Tampilkan postingan dengan label SINOPSIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SINOPSIS. Tampilkan semua postingan

SINOPSIS My High School Business 01 part 2

14.24.00 2 Comments

Sinopsis My High School Business episode 01 part 2. Namanya Narumi Ryosuke (Sakurai Sho). Dia adalah karyawan di sebuah perusahaan eksport-import, Kashimatsu Bussan. Karirnya cemerlang saat menjadi kepala cabang. Ia pun berhasil menyelamatkan cabang perusahaan yang nyaris bangkrut. Sayangnya semua berubah.

Di hari pertamanya menjadi kepala sekolah, Narumi-sensei sudah dibuat pusing dengan respon para guru yang sama sekali tidak menganggapnya. Apalagi mereka tampak hanya menjalankan kewajiban mengajar saja, tapi tidak benar-benar sadar dengan situasi sekolah. Sebuah panggilan telepon berbunyi saat Narumi-sensei berada di ruang kesehatan, dari atasannya.


“Direktur senior Kagaya, saya Narumi,” sapa Narumi-sensei saat tiba kembali di kantor.


“Sungguh sayang, Narumi. Kalau kau memihakku daripada Yagi, ini mungkin tidak akan terjadi padamu. Aku yang memutuskan kau dikirim ke Keimeikan. Wajar, karena kau berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Kita mungkin saingan, tapi aku mengakui hasil pekerjaanmu,” tapi kata-kata manis direktur Kagaya sama sekali jauh dari yang sebenarnya. Ia sama sekali tidak memuji Narumi-sensei.


Direktur Kagaya tampak tidak suka dengan Narumi. Apalagi dia memiliki prestasi menyelamatkan cabang Hirosaki. Divisi pendidikan adalah divisi yang sebenarnya ingin dihilangkan oleh direktur Kagaya. Tapi presdir memerindahkan akuisisi sekolah. Tujuan utama Direktur Kagaya sebenarnya adalah ingin membuat sekolah itu makin jauh terperosok hingga ia punya alasan untuk menghapuskan divisi pendidikan.


Dari direktur Kagaya ini juga, Narumi tahu kalau direktur Yagi (supervisor/atasannya sebelumnya) berada di rumah sakit. Dan dia juga sudah mundur dari proyek yang selama ini tengah dikerjakan.


“Reputasi sekolah berefek juga pada image perusahaan. Tidak diijinkan ada skandal! Bullying, pencurian dan perkelahian! Masalah apapun akan jadi tanggungjawabmu. Kau mengerti, kepala sekolah?!” ancam direktur Kagaya pada Narumi.


Narumi tidak benar-benar paham dengan tujuan sebenarnya atasan barunya ini. Keluar dari ruangan direktur Kagaya, Narumi bertemu dengan beberapa rekannya. Tapi respon mereka tidak terlalu baik. Seolah Narumi sudah bukan lagi bagian dari perusahaan. Tapi Narumi tidak terlalu menanggapinya. Ia pamit karena buru-buru ingin mengunjungi mantan atasannya di rumah sakit.

“Ah, Narumi-kun... kau tidak parlu datang,” ujar direktur Yagi saat tahu kalau Narumi-sensei yang berkunjung. “Aku tidak sengaja terjatuh dan tulang pevisku patah. Kalau aku berniat bunuh diri, aku pasti sudah terjun saat kereta datang,” ceritanya.


“Aku lega,” komentar Narumi-sensei.


“Bagaimana denganmu? Sekolah pasti berat.”


“Semuanya masih belum biasa. Masih sulit,” cerita Narumi-sensei.


“Aku yakin kau bisa melakukannya.”


“Aku tidak di sini karena berhasil menyelamatkan cabang Hirosaki. Aku dibuang di Keimeikan karena direktur senior Kagaya membenciku.”


Tapi direktur Yagi tidak berpikir begitu, “Aku pikir karena ada alasan lain. Kau ambil pelatihan mengajar di universitas dan bisa mengajar matematika kan?”


“Ah, itu asuransi kalau-kalau aku tidak mendapat pekerjaan. Aku tidak berniat menjadi guru,” ujar Narumi-sensei pula.


Direktur Yagi pun membahas soal ayah Narumi yang seorang guru dan meninggal saat Narumi masih SMA. Dia berpikir itu juga jadi alasan direktur Kagaya memilih Narumi sebagai kandidat terbaik untuk menangani Keimeikan.

Seperti biasa, Narumi-sensei memulai hari dengan diskusi bersama wakil kepsek Kashiwagi-sensei. Rencana untuk menambah jam pelajaran jelas—untuk meningkatkan kualitas sekolah—tidak disetujui arena akan mengurangi jam ekstrakurikuler. Belum lagi jam remidi untuk siswa yang belum lulus. Para guru jelas menolak ide ini.


“Para guru alergi kerja keras?!” Narumi-sensei tidak paham.


“Begini, kepsek. Guru-guru itu sibuk. Orang nomer satu di Keimeikan adalah kepala sekolah. lalu ada wakil kepsek yang juga mengurusi kesiswaan dan administrasi lainnya. Di bawahnya ada guru-guru, jenjang karir dan pengaturan data ... “ wakil kepsek Kashiwagi-sensei menjelaskan panjang lebar tugas-tugasnya.


Narumi-sensei mencoba memahaminya, “Jadi, menurutmu bagaimana situasi Keimeikan sekarang?”


“Tidak terlalu baik ... “


Obrolan mereka terhenti saat terdengar keributan di lorong depan kelas. Rupanya ada siswa yang berkelahi dan siswa lain yang mencoba menghentikan. Tapi tertanya situasi makin kacau, bahkan guru-guru yang mencoba menghentikan pun ikut terlibat.

Setelah perjuangan yang tidak mudah, akhirnya perkelahian itu pun berhasil dihentikan. Narumi-sensei dan Mashiba-sensei bicara di ruangan. Berdasarkan informasi, Mitaka mengaku kalau ia dipukul tiba-tiba. Padahal ia Cuma bertanya apakah ayah si pemukul (Kase) baik-baik saja. Di hari lain, ayah Mitaka yang sedang cek kesehatan di rumah sakit tidak sengaja melihat ayah Kase berada di kursi roda. Mitaka merasa khawatir dan ia Cuma bertanya soal keadaan ayah Kase. Tapi Kase malah memukulnya.


Narumi-sensei mulai mengomel. “Ini buruk! Kita tidak butuh skandal!” keluh Narumi-sensei.


“Kita harus mendengarkan dari kedua belah pihak. Anak SMA masih tetap anak. Kadang mereka sulit untuk mengekspresikan perasaannya,” ujar Mashiba-sensei menenangkan. “Serahkan padaku.”


“Apa masih sakit?” tanya Mashiba-sensei pada Kase-kun.


“Kau yang mulai perkelahian kan? Kenapa kau memukulnya?!” desak Narumi-sensei tidak sabar.


Tapi Mashiba-sensei melerainya, “Mitaka-kun bilang kalau dia khawatir soal ayahmu. Apa ayahmu terluka? Dan kau tidak ingin dia tahu?”


“Pendarahan otak,” ujar Kase. “Dia kolaps bulan lalu dan dokter berhasil menyelamatkannnya. Tapi dokter bilang, dia harus berhenti bekerja selama satu tahun. Tapi ... itu artinya aku harus melupakan soal universitas kan? Maksudku, kalau ayahnya tidak bisa bekerja selama satu tahun, aku tidak mungkin kuliah. Dia juga akan kehilangan pekerjaan.”


“Apa yang dikatakan ayahmu?” tanya Mashiba-sensei lagi.


“Aku masih belum bicara padanya,” aku Kase-kun lagi.


“Dan ibumu?”


“Dia bilang jangan khawatir dan memintaku untuk tetap kuliah. Tapi itu tidak mungkin kan? kami tidak punya pemasukan.”


Narumi-sensei perlahan mengerti. Ia meminta Kase-kun untuk tidak menyerah soal kuliah. Karena dia adalah salah satu siswa terbaik di kelas unggulan, tentu dia bisa kuliah. Narumi-sensei mengatakan kalau Kase bisa mengambil pinjaman siswa untuk kuliah.


“Jarang-jarang dapat telepon darimu, kakak,” ujar adik perempuan Narumi-sensei di seberang. (I love his interaction with his family)


“Orang dewasa yang baik juga harus telepon rumah,” ujar Narumi-sensei. Ia bertanya soal ibunya. Saat itu ibunya tengah bermain dengan cucunya, anak dari adik perempuan Narumi-sensei.


“Apa kau makan dengan benar? Makan makanan bergizi kan?” pertanyaan khas seorang ibu pada anaknya.


“Aku baik-baik saja.”


“Bagaimana pekerjaan? Sibuk?”


“Sibuk seperti biasa. Aku pindah departemen,” cerita Narumi-sensei pula.


“Aku tidak tahu banyak soal bisnis. Tapi jangan bekerja terlalu keras ya,” pesan ibunya.


“Saat SMA, aku memutuskan untuk kuliah kan?” tanya Narumi-sensei tiba-tiba.


“Nilaimu tidak terlalu buruk. Dan gurumu merekomendasikanmu untuk kuliah.”


“Guruku?” Narumi-sensei tidak yakin.


“Iya, gurumu. Kau pasti juga akan jadi guru yang maik seperti ayahmu. Meski kau tidak memilih jalan itu. Kenapa kau bertanya?” ibu Narumi-sensei heran.


Obrolan dengan ibunya itu rupanya memberikan ide pada Narumi-sensei. Pada hari berikutnya, ia mengumpulkan para guru. Tapi Narum-sensei dibuat kesal karena para guru terlambat datang dari jam yang telah ditentukan.


“Sudah kukatakan, para guru itu sibuk,” ujar wakil kepsek Kashiwagi.

Satu per satu para guru akhirnya datang. Mereka kemudian duduk di kursi yang telah disiapkan. Narumi-sensei belum memulai rapatnya. Tapi para guru sudah mulai mengeluh soal kesibukan dan minta agar rapat singkat saja. Dan seperti biasa, mereka berpikir kalau Narumi-sensei akan kembali bicara soal uang.


