SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 04 part 1

14.58.00 2 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 04 part 1. Frustasi karena usahanya mendekati Shibayama Misaki terancam gagal, Reiji mengasingkan diri dengan alasan perjalanan bisnis. Sebenarnya dia hanya pergi menginap di gunung dan asyik masyuk dengan hobinya, mengambil foto jamur langka.


Sekt.Maiko yang tidak tega melihat bosnya seperti ini menghubungi presdir Wada Hideo. Dan malam itu, Reiji mendengarkan semua saran dari presdir Wada. Apakah saran dari presdir Wada kali ini akan berhasil bagi Reiji dan Misaki?



Sudah 8 tahun aku bekerja sebagai sekretaris Presdir. Pertama kali bertemu yaitu 10 tahun lalu. Saat itu, aku masih memanggilnya 'Reiji-san'.


Setelah lulus SMA di Shizuoka, aku bekerja sebagai pelayan di Penginapan Samejima. Reiji-san adalah anak tunggal pemilik penginapan. Reiji-san bersekolah di sekolah khusus para pebisnis hotel di Inggris. Ia dipaksa pulang saat masih sekolah karena bisnis ayahnya yang hampir bangkrut. Sejak Reiji-san pulang, penginapan berubah drastis. Untuk memotong biaya pekerja yang tinggi, ia mem-PHK banyak pegawai veteran. Di sisi lain, ia mengeluarkan biaya besar untuk periklanan dan renovasi kamar yang semakin menua.


“Selama 2 bulan saja, apa kamu bisa diam?”


Tanpa menunggu 2 bulan, tamu pun kembali datang. Berkat inovasi Reiji-san, penginapan Samejima yang baru terlahir kembali menjadi penginapan yang sulit direservasi. Penginapan dan hotel seluruh negeri yang mendengar kabar ini datang meminta tempatnya dibangun ulang. Reiji-san memutuskan untuk menjalankan bisnis hotel impiannya dan melanjutkan persiapan independen.



Yang telah menghancurkan suasana tenang Penginapan Samejima tidak lain adalah aku. Selingkuh. Sebuah cinta yang terlarang.


Karena ketahuan selingkuh dengan salah seorang pegawai di penginapan, Maiko akhirnya mengundurkan diri. Saat akan pergi, Katsunori-san mencegatnya dan menawarkan akan mengantar sampai stasiun. Maiko pun setuju. Tapi saat masuk ke dalam mobil, Maiko menyadari ada Reiji di kursi belakang.


“Setelah berhenti, kamu mau ke mana?” sapa Reiji.


“Belum saya putuskan.”


“Kamu mau jadi sekretarisku?” tawar Reiji tanpa basa-basi.


Maiko kaget, “Kenapa saya?”


“Sambil bekerja dengan sempurna sebagai pelayan, kamu juga berpacaran tanpa disadari siapapun. Energi dan kemampuan menjadwal yang hebat. Untuk perusahan baru yang akan kubangun, kamu adalah SDM yang kubutuhkan.”


Maiko pun melirik ke arah Katsunori-san. Katsunori-san mengatakan kalau ia juga akan bergabung bersama Reiji.


Sejak itu, 8 tahun berlalu. Aku semakin ingin balas budi terhadap Presdir. Saat mengetahui Presdir jatuh cinta dengan Shibayama Misaki, aku terkejut sekaligus senang. Aku ingin Presdir yang telah menolongku jadi bahagia. Jika ingin balas budi, inilah saatnya. Menundukkan kepala pada Wada-san yang merupakan rival Presdir juga, karena aku ingin Presdir bahagia.


Sekt.Maiko mengecek jam tangannya. Sepertinya ini sudah waktunya presdir datang.



Sekt.Maiko menyambut Reiji yang baru turun dari mobilnya. Saat dikatakan kalau pekerjaan menumpuk karena Reiji liburan, Reiji menolak itu. Dia mengatakan kalau kemarin bukan liburan.


“Sepertinya Wada-san senang dipanggil "master" oleh Presdir,” ujar sekt.Maiko setelah meletakkan cangkir kopi di meja Reiji.


Tapi tentu Reiji tidak akan mau mengakuinya, “Saat itu, aku sedang tidak sehat. Mungkin karena aku makan jamur aneh.”


“Wada-san bilang ia memberitahu Presdir kunci keberhasilan.”


“Belum tentu cara Wada itu cocok denganku,” Reiji masih saja terus mengelak.


“Kita tidak akan tahu cocok atau tidaknya jika tidak mencoba,” bujuk sekt.Maiko lagi.


Reiji beralih ke pekerjaannya. Dia menghindari berdebat dengan sekretarisnya itu karena tahu akan kalah. Bahkan saat sekt.Maiko mengusulkan agar Reiji mencoba dulu, Reiji justru menunjukkan wajah merajuknya lengkap dengan mulut manyun.



Hari sudah beranjak petang. Kantor pun sudah sepi. Tinggal Misaki sendirian. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Misaki beranjak pergi. Tapi di depan lift, Reiji menyusulnya.


“Tunggu, Warna kesukaanmu apa?” tanya Reiji tiba-tiba.


“Hijau...” ujar Misaki yang kebingungan.


“Oh, begitu,” Reiji mengangguk mengerti dan berbalik lalu pergi.



“Anda tidak mampir ke gym? Bukankah hari Rabu jadwal Anda pergi ke gym?” tanya Katsunori-san heran, saat melihat Reiji hari itu memilih pulang.


Tapi yang menjawab justru sekt.Maiko, “Hari ini tak boleh bertemu Shibayama Misaki lagi. Ini strategi Wada-san.”


Katsunori-san mengangguk mengerti. Tapi Reiji di kursi belakang justru yang pesimis. Ia membuang muka dan melihat ke luar.



Hari itu seperti biasa Misaki berolahraga di gym. Ia melirik sepeda di sampingnya, yang ada tanda ‘khusus presdir’, tapi sepeda itu kosong. Reiji yang biasa ada di sana, hari itu tidak datang. Alih-alih Reiji, Misaki justru ditemani oleh Ieyasu.


Dan seperti biasa, Ieyasu mulai bercerita soal dirinya. Narsisnya pun kumat. Tapi Ieyasu bisa melihat perubahan sikap Misaki. Ia heran karena hari itu presdir pun tidak datang.


“Tidak. Aku seperti biasanya,” ujar Misaki saat ditanya apa mood-nya sedang buruk. Misaki kembali melirik sepeda di sebelahnya yang kosong.



Reiji sudah kembali ke rumahnya. Tapi ia masih saja memikirkan strategi yang disebutkan presdir Wada saat mereka ada di tenda.


“Apa maksudnya menanyakan warna kesukaan pada pasangan?” Reiji heran.


“Pertanyaan itu tidak ada maksud apapun. Karena pertanyaannya tidak berarti, makanya jadi berarti.”


“Aku tidak mengerti yang kamu bicarakan,” protes Reiji.


Presdir Wada bangun dari tidurannya, “Ia akan memikirkan terus kenapa dirinya ditanya mengenai warna kesukaan. Memikirkan itu terus berarti ia juga terus memikirkan dirimu semalaman.”


“Dengan begitu, ia akan salah paham bahwa dia menyukai diriku?” Reiji mendadak bersemangat.


“Jangan cepat menyimpulkan. Dengan menanyakan hal ini, kita bisa mengukur seberapa besar ia punya minat terhadap dirimu. Esoknya, jika dia tanya warna kesukaanmu, berarti ada harapan besar untukmu,” lanjut presdir Wada.


Reiji menulis dalam buku catatannya, “Kalau dia tidak datang bertanya?”


“Sayang sekali, mungkin kamu akan dianggapsebagai lelaki aneh yang bertanya hal aneh. Secepatnya tarik tanganmu.”



Pagi itu Reiji masuk kantor seperti biasa, cool dan tidak terlalu menanggapi karyawannya. Meski sebenarnya ia masih penasaran dengan reaksi Misaki terhadap pertanyaan kemarin. Saat Reiji ada di pantry, ternyata Misaki menyusulnya.


“Presdir, Eh... Mengenai pertanyaan warna kesukaan saya kemarin, Itu maksudnya apa, ya?” tanya Misaki yang penasaran.


Reiji berbalik sambil menahan senyum bahagianya. Ternyata langkahnya kali ini sukses. Setelah berhasil menguasai diri dan kembali cool, Reiji berbalik. “Itu, ya? Tidak maksud apa-apa, kok. Tidak usah dipikirkan.”



Reiji langsung ngacir kembali ke ruangannya. Melihat sang presdir tampak sangat gembira, sekt.Maiko pun menyusul ke dalam.


