Results for Haru

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 2 end. Misaki setuju untuk mulai hubungan baru dengan Reiji. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Masih ada keraguan dalam hati Misaki. Dan bagaimana Reiji meyakinkan Misaki soal hubungan mereka?


Reiji mendapat ide, agar Misaki mau datang ke apartemennya. Ayahnya, Kozo-san. Reiji pun menyuruh sopirnya untuk kembali menjemput Kozo-san, lengkap dengan perlengkapan membuat soba-nya.


Kozo-san tengah memipihkan adonan untuk membuat soba. Sementara itu sekt.Maiko dan Katsunori-san membuat kuahnya. Dan Ieyasu yang malam itu bergabung, turut membantu. Seperti sebelumnya, Ieyasu ini bersikeras membawa ayam goreng, meski itu tidak cocok dengan soba.


Tapi protes sekt.Maiko tidak membuat Ieyasu mundur dari ayam gorengnya. Ia justru ingin memasangkan hal yang mustahil. Obrolan pun merembet soal Reiji dan ayahnya, bahkan soal Reiji dan Misaki, yang sekilas tidak mungkin bersama. Saat itu Reiji baru selesai mandi. Ia tidak suka dengan obrolan Ieyasu ini.


“Bisakah kita mulai lagi dari titik sebelum bicara soal soba?” pinta Ieyasu.


“Diamlah!”


Saat itu bel berbunyi. Ieyasu meminta Reiji menyelesaikan mengeringkan rambut, sementara ia yang akan membukakan pintu.



Ternyata Misaki yang datang. Setelah semua selesai, mereka pun makan malam bersama. Misaki memuji soba buatan Kozo-san.


“Manis!” seru Ieyasu melihat Misaki. “Saat Misaki-san makan soba bahkan ... “


Tapi Reiji yang cemburu buru-buru menyumbal mulut Ieyasu dengan potongan ayam goreng.


Obrolan berlanjut dengan hal-hal ringan. Soal soba yang enak, pekerjaan Misaki dll. Misaki penasaran kenapa Kozo-san kembali, padahal dia sudah pamit untuk pulang. Tidak ingin misi sebenarnya ketahuan, Reiji pun memotong pembicaraan. Dia yang menjelaskan kalau Kozo-san kembali lagi, karena benar-benar ingin Misaki mencoba soba buatannya. Misaki pun tidak bertanya lagi.



Makan malam sudah selesai. Sekt.Maiko dibantu Ieyasu beres-beres meja. Misaki tengah mencuci piring-piring bekas makan mereka. Sementara Kozo-san yang kelelahan sudah rebahan di atas sofa. Dia sudah ge-er karena diselimuti, berpikir kalau itu adalah Reiji. Ternyata itu Katsunori-san.


Setelah selesai, Reiji mengkode Misaki untuk bicara di teras. Reiji menawari jika Misaki akan menginap. Tapi Misaki langsung menolak begitu saja dengan alasan dia punya sift pagi besok. Tapi Reiji tidak kehilangan akal. Dia beralasan kalau Kozo-san ingin bicara, dan akan kesal kalau besok saat bangun, ternyata Misaki sudah tidak ada.


Misaki akhirnya setuju untuk menginap. Mereka tidur di futon di lantai. Kozo-san ada di tengah antara Misaki dan Reiji. Reiji masih penasaran dengan Misaki. Ia pun melihat ke arah Misaki. Tapi saat tahu Misaki sudah tertidur, Reiji pun menyerah dan akhirnya tidur sendiri. Padahal ... Misaki sebenarnya juga belum tidur.



Pagi berikutnya


Reiji sudah mempersiapkan sarapan untuk ayahnya, Kozo-san. Ternyata pagi itu Misaki pergi awal. Kozo-san mengatakan kalau Misaki minta dihubungi jika Kozo-san datang ke tempat Reiji lagi. Ini membuat Reiji punya ide. Ia menawari ayahnya itu untuk tinggal bersama di apartemen, apalagi di penginapan, Kozo-san juga tidak melakukan apapun.


Kozo-san tampak kaget sekaligus heran dengan sikap Reiji yang berubah dengan tiba-tiba itu. ia pun berjanji akan memikirkannya. Tapi Reiji tidak mau jawaban tertunda. Ia minta agar Kozo-san tidak perlu memikirkannya dan cukup setuju saja.


“Kau capek kan? Kau demam atau batuk?” Reiji sudah berada di sebelah Kozo-san dengan tangan di atas meja.


Kozo-san heran, “Tidak sama sekali.”


“Mungkin kalau dicoba bisa kan?”


“Reiji, kau menakutiku,” komentar Kozo-san. Tapi Kozo-san pun mencoba untuk batuk dan berhasil.


“Kau ingin bermain dengan cucu kan?” bujuk Reiji lagi.


“Heh? Apa artinya kau dan Misaki-san akan menikah?!”


“Dan yang memegang kuncinya adalah kau, Ayah. Saat pulang nanti malam, aku ingin kau pura-pura batuk seperti tadi,” pesan Reiji.



Misaki baru saja pulang dan mendapati pesan Reiji di inbox ponselnya. Tapi dasar Reiji, tidak sabar menunggu jawaban, ia pun menelepon.


“Ayah harusnya pulang, tapi dia tidak merasa baik dan hanya tiduran di kasur. Aku pikir dia akan lebih baik jika melihatmua. Tolong datanglah. Tentu saja, aku tidak keberatan kalau kau juga akan menginap,” bujuk Reiji. Sesekali ia mendekatkan telepon pada Kozo-san yang tengah pura-pura terbatuk.


“Rei-san, kau tidak bohong kan?” tembak Misaki.


Terlanjur basah, Reiji pun melanjutkannya, “Aku baru saja melihatnya, dan sepertinya dia sudah lebih baik. Kau tidak perlu kesini.”


“Rei-san, hari libur besok, bisakah kita bicara serius?” pinta Misaki kemudian.


“Tentu saja. Dimana kita akan bertemu?”


“Bagaimana jika di tempatmu saja,” usul Misaki.


“Tentu. Tapi tidak apa di tempatku?”



Selesai menutup telepon, Reiji beranjak ke bak cuci. Ada cucian kotor di sana yang harus dibersihkan. Kozo-san pun menyusul. Ia ingin tahu yang terjadi. Tapi ternyata Reiji mengatakan kalau Misaki tidak akan datang malam itu.


“Sekarang, lupakan dulu soal ajakanku untuk tinggal bersama,” ujar Reiji pada ayahnya itu.


“Maaf kalau begitu,” kata Kozo-san. “Sepertinya aku membuat masalah lagi.”


“Kenapa harus minta maaf? Itu bukan salahmu,” elak Reiji.


“Ya, tapi tetap saja. Ada gen-ku dalam dirimu. Gen itu yang membuat kau tidak berhasil dengan wanita. Jadi, aku yang sudah membuat masalah,” sesal Kozo-san.


“Jangan minta maaf soal hal seperti itu. Lagipula, kau tidak terlalu buruk kok memperlakukan wanita,” ujar Reiji. “Dan ... aku hargai usahamu untuk pura-pura batuk tadi.”


Kozo-san pun tersenyum senang dengan tanggapan putranya ini. (cieeee ... jadi ayah dan anak udah baikan ini ya ceritanya)



Hari libur yang dijanjikan tiba. Reiji masih sempat beres-beres rumah dan mencuci terlebih dahulu sebelum Misaki datang. Setelah Misaki datang, mereka pun makan bersama dan ... mulai bicara.


“Soal ajakanmu untuk tinggal bersama ... “ Misaki ragu melanjutkan.


“Oh itu. Kau sepertinya ingin pelan-pelan saja. Tapi, meski tinggal bersama, kita bisa mempertahankan hubungan kita tetap dalam level ini. Jadi, bisakah kau pikirkan lagi soal tawaran itu?” sambar Reiji.


“Aku ... tidak ingin kita tinggal bersama,” ujar Misaki akhirnya.


“T-tapi kenapa?” Reiji kaget.


“Sejujurnya, aku takut. Aku berpikir, kalau kita tinggal bersama, hanya karena satu kesalahan saja, kau akan langsung mengatakan ‘pergi!’. Aku takut itu terjadi.”



“Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal menakutkan itu?”


“Kau mengatakannya dua kali. Kau mengatakan ‘kau dipecat’, dan aku pergi dari perusahaan. Saat aku kembali bekerja, kau bahkan menyuruhku untuk pergi dari perfektur Kanagawa.”


“Itu masa lalu,” elak Reiji.


“Sepertinya itu salahku juga. Tapi Rei-san, kau tipe orang yang tidak akan memaafkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gayamu. Jika ada yang tidak mau kau maklumi, kau akan langsung memutusnya. Itulah kenapa aku takut,” cerita Misaki.