“Ini soal pinjaman siswa,” Narumi-sensei memulai rapatnya.

Narumi-sensei kemudian membahas obrolannya bersama Mashiba-sensei dan Kase yang kemarin berkelahi. Saat ini Kase tengah mengalami kesulitan keuangan karena ayahnya tidak bekerja padahal ia ingin masuk universitas. Narumi-sensei berpikir agar sekolah bisa membantu Kase-kun ini untuk mendapatkan pinjaman siswa.


“Pinjaman siswa berarti hutang. Ini harus dibayarkan setelah lulus nanti. Tapi kau tidak mengatakan pada Kase-kun, kemarin.”


Obrolan berputar soal uang. Jadi, di tahun sebelumnya dan sebelumnya lagi, sejumlah siswa juga sudah mendapatkan pinjaman siswa untuk masuk ke universitas. Tapi mereka tidak diberitahu kalau pinjaman itu artinya hutang yang harus mereka bayar setelah lulus nantinya. Dan sekolah tidak memberitahukan hal itu.


Narumi-sensei berpikir agar anak-anak yang akan mengambil pinjaman siswa ini juga diberitahu konsekuensinya karena ia berpikir untuk meningkatkan jumlah anak yang masuk universitas. Para guru setuju agar lebih banyak siswa Keimeikan masuk universitas. Tapi mereka tidak setuju dengan pemberitahuan konsekuensi pinjaman siswa, karena justru akan membuat siswa tidak berani mengambil pinjaman dan tidak masuk universitas. Jelas Narumi-sensei tidak sepakat dengan hal ini. Ia berpikir kalau anak-anak juga harus tahu realita di masyarakat dan masa depan mereka.


Tapi lagi-lagi para guru membawa-bawa soal perusahaan induk sekolah mereka. Narumi-sensei dianggap melakukan semua ini untuk sekolah, semata-mata karena bisnis.


“Kita harus mengembalikan keadaan Keimeikan dalam situasi finansial yang baik. Jika tidak, Kashimatsu Bussan (perusahaan induk mereka) akan menjual atau menutup sekolah. Aku ingin kalian memahami krisis ini juga ... “ keluh Narumi-sensei pula.


“Itu benar.”

“Aku tahu, ini tidak akan mudah untuk memperbaiki sekolah. Mengatasi masalah biaya saja belum cukup. Untuk mengubah sekolah, kita harus mengubah siswa. Dan untuk melakukan itu, lebih dulu kita harus mengubah para gurunya. Guru-lah masalah pertama yang harus diatasi dulu! Tolong lebih peduli soal siswa. Biaya sekolah siswa digunakan untuk membayar gaji guru. Tugas guru untuk menyiapkan siswa dengan baik agar siap ke dunia luar. Bagi guru, siswa adalah klien dan produk. Orang tualah yang membayar biaya sekolah siswa. Mereka pemilik saham. Sudah sewajarnya kita bertanggungjawab terhadap klien, produk dan pemilik saham. Tidak ada bedanya dengan perusahaan!”


Tapi ucapan Narumi-sensei ini justru membuat para guru makin kesal. Mereka tidak terima kalau sekolah dianggap seperti bisnis. Mereka juga berpikir kalau kedatangan Narumi-sensei ke Keimeikan sebenarnya hanya ingin mendapatkan evaluasi baik dari perusahaan. Karena itulah ia bersikap seperti ini.


“Itulah kenapa kau masih menggunakan pin perusahaan!” ujar Mashiba-sensei menunjuk sebuah pin kecil di kerah jas Narumi-sensei. “Kau Cuma memikirkan sekolah ini dari sisi bisnis saja!”


“Kau bisnisman dan kami guru! Permisi!”


Para guru yang terlanjur kesal itu pun bubar tanpa ada solusi apapun.


Rupanya anak-anak mendengarkan rapat guru dari lorong depan ruangan. Mereka buru-buru kabur saat tahu para guru keluar. Termasuk Kase-kun yang tengah mereka bahas. Narumi-sensei tinggal sendirian saat Kase-kun mendekat.


“Aku masuk universitas dengan pinjaman siswa. Ayahnya meninggal saat aku masih SMP. Keluarganya tidak punya uang. Tapi karena pinjaman itu, aku lulus. Tapi kemudian aku harus mulai membayarnya kembali. Aku berhasil masuk ke perusahaan tapi awalnya gajiku belum banyak. Hutangku 30.000. Aku masih membayarnya. Termasuk bunganya menjadi sekitar 6 juta. Butuh sekitar 10 tahun lagi untuk melunasinya. Tapi, aku tidak ingat ada yang memeringatkanku soal itu. Guru SMA-ku harusnya bilang kalau aku akan punya hutang dan harus berpikir dengan baik. Tapi tidak ada yang memberitahuku hal itu. Aku bisa membayarnya, tapi ada banyak orang yang kesulitan dengan ini. Orang yang lulus dari universitas dan bergabung dengan perusahaan lalu gagal. Membayar hhutang mereka, mereka tidak bisa menabung dan akhirnya tidak bisa menikah. Tapi Kase-kun, aku tidak mau kau menyerah soal universitas,” jar Narumi-sensei pada Kase.


Wajah anak itu berubah pucat, “Tapi pinjaman itu ... “


“Itu hutang yang besar. Itulah kenapa saat kau ke universitas, kau harus bekerja keras. Gunakan peluang apapun yang kau punya untuk mencari pekerjaan, lulus dalam 4 tahun dan dapatkan pekerjaan tetap. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Perusahaan nomer satu bisa saja gagal, berkurangnya jumlah kelahiran menjadi masalah masyarakat dan dunia bisa berubah dengan cepat. Banyak pekerjaan yang bisa digantikan robot. Mungkin saja itu masa depan yang menunggumu. Jadi, kau harus tahu keterampilan apa yang harus kau miliki untuk bertahan hidup. Kau harus punya kekuatan agar menjadi tak tergantikan. Jika kau siap, ambil pinjaman siswa dan masuklah ke kampus!”


Wajah Kase-kun makin pucat, “Kepsek ... aku harap kau tidak mengatakannya padaku. Aku harap kau tidak mengatakan hal menakutkan seperti ini! Aku tidak bisa memutuskan hal seperti ini!” Kase-kun berlari keluar kelas.


Narumi-sensei hanya terdiam kaget melihat reaksi siswanya ini. Ternyata Mashiba-sensei masih mendengarkan mereka dari luar kelas.


Dan saat Kase-kun keluar, Mashiba-sensei yang masuk menemui Narumi-sensei, “Sudah kukatakan. Mereka hanya anak SMA yang belum siap menerima kebenaran!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di My High School Business 02 part 1.


Pictures and written by Kelana


 

SINOPSIS My High School Business 01 part 1

12.30.00 0 Comments

Sinopsis My High School Business episode 01 part 1. Namanya Narumi Ryosuke (Sakurai Sho). Dia adalah karyawan di sebuah perusahaan eksport-import, Kashimatsu Bussan. Karirnya cemerlang saat menjadi kepala cabang. Ia pun berhasil menyelamatkan cabang perusahaan yang nyaris bangkrut. Sayangnya semua berubah.



Narumi kembali dipanggil ke kantor pusat  di Tokyo. Masalah yang terjadi pada atasan langsungnya membuatnya terseret pada strukturisasi perusahaan. Narumi pun dipindahkan untuk mengelola sebuah sekolah, yang merupakan bagian dari divisi pendidikan di perusahaan. Dan tugasnya sebagai kepala sekolah baru adalah ... menyelamatkan sekolah dari kebangkrutan.



Dan di hari pertama Narumi menjadi kepala sekolah, ia mewawancarai guru yang ada di sekolah itu. Kaimeikan koukou adalah sekolah swasta setingkat SMA dengan segudang masalah. Tetapi semua tampak baik-baik saja. Benarkah demikian?


Orang pertama yang ditemui Narumi adalah wakil kepala sekolah, Kashiwagi Fumio-san yang lebih suka mengaku dirinya sebagai manajer kantor. Wawancara selanjutnya adalah dengan guru matematika, Oikawa-sensei yang tampak tidak terlalu antusias. Lalu guru bahasa Inggris Shimazu Tomokazu-sensei yang tampak canggung dan pendiam.  Berikutnya adalah Yabe Hinako-sensei, guru musik yang masih berada di tahun pertamanya mengajar.


Guru botak berbadan besar adalah guru fisika, Gōhara Tatsuki-sensei. Lalu guru sastra klasik, Sugiyama Fumie-sensei yang sangat sensitif dengan pola kalimat. Ada juga guru berambut gondrong Kawarazaki Kōtarō-sensei yang mengajar biologi. Lalu duo sahabat, Ichimura Kaoru-sensei dan Mashiba Chihiro-sensei yang mengajar ilmu sosial.


Narumi mencoba menggali dan mencari tahu masalah yang ada di sekolah itu dengan mewawancarai para guru itu. Sayangnya, mereka kebanyakan tidak responsif dan berpikir kalau Narumi Cuma mengganggu saja. Apalagi saat Narumi bicara soal keuangan, para guru itu sudah langsung protes dan tidak mau tahu papun.  Mereka tidak mau tahu soal keuangan/bisnis di sekolah itu dan menyerahkan semuanya pada wakil kepala sekolah Kashiwagi-san.



Narumi pusing selesai mewawancarai para guru itu. Nilai rata-rata devaluasi sekolah adalah 44. Itu artinya, sekolah mereka bukan sekolah yang bagus dan banyak diminati. Tapi para guru rata-rata tidak benar-benar tahu apalagi peduli dengan situasi itu. Mereka hanya berpikir memenuhi kewajiban saja untuk mengajar.


“Bagaimana rasanya duduk di kursi kepala sekolah?” tanya Kashiwagi-san pada Narumi.


Ditanya seperti itu, Narumi tidak langsung memberikan jawaban. Ia tidak yakin, “Bagaimana rasanya ... “



Soal kepala sekolah baru jadi bahan obrolan paling hangat di ruang guru. Beberapa guru protes, karena usia Narumi yang masih terlalu muda, 35 tahun dan menjadi kepala sekolah. Padahal mereka yang lebih senior malah jadi bawahannya.


