. Tapi ia juga tidak berbuat apapun. Alih-alih, Hiramasa justru mengambil gelasnya dan minum anggur dari sana lagi.



Hiramasa meletakkan gelasnya kembali ke meja. Mikuri pun bangun dari pundak Hiramasa. Hiramasa lalu menggeser duduknya, tangannya memegang tangan Mikuri. Pelan, Hiramasa mendekatkan wajahnya ke wajah Mikuri.


Seperti sebelumnya, Hiramasa pun mendaratkan bibirnya ke bibir Mikuri. Kali ini Mikuri sudah tidak kaget seperti yang pertama dulu. Semuanya berjalan secara alami.



Setelah berciuman, keduanya pun jadi canggung. Tapi tidak seperti yang dulu, mereka akhirnya bepelukan erat, menikmati rasa nyaman satu sama lain.


“Aku tak apa-apa. Kalau itu Anda, Hiramasa. Untuk melakukan hal seperti “itu”,” bisik Mikuri dalam pelukan Hiramasa. (tahu maksudnya kan ya, “itu” yang dikatakan Mikuri? Ok, ok, Na sebutkan deh, bersenang-senang. Mudeng? Paham? Kalau belum paham, berarti kalian belum saatnya baca sinopsis ini. kekekekeke)


Kaget karena Mikuri mengatakan hal itu, Hiramasa justru melepaskan pelukannya. “Maaf. Itu tak mungkin... bagiku. Bukannya aku mau melakukan hal seperti itu. Maaf. Itu tidak mungkin.”



Suasana berubah benar-benar jadi canggung. Mikuri lalu segera berdiri, “Aku juga minta maaf. Tolong lupakan hal itu,” ia bersikap sebiasa mungkin.


Mikuri lalu mengambil gelas minumannya dan meletakkannya ke bak cuci di dapur. Mikuri berusaha menyembunyikan fakta kalau tangannya bergetar, sebagai pelengkap gemuruh yang ada di dalam dadanya akibat penolakan tadi.


Hal ini membuatku ingin masuk ke dalam lubang, jika ada. Aku benar-benar berharap aku bisa pergi ke sisi lain dunia.



Di malam dengan bulan yang samar, aku...melarikan diri dari apartemen 303.


Malam merambat pelan. Mikuri berada di dalam sebuah bis malam yang melaju cepat di jalanan. Ia dalam sebuah perjalanan.


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Tu kan ya ... baru episode tujuh, jadi nggak mungkin perjalanan kisah Mikuri sama Hiramasa langsung berjalan baik. Meski sempat ada manis-manisnya gitu, tapi tetap aja ternyata masih ada masalah juga. Mikuri kabur dari apartemen Hiramasa. Kemana dia pergi? Dan apa yang akan dilakukan Hiramasa kemudian?


Oh ya, Happy New Year!


ahahahaha, hampir ketinggalan. Sampai lupa tanggal nih

SINOPSIS Married as Job 07 part 1

14.15.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Married as Job episode 07 part 1. Mikuri dan Hiramasa liburan bersama dari tiket liburan yang diberikan Yuri. Meski hanya semalam, berbagai insiden sudah terjadi. Dari insiden ranjang besar, kotak berisi minuman energi hingga terpeleset karena serangga. Sayangnya, sampai akhir tidak terjadi apapun. Mikuri pun hanya bisa menahan tangisnya saja.


Dan akhir episode enam adalah ending yang paling banyak ditunggu. Liburan mereka berakhir. Tapi, sebelum turun dari kereta, tiba-tiba saja Hiramasa mendaratkan bibirnya ke bibir Mikuri. LOL?



Pagi ini ada dua emprit jepang datang ke beranda. Apa yang putih juga sehat? Ya, sehat. Baguslah kalau baik-baik saja.


Sarapan pagi pertama, kedua dan berikutnya sepulang liburan kemarin yang (tidak) baik-baik saja.



Mikuri’s imagination mode on.


Ini adalah bosku, Tsuzaki Hiramasa. Apa Anda percaya, orang ini di perjalanan pulang liburan yang lalu tiba-tiba menciumku! Akan tetapi...


Saat kereta akhirnya sampai di pemberhentian terakhir, Mikuri sudah menyerah. Ia tidak mau berharap apapun ataupun meminta apapun lagi pada Hiramasa. Tapi ternyata Hiramasa menghentikannya dan mendaratkan bibirnya ke bibir Mikuri. Sadar atas sikapnya ini, Hiramasa buru-buru turun dari kereta. Ia bahkan tidak mendengarkan panggilan Mikuri di belakangnya.


Setelah itu, di dalam kereta dan bus, dia tidak berbicara apa pun dan tidur seperti balok kayu. Namun, pasti dia berpura-pura tidur! Sesampainya di rumah pun...


Di rumah, Mikuri berusaha minta penjelasan pada Hiramasa soal insiden ciuman tadi. Tapi Hiramasa buru-buru mengelak dan mengatakan masih ada pekerjaan (alasan paling absurd, soalnya besoknya masih libur) dan buru-buru masuk ke dalam kamarnya. Jelas Hiramasa menghindari bicara dengan Mikuri.


Sejak saat itu, dia sama sekali mengabaikannya, benar-benar mengabaikannya. Tak ada sentuhan, tak ada reaksi, baik-baik saja di belakang! Orang ini kenapa, ya?