“Aku tidak akan mengatakan ‘kau dipecat!’ atau ‘pergi!’ lagi,” janji Reiji.


“Kenapa kau yakin akan melakukan itu?”


“Aku tahu rasa sakitnya. Jika aku sendiri tidak bisa menahan rasa sakit itu, bagaimana dengan orang lain. Saat kita bertemu, aku jadi tahu rasa sakit. Goethe salah. ‘Those who do not love their loved ones' shortcomings, cannot truly say 'I love you'. Aku yang sekarang akan berpikir ‘Those who do not try to fix their shortcomings for the sake of their loved ones, cannot truly say 'I love you'.


“Kenapa kau berkeras agar kita tinggal bersama?”


“Jika kau bersamaku, aku jadi aneh. Tapi, jika kau di sini, aku bisa berubah. Mulai sekarang, meski ada hal yang tidak membuatnya nyaman, aku akan berusaha menyesuaikan. Jadi, bisakah kau berikan kesempatan untuku berubah?” bujuk Reiji lagi.



Beberapa hari kemudian.


Misaki setuju untuk tinggal bersama Reiji. Pagi itu, Misaki tengah asyik di dapur mempersiapkan makanan. Reiji yang baru mandi datang menyapa. Ia tampak sangat gembira menggoda Misaki yang tengah memasak. Bahkan Reiji berulangkali menyebut nama-nama lauk yang tengah dipersiapkan oleh Misaki. (bener-bener kekanak-kanakan banget deh si abang satu ini)


Setelah ganti baju, Reiji pun makan bersama Misaki. Tapi ia menemukan nasinya terlalu lembek. Lalu, telur mata sapi-nya, memiliki kuning telur yang utuh. Reiji tampak berhenti sebentar. Tapi saat ditanya oleh Misaki, Reiji tidak mengatakan apapun.



Tidak bisa mengeluh di rumah, Reiji pun mengeluh di kantor. Dan seperti biasa, sekt.Maiko masih setia mendengarkan keluhan Reiji.


“Ini benar-benar titik buta. Saat aku mencoba masakan Misaki setelah kami kencan secara resmi. Aku tidak mengira akan ada masalah soal caranya memasak,” curhat Reiji sambil memandangi ikan-ikan medaka-nya di akuarium.


“Bukankah kau bilang, kemampuan Misaki-san memasak luar biasa?”


“Kemampuannya memang luar biasa. Tapi masalahnya, selera kami berbeda. Aku lebih suka nasi tidak terlalu lembek, dan kuning telur di telur mata sapiku agak berantakan. Tapi nasi buatan Misa-san terlalu lembek. Dan kuning telur di telur mata sapinya, bulat sempurna. Aku ingin menambahkan saus kedelai di natto-ku setelah mengaduknya. Tapi Misa-san memasukkanya sebelum diaduk. Aku ingin piring dicuci langsung setelah digunakan. Tapi Misa-san membiarkannya nanti setelah agak banyak. Aku baru sadar, kalau perbedaan kami cukup banyak.”


“Bukankah Anda mengatakan akan memahaminya?”


“Tentu saja. Aku akan merubah kebiasaanku. Itu syarat kami tinggal bersama.”



“Apa kau tahu di mana aku meletakkan handukku?” tanya Reiji.


“Aku mencucinya. Kenapa, tidak boleh?”


“Bukan begitu. Itu karena baru digunakan sehari saja.”


“Aku rajin untuk urusan cuci pakaian. Setelah sekali digunakan, letakkan saja di keranjang cucian. Kuletakkan pakaianmua di sini,” ujar Misaki meletakkan sekolah pakaian Reiji.


Reiji melihat pakaian yang sudah terlipat rapi itu. Ia merasa tidak suka dengan cara Misaki melipat kaos kakinya, yang dibalik seluruhnya. Padahal gaya Reiji hanya ditekuk sedikit saja. Dengan kesal Reiji pun membuka kaos kaki-kaos kakinya dan mulai melipatkanya lagi dengan gayanya sendiri.



Satu minggu kemudian.


Reiji pulang lebih dulu dengan wajah kusutnya. Ia langsung menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor sisa makan tadi pagi. Tidak lama setelahnya, Misaki juga pulang. Melihat Reiji yang tampak manyun, Misaki tahu, pasti ada sesuatu.


Misaki pun memaksa Reiji untuk bicara jujur. Tapi Reiji berkeras tidak ada apapun. Misaki kesal, karena sikap Reiji belakangan makin galak. Padahal mereka tinggal bersama. Jadi harusnya, tidak ada yang saling disembunyikan. Reiji ikut kesal. Ia berpikir, kalau ia komplain artinya dia tidak cukup toleran. Dan ia tidak siap untuk bisa menerima Misaki beserta sikapnya, serta tinggal bersama dengannya.


“Kita punya banyak perbedaan selera,” ujar Reiji akhirnya setelah dibujuk dan berdebat dulu dengan Misaki.


Misaki heran. “Tolong katakan yang sebenarnya!”


“Tapi janji, kau tidak akan pergi kalau aku bicara jujur,” pinta Reiji yang diiyakan oleh Misaki. “Kita sudah tinggal bersama, tapi sampai kapan kita akan terus bicara formal? Kau tidak tahu betapa menyakitkannya soal formalitas seperti itu.”


“Baik, aku mulai bicara secara kasual,” ujar Misaki dengan gaya informal/kasual


Reiji kaget. Meski ia yang mengusulkan, ia sendiri juga yang menarik ide itu dan minta agar Misaki kembali bicara dengan bahasa formal saja.


“Baiklah. Bagaimana kalau pelan-pelan dulu. Kita akan bicara bahasa kasual setiap 10 ucapan bahasa formal dulu,” usul Misaki. Reiji pun setuju dengan ide ini. “Ada lagi?”



“Apa kau suka nasi lembek?” tanya Reiji. Ia mengekor Misaki yang meletakkan bajunya.


“Tidak. Aku tidak suka sama sekali.”


“Tapi nasi buatanmu setiap pagi sangat lembek.”


“Itu karena ricecooker di sini, bukan seperti yang biasa kugunakan. Jadi aku belum terbiasa,” aku Misaki.


“Benarkah?”


“Lihat kan? Kalau kau mengatakannya, ini bisa diselesaikan dengan mudah?” pembicaraan mereka perlahan tidak kaku dan tegang lagi.


Reiji pun melanjutkan protesnya. Dari telur mata sapi yang kuningnya berantakan, hingga cara memakan natto. Dan terakhir soal mencuci piring setelah makan. Reiji ingin langsung dicuci. Tapi ia tidak akan memaksa Misaki melakukan hal yang sama untuk piring yang digunakannya.


“Bagaimana jika kau yang melakukannya juga (mencuci piring)?” ujar Misaki dengan bahasa kasual.


Reiji kaget. Tapi juga senang dengan gaya bicara Misaki. Mereka akhirnya sepakat kalau soal cuci piring akan dilakukan Reiji semua. Misaki senang juga karena sudah dibantu.


“Kau pasti sangat lapar,” komentar Misaki.


Mereka pun membuat makan malam bersama. Sementara Misaki mempersiapkan lauk untuk makan, Reiji kebagian jatah menanak nasi, seperti gayanya.



Setelah makan malam, Reiji pun mencuci piring-piring dan perlengkapan makan mereka. Sementara itu Misaki tengah belajar di ruang tengah. Reiji mengintip sedikit ke arah Misaki dan tersenyum.


Misaki pun melihat sebentar ke arah Reiji. Ia tampak bahagia.



Satu tahun kemudian


Pembukaan cabang baru hotel Samejima cabang Tokyo. Dan acara pernikahan di restoran Gosuke ... Wada-san dan kekasinya.


“Aku ingin berterimakasih pada Anda semua yang sudah mau datang meski sibuk. Kami juga ingin berterimakasih banyak sudah menyediakan tempat ini, pada presdir Samejma Hote, Samejima Reiij-kun. Dia menganggapku sebagai mentor. Dari urusan pekerjaan hingga cinta, dia berkonsultasi padaku soal banyak hal. Tujuan utamanya adalah menjadi hotel terbaik duni. Tapi, kenyataan tidak mudah. Setelah diambil alih adikku, Stay Gold Hotel lebih bersinar dan jadi hotel terbaik dunia dalam enam tahun berturut-turut. Sayangnya, tidak ada satupun cabang Samejima Hotel yang masuk sepuluh besar tahun ini. Jadi, saya sangat menunggu dengan dibukanya Samejima Hotel Tokyo ini,” ujar Wada-san. “Jadi, tetap semangat untuk mencapai yang terbaik. Para tamu, silahkan nikmati pestanya!”


Wajah Reiji sudah manyun dan ditekuk luar biasa, “Benar-benar orang ini!”



“Mahiro-chan, bisakah kau ambil fotoku dengan Wada-san?” pinta ketua tim Goro-san yang langsung diiyakan oleh Mahiro.