Obrolan pun beralih soal uang. Para guru ini mempermasalahkan Narumi yang tiba-tiba saja bicara soal keuangan. Belum lagi, mereka berpikir kalau Narumi sama sekali tidak punya pengalaman di bidang pendidikan, tapi malah jadi kepala sekolah.



Setelah memberitahukan anak-anak di kelas, para guru dan anak-anak itu sekarang berada di aula sekolah. Mereka ada upacara penyambutan kepala sekolah baru. Obrolan anak-anak kacau. Mereka heran karena kepala sekolah sebelumnya sudah ganti saja, padahal belum lama. Di kelas pun ponsel bertebaran digunakan dengan bebas oleh anak-anak. Mereka tidak mendengarkan larangan guru untuk menyimpan ponsel itu. Hal serupa juga terjadi saat mereka sudah berkumpul di aula. Anak-anak itu tetap sibuk dengan ponsel mereka dan semua kebisingan meski beberapa guru sudah menyuruh mereka untuk diam.


Tidak lama setelahnya, Narumi terlihat berjalan masuk bersama dengan wakil kepsek Kashiwagi-san. Penampilan Narumi yang tampak masih sangat muda benar-benar menarik perhatian anak-anak itu. Mereka mengeluarkan ponsel masing-masing dan mulai mengambil gambar.


Setelah diperkenalkan oleh wakil kepsek, Narumi pun naik ke atas mimbar dan mulai bicara. “Mulai sekarang, aku akan mengelola tempat ini. Aku bekerja di Kashimatsu Bussan. Aku tidak pernah bekerja di sekolah sebelumnya. Sebagai tambahan, aku mungkin kepala sekolah termuda di Jepang. Saat SMA, kupikir ‘Kepala sekolah bicara terlalu lama’. Jadi itu saja dariku. Ayo bekerja sama!” ujar Narumi menutup ucapannya.


Kontan itu membuat para guru berpaling dengan heran. Anak-anak yang biasanya tetap ribut saat kepsek bicara, berpaling ke arah Narumi. Mereka menganggap Narumi sebagai kepala sekolah yang cool. Ucapan Narumi yang Cuma sebentar itu pun jadi bahan obrolan hangat para guru.



Narumi makan malam bersama kekasihnya Satoko Matsubara (Mikako Tabe).


“Anak-anak SMA berderet di depanku. Itu benar-benar tidak nyata. Tidak ada yang bisa kukatakan. Lebih baik aku di cabang Aomori...,” curhat Narumi.


“Kenapa kau bilang seperti itu?” tanya Matsubara.


“Aku menunggu dua tahun ... “


“Bukan itu maksudku,” potong Matsubara cepat. “Tidakkah kau senang bisa bertemu denganku lagi?” Matsubara pura-pura ngambek.


“Tentu saja.”


“Aku tahu sulit berpindah tempat kerja. Aku akan dengar keluhanmu. Tapi saat ini ... “


“Aku tahu,” Narumi memotong ucapan Matsubara. “Hubungan jarak jauh juga sulit bagiku. Karirku berubah total. Aku yakin pengetahuan bisnis yang kupunya cukup untuk mengelola sekolah. Faktanya, aku sama sekali tidak terbiasa dengan dunia pendidikan dan itu sulit bagiku untuk mengubah mereka.”



Narumi-sensei (sekarang udah pakai sensei ya, hehe) dan Kashiwagi-sensei mendatangi sebuah bank. Mereka berniat meminjam uang dari bank karena sekarang sudah tidak ada support keuangan dari perusahaan.


Ada dua orang staf bank yang menerima mereka. Keuangan sekolah diperiksa. Dari sana diketahui kalau semua biaya berasal dari siswa dan dana kota. Tapi ternyata tidak banyak siswa yang mendaftar di sekolah mereka.


Melihat hal itu, Narumi-sensei berusaha menjelaskan—dari sisi bisnis—kalau mereka punya rencana untuk bisa berkembang dan mengubah semuanya menjadi keuntungan. Sayangnya beberapa ide yang disampaikan oleh Narumi malah ditertawakan oleh pegawai bank itu. Mereka menolak memberikan pinjaman dan malah menyarankan agar Keimeikan menarik lebih banyak lagi murid di tahun ajaran baru nanti.



Diskusi dilanjutkan di sekolah. Kali ini melibatkan juga Mashiba-sensei. Narumi-sensei mengusulkan agar mereka menaikan biaya sekolah siswa. Tapi jelas itu ditolak oleh Kashiwagi dan Mashiba-sensei, karena kenaikan biaya justru akan membuat siswa enggan bersekolah di Keimeikan.


“Bagaimana kita bisa menaikan jumlah siswa yang mendaftar? Kalau aku tahu, tidak akan sekacau ini,” keluh Narumi-sensei. Narumi-sensei pun mengusulkan kalau mereka perlu bekerjasama dengan sekolah les agar anak-anak mereka ikut tes masuk Keimeikan. Naluri sales Narumi-sensei pun langsung aktif.


Narumi-sensei ingin mengajak guru lain untuk ikut bersamanya mendatangi sekolah les. Tapi rata-rata dari mereka menolak dengan alasan ada kegiatan lain setelah jam sekolah selesai. Terakhir tinggal Mashiba-sensei yang sebenarnya juga menolak.


 “Anggap saja ini sebagai pekerjaan,” bujuk Narumi-sensei lagi.


“Setelah jam mengajar, aku masih punya aktivitas klub,” ujar Mashiba-sensei.


“Aktivitas klub?” Narumi-sensei heran.


“Mashiba-sensei jadi supervisor klub panahan,” ujar Kashiwagi-sensei, menjelaskan.


“Kau mengajar itu?” Narumi-sensei tidak percaya.


“Aku supervisor, bukan pelatih. Anak-anak berlatih sendiri. Ada anak kelas 3 dengan kemampuan di atas rata-rata. Dia sudah berlatih sejak kecil.”


“Kalau begitu mereka bisa berlatih tanpamu, kan?”



Mashiba-sensei akhirnya setuju ikut bersama Narumi-sensei. Mereka mendatangi sejumlah sekolah les. Narumi-sensei memperkenalkan diri sebagai kepala sekolah Keimeikan yang baru.


Dari semua sekolah les yang mereka datangi jawaban mereka hampir selalu sama. Mereka menolak merekomendasikan Keimeikan pada murid-murid mereka karena banyak alasan. Keimeikan tidak punya kerjasama dengan universitas manapun, jadi tidak ada jaminan pasti diterima di universitas. Karenanya, siswa lulusan Keimeikan akan masuk universitas dengan seleksi umum, dan ini sangat berat. Saat ini rata-rata nilai devaluasi Keimeikan adalah 44, dan mereka minta agar dinaikkan kalau ingin siswanya mendaftar di sana. Dan lagi, Keimeikan tidak populer. Dari lima kelas di tahun sebelumnya sekarang menjadi hanya tiga kelas saja. Mereka tidak punya alasan memilih Keimeikan.


Hari sudah gelap saat keduanya selesai mengunjungi sejumlah sekolah les. Narumi-sensei dibuat pusing sendiri menghadapi semua ini. “Mashiba-sensei! Anda kan mengajar kelas favorit. Tolong buat semua anak kelas favorit masuk universitas terbaik. Itu bisa membuat Keimeikan populer!” usul Narumi-sensei kemudian.


“Huh? Kalau bisa, tentu sudah kulakukan dari dulu! Jangan pikir itu gampang kalau kau tidak mengerti apapun!”



Hari berikutnya di sekolah ...


Narumi-sensei mendatangi satu per satu kelas di Keimeikan saat jam pelajaran. Pelajaran musik, matematika, sastra klasik dan lain-lain. Semuanya tampak baik-baik saja bagi Narumi-sensei. Meski sebenarnya ... semuanya kacau. Dan Narumi-sensei pun terdampar di ruang kesehatan.


“Anda kepala sekolah baru? Aku perawat sekolah, Ayano.”


“Obat sakit perut, tolong,” pinta Narumi-sensei.


“Maaf, tidak bisa.”


“Kenapa?” Narumi-sensei heran. “Ruang kesehatan tidak bisa memberikan obat?”


“Aturan kesehatan sekolah melarang perawat sekolah memberikan obat,” ujar perawat Ayano.  Alih-alih ia membuatkan secangkir teh. “Ini teh pepermin, bisa membantu masalah perut.”


Narumi-sensei pun meminum teh itu. Rasanya melegakan. “Terimakasih.”


“Sakit perut karena stres kan?” tebak perawat Ayano. “Kepala sekolah sebelumnya pingsan saat upacara penyambutan. Saat bicara dengan siswa, dia pingsan tiba-tiba. Serangan nervous. Melihat anak-anak itu membuatnya makin buruk.”


Pelan, perasaan Narumi-sensei makin membaik, “Ayano-sensei, bagaimana aku bisa menerapkan kemampuanku di sini?” curhatnya. “Aku tidak tahu apapun.”


Obrolan mereka terhenti saat ponsel Narumi-sensei berdering. Telepon dari kantor pusat. Ia pun pamit pergi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di My High School Business 01 part 2.


Pictures and written by Kelana

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 10end part 2

13.58.00 8 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 2 end. Misaki setuju untuk mulai hubungan baru dengan Reiji. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Masih ada keraguan dalam hati Misaki. Dan bagaimana Reiji meyakinkan Misaki soal hubungan mereka?


Reiji mendapat ide, agar Misaki mau datang ke apartemennya. Ayahnya, Kozo-san. Reiji pun menyuruh sopirnya untuk kembali menjemput Kozo-san, lengkap dengan perlengkapan membuat soba-nya.


Kozo-san tengah memipihkan adonan untuk membuat soba. Sementara itu sekt.Maiko dan Katsunori-san membuat kuahnya. Dan Ieyasu yang malam itu bergabung, turut membantu. Seperti sebelumnya, Ieyasu ini bersikeras membawa ayam goreng, meski itu tidak cocok dengan soba.