“Bagaimana ini...Ternyata ada tanggapan positif dari strategi Wada.”


Sekt.Maiko ikut sumringah dengan kabar dari bosnya ini, “Bukankah itu bagus?”


“Jangan-jangan, jika menjalankan sesuai strategi master, aku bisa melakukannya? Akan kulakukan!” tegas Reiji semakin tertarik dan bersemangat.



Hari-hari kerja berjalan seperti biasanya. Reiji kembali disibukkan dengan telepon dan juga menandatangani berkas-berkas yang disodorkan oleh sekt.Maiko. Reiji bahkan menyempatkan diri membaca buku bisnis yang ditulis oleh presdir Wada sambil makan kue manis. Hal yang sangat jarang dilakukan.


Bahkan saat keluar dan melewati para karyawannya, Reiji tampak sangat sumringah. Reiji juga memandangi ikan-ikan dalam akuariumnya dengan senyum yang terus saja terkembang.



Para karyawan ternyata menyadari mood Reiji hari itu. Mereka sadar benar jika sang presdir sepertinya tengah senang. Dugaan demi dugaan pun muncul. Hingga akhirnya salah satu dari mereka menyebut soal ikan medaka, ikan peliharaan presdir yang sudah saatnya bertelur. Hobi yang dilakukan Reiji sejak lama, memelihara ikan.


Mahiro, si pegawai wanita selain Misaki, tiba-tiba nyeletuk. Ia mengaku sempat melihat sebuah majalah saat bersih-bersih ruang presdir. Rekan-rekannya langsuh heboh dan menebak kalau itu majalah porno. Tapi Mahiro mengatakan tidak benar. Ia justru menyebutkan sebuah judul majalah tentang jamur langka. Rekannya yang lain kemudian mengatakan kalau selama kunjungan di cabang Hakone, ia tahu presdir Reiji selalu menyempatkan diri ke bukit belakang hotel. Mungkin itu alasannya, jamur.


Mahiro melanjutkan kalau saat membuka majalah itu, ia juga menemukan salah satu halaman ditandai. Ternyata ada sebuah foto dengan label yang menunjukkan kalau Samejima Reiji-lah yang mengambil fotonya. Tapi rekan-rekannya tidak percaya dan berpikir kalau itu mungkin saja nama yang sama.


Selama rekan-rekannya ngobrol, Misaki hanya diam dan menyimak saja. Ia tidak bicara atau berkomentar apapun.



Malam itu Reiji menemui presdir Wada di restorannya. Reiji menceritakan soal Misaki yang bertanya balik soal pertanyaan ‘warna’ hari sebelumnya. Reiji mengaku pertanyaan itu diajukan oleh Misaki saat masih pagi, sekitar 9.20, belum lama setelah masuk jam kerja.


“Kalau cepat, berarti dia sudah penasaran sekali setelah memikirkannya semalaman,” ujar presdir Wada. Ia pun mengajak Reiji untuk bersulang. “Lalu, kamu menjawab apa?”


“Karena aku tidak menyangka akan ditanya seperti itu, kujawab, "Tidak ada maksud apa-apa. Tidak usah dipikirkan."”


Presdir Wada tidak menyangka dengan jawaban Reiji, “Hei, Samejima-kun. Jangan-jangan kamu punya bakat percintaan, ya? Semakin dapat jawaban tidak jelas, seharusnya pikirannya juga semakin penuh dengan pertanyaan itu.” puji presdir Wada. “Tanpa disadari, dirimu selalu terbayang. Ini akan jadi situasi terbaik. Biasanya hal ini disebut "pengabaian". Lalu, jika kamu bisa melakukan sesuai strategi yang dicatat di gunung waktu itu, tidak salah lagi dia akan jadi milikmu.”


Reiji juga ikutan sumringah, “Aku bisa mempercayaimu, 'kan?”


Presdir Wada tentu saja langsung menyombongkan dirinya. Ia lalu menyarankan Reiji untuk memakai fashion/aksesoris dengan warna hijau. Dengan begitu, ia akan semakin membuat Misaki penasaran hingga akhirnya Misaki bisa jatuh cinta. Keduanya pun bersulang.



Misaki pulang kerja sendirian. Iseng ia mampir ke sebuah toko buku langsung ke bagian rak majalah. Yang dicarinya adalah ... majalah tentang jamur. Rupanya Misaki penasaran dengan obrolan rekan-rekannya tadi di kantor.


Saat membuka-buka majalah, Misaki menemukan sebuah foto dan nama di bawahnya, Samejima Reiji. Ternyata obrolan tadi soal Reiji yang mengirimkan salah satu foto jamur langka dan dimuat di majalah adalah benar.



Reiji memandangi lagi list saran dari presdir Wada. Berduaan di luar tempat kerja, dengan membuat situasi seperti urusan pekerjaan tapi sebenarnya hanya menginap semalam di luar. Baginya ide ini akan sangat sulit untuk diwujudkan.


Sekt.Maiko memberi saran untuk pergi mencari chef untuk restoran di hotel baru mereka. Apalagi Misaki-lah yang memberikan nama restoran itu ‘Gosuke’. Ide menggaet chef Tanaka dari Suruga Excellent Hotel pun muncul. Meski menyebalkan, sang chef dikenal hebat dalam masakannya. Tapi Reiji khawatir jika itu membuat karyawan lain heran jika ia langsung menunjuk Misaki. Apalagi Reiji tidak ingin karyawan lain tahu soal nama ‘Gosuke’ yang dipilih, sebenarnya adalah saran dari Misaki.


“Buat saja undian yang hanya bisa dia yang dapat,” ujar sang sopir, Katsunori-san. Ia pun menjelaskan dengan trik sulap sederhana hal itu bisa dilakukan. Katsunori-san mengaku sebelum bekerja di penginapan Samejima dulu, dia adalah pemain sulap jalanan.


Kali ini Reiji setuju dengan ide Katsunori-san. Dengan arahan dari Katsunori-san, Reiji pun membuat kotak ‘ajaib’-nya sendiri. Setelah yakin kalau benda itu bekerja, Reiji pun siap untuk tahap berikutnya.



Ketua tim Goro-san memberitahu staf lainnya jika presdir akan pergi untuk mencari chef restoran mereka dan meminta salah satu karyawan untuk ikut dalam perjalanan bisnis yang menginap semalam itu. Tapi reaksi para karyawan tidak tampak senang. Mereka membayangkan malam yang kaku dan membosankan karena harus menemani presdir sekaku Reiji.


Ketua tim Goro-san menjelaskan kalau mungkin saja dengan pemilihan melibatkan karyawan, maka mereka pun akan ikut bertanggungjawab atas berlangsungnya restoran baru nantinya.



Reiji keluar dengan kotak di tangannya. Ia meminta para staf berbaris untuk mengambil undian. Giliran pertama adalah Ieyasu. Saat mengambil kertas, Ieyasu bersorak girang menemukan cap Samejima Hotel di kertas itu. Tapi kesenangannya langsung hilang saat diberitahu kalau semua kertas ada cap-nya dan bukan dia pemenangnya.


Reiji masih berusaha berwajah se-cool mungkin saat giliran berikutnya adalah Mahiro. Sama seperti Ieyasu, kertas yang diambil Mahiro juga bukan yang dimaksud. Berikutnya giliran Misaki. Sebelum Misaki memasukkan tangan dalam kotak, Reiji menggeser panel di sisi kotak sehingga isi kotak berubah. Misaki mengeluarkan kertas yang diambilnya dan ternyata ada tulisan ... pemenang di dalamnya. Artinya Misaki yang akan menemani Reiji mencari chef restoran baru mereka.


“Akhir minggu ini, reservasi tempat untuk 2 orang. Untuk jadwal rinci, akan kuhubungi nanti!” ujar Reiji kemudian. Ia pun berbalik ke ruangannya lagi.


Saat baru masuk di ruangan sekretaris, Reiji sudah bersorak girang. Ia bahkan melakukan tos dengan kedua karyawannya di sini. Reiji kemudian masuk ke ruangannya sendiri masih dengan sumringah. Dipeluknya akuarium yang ada di sana. Senyum Reiji makin lebar terkembang.



Misaki tengah mengambil minum di pantry saat Mahiro menyusul. Mahiro khawatir karena Misaki akan melakukan perjalanan bisnis dan menginap semalam di hotel yang sama dengan presdir. Tapi Misaki mengaku tidak akan ada masalah, karena ia juga memang ingin mencicipi masakan sang chef incaran, chef Tanaka.


Ieyasu pun menyusul kedua karyawan wanita ini. Dan seperti biasa, pikiran Ieyasu sudah lebih dulu kacau dan terlalu jauh. Tapi baik Misaki maupun Mahiro tidak terlalu peduli pada ucapan Ieyasu ini.


“Setelah dipikir-pikir, kamu pernah bilang kalau Presdir itu iseng,” ujar Mahiro kemudian.


Misaki tersenyum, “Aku bilang begitu karena kalian terlalu takut padanya.”


Tapi Ieyasu nyamber saja, “Rasa hormat jadi kagum, lalu tanpa disadari berubah jadi cinta.”


Tentu saja ide ini ditolak oleh Misaki. Mereka kemudian membahas lagi tentang betapa beruntungnya Misaki karena menang undian, tidak seperti Ieyasu yang sombong tetapi selalu gagal.


“Jika terjadi sesuatu, hubungi aku, ya. Aku akan segera menyusul!” pesan Mahiro kemudian.



List berikutnya yang ada di catatan milik Reiji, Transportasi pakai mobil kecil yang lucu. Jangan pakai mobil mewah atau sports car tapi pakai mobil kecil yang lucu.


Reiji dibuat heran dengan ide dari presdir Wada itu. Presdir Wada memberikan alasan jika orang akan lebih cepat akrab di ruang yang sempit. Selain itu, mobil kecil bisa jadi sisi lain Reiji yang hanya akan dilihat oleh Misaki. Reiji tidak membantah lagi ide presdir Wada itu.



Pada hari yang dijanjikan, Reiji datang dengan mobil kecil lucunya. Sementara Misaki sudah menunggu di sisi jalan.


“Presdir yang menyetir?” tanya Misaki yang sudah duduk di sebelah Reiji.


“Ya... Tidak usah khawatir. Sejak dapat SIM, aku tidak pernah kecelakaan atau ditilang. Mengenai Suruga Excellent Hotel, sepertinya tahun depan hak manajemennya akan berpindah ke pihak asing.” Reiji lagi-lagi bicara soal pekerjaan.


“Oh, begitu. Kalau begitu, ada kemungkinan dia akan menerima ajakan kita.”


“Iya. Tergantung cara merayunya juga,” ujar Reiji yakin. Perjalanan itu akan jadi perjalanan panjang mereka.



Flash back Reiji dan presdir Wada di dalam tenda. Kali ini mereka asyik menikmati ramen panas.


Presdir Wada menyarankan agar selama perjalanan mereka melewati daerah dengan pantai yang memiliki matahari senja yang bagus. Tapi Reiji menganggap ide itu konyol dan terlalu klise.


Presdir Wada lalu mengibaratkan batu dan spons. Spons dianggap lebih bisa menyerap air. Seorang karyawan yang melakukan aktivitas bersama sang presdir, karyawan yang tadinya kaku dan gugup, perlahan akan melunak seperti spons saat melihat sisi lain sang presdir. “Kalau hanya itu, tidak cukup. Lupakan kedewasaan dan jadilah anak-anak.” Lanjut presdir Wada. Ia pun menjelaskan, dengan menunjukkan sisi lain presdir yang polos seperti anak-anak, itu akan lebih mudah membuat hati Misaki nantinya berubah jadi lembut.


Reiji masih bingung maksudnya menjadi anak-anak. Presdir Wada lalu memberi saran agar Reiji mengatakan saja apa yang dia lihat nanti di pantai dengan suara lantang, persis seperti anak-anak.



Dan perjalanan sore itu pun persis dilakukan seperti saran presdir Wada. Saat melewati pantai, Reiji menghentikan mobilnya dan mengajak Misaki untuk mampir sebentar. Misaki menurut saja dan tidak menolak.


“Lautnya biru, ya!” ujar Reiji dengan suara lantang. Ini menarik perhatian Misaki. Reiji pun melanjutkan ucapannya dengan bertanya soal makanan kesukaan Misaki yang dijawab dengan Acar Matsumae. Reiji juga meminta Misaki untuk bicara dengan lantang karena mereka terutup suara ombak pantai.


“Kalau makanan kesukaan Presdir?” tanya Misaki kemudian.


“Aku? Aku suka masakan telur.”


“Bukan jamur?”


Reiji heran. Misaki lalu menceritakan kalau ia melihat majalah jamur dan menemukan ada foto jamur langka yang diambil oleh Reiji, ada dalam majalah itu.


“Jijik, ya?” tanya Reiji spontan.


“Tidak, kok,” Misaki menggeleng cepat. “Justru sebaliknya. Menurut saya, itu hobi yang hebat.”


Kebahagiaan Reiji langsung naik ke ubun-ubun dipuji seperti itu oleh Misaki. Kali ini Reiji langsung berlarian menuju pantai tanpa alas kaki. Setelah mencelup air, karena kedinginan, Reiji pun buru-buru berbalik. Benar-benar sikap kekanak-kanakan tanpa pura-pura. Misaki pun melihat semua itu dengan senyum terkembang di wajahnya.



Malamanya, setelah mandi, Reiji langsung menelepon presdir Wada. Ia menceritakan kalau semua sarannya dilakukan dan berjalan lancar.


“Aku masih belum dengar strategi setelah ini,” ujar Reiji.


Presdir Wada tersenyum di ujung telepon, “Kamu tinggal melakukan satu hal, 'kan?” ia mengusulkan agar setelah ini Reiji dan Misaki makan malam, lalu Reiji mengaku cinta pada Misaki.


“Apa aku bisa melakukannya?” Reiji sempat ragu.


Presdir Wada lalu memberi saran agar Reiji mabuk dulu supaya bisa mengatakan perasaannya pada Misaki. “Dengar, wanita seperti Shibayama Misaki akan berdebar jika melihat hati lelaki yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya tanpa mabuk. Lelaki seperti Samejima-kun justru membangkitkan rasa keibuannya jika kamu mabuk. Aku yakin pasti efektif.”


“Aku dapat pencerahan!” Reiji jadi lebih bersemangat.


“Jangan cuma dapat pencerahan. Lakukan dengan tegas!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 04 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 03 part 2

14.54.00 4 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 2. Reiji melakukan berbagai usaha untuk menarik perhatian Shibayama Misaki. Dan programnya kali ini adalah dengan menunjukkan kesungguhannya dalam mengelola grup Samejima Hotel.


Lauching proyek baru untuk hotel ke-6 sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Bahkan Reiji rela bergadang beberapa malam untuk mengebut bagian awal proyek ini. Tapi ternyata usahanya belum menunjukkan hasil apapun. Misaki sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan lebih pada usaha Reiji. Bagaimana nasib cinta Reiji?



Reiji ngamuk-ngamuk di kantornya, karena usahanya tampak sia-sia. “Bayanganku soal perasaan Shibayama Misaki yang serta merta menghampiriku sama sekali tidak terjadi!”


“Tentu saja tidak,” komentar sekt.Maiko. “Karena cara pendekatan yang menguras tenaga dan pikiran ini salah. Dia mungkin melihat anda sebagai atasan. Tapi melihat anda secara romantis sebagai lawan jenis, itu lain cerita.”


“Lalu untuk apa waktu tiga hari ini?” keluh Reiji lagi. “Bukankah aku bekerja siang malam hanya untuk melakukan pekerjaan seorang pegawai?”


“Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan padanya soal perasaan anda padanya,” saran sekt.Maiko lagi.


Tapi Reiji menolak ide itu. Saat ditanya kenapa, Reiji mengaku kalau itu akan memalukan.


“Tentu saja terasa memalukan. Tapi tidak ada cara lain untuk mengatasi rasa malu itu!” tegas sekt.Maiko.


Reiji pun speechless. Ia tidak bisa mendebat ucapan sekretarisnya itu lagi.



Misaki rapat bersama Mahiro, Ieyasu dan ketua tim Goro-san. Goro-san mengecek persiapan desain lobi baru mereka dan Misaki mengatakan akan segera siap dalam satu minggu. Goro-san juga mengingatkan bahkan setelah itu mereka masih akan ada rapat lagi dengan managet hotal di Kyoto.


Setelah Goro-san pergi, tinggalah tiga karyawan muda yang masih berada di ruang rapat.


“Misaki-san, bukankah menurutmu ada sedikit keajaiban kenyataan Direktur Shirahama Goro masih lajang? Karena, selain dari penampilan, dia ahli dalam pekerjaan dan sangat bersahabat. Membuat penasaran saja,” curhat Mahiro pada Misaki.


Tapi Misaki tidak terlalu tertarik dengan itu. Apalagi si Ieyasu yang sangat hoby nimbrung. Ia mulai narsis dan menyombongkan soal dirinya. Mahiro sudah tidak heran dengan sikap si Ieyasu ini. Ia kemudian kembali membahas soal Goro-san, dan menganalogikannya seperti sebuah hotel.


Misaki tetap menanggapinya dengan santai dan bijak, “Tapi manusia dan hotel berbeda jadi, meski jika ada masalah, suatu hari kau pasti bisa mengatasinya karena kau mencintainya, 'kan? Jadi tidak perlu merasa takut. Kau mengerti?”



Bahkan sampai rumah pun, Reiji masih saja melamun. Ia memikirkan ucapan sekretarisnya tadi di kantor.


Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan perasaan anda padanya.


Reiji menghela napas berat, “Sulit sekali.”



Misaki dan Mahiro sedang di pantry saat Otonashi Shizuo-san memamerkan foto istrinya yang ternyata sangat cantik. Para karyawan bahkan tak menyangka kalau Shizuo-san bisa punya istri secantik itu. Mereka berpikir jika dia mantan model. Tapi Shizuo-san mengatakan kalau istrinya itu dulu adalah seorang pembawa papan ronde di area tinju. Tidak lupa mereka juga memuji putranya yang tampak manis.


Obrolan di kantor makin hangat. Karena di antara para karyawan, lainnya masih single. Dan hanya Shizuo-san yang sudah berkeluarga. Mereka berharap juga bisa dapat istri cantik meski penampilan biasa. Obrolan ini ternyata didengar juga oleh Reiji, hingga ia memanggil Shizuo-san ke ruangannya.



Shizuo-san takut-takut masuk ke ruangan Reiji. Ia khawatir akan dipecat karena selama lima tahun bekerja, ini pertama kalinya ia dipanggil dan masuk ke ruangan presdir.


“Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kukonsultasikan padamu,” Reiji mulai bicara. “Di hotel yang sedang dibangun sekarang, aku mempertimbangkan soal konsep bridal. Namun, diantara pegawai disini, hanya kau seorang yang sudah menikah. Jadi, sebagai seniorku dalam hal membangun pernikahan bahagia, ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan padamu.”


Shizuo-san tidak menyangka jika ternyata sang bos justru bicara hal lain, bukan pemecatannya, “Tapi... Saya tidak pantas dipanggil senior.”


Reiji melanjutkan bicara, “Menurut apa yang ku dengar, kau berhasil mendapatkan istri yang cantik?”


“Yah, maafkan saya jika merasa bangga, tapi, Setiap malam saat pulang ke rumah, dan melihat wajah istri saya, Saya merasa beruntung, dan berpikir "Syukurlah ini bukan sekedar mimpi".”


“Sekilas, sepertinya kau terlambat menikah melebihi aku... Atau apa aku salah?” tembak Reiji lagi.


Perlahan, Shizuo-san bicara lebih lancar dan tidak takut-takut lagi, “Sangat terlambat. Saya bahkan tak bisa menatap langsung mata wanita saat berbincang dengan mereka.”


“Lalu, bagaimana kau bisa menikahi seorang wanita cantik?”


“Sebenarnya, saya tak pernah mengatakan pada istri saya bahwa saya mencintainya,” ucapan Shizuo-san ini membuat Reiji terkejut. “Tentu saja, saya ingin mengatakan perasaan saya padanya. Tapi sangat susah sekali mengungkapkannya. Meski memiliki seorang putra, Keita yang saat ini kelas 1 SD, Sebenarnya, dia adalah putra dari pernikahan istri saya sebelumnya. Sejak pertama kami bertemu, saya sudah menganggap Keita sebagai anak sendiri. Perasaan itu muncul secara alami untuk Keita. Saya bisa mengatakan, "Kau manis sekali. Aku menyukaimu, nak. Aku menyayangimu." Dan bagi istri saya, sepertinya dia lebih bahagia karena saya memuji putra yang dia besarkan sepenuh hati, dibanding memuji dirinya. Jadi justru dia yang melamar saya dan mengatakan, "Mari membangun rumah tangga yang baik."”


Reiji tidak benar-benar mendengarkan seluruh cerita Shizuo-san itu. Yang benar-benar ada dalam pikirannya sekarang ini adalah, bahwa cinta tidak selalu harus diucapkan. “Aku mengerti. Jadi ada juga cara seperti itu. Kerja bagus! Aku menerima banyak masukan bagus darimu.”


“Apa ini berhubungan dengan konsep bridal untuk hotel berikutnya?” Shizuo-san penasaran.


“Tentu saja. Tapi detailnya masih rahasia.”



Malam itu seperti biasa, Reiji datang ke gym. Ia berada di atas treadmil sambil melirik ke arah pintu masuk, menunggu Misaki. Dan seperti dugaan Reiji, Misaki juga datang ke sana. Misaki duduk di salah satu tempat melakukan pemanasan.


Reiji berhenti dari treadmill-nya dengan baik, tidak seperti sebelumnya yang nyaris jatuh. Ia pun berusaha duduk di salah satu balon. Tapi karena grogi, Reiji justru terjatuh ke lantai, di depan Misaki. Meski begitu, Reiji tetap bersikap cool dan Misaki pun tidak menertawakannya. (serius, ini sebenarnya lucu lihat Reiji jatuh gitu. Na aja ketawa ngakak, bisa-bisanya si Misaki ini Cuma ngeliatan tanpa ekspresi atau ketawa sama sekali, kekekeke)


Reiji buru-buru bangun dan kembali berusaha duduk di atas balon. Kali ini berhasil. “Aku sudah memilih lokasi untuk hotel baru kau sudah tahu soal itu?”


“Ya, aku sudah mendengarnya,” aku Misaki.


“Kurasa aku akan kembali mengunjungi lokasi hotel. Tapi jika kau tertarik, apa kau bersedia ikut bersamaku?” tawar Reiji.


Misaki senang mendapat tawaran seperti itu, “Apa boleh aku ikut?”


“Tentu saja.”



Hari yang direncanakan pun tiba. Katsunori-san sudah bersiap di belakang kemudi, tegang. Sekt.Maiko juga di kursi sebelahnya, tidak kalah tegang. Reiji pun terdiam di kursi belakang.


“Presdir, ini saatnya, 'kan? Semoga anda berhasil,” ujar sekt.Maiko.


Tidak lama setelahnya, Misaki keluar dari gedung itu. Sigap Katsunori-san membukakan pintu belakang mobil.


“Permisi. Sungguh aku boleh ikut?” tanya Misaki, meyakinkan.


“Masuklah. Kita tidak boleh membuang waktu,” ujar Reiji, sok cool.



Perjalanan itu bagi Reiji dan kedua staf khususnya di kursi depan benar-benar menegangkan. Selama beberapa lama mereka semua bahkan hanya terdiam. Reiji lalu punya ide jika mereka main Shiritori (sambung kata). Tapi karena kaget, mereka semua mengganggap ide Reiji itu konyol. Tahu idenya terdengar aneh, Reiji memutuskan untuk menarik kembali idenya.


Tapi tiba-tiba saja Misaki menyebutkan sebuah kata. Kaget, sekt.Maiko hanya terdiam tidak melanjutkan, padahal itu gilirannya. Katsunori-san pun menegur sekt.Maiko dan memintanya menyebut kata lanjutan. Giliran berikutnya adalah Katsunori-san yang dilanjut oleh Reiji.


Pada putaran berikutnya giliran Misaki. Ternyata kata yang keluar dari bibir Misaki adalah. Kumbang macan leher merah menyala! Kalimat yang sempat diucapkan Reiji saat mengomentari pakaian Misaki beberapa waktu sebelumnya. Misaki tampak senang karena akhirnya bisa mengingat nama serangga itu.


Reiji kaget karena ternyata Misaki masih ingat dengan nama serangga itu. Reiji memalingkan wajah, senyum-senyum sendiri. (ecieeeeee ... jatuh cinta tu gini ya, banyakan senyumnya)



Reiji mengajak Misaki berkeliling calon hotel mereka yang akan direnovasi. Sambil berkeliling, Misaki mengajukan idenya yang langsung disetujui saja oleh Reiji tanpa banyak protes. Mereka pun sampai di lantai atas, tepat di tempat yang rencananya akan dibuat restoran.


“Aku berencana merubahnya menjadi restoran Prancis,” ujar Reiji.


“Jika restoran Prancis, aku memiliki beberapa kenalan yang layak menjadi koki kepala,” usul Misaki.


“Kau benar. Memilih koki adalah hal yang sangat penting. Ku rasa restoran ini akan menjadi keunggulan hotel ini. Aku sudah mengantongi nama untuk restorannya. Namanya"Gosuke". Restoran Prancis, Gosuke.”


