SINOPSIS Married as Job 02 part 2

SINOPSIS dorama Married as Job episode 02 part 2. Halo semua. Duh, maaf banget ya, postingan kali ini agak terlambat. Kemarin ada kesibukan yang nggak bisa ditinggalkan. (sekarang juga masih juga sih), Tapi ini sudah nyempatkan buat nulis. Selamat membaca ^_^


Agar bisa tetap tinggal dan tidak ikut orang tuanya pindah ke pinggiran, Moriyama Mikuri mengusulkan nikah kontrak dengan bos-nya, Tsuzaki Hiramasa. Mereka menikah secara de facto. Meski yang diketahui kedua keluarga adalah pernikahan normal. Mereka memutuskan tidak akan mengadakan pesta pernikahan. Lalu,bagaimana kehidupan Mikuri setelah menikah dan resmi pindah ke apartemen Hiramasa?



“Bagaimana? Minggu kedua pernikahanmu,” tanya Kazami-san.


Hiramasa berpikir. Dua minggu ini mereka ... makan pagi bersama. Dibuatkan bekal makan oleh Mikuri. Semuanya normal. “Aku masih merasa sedikit gugup, tetapi anehnya terasa normal. Jika melihat ke belakang, aku bersyukur aku terlalu lelah, dan bisa tidur tanpa memikirkan apa pun.”


Pertanyaan soal pernikahan pun kembali mampir pada Kazami-san. Apakah sekarang ia ingin menikah? Tapi Kazami-san tetap saja masih belum berminat menikah.



Sementara itu, Hino-san justru merumpikan soal pernikahan Hiramasa, bersama Numata-san. Numata-san berpikir kalau pernikahan itu Cuma pernikahan bohongan saja.


Hino-san pun berpikir ulang. Ia ingat kalau Hiramasa pernah bilang, menikah adalah hal yang mustahil baginya. Tapi sekarang Hiramasa justru menikah. Dan pasangannya sepuluh tahun lebih muda darinya. Hino-san pun pernah meminta agar Hiramasa memberikannya foto bersama istrinya, tapi Hiramasa menolak. Ini membuat kedua rekan kerjanya itu makin curiga.



Hino-san dan Numata-san pun berpikir akan datang ke rumah Hiramasa. Ide yang langsung ditolak oleh Hiramasa.


“Aku mau melihatmu malu-malu di depan istrimu...” goda Hino-san


“Aku tidak begitu, dan itu tidak akan mungkin terjadi!” elak Hiramasa cepat.


“Itu menjelaskan segalanya. Istrimu tak pernah ada. Semuanya hanya khayalannya. Kenyataannya, dia tidak ada,” serobot Numata-san, menarik kesimpulan. Mereka pun langsung berimajinasi aneh-aneh soal Hiramasa.


“Kalian salah paham! Dia ada. Secara fisik dia nyata!” Hiramasa berusaha menegaskan.


“Dalam bentuk tiga dimensi?”


“Tiga dimensi. Dia juga bisa bicara.”


“Pepper?”


”Bukan Pepper. Dia manusia biasa!” Hiramasa mencoba menegaskan lagi.


“Tapi kau tidak seperti pengantin baru,” desak Hinio-san lagi.


Setelah terus menerus didesak dan dipojokkan, Hiramasa pun tidak punya pilihan. Ia akhirnya setuju, kalau rekan-rekan kerjanya ini datang berkunjung ke apartemennya. Hanya Hino-san dan keluarganya saja. Hiramasa tidak mau ambil resiko mengajak Numata-san dan Kazami-san juga.



Hiramasa pulang ke rumahnya dan mengatakan rencana berkunjung rekan kerjanya ini pada Mikuri, Sabtu jam 5 sore. “Maaf mengambil hari liburmu. Akan kuberikan uang lembur. Namun, aku harus terus mengawasi Numata.”


Mikuri mengerti, “Dia orang yang jeli, ya.”


“Aku belum memastikannya sendiri, tetapi orang-orang berkata Numata itu gay.”


“Oh, Sudut pandang laki-laki dan perempuan,” sambung Mikuri.