Tapi protes sekt.Maiko tidak membuat Ieyasu mundur dari ayam gorengnya. Ia justru ingin memasangkan hal yang mustahil. Obrolan pun merembet soal Reiji dan ayahnya, bahkan soal Reiji dan Misaki, yang sekilas tidak mungkin bersama. Saat itu Reiji baru selesai mandi. Ia tidak suka dengan obrolan Ieyasu ini.


“Bisakah kita mulai lagi dari titik sebelum bicara soal soba?” pinta Ieyasu.


“Diamlah!”


Saat itu bel berbunyi. Ieyasu meminta Reiji menyelesaikan mengeringkan rambut, sementara ia yang akan membukakan pintu.



Ternyata Misaki yang datang. Setelah semua selesai, mereka pun makan malam bersama. Misaki memuji soba buatan Kozo-san.


“Manis!” seru Ieyasu melihat Misaki. “Saat Misaki-san makan soba bahkan ... “


Tapi Reiji yang cemburu buru-buru menyumbal mulut Ieyasu dengan potongan ayam goreng.


Obrolan berlanjut dengan hal-hal ringan. Soal soba yang enak, pekerjaan Misaki dll. Misaki penasaran kenapa Kozo-san kembali, padahal dia sudah pamit untuk pulang. Tidak ingin misi sebenarnya ketahuan, Reiji pun memotong pembicaraan. Dia yang menjelaskan kalau Kozo-san kembali lagi, karena benar-benar ingin Misaki mencoba soba buatannya. Misaki pun tidak bertanya lagi.



Makan malam sudah selesai. Sekt.Maiko dibantu Ieyasu beres-beres meja. Misaki tengah mencuci piring-piring bekas makan mereka. Sementara Kozo-san yang kelelahan sudah rebahan di atas sofa. Dia sudah ge-er karena diselimuti, berpikir kalau itu adalah Reiji. Ternyata itu Katsunori-san.


Setelah selesai, Reiji mengkode Misaki untuk bicara di teras. Reiji menawari jika Misaki akan menginap. Tapi Misaki langsung menolak begitu saja dengan alasan dia punya sift pagi besok. Tapi Reiji tidak kehilangan akal. Dia beralasan kalau Kozo-san ingin bicara, dan akan kesal kalau besok saat bangun, ternyata Misaki sudah tidak ada.


Misaki akhirnya setuju untuk menginap. Mereka tidur di futon di lantai. Kozo-san ada di tengah antara Misaki dan Reiji. Reiji masih penasaran dengan Misaki. Ia pun melihat ke arah Misaki. Tapi saat tahu Misaki sudah tertidur, Reiji pun menyerah dan akhirnya tidur sendiri. Padahal ... Misaki sebenarnya juga belum tidur.



Pagi berikutnya


Reiji sudah mempersiapkan sarapan untuk ayahnya, Kozo-san. Ternyata pagi itu Misaki pergi awal. Kozo-san mengatakan kalau Misaki minta dihubungi jika Kozo-san datang ke tempat Reiji lagi. Ini membuat Reiji punya ide. Ia menawari ayahnya itu untuk tinggal bersama di apartemen, apalagi di penginapan, Kozo-san juga tidak melakukan apapun.


Kozo-san tampak kaget sekaligus heran dengan sikap Reiji yang berubah dengan tiba-tiba itu. ia pun berjanji akan memikirkannya. Tapi Reiji tidak mau jawaban tertunda. Ia minta agar Kozo-san tidak perlu memikirkannya dan cukup setuju saja.


“Kau capek kan? Kau demam atau batuk?” Reiji sudah berada di sebelah Kozo-san dengan tangan di atas meja.


Kozo-san heran, “Tidak sama sekali.”


“Mungkin kalau dicoba bisa kan?”


“Reiji, kau menakutiku,” komentar Kozo-san. Tapi Kozo-san pun mencoba untuk batuk dan berhasil.


“Kau ingin bermain dengan cucu kan?” bujuk Reiji lagi.


“Heh? Apa artinya kau dan Misaki-san akan menikah?!”


“Dan yang memegang kuncinya adalah kau, Ayah. Saat pulang nanti malam, aku ingin kau pura-pura batuk seperti tadi,” pesan Reiji.



Misaki baru saja pulang dan mendapati pesan Reiji di inbox ponselnya. Tapi dasar Reiji, tidak sabar menunggu jawaban, ia pun menelepon.


“Ayah harusnya pulang, tapi dia tidak merasa baik dan hanya tiduran di kasur. Aku pikir dia akan lebih baik jika melihatmua. Tolong datanglah. Tentu saja, aku tidak keberatan kalau kau juga akan menginap,” bujuk Reiji. Sesekali ia mendekatkan telepon pada Kozo-san yang tengah pura-pura terbatuk.


“Rei-san, kau tidak bohong kan?” tembak Misaki.


Terlanjur basah, Reiji pun melanjutkannya, “Aku baru saja melihatnya, dan sepertinya dia sudah lebih baik. Kau tidak perlu kesini.”


“Rei-san, hari libur besok, bisakah kita bicara serius?” pinta Misaki kemudian.


“Tentu saja. Dimana kita akan bertemu?”


“Bagaimana jika di tempatmu saja,” usul Misaki.


“Tentu. Tapi tidak apa di tempatku?”



Selesai menutup telepon, Reiji beranjak ke bak cuci. Ada cucian kotor di sana yang harus dibersihkan. Kozo-san pun menyusul. Ia ingin tahu yang terjadi. Tapi ternyata Reiji mengatakan kalau Misaki tidak akan datang malam itu.


“Sekarang, lupakan dulu soal ajakanku untuk tinggal bersama,” ujar Reiji pada ayahnya itu.


“Maaf kalau begitu,” kata Kozo-san. “Sepertinya aku membuat masalah lagi.”


“Kenapa harus minta maaf? Itu bukan salahmu,” elak Reiji.


“Ya, tapi tetap saja. Ada gen-ku dalam dirimu. Gen itu yang membuat kau tidak berhasil dengan wanita. Jadi, aku yang sudah membuat masalah,” sesal Kozo-san.


“Jangan minta maaf soal hal seperti itu. Lagipula, kau tidak terlalu buruk kok memperlakukan wanita,” ujar Reiji. “Dan ... aku hargai usahamu untuk pura-pura batuk tadi.”


Kozo-san pun tersenyum senang dengan tanggapan putranya ini. (cieeee ... jadi ayah dan anak udah baikan ini ya ceritanya)



Hari libur yang dijanjikan tiba. Reiji masih sempat beres-beres rumah dan mencuci terlebih dahulu sebelum Misaki datang. Setelah Misaki datang, mereka pun makan bersama dan ... mulai bicara.


“Soal ajakanmu untuk tinggal bersama ... “ Misaki ragu melanjutkan.


“Oh itu. Kau sepertinya ingin pelan-pelan saja. Tapi, meski tinggal bersama, kita bisa mempertahankan hubungan kita tetap dalam level ini. Jadi, bisakah kau pikirkan lagi soal tawaran itu?” sambar Reiji.


“Aku ... tidak ingin kita tinggal bersama,” ujar Misaki akhirnya.


“T-tapi kenapa?” Reiji kaget.


“Sejujurnya, aku takut. Aku berpikir, kalau kita tinggal bersama, hanya karena satu kesalahan saja, kau akan langsung mengatakan ‘pergi!’. Aku takut itu terjadi.”



“Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal menakutkan itu?”


“Kau mengatakannya dua kali. Kau mengatakan ‘kau dipecat’, dan aku pergi dari perusahaan. Saat aku kembali bekerja, kau bahkan menyuruhku untuk pergi dari perfektur Kanagawa.”


“Itu masa lalu,” elak Reiji.


“Sepertinya itu salahku juga. Tapi Rei-san, kau tipe orang yang tidak akan memaafkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gayamu. Jika ada yang tidak mau kau maklumi, kau akan langsung memutusnya. Itulah kenapa aku takut,” cerita Misaki.


“Aku tidak akan mengatakan ‘kau dipecat!’ atau ‘pergi!’ lagi,” janji Reiji.


“Kenapa kau yakin akan melakukan itu?”


“Aku tahu rasa sakitnya. Jika aku sendiri tidak bisa menahan rasa sakit itu, bagaimana dengan orang lain. Saat kita bertemu, aku jadi tahu rasa sakit. Goethe salah. ‘Those who do not love their loved ones' shortcomings, cannot truly say 'I love you'. Aku yang sekarang akan berpikir ‘Those who do not try to fix their shortcomings for the sake of their loved ones, cannot truly say 'I love you'.


“Kenapa kau berkeras agar kita tinggal bersama?”


“Jika kau bersamaku, aku jadi aneh. Tapi, jika kau di sini, aku bisa berubah. Mulai sekarang, meski ada hal yang tidak membuatnya nyaman, aku akan berusaha menyesuaikan. Jadi, bisakah kau berikan kesempatan untuku berubah?” bujuk Reiji lagi.



Beberapa hari kemudian.


Misaki setuju untuk tinggal bersama Reiji. Pagi itu, Misaki tengah asyik di dapur mempersiapkan makanan. Reiji yang baru mandi datang menyapa. Ia tampak sangat gembira menggoda Misaki yang tengah memasak. Bahkan Reiji berulangkali menyebut nama-nama lauk yang tengah dipersiapkan oleh Misaki. (bener-bener kekanak-kanakan banget deh si abang satu ini)


Setelah ganti baju, Reiji pun makan bersama Misaki. Tapi ia menemukan nasinya terlalu lembek. Lalu, telur mata sapi-nya, memiliki kuning telur yang utuh. Reiji tampak berhenti sebentar. Tapi saat ditanya oleh Misaki, Reiji tidak mengatakan apapun.



Tidak bisa mengeluh di rumah, Reiji pun mengeluh di kantor. Dan seperti biasa, sekt.Maiko masih setia mendengarkan keluhan Reiji.


“Ini benar-benar titik buta. Saat aku mencoba masakan Misaki setelah kami kencan secara resmi. Aku tidak mengira akan ada masalah soal caranya memasak,” curhat Reiji sambil memandangi ikan-ikan medaka-nya di akuarium.


“Bukankah kau bilang, kemampuan Misaki-san memasak luar biasa?”