Misaki kaget, “Kurasa nama itu hanya cocok untuk anjing.”


Tapi Reiji tetap tak tergoyahkan, “Sama seperti Yuasa Gosuke yang melayani tuannya, aku ingin restoran ini mendukung keberadaan hotel ini. Aku ingin mewujudkan hal itu. Dan juga, aku suka nama itu. Hingga saat ini, tidak ada nama lain yang menarik hatiku. Nama yang kau pikirkan dengan susah payah, aku merasa nama itu manis. Bagaimanapun, nama Gosuke ini...Aku menyukainya!” (cieeee Reiji nembak dengan kalimat terselubung nih ceritanya)


Misaki tersenyum mendengar penjelasan bosnya itu, “Aku senang sekali anda menyukainya.” (kalimat Misaki ini juga berkesan kalau ia menerima pernyataan cinta Reiji, tidak secara langsung)


Reiji memandangi Misaki dengan serius, “Mari buat hotel yang bagus. Apa kau mau membantuku?”


Yang dijawab Misaki tanpa ragu, “Tentu saja, Pak!”



Sepanjang perjalanan pulang, Reiji terus saja memandang ke luar jendela dengan senyum-senyum. Ia tidak banyak bicara tapi terus saja tersenyum. Sementara itu Misaki juga melakukan hal yang sama, melihat ke luar mobil tapi dengan tatapan biasa???


Di kursi depan, sekt.Maiko dan Katsunori-san rupanya juga memahami yang terjadi pada bos mereka. Pasti ada hal baik yang terjadi. Keduanya pun ikut tersenyum tertahan.



Kembali ke kantor


Reiji melepas label di papan hotel-nya. Kali ini ada tulisan Tokyo. Yang artinya hotel ke-6 mereka telah siap untuk dibangun dalam waktu dekat.


“Ini bukan tujuan, tapi permulaan. Mulai besok, mari incar posisi sebagai hotel terbaik dunia!” ujar Reiji yang disambut gembira juga oleh para karyawannya.



Malam itu mereka mengadakan pesta. Meski semua karyawan tampak bergembira, Reiji tampak tidak terlalu antusias. Berkali-kali ia memandang ke arah Misaki. Bahkan meski obrolan berjalan dengan lancar, pikiran Reiji tidak tertuju pada mereka.


“Ah Presdir! Aku punya pertanyaan,” ujar Mahiro kemudian. “Kenapa anda belum menikah?”


Reiji terkejut ditanyai seperti itu, “Yah... Kurasa sekarang sudah waktunya bagiku untuk menikah.”


“Jadi, anda sudah memiliki calon istri, 'kan?” Mahiro menjadi lebih bersemangat. Tapi Reiji mengelak mengakui apapun. “Oh, di antara kandidat potensial, wanita seperti apa yang akan anda pilih?”


Reiji gelagapan. Ia tidak bisa memilih. “Jika ada kandidat potensial, maka hanya ada satu orang.”


Obrolan mereka pun beranjak pada pacar dan sebagainya. Mahiro bercerita kalau ia punya teman dekat yang bekerja sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan. Setelah sebulan bekerja disana, presdir perusahaan jatuh cinta padanya pada pandangan pertama dan belum lama ini mereka bertunangan.


“Bikin iri saja, 'kan? Benarkan, Misaki-san?”


Misaki tidak tampak terkejut diberi pertanyaan seperti itu. Ia berpikir sebentar. Justru Reiji yang tiba-tiba penasaran dengan apa jawaban Misaki.


“Bagiku, hal itu menjijikkan,” ujar Misaki kemudian, membuat Reiji kaget luar biasa.


“Eh... Kenapa?” Mahiro heran.


“Karena, hanya sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung, presdir perusahaan melihatnya dengan konflik cinta, 'kan? Yah, hal seperti itu membuat bulu kudukku berdiri. Itu menjijikan,” ulang Misaki lagi.


Reiji tidak tahan lagi mendenga ucapan Misaki itu. Ia nyaris saja meledak. Mondar-mandir masuk keluar ruangannya, membuat sekt.Maiko khawatir. Tidak tahan lagi dengan kesalnya, Reiji menyuruh semua karyawannya untuk bubar. Acara makan-makan malam itu pun ditutup buru-buru.



Sekt.Maiko baru saja selesai mencuci semua peralatan makan saat ponselnya berdering. “Halo, hari ini terima kasih. Perasaannya agak memburuk. Ya. Karena dia sudah bekerja keras tanpa waktu istirahat. Tolong katakan pada yang lain untuk tidak usah khawatir. Terima kasih sudah menelpon.”


Sekt.Maiko berjalan keluar dari pantry menuju ruangan presdir dan menemukan sang bos tengah terduduk di lantai. Ia hanya sempat mengatakan kalau ketua tim Goro-san menelepon karena khawatir.



“Dia bilang hal seperti itu menjijikkan. Seorang presdir perusahaan memiliki hubungan dengan pengawai baru adalah hal menjijikkan, dia mengatakan itu. Dia mengatakannya dua kali. “Itu menjijikkan",” rengek Reiji. Ia memeluk lututnya persis anak kecil sambil duduk di lantai, di belakang kursinya.


Sekt.Maiko mendekati sang bos, “Masih ada waktu sebelum pesta Asosiasi Perhotelan. Kita lanjutkan pertemuan perjodohan. Jangan berhenti berusaha untuk menemukan wanita selanjutnya, Presdir.”


Tapi Reiji tidak mendengarkan ucapan sekretarisnya, “Aku akan pergi melakukan perjalanan bisnis mulai besok.”


“Perjalanan bisnis? Kemana?” sekt.Maiko bingung.


“Ke suatu tempat dimana tak seorangpun bisa menyakitiku.”



Malam itu Misaki pulang bersama Mahiro. Mereka masih membahas soal teman Mahiro yang kencan dengan bosnya.


“Aku ragu apa temanmu sungguh bahagia. Karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tapi meski begitu, dia akhirnya harus menikah dan tak bisa menjalankan rutinitas pekerjaan yang dia inginkan. Sangat disayangkan.”


“Kurasa dia sangat bahagia,” komentar Mahiro. “Jujur, aku iri padanya. Bukan berarti aku bekerja supaya bisa menikah. Tapi tidak berarti juga aku tak mengharapkannya sementara bekerja. Aku hanya berpikir pasti akan bagus jika aku bisa menikah di usia 20-an sambil terus bekerja. Bagaimana denganmu, Misaki-san?”


“Bagiku...Aku ingin membangun hotelku sendiri. Aku tak tahu akan butuh waktu berapa lama. Tapi itu impianku sejak kecil.”


Mahiro dibuat terkagum-kagum oleh impian Misaki, “Oh, jika impianmu terwujud, aku akan tinggal dihotelmu, pasti.”



Hari berikutnya Reiji benar-benar pergi dengan alasan perjalanan bisnis. Pekerjaan di kantor pun dipegang oleh sekt.Maiko. Para karyawan pun melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tapi sekt.Maiko ternyata menghubungi presdir Wada dan minta untuk bertemu.


“Maaf saya mengganggu anda di jam sibuk,” ujar sekt.Maiko saat bertemu presdir Wada.


“Aku merasa sangat beruntung terlahir sebagai pria karena kau mengundangku.”


“Saya punya permintaan besar,” ujar sekt.Maiko tanpa basa basi. “Ini soal atasanku, Samejima...”


“Soal presdir mudamu. Ada apa dengan dia?” presdir Wada heran.



Malam itu Reiji tengah asyik melihat-lihat foto hasil perburuan jamurnya di kamera, dalam sebuah tenda. Tapi suara berisik langkah di luar tenda mengusik Reiji. Ia pun mencari-cari teropongnya lalu mengintip dari sedikit lubang pintu tenda itu.


Seseorang mendekat, yang kemudian dikenali Reiji sebagai presdir Wada. Dia menurunkan teropong Reiji, “Samejima-kun, ada sesuatu yang ingin ku diskusikan denganmu.”



Keduanya duduk di depan api unggun. Reiji menuang kopi untuk dirinya sendiri dan tak berniat memberikannya pada presdir Wada. Presdir Wada mengaku kalau sekt.Maiko yang memberitahunya keberadaan Reiji sekaligus mencaritakan secara umum masalah Reiji.


“Kurasa kau sudah dengar bahwa hubunganku cukup akrab dengan Shibayama Misaki. Dia bilang merasa jijik pada seorang presdir yang mendekati pegawai baru, 'kan?”


“Jadi kau kemari untuk merendahkanku?” tuduh Reiji.


Presdir Wada tersenyum, “Dengar. Sekarang aku akan mengatakan sesuatu yang penting. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu. Kau tanya kenapa dia mengatakan kalimat semacam itu, untuk membuat pertahanan di sekelilingnya, dan untuk membuatnya berhenti berharap. Secara insting dia tahu ada resiko jika terjatuh dalam situasi seperti itu. Shibayama Misaki jelas tipe wanita seperti itu. Aku jamin.”


Tapi Reiji keburu pesimis, “Masalahnya bukanlah dia tipe wanita seperti apa. Sejak awal dia sudah mengatakan hubungan cinta antara presdir dan pegawai baru adalah hal mengerikan.”


“Karena itu ku katakan padamu. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu,” presdir Wada menyombongkan diri. “Kau pikir siapa aku? Aku seorang ahli romantisme kantor. Sejauh ini, kau pikir berapa banyak pegawai baru yang sudah ku dekati? Sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung? Jangan membuatku tertawa, aku tak bisa menunggu hingga sebulan. Untukku, waktu paling cepat adalah seminggu,” pamernya pula. “Siapa yang menjadikan posisi pekerjaan sebagai penghalang cinta? Kebetulan saja wanita yang kau sukai adalah anak buahmu. Apa salahnya hal itu? Sebelum seorang presdir, kita adalah seorang laki-laki.”


Tiba-tiba saja Reiji menangis, membuat presdir Wada keheranan. Reiji rupanya terkesan dengan ucapan presdir Wada bahkan minta izin memanggilnya ‘guru’. Tanpa ragu kemudian Reiji mempersilahkan presdir Wada duduk di kursinya yang lebih nyaman bahkan membuatkannya kopi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 04 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 03 part 1

14.51.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 1. Demi menarik perhatian Shibayama Misaki, Samejima Reiji—pemilik jaringan hotel Samejima—melakukan berbagai hal yang sama sekali berbeda dengan kehidupannya yang biasa.


Dan perubahan sikapnya ini awalnya dikhawatirkan oleh para karyawan. Tapi pelan-pelan mereka bisa menerima perubahan sikap Reiji yang lebih toleran dan mudah diterima. Sampai kapan Reiji akan terus seperti ini? Apakah akhirnya dia berhasil mendapatkan hati Misaki?



Saat itu karyawan kantor pusat Samejima Hotel bertemu dengan tim PR. Mereka menunjukkan proposal permintaan wawancara dari sebuah majalah terkemuka, NEWSZERO.


“Kantor Presdir tak akan menerimanya. Presdir tidak cocok dengan hal semacam wawancara penuh atau menjadi objek analisa.”


Bahkan meski pewawancaranya adalah seorang jurnalis terkenal, tawaran itu tetap ditolak.



Reiji baru saja datang ke gym saat dilihatnya Misaki juga tengah berolahraga. Ia melirik sekilas papan penanda ‘hanya untuk presdir’ di alat olahraga miliknya, yang hanya berjarak sangat dekat dengan tempat Misaki.


“Boleh aku bertanya?” tanya Reiji kemudian. “Mengenai hal yang kau katakan sebelumnya, soal nama untuk anjing. Apa nama yang terpikirkan olehmu?”


“Membicarakan kembali hal itu agak sedikit memalukan,” elak Misaki.


“Bukankah kau bilang sudah menemukan nama yang bagus?” desak Reiji. “Siapa saja akan penasaran jika menemukan sesuatu hal yang tidak jelas.”


Misaki lalu menyebut sebuah nama, ‘Gosuke’, yang membuat Reiji kaget keheranan. Misaki pun memberikan penjelasannya, “Dari Yuasa Gosuke, seorang samurai perang dari Periode Sengoku. Seorang pria dengan rasa kesetiaan tinggi, yang memberikan hidupnya untuk menepati janji pada tuannya. Juga, kurasa "Gosuke" terdengar sangat cocok untuk anjing itu.”


Reiji kembali dibuat terpesona oleh pengetahuan Misaki, “Apa kau menyukai sejarah Jepang?”


Misaki tersenyum dan mengiyakan pertanyaan sang presdir. “Aku juga memikirkan nama dari Mitologi Yunani dan karakter Kisah Shakespeare. Tapi kurasa nama huruf kanji lebih cocok untuk anjing itu.”



Para karyawan seperti biasa berkumpul usai pulang kantor. Saat itu Misaki datang terlambat dan baru saja bergabung. Mereka ternyata tengah membicarakan Misaki, yang memilih tempat tinggal tanpa fasilitas kamar mandi. Karena biasanya, wanita memilih untuk menghindari hal seperti itu.


Tapi Misaki tampak tidak terganggu, “Tempat tinggalku adalah apartemen tua berusia 40 tahun. Tapi itu hanya tampilan luarnya saja, interior kamarnya sesuai dengan harapanku. Maksudku, di dunia ini hanya ada satu ruangan seperti itu, bukan?”


“Jadi, dimana kau berendam air panas?” karyawan lain penasaran.


“Di sento milik temanku di dekat apartemen,” aku Misaki. Ia juga menyebut tentang kamar mandi di gym kantor perusahaan.


Sekarang obrolan mereka berpindah soal presdir Reiji. Misaki mengatakan kalau tadi ia bertemu dengan Reiji di gym. Mereka heran karena Misaki tidak merasa terganggu atau canggung soal itu. Karena umumnya pegawai memanfaatkan fasilitas gym itu saat presdir tidak ada di sana.


“Dia tidak seburuk dugaan kalian,” ujar Misaki.


Tapi yang lain berpikir kalau belakangan presdir memang sedikit lebih tenang. Bahkan saat Misaki mengatakan kalau presdir cukup ‘lucu’, mereka sama sekali tidak percaya.



Reiji terus saja memencet nomer lima di ponselnya. (Catatan: Nomor 5 adalah "Go" dalam Bahasa Jepang). Ia juga terus saja menggumamkan nama itu, Gosuke. “Bukankah itu nama yang sangat bagus? Terdengar ramah dan lucu, 'kan? Bagaimana jika kita mampir ke toko hewan sebelum pulang?” usul Reiji.


Katsunori-san langsung mengiyakan permintaan sang presdir. Tapi sekt.Maiko menolak mentah-mentah ide itu.


“Kenapa aku tak boleh memiliki anjing dengan nama yang manis?” protes Reiji seperti anak kecil.


“Tempo hari sudah saya katakan bahwa anda tidak cocok memelihara anjing. Katsunori-san yang mengurus anjing tempo hari itu, bukan anda,” ujar sekt.Maiko.


Tapi Reiji tetap berkeras kalau ia perlu punya anjing. Mulai dari menjaga keamanan hingga rasa santai, berbagai alasan diucapkan Reiji. Terakhir bahkan menghubungkan kepemilikan anjing dengan orang yang terlambat menikah. Tidak berhasil membantah pendapat sekretarisnya, Reiji akhirnya menyerah dan mengajak pulang.



Di rumah mewah Reiji.


“Katakan dengan jelas jika aku salah tapi, Bukankah aku dan Shibayama Misaki sudah berkencan?” tanya Reiji pada sekretarisnya. Ini membuat sekt.Maiko bingung. “Lalu kenapa dia pergi ke pusat kebugaran padahal dia tahu bagaimana perasaanku?”


Sekt.Maiko akhirnya mulai paham, “Justru sebaliknya. Dia tidak tahu soal perasaan anda, karena itu dia tidak tertekan hanya berduaan bersama anda.”


“Dia tidak menyadari perasaanku?” Reiji tidak habis pikir. “Apa benar seperti itu...?”


“Tentu saja, karena anda masih belum menyatakan perasaan padanya.”


Tapi logika Reiji sepertinya sudah sulit diajak realistis, “Bukankah aku meminum susu yang aku benci untuk membuatnya kembali bersemangat dan aku memintanya supaya kami berdua memikirkan nama untuk anjing bersama-sama? Tapi, perasaanku masih belum sampai padanya?”


Sekt.Maiko tersenyum, “Dengan cara itu, kebanyakan wanita tak menyadari rasa cinta yang ditujukan pada mereka. Terlebih dari sudut pandang antara Presdir dan pegawainya. Bahkan jika pegawai menyadari perasaan anda. Pegawai wanita yang menerima rasa cinta itu, akan berpikir bahwa hal semacam itu mustahil. Romantisme cinta tidak serta merta dimulai ketika seseorang mencintai orang lain. Orang yang anda cintai mungkin mulai mencintai anda dengan keinginannya sendiri, tapi jika tak menyatakan perasaan pada orang yang disukai maka tak akan ada perkembangan. Demi menyalakan "tombol" pada perasaannya, anda harus menyatakannya. Perasaan anda padanya.”