Lalu karyawan lain serentak berkumpul dan mulai bisik-bisik. Mereka bicara soal rumor, kalau Goro-san dan Mahiro kencan. Apalagi mereka beberapa kali tampak minum bersama hingga larut. Tidak ada jawaban pasti soal itu. Semuanya hanya menerka-nerka saja.


“Jadi, bagaimana kau bisa bergabung dengan perusahaan?” kali ini pertanyaan pada Ieyasu.


“MIuRA is CALLed untuk datang ke perusahaan. Pendeknya jadi Mira-Call. Artinya, dengan mempekerjakan Ieyasu Miura ini, Presdir akan mendapatkan MIRACLE atau keajaiban dalan industri perhotelan,” sombong Ieyasu.


Tentu saja para karyawan itu tidak ada yang percaya. “Fakta kau tidak juga dipecat adalah MIRACLE itu sendiri!”



“Kau ada apa-apa, hubungi aku. Aku pamit,” ujar Reiji pada Misaki.


“Baiklah. Semoga sukses.”


“Itu Cuma wawancara. Sampai jumpa lagi.”



Di sebuah tempat, Reiji sudah duduk di kursinya. Lalu ada beberapa kamera dan kru yang siap merekam. Di kursi sebelah ada ... Sakurai Sho. (kkkk ketawa lihat adegan ini. Terimakasih buat bang Sho yang udah jadi cameo di dramanya ini. Berharap sih member Arashi lain juga ikutan #ehe)


Sho membuka acaranya dan memperkenalkan Reiji. Ia bertanya, apa Reiji tegang yang dijawab Reiji dengan tidak secara tegas. Sho pun melanjutkan pertanyaannya.


“Sebentar lagi akan dibuka Samejima Hotel Tokyo, apa nilai plusnya?”


“Kalau soal menjadi hotel terbaik dunia, tidak ada nilai plus. Tampilan, tata ruang, layanan dan ruangan. Semuanya adalah standar terbaik dunia. Kalau tidak demikian, kami tidak akan pernah jadi yang terbaik,” ujar Reiji, agak nervous.


“Soal moto perusahaan sejak awal dibangun, ada perubahan. Bisa kau sebutkan hal itu?” pinta Sho pula.


Dengan sedikit malu, Reiji pun mengambil papan besar berisi moto-nya, “Target, full spedd, two monts ... with love.” Kalimat terakhir diucapkan Reiji dengan senyum malu-malu. “Apapun tujuannya, lakukan dengan cinta. Orang yang tidak tahu soal cinta, tidak akan bisa bekerja dengan baik.”


“Apa hal soal cinta itu jadi titik balik Anda?”


“Ah, pertanyaannya yang cerdas!”



Wawancara selesai dengan sukses. Sekt.Maiko lalu minta agar Reiji dan Sho mau diambil gambar, sambil menjabat tangan. Setelahnya, Sho pun pamit.


“Sakurai Sho-kun ... memujimu dan mengatakan ‘kau cantik’,” ujar Reiji pada sekt.Maiko yang ada di sebelahnya.


Sekt.Maiko tersipu, “Benarkah?”


“Tentu saja tidak. Aku bercanda. Jangan ge-er dulu!” Reiji pun tertawa senang karena berhasil mengerjai sekretarisnya ini.



Reiji bersiap pulang, seperti biasa diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. Sekt.Maiko bertanya soal Misaki. Reiji mengatakan kalau Misaki mengiriminya email dan mengatakan sudah sampai di rumah.


“Aku yakin dia menunggu di depan pintu, sambil melakukan pose Mitsuyubi,” sombong Reiji. (Mitsuyubi adalah pose berlutut dengan tangan di lantai, membungkuk)


Sekt.Maiko hanya tersenyum menanggapi ucapan Reiji, “Apa Misaki-san ingin segera menikah juga?”


“Aku tidak ingin buru-buru. Itu tergantung, waktuKU.”


“Sepertinya tidak berarti dia akan langsung setuju,” elak sekt.Maiko.


“Tentu saja dia akan setuju. Kami sudah tinggal bersama satu tahun, kami berlatih seperti pasangan menikah,” elak Reiji.



Tapi dering telepon mengalihkan pembicaraan. Reiji menerima telepon itu, dari Misaki. Tapi ia bicara dengan berbisik. Meski tetap saja, sekt.Maiko maupun Katsunori-san bisa mendengarnya.


Misaki minta tolong agar Reiji mampir membeli susu lebih dulu dan memastikan juga tanggal kadaluarsanya. Tidak hanya susu, Misaki pun minta tolong dibelikan beberapa bahan makanan lain, karena di rumah sudah habis. Reiji tidak menolak dan langsung mengiyakan saja. Telepon pun ditutup.


“Misaki-san luar biasa kan? Karena di bisa menelepon meski sedang melakukan pose Mitsuyubi,” sindir sekt.Maiko.


“Diamlah!”


“Presdir, Anda ingin mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Katsunori-san.


“Aku merasa haus. Mungkin perlu beli susu,” Reiji membuat alasan. Tapi senyumnya makin terkembang. Cinta tersulit yang harus dilaluinya ternyata membuat lebih dewasa.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yatta!!! Akhirnya sinopsis ini selesai juga. Gomene, teman-teman. Agak lama ya. Kesibukan dunia nyata benar-benar menyita waktu akhir-akhir ini. Dan minggu ini, Kelana juga akan kembali hiatus, karena blog akan maintenance/perawatan rutin. Mohon sabar ya.


Ini salah satu drama keren di 2016. Sosok Reiji yang sok keren dan cool, ternyata memiliki sisi kekanak-kanakan. Tapi kehadiran Misaki perlahan membuat Reiji lebih manusiawi dan berubah lebih dewasa.


Ah ... karakter Reiji di drama ini benar-benar kuat. Nggak heran sih, bang Satoshi Ohno pun diganjar aktor terbaik. Nggak ada yang bisa menggantikan Reiji. Dan pertarungan Reiji untuk memiliki hotel terbaik di dunia, justru mengantarkannya mendapatkan hal tak tergantikan, cinta. Alur ceritanya sendiri memang rapi. Penggambaran tiap karakternya juga kuat. Tidak hanya tokoh utama saja, pemeran pembantu di drama ini juga mendapatkan porsi mereka sendiri. Meski di akhir cerita disebutkan kalau tujuan awal Reiji memiliki hotel terbaik, gagal. Ia akirnya mendapatkan tujuan sebenarnya, cinta.


Oh ya, hiatus kali ini, Na juga memikirkan banyak hal. Termasuk keberlangsungan blog yang sudah bertahan nyaris enam tahun ini. Life must go on. Ada banyak hal lain yang ternyata ingin Na kejar juga. Bukan berarti Na berhenti nulis. Cuma mungkin, bagi-bagi waktu untuk tulisan lainnya juga. Hmm ... Na belum buat keputusan apapun sih. Tapi, Na akan pikirkan lagi soal kelanjutan blog ini. Harap maklum.


GAMBAR DALAM PROSES UPLOAD
Bening Pertiwi 13.58.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 1. Huaaaa akhirnya sampai episode 10 juga, Sodara. Gimana, cerita Reiji dan Misaki masih asyik buat disimak kan? Ok, berikut lanjutan episode 10 ya.


Karena buku tentang bisnis, Reiji akhirnya punya kesempatan bicara dengan Misaki. Keduanya pun berbaikan. Dan ... Reiji berhasil memeluk Misaki, tanpa ada penolakan. Malam itu jadi malam paling sempurna bagi Reiji, bukti dari semua usahanya kembali mendekati Misaki.



Reiji memeluk akuarium ikan medaka-nya sambil tidak berhenti tersenyum. “Keberanian mendekati Misa-san, satu langkah saat itu. Dan kekuatan untuk memeluknya, tanpa persetujuan, kalau aku sempat melihat film kehidupanku sebelum mati, da melihat semuanya. Momen seperti itu akan dihargai hingga akhir waktu.”


“Kami ikut senang dengan hasil yang Anda capai. Tapi, apa benar Anda hanya memeluknya?” tanya sekt.Maiko.


“Apa maksudmu ‘Cuma memeluk’?” Reiji berbalik, tidak suka.


“Kau tidak menciumnya atau bahkan pergi ke hotel?”


“Tentu saja tidah. Di dunia penuh pikiran buruk ini, aku dan Misa-san adalah pasangan terakhir yang akan tetap memegang cinta sejati,” elak Reiji.


Dan pertanyaan serta komentar berikutnya adalah perdebatan tidak penting Reiji dengan sekt.Maiko.



“Kita kembali ke topik sebelumnya. Setelah pelukan ... apakah kalian bicara?” tanya sekt.Maiko lagi.


Tapi rupanya momen istimewa Reiji dan Misaki itu terganggu oleh dua orang karyawan mabuk yang tengah berjalan pulang. Merasa malu, Reiji dan Misaki pun buru-buru saling melepaskan. Keduanya pun membungkuk dalam, seperti dua orang pejudo yang selesai pertandingan, canggung.


Sekt.Maiko memandang Katsunori-san, tidak percaya dengan ucapan Reiji. Dia berpikir benar perkataan Reiji tadi, kalau mereka adalah pasangan terakhir yang memegang teguh cinta sejati.


“Saat itu, kata-kata tidak kami butuhkan,” Reiji masih saja memamerkan wajah bahagianya. “Memangnya aku harus bicara apa?”


Sekt.Maiko bingung, “Mungkin saja Misaki sebenarnya menemui Anda karena ingin bicara soal buku yang Anda berikan.”



Reiji masih memikirkan ucapan sekt.Maiko tadi. Meski awalnya ragu, Reiji akhirnya menghubungi Misaki. Tidak butuh lama bagi Reiji untuk kemudian mendengar suara Misaki. Saat Reiji bertanya, Misaki mengaku tidak masalah untuk bicara lewat telepon meski sudah larut.


“Aku ingin pesan ruangan di hotelmu,” ujar Reiji.


Misaki bingung, “Kupikir lebih baik menghubungi hotel secara langsung saja,” saran Misaki.


“Bukan hotel Wada. Aku bicara soal hotel yang ingin kau bangun di masa depan nanti.”


Misaki tersenyum, “Tapi aku tidak tahu, berapa tahun dibutuhkan untuk mencapai hal itu.”


“Kudengar kau ambil cuti. Maukah kau tunjukkan padaku? Aku ingin tahu, tanah tempat kau mewujudkan mimpimu nantinya,” ujar Reiji.



Seperti sebelumnya, Reiji menjemput Misaki di tempat biasa dengan mobil mungilnya. Hari libur itu, Reiji mengajak Misaki untuk mengunjungi tanah yang ditinggalkan kakek Misaki padanya.


“Sudah lama sejak kau dan aku pergi bersama seperti ini,” ujar Reiji.


“Tapi terakhir kali karena pekerjaan kan?” pertanyaan Misaki yang diiyakan oleh Reiji. “Dan persiapan pembukaan hotel barumu tahun depan berjalan baik kan?


“Benar. Dan pertemuan dengan chef Tanaka dari Restoran Gosuke pun masih dalam proses. Terimakasih padamu, aku bisa membuat restoran idealku.”



Reiji dan Misaki tiba di sebuah tanah lapang. Pemandangan di depannya adalah laut lepas dan hamparan pantai yang panjang dan masih lengang. Benar-benar tempat yang sempurna untuk mendirikan sebuah hotel.


“Ini pertama kalinya aku datang ke sini dengan seseorang,” aku Misaki. “Jadi aku merasa malu. Seperti pertama kali menunjukkan ruanganku pada orang lain.”


“Tidak masalah kan aku masuk?” tanya Reiji yang langsung diiyakan oleh Misaki.


Reiji pun melangkah masuk. Ia kemudian melangkah beberapa langkah di tanah itu, kemudian berjongkok, mulai mencabuti rumpu. Misaki yang melihatnya heran, karena toh rumput itu pasti akan tumbuh lagi nantinya.


“Kuputuskan untuk menyemangati kau mewujudkan mimpimu. Lebih mudah melukiskan mimpimu di atas kanvas putih bersih,” ujar Reiji. Suasana kembali canggung di antara keduanya. Reiji pun mengusulkan untuk bermain game sambung kata atau shiritori.


Mulanya Misaki heran. Tapi ia pun akhirnya menuruti saja. Permainan pun dimulai.


"Re Miseraburu". (Les Miserables) yang dijawab oleh Reiji dengan "Ruminoru hannou" (reaksi Luminol). U~... "Uinstonu Chachiru" (Winston Churchill). "Rukusenburuku" (Luxembourg). "Kuchibiru" (Lips). Ru.. "Rubikku Kyuubu" (Rubick's Cube). Bushidou (Samurai). "Ukon ekisu" (Turmeric extract). "SumaHo" (smartphone). "Hochikisu" (stapler). "Sunaba" (sand). "Bainiku ekisu" (Plum pulp extract).


“Kau selalu mengatakan kata-kata berakhiran ‘kisu’,” komentar Misaki.


“Ah, aku tidak sadar itu. Mungkin bibirku secara alami mengatakan itu,” elak Reiji.


Senyum Misaki makin lebar, “Meski begitu, kau belum pernah melakukannya.”


“Tentu saja pernah. Jangan remehkan aku!” elak Reiji.



“Kalau begitu, sekarang giliranku kan? "Suri Ranka" (Sri Lanka).”


Ka... "Canada". "Daiei Teikoku" (British Empire). "Kuchizuke" (Kiss)! "Keikai Taisei" (alert). "Isanami Suyao". "Omei henjou" (Clearing one's name). "Uruguai" (Uruguay). "Isanami Shiho". "Honne" (Real intention). "Neguse" (Bedhead/Tossing and turning in bed). "Seppun" (Kiss)!


Permainan makin seru. Tapi Reiji terus saja mengulangi kata-kata berakhiran ‘kissu’. Dan terakhir dia mengatakan kata berakhiran ‘n’, padahal dalam shiritori, hal itu tidak diperbolehkan. Itu artinya Reiji kalah.


“Ah ... aku kalah,” keluh Reiji. Bukannya mendapat hukuman, Reiji justru mendekatkan wajahnya ke wajah Misaki, dan mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki.


Semuanya berjalan sangat cepat. Misaki bahkan tidak menyangka Reiji akan bersikap berani seperti itu. Misaki yang kaget akhirnya pun terjengkang ke belakang.


Kedua pasangan ini pun berpelukan dengan latar belakang laut biru dan matahari senja. Dan terakhir, sebuah ciuman hangat antara keduanya. (cieeee akhirnya Reiji berhasil mencium Misaki. Btw, buat fans bang Ohno, jangan pada cembokur yeee)



Perjalanan kembali ke Tokyo kali ini agak canggung setelah ciuman tadi. Setelah sampai, Misaki mengucapkan terimakasih dan turun dari mobil.


Reiji pun menyusul keluar dan meminta Misaki memeriksa sekali lagi, apakah masih ada barangnya yang tertinggal atau tidak. Misaki heran, tapi menurut saja. Reiji pun berputar ke belakang, membuat bagasi mobilnya. Ada dua bunga di sana, sebatang mawar merah dan sebuket bunga mawar lengkap. Kali ini Reiji tidak ingin gagal. Ia pun mengambil sebuket besar mawar merah dan menyerahkannya pada Misaki. Misaki yang kaget hanya bisa tersenyum saat menerima bunga itu.


Reiji yang canggung buru-buru kembali ke dalam mobilnya. Saking canggungnya, ia bahkan sempat salah memencet tombol di dalam mobil. Akibatnya mobil berjalan buru-buru dan aneh. Setelah agak jauh, Reiji baru bisa bernafas lega. Ia pun berteriak senang. Semuanya berjalan lancar!



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyum girangnya di apartemen. Sampai sebuah pesan datang, dari Misaki.


Datang ke tanah milik kakek setelah lama, membuatnya senang. Dan terimakasih atas mawar menakjubkan ini. Isanami Shiho. Isi pesan dari Misaki.


Reiji tidak bisa tidak tersenyum. Senyum di wajahnya pun makin lebar. Tanpa sangka, tangannya memegang kertas yang terselip dalam sofa. Ternyata sobekan gambar yang pernah Reiji buat, Isanami Suyao dan Isanami Shiho. Gambar itu pun kembali lengkap.


“Shiho-san, kau akhirnya kembali kan?” gumam Reiji.



Masa pacaran Reiji – Misaki pun kembali. Keduanya tampak berjalan beriringan sambil terus mengobrol dengan senang. Tidak lupa makan malam bersama.


Reiji bahkan datang ke pemandian umum tempat Misaki biasa datang. Meski pada akhirnya, Reiji kesal sendiri karena di pemandian itu ia bertemu kakek-kakek dengan pendengaran kurang yang berdebat hal tidak penting.


Tapi yang jelas, Reiji bisa menikmati susu segar setelah mandi yang sangat disukai oleh Misaki. Rasa susu itu tetap saja menyenangkan.



Setelah mandi, Reiji pun ikut datang ke apartemen Misaki. Ia pun dibuat takjub dengan apartemen tua yang keren itu. Keduanya lalu asyik mendengarkan rokugo dan kemudian mengobrol.


Malam itu Reiji menginap dia apartemen Misaki. Keduanya tidur berselebahan. Kali ini Reiji tidak ragu untuk menggenggam tangan Misaki. Ia pun bangun untuk mematikan lampu tidur. Tapi tangannya rupanya kurang panjang untuk menjangkau lampu itu. Setelah beberapa kali mencoba, Reiji pun akhirnya berhasil. Ruangan gelap.