“Kemampuannya memang luar biasa. Tapi masalahnya, selera kami berbeda. Aku lebih suka nasi tidak terlalu lembek, dan kuning telur di telur mata sapiku agak berantakan. Tapi nasi buatan Misa-san terlalu lembek. Dan kuning telur di telur mata sapinya, bulat sempurna. Aku ingin menambahkan saus kedelai di natto-ku setelah mengaduknya. Tapi Misa-san memasukkanya sebelum diaduk. Aku ingin piring dicuci langsung setelah digunakan. Tapi Misa-san membiarkannya nanti setelah agak banyak. Aku baru sadar, kalau perbedaan kami cukup banyak.”


“Bukankah Anda mengatakan akan memahaminya?”


“Tentu saja. Aku akan merubah kebiasaanku. Itu syarat kami tinggal bersama.”



“Apa kau tahu di mana aku meletakkan handukku?” tanya Reiji.


“Aku mencucinya. Kenapa, tidak boleh?”


“Bukan begitu. Itu karena baru digunakan sehari saja.”


“Aku rajin untuk urusan cuci pakaian. Setelah sekali digunakan, letakkan saja di keranjang cucian. Kuletakkan pakaianmua di sini,” ujar Misaki meletakkan sekolah pakaian Reiji.


Reiji melihat pakaian yang sudah terlipat rapi itu. Ia merasa tidak suka dengan cara Misaki melipat kaos kakinya, yang dibalik seluruhnya. Padahal gaya Reiji hanya ditekuk sedikit saja. Dengan kesal Reiji pun membuka kaos kaki-kaos kakinya dan mulai melipatkanya lagi dengan gayanya sendiri.



Satu minggu kemudian.


Reiji pulang lebih dulu dengan wajah kusutnya. Ia langsung menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor sisa makan tadi pagi. Tidak lama setelahnya, Misaki juga pulang. Melihat Reiji yang tampak manyun, Misaki tahu, pasti ada sesuatu.


Misaki pun memaksa Reiji untuk bicara jujur. Tapi Reiji berkeras tidak ada apapun. Misaki kesal, karena sikap Reiji belakangan makin galak. Padahal mereka tinggal bersama. Jadi harusnya, tidak ada yang saling disembunyikan. Reiji ikut kesal. Ia berpikir, kalau ia komplain artinya dia tidak cukup toleran. Dan ia tidak siap untuk bisa menerima Misaki beserta sikapnya, serta tinggal bersama dengannya.


“Kita punya banyak perbedaan selera,” ujar Reiji akhirnya setelah dibujuk dan berdebat dulu dengan Misaki.


Misaki heran. “Tolong katakan yang sebenarnya!”


“Tapi janji, kau tidak akan pergi kalau aku bicara jujur,” pinta Reiji yang diiyakan oleh Misaki. “Kita sudah tinggal bersama, tapi sampai kapan kita akan terus bicara formal? Kau tidak tahu betapa menyakitkannya soal formalitas seperti itu.”


“Baik, aku mulai bicara secara kasual,” ujar Misaki dengan gaya informal/kasual


Reiji kaget. Meski ia yang mengusulkan, ia sendiri juga yang menarik ide itu dan minta agar Misaki kembali bicara dengan bahasa formal saja.


“Baiklah. Bagaimana kalau pelan-pelan dulu. Kita akan bicara bahasa kasual setiap 10 ucapan bahasa formal dulu,” usul Misaki. Reiji pun setuju dengan ide ini. “Ada lagi?”



“Apa kau suka nasi lembek?” tanya Reiji. Ia mengekor Misaki yang meletakkan bajunya.


“Tidak. Aku tidak suka sama sekali.”


“Tapi nasi buatanmu setiap pagi sangat lembek.”


“Itu karena ricecooker di sini, bukan seperti yang biasa kugunakan. Jadi aku belum terbiasa,” aku Misaki.


“Benarkah?”


“Lihat kan? Kalau kau mengatakannya, ini bisa diselesaikan dengan mudah?” pembicaraan mereka perlahan tidak kaku dan tegang lagi.


Reiji pun melanjutkan protesnya. Dari telur mata sapi yang kuningnya berantakan, hingga cara memakan natto. Dan terakhir soal mencuci piring setelah makan. Reiji ingin langsung dicuci. Tapi ia tidak akan memaksa Misaki melakukan hal yang sama untuk piring yang digunakannya.


“Bagaimana jika kau yang melakukannya juga (mencuci piring)?” ujar Misaki dengan bahasa kasual.


Reiji kaget. Tapi juga senang dengan gaya bicara Misaki. Mereka akhirnya sepakat kalau soal cuci piring akan dilakukan Reiji semua. Misaki senang juga karena sudah dibantu.


“Kau pasti sangat lapar,” komentar Misaki.


Mereka pun membuat makan malam bersama. Sementara Misaki mempersiapkan lauk untuk makan, Reiji kebagian jatah menanak nasi, seperti gayanya.



Setelah makan malam, Reiji pun mencuci piring-piring dan perlengkapan makan mereka. Sementara itu Misaki tengah belajar di ruang tengah. Reiji mengintip sedikit ke arah Misaki dan tersenyum.


Misaki pun melihat sebentar ke arah Reiji. Ia tampak bahagia.



Satu tahun kemudian


Pembukaan cabang baru hotel Samejima cabang Tokyo. Dan acara pernikahan di restoran Gosuke ... Wada-san dan kekasinya.


“Aku ingin berterimakasih pada Anda semua yang sudah mau datang meski sibuk. Kami juga ingin berterimakasih banyak sudah menyediakan tempat ini, pada presdir Samejma Hote, Samejima Reiij-kun. Dia menganggapku sebagai mentor. Dari urusan pekerjaan hingga cinta, dia berkonsultasi padaku soal banyak hal. Tujuan utamanya adalah menjadi hotel terbaik duni. Tapi, kenyataan tidak mudah. Setelah diambil alih adikku, Stay Gold Hotel lebih bersinar dan jadi hotel terbaik dunia dalam enam tahun berturut-turut. Sayangnya, tidak ada satupun cabang Samejima Hotel yang masuk sepuluh besar tahun ini. Jadi, saya sangat menunggu dengan dibukanya Samejima Hotel Tokyo ini,” ujar Wada-san. “Jadi, tetap semangat untuk mencapai yang terbaik. Para tamu, silahkan nikmati pestanya!”


Wajah Reiji sudah manyun dan ditekuk luar biasa, “Benar-benar orang ini!”



“Mahiro-chan, bisakah kau ambil fotoku dengan Wada-san?” pinta ketua tim Goro-san yang langsung diiyakan oleh Mahiro.


Lalu karyawan lain serentak berkumpul dan mulai bisik-bisik. Mereka bicara soal rumor, kalau Goro-san dan Mahiro kencan. Apalagi mereka beberapa kali tampak minum bersama hingga larut. Tidak ada jawaban pasti soal itu. Semuanya hanya menerka-nerka saja.


“Jadi, bagaimana kau bisa bergabung dengan perusahaan?” kali ini pertanyaan pada Ieyasu.


“MIuRA is CALLed untuk datang ke perusahaan. Pendeknya jadi Mira-Call. Artinya, dengan mempekerjakan Ieyasu Miura ini, Presdir akan mendapatkan MIRACLE atau keajaiban dalan industri perhotelan,” sombong Ieyasu.


Tentu saja para karyawan itu tidak ada yang percaya. “Fakta kau tidak juga dipecat adalah MIRACLE itu sendiri!”



“Kau ada apa-apa, hubungi aku. Aku pamit,” ujar Reiji pada Misaki.


“Baiklah. Semoga sukses.”


“Itu Cuma wawancara. Sampai jumpa lagi.”



Di sebuah tempat, Reiji sudah duduk di kursinya. Lalu ada beberapa kamera dan kru yang siap merekam. Di kursi sebelah ada ... Sakurai Sho. (kkkk ketawa lihat adegan ini. Terimakasih buat bang Sho yang udah jadi cameo di dramanya ini. Berharap sih member Arashi lain juga ikutan #ehe)


Sho membuka acaranya dan memperkenalkan Reiji. Ia bertanya, apa Reiji tegang yang dijawab Reiji dengan tidak secara tegas. Sho pun melanjutkan pertanyaannya.


“Sebentar lagi akan dibuka Samejima Hotel Tokyo, apa nilai plusnya?”


“Kalau soal menjadi hotel terbaik dunia, tidak ada nilai plus. Tampilan, tata ruang, layanan dan ruangan. Semuanya adalah standar terbaik dunia. Kalau tidak demikian, kami tidak akan pernah jadi yang terbaik,” ujar Reiji, agak nervous.


“Soal moto perusahaan sejak awal dibangun, ada perubahan. Bisa kau sebutkan hal itu?” pinta Sho pula.


Dengan sedikit malu, Reiji pun mengambil papan besar berisi moto-nya, “Target, full spedd, two monts ... with love.” Kalimat terakhir diucapkan Reiji dengan senyum malu-malu. “Apapun tujuannya, lakukan dengan cinta. Orang yang tidak tahu soal cinta, tidak akan bisa bekerja dengan baik.”


“Apa hal soal cinta itu jadi titik balik Anda?”


“Ah, pertanyaannya yang cerdas!”



Wawancara selesai dengan sukses. Sekt.Maiko lalu minta agar Reiji dan Sho mau diambil gambar, sambil menjabat tangan. Setelahnya, Sho pun pamit.


“Sakurai Sho-kun ... memujimu dan mengatakan ‘kau cantik’,” ujar Reiji pada sekt.Maiko yang ada di sebelahnya.


Sekt.Maiko tersipu, “Benarkah?”


“Tentu saja tidak. Aku bercanda. Jangan ge-er dulu!” Reiji pun tertawa senang karena berhasil mengerjai sekretarisnya ini.



Reiji bersiap pulang, seperti biasa diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. Sekt.Maiko bertanya soal Misaki. Reiji mengatakan kalau Misaki mengiriminya email dan mengatakan sudah sampai di rumah.


