SINOPSIS Kaito Yamaneko 10 part 2 end

15.03.00 4 Comments

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 10 part 2 end. Sekali lagi, Yamaneko menyusup ke kediaman Yuuki Tenmei. Kali bersama Sekimoto dan dibantu oleh Mao bersama Rikako-san.


Di ruangan yang sama seperti sebelumnya, Yamaneko sudah ditunggu oleh Katsumura. Senpi pun teracung padanya. Tapi Yamaneko kali ini lebih cerdik dan berhasil melumpuhkan Katsumura. Satu luka tembak menganga pun ditinggalkan Yamaneko di pinggang Katsumura. Sekarang melanjutkan misi. Menemukan Yuuki Tenmei.



Yamaneko sempat terjebak di ruangan bawah tanah saat ruangan itu terkunci dengan udara yang makin tipis. Dengan bantuin Rikako-san, Mao pun berhasi masuk ke ruang kendali keamanan rumah Yuuki Tenmei. Sekarang Mao sudah berhasil mengambil alih seluruh sistem keamanan mereka.


Udara tipis pun berangsur normal dan pintu yang terkunci berhasil dibuka. Yamaneko yang sempat pingsan karena nyaris kehabisan udara sadar kembali dan siap melanjutkan misi.


“Dan kita bertemu keberuntungan yang tersembunyi.”



Yamaneko berjalan di ruangan sebelah yang gelap. Hanya ada tempat lapang dengan beton-beton penyangga. Sampai lampu dinyalakan dan saat Yamaneko berbalik, ia menemukan sosok bertopeng aneh yang selama ini dicarinya.


“Akhirnya yang asli muncul.”


Sosok bertopeng itu melemparkan pedang ke arah Yamaneko. Tanpa ragu ia pun mengambil pedang itu. Dan tidak butuh banyak jurus hingga pedang yang dipegang Yamaneko berhasil membelah topeng aneh itu. Yamaneko berbalik. Tapi alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok di balik topeng aneh itu, Sekimoto.



“Inui-san, apa maksudmu dengan hubungan yang memalukan?” desak Sakura saat ia mengekor det.Inui menuju ruang keamanan.


“Kita salah. Orang yang kita sangka Sekimoto Shugo adalah orang lain.



“Kau adalah Yuuki?” pertanyaan Yamaneko ini dijawab tawa oleh Sekimoto. “Apanya yang lucu?”


“Aku, Yuuki? Bukan.” Sekimoto lalu meminta Mao untuk memasukkan kode.


Meski masih diliputi heran, Mao menurut saja. Dan tidak lama setelahnya, sebuah pintu di dekat tempat Mao dan Rikako-san berada, terbuka. Ada sosok bertopeng aneh duduk di sana. Rikako-san mendekatinya dan menarik topeng itu. Tidak ada respon. Ternyata di dalamnya adalah tengkorak tubuh seseorang.


“Yuuki Tenmei sama sekali tidak ada,” Rikako-san menyimpulkan.


Tapi sebuah suara terdengar di ruangan itu, “Itu juga salah. Aku ada di sini.”


Mao akhirnya paham, “Kecerdasan buatan,” komentarnya kemudian.



Kembali ke Yamaneko dan Sekimoto


Sekimoto melanjutkan ceritanya, “Yuuki Tenmei mati 10 tahun yang lalu. Tapi, ajudan Yuuki dan pejabat pemerintah menggunakan sebagian kekayaannya untuk menanam pikirannya ke komputer. Kau mengerti? Tubuh Yuuki tidak ada, tapi semangatnya masih ada di dunia internet. Aku ingin meluruskan sesuatu padamu. Hal tentang aku bercerai dan punya seorang anak, dan tentang Yuuki mengancamku itu bohong. Aku mengikuti Yuuki dengan kehendakku sendiri. Kata-katanya bergema di kepalaku. Dan menurutku keberadaannya diperlukan untuk negeri ini. Itu sebabnya aku memutuskan menjadi tangan kanannya, meski tubuhnya sudah mati.”


“Berhenti mempermainkanku. Aku memercayaimu. Bukankah kita saling bertarung untuk mengubah negeri ini?!” bentak Yamaneko. Emosinya mulai tersulut.


“Kalau begitu katakan padaku. Apa yang ingin kau lakukan untuk negeri ini? Apa yang ingin kau ubah? Apa kau ingin menyingkirkan politisi yang bekerja hanya untuk memperkaya diri?!”



Serangan yang dilakukan oleh Yamaneko berhasil dilumpuhkan oleh Sekimoto dengan mudah. Sekarang Yamaneko justru terduduk di lantai.


“Kau ingin mendidik kembali masyarakat? Kau ingin mengembalikan semangat Jepang dengan membuat mereka mempelajari kembali semangat Bushido? Menurutmu itu mungkin? Jawabannya adalah tidak. Orang-orang di negeri ini berjuang untuk masa depan pribadi bukan untuk negara. Bahkan tanpa mencatatnya, tak seorang pun yang tak puas untuk mengubah apa pun. Orang-orang di masa sekarang tak begitu buruk seperti yang kita pikirkan!” bentak Sekimoto tak kalah keras.


“Bukan! Kita tahu bahwa kita tak bisa membiarkannya seperti ini. Harus ada hal-hal yang berubah. Kau tahu itu!”



Sekali lagi Yamaneko mencoba menyerang, dan kembali ia berhasil dilumpuhkan oleh Sekimoto.


“Negeri ini menjadi sangat kaya. Saat seseorang sudah merasakan kemewahan, mereka tak ingin mengubah gaya hidup. Jadi, apa yang harus kita lakukan pada negeri ini? Mempertahankan. Bahkan jika kepentingan nasional kita menyebar melalui dunia, apa yang harus kita lakukan agar masyarakat mengalami stabilitas? Yaitu dengan mempertahankannya. Itu adalah filosofi Yuuki. Kita tak memerlukan reformasi besar,” ujar Sekimoto.


“Omong kosong. Padahal kau tak melakukan apa pun tapi kau bicara sok-sokan!” Yamaneko kembali menyerang. Dan sekali lagi serangan penuh emosi dan tanpa perhitungan itu dengan mudah dipatahkan. Sekarang ia bahkan dipukuli oleh Sekimoto.