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyumnya di kantor, “Aku tidak berpikir semua ini akan sangat lucu. Aku takut,” curhat Reiji.


“Ini karena terlalu senang?” komentar sekt.Maiko datar.


“Kau bisa baca pikiranku?”


“Anda terus saja bergumam sejak pagi. Tolong berubah ke mode kerja Anda,” saran sekt.Maiko.


“Setelah perjuangan, akhirnya aku bisa naik gunung bernama cinta. Dan melihat pemandangan dari atas, bukan hukuman buruk.”


“Memangnya menginap di tempatnya itu puncaknya cinta?” sindir sekt.Maiko.


“Apa ada tempat yang lebih baik dari itu?”


“Bagiku, Anda tampak seperti anak kecil yang pertama kali sampai di atas pada permainan memanjat.”


Keduanya pun kembali berdebat. Sekt.Maiko meremehkan semua pencapaian Reiji, karena Reiji sudah 35 tahun, bukan anak-anak lagi. Jadi harusnya dia tidak puas hanya mencapai semua itu. Menurut sekt.Maiko, puncaknya adalah pernikahan. Tapi Reiji mengelak hal itu. Menurutnya pernikahan sudah jadi hal lain lagi. Dan perdebatan tidak perlu kembali terjadi.


Obrolan mereka terhenti saat suara telepon terdengar dari ruangan sekretaris. Sekt.Maiko memilih meninggalkan ruangan Reiji dan menerima telepon. Ada laporan kalau Wada-san ada di bawah dan minta bertemu.



Wada-san datang dengan pakaian santai, bersama seorang wanita. (wanita yang pernah diajak Wada saat pesta asosiasi pengusaha hotel). Para karyawan heboh dengan kedatangan tak terduga Wada-san ini. Pujian pun berdatangan.


“Aku memutuskan untuk menikah. Jadi aku ingin konsultasi soal resepsi,” ujar Wada-san. Wanita cantik di sebelahnya pun mengiyakan. Keduanya tampak sangat serasi dan lucu, karena saling memanggil dengan ‘honey-chan’dan ‘meow’.


Berita ini membuat heboh kantor dan para karyawan. Terutama ketua tim Goro-san yang tampak sangat syok. Ia bahkan hampir jatuh kalau tidak bersandar di meja. Karyawan lain yang sadar dengan sikap Goro-san hanya bisa keheranan.


Saat itu, Mahiro baru muncul dengan membawa baki minuman. Melihat ekspresi Goro-san, Mahiro pun menjatuhkan baki dan minuman yang dibawanya. Baru saja Mahiro menyadari sesuatu. Hal ini pun kemudian disadari oleh karyawan yang lain.



Wada-san menemui Reiji di ruangannya, “Hotel barumu buka tahun depan kan?”


“Ya, kami akan membuat peluncuran di Tokyo ini.”


“Kudengar, kau juga memberikan layanan pernikahan. Jadi, kami berpikir untuk melakukan resepsi pernikahan di sana,” ujar Wada-san.


Reiji heran, “Kenapa hotelku?”


“Agak memalukan kalau diadakan di mantan hotelku. Dan lagi, aku juga jatuh cinta dengan masakan chef Tanaka di restoran hotelmu,” Wada-san mencari alasan. “Pasti akan jadi kenangan juga, karena kami pasangan pertama yang menikah di tempat itu,” Wada-san melihat wajah kekasihnya yang membalasnya riang.


“Menyesal sekali, sudah ada yang memesan tempat,” ujar Reiji, masih tetap sok cool.


“Bahkan satu tahun lebih awal?” Wada-san heran.


“Adakah yang bisa Anda lakukan untuk kami?” kekasih Wada-san ikut bicara.


“Yang memesannya adakah ... aku,” aku Reiji.


“Apa kalian akan menikah?”


“Ya. Masih dalam tahap perencanaan. Tapi ... “



Tidak banyak yang dibicarakan. Akhirnya Wada-san bersama kekasihnya itu pun beranjak pergi, tanpa menyapa sekt.Maiko sama sekali. Tapi tidak lama setelahnya, Wada-san kembali masuk menemui sekt.Maiko.


“Maaf, pura-pura tidak kenal. Masih ada waktu, kalau kau minta aku batalkan pernikahan,” godanya pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko tersenyum, “Seperti biasa, kau selalu biasa bercanda.”


“Kau juga tidak berubah sama sekali.”


“Tolong bahagiakan istri Anda,” pesan sekt.Maiko.


“Kau juga, temukan pria baik dan berbahagialah,” ujar Wada-san pula.



Malam itu, Mahiro kembali menginap di tempat Misaki. Ia pun curhat soal Goro-san pada Misaki.


“Aku benar-benar kaget. Kupikir radarku sudah tajam soal orang-orang seperti itu. Tapi aku tidak menyadarinya hingga hari ini. Ingat Miura pernah bilang sebelumnya, ada alasan kenapa orang tidak menikah meski mereka sudah sukses. Dan seperti kau tahu, dia ternyata seperti itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal,” sesal Mahiro. Ia pun menyesap kembali anggur di gelasnya, mulai mabok.



Malam itu Goro-san pun keluar minum bersama salah satu karyawan.


“Saya salah mengenali Anda, ketua tim. Saya melihat Anda sebagai orang berbakat dan ‘sangat elit’.”


“Aku suka wanita, sampai aku bertemu Wada-san,” sesi curhat Goro-san pun dimulai. “Pertama kalinya bertemu dengan Wada-san adalah saat masih kuliah. Dia adalah mantan anggota klub yang kuikuti. Saat melakukan permainan, hukuman membuat kami terpaksa berciuman.”


“Jika saat kuliah, artinya sekitar 20 tahun silam.”


“Ya. Aku tidak menyangka akan selama itu ... “ Goro-san pun mengambil minumannya dan mulai minum. Ia ingin mabok malam itu.



“Anda serius akan menikah?” tanya sekt.Maiko.


Saat itu Reiji tengah asyik berlari di atas treadmil, “Kalau Wada bisa, tidak ada alasan aku tidak bisa. “


“Kalau Cuma karena bersaing dengan Wada-san, lebih baik pikirkan lagi soal perniakahan itu,” saran sekt.Maiko.


“Bukannya kau yang mengatakan kalau puncaknya cinta itu pernikahan?”


“Benar, tapi ... itu bukan hal yang mudah dicapai. Butuh persiapan serius untuk mencapai step itu.”


“Nama restoran, ‘Restoran Gosuke’ dan pemilihan chef, itu bukti cinta Misa-san dan aku. Kami akan membuat resepsi bersama perayaan pembukaan Samejima Hotel Tokyo. Ada alasan lain selain itu?” tantang Reiji.


“Untuk sekarang, kenapa Anda tidak coba dulu tinggal bersama?” saran sekt.Maiko.


Reiji kaget, hingga ia pun turun dari treadmillnya,”Mimpi seorang pria. Saat kekasihmu ada di sebelahmu tiap kali kau bangun di pagi hari dan di malam hari ... kau maksud, tinggal bersama seperti itu?” Reiji agak syok dan sangsi.


“Ya. Kupikir yang terbaik seperti itu. Anda akan bisa menentukan apakah nantinya akan menikah atau tidak. Daripada menyesal setelah menikah nanti.”


Reiji berpikir, “Tentu saja. daripada tiba-tiba mencapai puncak. Aku akan punya tujuan yang lebih khusus dengan membiasakan diri terlebih dahulu di dasar.”


“Presdir, Anda pernah tidur di sebelah seseorang kecuali keluarga, lebih dari dua hari?”


“Apa perjalana sekolah dihitung?”


“Tidak. Maksudku, antara Anda dan wanita.”


Reiji mengingat, “Sejauh ini, baru sehari.”


“Jadi, benar jika kusarankan Anda mencari pengalaman dengan tinggal bersama dulu.”


“Menikah setelah tinggal bersama selama satu tahun, bukan hal buruk. Akan kutunjukkan padamu. Aku akan tetap berusaha, hingga mencapai puncak!” tegas Reiji.


(Kelana hanya menuliskan seperti pada dorama ini. Well, memang budaya tinggal bersama di Jepang sana, adalah hal biasa. Berbeda dengan budaya di Indonesia, soal tinggal bersama. Jadi, tolong jangan protes dengan Kelana ya. Sekali lagi, Na Cuma menuliskan apa yang ada dari drama ini)



Malam itu, Reiji makan malam bersama Misaki. Pelan, Reiji menawarkan apakah Misaki mau tinggal bersama di apartemennya. “Maksudku, ayo tinggal bersama. Kalau kau tinggal di tempatku, kau tidak perlu khawatir lagi soal biaya sewa. Jadi, kau bisa menyimpan lebih banyak untuk mewujudkan mimpimu. “


Misaki awalanya kaget. Tapi perlahan ia mulai bisa menguasai diri, “Tapi, bisakah kita lakukan itu dengan pelan? Kita pernah putus sekali. Aku pikir itu karena kita terburu-buru dan belum benar-benar mengenal satu sama lain. Karena itu, tinggal bersama ... dalam situasi kita sekarang, lebih baik kita tinggal terpisah dulu.”


Reiji tampak kecewa dengan jawaban Misaki, “Aku mengerti.”


“Tapi, aku senang. Karena kau memintaku tinggal denganmu,” lanjut Misaki.


Malam itu, Misaki dan Reiji berpisah setelah makan malam. Misaki langsung pulang karena ia punya shif pagi besok di hotel.



Pagi berikutnya ...


Reiji berangkat diantar Katsunori-san seperti biasa. Dan dia mulai curhat soal Misaki, yang tampak enggan untuk datang ke apartemennya. Reiji pun mulai menyalahkan Katsunori-san. Ini terkait ranjang aneh yang pernah mereka persiapkan, agar Reiji bisa mencium Misaki.


“Jadi, Misaki-san tidak mau datang ke tempat Anda sejak itu?” tebak Katsunori-san.


“Benar. Dia pasti trauma karena hal itu,” Reiji manyun. (yang punya ide aneh dia sendiri, kenapa orang lain yang disalahkan. Duh abang Reiji ini.)



Hari itu, jadwal Reiji datang ke gym. Tapi ia dibuat kaget dengan kehadiran ayahnya, Kozo-san di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?”


“Itu, Ieyasu memintaku menunggu di sini.”


“Dan kenapa dia minta kau menunggu?” Reiji curiga.


“Karena tidak cukup orang untuk kencan kelompoknya, jadi aku membantu.”


“Jadi kau datang jauh-jauh ke sini dari Izu Cuma untuk itu?” Reiji sama sekali tidak mengerti.


“Kalau temanmu dalam masalah, kau harusnya membantu kan?”


“Hentikan melakukan hal memalukan seperti itu!”


“Eh? Tapi kalau ingin menikah, mungkin ini kesempatan terakhirku!” protes Kozo-san.


“Aku tidak mau kau datang ke kencan itu!” tegas Reiji.


“Kenapa tidak? Aku bahkan sudah beli baju baru,” protes Kozo-san lagi.


“Jangan pergi! Akan akan memarahi anak itu!” ancam Reiji.



Kozo-san pun akhirnya menuruti kemauan Reiji. Ini membuat acara Ieyasu kacau. Mereka kini kembali ke apartemen Reiji.


Kozo-san mengeluarkan sebuah botol dari dalam tasnya, “Apa mantan karyawanmu Misaki-san tinggal dekat sini?”


“Kenapa kau bertanya?”


“Saat dia datang ke ryokan, dia mencicipi asinan buatan sendiri dan mengatakan enak. Jadi, aku bawakan juga untuknya.”


“Baiklah, aku akan berikan itu untuknya,” komentar Reiji sambil melirik ke arah botol asinan itu.


Kozo-san kemudian pamit akan ganti baju. Sementara itu Reiji berpikir. Ia kemudian punya ide, menjadikan ayahnya sebagai alasan.


Reiji mengirim pesan pada Misaki. Ayahku datang ke apartemen. Dia membawakan asinan untukmu. Kapan aku bisa memberikannya untukmu?


Tidak butuh waktu lama menunggu balasan dari Misaki. Jadi, ayahmu datang? Kalau begitu, bagaimana aku datang sekarang dan mengucapkan salam?


Reiji tersenyum senang. Saat itu ayahnya heran melihat ekspresi wajah Reiji. Tapi Reiji pelit untuk mengatakan apapun.



Malam itu Misaki benar datang ke apartemen Reiji. Ia mencicipi asinan yang dibawa Kozo-san dan kembali memujinya dengan kata ‘enak’.


“Menyenangkan dipuji oleh anak muda,” ujar Kozo-san.


Misaki menawari Reiji juga. Tapi Kozo-san mengatakan kalau Reiji tidak terlalu suka. Tidak mau tampak bodoh, Reiji pun segera memasukkan asinan di depannya ke mulut, dan memuji enak.


“Lihat kan? Kau benci sesuatu bahkan sebelum mencobanya,” ujar Misaki.


“Kuharap kau mencoba mie soba-ku lain kali,” ujar Kozo-san pada Misaki.


“Rei-san mengatakan itu enak,” balas Misaki.


“Eh, Reiji bilang begitu?” Kozo-san tampak sedikit kaget.


Tapi Reiji tidak mau kehilangan muka, “Kukatakan aku harap kau bisa memakannya, bukan mengatakan itu enak.”


“Itu sama saja kan?” balas Misaki pula.



Pagi berikutnya. Ternyata Kozo-san sudah pulang, bahkan sebelum Reiji bangun. Paling tidak, kehadiran Kozo-san ternyata jadi alasan Reiji mengundang Misaki untuk datang dan Misaki pun tidak menolak.


“Tapi dia menolak menginap malam itu,” ujar Reiji.


“Mungkin karena dia tidak ingin mengganggu waktu pribadi Anda sebagai anak dan ayah,” ujar sekt.Maiko.


“Tidak, meski aku sendiri, sepertinya dia akan menolak menginap. Kalau begini, mimpiku untuk tinggal bersama dengannya Cuma jadi mimpi.”


Reiji masih merasa kalau keengganan Misaki datang karena pengalaman ranjang aneh waktu itu. Tapi kali ini Misaki mau datang lagi, karena ada Kozo-san.


“Benar. Aku mengerti. Aku akan bilang pada ayah untuk tinggal denganku. Dia menolak untuk datang ke tempatku, kalau Cuma ada kami. Tapi saat ayah di tempatku, dia akan datang tanpa protes. Demi Misaki yang kucinta, aku akan tinggal bersama ayah yang kubenci. Bukan berarti tinggal bersama seterusnya. Aku tidak butuh dia lagi kalau Misa-san sudah mau datang ke tempatku,” Reiji menyimpulkan.


“Tapi apa benar, dia akan datang kalau Kozo-san ada di tempat Anda?” sekt.Maiko tidak yakin.


“Itu yang akan kubuktikan!”



Reiji mengetik di ponselnya. Ayahku ingin kau makan mie soba-nya. Kau punya waktu semalam?


Tapi ternyata jawaban dari Misaki tidak kunjung datang. Bahkan saat rapat pun, Reiji tidak fokus. Ia terus saja memandangi ponselnya. Hingga pesan dari Misaki datang, dan rapat yang belum selesai ditinggal begitu saja oleh Reiji.


Balasan dari Misaki. Kau kau tidak keberatan datang larut, aku akan mampir.


Reiji kembali ke ruangannya. “Aku tahu dia akan makan bersama ayah. Katsunori, aku minta sesuatu. Pergi ke tempat ayahku, dan bawa dia ke sini bersama tepung soba dan peralatan membuat soba-nya!”


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaaa ... tinggal bagian terakhir ya. Sabar ya. Ini agak banyak sih, jadi agak lama. Soalnya episode terakhir ini ada perpanjangan 10 menit, jadi agak panjang juga sinopsisnya. Maafkan juga untuk typo yang bertebaran.


Kelana juga minta maaf, kalau bagian terakhir sinopsis ini agak lama. Selain karena durasinya yang bertambah 10 menit, Na belakangan juga sedang ada kesibutan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi Na akan tetap usahakan secepatnya. Terimakasih untuk pengertiannya.

Bening Pertiwi 13.58.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2. Reiji masih terus berusaha keras mencari cara dan melakukan berbagai hal agar bisa bertemu kembali dengan Misaki. Dari naik sepeda saat berangkat ke kantor, rencana menyewa ruang kantor lain, hingga menyewa kostum dan melakukan pertunjukkan. Tapi semua rencana itu hanya membuat Reiji makin terluka, lantaran hanya bisa melihat senyum Misaki dari jauh.


Di tengah kegalauan hati, Reiji dikejutkan oleh berita dari presdir Wada, yang mengundurkan diri dari bisnis hotel dan menyerahkan pimpinan Stay Gold Hotel pada adiknya. Kesal dengan sikap tiba-tiba Wada-san, Reiji pun menyusulnya ke pondok kayu di dalam hutan.



“Apa kau pikir kebahagiaan seperti itu ada tiap hari? Di desa ini, aku datang dalam rangka jadi konsultan pengembangan resort. Saat itu, aku berhenti di sebuah pondok kecil. Dan hidupku pun berubah,” cerita Wada-san.


Di sebuah pondok kecil dan sederhana, Wada-san dijamu dengan makanan. Meski bukan makanan mewah, ternyata rasa makanan itu membuat Wada-san tertegun. Ia pun beranjak keluar pondok, dan menemukan suasana begitu tenang. Pemandangan hijau persawahan dengan latar belakang gunung di seberang, langit biru cerah bahkan suara-suara hewan yang bersahutan. Seorang pria tua pemilik pondek pun mendekat. Merasa menemukan apa yang dicari, tanpa pikir panjang lagi, Wada-san pun meminta pria tua itu untuk jadi guru-nya.


“Kubeli semua tanah di area ini, menghentikan pengembangan dan hanya membangun pondok kayu ini. Untuk bahagia, tidak butuh bangunan besar seperti hotel. Aku menyadarinya, tempat kecil ini saja sudah cukup. Orang yang terus mencari kebahagiaan, tidak selalu berakhir bahagia. Saat aku menerima ketidakmungkinan untuk menemukan kebahagiaan, akhirnya aku menemukan kebahagiaan itu sendiri. Bagaimana denganmu, apa kau bahagia sekarang? Bukankah kau selalu mencari kebahagiaan?”


Reiji dibuat tertegun oleh semua ucapan Wada-san kali ini. Mereka berdua masuk ke dalam pondek. Wada-san bahkan menyajikan teh panas di depan perapian tradisional Jepang.


“Ambil mangkok tehmu. Itu hangat di tangan kan? Hanya merasakan kehangatan itu sekarang, sudah cukup membuat bahagia seseorang.”



Reiji mengerti, “Sekarang aku mengerti. Kenapa aku tidak bisa bahagia? Jika aku terus mengejar Shibayama Misaki, aku tidak akan benar-benar mendapatkan kebahagiaanku. Begitu kan?”


Alih-alih mengiyakan, Wada-san justru mendorong Reiji hingga terjatuh ke arah dinding, “Berhenti katakan hal bodoh! Kau tidak boleh menyerah soal wanita itu!”


Reiji heran, “Bukankah tadi kau bilang aku tidak akan bahagia kalau terus mengejar kebahagiaan itu sendiri? Apa salahku?!” suara Reiji tidak kalah keras.


“Karena itu menarik! Caramu mengejarnya, semuanya menarik. Jangan menyerah!”


“Meski kau bilang begitu, dia tidak mau bertemu denganku lagi.”


“Bukankah ada hal lain yang bisa kau lakukan tanpa harus bertemu?”


“Apa?” tanya Reiji dengan polosnya.


“Bagaimana aku bisa tahu! Kau lebih kenal dia kan? Pikiran sendiri!” saran dari Wada-san sama sekali tidak membantu.



Reiji memikirkan ucapan Wada-san tadi. Ia berpikir, apakah dia sudah benar-benar mengenal Misaki. Reiji berpikir, yang dia tahu ... Misaki suka membaca dan menonton rakugo, makanan favoritnya matsumaezuke. Misaki selalu jadi ketua kelas sejak SD dan mantan pacarnya seorang pria Belgia bernama Mirco.


“Lupakan soal Mirco,” saran sekt.Maiko. Ia bertanya pada Reiji apakah Reiji tahu ukuran sepatu Misaki dan ukuran jarinya.


Jelas Reiji tidak tahu semua itu. Meski begitu, Reiji sebagai bos tentu bisa tahu kapan Misaki ulang tahun. Bukan hal aneh memang, jika Reiji belum tahu banyak hal soal Misaki, karena mereka baru kencan sebentar.


Reiji pun perlahan mengerti. Untuk bisa memperjuangkan seseorang, paling tidak Reiji harus tahu banyak soal orang itu terlebih dahulu.



Pagi berikutnya. Saat disapa oleh seluruh karyawan, Reiji berhenti sebentar. Ia pun melirik ke arah Ieyasu dan memintanya untuk ikut ke ruangan Reiji, dengan isyarat.


“Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Aku tidak peduli bagaiman detailnya. Tapi aku ingin kau mencari informasi soal Shibayama Misaki!” perintah Reiji.


“Mungkinkah, ini akan jadi ... “


“Benar. Proyek rahasia kita,” Reiji sudah tahu cara untuk membuat Ieyasu mau melakukan apapun perintahnya.



Ieyasu pun mulai aksinya. Seperti dalam film-film detektif, ia mulai menanyai satu per satu karyawan. Bahkan sengaja menyodorkan lampu pada mereka. Sayangnya, tidak ada informasi penting satupun yang bisa ia dapat dari mereka. (kalau caranya gini mah, semua karyawan juga bakalan tahu kalau Ieyasu ini lagi ngerjain tugas dari Reiji).


Hingga terakhir, Ieyasu pun menanyai Mahiro, orang yang selama ini tampak paling dekat dengan Misaki. Awalnya Mahiro menolak memberitahu. Tapi setelah dipaksa, Mahiro pun menyerah dan mau bekerjasama.



Ieyasu berhasil menyeret Mahiro ke depan Reiji. Menurut pengakuannya, Mahiro masih sering berhubungan dengan Misaki. Bahkan ia juga masih sering mampir ke apartemen Misaki.


Reiji pun mulai pertanyaannya soal Misaki. Mulai dari ukuran sepatu hingga ukurang jari. Tapi Mahiro mengaku ia tidak tahu. Reiji kesal karena ternyata orang yang dibawa Ieyasu ini juga tidak bisa banyak membantu.


“Sepertinya yang kutahu, sama saja seperti yang presdir tahu,” ujar Mahiro. Tapi Mahiro kemudian ingat sesuatu, “Presdir, apa Anda tahu kenapa Misaki bekerja di perhotelan?”


Reiji tidak terlalu menanggapinya, “Mungkin karena dia suka hotelku?”


“Itu karena ia ingin mewujudkan mimpinya, membangun hotelnya sendiri di lahan yang ditinggalkan oleh kakeknya. Bagaimanapun, itu pasti sulit kalau dilakukannya sendiri.”


“Aku belum pernah dengar sebelumnya,” Reiji mulai tertarik.


“Bagaimana jika Anda membantunya, presdir? Misaki pasti senang!” sambung Mahiro.


“Saat Anda mengatakan akan membantunya, dia pasti akan kembali pada Anda, kan?” ujar Ieyasu.


“Itu tidak benar. Kalau itu benar mimpinya, tidak akan ada nilainya jika tidak diwujudkan olehnya sendiri. Aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantu.” Jawaban Reiji benar-benar di luar dugaan.



Malam itu Mahiro kembali mampir ke apartemen Misaki. Dan sesi curhatnya pun dimulai, “Aku benar-benar kesal pada presdir. Ayahnya sangat baik, tapi anaknya begitu kasar.”


“Apa ada yang terjadi?” Misaki heran.


“Aku menceritakan mimpimu padanya. Dan dia bilang, aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantunya. Kupikir presdir pasti akan melakukan apapun jika untukmu kan? Tapi dia bilang lagi, tidak ada nilai jika mimpi tidak diwujudkan oleh dirimu sendiri. Apa dia berniat melarikan diri?” sindir Mahiro.


“Dia bilang begitu?”


“Benar, dia bilang begitu. Misaki, hal benar kau menjauh darinya.”


Tapi jawaban Misaki pun membuat Mahiro terkejut, “Aku tidak yakin lagi. Karena aku tidak pernah berpikir, dia adalah orang yang akan bicara seperti itu.” Misaki justru tampak senang.


Mahiro heran, “Itu bukan hal membahagiakan! Harusnya, sebaliknya!”


“Mungkin aku tidak benar-benar mengenalnya,” gumam Misaki, lebih pada diri sendiri.


“Aku juga. Aku seperti tidak mengenalmu sama sekali,” komentar Mahiro kemudian.



Kemana Misaki? Ternyata ia mengunjungi penginapan milik ayah Reiji, Samejima Ryokan. Misaki disambut langsung oleh Samejima Kozo-san, ayah Reiji. Saat Misaki mengaku kalau ia dipecat oleh Reiji dari kantor, justru Kozo-san yang minta maaf. Ia menyesal dan merasa bertanggungjawab, karena sikap Reiji itu adalah akibat sikapnya dulu. (orang jepang ini dedikasinya tinggi banget ya. Meski nggak ada urusan langsung soal pemecatan Misaki, tapi Kozo-san merasa bertanggungjawab)


Misaki lalu menanyakan soal masa kecil Reiji pada Kozo-san. Foto-foto kecil Reiji pun ditunjukkan Kozo-san pada Misaki.


“Saat masih kecil, dia pemalu. Dia suka membaca dan menggambar di kamarnya. Kadang dia juga menangkap serangga.” Lalu saat melihat Misaki membuka foto seorang anak kecil di depan kolam, komentar Kozo-san pun berlanjut. “Dia sendiri yang membangun kolam yang ada di taman depan. Dia bilang, dia ingin membeli ikan koi. Tapi kami mengatakan tidak ada tempat untuk itu. Kemudian dia (Reiji) bilang akan membuatnya sendiri. Awalnya, salah seorang karyawan mengatakan pada Reiji jika itu tidak mungkin. Tapi seperti Reiji sangat serius soal itu. Reiji bahkan menolak untuk dibantu. Jangan sentuh mimpiku. Ujarnya dengan marah. Dia membuat semuanya dari awal. Bahkan pengembang lahan kaget saat tahu kalau kolam itu dibuatnya sendirian. Bahkan saat dia bilang ingin belajar membuat hotel terbaik di dunia, dan pergi belajar di UK, semua orang berpikir dia konyol. Omong kosong apa yang dilakukan anak pemilik ryokan itu? Tapi kau tahu, itu semua yang membuat dia BISA melakukannya.”


Kozo-san pun mengajak Misaki berkeliling. Mereka berdiri di atas kolam ikan yang dibangun Reiji, sambil memandangi ikan koi yang berlalu lalang, “Aku tahu saat melihat kolam ini. Aku hanya orang tua tidak berguna.”



Di kantor, Ieyasu membuat kehebohan. Dia masuk ruangan Reiji dan mengatakan kalau Misaki datang ke penginapan milik ayah Reiji.


“Eh? Apa yang dia lakukan di sana?” Reiji kaget.


“Belum yakin. Aku masih belum tahu sejauh itu.”


“Apa kau yakin itu Shibayama Misaki?” sekt.Maiko ikut bergabung.


“Tidak diragukan lagi!” Ieyasu sangat yakin akan hal itu, karena ia mengaku dirinya dan Kozo-san adalah teman dekat.


Tapi Reiji tampak tidak suka dengan istilah ‘teman dekat’ yang dikatakan Ieyasu itu.


“Kalau begitu, kuturunkan jadi ‘teman’ saja,” Ieyasu pun kemudian pamit keluar.


Reiji heran melihat karyawannya yang satu ini, “Bagaimana dia bergabung di perusahaan ini?”


“Itu misteri terbesar di kantor ini,” jawab sekt.Maiko.



Reiji pun memutuskan datang ke penginapan ayahnya. Kozo-san pun dibuat terkejut dengan kehadiran Reiji yang tiba-tiba.


“Apa benar, mantan karyawanku datang ke sini?” tanya Reiji.


“Benar. Misaki-san kan?” ujar Kozo-san. Ia pun heran karena Reiji hanya masuk bersama Katsunori-san saja. Tapi sekt.Maiko tidak tampak.


“Dia menunggu di mobil,” ujar Katsunori-san.


Kozo-san mengerti. Dia pun menyusul ke mobil di depan. Kozo-san mengetuk jendela mobil, “Sudah lama. Tidak banyak orang lagi yang tahu soal itu. Masuklah, aku menyiapkan teh,” bujuk Kozo-san. (sekedar mengingatkan, dulu sekt.Maiko adalah karyawan di penginapan itu. Tapi dia kena masalah skandal perselingkuhan. Saat ia mengundurkan diri dari penginapan, Reiji-lah yang kemudian membawanya dan menawarinya posisi sekretaris hingga sekarang)



Reiji memeriksa daftar tamu yang ada di depan. Dan dia pun benar menemukan nama Shibayama Misaki di sana, “Cumi-cumi raksasa, muncul di sini.” Reiji pun beranjak ke dalam.


Kozo-san mendekati sekt.Maiko dan Katsunori-san. Mereka penasaran dengan apa yang dibicarakan Kozo-san dengan Misaki.


“Dia bilang, dia ingin tahu bagaimana Reiji saat masih kecil. Dia tampak sangat serius saat melihat album foto Reiji.”


“Sebenarnya, presdir sempat kencan dengan Misaki, tapi hanya sebentar,” ujar sekt.Maiko.


“Eh? Dengan wanita cantik tadi? Harusnya kau bilang padaku lebih awal!” Kozo-san nyaris tidak percaya.



Reiji masuk ke gudang tempat menyimpan barang-barang lamanya. Ia membuka sebuah kardus, mencari sesuatu. Sekt.Maiko dan Katsunori-san pun bergabung dan menawarkan bantuan. Reiji setuju untuk melakukannya bersama.


Tidak lama setelahnya, sekt.Maiko berseru kalau sudah menemukan buku yang dicari. Reiji menerima buku itu. Sebuah buku lama tentang ‘manajemen hotel’ karangan tokoh asing. Di dalam, tampak banyak coretan dan juga penanda di nyaris setengah halaman buku. Apa yang akan dilakukan Reiji dengan buku ini?



Misaki tengah berjalan menuju hotel saat Ieyasu yang naik sepeda menyapanya. Ieyasu kemudian memberikan sebuah paket dalam amplop pada Misaki, lalu langsung pergi lagi. Misaki heran menerima paket itu. Ia menemukan ada nama Reiji di salah satu sisi amplop.


Setelah membeli makanan, Misaki duduk di salah satu meja, sendirian. Ia membuka amplop yang didapatnya dari Ieyasu tadi. Isinya adalah sebuah buku. Dan ada catatan kecil di sana.


Aku tidak butuh buku ini sekarang, tapi kau akan membutuhkannya nanti.


Misaki pun membuka-buku buku itu. Ada banyak coretan tulisan tangan Reiji, warna-warni stabilo bahkan beberapa yang kemudian dikenal Misaki sebagai moto Reiji. Jika kepemimpinan tidak kuat, kita tidak akan menang dalam kompetisi sengit ini. Target, full speed, three months!!


Misaki tersenyum saat melihat moto soal target Reiji, karena agak berbeda dengan yang ada di kantor, “Dia mengurangi satu bulan.”



Malam itu, Reiji memilih kembali pulang sendiri. Berbeda dengan malam biasanya, kali ini Reiji tidak terlalu berharap lagi bisa melihat Misaki. Tapi justru Misaki-lah yang melihat Reiji lebih dulu. Misaki ingin bicara dengan Reiji, ia pun menyusul ke tempat Reiji pernah memainkan Swingy. Kaget dengan kehadiran Misaki, reflek Reiji pun melakukan salam seperti Swingy, dengan satu kaki tertekuk di belakang.


“Bukankah kau berjanji, kita tidak akan bertemu lagi? Sudah jelas, kau katakan menerima syarat itu,” cecar Misaki.


Reiji sangat menyesal, ia hanya bisa menunduk dan minta maaf.


Tapi Misaki belum selesai, “Saat kau katakan itu, kupikir kau orang yang menepati janji. Aku pikir kau orang yang menjaga ucapan.”


Dan hanya kata maaf yang kembali bisa diucapkan oleh Reiji. Ia sangat menyesal.



Tapi cecaran Misaki tiba-tiba berubah arah, “Apa benar kau ingin membuat hotel terbaik dunia? Kenapa kau membuat kolam di Samejima Ryokan sendirian? Bukankah lebih cepat kalau kau minta bantuan?”


Reiji heran, “Mimpi tidak perlu buru-buru.”


“Tapi, moto perusahaan tertulis target, full speed, two months, kan?”


“Itu moto untuk mengharga tujuan. Tujuan dengan mimpi adalah dua hal yang berbeda,” ujar Reiji.


“Lalu, apa mimpimu, presdir?”


“Sesuatu yang tidak akan pernah hilang. Meski ada orang yang berpikir untuk menghapusnya, bahkan meski aku berusaha menghapusnya, itu akan tetap ada dan tidak menghilang. Itulah mimpiku!” tegas Reiji. “Dengan kata lain, itu sangat mirip denganmu.”


“Itu atau serangga dengan badan belang-belang, yang lebih mirip denganku.”


Sesaat Reiji ragu, “Keduanya ... mirip denganmu. Berkali-kali aku tidak bisa mengatakan kau dipecat, meski akhirnya aku bisa mengatakan hal itu, rasanya masih di lidahku, tidak menghilang. Dan itu kau, Misa-san!”



Tidak ada lagi kalimat yang terucap antara keduanya. Reiji dan Misaki saling pandang dalam diam. Pelan, Reiji turun dari panggung, satu per satu menuruni panggung. Ia mendekati Misaki yang masih berdiri mematung.


Pada jarak dekat, Reiji kemudian mengulurkan tangannya, memegang pundak Misaki. Setelahnya, Reiji menarik Misaki dalam pelukannya. Tadinya Reiji ragu, kalau Misaki akan menolak. Tapi saat sadar, kalau Misaki tidak melakukan apapun, bahkan tidak menolak, Reiji pun tersenyum puas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Ya salaaaaam, Cuma mau pelukan gini aja butuh 9 episode. Tapi Na suka dengan akting bang Ohno di sini. Kadang konyol, kekanak-kanakan tapi juga serius. Tapi masih ada satu episode lagi sih. Hmmm ... masalah belum selesai nih.

Bening Pertiwi 13.53.00
Read more ...