“Aku yakin dia menunggu di depan pintu, sambil melakukan pose Mitsuyubi,” sombong Reiji. (Mitsuyubi adalah pose berlutut dengan tangan di lantai, membungkuk)


Sekt.Maiko hanya tersenyum menanggapi ucapan Reiji, “Apa Misaki-san ingin segera menikah juga?”


“Aku tidak ingin buru-buru. Itu tergantung, waktuKU.”


“Sepertinya tidak berarti dia akan langsung setuju,” elak sekt.Maiko.


“Tentu saja dia akan setuju. Kami sudah tinggal bersama satu tahun, kami berlatih seperti pasangan menikah,” elak Reiji.



Tapi dering telepon mengalihkan pembicaraan. Reiji menerima telepon itu, dari Misaki. Tapi ia bicara dengan berbisik. Meski tetap saja, sekt.Maiko maupun Katsunori-san bisa mendengarnya.


Misaki minta tolong agar Reiji mampir membeli susu lebih dulu dan memastikan juga tanggal kadaluarsanya. Tidak hanya susu, Misaki pun minta tolong dibelikan beberapa bahan makanan lain, karena di rumah sudah habis. Reiji tidak menolak dan langsung mengiyakan saja. Telepon pun ditutup.


“Misaki-san luar biasa kan? Karena di bisa menelepon meski sedang melakukan pose Mitsuyubi,” sindir sekt.Maiko.


“Diamlah!”


“Presdir, Anda ingin mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Katsunori-san.


“Aku merasa haus. Mungkin perlu beli susu,” Reiji membuat alasan. Tapi senyumnya makin terkembang. Cinta tersulit yang harus dilaluinya ternyata membuat lebih dewasa.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yatta!!! Akhirnya sinopsis ini selesai juga. Gomene, teman-teman. Agak lama ya. Kesibukan dunia nyata benar-benar menyita waktu akhir-akhir ini. Dan minggu ini, Kelana juga akan kembali hiatus, karena blog akan maintenance/perawatan rutin. Mohon sabar ya.


Ini salah satu drama keren di 2016. Sosok Reiji yang sok keren dan cool, ternyata memiliki sisi kekanak-kanakan. Tapi kehadiran Misaki perlahan membuat Reiji lebih manusiawi dan berubah lebih dewasa.


Ah ... karakter Reiji di drama ini benar-benar kuat. Nggak heran sih, bang Satoshi Ohno pun diganjar aktor terbaik. Nggak ada yang bisa menggantikan Reiji. Dan pertarungan Reiji untuk memiliki hotel terbaik di dunia, justru mengantarkannya mendapatkan hal tak tergantikan, cinta. Alur ceritanya sendiri memang rapi. Penggambaran tiap karakternya juga kuat. Tidak hanya tokoh utama saja, pemeran pembantu di drama ini juga mendapatkan porsi mereka sendiri. Meski di akhir cerita disebutkan kalau tujuan awal Reiji memiliki hotel terbaik, gagal. Ia akirnya mendapatkan tujuan sebenarnya, cinta.


Oh ya, hiatus kali ini, Na juga memikirkan banyak hal. Termasuk keberlangsungan blog yang sudah bertahan nyaris enam tahun ini. Life must go on. Ada banyak hal lain yang ternyata ingin Na kejar juga. Bukan berarti Na berhenti nulis. Cuma mungkin, bagi-bagi waktu untuk tulisan lainnya juga. Hmm ... Na belum buat keputusan apapun sih. Tapi, Na akan pikirkan lagi soal kelanjutan blog ini. Harap maklum.


GAMBAR DALAM PROSES UPLOAD

SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 10end part 1

13.58.00 0 Comments

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 1. Huaaaa akhirnya sampai episode 10 juga, Sodara. Gimana, cerita Reiji dan Misaki masih asyik buat disimak kan? Ok, berikut lanjutan episode 10 ya.


Karena buku tentang bisnis, Reiji akhirnya punya kesempatan bicara dengan Misaki. Keduanya pun berbaikan. Dan ... Reiji berhasil memeluk Misaki, tanpa ada penolakan. Malam itu jadi malam paling sempurna bagi Reiji, bukti dari semua usahanya kembali mendekati Misaki.



Reiji memeluk akuarium ikan medaka-nya sambil tidak berhenti tersenyum. “Keberanian mendekati Misa-san, satu langkah saat itu. Dan kekuatan untuk memeluknya, tanpa persetujuan, kalau aku sempat melihat film kehidupanku sebelum mati, da melihat semuanya. Momen seperti itu akan dihargai hingga akhir waktu.”


“Kami ikut senang dengan hasil yang Anda capai. Tapi, apa benar Anda hanya memeluknya?” tanya sekt.Maiko.


“Apa maksudmu ‘Cuma memeluk’?” Reiji berbalik, tidak suka.


“Kau tidak menciumnya atau bahkan pergi ke hotel?”


“Tentu saja tidah. Di dunia penuh pikiran buruk ini, aku dan Misa-san adalah pasangan terakhir yang akan tetap memegang cinta sejati,” elak Reiji.


Dan pertanyaan serta komentar berikutnya adalah perdebatan tidak penting Reiji dengan sekt.Maiko.



“Kita kembali ke topik sebelumnya. Setelah pelukan ... apakah kalian bicara?” tanya sekt.Maiko lagi.


Tapi rupanya momen istimewa Reiji dan Misaki itu terganggu oleh dua orang karyawan mabuk yang tengah berjalan pulang. Merasa malu, Reiji dan Misaki pun buru-buru saling melepaskan. Keduanya pun membungkuk dalam, seperti dua orang pejudo yang selesai pertandingan, canggung.


Sekt.Maiko memandang Katsunori-san, tidak percaya dengan ucapan Reiji. Dia berpikir benar perkataan Reiji tadi, kalau mereka adalah pasangan terakhir yang memegang teguh cinta sejati.


“Saat itu, kata-kata tidak kami butuhkan,” Reiji masih saja memamerkan wajah bahagianya. “Memangnya aku harus bicara apa?”


Sekt.Maiko bingung, “Mungkin saja Misaki sebenarnya menemui Anda karena ingin bicara soal buku yang Anda berikan.”



Reiji masih memikirkan ucapan sekt.Maiko tadi. Meski awalnya ragu, Reiji akhirnya menghubungi Misaki. Tidak butuh lama bagi Reiji untuk kemudian mendengar suara Misaki. Saat Reiji bertanya, Misaki mengaku tidak masalah untuk bicara lewat telepon meski sudah larut.


“Aku ingin pesan ruangan di hotelmu,” ujar Reiji.


Misaki bingung, “Kupikir lebih baik menghubungi hotel secara langsung saja,” saran Misaki.


“Bukan hotel Wada. Aku bicara soal hotel yang ingin kau bangun di masa depan nanti.”


Misaki tersenyum, “Tapi aku tidak tahu, berapa tahun dibutuhkan untuk mencapai hal itu.”


“Kudengar kau ambil cuti. Maukah kau tunjukkan padaku? Aku ingin tahu, tanah tempat kau mewujudkan mimpimu nantinya,” ujar Reiji.



Seperti sebelumnya, Reiji menjemput Misaki di tempat biasa dengan mobil mungilnya. Hari libur itu, Reiji mengajak Misaki untuk mengunjungi tanah yang ditinggalkan kakek Misaki padanya.


“Sudah lama sejak kau dan aku pergi bersama seperti ini,” ujar Reiji.


“Tapi terakhir kali karena pekerjaan kan?” pertanyaan Misaki yang diiyakan oleh Reiji. “Dan persiapan pembukaan hotel barumu tahun depan berjalan baik kan?


“Benar. Dan pertemuan dengan chef Tanaka dari Restoran Gosuke pun masih dalam proses. Terimakasih padamu, aku bisa membuat restoran idealku.”



Reiji dan Misaki tiba di sebuah tanah lapang. Pemandangan di depannya adalah laut lepas dan hamparan pantai yang panjang dan masih lengang. Benar-benar tempat yang sempurna untuk mendirikan sebuah hotel.


“Ini pertama kalinya aku datang ke sini dengan seseorang,” aku Misaki. “Jadi aku merasa malu. Seperti pertama kali menunjukkan ruanganku pada orang lain.”


“Tidak masalah kan aku masuk?” tanya Reiji yang langsung diiyakan oleh Misaki.


Reiji pun melangkah masuk. Ia kemudian melangkah beberapa langkah di tanah itu, kemudian berjongkok, mulai mencabuti rumpu. Misaki yang melihatnya heran, karena toh rumput itu pasti akan tumbuh lagi nantinya.


“Kuputuskan untuk menyemangati kau mewujudkan mimpimu. Lebih mudah melukiskan mimpimu di atas kanvas putih bersih,” ujar Reiji. Suasana kembali canggung di antara keduanya. Reiji pun mengusulkan untuk bermain game sambung kata atau shiritori.


Mulanya Misaki heran. Tapi ia pun akhirnya menuruti saja. Permainan pun dimulai.


"Re Miseraburu". (Les Miserables) yang dijawab oleh Reiji dengan "Ruminoru hannou" (reaksi Luminol). U~... "Uinstonu Chachiru" (Winston Churchill). "Rukusenburuku" (Luxembourg). "Kuchibiru" (Lips). Ru.. "Rubikku Kyuubu" (Rubick's Cube). Bushidou (Samurai). "Ukon ekisu" (Turmeric extract). "SumaHo" (smartphone). "Hochikisu" (stapler). "Sunaba" (sand). "Bainiku ekisu" (Plum pulp extract).


“Kau selalu mengatakan kata-kata berakhiran ‘kisu’,” komentar Misaki.


“Ah, aku tidak sadar itu. Mungkin bibirku secara alami mengatakan itu,” elak Reiji.


Senyum Misaki makin lebar, “Meski begitu, kau belum pernah melakukannya.”


“Tentu saja pernah. Jangan remehkan aku!” elak Reiji.



“Kalau begitu, sekarang giliranku kan? "Suri Ranka" (Sri Lanka).”


Ka... "Canada". "Daiei Teikoku" (British Empire). "Kuchizuke" (Kiss)! "Keikai Taisei" (alert). "Isanami Suyao". "Omei henjou" (Clearing one's name). "Uruguai" (Uruguay). "Isanami Shiho". "Honne" (Real intention). "Neguse" (Bedhead/Tossing and turning in bed). "Seppun" (Kiss)!