“Kupikir dia sangat jeli karena dia memiliki keduanya. Hmm, tetapi aku bertanya-tanya kenapa dia sangat curiga. Dia bilang aku tidak terlihat sedang jatuh cinta. Aku tidak jatuh cinta, jadi tentu saja tak terlihat seperti itu. Jadi bantahanku tepat sasaran. Jika pasangan yang menikah terlihat bahagia setiap hari, itu akan menghambat kehidupan mereka, dan tidak ada hal yang lebih buruk dari hal itu untuk tubuh.”


Mikuri menganggguk-angguk mengerti, “Oh, aku jadi ingat. Kau bilang sebelumnya... Apa itu lajang profesional?”


Hiramasa membenarkan letak kacamatanya, “Sejujurnya, ketenteraman. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu.”


Tapi Mikuri tidak benar-benar paham, “Ketenteraman. Kedengarannya bagus.”



Ketenteraman. Memilih ketenteraman daripada hasrat. Ini adalah rahasia menjadi lajang profesional. Memiliki Mikuri sebagai pekerja inap, adalah keputusan sangat ekstrem yang kuambil. Akan tetapi, dia pekerja yang baik. Terima kasih atas perhatiannya pada nutrisi, kulitku berada dalam kondisi yang baik. Aku juga benar-benar terbebas dari hal-hal seperti pekerjaan rumah tangga dan belanja. Dan aku bisa menghabiskan waktuku melakukan hal yang kusukai. Ini benar-benar efisien.


Hari Sabtu, nyaris jam lima sore. Hiramasa sudah selesai bersiap. Sementara Mikuri masih sibuk menyiapkan makanan untuk tamu mereka.


“Aku akan menjemput Keluarga Hino,” pamit Hiramsa kemudian.



Setiap hari stabil dan memuaskan. Tenteram setiap hari. Ini tepat seperti... Hiramasa menunggu di tempat janjian bertemu. Tapi ternyata yang muncul adalah ... Kazami-san dan Numata-san.


“Salah satu anak Hino sakit, jadi dia tidak bisa datang. Dia tidak enak jika mendadak membatalkan, jadi dia meminta kami untuk menggantikannya. Dia belum memberitahukanmu?” ujar Kazami-san.


“Aku bilang padanya aku tidak punya waktu, tetapi dia memohon padaku,” sambung Numata-san.


Syok dan panik karena situasi tidak terduga, Hiramasa lalu mengeluarkan ponselnya. Ia mengirimkan alamat apartemennya pada Numata-san dan Kazami-san lalu ... kabur duluan. “Silakan gunakan waktu sebanyak yang kalian butuhkan!”


Hiramasa berlari menuju apartemennya. Sampai di rumah, ia panik memberi tahu Mikuri kalau Numata-san yang akan datang. Mikuri pun ikutan panik.


“Orang dengan intuisi bagus yang tadi kuceritakan. Kita setidaknya harus menyembunyikan barang-barang yang mencurigakan. Sembunyikan surat-surat dengan nama Moriyama!” ujar Hiramasa.


Mereka berdua pun bahu membahu membereskan barang-barang yang mungkin mencurigakan. Sampai kemudian pada ... futon tidur Mikuri yang ada di lantai. Tadinya Mikuri berpikir itu dibiarkan di sana saja, agar anak-anak Hino-san yang datang bisa berbaring di sana. Tetapi karena sekarang tamu mereka berubah, maka futon itu harus segera disembunyikan. Bagaimanapun akan bahaya kalau para tamu itu tahu Hiramasa dan Mikuri tidur terpisah. Heboh, keduanya pun berusaha menyembunyikan futon di dalam lemari perlengkapan.



Tepat ketika semua selesai, bel berbunyi. Dan Numata-san datang bersama Kazami-san, terengah-engah. Rupanya mereka mengikuti Hiramasa yang juga berlari puluang duluan.


“Selamat datang! Aku istri Tsuzaki, Mikuri. Silakan masuk,” sapa Mikuri.


Numata-san membawakan mereka anggur. Keduanya pun dipersilahkan masuk.


“Jadi ini rumah satu kamar. Dan ini kamar tidurnya, ya. Bagaimana kalau aku mengintip?” Numata-san keburu penasaran.


Tapi Mikuri sigap menghalanginya hingga Numata-san pun batal melihat masuk.



“Wah, kau memasak banyak sekali!” puji Kazami.


“Ini hanya masakan sederhana,” elak Mikuri.


