SINOPSIS Married as Job 06 part 2

SINOPSIS dorama Married as Job episode 06 part 2. Mikuri dan Hiramasa jadi liburan bersama. Tapi sepertinya liburan mereka bakal banyak cerita. Dari ranjang kamar yang merupakan ranjang besar, sampai kotak minuman energi untuk Hiramasa. Dan ... insiden terpeleset. Bisakah Hiramasa bertahan?

Karena becandaan yang menurut Hiramasa sama sekali tidak lucu, ia pun mengomeli Mikuri. Kesal karena diomeli, Mikuri pun memilih jalan-jalan sendirin.



Mikuri mendatangi toko pernak-pernik. Tapi meski di sana, pikirannya masih memikirkan tentang Hiramasa. Prasangkaku ini...selalu menjadi alasan aku putus dengan pacar-pacarku.

Sementara itu di luar, ada sepasang kekasih yang tengah jalan. Si pria dikenali Mikuri sebagai mantan pacar di masa SMA-nya. Melihat hal itu, Mikuri buru-buru berjongkok, tidak ingin ketahuan.

Pasangan mesra yang biasanya tak membuatku iri, sekarang membuatku iri. Ini acara liburan kantor. Aku perlu sesuatu untuk menunjukkan rasa terima kasihku pada Yuri.



“Apa ini perlu diperbaiki? Kalau warnanya sekuat ini kelihatannya palsu, 'kan?” tanya si karyawan pria, bawahan Yuri, Umehara.

Yuri tampak tidak terlalu nyaman. Tidak ingin membuat rumor lagi, Yuri sedikit menjauh, “Kau benar. Alami saja.”

“Aku mengerti,” Umeharan meninggalkan catatan di meja Yuri. Aku juga dipanggil oleh Bagian Kepatuhan, tetapi aku bilang sama sekali tak ada pelecehan seksual.

Lalu si karyawan wanita mendekat. Ia menanyakan soal dokumen rapat selanjutnya. Yuri mengaku sudah mengecek dan memberikan tanda pada beberapa bagian dan akan membenarkannya sendiri saja, karena rapat mereka makin dekat.



“Akhirnya, aku membetulkan dokumen itu sendiri. Yah, itu pekerjaan, jadi aku tak punya pilihan,” curhat Yuri. Di sana ada Numata-san dan bartender.

“Setengah pekerjaan adalah pekerjaan yang dilakukan karena tak punya pilihan,” komentar Numata-san.

“Dan setengah lainnya?”

“Keinginan pulang,” ujar Numata-san, asal. Tapi ia kemudian berubah serius, “Akan tetapi... pekerjaan sendiri bukanlah hidup, 'kan. Jika kau bisa melakukan dalam jumlah yang pantas dan hidup darinya, itu bagus, 'kan? Yuri, kau melakukan pekerjaan yang kauinginkan, 'kan?”

“Kurasa begitu. Akan tetapi belakangan ini, aku merasa dengan waktu dan usaha yang kuberikan... tidak cukup profit yang kudapatkan,” curhat Yuri.

“Jika kau mulai membahas tentang profit, kau tak bisa berbuat apa-apa.”

“Kurasa kau benar. Mungkin manusia adalah makhluk menyedihkan. Kita adalah makhluk yang menginginkan imbalan,” Yuri kembali menyesak minuman di depannya.

Obrolan Numata-san dan Yuri pun makin serius. Mereka bicara soal pekerjaan dan juga hubungan timbal balik di kehidupan sosial. Sesuatu yang agak ... rumit. (karena terjemahannya agak rumit, maaf ya, sengaja nggak Na tuliskan #ehe)



Hiramasa makan malam bersama Mikuri. Ia memuji menu makan malam mereka, salmon yang masakannya agak rumit. Mikuri minta maaf karena selama ini hanya masak menu simpel saja.

“Aku selalu berakhir dengan memprioritaskan efisiensi,” ujar Mikuri.

“Di kehidupan sehari-hari, efisiensi itu penting. Kalau aku mencari rasa setaraf restoran, aku akan mengeluarkan waktu dan biaya untuknya. Makan seperti ini berkesan karena hanya dilakukan sesekali. Dan aku benar-benar suka setiap masakan yang kau buat, Mikuri,” puji Hiramasa. (deuh si Hiramasa ini, lagi berduaan juga bahasnya soal pekerjaan terus. Nggak bisa gitu ya dikit romantis. Ah lupakan!)

