SINOPSIS Soshite, Daremo Inakunatta 01 part 1

14.17.00 2 Comments

SINOPSIS dorama Soshite, Daremo Inakunatta 01 part 1. Haloooo ... sinopsis drama baru nih. Semoga pada suka ya. Kali ini pilihan Na kembali ke genre suspense seperti biasa. Dan aktor utamanya, salah satu favorit Na juga, Fujiwara Tatsuya. Happy reading ^_^


Gagang pintu itu didorong, dan di baliknya ada sebuah jalan. Cahaya terang menuntunnya naik dan akhirnya tiba di atas sebuah gedung. Di sana, juga sudah ada speaker dengan nomer 7.



“Kau punya dua pilihan, ditembak di sana atau melompat.”


“Tunjukkan dirimu!”


Suara tembakan terdengar. “Maju ke depan! Berdiri di tepi! Apa kau akan ditembak atau melompat, pasti salah satunya.”


“Tidak peduli yang manapun, aku tetap akan jadi mayat!”


“Tidak masalah. Kau tidak legal ada sebagai manusia. Jika mayat tanpa identitas ditemukan, pencarian polisi akan berhenti.”


“Jangan main-main denganku, aku ada!”


“Tidak, kau tidak ada.”


“Aku ada! Aku hidup di sini, sekarang.”


“Kalau begitu, siapa namamu? Berapa nomer pengenalmu?”



Benar, saat itu aku tidak punya nama. Aku terlahir sebagai Todo Shinichi. Aku tumbuh dan hidup sebagai Todo Shinichi. Aku selalu Todo Shinichi. Hingga hari itu.



10 hari yang lalu.


Shinichi tengah duduk di sebuah restoran mewah bersama seorang wanita, ibunya, Todo Makiko-san. Shinichi tengah menceritakan soal rencanya pernikahannya pada sang ibu. Mendengar beritu itu, sang ibu tidak terlalu terkejut. Ia berpikir, saat diajak ke restoran mewah pasti ada dua alasan. Pertama karena sakit yang parah atau kedua, berita gembira.


“Kau harusnya ganti jam itu,” ujar Makiko-san pada putranya.


Shinichi tersenyum memandangi jam di tangannya, “Aku ingin tetap memakainya, karena ini hadiah darimu sebagai ucapan selamat setalah selesai kuliah.”


“Baiklah. Tapi paling tidak, belilah hal baru untukmu sendiri.”


Shinichi lalu pamit sebentar. Ia kemudian kembali sambil menggandeng seorang wanita berambut pendek, yang diperkenalkannya sebagai tunangannya, Kuramoto Sanae. Makiko-san tampak senang berkenalan dengan calon istri putranya itu.


“Kami juga punya berita lain,” ujar Shinichi.


Makiko-san agak terkejut, tapi kemudian sudah bisa menebaknya. Hal ini diiyakan oleh Shinichi dan Sanae. Saat ini Sanae sudah hamil.


“Saya minta maaf, karena melakukanya tidak sesuai urutan,” sesal Sanae.


“Tidak masalah. Karena kau orang yang dipilih oleh Shinichi, aku tidak khawatir. Sejak lama, Shinichi selalu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya.”


Rupanya selama ini Makiko-san membesarkan Shinichi seorang diri, setelah suaminya meninggal. Itulah kenapa ia begitu sayang pada putranya itu.



Selesai makan malam, Shinichi menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Tapi ternyata kartu kreditnya tidak bisa digunakan sama sekali. Shinichi heran, karena ia baru saja menggunakannya kemarin. Tidak ingin memperpanjang masalah, Shinichi akhirnya memilih membayar secara kontan.


Sayangnya, Shinichi tidak tahu, kalau masalah besar sudah menantinya esok.



Shinichi bersama Sanae mengantar Makiko-san ke mobil. Di sana sudah menunggu perawatnya, Nishino Yayoi-san. Saat itu Makiko-san bertanya soal teman-teman Shinichi di Niigata. Shinichi memastikan akan mengundang mereka saat pernikahannya. Makiko-san tampak lega. Shinichi juga sempat bercerita soal pekerjaannya yang semakin sulit tetapi menarik. Makiko-san pun pamit pergi.


“Seperti yang kudengar, dia ibu yang sangat penyayang,” puji Sanae.


Shinichi senang mendengar calon istrinya itu bicara seperti itu. Apalagi dia juga sebentar lagi akan jadi seorang ibu. Sanae juga mengatakan kalau ia ingin bertemu teman-teman masa kuliah Shinichi saat di Niigata.



9 hari yang lalu


Shinichi berangkat kantor seperti para pekerja lainnya. Langkah-langkah panjang menyapa pagi mereka semua. Tidak ada yang istimewa atau mencurigakan. Semua kartu pas milik Shinichi bisa digunakan seperti biasa.


Di ruangannya, Shinichi memperkenalkan program baru yang belum lama ini ia kembangkan. Sebuah program yang bisa mengenali data, gambar dan video serta bisa menghapus semuanya yang beredar di internet, Miss Erase. Selama ini, informasi yang terlanjur beredar di internet, sangat sulit dibersihkan hingga sebersih-bersihnya. Tapi Shinichi mengklaim ini bisa dilakukan dengan program buatannya dan bahkan bisa mengganti datanya. Atasannya tampak tidak sabar dengan program baru ini dan meminta Shinichi memulai contohnya.


Shinichi pun meminta salah satu staf menuliskan kata kunci pencarian di internet, tentang seseorang, Imasakimura Yoshio. Tampak hasil pencarian menunjukkan data, gambar serta video dari orang yang dimaksud. Shinichi lalu mengaktifkan Miss Erase. Setelah diketikkan kata target dalam jendela Miss Erase, program itu akan mencari seluruh data terkait kata target. Kemudian saat muncul jendela ‘hapus’, Shinichi memilih ‘yes’. Beberapa saat dibutuhkan untuk menghapus seluruh data. Setelah semuanya bersih, Shinichi meminta rekannya yang lain mengetikkan kata target yang sama di mesin pencari. Jika tadi hasil pencarian menunjukkan banyak data orang ini, tapi setelah dijalankan Miss Erase, maka mesin pencari tidak menemukan data apapun dari orang ini. Benar-benar terhapus bersih.


Shinichi mengaku sudah mencoba program ini untuk sekitar 100.000 subyek. Ia juga mengatakan pemrograman ini dibuatnya saat bosan dan ternyata tiba-tiba mendapatkan ide baru. Sang atasan tampak sangat terkesan dengan kejeniusan Shinichi. Shinichi juga dipuji oleh staf yang lain, termasuk juniornya yang sangat mengagumi kemampuan Shinichi.


“Ini buka pekerjaanku saja. Tapi ini juga kerja tim,” aku Shinichi.


Tidak lama setelahnya ada yang datang dan mengatakan kalau Shinichi dicari oleh petinggi perusahaan. Rekan-rekannya tampak antusias dan mulai menebak. Mereka berpikir kalau Shinichi akan dapat bonus atau promosi karena prestasinya ini.



Shinichi pun datang ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada lima orang petinggi perusahaan yang menunggunya. Shinichi memperkenalkan diri sebagai ‘Todo Shinichi’. Tapi ternyata orang-orang itu tidak percaya. Mereka meminta Shinichi membacakan nomer ID-nya. Meski bingung, Shinichi pun menurut saja.


“Nomer itu bukan milikmu,” komentar salah satu atasan itu. “Pemilik nomer itu ditangkap tiga hari yang lalu karena perampokan dan berada di dalam penjara.”


“Tunggu dulu. Saya tidak mengerti yang Anda katakan,” Shinichi bingung. “Apakah sistem mengalami kesalahan karena duplikasi data?


Tapi para petinggi itu tidak percaya. Mereka justru menuduh Shinichi melakukan penipuan identitas saat masuk perusahaan dulu.


“Itu bodoh!” protes Shinichi. “Aku Todo Shinichi!”


“Todo Shinichi ada di penjara. Siapa kau?!”



Shinichi baru kembali ke ruangannya saat di sana ada tim lain tengah mengangkut komputer dan data-data miliknya. Shinchi protes, tapi akhirnya tidak bisa berbuat apapun. Semua data penelitiannya ada di sana.


“Perusahaan tidak bisa membiarkan barang-barang perusahaan di tangan orang tanpa identitas. Sampai investigasi selesai, ID anda dan semuanya akan dibekukan. Sampai kami menghubungi Anda, silahkan tetap di rumah!”


“Orang tanpa identitas? Aku sudah bekerja di perusahaan 10 tahun!” protes Shinichi.


Tapi ketua tim-nya, Tajima Tatsuo-san memeringatkan dan berusaha menenangkan Shinichi. Tajima-san berjanji akan mencari tahu yang terjadi dan segera menghubungi Shinichi nanti. “Kau istirahat saja seperti rencana. Jangan khawatir soal proyekmu. Aku akan memastikan semuanya aman.”



Shinichi mengunjungi kantor kependudukan. Tapi pegawai wanita di sana memastikan kalau kartu pengenal milik Shinichi tidak terdeteksi. Tapi Shinichi berkeras agar si pegawai memanggilkan atasannya. Si pegawai ini setuju.


Dari kejauhan Shinichi terus memerhatikan. Mendapat laporan dari staf bawannya, si atasan justru menelepon dan melapor polisi dengan aduan pemalsuan identitas. Tahu yang terjadi, Shinichi pun memutuskan untuk pergi dari kantor kependudukan itu.



Seorang pria perlente tampak tengah bekerja di mejanya. Dia bekerja di kementerian komunikasi, Osanai Tamotsu. Setelah membaca beberapa data, Osanai pun berbicara pada mic yang tertempel di jasnya, semacam melakukan perekaman.


Tapi sebuah telepon mengalihkan perhatiannya. Dari seseorang yang dikenalnya.



Osanai berjalan sambil melihat jam di tangannya. Ia bertemu dengan Shinichi di sebuah taman. Rupanya Shinichi sudah sedikit menceritakan masalahnya pada Osanai.


“Tidak ada yang berubah sejak kuliah. Pertama, orang HRD dari perusahaanmu benar. Nomer ID-mu, bukan milikmu. Itu milik Todo Shinichi, seorang pria yang berbeda.”


“Itu pasti semacam bug,” komentar Shinichi.


“Tentu saja aku juga berpikir begitu. Itu mungkin terjadi, duplikasi data. Seseorang memiliki nomer ID-mu dan kau jadi ditolak oleh sistem. Tapi, ID-mu hilang. Itu yang aku tahu. Investigasi ini sudah mencapai batas yang bisa kulakukan. Tapi informasi pribadinya tidak ada di manapun. Nomer ID-mu, sertifikat warna negara ataupun data keluargamu. Bahkan data pajak dan data pribadi lainnya. Di pusat data pemerintah, kau tidak ada.”


Shinichi tidak habis pikir, “Osanai, becandaan ini sudah keterlaluan.”


“Menyesal sekali, ini bukan becanda. Dan pria bernama Todo Shinichi ini tertangkap, jadi data DNA-nya dan sidik jari sudah masuk sistem data. Todo Shinichi sudah masuk daftar hitam. Tentu saja fotonya. Apa kau punya pasport atau SIM?”


“Tentu saja aku punya.”


“Mulai sekarang, jangan gunakan dulu. Ada kemungkinan kau akan ditangkap karena pemalsuan dokumen. Semua datamu dianggap palsu.”


“Itu bodoh!” Shinichi mulai frustasi.


“Aku tahu kau Todo Shinichi yang asli. Tapi tidak ada bukti apapun. Paling tidak, aku masih belum tahu caranya,” ujar Osanai lagi.



Shinichi pulang dengan frustasi. Dalam satu hari, semua kehidupan enaknya berubah drastis. Sekarang ia terancam berada di bawah. Shinichi pun berniat segera pulang dan akan naik Shinkansen ke Niigata.


Todo Shinichi yang lain ada di Niigata saat insiden perampokkan terjadi dan dia tertangkap. Kebetulan sekali, Niigata juga tempat aku menghabiskan masa sekolahku. Entahlah, kenapa ini bisa kebetulan.



Shinichi pulang ke apartemennya. Di sana sudah ada tunangannya, Sanae yang tengah memasak. Shinichi pun minta bantuan Sanae untuk bersiap, karena ia akan pergi ke Niigata.


Sanae mengaku tadi baru dari kantor kependudukan. Ia mendapatkan formulir pengajuan pernikahan. Di form itu, data milik Sanae sudah ditulis. Tinggal data milik Shinichi yang belum ditulis. Shinichi menerima form itu dengan senang hati. Tapi ia kemudian ragu, karena ingat perkataan Osanai tadi yang melarangnya menggunakan identitas. Karena semua datanya saat ini dianggap palsu.


“Bisakah kita tunda ini sebentar? Ini bukan masalah besar, tapi kita harus menundanya dulu. Bukan aku tidak mau menikah. Hanya menunda sebentar,” pinta Shinichi.


Sanae tampak tidak suka. Ia berpikir kalau Shinichi tidak benar-benar ingin menikah dengannya. Dan bahkan tidak benar-benar senang saat tahu kalau dirinya hamil.


“Bukan begitu. Aku ingin menikahimu dan aku senang soal bayi kita. Hanya saja ... kujelaskan nanti.


Tapi Sanae tidak mau dengar lagi. Ia yang terlanjur kesal melepas celemek yang dipakainya, mengambil tas lalu beranjak pergi.



Tidak mau kehilangan, Shinichi mengejar Sanae hingga depan apartemen. Ia mencoba menjelaskan situasinya pada Sanae.


“Kau mungkin tidak percaya. Tapi saat ini, aku bukan orang yang legal. Aku tidak punya nomer ID, sertifikat warga negara atau data keluarga. Saat ini ada orang lain yang juga bernama Todo Shinichi memiliki semua dataku. Tentu saja ini kesalahan. Sekarang, aku akan mengurusnya. Jadi aku belum bisa menikah,” Shinichi mencoba bicara baik-baik.


“Kalau kau mau bohong, lakukan dengan baik,” Sanae tidak mau dengar dan benar-benar pergi.


“Ini bukan kebohongan. Aku juga tidak tahu yang sebenarnya terjadi,” teriakan Shinichi tidak dipedulikan lagi oleh Sanae.



Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Shinichi tetap berangkat ke Niigata. Ia membeli tiket shinkanshen di loket. Sayangnya dua kartu kredit milik Shinichi tidak dapat digunakan. Situasi makin sulit.


Shinichi lalu datang ke mesin atm. Dia berniat mengambil uang tunai untuk membeli tiket shinkanshen. Tapi ternyata situasinya sama saja, kartu atm-nya ditolak dan dia tidak bisa melakukan pengambilan uang sama sekali.


Shinichi kemudian mengambil pilihan terakhir. Ia naik bus cepat menuju Niigata dengan sisa uang yang ada dalam dompetnya. Sudah lewat tengah malam saat Shinichi akhirnya dapat bus. Dan sekarang uang di dalam dompet Shinichi tinggal 500 yen saja.



8 hari yang lalu.


Paginya, Shinichi sudah tiba di Niigata. Dua orang temannya saat masih kuliah, Saito Hiroshi dan Nagasaki Haruka ternyata sudah menunggu. Mereka menjemput Shinichi setelah dihubungi juga oleh Osanai. Ketiga orang ini lalu berkumpul dan bicara di sebuah cafe.


“Ini disebut pemalsuan identitas. Semua ID-mu sudah dibajak. Hal itu juga terjadi di Amerika. Dan kerugiannya mencapai $50,000,000,000 dalam satu tahun. Sepertinya di Jepang juga mulai ada, tetapi tidak banyak,” komentar Saito.


Nagasaki lalu mengeluarkan kliping artikelnya. Berita tentang Todo Shinichi palsu yang ditangkap polisi.


“Dia adalah pria 32 tahun yang menyedihkan dan tanpa pekerjaan. Lebih lagi, detail kasusny parah. Padahal dia ini pria tidak berguna,” komentar Shinichi. “ID seseorang bukan hal mudah untuk dibajak. Menghapus data pribadi seperti nomer pribadi dan kartu, bukan pekerjaan orang biasa.”


“Sebenarnya, sepupuku tinggal di dekat apartemen Todo Shinichi ini,” ujar Saito kemudian, membuat Shinichi makin penasaran. “Dia baru pindah beberapa hari sebelum insiden itu terjadi. Dia tidak berinteraksi dengan tetangga, karena selalu berada di ruangan. Aku tidak tahu kenapa pria ini di Niigata. Tapi aku punya info lain. Ruangan tempat tinggalnya ini adalah ruangan yang sama, yang kau sewa saat sekolah dulu.”


“Kebetulan seperti itu, tidak mungkin kan?” Shinichi ragu.



Dengan mobil yang dikemudikan Nagasaki, mereka bertiga mengunjungi kompleks apartemen lama Shinichi. Seorang pria berambut kribo yang tinggal di sebelah apartemen Shinichi tadinya menolak bicara. Tapi saat Saito mengatakan mereka punya hubungan dengan polisi, si kribo pun mau bicara.


“Aku tidak bicara banyak dengan Todo-san. Dia lahir dan dibesarkan di Tokyo, demam saat ujian nasional masuk universitas. Karena nilainya tidak cukup masuk Todai (Universitas Tokyo), jadi dia datang ke universitas Niigata. Lalu kembali ke Tokyo untuk bekerja. Dia bekerja di sebuah perusahaan komputer, banyak hal yang terjadi. Dia akhirnya kembali ke Niigata setelahnya,” ujar si kribo. Ia pun kemudian pamit pergi.


Shinichi terkejut dengan pengakuan si kribo ini. Karena cerita tentang Todo Shinichi ini, adalah ceritanya. Sama persis dengan cerita masa lalunya.



Shinichi dan kedua rekannya kembali ke dalam mobil. Shinichi heran karena Saito berbohong soal ‘ada hubungan dengan polisi’ tadi pada si kribo.


“Itu tidak bohong. Kadang aku bekerja lepas untuk kepolisian. Semacam pemberian pendapat untuk tes DNA dan tes darah,” aku Saito. (Saito ini seorang ilmuwan)


Shinichi mendapat pesan di ponselnya yang menyebutkan kalau Miss Erase telah diakses. Ia heran, karena ia tidak sedang pegang laptop sama sekali. Shinichi lalu menelepon ketua tim-nya, Tajima-san. Tapi ternyata yang mengangkat telepon adalah juniornya, Itsuki (Shinson Jun). Itsuki mengatakan kalau Tajima-san saat ini sedang rapat. Ia khawatir dengan keadaan Shinichi.


Shinichi pun mengerti, “Tapi, ada seseorang yang sengaja mengakses Miss Erase. Tapi memang saat proyek itu digunakan.”


“Benarkah?” Itsuki heran.


“Itu belum pasti, tapi bisakah kau cek?” pinta Shinichi yang diiyakan oleh Itsuki.


Shinichi kembali pada kedua rekannya di dalam mobil. Ia pun kemudian mendapatkan ide.


“Seperti itulah Miss Erase bekerja. Kalau aku minta pada Osanai, gambar si Todo Shinichi palsu itu, maka salah satu fitur Miss Erase akan menemukan foto lama si Todo Shinichi ini.”



Todo Shinichi palsu tengah tiduran di sel saat petugas memberitahukanya ada tamu. Dari balik ruang penerimaan tamu, seorang pria berkacamata tampak duduk di sana.


“Aku pengacara barumu. Aku datang ke sini untuk persiapan sidangmu.”


“Tapi sebelumnya, tunjukkan dulu tanda pengenalmu,” pinta Shinichi palsu.


Si pengacara, Saijo Shinji-san bingung. Tapi ia pun menurut. Tidak mau menunggu lebih lama, pengacara Saijo pun minta agar pembicaraan mereka segera dimulai.



Saito dan Nagasaki mengantar Shinichi yang akan kembali ke Tokyo. Shinichi mengucapkan terimakasih pada kedua temannya ini dan berjanji akan segera mengembalikan uang mereka setelah semuanya beres. Shinichi pun berbalik dan pergi.


Saito masih memandangi kepergian Shinichi, “Apa dia akan baik-baik saja?” tanya Saito pada Nagasaki. “Mungkin kukatakan itu tidak masalah. Tapi aku tidak yakin dengan kenyataannya.”


“Shinichi bukan orang jahat, meski dia agak keras kepala,” komentar Nagasaki.


Saito memuji Nagasaki yang tampak tampak riang, setelah sekian lama sejak kedatangan Shinichi. Tidak suka dengan bahan obrolan, Nagasaki memilih pamit pergi dengan alasan ada urusan.



Shinichi berada di ruang tunggu, menunggu kendaraan untuk kembali ke Tokyo. Diaksesnya email dari laptop. Ada satu pesan masuk di emailnya, dari Osanai Tamotsu.


Shinichi membuka pesan itu. Lampiran di sana berisi foto dan data milik Todo Shinichi palsu. Shinichi heran karena tidak pernah mengenal orang ini. Ia pun mengkopi gambar si pria tadi dan menghapus pesan dari Osanai.



Hari sudah gelap saat Shinichi tiba kembali di Tokyo. Ia berjanji bertemu dengan Osanai di bar King. Dengan riang Shinichi menyambut temannya itu dan mengatakan terimakasih banyak.


“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya Osanai.


“Tentu saja. Aku menemukan ini,” Shinichi menyalakan laptopnya dan menunjukkan temuannya pada Osanai.


Kawanose Takeru, dia drop out dari SMA Seto Metropolitan Industrial. Saat itu dia berencana untuk jadi atlet bela diri, tapi batal. Dia adalah bagian geng motor di perfektur Tokyo. Dia pernah bekerja partime di restoran dan pemandu permainan di casino.


“Wah kau melakukan investigasi dengan serius,” puji Osanai.


“Aku akan melapor polisi soal ini besok pagi. Orang ini bukan Todo Shinichi. Bisa dilihat kalau si Kawanose ini berandalan. Dan nama serta harga diriku bisa dikembalikan,” ujar Shinichi riang.


“Sepertinya ada hal baik yang terjadi,” ujar bartender yang membawakan mereka minuman. “Silahkan!”


Shinichi masih merasakan atmosfer lega dalam hatinya. Bartender itu pun memperkenalkan dirinya sebagai Kusaka Eiji. Shinichi mengaku tidak sengaja datang ke bar setahun silam dan merasa cocok, jadi sering datang untuk minum sendiri.


“Kalau begitu, izinkan saya bergabung,” ujar Kusaka sambil membawa gelasnya sendiri.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Soshite, Daremo Inakunatta episode 01 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Gimana ceritanya? Belum panas ya? Hehehe ... pilihan Na memang selalu jatuh nggak jauh-jauh dari suspense ya. Sayangnya file pahe drama ini belum ada. Jadi mau nggak mau, Na mesti modal download agak banyak. Beruntung juga, ada yang ambil proyek ini untuk sub-nya. Meski engsub, ini jelas lebih baik daripada nggak ada.


Dan ... Na nggak pernah dibuat nyesel deh sama ceritanya. Termasuk akting om Fujiwara Tatsuya yang selalu total keren. Duh, si om memang nggak pernah bikin Kelana kecewa. Ok, selamat lanjut membaca ^_^


 

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 08 part 2

14.12.00 2 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 2. Samejima Kozo, ayah Reiji datang ke Tokyo. Tapi tampaknya Reiji tidak terlalu antusias apalagi bersemangat. Ia justru berusaha menghindar.


Hubungan ayah dan anak ini, Reiji dan Kozo-san tidak baik sejak lama. Apalagi sekarang Reiji tengah punya masalah dengan Misaki yang masih belum selesai. Tapi, bisakah Kozo-san membuka hati Reiji dan membuatnya berhasil menyelesaikan masalahnya satu demi satu?



Tidak seperti Reiji, sekt.Maiko dan Katsunori-san tampak sangat bersemangat menyambut Kozo-san. Katsunori menyesal kemarin tidak menyapa Kozo-san, karena berpikir yang dilihatnya di sisi jalan bukan Kozo-san. Saat ditanya, Kozo-san ternyata menginap di taman (berkemah) hari sebelumnya. Tapi hari ini ia mengaku akan tinggal di hotel.


“Apa Anda sudah memesan kamar?”


“Paling tidak sekali, aku ingin menginap di Stay Gold Hotel ...”


Reiji yang tadinya tidak peduli, tiba-tiba ikut bicara, “Batalkan sekarang juga!”


“EH, tapi sulit lho memesan kamar. Apalagi penerima tamu-nya tampak sangat bersahabat. Apalagi itu hotel nomer 1 di dunia kan,” protes Kozo-san.


Reiji kesal bukan main, “Kenapa kau perlu melakukan hal tidak penting seperti itu?”


“Tapi aku tidak tahu kalau ada hotel yang tidak boleh kugunakan menginap.”


Tidak punya pilihan, Reiji kemudian meminta Katsunori-san untuk mengantarkan Kozo-san ke apartemennya.


Kozo-san tampak sumringah,” Jadi aku bisa menginap di tempatmu?”


“Pulanglah ke rumah besok pagi-pagi.”


Katsunori-san dan sekt.Maiko lalu mengajak Kozo-san untuk berkeliling kantor. Reiji justru yang ditinggal sendirian. Saat akan menyusul keluar, Reiji melihat barang yang dibawa Kozo-san, seperangkat alat pembuat mie soba. Reiji pun batal untuk ikut menyusul mereka.



Siang itu, para karyawan pria mengerubungi Katsunori-san di dalam mobil sambil membawakannya makanan. Dan kali ini Katsunori-san pun sudah paham, kalau ada yang ingin diminta oleh para karyawan pria itu. Mereka ingin tahu, kenapa Reiji tampak membenci ayahnya, Kozo-san.


Dan cerita itu pun mengalir dari bibir Katsunori-san, “Saat presdir masih SMA, Kozo-san dan istrinya bercerai. Mungkin tidak tampak, tapi Kozo-san kacau dalam mengatur uang. Suatu kali, dia minum hingga mabok. Suatu saat, dia menyiapkan hadiah untuk ulang tahun istrinya. Sebuah tas dengan warna favorit istrinya. Tapi tas itu, persis sama dengan yang sudah digunakan oleh istrinya sejak lama. Dia sudah lama menikah dengan istrinya, tetapi bahkan tidak tahu kalau itu tas yang sama. Jadi istrinya merasa kecewa berat. Saat dia mencoba jadi baik, tapi semuanya justru berbalik. Suatu saat, Kozo-san minum dan mabok berat. Saat itu ia mengusir istrinya dari rumah. Dan si istri tidak pernah kembali lagi. Sejak saat itulah, presdir sangat membenci ayahnya.”


“Jadi dia ayah yang buruk ya. Tapi itu sudah 15 tahun yang lalu kan?”


“Mungkin presdir agak kekanak-kanakan juga.”



Malam itu, Kozo-san justru keluar untuk minum bersama Ieyasu. Dengan mudah mereka cocok dan dekat. Kozo-san bahkan mengajak Ieyasu untuk mengambil foto bersama, selfie. Kozo-an tampak sangat familir dengan hal itu. Dia bahkan mencari latar belakang dan sumber pencahayaan terlebih dahulu sebelum mengambil foto.


Sayangnya, foto yang diambil ternyata blur, karena goyang. Tapi menurut Ieyasu itu tetap bagus. Ia memilih kata ‘art’ untuk menggambrkan foto gagal itu. Ternyata Kozo-san pun menerimanya dengan senang.



Saat Reiji sampai apartemennya, Kozo-san sudah ada di sana lebih dulu. Kozo-san bahkan sudah asyik memipihkan tepung untuk bahan soba di atas meja. Ternyata Kozo-san juga menyetel CD rokugo (yang didapat Reiji dari Misaki). Tapi Reiji buru-buru mematikan CD itu. Reiji menanggapi ayahnya ini tetap dengan dingin.


“Aku membuat mie soba, sebentar lagi siap. Tepung bahan soba kali ini sangat baik,” ujar Kozo-san.


“Aku sudah kenyang. Kalau kubilang tidak mau, ya tidak mau!” bentak Reiji.


Sekt.Maiko buru-buru menyelematkan situasi. Ia yang maju dan mengatakan pada Kozo-san kalau ia ingin makan soba buatan Kozo-san.


“Kau tidak perlu memaksakan diri,” komentar Reiji atas sikap sekt.Maiko.


“Aku tidak memaksakan diri. Ini pertama kalinya bisa makan soba buatan Kozo-san lagi, setelah bertahun-tahun,” elak sekt.Maiko.


“Buatanku sekarang lebih baik daripada dulu.”



Reiji terbangun di tengah malam dan menemukan futon yang digelar di lantai, ternyata tidak digunakan oleh Kozo-san. Ia memilih tidur di sofa, dengan pose kaki mengapit tangan, persis seperti yang dilakukan oleh Reiji.


Reiji bangun dan mengambil air di dapur untuk minum. Ia melihat mie soba di meja, tertutup plastik tapi tetap masih enggan menyentuhnya.



Pagi berikutnya ...


Kozo-san sudah bersiap pergi. Saat Katsunori-san menawarkan untuk mengantar ke stasiun, Kozo-san menolak. Kozo-san mengaku akan jalan-jalan dulu.


Reiji pun menyusul keluar dari apartemen menuju mobilnya, “Kalau dia bilang mau jalan, tidak perlu dipaksa,” ujar Reiji.


“Reiji, jaga diri ya?” ujar Kozo-san. Ia pun berbalik dan berjalan pergi.


Reiji yang sudah masuk ke dalam mobil hanya memerhatikan ayahnya yang berjalan menjauh. Tapi Reiji tidak berkomentar apapun atau melakukan apapun.



Sekt.Maiko masuk ke ruangan dan menyerahkan berkas yang harus diperiksa Reiji. Reiji masih penasaran soal sekretarisnya ini.


“Karena ayah, aku kena flu,” cerita Reiji.


“Apa Anda ingin pulang lebih awal?”


“Tidak, tidak seburuk itu. Saat pulang nanti dan tidur lelap, aku pasti bisa lebih baik,” Reiji mengirim sinyal untuk minta dipijat lagi.


Tapi sekt.Maiko seperti tidak menanggapinya, “Aku harap Kozo-san juga tidak kena flu.”


Reiji kesal, karena sekt.Maiko jusru mengomentari orang lain, “Tidak masalah. Dia orang yang biasa kemah di luar.”


“Presdir, bisakah Anda lebih ramah pada ayah Anda?”


“Aku mengijinkan dia menginap di tempatku semalam, itu sudah lebih dari cukup,” ujar Reiji.


“Apa Anda makan sedikit saja mie soba-nya?”


“Tentu saja tidak!” elak Reiji cepat.


“Katanya, saat Anda masih kecil, Anda sering memintanya membuatkan soba yang sangat Anda sukai.”


“Jangan bodoh! Dia melakukan hal-hal itu Cuma untuk menarik perhatianku lewat makanan!” Reiji tambah manyun.


“Presdir, apa Anda punya alasan untuk tidak memaafkan ayah Anda?” cecar sekt.Maiko lagi.


“Orang itu dengan kasar mengusir ibuku dari rumah!”


“Anda juga kasar, mengusir Shibayama Misaki dari perusahaan. Anda dan ayah Anda sama saja, itulah kenapa Anda tidak bisa memaafkannya,” ujar sekt.Maiko dengan berani.


“Jangan samakan kami!”


“Tidak. Tidak seperti Anda, Kozo-san punya keberanian. Tidak peduli Anda membencinya, dia punya keberanian untuk datang dan menemui Anda. Karena dia ingin diakui oleh putranya.”



Saat baru tiba di depan apartemen, ternyata ada Kozo-san menunggu di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Reiji dengan nada tidak suka.


“Maaf. Aku ketinggalan kereta,” aku Kozo-san.


“Kenapa gunakan kebohonan bodoh itu?” sindir Reiji.


Tapi Kozo-san pura-pura tidak dengar. Ia kembali membahas soal tepung bahan soba yang sangat enak tahun ini. Ia masih berusaha membujuk Reiji untuk kembali mencoba mie soba buatannya lagi.



Reiji akhirnya membiarkan ayahnya kembali menginap. Seperti kemarin, Kozo-san membuat mie soba lagi. Kali ini sekt.Maiko ikut membantu membuat kuahnya. Sementara itu, Katsunori-san membantu menghaluskan bumbu hingga matanya terasa pedas.


“Aku juga mengundang teman, tidak masalah kan?” ujar Kozo-san minta izin pada Reiji.


“Teman?” Reiji heran. “Memangnya kau punya teman dekat di kota?”


Tidak lama kemudian bel terdengar. Dan seseorang yang sangat familiar pun masuk, Ieyasu. Melihat situasi apartemen Reiji, Ieyasu dibuat tajub. Tanpa ragu ia pun memuji apartemen itu yang tampak seperti ruangan untuk model.


Ieyasu rupanya datang sambil membawa ayam goreng. Tapi, karena mereka sedang mempersiapkan mie soba, sepertinya ayam goreng tidak akan jadi pasangan yang cocok. Ieyasu mencari dukungan dari Kozo-san. Kozo-san ragu sejenak, tapi kemudian menjawab akan mencobanya.


Ieyasu menyusul Kozo-san yang tengah mempersiapkan mie soba di atas meja. Sekt.Maiko dan Katsunori-san pun ikut bergabung. Mereka dibuat takjub dengan kemampuan Kozo-san meracik mie soba. Sementara itu, dari sofa Reiji hanya melirik saja melihat keakraban empat orang di depannya itu.



Acara masak memasak selesai. Ieyasu dibuat takjub dengan rasa soba buatan Kozo-san dan tidak ragu untuk memujinya. Katsunori-san menanggapinya dengan mengatakan kalau ayam goreng tetap tidak cocok dengan soba. Tapi Ieyasu tidak peduli, ia mencomot ayam goreng, memasukkannya ke mulut dan tetap berkeras berkomentar kalau itu cocok.


“Presdir, bagaimana, kau suka?” giliran sekt.Maiko menanyi Reiji.


Tidak punya pilihan, Reiji pun akhirnya ikut mencicipi masakan soba Kozo-san, “Rasanya agak terlalu kuat dan sulit tertelan lewat tenggorokkanku.” Reiji mencoba mencari kata yang tepat.


“Kalau begitu, kau mau aku yang memakannya?” Ieyasu mengulurkan tangan berniat mengambil soba di depan Reiji.


Tapi Reiji buru-buru menepis tangan Ieyasu dan menyuruh anak itu untuk diam. Sementara itu, sekt.Maiko dan Katsunori-san saling pandang, mereka berhasil membuat Reiji kembali merasakan masakan ayahnya itu.



Reiji baru saja mengambilkan futon saat dilihatnya, Kozo-san ternyata sudah tertidur di sofa dengan gaya seperti malam kemarin. Tadinya Reiji mau meninggalkan saja futon di lantai, tapi ia akhirnya mengambil selimut.


Reiji berniat meletakkan selimut itu di tubuh Kozo-san. Tapi saat Kozo-san menggeliat, Reiji buru-buru bersembunyi di belakang kursi. Setelah aman, Reiji kembali bangun. Tapi ia Cuma meletakkan selimut itu di atas sofa, tidak menyelimutkannya pada Kozo-san secara langsung. Takut ketahuan, Reiji buru-buru menyingkir dan kembali ke ranjangnya.


Kozo-san yang merasa kedinginan meraba ada selimut di dekatnya. Ia pun menarik selimut itu mendekat dan menyelimuti tubuhnya sendiri. Kozo-san tersenyum senang.



“Ada pesan dari Kozo-san. Dia sudah sampai di rumah,” lapor sekt.Maiko pada Reiji.


Reiji yang saat itu baru saja memandangi ikan medaka-nya berbalik. Dia pura-pura bersikap kalau badannya pegal dan memijat beberapa bagian tangannya. Kali ini taktik berhasil. Sekt.Maiko menanyakan keadaan Reiji yang tampak lelah.


“Masalah belakangan membuatku sulit tidur,” aku Reiji. “Bisakah kau lakukan itu lagi?” Reiji menunjuk kakinya. “Kalau aku bisa lelap nanti malam, pasti besok lebih baik.


Sekt.Maiko pun paham yang dimaksud oleh Reiji. Dan tanpa ragu, dia mengiyakan permintaan Reiji untuk datang ke apartemennya nanti malam.



Saat Reiji kembali dari kamar mandi, sekt.Maiko baru saja membuatnya makan malam. Reiji mengatakan akan makan nanti. Dia pun langsung tiduran di ranjang. Paham dengan gesture tubuh Reiji, sekt.Maiko pun mendekat. Tanpa ragu ia kemudian mulai memijat kaki Reiji.


“Kudengar dari Wada, kau menolaknya?”


“Ya. Sepertinya saya memang tidak bisa mengkhianati Anda.”


“Cuma itu? Apa ada yang lain?” pancing Reiji lagi.


“Kubilang padanya kalau saya menyukai Anda,” ujar sekt.Maiko tanpa ragu.


Reiji yang tiduran langsung bangun dan duduk. Dia tidak menyangka kalau sekt.Maiko mengakui hal itu tanpa canggung atau apapun.


“Karena Anda sudah seperti keluarga bagiku,” aku sekt.Maiko lagi.


Jawaban sekt.Maiko makin membuat Reiji kalah kabut, “Tapi aku tidak pernah berpikir ide membuat keluarga (menikah) denganmu. Butuh delapan tahun untuk kupahami. Tidak ada wanita lain yang bisa membuatku nyaman selain kamu. Bagaimana? Bagaimana kalau kita kencan?” ujar Reiji tanpa ragu. Ia mendekatkan wajahnya di depan wajah sekt.Maiko.


Tapi ekspresi sekt.Maiko sama sekali tidak berubah, tetap datar, “Presdir, hentikan membuat orang terlibat dengan patah hatimu.”


“Aku memang patah hati, tapi pijatanmu menyembuhkan,” elak Reiji.


Sekt.Maiko menarif nafas, “Anda tertarik pada wanita yang bersikap baik. Anda dalam situasi rapuh untuk jatuh cinta. Bahkan kalau nenek-nenek yang memijat pun, Anda akan jatuh cinta. Anda hanya melarikan diri dari rasa sakit patah hati.”


“Aku tidak melarikan diri!” elak Reiji cepat. “Aku hanya mengikuti jejak ayahku, mencari kemungkinan cinta baru.”


“Anda salah besar. Mudah membuatku selalu berasa di sisi Anda, menerima kekurangan Anda. Aku Cuma pelarian. Jadi, berhentilah berpikiran terlalu jauh karena kebaikanku. Hadapi kekurangan Anda, dan berjuanglah untuk orang yang benar-benar Anda sukai. Untuk mengatasi rasa benci Anda, ayah Anda berhasil membuka hati Anda. Sekarang giliran Anda,” saran sekt.Maiko. Ia pun berdiri dan beranjak pamit.



Tidak ingin kehilangan kesempatannya lagi, Reiji pun berganti pakaian. Ia memilih jas dengan dasi berwarna hijau, warna kesukaan Misaki. Reiji berjalan keluar apartemen sambil menelepon. Ia melakukan pemesanan kamar untuk malam itu.


Alih-alih memanggil sopirnya atau naik mobil sendiri, Reiji memilih naik taksi. Tujuannya adalah satu tempat khusus.



Seorang tamu baru saja berbalik pergi saat Reiji tiba di meja penerima tamu. Di sana ada Misaki yang tengah bertugas.


“Apa benar, penerima tamu akan mendengarkan apa yang kukatakan?” tanya Reiji ragu.


“Hanya untuk tamu yang menginap di hotel kami,” ekspresi wajah ramah Misaki berubah dingin.


“Kalau begitu ... bisa kan dengarkan aku?” Reiji mengeluarkan kunci dari balik sakunya. Kunci kamar hotel itu, Stay Gold Hotel dengan nomer 333 (angka ini bisa dibaca juga sebagai misa-san).


Tidak punya pilihan, Misaki pun mengiyakan. “Apa yang bisa dibantu?”


“Aku putus dari kekasihku belum lama ini. Apa ada cara supaya kami bisa bersama lagi?”


“Bagaimana dengan melupakan cinta lama dan berpindah ke cinta baru?” saran Misaki.


“Bukan itu yang kutanyakan. Aku ingin tahu cara agar ‘kita’ bisa kembali bersama lagi,” desak Reiji.


“Sepertiku akan sulit.”


“Kau katakan, kau akan membantuku kan? Penerima tamu bukankah seharusnya tidak mengatakan ‘aku tidak bisa membantu Anda’, kan?”


“Tolong hentikan ini!” pinta Misaki agak berbisik. Ia mulai terganggu oleh sikap Reiji.


Saat itu supervisor Misaki datang berniat membantu. Reiji yang tidak mau melibatkan orang lain pun memilih pergi.



“Selamat malam,” Reiji menunggu hingga Misaki selesai jam kerja dan segera menyusulnya.


Tidak suka diikuti terus oleh Reiji, Misaki pun mengancam akan lapor polisi. Reiji meminta maaf, sikapnya yang keras kepala ini menurun dari ayahnya. Misaki kesal karena Reiji kembali menyalahkan orang lain.


“Dia (ayahku) datang ke tempatku kemarin. Kuharap kau bisa juga makan mie soba buatannya. Tunggu! Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu,” Reiji menyerahkan CD rokugo yang sempat dipinjamkan Misaki padanya.


“Tidak masalah. Kau tidak perlu repot mengembalikannya.”


“Tidak. Karena ini salah satu favoritmu,” elak Reiji.


Misaki pun berbalik dan berniat pergi. Dia tidak ingin bicara lagi dengan Reiji.



“Tunggu, katakan satu hal. Apa kau benar menyukaiku?” pertanyaan ini membuat Misaki heran. Tapi Reiji tetap melanjutkan. “Di waktu singkat kita kencan. Kutanya, apa saat itu kau menyukaiku?”


“Tentu. Kalau tidak, aku tidak mungkin kencan dengan Anda.”


“Tidak. Kau tidak serius!” tuduh Reiji.


Misaki kesal, “Kau meragukanku?”


“Penulis Jerman terkenal, Geothe mengatakan ‘Jika kau tidak bisa mencintai kekurangan orang yang kau cintai, kau tidak mungkin bisa mengatakan aku cinta padamu’. Itu artinya kau tidak benar-benar menyukaiku.”


“Tolong hentikan tuduhan palsu ini!”


“Tapi benar kan? Kau tidak menerima kekuranganku. Menurut teori Goethe tadi, artinya kau tidak benar-benar mencintaiku,” lanjut Reiji. “Semua sikap keras kepalamu itu, aku tidak menerimanya.”


“Itulah kenapa kau memecatku dan kisah ini berakhir,” Misaki menyimpulkan.


“Ini bukan akhir. Karena cinta kita belum mulai. Ini baru mulai sekarang. Setelah kita putus, aku bertarung dengan diriku sendiri. Dan aku menyadari sesuatu. Aku hidup tanpa tahu kekuranganku sendiri. Kalau aku tidak menyadari kekuranganku, maka aku tidak akan bisa menerima kekuranganmu juga. Tapi tidak perlu khawatir lagi. Aku sudah memahami kekuranganku sekarang. Jadi tidak akan masalah, kalau kau juga menerima kekuranganku. Bisakah kau terima itu? Agar cinta kita bisa mulai lagi?” bujuk Reiji lagi.


“Cinta kita sudah masa lalu.” Misaki berbalik, berjalan pergi.



“Tunggu! Aku menerima kekuranganku. Aku juga siap menerima kekuranganmu. Jika kau tidak mau menerima kekuranganku, artinya kau lebih tidak toleran dibanding aku. Apa itu tidak masalah?”


“Aku tidak peduli!”


“Lihat, keras kepalamu ... aku menerimanya. Kau mau kemana? Apa kau mau melarikan diri?”


“Bukankah Anda terlalu memaksakan kehendak?” tantang Misaki.


“Pemaksaan kehendak menguntungkan agar perusahaan bisa sukses. Tapi itu tidak menguntungkan untuk urusan cinta. Apa yang akan kau lakukan? Menerimanya ... atau melarikan diri?”


Misaki menyerah dengan keras kepala Reiji. Ia pun berbalik lagi. “Baik, aku punya syarat. Syarat pertama, aku ingin Anda pulang.”


“Baik, aku akan menuruti syaratmu.”


“Aku akan kirim email untuk syarat berikutnya.”


“Bisakah kau telepon saja?” pinta Reiji.


Tapi Misaki yang kesal berbalik pergi.


“Baik. Kau bisa mengirim email saja. Aku terima syaratmu.” Reiji hanya bisa menyaksikan Misaki yang berjalan pergi. “Hati-hati di jalan. Isanami Suyao!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 08 part 1

14.12.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 1. Kalau bicara soal ‘love story’ paling susah, maka Reiji bisa jadi juaranya. Hubungannya dengan Misaki yang masih seumur jagung ternyata harus kandas karena salah paham.


Reiji yang awalnya hanya berniat mencium Misaki justru mengacaukan semuanya dengan alat anehnya. Pertengkaran pun tidak terhindarkan lagi. Dan kata itu, ‘pecat’ akhirnya keluar juga dari mulut Reiji.



Beberapa hari setelahnya ...


Mood Reiji benar-benar kacau. Beberapa kali dia tampak melamun dan tidak bersemangat. Sekt.Maiko pun terpaksa berulangkali menegur Reiji yang tengah melamun. Sapaan dari para karyawan pun tidak lagi dipedulikan oleh Reiji. Dia melangkah lurus langsung ke ruangannya. Suasana hati Reiji benar-benar kacau.


Situasi ini pun disadari para karyawan. Sudah tiga hari sejak Misaki keluar dari kantor, dan sikap Reiji masih saja aneh. Meski sebenarnya tidak terlalu suka dengan bos yang kaku, para karyawan ternyata cukup khawatir atas keadaan Reiji. Apalagi Reiji baru kencan selama dua minggu saja. Mereka bahkan belum pegangan tangan apalagi berciuman. Mungkin belum bisa dibilang ‘pacaran’ juga.



Putusnya Reiji dan Misaki berefek pada semua. Rapat di kantor menjadi suram dan datar, kecuali Ieyasu yang tidak tahu situasi. Suasana hangout para karyawan juga terasa hampa. Mereka masing-masing memikirkan soal sang bos yang tengah patah hati. Mahiro lebih sial lagi. Sang bos yang putus, tapi ia juga mendapat imbas kencan yang tertunda dengan ketua tim Goro-san.


Sebenarnya, aku tidak terlalu suka presdir. Tapi, aku suka presdir sejak Misaki bergabung di perusahaan. Waktu saat Misaki bergabung dengan perusahaan ...


Meski tanpa kata-kata, para karyawan sepakat untuk mencari cara, agar Reiji kembali menjadi dirinya yang biasa. Kecuali si Ieyasu yang sekali lagi, tidak tahu situasi.



Sekt.Maiko meletakkan kotak makanan di depan Reiji dan membujuknya untuk makan siang. Tetapi Reiji yang terlanjur badmood, sama sekali tidak tertarik.


“Betapa bodohnya aku. Aku memecatnya saat kami bertengkar, padahal itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Aku sangat menyesal sudah mengatakan hal buruk padanya,” keluh Reiji.


“Kalau Anda menyesal, kenapa tidak mencoba menghubunginya?” saran sekt.Maiko.


“Aku mencoba menghubunginya dan mengirimi pesan, tapi tidak ada jawaban. Aku mencari alamat rumah dari resum-nya, dan berpikir untuk datang ke rumahnya. Tapi ternyata aku tidak melakukannya.”


“Anda sudah berusaha,” hibur sekt.Maiko pula.



Para karyawan pria menyogok Katsunori-san dengan kotak makan siang menu mahal. Mereka meminta Katsunori-san agar bisa membujuk Reiji, agar bisa datang ke pesta perpisahan dengan Misaki. Katsunori-san sebenarnya ragu, tapi para karyawan itu terus saja membujuknya.


Para karyawan itu bahkan memberikan ide, agar melibatkan sekt.Maiko juga. Karena jika bertemu lagi, bisa ada kemungkinana Reiji akan menarik kembali keputusannya dan memaafkan Misaki. Soal apakah Misaki akan datang, para karyawan meyakinkan kalau itu sudah jadi urusan Mahiro. Mahiro yang bertugas membujuk agar Misaki mau datang.



Misaki dan Mahiro bertemu di sebuah kafe. Misaki menyerahkan berkas-berkas klien yang ditinggalkannya, untuk kemudian diurus oleh Mahiro.


“Aku punya satu permintaan. Kami akan membuat pesta perpisahan untukmu, dan kami berharap Misaki-san akan datang,” bujuk Mahiro.


Wajah Misaki berubah sedikit keruh, “Tidak perlu.”


“Yang lain sedih, karena tidak bisa membuatkan pesta perpisahan yang layak untukmu.”


“Aku menyesal meninggalkan perusahaan dengan cara ini, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Misaki.


Mahiro juga mengatakan kalau Reiji mungkin juga akan datang. Dia sekali lagi membujuk Misaki, kalau pertemuan di pesta itu bisa jadi cara Misaki untuk bicara baik-baik dengan Reiji.



Sekt.Maiko memberikan undangan pesta pada Reiji dan memberitahukan kalau Misaki juga sudah bersedia untuk datang. Tapi Reiji ragu, mungkin saja Misaki akan batal datang kalau ia juga datang. Tapi Sekt.Maiko meyakinkan Reiji, kalau Misaki tetap akan datang karena ingin bicara dengan Reiji.


“Tapi, kenapa ada papan sasaran—darts—di pesta?” Reiji heran.


“Itu ide Ieyasu. Dia berharap Anda bisa mendapatkan hati Misaki sekali lagi,” sekt.Maiko menjelaskan.



Seperti biasa, Reiji naik mobil bersama sekt.Maiko dan Katsunori-san. Ia ingin memastikan status hubungannya dengan Misaki, apakah mereka masih kencan atau tidak. Tapi sekt.Maiko mengatakan ‘tidak’, karena Misaki sudah tidak bekerja di perusahaan lagi dan tidak bisa dihubungi lagi.


“Bisa dipastikan Anda telah putus dengannya,” sekt.Maiko menutup penjelasannya.


“Aku mengerti.”


“Jika Anda ingin kembali menjalin hubungan, pertama cabut pemecatan Anda terhadapnya, agar ia bisa kembali bekerja. Jika Anda serius, ada kemungkinan dia akan memaafkan Anda,” saran sekt.Maiko.


Reiji mengangguk-angguk, mengerti. Tapi ia kemudian mengganti topik pembicaraan, “Btw, apa yang terjadi dengan Wada?”


“Itu ... tidak baik. Aku minta maaf sudah membuatmu harus mendukung hal seperti ini,” ekspresi wajah sekt.Maiko berubah.


“Tidak masalah. Masih ada banyak laki-laki yang lebih baik dari Wada. Aku yakin, pasti ada pria yang jauh lebih cocok untukmu.”



Reiji sudah tiba lebih dulu di tempat pesta. Dan dia asyik bermain anak panah. Reiji bersorak senang saat mendapatkan nomer istimewa, 3-3-3. Sekt.Maiko berpikir kalau itu dibaca san-san-san. Tapi Reiji berasumsi lain, menurutnya angka itu bisa dibaca mi-san-san.


Sekt.Maiko kemudian mengusulkan agar Reiji membidik angka 1-1-7-3, yang dapat dibaca i-i-na-mi atau gelombang baik. Tapi Reiji justru berpikir ide lain, 1-3-7-3. Nomer ini dapat dibaca sebagai i-sa-na-mi- sensei. Seperti yang biasa jadi bahan obrolan Reiji dengan Misaki.



Saat itu Misaki baru saja datang. Karyawan lain antusias menyambut Misaki. Sementara Reiji justru salah tingkah, hingga beberapa kali anak panah-nya meleset dari sasaran.


Misaki pun menyapa Reiji. Reiji bertanya, apa Misaki pernah main anak-panah itu, yang dijawab ‘iya’. Reiji mengatakan kalau baginya, itu pertama kalinya dan ternyata menyenangkan. Misaki mengaku ada yang ingin dikatakannya pada Reiji, begitupula sebaliknya. Salah satu karyawan lalu meminta Reiji untuk memimpin toast.


Reiji kemudian mengambil minuman dan berdiri di atas tangga, “Hari ini aku datang saat tahu ini pesta perpisahan untuk Misaki. Tapi aku tidak ingin mengatakan selama jalan. Aku yakin, karyawan di sini juga merasakan hal yang sama. Itu jadi bukti kalau kehadiran Misaki tidak tergantikan untuk hotel Samejima. Jika Misaki mengatakan akan kembali ... aku akan menerimanya, dan kita akan membuat hotel terbaik di dunia.”


Misaki tersenyum, “Terimakasih. Ucapan Anda membuatku senang. Tapi ... aku memutuskan untuk bekerja di Stay Gold Hotels.”



Jawaban Misaki yang memilih bekerja untuk hotel milik presdir Wada itu membuat situasi yang tadinya hangat menjadi kacau. Reiji tidak menyangka kalau Misaki akan memilih hotel saingannya itu. Karyawan lain mencoba membantu. Ada yang bahkan menawarkan untuk menelepon presdir Wada untuk membatalkan penerimaan Misaki. Tapi Misaki menolak dan mengatakan keputusannya sudah bulat.


“Apa kau membenciku?” nada bicara Reiji berubah dingin.


“Tidak, aku tidak pernah.”


“Lalu kenapa kau pilih hotel milik Wada?” cecar Reiji.


“Setelah mempertimbangkan rencana masa depan mereka, lingkungan kerja dan kondisi pekerjaan, keputusanku itu pilihan yang tepat,” ujar Misaki tegas.


“Apa kau tahu tempat untuk para karyawan yang paling kubenci?”


“Sejujurnya, bekerjanya aku kembali, tidak ada hubungannya dengan Anda, Pak.”


Pertengkaran antara mereka pun terjadi lagi. Misaki menyalahkan Reiji yang lebih dulu memecatnya dan merasa pilihannya bekerja di hotel milik presdir Wada, bukan urusan Reiji. Sementara itu, Reiji sangat benci kalau Misaki memilih hotel itu. Reiji yang kesal bahkan menyuruh Misaki untuk pergi dari kota itu, supaya mereka tidak perlu bertemu lagi, sama sekali. Reiji berpikir kalau Misaki masih punya pilihan untuk bekerja di luar negeri, tetapi kenapa memilih hotel presdir Wada.


“Ada karakter di novel favoritku yang mirip seperti Anda. Tapi, Anda ribuan kali lebih menyedihkan dibanding karakter itu!” geram Misaki. Misaki pun beranjak pergi, masih dengan perasaan marah.



Karyawan lain berusaha menghentikan Misaki. Tapi kali ini, Misaki sama sekali tidak berbalik lagi. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi.


“Wanita egois seperti itu, aku salah pernah berusaha menahannya untuk pergi,” ujar Reiji. “Malam ini kita makan dan minum sepuasnya! Semuanya aku yang traktir!” Reiji pun mulai menenggak minumannya.


Para karyawan tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti kemauan Reiji. Hanya Ieyasu yang kembali tidak tahu situasi dan justru asyik bermain anak panah.



Sekt.Maiko memapah Reiji yang mabok, pulang ke apartemennya. Dan Reiji pun masih saja terus mengomel tentang Misaki. Seperti biasa, sekt.Maiko menanggapinya dengan santai. Ia tahu persis bagaimana menghadapi Reiji yang sedang kacau seperti ini.


Reiji menuduh sekt.Maiko marah padanya. Tapi sang sekretaris mengelak dan mengatakan kalau ia hanya kasihan pada Misaki, karena sikap Reiji tadi. Reiji tidak terima. Menurutnya, yang seharusnya dikasihani adalah dirinya. Reiji tetap tidak mau mengalah. Meski sekt.Maiko mengatakan ucapan Reiji tadi terhadap Misaki sudah sangat kasar.


“Karena dia sudah berhenti dari perusahaan, dia bebas memilih bekerja di manapun.”


“Kau memihaknya?” tuduh Reiji.


“Saya selalu berada di pihak Anda.”


Reiji desperate sendiri. Ia kesal karena hatinya sudah dibuat kacau oleh Misaki. Tapi tanggapan sekt.Maiko tetap saja dingin.


“Lalu, bagaimana kalau tiba-tiba saja aku menciummu?” tantang Reiji. Ia kini berada hanya beberapa senti dari wajah sekt.Maiko.


Tapi ekspresi sekt.Maiko tidak berubah. Wajahnya tetap saja datar seperti biasa.


Reiji kesal sendiri. Ia pun menarik wajahnya menjauh, “Aku merasa sulit melakukannya dengan Misa-san. Tapi, denganmu, tampak mudah saja,” keluhnya kemudian.


“Tentu saja. Itu karena kau tidak punya perasaan apapun padaku,” jawab sekt.Maiko santai.



Reiji mengunjungi presdir Wada di kantornya. Reiji menebak kalau saat ini presdir Wada merasa malu. Yang dimaksud Reiji adalah ‘perburuan’ Shibayama Misaki untuk menjadi karyawan di Say Gold Hotel.


Tapi presdir Wada menanggapinya dengan santai, “Kau yang keliru. Dia (Misaki) yang datang sendiri dan memintaku untuk mempekerjakannya.”


“Kebohongan yang mudah ditebak,” cibir Reiji.


“Aku tidak mendekatinya sama sekali. Aku justru kaget karena dia berhenti bekerja di hotelmu.” Presdir Wada bahkan minta penekanan dari sekretarisnya juga. “Aku tanya padanya, ‘tidakkah Reiji akan sedih kalau kau bekerja pada kami’? Dan dia mengatakannya dengan wajah sedih. Jika bisa, dia ingin bekerja lebih lama lagi di Samejima hotel yang disukainya. Sepertinya kau salah mengurusnya. Jika kau memolesnya dengan benar, dia akan jadi permata yang bersinar.


“Tidak. Sejak awal, dia tidak tampak berharga. Dia Cuma batu biasa,” komentar Reiji.


“Sejak awal, memang salah membuat Misaki bekerja di dalam kantormu. Cara terbaik memanfaatkan kemampuannya adalah mempekerjakannya di garis depan untuk menerima tamu. Ini disebut juga ‘wajah’ hotel, ‘penerima tamu’. Saat dia datang ke perusahaanku, posisi rangking 1 di dunia akan aman dalam 10 tahun ke depan.”


Reiji kesal, “Cepat atau lambat, kau tidak akan sadar kalau kau sudah jatuh dari posisi teratas.”



Presdir Wada menyusul Reiji yang sudah akan pergi, “Kudengar kau akan membuat hotel baru di Tokyo.”


“Ya. Dan itu akan jadi hotel nomer satu dunia,” sombong Reiji.


“Apa kau sudah dengar dari Maiko-chan? Dia memutus hubungan denganku karenamu.”


“Bukankah kau yang menolaknya?” tanya Reiji balik.


“Jangan bodoh. Alasan aku dekat denganmu ... karena itu cara untuk mendekatinya.”


“Aku mendukung keputusan Maiko untuk kencan denganmu. Kalau kau menyalahkanku, kau menggonggong pada pohon yang salah.” (kira-kira artinya, kau menyalahkan orang yang salah)


Presdir Wada tersenyum dan melanjutkan ucapannya dengan tenang, “Dia menolakku dan mengatakan kalau dia menyukaimu.”


Reiji tertegun dengan ucapan presdir Wada.


“Dengan begini, kau masih mengelak ini bukan salahmu? Satu-satunya hal yang kuhargai darimu adalah ... kau masih bisa punya sekretaris menarik sepertinya selama bertahun-tahun, tanpa ada kecelakaan.”


“Tentu saja!”


“Sayangnya, kau memperlakukan Maiko-chan dengan cara yang salah juga. Sebutan yang paling cocok untuknya itu bukan sekretaris presdir ... tapi kekasih.”


Reiji kehabisan kata-kata.


“Kau hanya tidak tahu bagaimana spesialnya waktu bersama wanita seperti itu. Dengan kata lain, kau di bawah pria pada umumnya,” presdir Wada lalu berbalik pergi.



“Kenapa Maiko memandang remeh aku?” kali ini Reiji hanya bersama sopirnya, Katsunori-san.


Reiji kemudian bicara soal sekt.Maiko yang selalu ada untuknya, bahkan saat Misaki meninggalkannya. Reiji perlahan mulai menyadari pentingnya sekt.Maiko untuknya. Ia bahkan sempat berpikir kalau Misaki tidak benar-benar menyukainya.


“Di sisi lain, Maiko tahu persis sisi baik dan buruk Anda, lalu selalu mendukung Anda.”


“Jadi dia benar-benar menyukaiku?” Reiji menyimpulkan.


“Saya percaya dia orang yang bahkan akan tetap setia di sisi Anda hingga mati,” ujar Katsunori-san. Ia kemudian tidak sengaja melihat seseorang sedang melintas di jalan, tapi tidak yakin siapa orang itu.



Reiji memberi makan ikan medaka-nya sambil melirik ke arah ruangan sekretaris. Di sana, sekt.Maiko yang sadar sedang diperhatikan mendekai Reiji dan bertanya soal hasil pertemuan dengan presdir Wada. (ekspresi Reiji waktu ketahuan lagi memperhatikan itu ... krik krik banget, hehehehe)


Reiji mengaku kalau seperti biasa, presdir Wada selalu berhasil menemukan kelemahan Reiji. Sekt.Maiko menyarankan agar tidak perlu terlalu dipikirkan.


“Aku tidak memikirkannya, tapi setiap kali bertemu ... rasanya energi dan staminaku seperti tersedot,” cerita Reiji.


Sekt.Maiko kemudian menyadari kalau wajah Reiji tampak lebih merah. Ia bahkan mengulurkan tangan dan menempelkannya ke dahi Reiji, membuat Reiji kaget. Reiji berpikir kalau mungkin ini gara-gara ia baru bertemu presdir Wada. Dan lagipula ia tidak pernah demam selama 10 tahun terakhir.


“Tapi Anda benar-benar panas. Saya ambilnya termometer,” sekt.Maiko lalu berbalik pergi.


Tidak ada perubahan ekspresi pada wajah sekt.Maiko. Berbeda dengan Reiji yang justru makin tersipu. Ini semua karena ucapan presdir Wada tadi, soal sekt.Maiko.



Reiji akhirnya istirahat di apartemennya. Sekt.Maiko bahkan membuatkan bubur untuk Reiji yang tengah berbaring di ranjangnya. Sekt.Maiko khawatir kalau Reiji tidak bisa tidur. Reiji mengaku sedang banyak pikiran, jadi sulit tidur.


“Mungkin karena lelah perasaan yang Anda sembunyikan,” ujar sekt.Maiko. Ia pun minta izin untuk memijat kaki Reiji. Ia mengaku, ibunya dulu melakukan itu juga (memijat) saat dirinya sakit. Dan karena dipijat, ia jadi bisa tidur lelap.


Tapi Reiji tampak canggung, “Aku tidak mandi tadi sore. Jadi kakiku ... mungkin kotor.”


“Jangan pikirkan itu. Santai saja dan tidurlah,” ujar sekt.Maiko kemudian. (kalau dilihat, care-nya sekt.Maiko ini lebih mirip seorang ibu deh)



Reiji baru saja membuat bubur untuk sarapan saat ponselnya berbunyi, dari presdir Wada. Saat itu presdir Wada tengah asyik bermain dengan wanitanya di kolam renang. Presdir Wada menelepon balik, karena malam sebelumnya Reiji sempat menelepon tapi ia tidak merespon.


“Itu bukan masalah besar. Aku Cuma mau bilang, aku jadi pria kelas satu,” pamer Reiji membuat presdir Wada bingung. “Kau yang bilang padaku kan? Pria yang tidak tahu menikmati waktu bersama Maiko, adalah pria kelas rendah.”


“Kau bicara seolah sempat tidur dengannya,” presdir Wada tersenyum.


“Tidak, aku tidak tidur dengannya. Saat aku tiduran di ranjang, dia minta izin untuk memijat kakiku. Bagaimana menggambarkannya ... itu seperti mimpi.”


“Kau bercanda kan?” presdir Wada terkejut. “Dia wanita yang tidak kau kencani dan dia tiba-tiba saja memijat kakimu. Itu ribuan kali lebih sulit daripada mengajaknya ke ranjang.”


“Eh, benarkah?” Reiji ikut terkejut.


“Jangan bilang, kau tidak sempat cuci kaki,” tebak presdir Wada.


“Bagaimana kau tahu?”


“Oh, my God! Reiji ... kali ini aku mengaku kalah. Kau menang!” puji presdir Wada. “Kau berhasil mendapat apa yang diimpikan oleh pria, yang disebut dengan Muraoki Maiko.”



Reiji berangkat ke kantor seperti biasa. Sekt.Maiko yang bersamanya khawatir soal keadaan Reiji. Reiji mengatakan kalau ia masih sedikit demam tapi sudah lebih baik.


“Kalau aku tidur lelap lagi nanti malam, pasti akan jauh lebih baik. Karenamu aku bisa tidur semalam, terimakasih.”


“Anda ingin aku melakukannya (memijat kaki) lagi?” sekt.Maiko menawarkan.


“Oh, itu tergantung keadaan tubuhku nanti malam,” elak Reiji.


“Baiklah. Katakan saja kalau perlu.”



Di ruangan kantor, seorang pria berambut putih sedang membagi-bagikan makanan untuk para karyawan. Kotak tempat makanan itu tertulis ‘Samejima Ryokan’—penginapan Samejima. Pria itu ternyata adalah Samejima Kozo, ayah Reiji.


Para karyawan pun memuji Kozo-san sebagai ayah Reiji. Rupanya karena ketua tim Goro-san mengenali Kozo-san, sehingga tadi di depan kantor ia tidak diusir pergi oleh keamanan. Kozo-san pun sangat berterimakasih pada mereka. Ketua tim Goro-san mengaku pernah menginap di Samejima Ryokan, karenanya ia kenal dengan Kozo-san.


Salah satu karyawan lain juga mengaku pernah menginap, tetapi tidak mengenali Kozo-san. Kozo-san memahaminya. Karena meski dirinya adalah pemilik penginapan, kadang dia melakukan hal-hal remeh seperti mengatur sepatu tamu di pintu masuk atau menawarkan souvenir pada tamu. Hal-hal ini yang biasanya dilakukan oleh karyawan tapi ternyata dilakukan sendiri oleh Kozo-san.


“Kami pernah nyaris bangkrut. Tapi sekarang, meski aku tidak berbuat banyak, penginapan berjalan dengan baik, itu karena putraku.”



Saat itu Reiji baru saja masuk dan seluruh karyawan spontan mengucapkan salam selamat pagi. Sadar ada Kozo-san di sana, sekt.Maiko dan sopir Katsunori-san pun memberikan salam secara khusus.


Hanya Reiji yang tampak kaget dan kurang suka dengan kedatangan ayahnya itu, “Apa yang kau lakukan di sini?!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net