“Apa aku... harus melakukannya?” Reiji tampak ragu.


“Harus!”


“Sulit sekali. Itu misi yang sulit,” keluh Reiji.


“Ya. Tapi anda pasti bisa melakukannya!”



Reiji memandangi proposal yang diajukan oleh ketua tim Goro-san. Tapi beberapa di antaranya akhirnya hanya berakhir di mesin penghancur kertas. Tapi saat melihat salah satu proposal yang tertulis nama Misaki, Reiji berubah pikiran. “Aku akan mempertimbangkan proyek ini. Aku akan mengurus proses awal,” ujar Reiji.


“Apa kita perlu membentuk tim saat ini juga?” tanya Goro-san.


“Aku, kau dan juga satu orang lagi, pegawai muda dan cakap, itu saja sudah cukup,” usul Reiji.


“Bagaimana dengan orang yang mengajukan proposal ini, Shibayama Misaki? Dia tajam, memiliki keahlian bahasa yang luar biasa dan kemampuan perencanaan dan bisa segera menjadi aset untuk kita,” usul Goro-san lagi.


Reiji pura-pura sok tidak terlalu tertarik, “Jika kau yakin dia bagus, maka seharusnya tak masalah.”


Goro-san pun pamit kembali ke mejanya. Ia memanggil Misaki dan menjelaskan secara singkat proyek ini dan memintanya untuk mempersiapkan segalanya untuk rapat besok.



“Aku iri padamu, Misaki-san. Presdir dan bahkan direktur menaruh perhatian padamu. Padahal kita dipekerjaan diwaktu bersamaan, aku merasakan perlakuan yang berbeda,” curhat Mahiro yang duduk di depan Misaki.


Misaki sendiri tidak terlalu peduli hal itu. Ia bahkan berpikir kalau Mahiro Cuma ingin menggodanya saja. Dan seperti biasa, si Ieyasu ikutan nimbrung obrolan dua orang karyawati ini. Tapi pada akhirnya ia Cuma ingin narsis dan membuat dirinya yang tampak paling penting dan keren. Dan seperti biasa, Misaki sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan obrolan rekan-rekannya ini.



Telepon di meja sekt.Maiko berdering, dari sekretaris presdir Wada. Sang sekretaris lalu memberikan telepon itu pada presdir Wada.


“Halo? Apa malam ini kau punya waktu?” ujar presdir Wada di seberang.


“Maksud anda atasanku, Samejima?”


“Bukan. Maksudku kau, Maiko-chan,” elak presdir Wada.


“Aku minta maaf.Ku rasa aku tak bisa menerima undangan semacam itu,” sekt.Maiko berusaha tetap sopan menolak ajakan itu.


Tapi presdir Wada masih belum menyerah, “Ada seorang wanita bernama Shibayama Misaki di perusahaan kalian, 'kan? Apa tanggapanmu jika ku katakan aku ingin berkonsultasi soal dia?”


Sekt.Maiko kaget, “Bukankah lebih baik anda bicara pada Samejima dibanding denganku?”


“Ya, tapi sulit untuk meminta Samejima-kun datang dan bicara, 'kan? Sebelum secara resmi berkonsultasi dengannya, aku ingin mendengar pendapatmu dulu,” bujuk presdir Wada lagi.



Malam itu sekt.Maiko benar-benar menemui presdir Wada di sebuah bar. Ia ditawari minuman, tapi menolak dengan alasan masih bekerja. Tapi setelah dibujuk, akhirnya sekt.Maiko mau minum cocktail yang direkomendasikan oleh presdir.Wada.


“Bagaimana anda tahu tentang pegawai kami, Shibayama Misaki?” sekt.Maiko to the point.


“Terkadang saat sedang merindukan Paris, aku sering tinggal di hotel tempat dia bekerja. Disanalah kami berkenalan.”


“Apa yang ingin anda konsultasikan denganku?”


“Aku menginginkan dia bekerja di perusahaanku...apa hal itu mungkin,” ujar presdir Wada juga dengan langsung.


Sekt.Maiko dibuat kaget, “Presdir Samejima Reiji tak akan pernah melepaskan dia.”


Presdir Wada heran, karena selama ini Reiji bukanlah tipe orang yang terlalu peduli dengan pegawainya. Tapi sikap aneh sekt.Maiko lalu ditangkap oleh presdir Wada hingga ia menebak kalau si Shibayama Misaki ini adalah tipe presdir Reiji.


“Aku tidak pernah mengatakan apapun,” elak sekt.Maiko, meski sudah ketahuan.


“Tapi kurasa dia terlalu tangguh bagi Samejima-kun,” ujar presdir Wada kemudian. “Butuh keahlian level tertentu untuk bisa memenangkan seorang wanita seperti Shibayama Misaki.”


Sekt.Maiko diantar keluar oleh sekretaris presdir Wada. Sekretaris itu berkomentar jika sudah cukup lama presdir Wada tidak terlihat santai saat minum. Dari sana juga sekt.Maiko mendapat informasi kalau presdir Wada sudah berpisah dengan kekasihnya yang pernah diperkenalkan pada Reiji saat pertemuan asosiasi hotel beberawa waktu silam.



Berbeda dari biasanya, kali ini Reiji tampak sangat bersemangat. Ia membuat sebuah paket yang isinya majalah. Dan setelah membuka majalah itu, Reiji pun berteriak girang. Ternyata majalah itu adalah majalah khusus jamur. Dan salah satu foto Reiji yang berhasil mengabadikan sebuah jamur yang cukup langka ternyata berhasil masuk dan diterbitkan oleh majalah itu.


“Aku berhasil!”



Pagi berikutnya, Reiji sudah ngomel-ngomel pada sekt.Maiko. Sekt.Maiko meminta Reiji untuk mundur saja dari usahanya mendapatkan Misaki. Dia berpikir kalau usaha Reiji hanya akan sia-sia saja, kalau hanya menunjukkan majalah tentang jamur itu.


“Bukankah wanita menyukai pria yang memiliki sisi tidak terduga? Bukankah ada sisi berbeda yang jika diungkap akan membuat seseorang lebih menarik?”


“Saya tidak melarang anda melakukannya. Hanya saja, jika menurut anda bisa memenangkan hatinya dengan menunjukan foto ini, anda salah,” sekt.Maiko mencoba menjelaskan.


Tapi dasar Reiji yang sudah dibutakan cinta, dia tetap saja berkeras akan menunjukkan majalah itu pada Misaki. Reiji bahkan sudah mengandai-andai jawaban Misaki setelahnya. Tapi sekt.Maiko berpikir sebaliknya, bagaimana jika ternyata respon Misaki tidak sesuai dengan dugaan Reiji.


“Bukankah memalukan jika seorang presdir tak bisa mengatakan hal sederhana seperti itu?” tantang Reiji.



Reiji melakukan rapat bersama ketua tim Goro-san dan juga Misaki. Setelah presentasi dan evaluasi, Reiji masih sempat-sempatnya mencoba menarik perhatian Misaki dengan menunjukkan majalah jamur-nya. Sayangnya usaha itu tetap sia-sia, karena Misaki sama sekali tidak tertarik. Rapat sudah selesai, dan Reiji pun keluar ruang rapat.


Saat itu, ketua tim Goro-san bertanya pada Misaki soal pertemuannya dengan presdir Goro, pemilik Stay Gold Hotel. Reiji yang mendengar itu ikut menguping di luar.


“Lebih kepada hubungan antara klien dan pegawai hotel tempat kerjaku sebelumnya,” elak Misaki.


“Tapi Wada-san bilang kalian berdua pernah dua kali pergi makan bersama.”


Misaki tertawa, “Dia terlalu membesar-besarkan. Kami memang pernah dua kali makan bersama di sebuah restoran di Paris tapi...”



Mendengar obrolan itu, Reiji kesal luar biasa. Belum selesai ucapan Misaki, Reiji memilih kembali ke ruangannya. Ia pun mulai ngomel-ngomel seperti biasa. Dan kali ini mengumpat Misaki yang pernah jalan bersama presdir Wada di Paris. Katsunori-san kaget mendengar berita itu. Tapi sekt.Maiko tampak tidak banyak bereaksi, membuat Reiji heran. Baru setelah ditegur Reiji, sekt.Maiko pun menunjukkan ekpsresi kagetnya.


“Pernah makan bersama tidak berarti, aku bertaruh setelahnya mereka bahkan berciuman,” ujar Reiji.


Sekt.Maiko menolak ide itu. Tapi Katsunori-san justru memperburuk suasana dan membuat kemarahan Reiji makin meningkat.