“Kau benar, ini masakan sederhana. Ini dari Cookpad, 'kan?” ujar Numata-san setelah memerhatikan masakan Mikuri. Ia pun memunculkan aplikasi cookpad pada ponselnya. “Tada! Cookpad. Catatan masakanku.”


Mikuri memerhatikan dan akhrinya paham, “Anda... Heartful Baldie?”


“Benar. Cookpad itu hebat, ya?”


“Oh, Anda sudah memasak banyak!” puji Mikuri.


“Mudah dan enak, itu yang terbaik,” sambung Numata-san lagi. Tanpa terduga keduanya pun nyambung karena aplikasi resep masakan di ponsel.


“Aku tidak tahu apa cocok dengan selera Anda.”



Setelah makan-makan, Mikuri masih melanjutkan menu sebelumnya ditemani Kazami-san. Sementara itu Hiramasa menemani Numata-san minum di sofa.


“Jadi dia hidup. Dia bukan Pepper. Jadi dia yang berkata "Kalau begitu, kenapa tidak menikahiku?" 'kan?” pertanyaan Numata-san yang diiyakan oleh Hiramasa. “Lamaran terbalik. Seperti khayalan.”


“Hubungan kami seperti hubungan bisnis karena mencocokkan penawaran dan permintaan,” ujar Hiramasa-san, nyaris membuka rahasianya.


Tadinya Numata-san bingung, tapi akhirnya ia pun memahaminya, “Singkatnya, kalian saling membutuhkan. Itu bagus. Meski aku sedikit menyesalkannya.”


“Kenapa?” Hiramasa heran.


“Karena aku tertarik padamu,” ujar Numata-san. Tapi melihat wajah kaget Hiramasa, Numata-san buru-buru meralat ucapannya, “Bercanda, hanya bercanda.”



“Kalau begitu, Kazami-san, kau tidak akan pernah menikah?” Mikuri masih melanjutkan membuat makanan penutup, ditemani Kazami-san.


“Saat ini aku tidak menginginkannya. Merepotkan. Membagi waktumu dengan orang lain itu menyebalkan. Singkatnya, aku egois,” Kazami-san mengatakannya dengan sangat enteng.


Membagi waktumu...Mungkin bagi Anda, perasaan pasanganmu penting juga? Karena Anda menghormatinya, tidak hanya untuk Anda, dengan cara yang sama Anda tidak mau mengambil waktunya. Kedengarannya egois, tetapi mungkin saja sebenarnya Anda bermaksud baik. Oh, maaf, aku terbiasa mempelajari psikologi,” Mikuri sadar sudah terlalu banyak bicara.


“Tak apa-apa. Sangat menarik. Tidakkah itu membuatmu khawatir? Setelah menikah Anda mempunyai lebih sedikit waktu pribadi, 'kan?”


Mikuri tidak terlalu serius menanggapinya, “Kami sangat jelas dalam hal waktu. Makanya aku harus bekerja keras supaya sepadan dengan gajiku.” Tapi ia kemudian sadar kalau ucapannya ini akan membuat salah paham. Mikuri pun meluruskan maksudnya, “Itu kiasan. Dalam kasus kami, jika masing-masing sudah selesai melaksanakan tugas, kami bebas melakukan apa yang kami inginkan. Tugasku adalah bersih-bersih. Aku tidak ikut campur atau melarang-larangnya.”


Bicara dengan Mikuri membuat Kazami tanpa sadar memberikan pujian pada Mikuri, membuat wajah Mikuri pun bersemu merah.



Makanan penutup selesai disajikan. Numata-san mengomentarinya dengan mengatakan kelihatannya enak. Ia pun menggoda Hiramasa dan mengatakan kalau Hiramasa cemburu lantaran Mikuri mengobrol dengan Kazami-san.


“Aku tidak cemburu,” elak Hiramasa cepat. Tapi ini justru membuat Numata-san dan Kazami makin curiga. Ia pun buru-buru meralat ucapannya. Tidak punya alasan bicara lain, Hiramasa pun mengalihkan isi pembicaraan, masih dengan canggung, “Ini sudah cukup malam, jadi silakan bawa pulang kue-kue ini. Sampai di sini saja, ya.”


Tapi di luar, hujan turun dengan derasnya. Lengkap dengan petir yang menyambar.



Sementara itu, Yuri-san menikmati malam minggu sendirian di apartemennya. Di tangan, ia menggenggam gelas berisi anggur sambil memandangi petir yang berkilatan di luar.