Pujian Hiramasa kali ini pun berhasil membuat Mikuri tersenyum, tersipu. Aku ternyata... mudah dipuaskan. Bahkan saat ini, hanyalah acara liburan kantor. Tidak lebih atau kurang dari itu. Hanya dengan satu kalimat dari Hiramasa, kesedihanku tadi...hilang seperti sebuah kebohongan. Terima kasih, Yuri. Aku akan sepenuh hati menikmati tiap bagian dari kinmedai ini.



Obrolan Yuri dan Numata-san terhenti saat Kazami datang. Yuri yang masih kesal pada Kazami pun buru-buru pamit pergi untuk menghindar. Ia berkilah kalau besok harus berangkat lebih pagi.

Tapi sebelum benar-benar pergi, Yuri menyodorkan sebuah foto pada Kazami, “Mikuri and Hiramasa benar-benar menikmati bulan madu mereka saat ini.”

Dalam foto itu ada gambar Hiramasa dan Mikuri tengah makan malam. Ada caption juga di sampingnya, Terima kasih, Yuri Kami makan~!! (di sini Hiramasa senyumnya beda banget dari biasanya. Keliatan lebih caem, #eeeeh)

“Mereka mesra sekali, aku jadi iri,” lanjut Yuri. Tapi ia kemudian berhenti bicara saat melihat ekspresi Kazami.



Malam itu Hiramasa mandi berendam. Pintu penghubung antara kamar dan kamar mandi terbuka ini ditutup. Jadi Hiramasa bisa menikmati mandinya.

Terjadinya hal-hal tak terduga adalah kehidupan. Kau benar sekali, Guru Yuri. Kawin kontrak dan pelukan Selasa ini sama-sama tak masuk akal, tetapi...bukan hal jelek melakukan simulasi dengan jaring pengaman. Sebenarnya, aku bahkan bisa berpikir ini ideal.

Hiramasa ingat tawaran Mikuri tadi yang mengajaknya berendam bersama. Tapi Hiramasa buru-buru merasa canggung dan akhirnya memasukkan kepalanya ke dalam air.

Hal ini tidak apa-apa, karena aku lajang profesional, tetapi, bagaimana kalau aku laki-laki kejam? Orang yang problematis. Mikuri.



Sementara itu di dalam, Mikuri tengah tertegun memandangi kotak berisi minuman energi di tangannya.

Aku tak sengaja menendang tasnya dan membuat barang-barang di dalamnya tumpah. Namun, aku menemukan sesuatu yang luar biasa. Hiramasa tidak akan berani, jadi kupikir aku tak perlu menyiapkan apa pun, tetapi... Kau tidak selalu tahu apa yang ternyata baik. Apa persiapan yang kulakukan supaya aku tak khawatir akan berguna?

Mikuri buru-buru memasukkan kembali barang-barang milik Hiramasa. Ia pun beranjak ke tasnya sendiri. Mikuri mengeluarkan kotak belanjaan. Ternyata ia jadi beli pakaian dalam, seperti yang disebutkan brosur yang dibicarakannya dengan Yassan kemarin. (uwoooo ... ketahuan, hahahaha. Dan ternyata Mikuri juga punya persiapan)

Saat itu Hiramasa sudah selesai mandi. Mikuri merasa tegang kalau-kalau terjadi ... . Perlahan, pintu pembatas kamar dengan ruang berendam dibuka.



Adegan berikutnya ...Mikuri mengipasi Hiramasa yang tertidur di lantai.

“Aku sedikit terlalu memaksakan diri. Sekarang aku baik-baik saja. Aku sudah tenang. Silakan mandi,” ujar Hiramasa kemudian.

Ternyata Hiramasa terlalu lama berendam, hingga tubuhnya jadi terlalu panas. Mikuri pun membantu mengipasinya hingga Hiramasa sedikit lebih baik. Baru setelahnya, Mikuri beranjak mandi.



Mikuri berendam di bak mandi sambil memandangi langit. Rupanya tempat mandi itu langsung berhubungan dengan luar dan mereka bisa langsung menikmati malam sambil berendam.

Apa tak apa-apa, ya? Apa aku bisa memasuki ruang hati Hiramasa?

Dan Mikuri tidak punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya kali ini.