“Bagaimana sup miso pagi ini?” tanya Mikuri. Ia memulai pembicaraan.


“Ya... seenak biasanya.”


Sup miso ini...Karena makanan di penginapan yang sangat enak, aku terinspirasi membuat dashi* otentik. (dashi: kaldu masak khas Jepang) Pagi ini aku bangun pagi dan membuat kaldu dari ikan bonito kering. Ini adalah sup miso spesial. Itu yah, tak masalah. Masalahnya adalah, apa maksud Hiramasa? Menyalakan api lalu meninggalkannya begitu saja. Bagaimana kalau apinya menyebar? Apa Anda seorang pembakar? Mikuri masih saja bertanya-tanya soal insiden kemarin dalam pikirannya.


“Bagaimana ikannya?” tanya Mikuri lagi.


“Ini enak. Kau belum pernah masak ikan ini sebelumnya, 'kan ya?” komentar Hiramasa, tetap datar.


“Ya. Ini ikan kisu* bakar.” (*kisu: nama ikan, pelafalannya mirip kata kiss—ciuman)


Ucapan Mikuri membuat Hiramasa tersedak. Tapi juga tetap tidak mengatakan apapun soal insiden ciuman kemarin. Mikuri tidak bisa berkata apa-apa lagi dengan sikap Hiramasa yang luar biasa tanpa ekspresi ini.



Setelah melepas Hiramasa yang berangkat kerja, Mikuri beres-beres rumah. Ia melepas sprei ranjang Hiramasa dan berniat menggantinya. Tapi Mikuri kembali berimajinasi.


Mikuri berkerudung merah duduk di pinggir jalan dengan korek api di tangan. Satu per satu korek itu dinyalakan. Dan momen-momen menyenangkan selama ini bersama Hiramasa pun berseliweran. Tiap kali korek di tangannya mati, Mikuri kembali menyalakannya. Dan kilasan kisah manis itu pun kembali muncul. Sayangnya semua korek akhirnya habis. Dan Mikuri akhirnya terlelap di bawah guyuran salju. (ini mirip dongeng gadis kerudung merah, ato bukan ya?)


Jika dia akan mengabaikannya sejauh ini, kupikir semuanya hingga saat ini apakah hanya ilusi? Lelah mencari pekerjaan, seorang wanita sedih, tak dibutuhkan oleh siapa pun, dan tak punya tempat tujuan melihat sebuah ilusi di ambang kematian. Bulan madu palsu yang juga liburan kantor, juga ciuman di kereta, semuanya. Semuanya, semuanya hanya ilusiku. Meski semua itu membuatku bahagia...


Kenyataan? Mikuri berselimut sepresi meletakkan kepalanya di ranjang milik Hiramasa dan mengelus bibirnya.



Di kantor, Hiramasa mengembalikan minuman energi pada Hino-san, “Ini aku kembalikan. Barang yang kauberikan sebelumnya...”


“Oh, minuman energi?”


“Kau tak perlu mengatakannya!” protes Hiramasa.


“Kau tak meminumnya?” Hino-san heran karena minuman itu masih lengkap.


“Aku takkan meminumnya,” elak Hiramasa.


“Namun, aku sudah memberikannya padamu, kau seharusnya meminumnya!”


“Itu adalah sesuatu yang takkan pernah kubutuhkan selama hidupku. Aku hanya akan menerima niat baikmu. Terima kasih,” Hiramasa beranjak pergi kembali ke mejanya.


Tapi Hino-san justru berpikir lain, “Dia ternyata hebat, ya (tanpa meminum minuman energi).”



Ada yang aneh denganku. Seorang lajang profesional tidak mudah jatuh cinta, tidak mengambil langkah lanjutan. Atau bisa dibilang, penting untuk tidak melanjutkannya. Dengan begitu tercipta ketenteraman. Ada yang aneh denganku saat itu. Saat itu... Tak mudah meninggalkannya, dan kurasa kami memikirkan hal yang sama. Sangat manis...


Hiramasa masih terus memikirkan insiden kemarin saat liburan itu. Soal ciuman dengan Mikuri. Hingga ia pun berteriak dari dalam toilet.


Karyawan lain yang mendengar teriakan itu heran. Saat ia melihat Hiramasa keluar, si karyawan bertanya soal teriakan. Tapi Hiramasa mengelak kalau dia yang berteriak dengan wajah datarnya seperti biasa.



Pulang kantor, Hiramasa tidak langsung pulang ke rumah. Ia malah mampir ke toko buku dan membeli buku sudoku. (tahu kan game sudoku itu?). Dan sekarang dia malah nongkrong di kafe sambil mengisi kotak-kotak sudoku yang masih kosong itu.


Benar-benar ada sesuatu yang aneh denganku. Kenapa aku melakukan hal seperti itu? Kenapa aku terbuai bulan madu palsu itu? Buaian bulan madu. Aku terbuai. Aku hanya meyakinkan diriku sendiri bahwa kami memikirkan hal yang sama. Itu adalah tindakan terburuk seorang majikan. Itu adalah pelecehan seksual. Mikuri tidak akan mengatakannya terus terang, tetapi dia pasti kesal. Jika dia mulai membenciku lalu mengundurkan diri dan apa yang tertinggal untukku.


Begitu, ya...Untuk orang seusiaku ini, tentu saja, paling tidak sudah pernah mencium seseorang.


Aku bisa mengatakannya. Aku sekarang bisa mengatakan dengan bangga apa yang dulu kututup-tutupi. Bahkan hanya karena itu, aku bisa berpikir aku bersyukur hal itu terjadi.



Nyaris tengah malam saat Hiramasa akhirnya tiba di rumah. Ia mengendap-endap masuk. Rupanya Hiramasa sengaja pulang telat untuk menghindari Mikuri. Sayang, sebelum masuk ke kamarnya, lampu ruangan menyala. Hiramasa kaget karena Mikuri masih belum tidur.


“Aku sudah memberitahumu bahwa aku akan pulang telat karena lembur dan menyuruhmu tidur duluan,” ujar Hiramasa.


“Aku sudah baca pesanmu. Akan tetapi, ini hari Selasa,” ujar Mikuri.


Hiramasa menunjuk jarum panjang jam yang baru saja melewati angka dua belas, “Baru saja jadi Rabu.”


Tapi Mikuri tidak tergoyahkan. Dia malah membuka tangannya lebar-lebar. Tidak punya pilihan, Hiramasa pun mendekat dan memeluk Mikuri, dengan terpaksa. Setelahnya ia pun kembali masuk ke kamarnya.


Tidak adil. Seakan-akan dia tidak punya pilihan. Tiba-tiba dia seperti menyesali ciuman itu. Mikuri melihat pintu kamar Hiramasa yang tertutup itu dengan tatapan sedih.


Ternyata di dalam, Hiramasa juga belum bisa tidur. Ia masih memikirkan soal insiden kemarin itu. Apa aku melakukan hal yang benar? Seperti biasa, seperti tak ada yang terjadi. Namun, tak mungkin aku bisa berpura-pura tak ada yang terjadi. Tolong, bagaimanapun caranya, buat gaya hidup ini tetap berjalan, bahkan jika hanya sehari lebih lama.



Mikuri seperti biasa datang dan membersihkan rumah Kazami. Kazami yang penasaran mulai bertanya-tanya soal bulan madu Mikuri. Tapi Mikuri tampak malas membahasnya dan memilih mengalihkan pembicaraan.


“Kazami, kau tak pergi kerja?” tanya Mikuri.


“Hari Sabtu aku masuk, jadi aku libur hari ini.”


Mikuri tengah bersih-bersih lantai. Ia pun mengusir Hiramasa agar pindah dulu. Hiramasa heran dengan sikap Mikuri yang tampak emosidonal. Tapi Mikuri mengatakan kalau dia biasanya juga demikian.


Tidak mau kehilangan momen, Kazami lalu menarik Mikuri dalam pelukannya, “Kalau kau jadi pasanganku, bahkan jika kau melakukan sesuatu yang mengejutkanku, Aku akan berpikir "Ah! Ini pasti sebuah trik."”


Mikuri cukup kaget dipeluk tiba-tiba begitu. Tapi perasaan Mikuri baik-baik saja, tidak ada yang aneh. Ini pasti strategi untuk menggetarkan hatiku.


“Apa hatimu berdebar-debar?” tanya Kazami kemudian.


“Tolong jangan bercanda!” protes Mikuri. Ia pun melepaskan diri dari pelukan Kazami.



“Aku mulai iri pada Hiramasa. Orang sepertiku tak dipandang serius. Mereka pikir kami hanya main-main,” curhat Kazami saat makan siang bersama Yuri.


“Ada yang bilang begitu?” tanya Yuri.


“Aku coba mencium Mikuri. Tidak, tidak benaran...” ralat Kazami cepat saat ia melihat perubahan ekspresi wajah Yuri.


“Yang mana sebenarnya? Ini buruk untuk jantungku.”


Kazami tersenyum, “Tampang dan kepribadian Hiramasa sama-sama tulus, jadi dia bisa menemukan cinta sejati. Orang berkata yang sama tentangku saat aku masih muda.”


Yuri hanya tersenyum menanggapi curhatan Kazami. Ia juga mengaku pernah punya pengalaman seperti itu. Dan seperti inilah dia sekarang.


Mereka pun bangun selesai makan siang dan berebut untuk membayar makan siang itu.


“Aku sudah mengubah pandanganku tentangmu. Aku bukan "laki-laki ganteng yang menyebalkan" lagi. Sekarang kau "ponakan bermuka tebal.",” ujar Yuri kemudian.


“Kalau aku ponakan, apa boleh kupanggil kau tante?”


“Kau takkan selamat jika berani melakukannya,” ancam Yuri, tapi dengan bercanda.



Hiramasa makan siang bersama Hino-san. Hino-san mengaku kehabisan ide untuk hadiah ulang tahun istrinya, setelah lebih dari 10 tahun berlalu. Hino-san bertanya, apa yang diberikan Hiramasa untuk ulang tahun Mikuri.


“Ulang tahunnya belum lewat...” ujar Hiramasa. Tapi ia kemudian ingat saat mengisi form pernikahan. Ternyata ulang tahun Mikuri sudah lewat, 8 September 1990. Hiramasa lalu mengecek tanggal di ponselnya, “Aku lupa ulang tahunnya. Sudah hampir sebulan lalu.”


“Kau bercanda, 'kan? Kau tak memberinya apa-apa? Bagaimana dengan "selamat ulang tahun"?”


“Tidak juga,” ujar Hiramasa jujur. “Akan tetapi, kami adalah pasangan menikah yang tak melakukan apa pun.”


“Tidak bisa begitu. Kalau tak menghargai hal-hal kecil, kalian akan bercerai di masa tua.”


“Dalam kasus kami, malah aneh jika aku melakukan sesuatu,” elak Hiramasa.


“Tidak aneh, 'kan? Bukankah bukan hal yang aneh bahwa hal ini tidak tak aneh?” Hino-san akhirnya bingung sendiri. “Kupikir kau perlu memikirkannya, lho.”



Tidak lama setelahnya Kazami bergabung untuk makan siang juga. Ia mengaku mempekerjakan wanita untuk membersihkan ruamhnya dua kali seminggu. Dan karena ulang tahunnya awal September dulu, Kazami juga sudah memberinya hadiah ulang tahun.


“O-omong-omong, apa yang kau berikan?” justru Hino-san yang penasaran.


“Teh Sri Lanka yang lumayan enak.”


“Hebat sekali jika kau bisa memberinya hadiah sesantai itu,” puji Hino-san lagi.


Sementara Hiramasa mengingat-ingat. Sepertinya ia kenal dengan teh itu. Seperti yang pernah disajikan oleh Mikuri saat malam.


“Dia mendekati tipe idealku, tetapi dia bukan orang yang terus terang. Benar 'kan, Hiramasa?” Kazami bertanya pada Hiramasa, membuat Hiramasa makin salah tingkah.


Hino-san heran karena Kazami bicara seperti itu. Tapi Kazami mengatakan kalau Hiramasa juga mengenal wanita pekerja itu.


“Kami sering membahasnya,” ujar Kazami lagi.


“Makanya kalian berdua belakangan ini kelihatan dekat,” komentar Hino-san.


Tapi Numata-san bergabung dan membuat kacau. Ia berpikir kalau Hiramasa dan Kazami bohong soal itu. Karena Numata-san percaya, kalau Hiramasa dan Kazami dekat lantaran tertarik satu sama lain. (baca=gay). Hiramasa dan Kazami Cuma bengong dituduh seperti itu oleh Numata.



Mikuri makan siang di toko milik Yassan. Dan seperti biasa, dia memulai curhatnya di sana. “Apa kaupikir pernikahan bisa berjalan lancar jika tidak ada cinta? Jika tak ada cinta, kau tak mengharapkan banyak hal dan hanya memikirkannya sebagai perjanjian bisnis. Dan menganggap suamimu sebagai ATM-mu?”


“Itu terlalu ekstrem, sih,” komentar Yassan. “Kalau bisa dipecahkan semudah itu, aku takkan bercerai, juga takkan bekerja di toko seperti ini.”


“Jangan berkata "toko seperti ini" saat kau sendiri yang kembali ke sini,” saran Mikuri.


“Pendengaran Nenek hanya bagus di saat-saat seperti ini,” Yassan ikut berbisik.


“Kau akan mewarisi toko ini?” tanya Mikuri kemudian.


“Aku tak menginginkannya, sih.”


“Bagaimana dengan memperbaruinya?”


“Kami tak punya uang untuk itu,” elak Yassan.


“Bukan dengan mengeluarkan uang, tetapi misalnya menjual selai sayuran, memberi tahu resep masakan yang menggunakan sayur-sayuran, atau sesuatu untuk menarik pelanggan ibu rumah tangga...” saran Mikuri.


“Mikuri... kau selalu mengatakan hal seperti ini. Kalau melakukan ini, kalau melakukan itu... Kalau kau melakukannya sendiri itu adalah masalahmu sendiri, tetapi kalau disuruh orang lain jadi menyebalkan,” keluh Yassan.


“Ahk! Kata-kata itu baru saja memukulku telak. Ada banyak hal yang tak berjalan lancar...”


“Dengan pacarmu?” Yassan heran.


“Sebenarnya, dia bahkan bukan pacarku. Kami menikah, tetapi aku tak terdaftar di kartu keluarganya. Selain itu aku diciumnya. Hanya sekali.”


“Ini imajinasimu?” sindir Yassan. Sepertinya dia tidak terlalu serius menanggapi curhat Mikuri.



Hiramasa menunggu Yuri keluar dari kantor baru menghampirinya.


“Terima kasih atas hadiah liburannya waktu itu,” ujar Hiramasa.


“Sepertinya kalian bersenang-senang. Terima kasih oleh-olehnya.”


“Omong-omong bulan lalu ulang tahun Mikuri, ya. Apa kau memberinya sesuatu, Yuri?” tanya Hiramasa sangat hati-hati.


“Kau belum dengar? Sebuah Bamix, mikser tangan. Kenapa kau bertanya?”


“Tak ada alasan khusus,” elak Hiramasa ceoat.


“Jangan bilang, kau tak berbuat apa pun?” tembak Yuri, tepat.


“Mana mungkin!”


“Kalian bukan pasangan paruh baya. Kalian berdua seperti baru mulai berpacaran,” komentar Yuri kemudian.



Hiramasa mengecek di dapur. Dan benar saja, ia menemukan benda yang dihadiahkan Yuri pada Mikuri. Lalu kotak teh, seperti yang diceritakan oleh Kazami.


Apa hanya aku satu-satunya yang tak menyadarinya. Tepat di depanku. Ini faktanya.


Mikuri heran melihat tingkah Hiramasa yang tumben mengendap-endap di dapur. Tapi Hiramasa buru-buru menghindar dengan berjalan ke kamarnya sendiri setelah mengucapkan selamat malam.



Hari berikutnya, Hiramasa datang ke deprtemen store. Ia berniat mencari hadiah untuk Mikuri. Perhiasan, pakaian, peralatan rumah ... ternyata mencari hadiah untuk wanita lebih membuat pusing Hiramasa.


Hiramasa lalu duduk di depan departemen store dan menelepon orang tua Mikuri. “Ah, begini, aku mau bertanya apa yang Mikuri suka atau hal-hal apa yang dia sukai.”


“Hal-hal yang Mikuri sukai?” orang tua Mikuri terlalu bersemangat menanggapi pertanyaan menantu mereka ini.


Tapi alih-alih membantu, kedua orang tua Mikuri justru sibuk menceritakan soal pero, anak anjing yang pernah disukai Mikuri saat masih kecil. Tidak ada solusi sama sekali.


Hiramasa masuk kembali ke departemen store, menuju toko perhiasan.


“Apa yang Anda cari?” tanya si pegawai.


“Hadiah untuk seorang wanita...” Hiramasa ragu.


Tapi saat si pegawai bertanya ‘siapa’, selalu dijawab bukan. Istri, saudara perempuan, pacar, semuanya bukan.



Hari sudah gelap saat Hiramasa pulang ke rumah. Mikuri heran karena tidak biasanya Hiramasa pergi di hari liburnya seperti ini.


“Mikuri, ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Aku bisa menunggu sampai kau selesai nonton TV,” ujar Hiramasa.


“Tak apa-apa, aku tak menontonnya,” Mikuri pun mematikan televisi.


Hiramasa duduk di kursi, “Ini tentang sesuatu yang belum lama berlalu...Ulang tahunmu di awal September, 'kan? Aku benar-benar minta maaf.”


“Itu bukan masalah,” ujar Mikuri santai.


“Yang lebih penting... Aku mempertimbangkan banyak hal, tetapi kupikir ini yang terbaik,” Hiramasa memberikan amplop putih pada Mikuri. “Ini bukan hadiah, ini bonus. Kupikir tidak terlalu baik jika seorang bos secara pribadi memberikan hadiah pada pekerjanya. Akan tetapi, aku ingin rasa terima kasihku berwujud. Jadi, dalam bentuk bonus. Jadi, kau tak perlu membalasnya. Itu saja. Selamat ulang tahun,” Hiramasa lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya sendiri.


“Terimakasih, “ Mikuri masih bingung. Ia membuka amplop putih itu yang ternyata isinya adalah uang dalam jumlah cukup banyak.



Banyak pertanyaan berseliweran di kepala Mikuri. Ulang tahunku sudah lebih dari sebulan yang lalu, jadi... kenapa? Apa mungkin uang kompensasi ciuman?


Mikuri akhirnya mengirim pesan pada Hiramasa. Terima kasih atas bonusnya. Apa boleh aku bertanya? Kenapa Anda menciumku?


Sementara Mikuri menunggu jawaban pesan dari balik pintu, Hiramasa kaget mendapat pesan to the point dari Mikuri seperti itu. Hiramasa panik. Jawaban apa yang harus ia berikan pada Mikuri?


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Cewek gitu ya. Kalau dicium, pasti bakalan minta penjelasan. Apa maksud ciuman itu. Gitu kata drama. Hei-hei ... Na bukan mengatakan Na berpengalaman lho ya. Jadi ini yang clueless itu Mikuri atau Hiramasa sih sebenarnya? Mereka gagal jujur soal perasaan masing-masing sih ya.

SINOPSIS Married as Job 06 part 2

14.19.00 0 Comments
SINOPSIS dorama Married as Job episode 06 part 2. Mikuri dan Hiramasa jadi liburan bersama. Tapi sepertinya liburan mereka bakal banyak cerita. Dari ranjang kamar yang merupakan ranjang besar, sampai kotak minuman energi untuk Hiramasa. Dan ... insiden terpeleset. Bisakah Hiramasa bertahan?

Karena becandaan yang menurut Hiramasa sama sekali tidak lucu, ia pun mengomeli Mikuri. Kesal karena diomeli, Mikuri pun memilih jalan-jalan sendirin.



Mikuri mendatangi toko pernak-pernik. Tapi meski di sana, pikirannya masih memikirkan tentang Hiramasa. Prasangkaku ini...selalu menjadi alasan aku putus dengan pacar-pacarku.

Sementara itu di luar, ada sepasang kekasih yang tengah jalan. Si pria dikenali Mikuri sebagai mantan pacar di masa SMA-nya. Melihat hal itu, Mikuri buru-buru berjongkok, tidak ingin ketahuan.

Pasangan mesra yang biasanya tak membuatku iri, sekarang membuatku iri. Ini acara liburan kantor. Aku perlu sesuatu untuk menunjukkan rasa terima kasihku pada Yuri.



“Apa ini perlu diperbaiki? Kalau warnanya sekuat ini kelihatannya palsu, 'kan?” tanya si karyawan pria, bawahan Yuri, Umehara.

Yuri tampak tidak terlalu nyaman. Tidak ingin membuat rumor lagi, Yuri sedikit menjauh, “Kau benar. Alami saja.”

“Aku mengerti,” Umeharan meninggalkan catatan di meja Yuri. Aku juga dipanggil oleh Bagian Kepatuhan, tetapi aku bilang sama sekali tak ada pelecehan seksual.

Lalu si karyawan wanita mendekat. Ia menanyakan soal dokumen rapat selanjutnya. Yuri mengaku sudah mengecek dan memberikan tanda pada beberapa bagian dan akan membenarkannya sendiri saja, karena rapat mereka makin dekat.



“Akhirnya, aku membetulkan dokumen itu sendiri. Yah, itu pekerjaan, jadi aku tak punya pilihan,” curhat Yuri. Di sana ada Numata-san dan bartender.

“Setengah pekerjaan adalah pekerjaan yang dilakukan karena tak punya pilihan,” komentar Numata-san.

“Dan setengah lainnya?”

“Keinginan pulang,” ujar Numata-san, asal. Tapi ia kemudian berubah serius, “Akan tetapi... pekerjaan sendiri bukanlah hidup, 'kan. Jika kau bisa melakukan dalam jumlah yang pantas dan hidup darinya, itu bagus, 'kan? Yuri, kau melakukan pekerjaan yang kauinginkan, 'kan?”

“Kurasa begitu. Akan tetapi belakangan ini, aku merasa dengan waktu dan usaha yang kuberikan... tidak cukup profit yang kudapatkan,” curhat Yuri.

“Jika kau mulai membahas tentang profit, kau tak bisa berbuat apa-apa.”

“Kurasa kau benar. Mungkin manusia adalah makhluk menyedihkan. Kita adalah makhluk yang menginginkan imbalan,” Yuri kembali menyesak minuman di depannya.

Obrolan Numata-san dan Yuri pun makin serius. Mereka bicara soal pekerjaan dan juga hubungan timbal balik di kehidupan sosial. Sesuatu yang agak ... rumit. (karena terjemahannya agak rumit, maaf ya, sengaja nggak Na tuliskan #ehe)



Hiramasa makan malam bersama Mikuri. Ia memuji menu makan malam mereka, salmon yang masakannya agak rumit. Mikuri minta maaf karena selama ini hanya masak menu simpel saja.

“Aku selalu berakhir dengan memprioritaskan efisiensi,” ujar Mikuri.

“Di kehidupan sehari-hari, efisiensi itu penting. Kalau aku mencari rasa setaraf restoran, aku akan mengeluarkan waktu dan biaya untuknya. Makan seperti ini berkesan karena hanya dilakukan sesekali. Dan aku benar-benar suka setiap masakan yang kau buat, Mikuri,” puji Hiramasa. (deuh si Hiramasa ini, lagi berduaan juga bahasnya soal pekerjaan terus. Nggak bisa gitu ya dikit romantis. Ah lupakan!)

Pujian Hiramasa kali ini pun berhasil membuat Mikuri tersenyum, tersipu. Aku ternyata... mudah dipuaskan. Bahkan saat ini, hanyalah acara liburan kantor. Tidak lebih atau kurang dari itu. Hanya dengan satu kalimat dari Hiramasa, kesedihanku tadi...hilang seperti sebuah kebohongan. Terima kasih, Yuri. Aku akan sepenuh hati menikmati tiap bagian dari kinmedai ini.



Obrolan Yuri dan Numata-san terhenti saat Kazami datang. Yuri yang masih kesal pada Kazami pun buru-buru pamit pergi untuk menghindar. Ia berkilah kalau besok harus berangkat lebih pagi.

Tapi sebelum benar-benar pergi, Yuri menyodorkan sebuah foto pada Kazami, “Mikuri and Hiramasa benar-benar menikmati bulan madu mereka saat ini.”

Dalam foto itu ada gambar Hiramasa dan Mikuri tengah makan malam. Ada caption juga di sampingnya, Terima kasih, Yuri Kami makan~!! (di sini Hiramasa senyumnya beda banget dari biasanya. Keliatan lebih caem, #eeeeh)

“Mereka mesra sekali, aku jadi iri,” lanjut Yuri. Tapi ia kemudian berhenti bicara saat melihat ekspresi Kazami.



Malam itu Hiramasa mandi berendam. Pintu penghubung antara kamar dan kamar mandi terbuka ini ditutup. Jadi Hiramasa bisa menikmati mandinya.

Terjadinya hal-hal tak terduga adalah kehidupan. Kau benar sekali, Guru Yuri. Kawin kontrak dan pelukan Selasa ini sama-sama tak masuk akal, tetapi...bukan hal jelek melakukan simulasi dengan jaring pengaman. Sebenarnya, aku bahkan bisa berpikir ini ideal.

Hiramasa ingat tawaran Mikuri tadi yang mengajaknya berendam bersama. Tapi Hiramasa buru-buru merasa canggung dan akhirnya memasukkan kepalanya ke dalam air.

Hal ini tidak apa-apa, karena aku lajang profesional, tetapi, bagaimana kalau aku laki-laki kejam? Orang yang problematis. Mikuri.



Sementara itu di dalam, Mikuri tengah tertegun memandangi kotak berisi minuman energi di tangannya.

Aku tak sengaja menendang tasnya dan membuat barang-barang di dalamnya tumpah. Namun, aku menemukan sesuatu yang luar biasa. Hiramasa tidak akan berani, jadi kupikir aku tak perlu menyiapkan apa pun, tetapi... Kau tidak selalu tahu apa yang ternyata baik. Apa persiapan yang kulakukan supaya aku tak khawatir akan berguna?

Mikuri buru-buru memasukkan kembali barang-barang milik Hiramasa. Ia pun beranjak ke tasnya sendiri. Mikuri mengeluarkan kotak belanjaan. Ternyata ia jadi beli pakaian dalam, seperti yang disebutkan brosur yang dibicarakannya dengan Yassan kemarin. (uwoooo ... ketahuan, hahahaha. Dan ternyata Mikuri juga punya persiapan)

Saat itu Hiramasa sudah selesai mandi. Mikuri merasa tegang kalau-kalau terjadi ... . Perlahan, pintu pembatas kamar dengan ruang berendam dibuka.



Adegan berikutnya ...Mikuri mengipasi Hiramasa yang tertidur di lantai.

“Aku sedikit terlalu memaksakan diri. Sekarang aku baik-baik saja. Aku sudah tenang. Silakan mandi,” ujar Hiramasa kemudian.

Ternyata Hiramasa terlalu lama berendam, hingga tubuhnya jadi terlalu panas. Mikuri pun membantu mengipasinya hingga Hiramasa sedikit lebih baik. Baru setelahnya, Mikuri beranjak mandi.



Mikuri berendam di bak mandi sambil memandangi langit. Rupanya tempat mandi itu langsung berhubungan dengan luar dan mereka bisa langsung menikmati malam sambil berendam.

Apa tak apa-apa, ya? Apa aku bisa memasuki ruang hati Hiramasa?

Dan Mikuri tidak punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya kali ini.



Selesai mandi, Mikuri kembali masuk ke dalam. Ia menemukan Hiramasa sudah tertidur di bawah selimut. Setelah meletakkan handuknya, Mikuri pun menyusul masuk ke bawah selimut. Mikuri sempat melihat ke arah Hiramasa yang membelakanginya.

Apakah Hiramasa sudah benar-benar tidur? Mikuri sempat mengulurkan tangannya hendak menyentuh Hiramasa. Tapi ia mengurungkan niatnya itu dan menarik tangannya kembali dan berusaha memejamkan mata.

Ternyata Hiramasa masih belum tertidur. Tanganku mati rasa. Namun, akan buruk hasilnya jika aku sembarangan bergerak dan terjadi salah paham. Ini liburan kantor. Jika aku sembarangan bergerak akan terjadi pelecehan seksual. Itu bencana. Bagaimana laki-laki di dunia bisa tidur seranjang dengan perempuan? Aku seharusnya mencari di Google sebelumnya. Tidak tahan lagi, Hiramasa pun bergerak. Sekarang ia telentang, sementara Mikuri pura-pura tidur.



Mikuri merasakan ranjangnya bergetar. Ia sudah siap dengan apa yang terjadi. Apalagi ada bayangan yang menutupinya. Tetapi ... ranjang kembali tenang? Mikuri mengintip sebentar dan akhirnya melihat kalau Hiramasa ternyata memilih bangun.

Hiramasa memakai penutup mata dan telinga, lalu tidur di dekat meja makan. Sempurna. Dengan penutup kuping dan penutup mata, aku benar-benar tak merasakan keberadaan Mikuri. Aku berhasil tidur. Aku berhasil. Lajang profesional berhasil melewatinya!



Pagi berikutnya

Mikuri menulis di cermin penuh uap. Pakaian dalam baru tidak berhasil. Suatu pagi di musim gugur.

Apa yang kulakukan sendirian? Kalau kuingat-ingat, kata-kata "ayo menikah" dan "ayo berpacaran," lalu "ayo berpelukan" dan pelukan di muka semuanya adalah tuntutan satu arahku. Aku yakin dia menerimanya karena dia baik, tetapi...selalu dan selalu inisiatif dariku. Aku lelah.

Mikuri mulai frustasi dengan situasi yang dialaminya ini. Ia pun menghapus jejak tulisan di cermin itu, menampilkan wajah lelah Mikuri. (hmmmm ... jadi nih, Mikuri tu beneran suka ya sama Hiramasa?)



“Sarapan ini juga enak,” puji Hiramasa

Tapi Mikuri tidak tampak bersemangat. Ia Cuma bilang kalau itu lumayan saja. Tapi makan pagi mereka terganggu oleh kedatangan mantan pacar Mikuri.

“Mikuri? Benar-benar kau!” ujar si pria.

Mikuri kaget. Tapi ia pun memperkenalkan pria itu sebagai teman sekelasnya saat SMA, pada Hiramasa.

“Aku mantan pacarnya!” ujar si pria itu.

“Apa kau harus mengatakannya?” protes Mikuri. Ia merasa tidak enak dengan Hiramasa.

“Dia merepotkan, 'kan? Bawel sekali... Yah, tetapi dia bukan orang yang jahat. Dulu, saat kami pergi ke kafe di Shibuya, dia mulai menceramahiku!” ujar si pria lagi.

Mikuri makin kesal, “Jangan berbicara hal-hal yang tak perlu!”

Tapi Hiramasa tetap saja tidak menunjukkan ekspresi apapun. “Aku duluan. Silakan kalian mengobrol!” ujarnya kemudian pamit pergi.

Mikuri tidak habis pikir dengan sikap Hiramasa ini.

“Yang pasti tipe laki-lakimu benar-benar sudah berubah!” ujar si pria mantan pacar.

Mikuri menahan perasaan kecewanya yang dalam, “Tidak berubah. Aku hanya baru menyadarinya.”



Yuri menyapa Kazami yang ditemuinya di depan gedung, “Selamat pagi. Maaf tentang semalam. Aku terlalu kejam. Aku minta maaf.”

“Kenapa kau berubah pikiran?” tanya Kazami.

“Aku tak menyangka kau akan bereaksi begitu. Kupikir kedekatanmu dengan Mikuri mulai berbahaya. Aku bukan orang yang baik. Bahkan di umur segini, aku tak paham perasaan orang lain.”

“Aku sendiri pun tak begitu memahaminya,” aku Kazami. “Jika aku terlihat kaget... mungkin karena itu. Bahkan di usiaku sekarang, aku tak memahami perasaanku sendiri.”

“Merepotkan, ya. Aku bertanya-tanya... apa yang sebenarnya kucari,” ujar Yuri pula.

“Jangan tanya padaku.”

(jadi waktu Yuri menunjukkan foto pada mesra Mikuri dan Hiramasa, ekspresi wajah Kazami benar-benar kaget dan tampak sangat terluka)



Mikuri dan Hiramasa dalam perjalanan pulang. Saat ini mereka ada di dalam kereta. Tapi Mikuri justru masih memikirkan insiden sarapan tadi pagi.

Pada saat itu...Kupikir dia akan membelaku. Tapi ternyata yang terjadi, sama sekali jauh dari perkiraan Mikuri. Alih-alih membela Mikuri, Hiramasa justru tidak berkomentar apapun. Dia juga tidak menunjukkan ekspresi apapun, malah memilih pergi.



Mikuri melirik Hiramasa yang ada di sebelahnya. Jika saat ini aku memintanya menggandeng tanganku, dia pasti memarahiku. Kalau aku membantahnya, dia akan terlihat kesusahan dan tak punya pilhan selain mengulurkan tangannya. Namun, apa yang kumau bukan karena dia terpaksa. Apa yang kuinginkan dari Hiramasa?

Mikuri makin frustasi memikirkan hubungannya dengan Hiramasa. Semuanya jadi terasa aneh.



Tapi ternyata yang dipikirkan Hiramasa, jauh dari apa yang dipikirkan Mikuri.

Aku lelah, tetapi liburan ini menyenangkan. Hirasama ingat soal pria yang mengaku mantan pacar Mikuri saat sarapan tadi. Dia bahkan tidak membuatku kesal. Karena aku merasa aku lebih mengenal Mikuri. Aku tahu. Senyum manisnya, kehangatannya, juga kebaikannya. Ada sedikit gerakan di bibir Hiramasa, ia tersenyum.

Hiramasa melirik ke arah Mikuri yang ada di sebelahnya. Kalau kugenggam tangannya sekarang apa reaksinya, ya? Saat liburan ini usai, hubungan kami hanya akan menjadi majikan dan pekerja, dan berpelukan seminggu sekali.

Seperti sebelumnya. Tak apa-apa jika seperti sebelumnya.



Aku menyerah. Aku lelah. Aku takkan melakukan apa-apa lagi. Aku takkan meminta apa-apa lagi. Mikuri menahan air mata yang sudah nyaris meleleh di pipinya.

Saat liburan ini usai...kami akan kembali ke kehidupan tenteram kami. Satu stasiun lagi.

Kali ini yang dipikirkan oleh Mikuri dan Hiramasa nyaris sama, Kalau saja kami tak pernah sampai di sana. Kalau saja kami tak pernah sampai di sana.

Mikuri pun menghapus air mata di pipinya. Tapi Hiramasa sama sekali tidak tahu hal ini.



Kereta berhenti. Ada pemberitahuan kalau mereka sudah sampai di pemberhentian terakhir di Mishima. Mereka yang akan melanjutkan perjalanan diminta pindah kereta.

Mikuri kembali ke mode cerianya, “Ayo kita turun!”

Alih-alih mengikuti Mikuri, Hiramasa justru memegang tangan Mikuri. Ia lalu mendekatnya wajah ke wajah Mikuri, lalu mendaratkan bibirnya ke bibir Mikuri. Tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya.

BERSAMBUNG

Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :

Kyaaaaa!!! Akhirnya. Butuh 6 episode sampai couple satu ini akhirnya ciuman. Ya ampun, mahal banget sih ciumannya, sampai selama ini. Ehm ... meski acara di penginapan gagal, tapi akhirnya hubungan Mikuri dan Hiramasa ada perkembangan juga. Kira-kira habis ini apa lagi ya? Tambah mesra atau malah makin kacau?

Makin kesini, Kelana makin kesirep pesonanya om Hoshino Gen deh, kekekeke. Lagu-lagunya dia ternyata easy listening juga. Mana kalau senyum, lumayan manis juga. Na capek liat cowok ganteng di drama seberang, jadi di sini cukup liat cowok manis aja udah cukup, kekeke