“Cantik sekali!”



Hujan deras disertai petir turun malam itu. Numata-san menarik kakinya ke atas kursi dan bergumam tidak jelas. Ia kemudian punya ide agar dirinya dan Kazami menginap saja di apartemen Hiramasa.


“Tidak apa-apa, 'kan?” bujuk Numta-san lagi.


Kazami-san tidak bisa mengatakan apapun lagi. Dan ini adalah masalah besar bagi Mikuri dan Hiramasa. Bagaimana mereka tidur malam itu?



Hiramasa lalu menyeret Mikuri masuk ke dalam kamarnya.


“Mereka kita persilahkan tidur di ruang tamu, dan kita tidur berdua di kamar ini...” usul Mikuri.


Tapi Hiramasa mengelak dengan cepat. Masalah mereka bukan soal kamar, tapi ranjang di dalam kamar itu yang Cuma ada satu.


“Apa kau mau mencobanya?” usul Mikuri. Maksudnya, tidur bersama di satu ranjang.


Hiramasa kaget. Mikuri buru-buru meralatnya dan mengatakan hanya bercanda. Ia pun mengusulkan agar dia saja yang tidur di lantai, sementara itu Hiramasa tidur di kasur. Tapi Hiramasa tidak setuju. Mereka justru berdebat soal hal tidak penting ini.


“Aku seharusnya menyembunyikan kasurku di sini!” keluh Mikuri.


Tapi Hiramasa tiba-tiba ingat sesuatu, “Numata! Bisa gawat jika kita membiarkannya dengan Kazami sendirian. Di mana-mana ada masalah!”



“Kenapa kau tidak tidur dengan istrimu?” tanya Numata-san saat melihat Hiramasa sudah bersiap tidur. Mereka bertiga pun tidur di ruang tamu.


“Yah, kupikir sesekali akan menyenangkan bisa ngobrol antar sesama laki-laki,” Hiramasa pun melepas kaca matanya, bersiap tidur.


Numata-san setuju dengan usul Hiramasa. Tapi belum mulai ngobrol, Hiramasa sudah tertidur lebih dulu.


“Aku bingung kenapa dia di sini,” komentar Kazami-san.


“Dia khawatir aku akan melakukan sesuatu yang buruk padamu. Dia pikir aku mengejar siapa pun asal dia laki-laki. Jika kau menyerang seseorang yang tidak memiliki niat demikian, itu termasuk kejahatan, tanpa pandang jenis kelamin. Benar, 'kan? Enaknya menjadi seseorang yang mencintai secara normal,” curhat Numata-san akhirnya.


“Aku normal, tetapi aku tidak melakukannya, kau tahu,” komentar Kazami-san lagi. Ia pun lalu mengambil tempat di sebelah Hiramasa.


Tidak tahu itu menakutkan. Sejauh ini, sudah berapa orang yang kusakiti, dan seberapa dalam aku menyakiti mereka. Bahkan mungkin Mikuri, setelah terluka karena kata-kata dan perbuatan sembronoku, mungkin menyembunyikan perasaannya. Ingin mengatakannya tetapi tidak bisa. Hiramasa belum benar-benar tertidur. Ia justru memikirkan Mikuri.



Sementara itu, dalam kamar.


Mikuri tidur di ranjang Hiramasa. Tapi, rupanya Mikuri kesulitan tertidur. Tiap kali membuka mata, Mikuri merasa melihat seseorang di sampingnya, di ranjang itu. Dan Mikuri pun terus memikirkannya.



Malam berikutnya ...


Mikuri dan Hiramasa makan bersama seperti biasa. Tapi kali ini mereka merasa ini berbeda. Lantaran kemarin Numata-san dan Kazami-san bertamu cukup lama, karena menginap juga.


“Ini sup miso sisa sarapan buatan Numata. Dan pasta yang dia buat saat makan siang. Saus telur ikan kod dengan wasabi itu enak,” ujar Mikuri.


Hiramasa sepakat dengan apa yang dikatakan Mikuri, “Jika dia memasak makan malam juga,dia akan benar-benar memenangkan perutku, dan aku akan membiarkannya menginap untuk dua malam.”


“Aku mau tidur nyenyak malam ini,” ujar Mikuri, gembira.