“Lalu apa yang kau lakukan? Apa kau membongkar penipuan untuk mereformasi negeri ini? Tidak. Kau hanyalah boneka Yuuki. Mengungkap persekongkolan politisi yang tak bermoral, skandal organisasi pemuda politik, dan skandal perusahaan hiburan. Semua yang kau pikirkan dan yang kau lakukan semuanya perintah dari Yuuki. Kau bertindak sesuai dengan rencana Yuuki!”


Tapi mulut penuh darah Yamaneko masih tetap saja mengelak. Ia tidak mau mengakui kalau semua hal yang selama ini dilakukannya hanyalah mengikuti rencana Yuuki.


Sekimoto masih terus bicara, “Kau membuat Yuuki tetap hidup. Menurutmu uang yang kau dapatkan dengan kerja keras hasilnya ke mana? Yuuki yang mendapatkannya. Semuanya menjadi dana politik Yuuki. Untuk membawa kembali senyuman orang-orang. Itu prinsipmu, 'kan? Tapi apa benar kau menginginkan hal itu? Jika benar, lihatlah sekeliling. Semua orang tersenyum dengan cara mereka sendiri. Mereka hidup bahagia. Itu yang kau inginkan, bukan? Kau terjebak pada senyum mereka, padahal kau sendiri tak bisa tersenyum. Karena cara hidupmu sudah ditentukan sejak awal dan kau tak pernah tersenyum. Kau hanya ingin memuaskan keinginanmu sendiri. Kau ingin balas dendam pada Yuuki. Kau membenci Yuuki, yang hanya membawa kesedihan dan mengancurkan seluruh hidupmu. Karena itu kau ingin membalasnya. Hanya itu saja!”


“Tidak. Kubilang tidak!”



Perkelahian sekali lagi terjadi. Kini bahkan hingga pedang yang dipegang Yamaneko pun terlepas.


“Apa kau tahu kenapa aku berpakaian begini? Agar aku bisa membimbingmu. Kau dijual pada Yuuki, dikhianati oleh Yuuki, kau tumbuh untuk membenci Yuuki, dan dimanfaatkan olehnya saat kau mencoba untuk mengubah negeri ini. Tapi, daripada melawan Yuuki, kau malah dimanfaatkannya. Semua yang kau lakukan hingga saat ini sia-sia. Hidupmu tak berharga. Sekarang Yuuki mengkhianatimu, kau hanyalah penjahat. Meski begitu, apa kau ingin hidup untuk negeri ini meski ingin balas dendam?”


Yamaneko makin frustasi, “Diam!” tangannya lalu sigap mengambil pedang dan menusukkannya pada tubuh Sekimoto.


Sekimoto tidak menyangka apa diserang dengan tiba-tiba seperti ini. Tapi ia masih berusaha tersenyum. Dilepasnya pedang itu dari tubuhnya, lalu menatap Yamaneko, “Kau akan mencuri tapi bukan merampok. Tapi, jika kau ingin sesuatu berubah, jadilah perampok. Coba tunjukan kekuatan itu padaku! Apa esensi dirimu? Jati diri! Jati dirimu! Aku ingin tahu apa yang tak pernah bisa kau lepaskan. Yamaneko... Ke mana kau akan pergi?” Sekimoto lalu ambruk.



“Semuanya sia-sia,” desis Yamaneko pelan. Ia mengambil pedang yang ada di sebelahnya, meletakkannya di dekat lehernya dan bersiap menarik pedang itu saat sebuah suara menghentikannya.


Suara Mao, “Hentikan! Tidak sia-sia! Yang kau lakukan tidak sia-sia! Aku bisa tersenyum karena ada dirimu! Bukan hanya aku. Semua orang tersenyum berkat dirimu. Kau menghadapiku dengan terus terang dan kau memukulku dengan sungguh-sungguh! Jangan bilang tak ada gunanya hidup. Jangan pernah mengatakan hal itu! Aku mohon, dengarkan suaraku!” pinta Mao.


Pintu ruangan keamanan itu digedor dari luar. Rupanya polisi sudah ada di depan sana. Ingin memberikan kesempatan lebih banyak, Rikako-san berusaha menahan pintu itu dan meminta Mao untuk lanjut.


Mao yang mengerti melanjutkan bicara, “Kau pernah bilang padaku,"Kau tak sendirian, Kau memiliki seseorang di sisimu". Kau tak sendirian. Karena kami ada di sisimu. Aku bisa berubah karena kau ada di sisiku. Jadi, terima kasih!”



Rikako-san tidak bisa lagi menahan pintu saat polisi akhirnya mendobrak masuk. Mereka terdiam melihat Mao menangis, masih tetap di bawah acungan senpi.


“Buka pintu ke ruang bawah tanah!” perintah det.Inui kemudian.


Mao menuruti perintah itu.


Sementara itu di bawah tanah, Yamaneko perlahan melunak. Ia memandangi buku Bushido yang tergelatak tidak jauh di depannya, tepat di samping genangan darah. Sementara itu, jasad Sekimoto sudah tidak ada.


Mao dan Rikako-san pun ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.



Det.Inui, Sakura dan timnya masuk ke ruang bawah tanah. Tapi yang mereka temukan hanya bekas darah, tanpa ada siapapun di sana.


“Apa yang terjadi di sini?” Det.Inui sama sekali tidak mengerti.


“Yamaneko... Sekimoto-san...”


“Cepat periksa sekitar dan jangan biarkan mereka lolos!” perintah det.Inui pada anak buahnya.


“Apa yang sebenarnya kita kejar? Mereka...Apa Yamaneko sungguh di sini?” keraguan muncul dalam hati Sakura.


“Di sini. Aku yakin Yamaneko pasti ada di sini!” ujar det.Inui yakin.



Satu tahun kemudian.


Det.Inui mengeluh karena tidak pernah hafal nama tim mereka, sambil membolak-balik label tim di atas meja, Markas Besar Investigasi Pencurian Tokyo. Satu tahun sudah berlalu, tapi keberadaan Yamaneko maupun Sekimoto masih belum diketahui. Katsumura yang dibawa ke rumah sakit juga kabur. Selain itu, rumah yang mereka kira kediaman Yuuki itu juga ternyata bukan milik Yuuki. Rumah itu disewa oleh orang lain yang memiliki nama sama sekali berbeda.


“Karena tak ada orang yang bernama Yuuki Tenmei,” ujar Sakura. Ia tengah mengepak barang-barangnya dan dimasukkan ke dalam kardus.


“Kau akan dikirim ke mana?” tanya det.Inui.


“Karena mereka tahu aku membocorkan informasi, aku dipindahkan ke wilayah pedesaan,” cerita Sakura. “Kalau kau?”


“Aku kembali ke markas untuk mengejar Yamaneko.” Det.Inui beranjak pergi. Tapi belum jauh, ia berbalik. Det.Inui berpesan agar Sakura menjadi polisi yang baik.



Di waktu nyaris bersamaan, Mao juga baru keluar dari pusat penahanan anak. Ia merasa begitu lega menghirup kembali udara kebebasannya. Mao kembali datang ke bar Stray Cat. Berbeda dengan dulu, tempat itu kini tampak gelap dan kosong.


Mao duduk di salah satu kursi lalu merogoh ponselnya, Aku sudah sampai di Stray Cat. Pesan dikirimkan Mao pada Rikako-san. Balasan masuk tidak lama setelahnya. Aku hampir sampai, tunggu aku.


Tapi alih-alih melihat kedatangan Rikako-san, Mao justru mendengar sebuah suara sumbang mendekat, tengah asyik bernyanyi. Suara yang begitu dikenalnya. Pintu bar kemudian terbuka. Dan senyum Mao terkembang makin lebar melihat siapa yang datang di sana.


SELESAI


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Halo minna-san, gimana ending dari drama satu ini? Akhirnya selesai juga, yatta!!! Ah, jangan marah sama Kelana dong. Protes sana sama Yamaneko-nya, kenapa pergi menghilang nggak bilang-bilang. Yang jelas ending dari drama ini bener-bener nggak terduga ya? Bagian dari episode terakhir ini benar-benar penuh twist dan kejutan tidak terduga.


Na ucapkan terimakasih untuk semua yang udah sabar nyimak dan menunggu postingan Na dengan setia hehehehe. Ok, sekarang kita bicara soal proyek sinopsis selanjutnya. Seperti Na bilang, proyek kali ini Na mau buat romcom. Ada yang udah nemu judulnya?


Sampai jumpa di proyek sinopsis berikutnya.

SINOPSIS Kaito Yamaneko 10 part 1

15.05.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 10 part 1. Yamaneko yang tertembak oleh Katsumura a.k Chameleon diselamatkan oleh Sakura. Dan setelahnya, ia kembali menghilang. Yamaneko pun berhasil membawa kabur det.Sekimoto yang ditahan di kantor polisi oleh det. Inui.


Dengan bantuan Yuna, Yamaneko dan det.Sekimoto berhasil kabur. Sekarang mereka menyusun rencana baru untuk melakukan serangan balik terhadap Yuuki maupun Chameleon.



Sakura dan tim-nya sudah datang ke kediaman Yuuki Tenmei. Mereka disambut oleh anak buah Yuuki yang mengatakan kalau semuanya bisa mereka lakukan sendiri. Mereka tidak mau polisi ikut campur. Bahkan meski ada kemungkinan Yamaneko akan muncul di sana.


“Yuuki-sensei telah menilai dari kesalahan sebelumnya. Dia tak memerlukan orang yang tak mampu. Jika mengerti segera pergi!”



Sakura melapor pada det.Inui yang masih berada di markas. Menurut det.Inui, mereka menurut saja. Sakura juga bertanya apa det.Inui menemukan sesuatu.


“Tidak ada catatan bahwa Sekimoto pernah di Keamanan Publik. Mungkin ada sesuatu di Museum Sejarah Polisi. Keamanan Publik menyimpan informasi rahasia di sana, 'kan? Menurut naskah ini, Keamanan Publik didirikan dengan persetujuan Yuuki Tenmei.” Det.Inui menunjuk naskah soal Yamaneko yang ditinggalkan Katsumura untuk Sakura. “Sepertinya layak untuk diselidiki.”



Kemana Yuna membawa Yamaneko dan det.Sekimoto? Mereka kembali ke bar. Dan masih sempat-sempatnya membuat acara siaran radio. (nggak tahu mesti ketawa atau gimana. Masak di situasi genting gini, masih sempat-sempatnya bikin acara aneh. Ya Cuma ada di dramanya Yamaneko, kekeke)


“Hai semuanya, ini DJ Yamaneko Fantastik!”


Yamaneko melakukan siaran radio bersama det.Sekimoto. (sepertinya saat syuting drama ini, penggemar diberi kesempatan mengirimkan kartu pos dan akan dibaca oleh Yamaneko. Jadi beberapa kartu pos yang dibacakan di sini adalah asli)


Salah satu pengirim kartu pos menyebut soal Yamaneko yang bersikap terlalu kasar pada ibu Hosoda-san. Dan dijawab Yamaneko dengan permintaan maafnya. Pertanyaan lain soal topeng Yuuki Tenmei yang nyentrik. Dan dijelaskan kalau itu adalah peralatan pendukung kehidupannya, karena Yuuki sudah sangat tua. Kemudian soal seseorang yang disebut sebagai kakak perempuan dari Akamatsu Anri a.k Cecilia Wong. Dijelaskan kalau kakak Cecilia adalah orang jepang, dan mereka adalah saudara tiri satu ayah beda ibu, karena ibu Cecilia sebenarnya berasal dari Taiwan.


“Oi, apa yang kalian lakukan dari tadi?” protes Yuna. Lama-lama ia kesal juga dengan kedua orang aneh di depannya ini. Dalam situasi genting mereka justru asyik menjadi DJ radio dan menjawab pertanyaan dari kartu pos yang setumpuk tinggi di meja. “Kalian lari dari polisi, 'kan? Bukankah kalian mau menyelinap ke kediaman Yuuki?”


Tapi dasarYamaneko, dia tetap saja asyik membacakan lagi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikutnya dari kartu pos yang masuk itu.



(kembali ke cerita)


Mobil Yamaneko sudah terparkir tidak jauh dari kediaman Yuuki Tenmei. Dua orang keluar dari mobil sudah lengkap dengan topeng. Tidak jauh dari sana, polisi juga telah siaga. Dan tanpa ampun, polisi langsung mengepung dua manusia bertopeng ini. Tapi saat topengnya dibuka, mereka adalah dua orang kakek-kakek yang menyamar. LOL


Dimana Yamaneko? Dia bersama Sekimoto di dekat mobil, menyaksikan kejadian di depan. Jadi dua orang kakek tadi adalah umpan untuk membuktikan keberadaan polisi sudah mengincar mereka.


“Kenapa malah kakek-kakek?” protes Yamane.


“Apa boleh buat, kita tak punya banyak waktu.”



Darimana Yamaneko muncul? Bersama Sekimoto, Yamaneko muncul dari sebuah lubang sumur di area kediaman Yuuki. Dengan percaya diri, mereka tersenyum karena sudah berhasil mengelabui polisi yang berjaga.


Tapi belum sempat berjalan lebih jauh, mereka sudah dikepung oleh segerombolan pria berbaju gelap. Tanpa banyak bicara, Yamaneko dan Sekimoto melumpuhkan kelima pria yang menghadang mereka tadi.


“Karena tak membiarkan polisi melindunginya, dia mungkin memperkuat pengawalnya. Dengan tentara bayaran, seharusnya ada sekitar 100 orang. Itu artinya tersisa 95 orang lagi.”


“Mari berpencar!” usul Sekimoto. “Kau ke kamar Jepang yang mengarah ke ruang bawah tanah. Aku akan pergi ke belakang ke kamar Yuuki. Kita takkan bisa menguburnya hanya dengan mencuri uang tersembunyinya. Aku akan membunuh Yuuki. Pastikan kau mendapatkan harta karun itu,” ujar Sekimoto lagi.


Yamaneko tidak membantah ide partnernya ini. Tapi tatapan matanya berbeda, seolah masih ada yang mengganjal dalam pikiran Yamaneko. Ada yang tidak beres!



Det.Inui kembali datang ke ruang arsip rahasia di museum kepolisian. Seperti biasa, dengan cara kasar ia mengancam salah seorang petugas di sana. “Kotak Pandora sudah dibuka, seseorang harus menutupnya. Di mana berkas yang berkaitan saat Sekimoto berada di Keamanan Publik?”


Si petugas itu tidak punya pilihan. Ia pun memberikan setumpuk berkas yang diminta det.Inui. Butuh beberapa saat bagi det.Inui untuk memeriksa berkas-berkas itu. Dan ia menemukan sesuatu yang tidak terduga.



Seperti idenya tadi, Sekimoto menuju kamar belakang. Dan di balik tirai transparan, sosok bertopeng aneh itu pun sudah menunggu, Yuuki Tenmei.


“Apa yang pengkhianat inginkan?” ujar suara serak Yuuki.



Sementara itu Yamaneko menuju ruangan yang sam, tempat pintu menuju ruang bawah tanah berada. Di sana sudah ada Katsumura yang menunggu. Saat Katsumura mengacungkan senpi-nya, Yamaneko juga merogoh jaketnya dan mengeluarkan ... rokok. Kedua orang ini akhirnya menyalakan rokok masing-masing dan duduk di lantai, berjauhan.


“Ah, aku semakin tua. Dulu, aku suka menari dan bernyanyi,” ujar Yamaneko.


“Apa kau tahu aku adalah Chameleon? Saat itu, saat kau mengenakan rompi anti peluru, kau tahu aku akan menembakmu, 'kan?” Katsumura to the point. “Sejak kapan kau tahu?”


“Sudah dari awal,” aku Yamane.


“Saat kita bertemu di karaoke?”


Sebelum itu. Cerita serialmu. Kebenaran tentang pencuri misterius Yamaneko. Kau menyisipkan bagian dari Bushido di sana. Pada awalnya buku tentang Bushido diterbitkan di luar negeri dan ada banyak terjemahan. Tapi terjemahan yang itu sudah diterbitkan oleh pemerintah sejak lama dan saat ini sudah tidak ada.” Yang dimaksud Yamaneko adalah buku Bushido yang dimilikinya sejak masih berlatih jadi mata-mata bersama Katsumura dulu.


“Mengetahui hal itu, membuatku menjadi seseorang dari sisi lain.”


“Yah, nama Chameleon itu aku dengar dari Akamatsu Anri a.k Cecilia Wang,” ujar Yamaneko juga.



“Tapi kenapa kau membiarkanku berkeliaran di sekitarmu? Kau melihat Yuuki Tenmei di dalam diriku. Bukan begitu? Dengan menantang pandangannya tentang hidup dan mereformasiku, kau ingin menunjukkan pada Yuuki Tenmei bagaimana seseorang bisa menjadi kuat,” tuduh Katsumura pula.


“Jangan salah paham. Itu hanya untuk menghabiskan waktu.”


“Kau pikir bisa mengalahkanku?” sindir Katsumura. “Membayangkan Yamaneko menjadi kucing peliharaan, bukankah itu menggelikan?”


“Kucing peliharaan?” balas Yamane tidak kalah sarkas. Ia pun meremas rokok di tangannya yang masih separuh batang.



“Baru kali ini aku punya banyak masalah. Tapi kau tak bisa mengalahkanku,” Katsumura juga meremas rokok di tangannya.


Perkelahian di antara mereka tidak terlelakkan lagi. Dengan latar belakang pelatihan yang sama-sama pernah mereka ikuti, keduanya jadi lawan yang seimbang satu sama lain. Yamaneko bahkan berhasil membuat mulut Katsumura penuh dengan darah.


Tapi semua itu berakhir saat Katsumura menodongkan senpi pada Yamaneko. “Menurutmu di situasi seperti ini kau punya harapan untuk menang?”



“Tentu saja,” Yamaneko tidak gentar sama sekali. “Cracker! Aku tidak ngompol!” teriaknya lalu menyumpal telinganya dengan semacam kapas.


“Aye, Sir!” Mao yang menyimak dari mobil mereka mengiyakan maksud Yamaneko itu. Ia pun memencet tombol di laptopnya dan seketika suara memekakkan telinga terdengar di ruangan Yamaneko.


Kaget karena situasi mendadak itu dan kesakitan oleh suara keras, kewaspadaan Katsumura mengendur. Melihat kesempatan ini, Yamaneko merebut senpi dari tangan Katsumura dan menembakkannya tepat di perut sebelah kanan Katsumura.


“Sakit, 'kan? Aku juga kesakitan. Sekarang kita impas.”


Darah segar mengalir dari lubang peluru di perut Katsumura. Nyaris ambruk, ia berusaha bersandar di dinding dengan tangan berusaha menutupi darah yang terus saja keluar. “Kenapa?”



“Jika ingin tahu, akan kuberi tahu.”


Malam itu, saat kejadian Katsumura membakar bar, Yamaneko menghubungi Akamatsu Anri a.k Cecilia Wang. Ia meminta Cecilia datang dan menyelamatkan Rikako-san bersama Mao. Keduanya berhasil diselamatkan. Yamaneko kemudian meminta Mao untuk kembali meretas. Kali ini ia meretas tayangan televisi di hotel tempat Katsumura menginap. Jadi berita tewasnya Mao dan Rikako di televisi itu adalah berita palsu yang sengaja dibuat oleh Mao.



Katsumura tersenyum sarkas. Ia tidak menyangka rencananya kacau karena melewatkan satu hal, soal Akamatsu Anri. “Panjang sekali penjelasannya.”


“Kupikir kau harus tahu dengan baik perbedaan antara kita,” ujar Yamaneko.


“Apa kau berpikir aku sendirian dan kau mempunyai teman?” sindir Katsumura.


“Tidak. Karena aku adalah ... orang yang menarik.” Yamaneko masih sempat narsis seperti biasa.


Katsumura tak habis pikir dengan ‘joke’ Yamaneko yang absurd ini, “Penjelasan barusan sama sekali tak nyambung.”



Yamaneko berbalik. Ia membuka lantai penutup pintu bawah tanah dan meminta Mao melanjutkan misi mereka, membuka ruangan itu.


“Apa kau tak mau menghabisiku? Aku sangat keras kepala,” keringat mulai keluar di wajah Katsumura.


“Biar kuberi tahu perbedaan lainnya antara kita. Aku tidak merenggut nyawa.” Yamaneko melepas dan mengambil tempat peluru dari dalam senpi milik Katsumura dan mengembalikan senpi kosong itu pada pemiliknya. Yamaneko kemudian mendengar kalau Mao sudah berhasil membuka pintu baja itu.


“Bolehkah aku mengucapkan kata-kata terakhir? Aku berharap bisa bertemu denganmu lebih awal sebagai seseorang yang dewasa,” ujar Katsumura. (ini kalimat penyesalan? Aiiiih puk puk bang Narimiya Hiroki. Best villain-nya Na, kekekeke)


Yamaneko Cuma tersenyum lalu berbalik. Ia membuka pintu baja, masuk ke dalamnya dan menghilang.



Katsumura duduk bersandar di dinding. Dipegangnya senpi kosong itu di tangan, “Menyedihkan. Aku begitu tak berguna.” Matanya lalu terpejam.



Mendengar suara tembakan, Sakura dan tim-nya meringsek masuk. Di tempat sebelumnya ia menemukan Yamaneko, kali ini Sakura melihat Katsumura yang terduduk bersimbah darah. Sakura panik dan memanggil-manggil nama Katsumura.


Katsumura menggeliat pelan, ia membuka matanya lagi, “Sakura-chan. Aku Cuma ingin tidur sebentar.” (adegan ini antara geli dan gimanaaaaa gitu rasanya. Kirain udah meninggal beneran. Emang sih Yamaneko bilang kalau dia nggak membunuh. Tapi Katsumura ini ... duuuh)


Antara kaget dan takjub Sakura kemudian meminta agar tim kesehatan datang dan membawa Katsumura. Adegan ini semuanya juga masih disaksikan Mao bersama Rikako-san dari mobil mereka. Dalam hati terdalam, Mao menyayangkan Katsumura yang sama sekali tidak berubah.



Sakura mengikuti tim kesehatan yang membawa Katsumura menuju ambulan. Belum sempat masuk ambulan, Katsumura menghentikan orang yang membawanya.


“Selama ini aku sudah menipumu,” ujar Katsumura pada Sakura.


“Aku tak peduli. Aku tak punya pandangan baik pada laki-laki. Dan juga, kau salah. Orang yang kupikir adalah senpai dan Chameleon, aku tak bisa memaafkanmu.”


Katsumura tersenyum, “Kau kuat, ya?”


“Aku selalu kuat.”


Tandu yang membawa Katsumura pun beranjak ke ambulan. Sakura yang sejak tadi menahan perasaannya akhirnya ambruk juga. Ia tidak bisa lagi menahan tangis yang pecah. Kekecewaan yang sangat dirasakan oleh Sakura. Apalagi, Katsumura adalah pria yang ia sukai. (duuuh di sini yang paling kasihan Sakura deh. Nyesek kayak apa coba, kalau ternyata orang yang disukai ternyata seorang penjahat dan kamu sendiri yang (terpaksa) harus menangkapnya)



Yamaneko sampai di sebuah ruangan bawah tanah. Dan dia baru sadar kalau untuk masuk ke ruangan itu butuh autentifikasi mata.


Sigap Mao melakukan peretasan seperti biasa. Sayangnya, seperti sebelumnya usaha Mao gagal. Sistem kembali error. “Segala jenis peretasan langsung dihalangi. Ini mungkin dilengkapi dengan A.I. (Artificial Intelligence. Kecerdasan Buatan atau kecerdasan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah atau Intelegensi Artifisial.) “Jika begini aku tak bisa mengatasinya.” Sesal Mao.


Yamaneko kemudian sadar kalau pintu tempat ia masuk pun sudah kembali terkunci. “Sepertinya aku terperangkap. Udaranya juga mulai menipis. Cepatlah!” Yamaneko melihat ke arah pengatur udara di bagian atas ruangan yang seperti menarik udara keluar dari ruangan itu.


“Bagaimana rasanya berada di sangkar?” sebuah suara terdengar yang kemudian dikenali Yamaneko sebagai Yuuki. “Sekimoto takkan datang menyelamatkanmu.”


“Apa yang kau lakukan padanya?!”



“Aku yakin ruang keamanan ini yang mengganggu sinyal,” Mao menunjuk pada salah satu ruangan di kediaman Yuuki Tenmei itu. “Jika tak kuretas langsung dari sana, aku tak bisa meretas sistem keamanannya.”


“Mao!” suara Rikako-san menghentikan langkah Mao.


“Aku harus membantunya. Kau tak bisa menghentikanku.”


“Siapa yang mau menghentikanmu?” ucapan Rikako-san melunak.



Rikako-san dan Mao pun menyusup masuk. Dengan sedikit aksi, Rikako-san berhasil melumpuhkan sejumlah pengawal rumah itu. Dan terakhir adalah ruangan keamanan. Rikako-san menggunakan pistol bius buatan Hosoda-san untuk melumpuhkan mereka semua.


Mao yang menunggu di pintu dibuat takjub. Ia bersiul, persis seperti kebiasaan Yamaneko, “Fantastik!”



Yamaneko benar-benar terjebak di salah satu ruang bawah tanah. Ia berusaha menghemat oksigen untuk bisa bertahan. Dan bagi perokok sepertinya, ini tidak akan mudah. Meski begitu, Yamaneko masih tetap memikirkan langkah berikut dalam perang melawan Yuuki kali ini.



Det.Inui menyusul Sakura ke kediaman Yuuki. Sakura mengatakan kalau Katsumura ditemukan dengan luka tembak di perutnya, dan Yamaneko kemungkinan di ruang bawah tanah. Sakura menunjuk pintu besi di lantai. Sayangnya mereka tidak berhasil membuka pintu itu.


Det.Inui pun turun tangan langsung. Ia mencoba membuka pintu itu, dan tetap gagal. “Pasti ada ruang keamanan di rumah ini.”


“Oh iya, apa kau menemukan sesuatu tentang Sekimoto-san?” pertanyaan Sakura menghentikan det.Inui yang beranjak pergi.


“Itu berubah menjadi hubungan yang memalukan!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di Sinopsis Kaito Yamaneko bagian paling ujung, episode 10 part 2 end


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Bagian terakhir? Sabar ya guys. Tangan Kelana Cuma dua, dan jarinya Cuma sepuluh. Mata juga Cuma dua. Jadi nggak bisa diajak lembur tulisan terus, hehehehe #alesan #dilemparSendal

SINOPSIS Himura and Arisugawa 10 part 2 end

15.08.00 0 Comments

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 10 part 2. Sekali lagi, Moroboshi berusaha menarik perhatian Himura-sensei. Ia masih berkeras ingin membuat sisi ‘monster’ dalam diri Himura-sensei muncul. Bahkan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Tapi Himura-sensei lebih cerdas menghadapinya.


Sayangnya, rencana Moroboshi belum selesai. Karena ia masih menyimpan rencana final yang sama sekali tidak terduga dan mematikan. Apakah Himura-sensei berhasil menyelesaikan tantangan ini? (kyaaaa akhirnya bagian terakhir pun. Maaf ya, buat yang udah terlalu lama nungguin)



Moroboshi juga dibawa dengan ambulan yang lain menuju rumah sakit. Salah seorang polisi yang bersamanya, dari divisi keamanan publik tampak khawatir dengan keadaan Moroboshi ini.


Si polisi kemudian beranjak ke depan. Ia bicara dengan sopir, “Tolong perhatikan mobil di belakang. Kita mungkin saja diikuti oleh kelompok Shangri-La Crussade,” ia memperingatkan si sopir yang dijawab dengan anggukan tanda mengerti.



Himura-sensei sudah lebih dulu tiba di rumah sakit. Ia dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Kekesalan di wajah mereka karena Himura-sensei pergi sendirian menemui Moroboshi perlahan hilang saat akhirnya mereka lega karena Himura-sensei baik-baik saja.


“Jadi, permainana apa yang kau lakukan dengan Moroboshi?”


Himura-sensei menjejarkan tiga buah gelas dengan warna di bagian bawahnya, “Game logika yang mempertaruhkan nyawa.”


Permainan di mulai. Pilihan pertama adalah merah. Himura-sensei lalu menyingkirkan yang hijau. Lalu saat diminta memilih lagi, antara sisanya, merah atau biru, pilihan berubah jadi biru. Saat dibuka, ternyata biru yang ‘mengandung racun’.


“Kalau kalian berpikir secara logika kemungkinannya, kalian bisa menang,” ujar Himura-sensei.


Awalnya, kemungkinan tiap gelas berisi ‘racun’ adalah sama 1/3 bagian. Saat merah dipilih pemain, hijau yang ‘tanpa racun’ kemudian disingkirkan, maka kemungkinannya berubah. Merah tetap memiliki kemungkinan 1/3, sementara biru jadi punya kemungkinan 2/3. Jadi, kalau kemudian si pemain berubah pilihan memilih biru, maka ia justru akan bertemu dengan gelas ‘beracun’, alih-alih tetap dengan pilihan merah. Artinya, kemungkinan si gelas biru justru meningkat.


“Tapi Moroboshi dan kau tidak sadarkan diri, artinya kalian berdua minum dari gelas beracun kan? Bagaimana bisa? Padahal kan Cuma ada satu gelas beracun.”



“Aku bisa membuat kemungkinannya jadi lebih besar, tapi tetap tidak bisa 100%. Aku tidak punya pilihan selain saling bunuh di waktu yang sama,” cerita Himura-sensei.


Saat Moroboshi mengatakan akan memberikan waktu dan berbalik, Himura-sensei mencampur ketiga minuman tadi dalam satu gelas dan kemudian membaginya lagi secara rata pada masing-masing gelas. Jadi, ketiga minuman mengandung racun. Jika dosis yang digunakan Moroboshi cukup untuk membunuh satu orang, kalau dibagi tiga maka dosis itu masih bisa ditoleransi oleh tubuh.


Mereka semua dibuat terkesima dengan ide yang dilakukan Himura-sensei. Tokie-san kemudian mengajak yang lain untuk keluar, memberikan waktu bagi Himura-sensei dan Alice bicara berdua saja.



“Hei, kalau aku tidak mau terlibat bahaya, maka aku tidak akan mau di dekatmu. Jadi, jangan tinggalkan aku sendirian lagi,” ujar Alice. (lebih mirip ucapan dari pacar deh, kekekeke)


“Dia mungkin sengaja memberikan kesempatan karena dia ingin bermain denganku lagi,” komentar Himura-sensei.


Alice tampak tidak suka dengan jawaban itu, “Ini sudah selesai. Tidak ada ‘lagi’. Aku pasti akan terus memburmu di mana saja. Kasus ini selesai. Kenapa kau tidak istirahat saja?” saran Alice.


Himura-sensei tampak masih terus berpikir. Ia belum bisa mengenyahkan soal Moroboshi dari dalam kepalanya. Tapi ia pun menurut saja saran Alice.


Alice berbalik hendak pergi, tapi ia berhenti, “Aku senang kau kembali dengan selamat. Sampai jumpa lagi.”



Alice keluar dari ruangan perawatan Himura-sensei. Dilihatnya seorang yang berjalan dengan jaket menutupi kepalanya. Alice curiga, tapi saat didekati ternyata dia si ahli forensik, Yasoda-san. Yasoda-san mengaku kalau ini hari liburnya. Dan dia bersama istrinya datang mengunjungi ginekologi. Tidak lupa Yasoda-san pun memamerkan foto hasil USG calon bayinya.


“Aku lihat si detektif wanita di bawah. Bagaimana Himura? Apa dia baik?”


“Dia baik, dia sedang istirahat,” jawab Alice.



Sementara itu dalam ambulan yang membawa Moroboshi,


“Mobil mencurigakan mengikuti kita,” ujar si sopir.


“Hentikan mobil sekarang,” pinta si polisi dari divisi keamanan publik itu.


Sopir bingung. Si polisi itu kemudian menodongkan senpi-nya dan sekali lagi meminta si sopir untuk menghentikan mobil.


“Letakkan senjata itu!” perintah det.Hisashi. Ternyata dia menyamar sebagai kru ambulan dan duduk di kursi depan. Ia juga menodongkan senpi pada si polisi. “Ternyata benar, kau pengkhianatnya!”


Det.Hisashi meminta si sopir untuk terus melaju. Tapi dari belakang, seseorang menembakkan senpi-nya. Moroboshi menembak si sopir hingga mereka tidak punya pilihan lain selain berhenti.



Kejadian berlangsung cepat. Setelah ambulan berhenti, pintu sampingnya dibuka. Anak buah Moroboshi yang datang dengan mobil mereka membantu Moroboshi untuk berpindah mobil. Adu tembakan tak terelakkan lagi. Lengan kanan det.Hisashi terkena tembakan oleh anak buah Moroboshi.


Saat itu si polisi divisi keamanan publik hendak bergabung dengan Moroboshi di mobilnya. Tapi ternyata ia justru dibunuh begitu saja. Mobil yang membawa Moroboshi pun berhasil meloloskan diri, sekali lagi.



Himura-sensei sendirian di kamar perawatannya. Sesekali ia menatap ke arah luar jendela, lalu beralih ke ponselnya. Dan benar saja, ponsel itu berdering tidak lama setelahnya.


Permainan berikutnya baru saja dimulai!



Alice menemui det.Ono dan Sakashita di lantai bawah. Mereka baru mendapat kabar dari det.Hisashi kalau Moroboshi kembali berhasil melarikan diri. Alice merasa ada yang tidak beres. Tanpa bicara apapun, dia langsung berbalik dan berlari. Tujuannya adalah ... kamar Himura-sensei.


Tiba di kamar Himura-sensei, Alice tidak menemukan orang yang dimaksud. Alih-alih, ia hanya menemukan lembaran kertas di meja dekat ranjang.


Maafkan aku yang akan mengakhiri ini sendirian. Untuk sahabat sejatiku.


Rupanya pesan dikirim oleh Moroboshi pada ponsel Himura-sensei. Ia minta bertemu dan bersedia menunggu Himura-sensei di lembah Tenma.



Sementara itu di mobil yang membawa Moroboshi.


“Onizuka, hentikan mobil di sini. Aku masih punya urusan yang belum selesai,” ujar Moroboshi pada anak buahnya itu.


“Apa yang kau rencanakan? Tolong pimpin kami!”


“Genku terbagi dan terus tumbuh!” ujar Moroboshi. “Kalau kalian percaya padaku, kalian bisa mencapai Shangri-La.”



Sementara itu tim bantuan sudah tiba di tempat ambulan Moroboshi dirampok. Det.Hisashi yang terserempet peluru di tangannya pun telah diobati. Ia memimpin anggota yang lain untuk memperkirakan ke mana Moroboshi pergi.


Sementara itu Alice menyusul ke TKP bersama det.Ono dan Sakashita. Situasi pun kembali berubah tegang karena kaburnya Moroboshi untuk kesekian kalinya ini.



Di jalanan lain, Himura-sensei sudah berada di dalam taksi yang akan membawanya ke lembah Tenma. Sesekali ia memeriksa pesan yang tadi dikirim oleh Moroboshi.


Di mobil lain, Alice terus saja memandangi pesan yang ditinggalkan oleh Himura-sensei. Ia ingat pembicaraannya dengan Himura-sensei beberapa waktu silam, soal kasus terakhir Sherlock Holmes dengan prof.Moriarty.


When I say that if I were assured of the former eventuality I would, in the interests of the public, cheerfully accept the latter


Dan sekarang Himura-sensei benar-benar menghilang.



“Kenapa kau memilih tempat ini?” pertanyaan pertama Himura-sensei saat ia sudah bertemu dengan Moroboshi di tempat perjanjian mereka.


“Karena aku bisa menghilang atau membuatmu menghilang tanpa diketahui,” ujar Morobishi. Ia kemudian melingkarkan tangannya ke lengan Himura-sensei. Tapi di dalamnya, ia menodongkan senpi.


Saat itu ada pasangan tua yang juga datang dan bertemu mereka di jalan. Pasangan itu mengingatkan Himura-sensei dan Moroboshi agar hati-hati, karena sudah sore. Tidak ingin ada yang curiga, Moroboshi memamerkan senyum terbaiknya.


Setelah berlalu, pasangan itu mulai berbisik. Mereka berpikir kalau kedua orang yang ditemuinya tadi seolah akan bunuh diri. Si pria melarang istrinya untuk berbalik. Rupanya ia mengenali wanita yang mereka temui tadi sebagai Moroboshi Sanae. Mereka kemudian sepakat untuk menghubungi nomer darurat, 911.



Det.Hisashi bergabung bersama Sakashita, det.Ono dan Alice. Mereka mendapat informasi ada saksi mata yang melihat Moroboshi Sanae di sekitar lembah Valley. Tempat ini seperti tempat yang memang sudah biasa digunakan oleh orang untuk sekedar jalan-jalan atau naik gunung. Menurut saksi itu lagi, Moroboshi datang bersama seorang pria yang tingginya sekitar 180cm.


Tanpa membuang waktu lagi, mereka langsung menuju tempat itu.



Morobishi dan Himura-sensei tiba di samping semacam bendungan besar yang mengalirkan air begitu deras. (sumprit, ini bendungannya bikin ngeri)


“Apakah kau pernah menodongkan senjata?” Moroboshi mengeluarkan senpi dari balik jasnya dan menodongkannya ke arah Himura-sensei.


Sementara Himura-sensei menanggapinya dengan santai. Ia bahkan masih sempat menyalakan rokok di bibirnya. “Pertama kalinya.”


“Tidak ada yang menyadari kalau aku menembakmu di sini,” ujar Moroboshi lagi.


“Benar. Aku juga tidak punya waktu untuk melawan balik karena kau sangat dekat denganku.”


“Kau takut?”


“Ya.”



Alice dan yang lain juga tiba di area lembah Tenma. Tapi mereka masih harus berjalan menyusuri setapak agar tiba di tempat Himura-sensei bertemu Moroboshi.


Satu per satu cerita soal Himura-sensei berseliweran di kepala Alice. Cerita soal keinginan Himura-sensei untuk melakukan pembunuhan membuat Alice makin sesak. Belum lagi ketakutan dan kekhawatiran lainnya yang dirasakan Alice. Hingga akhirnya pada mimpi yang juga dialami Alice. Ia melihat Himura-sensei berdiri di sisi jurang dalam. Dan Alice hanya bisa berteriak tanpa melakukan apapun saat melihat sahabatnya ini akhirnya terjun ke dalam jurang.



Moroboshi melemparkan senpi-nya pada Himura-sensei. “Giliranmu! Pernahkan kau menodongkan senpi pada seseorang?” yang dijawab Himura-sensei dengan gelengan. Moroboshi mengeluarkan senpi lain dari balik jasnya. “Karena sangat dekat, kau bisa membunuhku dengan satu tembakan saja. Aku akan memberikanmu kesempatan lain untuk membunuhku. Tembak aku!” tentang Moroboshi. Tapi melihat Himura-sensei tak bereaksi, ia memberikan pilihan lain, “Atau kau ingin aku melompat dari sini?” Moroboshi yang berada di sisi dekat bendungan mundur ke belakang.


“Tunggu!”


“Jangan bilang begitu! Aku tidak mau melihatmu pura-pura jadi orang baik dan menghentikanku dari mati. Yang ingin kulihat adalah karakter aslimu. Kau ingin membunuhku kan? Cepat, bebaskan monster dalam dirimu. Hari ini kau luar biasa. Tarik pelatuknya dan pergilah ke sisiku,” goda Moroboshi lagi.


Himura-sensei goyah. Sisi monster dalam dirinya menggeliat pelan. Mimpi-mimpi buruk yang selama ini selalu muncul dalam tidurnya. Keinginan terdalam dalam dirinya untuk menyarangkan pisau ke tubuh seseorang. Dan lebih banyak lagi pikiran liar lainnya.



“Kejahatan ini tidak sempurna!”


Alice dan yang lain belum sempat sampai di tempat yang dituju saat mereka dikejutkan dengan dua kali suara tembakan. Kekhawatiran menjalar cepat dalam hati Alice. Ia pun langsung bergegas berlari.


Sementara itu, Tokie-san juga merasakan hal yang sama. Gelas yang dipegangnya tiba-tiba meluncur jatuh dan pecah. Perasaannya kacau.



Alice dan yang lain sampai di tebing yang dituju. Tapi tidak ada siapapun di sana. Mereka hanya menemukan batang rokok menyala yang nyaris habis. Alice mengenalinya sebagai milik Himura-sensei. Ia yakin, tadi Himura-sensei memang benar ada di tempat itu.


“Himura dan Moroboshi yang harusnya ada di sini, ternyata tidak ada.”


Alice berteriak di sisi tebing. Ia tidak tahu harus bicara atau melakukan apapun lagu. Yang bisa dilakukannya hanya berteriak memanggil nama Himura. Alice jatuh terduduk di bibir tebing, kehilangan seorang sahabat.



Alice pulang ke kediaman Tokie-san. Kekhawatiran wanita tua itu dijawab Alice dengan gelengan kepala, membuatnya tak lagi bisa menahan air mata yang menganak sungai. Himura-sensei tidak ditemukan lagi.


Teman terbaikku menghilang. Aku tidak menulis buku berdasarkan fakta. Itulah kenapa aku tidak akan mengatakan pada siapapun tentang insiden yang sudah diselesaikan oleh Himura. Aku bisa menciptakan dunia seperti apapun yang kuingingkan. Aku bisa menulis cerita abadi. Tapi, kita hidup di dunia nyata, bukan dunia fantasi. Kita harus menerima semua hal, bahkan yang terburuk sekaipun. Selanjutnya, aku tetap menulis. Aku tetap menulis kisah abadi.



Kehidupan berjalan normal kembali. Kasus baru kembali muncul. Det.Hisashi, Sakashita dan si ahli forensik Yasoda-san bertugas seperti biasa. Tapi ada yang hilang dari biasanya. Tidak ada Himura-sensei yang biasanya mereka ajak bicara.


Akemi kembali belajar di kelasnya, di kampus. Kehidupan kampus berjalan normal. Kuliah terus dilakukan. Yang berbeda, tidak ada lagi dosen dengan rambut acak-acakan di kelas mereka, Himura-sensei.



Seperti biasa, Alice tetap setia berkunjung ke kediaman Tokie-san. Saat itu gelas yang dibawa Tokie-san meluncur jatuh, tapi Alice sigap menangkapnya.


Seseorang baru saja datang dan membuka pintu. Seseorang yang mereka kenal. Bahkan si kucing pun tahu, ia menyambut orang yang baru saja datang itu.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Halooo ... ah, akhirnya sampai di episode terakhir ya. Endingnya? Silahkan disimpulkan sendiri. Apakah sama dengan ending dari cerita Sherlock Holmes-prof.Moriarty, atau berbeda sama sekali.


Oh ya, sebenarnya ada satu part lagi dari serial ini yang ditayangkan di sebuah stasiun TV (bukan stasiun tv asal serial ini tayang). Semacam versi SP atau alternatif ending. Kisahnya tentang masa kuliah Himura-sensei dan Alice. Sayangnya, meski udah nunggu cukup lama, ternyata nggak ada yang buat sub-nya, hiks. Jadi, mohon maaf sekali, karena Na nggak akan buat ending alternatif ini. Maaf ya. Dimaafkan kan? Eeeeeh nggak? Aduh, bentar, ngumpet dulu dari ... timpukan sendal, kekekekeke ^_^


Sambil nyelesaikan sinopsis bagian terakhir dari Kaito Yamaneko juga, Na juga sudah mempersiapkan sinopsis baru. Ehm ... tapi kali ini Na mau rehat dulu dari sinopsis per-detektifan. Jadi ...


Na mau ucapkan terimakasih banyak untuk teman-teman dan reader semua yang setia dan sabarrrr banget menunggu postingan Na, yang mood nulisnya nggak bisa ditebak. Sampai jumpa di sinopsis lainnya ya ^_^ jangan bosan mampir ke blog ini.