Permainan makin seru. Tapi Reiji terus saja mengulangi kata-kata berakhiran ‘kissu’. Dan terakhir dia mengatakan kata berakhiran ‘n’, padahal dalam shiritori, hal itu tidak diperbolehkan. Itu artinya Reiji kalah.


“Ah ... aku kalah,” keluh Reiji. Bukannya mendapat hukuman, Reiji justru mendekatkan wajahnya ke wajah Misaki, dan mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki.


Semuanya berjalan sangat cepat. Misaki bahkan tidak menyangka Reiji akan bersikap berani seperti itu. Misaki yang kaget akhirnya pun terjengkang ke belakang.


Kedua pasangan ini pun berpelukan dengan latar belakang laut biru dan matahari senja. Dan terakhir, sebuah ciuman hangat antara keduanya. (cieeee akhirnya Reiji berhasil mencium Misaki. Btw, buat fans bang Ohno, jangan pada cembokur yeee)



Perjalanan kembali ke Tokyo kali ini agak canggung setelah ciuman tadi. Setelah sampai, Misaki mengucapkan terimakasih dan turun dari mobil.


Reiji pun menyusul keluar dan meminta Misaki memeriksa sekali lagi, apakah masih ada barangnya yang tertinggal atau tidak. Misaki heran, tapi menurut saja. Reiji pun berputar ke belakang, membuat bagasi mobilnya. Ada dua bunga di sana, sebatang mawar merah dan sebuket bunga mawar lengkap. Kali ini Reiji tidak ingin gagal. Ia pun mengambil sebuket besar mawar merah dan menyerahkannya pada Misaki. Misaki yang kaget hanya bisa tersenyum saat menerima bunga itu.


Reiji yang canggung buru-buru kembali ke dalam mobilnya. Saking canggungnya, ia bahkan sempat salah memencet tombol di dalam mobil. Akibatnya mobil berjalan buru-buru dan aneh. Setelah agak jauh, Reiji baru bisa bernafas lega. Ia pun berteriak senang. Semuanya berjalan lancar!



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyum girangnya di apartemen. Sampai sebuah pesan datang, dari Misaki.


Datang ke tanah milik kakek setelah lama, membuatnya senang. Dan terimakasih atas mawar menakjubkan ini. Isanami Shiho. Isi pesan dari Misaki.


Reiji tidak bisa tidak tersenyum. Senyum di wajahnya pun makin lebar. Tanpa sangka, tangannya memegang kertas yang terselip dalam sofa. Ternyata sobekan gambar yang pernah Reiji buat, Isanami Suyao dan Isanami Shiho. Gambar itu pun kembali lengkap.


“Shiho-san, kau akhirnya kembali kan?” gumam Reiji.



Masa pacaran Reiji – Misaki pun kembali. Keduanya tampak berjalan beriringan sambil terus mengobrol dengan senang. Tidak lupa makan malam bersama.


Reiji bahkan datang ke pemandian umum tempat Misaki biasa datang. Meski pada akhirnya, Reiji kesal sendiri karena di pemandian itu ia bertemu kakek-kakek dengan pendengaran kurang yang berdebat hal tidak penting.


Tapi yang jelas, Reiji bisa menikmati susu segar setelah mandi yang sangat disukai oleh Misaki. Rasa susu itu tetap saja menyenangkan.



Setelah mandi, Reiji pun ikut datang ke apartemen Misaki. Ia pun dibuat takjub dengan apartemen tua yang keren itu. Keduanya lalu asyik mendengarkan rokugo dan kemudian mengobrol.


Malam itu Reiji menginap dia apartemen Misaki. Keduanya tidur berselebahan. Kali ini Reiji tidak ragu untuk menggenggam tangan Misaki. Ia pun bangun untuk mematikan lampu tidur. Tapi tangannya rupanya kurang panjang untuk menjangkau lampu itu. Setelah beberapa kali mencoba, Reiji pun akhirnya berhasil. Ruangan gelap.



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyumnya di kantor, “Aku tidak berpikir semua ini akan sangat lucu. Aku takut,” curhat Reiji.


“Ini karena terlalu senang?” komentar sekt.Maiko datar.


“Kau bisa baca pikiranku?”


“Anda terus saja bergumam sejak pagi. Tolong berubah ke mode kerja Anda,” saran sekt.Maiko.


“Setelah perjuangan, akhirnya aku bisa naik gunung bernama cinta. Dan melihat pemandangan dari atas, bukan hukuman buruk.”


“Memangnya menginap di tempatnya itu puncaknya cinta?” sindir sekt.Maiko.


“Apa ada tempat yang lebih baik dari itu?”


“Bagiku, Anda tampak seperti anak kecil yang pertama kali sampai di atas pada permainan memanjat.”


Keduanya pun kembali berdebat. Sekt.Maiko meremehkan semua pencapaian Reiji, karena Reiji sudah 35 tahun, bukan anak-anak lagi. Jadi harusnya dia tidak puas hanya mencapai semua itu. Menurut sekt.Maiko, puncaknya adalah pernikahan. Tapi Reiji mengelak hal itu. Menurutnya pernikahan sudah jadi hal lain lagi. Dan perdebatan tidak perlu kembali terjadi.


Obrolan mereka terhenti saat suara telepon terdengar dari ruangan sekretaris. Sekt.Maiko memilih meninggalkan ruangan Reiji dan menerima telepon. Ada laporan kalau Wada-san ada di bawah dan minta bertemu.



Wada-san datang dengan pakaian santai, bersama seorang wanita. (wanita yang pernah diajak Wada saat pesta asosiasi pengusaha hotel). Para karyawan heboh dengan kedatangan tak terduga Wada-san ini. Pujian pun berdatangan.


“Aku memutuskan untuk menikah. Jadi aku ingin konsultasi soal resepsi,” ujar Wada-san. Wanita cantik di sebelahnya pun mengiyakan. Keduanya tampak sangat serasi dan lucu, karena saling memanggil dengan ‘honey-chan’dan ‘meow’.


Berita ini membuat heboh kantor dan para karyawan. Terutama ketua tim Goro-san yang tampak sangat syok. Ia bahkan hampir jatuh kalau tidak bersandar di meja. Karyawan lain yang sadar dengan sikap Goro-san hanya bisa keheranan.


Saat itu, Mahiro baru muncul dengan membawa baki minuman. Melihat ekspresi Goro-san, Mahiro pun menjatuhkan baki dan minuman yang dibawanya. Baru saja Mahiro menyadari sesuatu. Hal ini pun kemudian disadari oleh karyawan yang lain.



Wada-san menemui Reiji di ruangannya, “Hotel barumu buka tahun depan kan?”


“Ya, kami akan membuat peluncuran di Tokyo ini.”


“Kudengar, kau juga memberikan layanan pernikahan. Jadi, kami berpikir untuk melakukan resepsi pernikahan di sana,” ujar Wada-san.


Reiji heran, “Kenapa hotelku?”


“Agak memalukan kalau diadakan di mantan hotelku. Dan lagi, aku juga jatuh cinta dengan masakan chef Tanaka di restoran hotelmu,” Wada-san mencari alasan. “Pasti akan jadi kenangan juga, karena kami pasangan pertama yang menikah di tempat itu,” Wada-san melihat wajah kekasihnya yang membalasnya riang.


“Menyesal sekali, sudah ada yang memesan tempat,” ujar Reiji, masih tetap sok cool.


“Bahkan satu tahun lebih awal?” Wada-san heran.


“Adakah yang bisa Anda lakukan untuk kami?” kekasih Wada-san ikut bicara.


“Yang memesannya adakah ... aku,” aku Reiji.


“Apa kalian akan menikah?”


“Ya. Masih dalam tahap perencanaan. Tapi ... “



Tidak banyak yang dibicarakan. Akhirnya Wada-san bersama kekasihnya itu pun beranjak pergi, tanpa menyapa sekt.Maiko sama sekali. Tapi tidak lama setelahnya, Wada-san kembali masuk menemui sekt.Maiko.


“Maaf, pura-pura tidak kenal. Masih ada waktu, kalau kau minta aku batalkan pernikahan,” godanya pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko tersenyum, “Seperti biasa, kau selalu biasa bercanda.”


“Kau juga tidak berubah sama sekali.”


“Tolong bahagiakan istri Anda,” pesan sekt.Maiko.


“Kau juga, temukan pria baik dan berbahagialah,” ujar Wada-san pula.



Malam itu, Mahiro kembali menginap di tempat Misaki. Ia pun curhat soal Goro-san pada Misaki.


“Aku benar-benar kaget. Kupikir radarku sudah tajam soal orang-orang seperti itu. Tapi aku tidak menyadarinya hingga hari ini. Ingat Miura pernah bilang sebelumnya, ada alasan kenapa orang tidak menikah meski mereka sudah sukses. Dan seperti kau tahu, dia ternyata seperti itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal,” sesal Mahiro. Ia pun menyesap kembali anggur di gelasnya, mulai mabok.



Malam itu Goro-san pun keluar minum bersama salah satu karyawan.


“Saya salah mengenali Anda, ketua tim. Saya melihat Anda sebagai orang berbakat dan ‘sangat elit’.”


“Aku suka wanita, sampai aku bertemu Wada-san,” sesi curhat Goro-san pun dimulai. “Pertama kalinya bertemu dengan Wada-san adalah saat masih kuliah. Dia adalah mantan anggota klub yang kuikuti. Saat melakukan permainan, hukuman membuat kami terpaksa berciuman.”


“Jika saat kuliah, artinya sekitar 20 tahun silam.”


“Ya. Aku tidak menyangka akan selama itu ... “ Goro-san pun mengambil minumannya dan mulai minum. Ia ingin mabok malam itu.



“Anda serius akan menikah?” tanya sekt.Maiko.


Saat itu Reiji tengah asyik berlari di atas treadmil, “Kalau Wada bisa, tidak ada alasan aku tidak bisa. “


“Kalau Cuma karena bersaing dengan Wada-san, lebih baik pikirkan lagi soal perniakahan itu,” saran sekt.Maiko.


“Bukannya kau yang mengatakan kalau puncaknya cinta itu pernikahan?”


“Benar, tapi ... itu bukan hal yang mudah dicapai. Butuh persiapan serius untuk mencapai step itu.”


“Nama restoran, ‘Restoran Gosuke’ dan pemilihan chef, itu bukti cinta Misa-san dan aku. Kami akan membuat resepsi bersama perayaan pembukaan Samejima Hotel Tokyo. Ada alasan lain selain itu?” tantang Reiji.


“Untuk sekarang, kenapa Anda tidak coba dulu tinggal bersama?” saran sekt.Maiko.


Reiji kaget, hingga ia pun turun dari treadmillnya,”Mimpi seorang pria. Saat kekasihmu ada di sebelahmu tiap kali kau bangun di pagi hari dan di malam hari ... kau maksud, tinggal bersama seperti itu?” Reiji agak syok dan sangsi.


“Ya. Kupikir yang terbaik seperti itu. Anda akan bisa menentukan apakah nantinya akan menikah atau tidak. Daripada menyesal setelah menikah nanti.”


Reiji berpikir, “Tentu saja. daripada tiba-tiba mencapai puncak. Aku akan punya tujuan yang lebih khusus dengan membiasakan diri terlebih dahulu di dasar.”


“Presdir, Anda pernah tidur di sebelah seseorang kecuali keluarga, lebih dari dua hari?”


“Apa perjalana sekolah dihitung?”


“Tidak. Maksudku, antara Anda dan wanita.”


Reiji mengingat, “Sejauh ini, baru sehari.”


“Jadi, benar jika kusarankan Anda mencari pengalaman dengan tinggal bersama dulu.”


“Menikah setelah tinggal bersama selama satu tahun, bukan hal buruk. Akan kutunjukkan padamu. Aku akan tetap berusaha, hingga mencapai puncak!” tegas Reiji.


(Kelana hanya menuliskan seperti pada dorama ini. Well, memang budaya tinggal bersama di Jepang sana, adalah hal biasa. Berbeda dengan budaya di Indonesia, soal tinggal bersama. Jadi, tolong jangan protes dengan Kelana ya. Sekali lagi, Na Cuma menuliskan apa yang ada dari drama ini)



Malam itu, Reiji makan malam bersama Misaki. Pelan, Reiji menawarkan apakah Misaki mau tinggal bersama di apartemennya. “Maksudku, ayo tinggal bersama. Kalau kau tinggal di tempatku, kau tidak perlu khawatir lagi soal biaya sewa. Jadi, kau bisa menyimpan lebih banyak untuk mewujudkan mimpimu. “


Misaki awalanya kaget. Tapi perlahan ia mulai bisa menguasai diri, “Tapi, bisakah kita lakukan itu dengan pelan? Kita pernah putus sekali. Aku pikir itu karena kita terburu-buru dan belum benar-benar mengenal satu sama lain. Karena itu, tinggal bersama ... dalam situasi kita sekarang, lebih baik kita tinggal terpisah dulu.”


Reiji tampak kecewa dengan jawaban Misaki, “Aku mengerti.”


“Tapi, aku senang. Karena kau memintaku tinggal denganmu,” lanjut Misaki.


Malam itu, Misaki dan Reiji berpisah setelah makan malam. Misaki langsung pulang karena ia punya shif pagi besok di hotel.



Pagi berikutnya ...


Reiji berangkat diantar Katsunori-san seperti biasa. Dan dia mulai curhat soal Misaki, yang tampak enggan untuk datang ke apartemennya. Reiji pun mulai menyalahkan Katsunori-san. Ini terkait ranjang aneh yang pernah mereka persiapkan, agar Reiji bisa mencium Misaki.


“Jadi, Misaki-san tidak mau datang ke tempat Anda sejak itu?” tebak Katsunori-san.


“Benar. Dia pasti trauma karena hal itu,” Reiji manyun. (yang punya ide aneh dia sendiri, kenapa orang lain yang disalahkan. Duh abang Reiji ini.)



Hari itu, jadwal Reiji datang ke gym. Tapi ia dibuat kaget dengan kehadiran ayahnya, Kozo-san di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?”


“Itu, Ieyasu memintaku menunggu di sini.”


“Dan kenapa dia minta kau menunggu?” Reiji curiga.


“Karena tidak cukup orang untuk kencan kelompoknya, jadi aku membantu.”


“Jadi kau datang jauh-jauh ke sini dari Izu Cuma untuk itu?” Reiji sama sekali tidak mengerti.


“Kalau temanmu dalam masalah, kau harusnya membantu kan?”


“Hentikan melakukan hal memalukan seperti itu!”


“Eh? Tapi kalau ingin menikah, mungkin ini kesempatan terakhirku!” protes Kozo-san.


“Aku tidak mau kau datang ke kencan itu!” tegas Reiji.


“Kenapa tidak? Aku bahkan sudah beli baju baru,” protes Kozo-san lagi.


“Jangan pergi! Akan akan memarahi anak itu!” ancam Reiji.



Kozo-san pun akhirnya menuruti kemauan Reiji. Ini membuat acara Ieyasu kacau. Mereka kini kembali ke apartemen Reiji.


Kozo-san mengeluarkan sebuah botol dari dalam tasnya, “Apa mantan karyawanmu Misaki-san tinggal dekat sini?”


“Kenapa kau bertanya?”


“Saat dia datang ke ryokan, dia mencicipi asinan buatan sendiri dan mengatakan enak. Jadi, aku bawakan juga untuknya.”


“Baiklah, aku akan berikan itu untuknya,” komentar Reiji sambil melirik ke arah botol asinan itu.


Kozo-san kemudian pamit akan ganti baju. Sementara itu Reiji berpikir. Ia kemudian punya ide, menjadikan ayahnya sebagai alasan.


Reiji mengirim pesan pada Misaki. Ayahku datang ke apartemen. Dia membawakan asinan untukmu. Kapan aku bisa memberikannya untukmu?


Tidak butuh waktu lama menunggu balasan dari Misaki. Jadi, ayahmu datang? Kalau begitu, bagaimana aku datang sekarang dan mengucapkan salam?


Reiji tersenyum senang. Saat itu ayahnya heran melihat ekspresi wajah Reiji. Tapi Reiji pelit untuk mengatakan apapun.



Malam itu Misaki benar datang ke apartemen Reiji. Ia mencicipi asinan yang dibawa Kozo-san dan kembali memujinya dengan kata ‘enak’.


“Menyenangkan dipuji oleh anak muda,” ujar Kozo-san.


Misaki menawari Reiji juga. Tapi Kozo-san mengatakan kalau Reiji tidak terlalu suka. Tidak mau tampak bodoh, Reiji pun segera memasukkan asinan di depannya ke mulut, dan memuji enak.


“Lihat kan? Kau benci sesuatu bahkan sebelum mencobanya,” ujar Misaki.


“Kuharap kau mencoba mie soba-ku lain kali,” ujar Kozo-san pada Misaki.


“Rei-san mengatakan itu enak,” balas Misaki.


“Eh, Reiji bilang begitu?” Kozo-san tampak sedikit kaget.


Tapi Reiji tidak mau kehilangan muka, “Kukatakan aku harap kau bisa memakannya, bukan mengatakan itu enak.”


“Itu sama saja kan?” balas Misaki pula.



Pagi berikutnya. Ternyata Kozo-san sudah pulang, bahkan sebelum Reiji bangun. Paling tidak, kehadiran Kozo-san ternyata jadi alasan Reiji mengundang Misaki untuk datang dan Misaki pun tidak menolak.


“Tapi dia menolak menginap malam itu,” ujar Reiji.


“Mungkin karena dia tidak ingin mengganggu waktu pribadi Anda sebagai anak dan ayah,” ujar sekt.Maiko.


“Tidak, meski aku sendiri, sepertinya dia akan menolak menginap. Kalau begini, mimpiku untuk tinggal bersama dengannya Cuma jadi mimpi.”


Reiji masih merasa kalau keengganan Misaki datang karena pengalaman ranjang aneh waktu itu. Tapi kali ini Misaki mau datang lagi, karena ada Kozo-san.


“Benar. Aku mengerti. Aku akan bilang pada ayah untuk tinggal denganku. Dia menolak untuk datang ke tempatku, kalau Cuma ada kami. Tapi saat ayah di tempatku, dia akan datang tanpa protes. Demi Misaki yang kucinta, aku akan tinggal bersama ayah yang kubenci. Bukan berarti tinggal bersama seterusnya. Aku tidak butuh dia lagi kalau Misa-san sudah mau datang ke tempatku,” Reiji menyimpulkan.


“Tapi apa benar, dia akan datang kalau Kozo-san ada di tempat Anda?” sekt.Maiko tidak yakin.


“Itu yang akan kubuktikan!”



Reiji mengetik di ponselnya. Ayahku ingin kau makan mie soba-nya. Kau punya waktu semalam?


Tapi ternyata jawaban dari Misaki tidak kunjung datang. Bahkan saat rapat pun, Reiji tidak fokus. Ia terus saja memandangi ponselnya. Hingga pesan dari Misaki datang, dan rapat yang belum selesai ditinggal begitu saja oleh Reiji.


Balasan dari Misaki. Kau kau tidak keberatan datang larut, aku akan mampir.


Reiji kembali ke ruangannya. “Aku tahu dia akan makan bersama ayah. Katsunori, aku minta sesuatu. Pergi ke tempat ayahku, dan bawa dia ke sini bersama tepung soba dan peralatan membuat soba-nya!”


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaaa ... tinggal bagian terakhir ya. Sabar ya. Ini agak banyak sih, jadi agak lama. Soalnya episode terakhir ini ada perpanjangan 10 menit, jadi agak panjang juga sinopsisnya. Maafkan juga untuk typo yang bertebaran.


Kelana juga minta maaf, kalau bagian terakhir sinopsis ini agak lama. Selain karena durasinya yang bertambah 10 menit, Na belakangan juga sedang ada kesibutan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi Na akan tetap usahakan secepatnya. Terimakasih untuk pengertiannya.