“Kau tidak bisa tidur semalam? Apa ada yang mendengkur?” Hiramasa tampak khawatir.


“Tidak, tak ada yang khusus,” Mikuri urung menceritakannya.


“Apa kau mengkhawatirkan sesuatu dan tidak bisa tidur?” tanya Hiramsa lagi.


“Tolong jangan memikirkannya,” elak Mikuri cepat.


Hiramasa pun meletakkan sumpitnya untuk bicara serius, “Mikuri, aku memikirkan kejadian semalam. Ada hal yang tak bisa dipecahkan jika aku tak tahu. Aku harus lebih memperhatikan sekelilingku. Tempat kerja tidak dibangun dari kerja keras pekerja saja. Seorang atasan juga harus bekerja keras. Sebagai atasan, aku mau menciptakan lingkungan kerja yang memudahkan pekerjaanmu, Mikuri. Jika ada yang mengganggu pikiranmu, jangan sungkan dan katakan semuanya padaku.”


Mikuri tersenyum mendengar ucapan Hiramasa, “Terima kasih banyak. Tapi, alasan aku tidak bisa tidur adalah karena aku minum terlalu banyak kopi. Maaf telah membuatmu khawatir.”



Numata-san dan Kazami-san nongkrong di bar, “Kita sudah bersama selama tiga puluh jam.”


“Ya, memangnya ada masalah?” Kazami-san tidak menanggapinya dengan serius.


“Hidup hanyalah sebuah cara kuno untuk menghabiskan waktu. Dan saat aku menghabiskan waktu, aku melihatnya, saat kita mau pulang. Di kamar tidur di rumah Tsuzaki...” sebelum benar-benar pulang, Numata sempat mengintip ke kamar Hiramasa dan menemukan kalau di kamar itu Cuma ada ranjang tunggal dan bantal tunggal. “Mereka sepertinya tidak tidur bersama di sana. Aku bertanya-tanya apakah mereka benar-benar suami-istri?”



Hiramasa kembali ke kamarnya. Sementara itu Mikuri menggelar futonnya seperti biasa di ruang tamu.


Aku tidak bisa mengatakannya. Aku benar-benar tidak bisa mengatakannya. Aku tidak akan mengatakannya. Semalam, Saat aku pikir itu adalah ranjang tempat Hiramasa tidur setiap malam, kehadirannya, Aku seperti dipeluk olehnya. Seakan-akan dia tidur di sebelahku.


Jadi alasan sebenarnya Mikuri tidak bisa tidur kemarin malam adalah, karena ia seolah melihat Hiramasa ada di sebelahnya.



Sementara itu, di kamar. Hiramasa ...


Baunya harum. Oh, iya! Mikuri tidur di sini semalam. Seakan-akan Mikuri ada di dekatku.... Seakan-akan dia tidur di sebelahku ...


Dan saat Hiramasa melihat ke sebelah, ia seolah melihat Mikuri tidur di sampingnya. Hiramasa kaget. Ia pun buru-buru bangun, mencoba menghilangkan aroma wangi dengan penghilang debu. Dan itu hanya sia-sia. Hiramasa mencoba meyakinkan dirinya kalau ia hanya aroma saja dan mencoba kembali terpejam. Tapi lagi-lagi itu juga gagal.


Sementara itu di ruangan sebelah. Di balik futonnya sendiri, Mikuri juga mencoba untuk tidur. “Kasurku sendiri....Terasa nyaman....”


Hanya hari itu aku tidak sadar, bahwa aku lupa mengganti seprai Hiramasa. Dan fakta bahwa rasa tidak nyamannya berlanjut sepanjang malam, aku sama sekali tidak menyadarinya. Namun aku tidak tahu, kalau hal ini akan menjadi masalah besar!


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Drama ini sudah tayang sampai episode delapan, sodara-sodara. Sabar ya, menunggu sinopsisnya, #ehe. Dan makin banyak episodenya, Hiramasa ini alias om Gen, makin lovable banget. Meski dia nggak cakep2 amat, tapi senang aja ngelihatnya. Nggak bikin bosan. Mungkin kalau di korea, ala-ala om Cha Tae Hyun ya. Nggak cakep2 amat, tapi nggak bikin bosen. #kemudianNaDilemparSendalFans kekekeke. Dan lagi, ternyata lagu-lagunya om Gen lumayan enak lho. hehe

Tidak ada komentar: