# My High School Business # Sakurai Sho

SINOPSIS My High School Business 01 part 2

Sinopsis My High School Business episode 01 part 2. Namanya Narumi Ryosuke (Sakurai Sho). Dia adalah karyawan di sebuah perusahaan eksport-import, Kashimatsu Bussan. Karirnya cemerlang saat menjadi kepala cabang. Ia pun berhasil menyelamatkan cabang perusahaan yang nyaris bangkrut. Sayangnya semua berubah.

Di hari pertamanya menjadi kepala sekolah, Narumi-sensei sudah dibuat pusing dengan respon para guru yang sama sekali tidak menganggapnya. Apalagi mereka tampak hanya menjalankan kewajiban mengajar saja, tapi tidak benar-benar sadar dengan situasi sekolah. Sebuah panggilan telepon berbunyi saat Narumi-sensei berada di ruang kesehatan, dari atasannya.


“Direktur senior Kagaya, saya Narumi,” sapa Narumi-sensei saat tiba kembali di kantor.


“Sungguh sayang, Narumi. Kalau kau memihakku daripada Yagi, ini mungkin tidak akan terjadi padamu. Aku yang memutuskan kau dikirim ke Keimeikan. Wajar, karena kau berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Kita mungkin saingan, tapi aku mengakui hasil pekerjaanmu,” tapi kata-kata manis direktur Kagaya sama sekali jauh dari yang sebenarnya. Ia sama sekali tidak memuji Narumi-sensei.


Direktur Kagaya tampak tidak suka dengan Narumi. Apalagi dia memiliki prestasi menyelamatkan cabang Hirosaki. Divisi pendidikan adalah divisi yang sebenarnya ingin dihilangkan oleh direktur Kagaya. Tapi presdir memerindahkan akuisisi sekolah. Tujuan utama Direktur Kagaya sebenarnya adalah ingin membuat sekolah itu makin jauh terperosok hingga ia punya alasan untuk menghapuskan divisi pendidikan.


Dari direktur Kagaya ini juga, Narumi tahu kalau direktur Yagi (supervisor/atasannya sebelumnya) berada di rumah sakit. Dan dia juga sudah mundur dari proyek yang selama ini tengah dikerjakan.


“Reputasi sekolah berefek juga pada image perusahaan. Tidak diijinkan ada skandal! Bullying, pencurian dan perkelahian! Masalah apapun akan jadi tanggungjawabmu. Kau mengerti, kepala sekolah?!” ancam direktur Kagaya pada Narumi.


Narumi tidak benar-benar paham dengan tujuan sebenarnya atasan barunya ini. Keluar dari ruangan direktur Kagaya, Narumi bertemu dengan beberapa rekannya. Tapi respon mereka tidak terlalu baik. Seolah Narumi sudah bukan lagi bagian dari perusahaan. Tapi Narumi tidak terlalu menanggapinya. Ia pamit karena buru-buru ingin mengunjungi mantan atasannya di rumah sakit.

“Ah, Narumi-kun... kau tidak parlu datang,” ujar direktur Yagi saat tahu kalau Narumi-sensei yang berkunjung. “Aku tidak sengaja terjatuh dan tulang pevisku patah. Kalau aku berniat bunuh diri, aku pasti sudah terjun saat kereta datang,” ceritanya.


“Aku lega,” komentar Narumi-sensei.


“Bagaimana denganmu? Sekolah pasti berat.”


“Semuanya masih belum biasa. Masih sulit,” cerita Narumi-sensei.


“Aku yakin kau bisa melakukannya.”


“Aku tidak di sini karena berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Aku dibuang di Keimeikan karena direktur senior Kagaya membenciku.”


Tapi direktur Yagi tidak berpikir begitu, “Aku pikir karena ada alasan lain. Kau ambil pelatihan mengajar di universitas dan bisa mengajar matematika kan?”


“Ah, itu asuransi kalau-kalau aku tidak mendapat pekerjaan. Aku tidak berniat menjadi guru,” ujar Narumi-sensei pula.


Direktur Yagi pun membahas soal ayah Narumi yang seorang guru dan meninggal saat Narumi masih SMA. Dia berpikir itu juga jadi alasan direktur Kagaya memilih Narumi sebagai kandidat terbaik untuk menangani Keimeikan.

Seperti biasa, Narumi-sensei memulai hari dengan diskusi bersama wakil kepsek Kashiwagi-sensei. Rencana untuk menambah jam pelajaran jelas—untuk meningkatkan kualitas sekolah—tidak disetujui arena akan mengurangi jam ekstrakurikuler. Belum lagi jam remidi untuk siswa yang belum lulus. Para guru jelas menolak ide ini.


“Para guru alergi kerja keras?!” Narumi-sensei tidak paham.


“Begini, kepsek. Guru-guru itu sibuk. Orang nomer satu di Keimeikan adalah kepala sekolah. lalu ada wakil kepsek yang juga mengurusi kesiswaan dan administrasi lainnya. Di bawahnya ada guru-guru, jenjang karir dan pengaturan data ... “ wakil kepsek Kashiwagi-sensei menjelaskan panjang lebar tugas-tugasnya.


Narumi-sensei mencoba memahaminya, “Jadi, menurutmu bagaimana situasi Keimeikan sekarang?”


“Tidak terlalu baik ... “


Obrolan mereka terhenti saat terdengar keributan di lorong depan kelas. Rupanya ada siswa yang berkelahi dan siswa lain yang mencoba menghentikan. Tapi tertanya situasi makin kacau, bahkan guru-guru yang mencoba menghentikan pun ikut terlibat.

Setelah perjuangan yang tidak mudah, akhirnya perkelahian itu pun berhasil dihentikan. Narumi-sensei dan Mashiba-sensei bicara di ruangan. Berdasarkan informasi, Mitaka mengaku kalau ia dipukul tiba-tiba. Padahal ia Cuma bertanya apakah ayah si pemukul (Kase) baik-baik saja. Di hari lain, ayah Mitaka yang sedang cek kesehatan di rumah sakit tidak sengaja melihat ayah Kase berada di kursi roda. Mitaka merasa khawatir dan ia Cuma bertanya soal keadaan ayah Kase. Tapi Kase malah memukulnya.


Narumi-sensei mulai mengomel. “Ini buruk! Kita tidak butuh skandal!” keluh Narumi-sensei.


“Kita harus mendengarkan dari kedua belah pihak. Anak SMA masih tetap anak. Kadang mereka sulit untuk mengekspresikan perasaannya,” ujar Mashiba-sensei menenangkan. “Serahkan padaku.”


“Apa masih sakit?” tanya Mashiba-sensei pada Kase-kun.


“Kau yang mulai perkelahian kan? Kenapa kau memukulnya?!” desak Narumi-sensei tidak sabar.


Tapi Mashiba-sensei melerainya, “Mitaka-kun bilang kalau dia khawatir soal ayahmu. Apa ayahmu terluka? Dan kau tidak ingin dia tahu?”


“Pendarahan otak,” ujar Kase. “Dia kolaps bulan lalu dan dokter berhasil menyelamatkannnya. Tapi dokter bilang, dia harus berhenti bekerja selama satu tahun. Tapi ... itu artinya aku harus melupakan soal universitas kan? Maksudku, kalau ayahnya tidak bisa bekerja selama satu tahun, aku tidak mungkin kuliah. Dia juga akan kehilangan pekerjaan.”


“Apa yang dikatakan ayahmu?” tanya Mashiba-sensei lagi.


“Aku masih belum bicara padanya,” aku Kase-kun lagi.


“Dan ibumu?”


“Dia bilang jangan khawatir dan memintaku untuk tetap kuliah. Tapi itu tidak mungkin kan? kami tidak punya pemasukan.”


Narumi-sensei perlahan mengerti. Ia meminta Kase-kun untuk tidak menyerah soal kuliah. Karena dia adalah salah satu siswa terbaik di kelas unggulan, tentu dia bisa kuliah. Narumi-sensei mengatakan kalau Kase bisa mengambil pinjaman siswa untuk kuliah.


“Jarang-jarang dapat telepon darimu, kakak,” ujar adik perempuan Narumi-sensei di seberang. (I love his interaction with his family)


“Orang dewasa yang baik juga harus telepon rumah,” ujar Narumi-sensei. Ia bertanya soal ibunya. Saat itu ibunya tengah bermain dengan cucunya, anak dari adik perempuan Narumi-sensei.


“Apa kau makan dengan benar? Makan makanan bergizi kan?” pertanyaan khas seorang ibu pada anaknya.


“Aku baik-baik saja.”


“Bagaimana pekerjaan? Sibuk?”


“Sibuk seperti biasa. Aku pindah departemen,” cerita Narumi-sensei pula.


“Aku tidak tahu banyak soal bisnis. Tapi jangan bekerja terlalu keras ya,” pesan ibunya.


“Saat SMA, aku memutuskan untuk kuliah kan?” tanya Narumi-sensei tiba-tiba.


“Nilaimu tidak terlalu buruk. Dan gurumu merekomendasikanmu untuk kuliah.”


“Guruku?” Narumi-sensei tidak yakin.


“Iya, gurumu. Kau pasti juga akan jadi guru yang maik seperti ayahmu. Meski kau tidak memilih jalan itu. Kenapa kau bertanya?” ibu Narumi-sensei heran.


Obrolan dengan ibunya itu rupanya memberikan ide pada Narumi-sensei. Pada hari berikutnya, ia mengumpulkan para guru. Tapi Narum-sensei dibuat kesal karena para guru terlambat datang dari jam yang telah ditentukan.


“Sudah kukatakan, para guru itu sibuk,” ujar wakil kepsek Kashiwagi.

Satu per satu para guru akhirnya datang. Mereka kemudian duduk di kursi yang telah disiapkan. Narumi-sensei belum memulai rapatnya. Tapi para guru sudah mulai mengeluh soal kesibukan dan minta agar rapat singkat saja. Dan seperti biasa, mereka berpikir kalau Narumi-sensei akan kembali bicara soal uang.


“Ini soal pinjaman siswa,” Narumi-sensei memulai rapatnya.

Narumi-sensei kemudian membahas obrolannya bersama Mashiba-sensei dan Kase yang kemarin berkelahi. Saat ini Kase tengah mengalami kesulitan keuangan karena ayahnya tidak bekerja padahal ia ingin masuk universitas. Narumi-sensei berpikir agar sekolah bisa membantu Kase-kun ini untuk mendapatkan pinjaman siswa.


“Pinjaman siswa berarti hutang. Ini harus dibayarkan setelah lulus nanti. Tapi kau tidak mengatakan pada Kase-kun, kemarin.”


Obrolan berputar soal uang. Jadi, di tahun sebelumnya dan sebelumnya lagi, sejumlah siswa juga sudah mendapatkan pinjaman siswa untuk masuk ke universitas. Tapi mereka tidak diberitahu kalau pinjaman itu artinya hutang yang harus mereka bayar setelah lulus nantinya. Dan sekolah tidak memberitahukan hal itu.


Narumi-sensei berpikir agar anak-anak yang akan mengambil pinjaman siswa ini juga diberitahu konsekuensinya karena ia berpikir untuk meningkatkan jumlah anak yang masuk universitas. Para guru setuju agar lebih banyak siswa Keimeikan masuk universitas. Tapi mereka tidak setuju dengan pemberitahuan konsekuensi pinjaman siswa, karena justru akan membuat siswa tidak berani mengambil pinjaman dan tidak masuk universitas. Jelas Narumi-sensei tidak sepakat dengan hal ini. Ia berpikir kalau anak-anak juga harus tahu realita di masyarakat dan masa depan mereka.


Tapi lagi-lagi para guru membawa-bawa soal perusahaan induk sekolah mereka. Narumi-sensei dianggap melakukan semua ini untuk sekolah, semata-mata karena bisnis.


“Kita harus mengembalikan keadaan Keimeikan dalam situasi finansial yang baik. Jika tidak, Kashimatsu Bussan (perusahaan induk mereka) akan menjual atau menutup sekolah. Aku ingin kalian memahami krisis ini juga ... “ keluh Narumi-sensei pula.


“Itu benar.”

“Aku tahu, ini tidak akan mudah untuk memperbaiki sekolah. Mengatasi masalah biaya saja belum cukup. Untuk mengubah sekolah, kita harus mengubah siswa. Dan untuk melakukan itu, lebih dulu kita harus mengubah para gurunya. Guru-lah masalah pertama yang harus diatasi dulu! Tolong lebih peduli soal siswa. Biaya sekolah siswa digunakan untuk membayar gaji guru. Tugas guru untuk menyiapkan siswa dengan baik agar siap ke dunia luar. Bagi guru, siswa adalah klien dan produk. Orang tualah yang membayar biaya sekolah siswa. Mereka pemilik saham. Sudah sewajarnya kita bertanggungjawab terhadap klien, produk dan pemilik saham. Tidak ada bedanya dengan perusahaan!”


Tapi ucapan Narumi-sensei ini justru membuat para guru makin kesal. Mereka tidak terima kalau sekolah dianggap seperti bisnis. Mereka juga berpikir kalau kedatangan Narumi-sensei ke Keimeikan sebenarnya hanya ingin mendapatkan evaluasi baik dari perusahaan. Karena itulah ia bersikap seperti ini.


“Itulah kenapa kau masih menggunakan pin perusahaan!” ujar Mashiba-sensei menunjuk sebuah pin kecil di kerah jas Narumi-sensei. “Kau Cuma memikirkan sekolah ini dari sisi bisnis saja!”


“Kau bisnisman dan kami guru! Permisi!”


Para guru yang terlanjur kesal itu pun bubar tanpa ada solusi apapun.


Rupanya anak-anak mendengarkan rapat guru dari lorong depan ruangan. Mereka buru-buru kabur saat tahu para guru keluar. Termasuk Kase-kun yang tengah mereka bahas. Narumi-sensei tinggal sendirian saat Kase-kun mendekat.


“Aku masuk universitas dengan pinjaman siswa. Ayahnya meninggal saat aku masih SMP. Keluarganya tidak punya uang. Tapi karena pinjaman itu, aku lulus. Tapi kemudian aku harus mulai membayarnya kembali. Aku berhasil masuk ke perusahaan tapi awalnya gajiku belum banyak. Hutangku 30.000. Aku masih membayarnya. Termasuk bunganya menjadi sekitar 6 juta. Butuh sekitar 10 tahun lagi untuk melunasinya. Tapi, aku tidak ingat ada yang memeringatkanku soal itu. Guru SMA-ku harusnya bilang kalau aku akan punya hutang dan harus berpikir dengan baik. Tapi tidak ada yang memberitahuku hal itu. Aku bisa membayarnya, tapi ada banyak orang yang kesulitan dengan ini. Orang yang lulus dari universitas dan bergabung dengan perusahaan lalu gagal. Membayar hhutang mereka, mereka tidak bisa menabung dan akhirnya tidak bisa menikah. Tapi Kase-kun, aku tidak mau kau menyerah soal universitas,” jar Narumi-sensei pada Kase.


Wajah anak itu berubah pucat, “Tapi pinjaman itu ... “


“Itu hutang yang besar. Itulah kenapa saat kau ke universitas, kau harus bekerja keras. Gunakan peluang apapun yang kau punya untuk mencari pekerjaan, lulus dalam 4 tahun dan dapatkan pekerjaan tetap. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Perusahaan nomer satu bisa saja gagal, berkurangnya jumlah kelahiran menjadi masalah masyarakat dan dunia bisa berubah dengan cepat. Banyak pekerjaan yang bisa digantikan robot. Mungkin saja itu masa depan yang menunggumu. Jadi, kau harus tahu keterampilan apa yang harus kau miliki untuk bertahan hidup. Kau harus punya kekuatan agar menjadi tak tergantikan. Jika kau siap, ambil pinjaman siswa dan masuklah ke kampus!”


Wajah Kase-kun makin pucat, “Kepsek ... aku harap kau tidak mengatakannya padaku. Aku harap kau tidak mengatakan hal menakutkan seperti ini! Aku tidak bisa memutuskan hal seperti ini!” Kase-kun berlari keluar kelas.


Narumi-sensei hanya terdiam kaget melihat reaksi siswanya ini. Ternyata Mashiba-sensei masih mendengarkan mereka dari luar kelas.


Dan saat Kase-kun keluar, Mashiba-sensei yang masuk menemui Narumi-sensei, “Sudah kukatakan. Mereka hanya anak SMA yang belum siap menerima kebenaran!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di My High School Business 02 part 1.


Pictures and written by Kelana


 

2 komentar:

  1. udah lm g main k sini^^
    ternyata Na msih rajin nyinop#salut

    BalasHapus
  2. Lanjut dong kak... seru banget nih... aku jadi penasarann..
    Tetap semangat ya kak.... ganbatte ne~~

    BalasHapus