“Setelah seorang pria minum alkohol, entah apa yang akan terjadi saat dia cipika-cipiki dengan seorang wanita muda? Dia akan berubah menjadi serigala. Dan dari semua orang, kenapa harus Wada!? Di Paris pula! Aku yakin dia tak akan puas hanya dengan sekali ciuman. Jangan-jangan...!” pikiran Reiji sudah semakin liar saja.


“Presdir Wada bukan pria mata keranjang,” bela sekt.Maiko.


Reiji heran, “Kau memihak Wada?”


Sekt.Maiko gelagapan menanggapi tududah presdir-nya itu, “Bukan begitu.”


“Kali ini tak akan kumaafkan!” ujar Reiji yang kesal luar biasa. Ia pun mengatakan semakin benci pada presdir Wada. Reiji manyun, merajuk seperti biasanya.



Bahkan setelah sampai rumah, Reiji masih saja terus merajuk, “Aku tak peduli di masa lalunya dia pergi makan dengan siapa. Tapi dari semua orang, kenapa harus Wada? Kenapa dia dan Wada makan bersama di Paris?”


Sekt.Maiko berusaha memperbaiki situasi, “Ini hanya tebakan saja, tapi mungkin dia berniat merekrutnya? Mungkin Presdir Wada mengakui keahliannya dan mengundangnya untuk bekerja padanya. Namun, dia tidak menerimanya dan lebih memilih bekerja di Samejima Hotel. Jika seperti itu yang terjadi, apa perasaan anda akan berubah?”


Membujuk Reiji tidak pernah mudah, “Perasaanku tak akan pernah berubah.”


“Bagaimana jika anda pastikan langsung darinya?” usul sekt.Maiko kemudian.


“Aku harus bertanya padanya?” Reiji berbalik badan.


Dan bujukan sekt.Maiko kali ini berhasil meluluhkan Reiji. Reiji berniat akan memecat Misaki besok, jadi ia berniat menanyai semua detailnya lebih dulu.



Hari berikutnya, Reiji benar-benar memanggil Misaki dan minta penjelasan.


Tanpa merasa takut atau apapun, Misaki mengiyakan semuanya. Ia mengaku benar pernah makan malam dengan presdir Wada tahun lalu. Saat itu presdir Wada berkali-kali mengundangnya untuk datang dan bekerja di Stay Gold Hotel. Reiji penasaran kenapa Misaki menolak tawaran itu.


“Itu karena aku tertarik dengan cara Samejima Hotel mengelola hotel mereka,” aku Misaki.


“Ini kali pertama aku mendengarnya,” kemarahan Reiji perlahan meredup.


“Tidak, Pak. Aku mengatakannya pada anda saat wawancara pekerjaan. Sebelum bergabung dengan manajemen Samejima Hotel aku menginap di kelima hotel anda. Aku terkesan dengan pemanfaatan setiap lokasi hotel dan keunikannya.”


“Tapi hotel Wada menempati peringkat terbaik di dunia 5 tahun berturut-turut. Bukankah lebih menguntungkan untuk bekerja disana?” pancing Reiji, ingin tahu reaksi Misaki yang sebenarnya.


“Setiap orang memiliki standar penilaian masing-masing. Untukku, aku senang bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki kesempatan menjadi No. 1 di masa depan dibanding bekerja di perusahaan yang saat ini menempati No. 1.”


Reiji berbalik membelakangi Misaki. Dia menahan senyum bahagianya dan berusaha bicara tetap dengan wibawa, “Begitu. Apa kau sangat menyukai Samejima?” dan jawaban ‘iya’ dari Misaki membuat senyum Reiji makin lebar.



Reiji makan siang ditemani sekt.Maiko dan Katsunori-san. Dengan lahap Reiji memakan menu sirip ikan hiu di depannya. Sementara sekt.Maiko berkali-kali melirik sebal pada Reiji sambil mengerucutkan bibirnya. Ia kesal karena Reiji tidak mendengarkan ucapannya, padahal semua dugaannya benar.


“Kemarin, tanpa ragu anda mengatakan membenci dia dan akan memecatnya,” keluh sekt.Maiko.


“Dimana ada orang bodoh yang akan memecat seorang pegawai berbakat?” ujar Reiji, masih asyik dengan makanannya.


Perasaan Reiji sedang senang-senangnya. Belum lagi ditambah fakta kalau wanita yang disukainya sangat senang bekerja di perusahannya, dan lagi dia menolak tawaran dari presdir Wada, saingan Samejima Hotel.


Sebuah ide terlintas di kepala Reiji. Ia menghentikan makannya dan bicara serius, “Aku mengerti sekarang. Yang sebenarnya dia sukai bukan perusahaanku. Yang sebenarnya dia suka adalah aku.” (abaikan Reiji yang sok pede ini)


Sekt.Maiko mengernyit heran, “Apa yang membuat anda berpikir begitu?”


Reiji mulai mengocah hal tidak jelas soal film Totoro dan Studio Ghibli. Ia menganalogikannya dengan perusahaannya. “Dengan kata lain, dia yang suka pada hotel yang aku dirikan sudah pasti dia juga suka padaku. Kenapa aku tak menyadari hal sesederhana ini sebelumnya? Maiko, yang kau sebut sebagai tombol cinta miliknya sudah menyala bahkan sebelum dia bekerja untukku. Tidak perlu bersusah payah menempuh resiko. Jika aku bekerja dengan baik seperti yang ku lakukan sebelumnya perasaanya akan serta merta menghampiriku.”


Jelas kesimpulan ini ditolak mentah-mentah oleh sekt.Maiko, “Tidak ada waktu untuk bereksperimen! Waktu anda hanya dua bulan hingga pesta.”


Tapi Reiji tetap saja sok pede, “Jika aku menambah ritme bekerjaku, maka tak akan ada masalah. Aku akan mengumumkan proyek baru!”



Pertemuan di kantor hari berikutnya,


“Akhirnya, Samejima Hotel memutuskan untuk memulai pembangunan hotel ke-6 yang sudah lama dinantikan. Sejauh ini, dari penelitianku, seleksi akan berfokus pada wilayah potensial untuk bisnis di pusat Tokyo dan target pembukaan dipatok tahun depan,” Reiji mulai presentasinya.


Proyek ini disambut meriah oleh para staf. Tapi untuk proyek ini, akan ditangani langsung oleh Reiji. Dan seperti biasa, Reiji mengatakan moto perusahaannya, Target... Kecepatan Penuh... Dua bulan! Yang lebih heboh lagi, Reiji meyakini kalau ia bisa menyelesaikan tahap awal proyek ini hanya dalam dua minggu dan kemudian meralatnya menjadi dua hari saja.


“Pak, bagaimana dengan proyek renovasi hotel di Kyoto?” tanya ketua tim Goro-san.


“Ku serahkan padamu untuk menambah anggota tim,” ujar Reiji yang langsung diiyakan oleh ketua tim Goro-san dan beberapa karyawan lain yang bersedia untuk bergabung.



Tanpa membuang lebih banyak waktu, Reiji langsung memulai proyeknya. Pemilihan tempat dilakukan sendiri dan secara langsung. Setelah memperkirakan tempat yang akan dituju, Reiji benar-benar mendatangi tempat-tempat yang dimaksud.


Reiji melakukan survei ke sebuah tempat ramai, tempat banyak orang berlalu-lalang di depan Stasiun Shinagawa. Tempat berikutnya yang dikunjungi Reiji adalah sebuah tempat lapang yang masih kosong. Kemungkinan tempat ini yang diincarnya untuk dijadikan tempat hotel ke-6.



Pulang ke rumah pun, Reiji masih terus bekerja hingga larut malam. Dan paginya, ia terkantuk-kantuk hingga nyaris melewatkan mobil yang menjemputnya.


“Bukankah mustahil menekan proyek ini hanya dalam dua hari?” tegur sekt.Maiko pagi itu.


“Dua hari jelas mustahil. Seharusnya tiga hari,” jawab Reiji, masih keras kepala.


Di kantor, Reiji bertemu dengan tim pengembang. Mereka membahas rencana pengembangan hotel baru itu. Selesai rapat, Reiji masih melanjutkan mempelajari rancangan hotel baru di dalam ruangannya.


Sementara itu di luar, tim yang dipimpin oleh ketua tim Goro-san juga sudah melanjutkan pekerjaan mereka untuk proposal sebelumnya. Gosip tentang rencana hotel baru dan pemilihan tempat juga sudah sampai pada mereka. Para karyawan sudah sangat tertarik dengan hotel baru yang rencananya akan dibangun di tengah kota.


Tapi ... bagaimana dengan perjuangan cinta Reiji?


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net