Selesai mandi, Mikuri kembali masuk ke dalam. Ia menemukan Hiramasa sudah tertidur di bawah selimut. Setelah meletakkan handuknya, Mikuri pun menyusul masuk ke bawah selimut. Mikuri sempat melihat ke arah Hiramasa yang membelakanginya.

Apakah Hiramasa sudah benar-benar tidur? Mikuri sempat mengulurkan tangannya hendak menyentuh Hiramasa. Tapi ia mengurungkan niatnya itu dan menarik tangannya kembali dan berusaha memejamkan mata.

Ternyata Hiramasa masih belum tertidur. Tanganku mati rasa. Namun, akan buruk hasilnya jika aku sembarangan bergerak dan terjadi salah paham. Ini liburan kantor. Jika aku sembarangan bergerak akan terjadi pelecehan seksual. Itu bencana. Bagaimana laki-laki di dunia bisa tidur seranjang dengan perempuan? Aku seharusnya mencari di Google sebelumnya. Tidak tahan lagi, Hiramasa pun bergerak. Sekarang ia telentang, sementara Mikuri pura-pura tidur.



Mikuri merasakan ranjangnya bergetar. Ia sudah siap dengan apa yang terjadi. Apalagi ada bayangan yang menutupinya. Tetapi ... ranjang kembali tenang? Mikuri mengintip sebentar dan akhirnya melihat kalau Hiramasa ternyata memilih bangun.

Hiramasa memakai penutup mata dan telinga, lalu tidur di dekat meja makan. Sempurna. Dengan penutup kuping dan penutup mata, aku benar-benar tak merasakan keberadaan Mikuri. Aku berhasil tidur. Aku berhasil. Lajang profesional berhasil melewatinya!



Pagi berikutnya

Mikuri menulis di cermin penuh uap. Pakaian dalam baru tidak berhasil. Suatu pagi di musim gugur.

Apa yang kulakukan sendirian? Kalau kuingat-ingat, kata-kata "ayo menikah" dan "ayo berpacaran," lalu "ayo berpelukan" dan pelukan di muka semuanya adalah tuntutan satu arahku. Aku yakin dia menerimanya karena dia baik, tetapi...selalu dan selalu inisiatif dariku. Aku lelah.

Mikuri mulai frustasi dengan situasi yang dialaminya ini. Ia pun menghapus jejak tulisan di cermin itu, menampilkan wajah lelah Mikuri. (hmmmm ... jadi nih, Mikuri tu beneran suka ya sama Hiramasa?)



“Sarapan ini juga enak,” puji Hiramasa

Tapi Mikuri tidak tampak bersemangat. Ia Cuma bilang kalau itu lumayan saja. Tapi makan pagi mereka terganggu oleh kedatangan mantan pacar Mikuri.

“Mikuri? Benar-benar kau!” ujar si pria.

Mikuri kaget. Tapi ia pun memperkenalkan pria itu sebagai teman sekelasnya saat SMA, pada Hiramasa.

“Aku mantan pacarnya!” ujar si pria itu.

“Apa kau harus mengatakannya?” protes Mikuri. Ia merasa tidak enak dengan Hiramasa.

“Dia merepotkan, 'kan? Bawel sekali... Yah, tetapi dia bukan orang yang jahat. Dulu, saat kami pergi ke kafe di Shibuya, dia mulai menceramahiku!” ujar si pria lagi.

Mikuri makin kesal, “Jangan berbicara hal-hal yang tak perlu!”

Tapi Hiramasa tetap saja tidak menunjukkan ekspresi apapun. “Aku duluan. Silakan kalian mengobrol!” ujarnya kemudian pamit pergi.

Mikuri tidak habis pikir dengan sikap Hiramasa ini.

“Yang pasti tipe laki-lakimu benar-benar sudah berubah!” ujar si pria mantan pacar.

Mikuri menahan perasaan kecewanya yang dalam, “Tidak berubah. Aku hanya baru menyadarinya.”



Yuri menyapa Kazami yang ditemuinya di depan gedung, “Selamat pagi. Maaf tentang semalam. Aku terlalu kejam. Aku minta maaf.”

“Kenapa kau berubah pikiran?” tanya Kazami.

“Aku tak menyangka kau akan bereaksi begitu. Kupikir kedekatanmu dengan Mikuri mulai berbahaya. Aku bukan orang yang baik. Bahkan di umur segini, aku tak paham perasaan orang lain.”

“Aku sendiri pun tak begitu memahaminya,” aku Kazami. “Jika aku terlihat kaget... mungkin karena itu. Bahkan di usiaku sekarang, aku tak memahami perasaanku sendiri.”

“Merepotkan, ya. Aku bertanya-tanya... apa yang sebenarnya kucari,” ujar Yuri pula.

“Jangan tanya padaku.”

(jadi waktu Yuri menunjukkan foto pada mesra Mikuri dan Hiramasa, ekspresi wajah Kazami benar-benar kaget dan tampak sangat terluka)



Mikuri dan Hiramasa dalam perjalanan pulang. Saat ini mereka ada di dalam kereta. Tapi Mikuri justru masih memikirkan insiden sarapan tadi pagi.

Pada saat itu...Kupikir dia akan membelaku. Tapi ternyata yang terjadi, sama sekali jauh dari perkiraan Mikuri. Alih-alih membela Mikuri, Hiramasa justru tidak berkomentar apapun. Dia juga tidak menunjukkan ekspresi apapun, malah memilih pergi.



Mikuri melirik Hiramasa yang ada di sebelahnya. Jika saat ini aku memintanya menggandeng tanganku, dia pasti memarahiku. Kalau aku membantahnya, dia akan terlihat kesusahan dan tak punya pilhan selain mengulurkan tangannya. Namun, apa yang kumau bukan karena dia terpaksa. Apa yang kuinginkan dari Hiramasa?

Mikuri makin frustasi memikirkan hubungannya dengan Hiramasa. Semuanya jadi terasa aneh.



Tapi ternyata yang dipikirkan Hiramasa, jauh dari apa yang dipikirkan Mikuri.

Aku lelah, tetapi liburan ini menyenangkan. Hirasama ingat soal pria yang mengaku mantan pacar Mikuri saat sarapan tadi. Dia bahkan tidak membuatku kesal. Karena aku merasa aku lebih mengenal Mikuri. Aku tahu. Senyum manisnya, kehangatannya, juga kebaikannya. Ada sedikit gerakan di bibir Hiramasa, ia tersenyum.

Hiramasa melirik ke arah Mikuri yang ada di sebelahnya. Kalau kugenggam tangannya sekarang apa reaksinya, ya? Saat liburan ini usai, hubungan kami hanya akan menjadi majikan dan pekerja, dan berpelukan seminggu sekali.

Seperti sebelumnya. Tak apa-apa jika seperti sebelumnya.



Aku menyerah. Aku lelah. Aku takkan melakukan apa-apa lagi. Aku takkan meminta apa-apa lagi. Mikuri menahan air mata yang sudah nyaris meleleh di pipinya.

Saat liburan ini usai...kami akan kembali ke kehidupan tenteram kami. Satu stasiun lagi.

Kali ini yang dipikirkan oleh Mikuri dan Hiramasa nyaris sama, Kalau saja kami tak pernah sampai di sana. Kalau saja kami tak pernah sampai di sana.

Mikuri pun menghapus air mata di pipinya. Tapi Hiramasa sama sekali tidak tahu hal ini.



Kereta berhenti. Ada pemberitahuan kalau mereka sudah sampai di pemberhentian terakhir di Mishima. Mereka yang akan melanjutkan perjalanan diminta pindah kereta.

Mikuri kembali ke mode cerianya, “Ayo kita turun!”

Alih-alih mengikuti Mikuri, Hiramasa justru memegang tangan Mikuri. Ia lalu mendekatnya wajah ke wajah Mikuri, lalu mendaratkan bibirnya ke bibir Mikuri. Tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya.

BERSAMBUNG

Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :

Kyaaaaa!!! Akhirnya. Butuh 6 episode sampai couple satu ini akhirnya ciuman. Ya ampun, mahal banget sih ciumannya, sampai selama ini. Ehm ... meski acara di penginapan gagal, tapi akhirnya hubungan Mikuri dan Hiramasa ada perkembangan juga. Kira-kira habis ini apa lagi ya? Tambah mesra atau malah makin kacau?

Makin kesini, Kelana makin kesirep pesonanya om Hoshino Gen deh, kekekeke. Lagu-lagunya dia ternyata easy listening juga. Mana kalau senyum, lumayan manis juga. Na capek liat cowok ganteng di drama seberang, jadi di sini cukup liat cowok manis aja udah cukup, kekeke

 

Tidak ada komentar: