SINOPSIS Married as Job 11 end part 1

SINOPSIS dorama Married as Job episode 11 part 1. Lamaran romantis yang sudah dipersiapkan Hiramasa di sebuah restoran mewah ternyata justru menimbulkan malapetaka. Terjadi salah paham (lagi) antara keduanya. Hiramasa yang super logis berusaha menjelaskan dengan angka, tabel dan data seperti biasa. Tapi, Mikuri justru menganggapnya sebagai eksploitasi cinta. Dan sekarang, hubungan mereka kembali merenggang.



Malam itu, situasi benar-benar canggung. Setelah berganti pakaian tidur, Hiramasa bergegas ke kamarnya dan hanya mengatakan selamat malam saja.. Sementara Mikuri masih menyelesaikan membereskan dapur.


Aku sangat senang dilamar oleh orang yang paling ku sukai. Walaupun aku merasa senang, Kenapa aku merasa galau? Kegalauan macam apa ini?



Beberapa hari berlalu.


Tidak seperti hari-hari kemarin, saat Mikuri tidur bersama Hiramasa, kini ia kembali menggelar futonnya di ruang tamu. Setelah mematikan lampu, tidak butuh waktu lama, Mikuri langsung menyusup di balik selimutnya. Tapi Mikuri tidak bisa tidur. Pikirannya masih terus saja mengangkasa.


Hari ini...Hari selasa. Mikuri ingat soal hari pelukan, saat Hiramasa pernah mengatakan padanya, kalau mereka bisa pelukan tidak hanya di hari selasa saja. Tapi, di hari lain pun tidak msalah. Sejak itu, hari berpelukanpun menghilang. Karena kami melakukannya berdasarkan perasaan setiap hari. Kalau perasaan kami menghilang. Bahkan tidak ada pegangan tangan. Tentu saja. Wanita "pandai" sepertiku yang mengacaukan lamaran yang sudah lama ku tunggu. Tentu saja akan diabaikan. Setiap kali aku ingin mengatakannya, Kegalauan yang ku rasakan ini, Aku tidak bisa mengatakannya.. Satu sama lain.


Tidak hanya Mikuri saja yang masih terus berpikir. Dalam diamnya pun, Hiramasa masih memikirkan soal ucapan Mikuri. Hiramasa memandang foto saat mereka makan bersama di liburan, dengan tatapan sedih.



Hiramasa membuka bekal makan siangnya di kantor. Semuanya masih tetap sama dan lengkap seperti biasa. Tapi Hiramasa terus saja memikirkan ucapan Mikuri soal ‘eksploitasi cinta’.


Dia sudah mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Kalau di dalam hatinya dia menyukaiku, Aku mengira tentu saja dia akan menerima lamaranku. Sampai kapan aku akan terus egois seperti ini?



Yuri menghabiskan malamnya di bar. Sudah berkali-kali ia curhat pada si bartender soal berita gembiranya, ia diangkat jadi manager. Dan si bartender pun sudah mulai bosan mendengar cerita itu berulang kali. Saat itu Kazami datang, menyelamatkan si bartender yang langsung menyapanya dengan riang.


“Yuri-san, aku sudah dengar kau merayakan kenaikan jabatanmu,” ujar Kazami yang langsung mengambil tempat duduk di sebelah Yuri.


“Sejak tadi, kau sudah menceritakan hal yang sama 10 kali,” si bartender ikut nimbrung.


“Baru 5 kali, kan?” elak Yuri.


“Aku datang untuk membantu mendengarkanmu,” ujar Kazami pada si bartender. Kemudian ia memasan minuman yang biasanya. Kazami kembali beralih pada Yuri, “Selamat karena kau sudah dipromosikan jadi manager.”


“Bagaimana bisa aku merayakannya? Tanggungjawabnya juga bertambah jadi segunung. Saat aku jadi manajer wanita pertama di area metropolitan, Anginnya juga semakin kuat,” curhat Yuri panjang lebar.


“Akhirnya kerja kerasmu sampai saat ini mendapat pengakuan,” komentar Kazami. “Selamat. Traktir aku segelas minuman.”


“Baiklah, yang paling mahal?” tawar Yuri yang diiyakan oleh Kazami. Yuri lalu beralih pada sang bartender, “Yama-san, Hitung totalnya aku akan mentraktir segelas bir untuk Kazami-kun.”


“Total?” Kazami heran.


“Karena besok aku harus bangun lebih pagi, Aku harus pulang. Kazami-kun. Apa hari minggu kau ada waktu?”



Mikuri mendatangi salah satu toko untuk menawarkan acara bazar yang akan diadakan oleh perkumpulan pedagang. Ia pun menyerahkan brosur yang sudah dibuat. Tapi si pemilik toko yang sudah cukup tua, tampak tidak terlalu suka ditanya-tanya oleh Mikuri. Ia meminta Mikuri untuk menjelaskan lagi secara lebih rinci, apa yang harus dilakukannya. Ia enggan membaca brosur yang sudah dipersiapkan oleh Mikuri. Mikuri bahkan dibentak-bentak oleh si pemilik toko. Mikuri serba salah. Ia ingin bekerja cepat supaya upah kecilnya sesuai dengan jam kerjanya, tapi situasinya sulit kalau pedagangnya saja seperti itu.


Selesai dengan tugas tadi, Mikuri mendatangi ketua perkumpulan pedagang. Sekarang gantian ia yang komplain. Di satu sisi, Mikuri ingin melakukan semua pekerjaannya dengan baik. Tetapi karena upahnya yang kecil, Mikuri harus bisa menggunakan waktu seefisien mungkin, agar gajinya sesuai. Sementara tidak semua pedagang di area itu mudah diajak kerja sama. Mikuri jadi serba salah.


Mikuri berjalan pulang sambil melamun. Ah, ini hanya rasa galau. Baik Aozora atau pernikahan juga. Kegalauan ini, Penyebab kegalauan ini ... Mikuri memejamkan mata, berpikir. Hingga ia akhirnya mendapatkan jawaban atas pertanyaan hatinya.



Malam itu, Mikuri dan Hiramasa makan malam seperti biasa. Tapi setelah makan, Mikuri menahan Hiramasa dan mengajaknya bicara.


Hiramasa mengerti, “Kalau aku terlalu memaksa untuk melakukan hal yang tempo hari...”


Tapi ucapan Hiramasa dipotong oleh Mikuri, “Sudah lama aku memikirkannya. Tentang kompensasi pekerjaan ibu rumah tangga. Aku sudah melihat mereka bekerja dengan upah yang paling kecil.”


“Maaf, pembicaraan ini...” Hiramasa bingung.


“Sekarang aku melakukan kerja sambilan. Area perbelanjaan Yassan meminta bantuanku untuk Aozora (semacam bazar). Dengan upah 930 Yen per jam, Ini adalah upah minimum di Yokohama-shi. Maaf karena aku melakukannya diam-diam. Aku berniat membantu mereka sebentar. Karena di sana hanya ada pria saja, Hiramasa-san pasti membencinya. Maafkan aku,” sesal Mikuri.


Hiramasa memegang gagang kacamatanya, “Itu cukup mengejutkan.”


“Maafkan aku!” Mikuri menunduk minta maaf.


Tapi Hiramasa tidak menunjukkan marah atau kesalnya, ia justru tersenyum, “Karena aku juga diam saat aku dipecat, Kita seri. Lalu ... “


“Aku juga bisa tetap bekerja dengan upah 2000 Yen per jam. Aku pikir ada saatnya aku tidak bisa tetap bertahan dengan upah yang kecil,” lanjut Mikuri.


Hiramasa mulai mengerti arah pembicaraan Mikuri, “Apa kau juga meminta untuk bekerja dengan upah di atas jumlah itu?”


“Ya, Itulah titik kegalauanku. Dengan kata lain, Hal seperti ini.” Mikuri mengambil papan dan spidol. “Sampai sejauh itu.. Biaya hidup ibu rumah tangga = upah tertinggi Aku sudah menemukan rata-ratanya.”


“Aku mengerti keberanianmu untuk menjelaskannya,” puji Hiramasa.


“Kalau kita menikah, Aku akan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Jaminan biaya hidup, Dengan kata lain, Menurutku sama dengan menerima upah minimum. Tapi karena upah minimumnya adalah upah minimum terkecil, Walaupun kau memberiku makan, Aku bisa bekerja diam-diam. Tapi ada batasnya. Tapi itu berarti atasan tidak boleh terlalu mendominasi? Kalau atasannya baik, tingkat stressnya kecil, Aku bisa bekerja tanpa masalah. Walaupun upahnya kecil, Mungkin tidak jadi masalah. Dengan kata lain, Itu tergantung atasannya. Kalau di perusahaan umum, Ada banyak orang dan perpindahan pegawai, Kenaikan jabatan, bonus dll. Ada juga sistem yang mengevaluasi pegawai secara objektif. Tapi dalam kasus pasangan suami-istri, Ini satu lawan satu. Kalau suami tidak melakukan evaluasi, Istri tidak akan dievaluasi oleh siapapun. Dengan kata lain, Kompensasi dari pekerjaan ibu rumah tangga sepenuhnya. Adalah upah pokok ini ditambah.. Evaluasi pegawai (Kasih sayang). Akan disebut seperti itu.” (yaelah neng, masak pernikahan kayak perusahaan gini sih. kkkk ... dasar Mikuri)


“Tapi, kasih sayang tidak bisa diukur,” elak Hiramasa.


“Itu benar. Itu adalah unsur yang sangat tidak stabil. Dengan kemauan atasan, Kapanpun itu bisa saja jadi nol . Dalam kasus itu, Upah minimum akan terus berlanjut, kan? Aku tidak punya batas atas dalam jam kerja. Kalau kau melakukannya, Ini bisa menjadi perusahaan hitam. Sebagai pegawai di lingkungan kerja ini Apakah kau bisa melakukannya atau tidak, Aku sangat cemas. Aku sangat senang dilamar olehmu. Hiramasa-san, itu bukan berarti aku tidak mau menikah denganmu ... “


Tapi kali ini Hiramasa tidak sepakat dengan pemikiran Mikuri. Ia pun meminta papan yang tadi dipegang Mikuri, “Pertama-tama, Apakah kau pegawainya? Suami adalah atasannya, Istri adalah pegawainya. Ada yang salah dari situ. Seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang baik yang mendukung keluarga. Kalau kau berpikir begitu, Baik suami maupun istri adalah Manajemen bersama. Dari sudut pandang ini, Kenapa kita tidak membangun kembali hubungan kita? Ini bukan hubungan kerja Ini adalah pembangunan ulang sistem baru. Kalaupun ada sistem kasih sayang, Ku rasa kita tidak memerlukannya,” usul Hiramasa. (cieeee kali ini Hiramasa lumayan bener nih)


“Sepertinya itu bukan suatu hal yang mudah,” Mikuri berpikir.


“Aku tak tahu apakah akan berhasil atau tidak,” lanjut Hiramasa.


“Aku akan melakukannya!” tegas Mikuri kemudian.



Di hari yang lain,


Dengan mempertimbangkan rumah sebagai sebuah perusahaan. Sebagai pertanggungjawaban manajemen bersama, Untuk melanjutkan komunikasi manajemen, Usulan yang diajukan Hiramasa diterima oleh Mikuri. Rapat pertanggungjawaban pertama manajemen bersama perusahaan 303.


Hiramasa menyodorkan dua lembar informasi soal perusahaan, “Pekerjaan di perusahaan A hampir sama dengan yang sekarang, Gajinya 90% dari gaji sekarang. Sedangkan perusahaan B adalah perusahaan baru. Gaji keduanya juga cukup stabil.”


Tapi Mikuri sudah paham hal ini, “CEO Hiramasa, Kau tertarik dengan perusahaan B, kan?


“Sebelumnya, aku sudah memilih perusahaan A, Sekarang, aku sedikit merasakan ingin bisa melakukan lebih banyak hal baru. Tapi, kalau itu terjadi gaji karyawannya hanya setengah dari gaji yang sekarang.”


“Kalau memang gajinya berkurang, Mau bagaimana lagi. Aku juga akan mengimbanginya dengan bekerja di luar,” ujar Mikuri.


“Di luar?” Hiramasa heran.


“Tapi karena upah pekerjaanku dari area perbelanjaan hanya 3000 Yen per hari, Aku memperkirakan waktu kerjanya sampai 3,2 jam dalam sehari. Itu tidak akan cukup untuk semuanya. Itu sebabnya, Ini adalah pekerjaan sebagai penulis di Majalah Kota. Sebagai penulis aku akan pergi ke area perbelanjaan, Sambil menulis artikel liputannya, Aku juga bisa menyesuaikannya dengan pekerjaan di Aozora.


“Ini adalah strategi untuk mendapatkan upah dari luar, kan?” lanjut Hiramasa.


“Tapi karena pekerjaan ini adalah pekerjaan penuh waktu, Waktu untuk pekerjaan rumah tangga di rumah ini akan berkurang. “


“Pekerjaan yang akan CEO Mikuri lakukan, Itu juga pekerjaan dari Perusahaan 303 ini. Ayo kita bekerjasama dan menyukseskannya. Sebagai bagian dari kerjasama berbagi rumah, Aku akan membantu melakukan pekerjaan rumahtangga,” ujar Hiramasa kemudian.


Dan mereka pun membagi jatah pembagian tugas mengurus rumah. Dengan begini, Pembagian jatah bagian ruangan untuk kedua tim akan dibentuk. Pertempuran pembagian jatah pekerjaan rumahtangga sudah dimulai. Lebih dari ini, Pertempuran panjang akan berlangsung secara perlahan.



Seperti yang diminta, Kazami datang ke tempat Yuri pada hari Minggu. Setelah duduk dan menyajikan minuman, Yuri memberikan hasil pemeriksaan medisnya.


“Ini adalah hasil pemeriksaan medis menyeluruh milikku tahun ini. Lihatlah, Aku mengalami penurunan kepadatan tulang. Jumlah yang tercatat setiap tahun terus mengalami peningkatan. Hormon kewanitaanku juga menurun. Mataku juga melemah, Aku juga tidak boleh cepat lelah.”


“Apakah kau mengetes perasaanku?” potong Kazami.


“Saat kau mengatakannya di apartemenmu waktu itu, Walaupun aku berpikir sejenak kalau mungkin kau cuma main-main, Kau serius mengatakannya padaku, kan?”


“Sangat disayangkan kalau aku mengatakannya secara terang-terangan,” sesal Kazami.


“Aku benar-benar sangat terkejut. Itu buruk untuk jantungku. Karena sampai sekarang aku hidup dengan sangat keras, Sekarang ini, aku tidak bisa memikirkan hubungan cinta yang sesaat. Itu sebabnya aku ingin bicara baik-baik denganmu, Kazami-kun. Saat Kazami-kun lahir, Aku berumur 17 tahun. Saat Kazami-kun berumur 20 tahun, aku berumur 37 tahun. Akhirnya saat Kazami-kun berumur 40 tahunan, Aku sudah berumur 60 tahun. Sampai kapanpun, Kazami-kun akan tetap jadi keponakanku.”


“Hari ini, aku sudah merasakannya saat kau menunjukkan penampilan seperti ini. Apakah kau menunjukkan wajah aslimu agar aku melihatnya? Apa karena itulah kau menyebutku keponakanmu? Apa kau berkencan dengan duda beranak satu itu?” cecar Kazami.


“Itu sudah berakhir. Karena yang Tajima-kun cari adalah.. Seseorang yang bisa menjadi ibu untuk anaknya. Dengan kata lain, Penyebabnya bukanlah pria lain.”


“Memang tidak ada peluang untuk diriku sendiri. Aku memahaminya dengan baik,” Kazami memutar-mutar minuman di tangannya.


“Ayo kita minum lagi di bar Yama-san,” pinta Yuri.


“Aku tidak pernah menganggap Yuri-san adalah bibiku. Kita akhiri saja sampai di sini. Rasakan saja perlahan-lahan,” ujar Kazami akhirnya.


(yah, tante Yuri ini mo nolak aja ribet banget sih. hhhh )



Setelah Kazami pergi, Yuri melanjutkan minum sendirian. Ia memutar-mutar anggur dalam gelas itu, kemudian menyesapnya sedikit.


“Enak sekali.”



Mikuri melanjutkan pekerjaannya memersiapkan bazar seperti biasa. Tapi kali ini ia juga sekaligus mencari bahan untuk liputannya. Mikuri pun memperkenalkan diri sebagai penulis dari majalah kota.


Setelah berkeliling, Mikuri seperti biasa datang ke toko milik Yassan. “Aku sangat lapar. Kare sayuran Yassan adalah yang terbaik. Aku akan memakannya setiap hari!” puji Mikuri.


“Karena Mikuri selalu memujinya, itulah yang membuatnya jadi sangat berharga.”


“Itu karena aku mendapatkan makanan gratis,” ujar Mikuri dengan jujurnya.


“Maaf, karena hanya inilah caraku membalas kebaikanmu.”


“Bagaimana pesanan selainya?” tanya Mikuri kemudian.


“Ada segunung masalah yang harus dibereskan, Lokasi pengolahan juga bermasalah. Aku tidak bisa mengandalkan dapur Tanaka selamanya. Orangtuanya juga punya pekerjaan mereka sendiri, kan?” curhat Yassan.


Keduanya pun saling tersenyum, karena memang banyak hal yang harus mereka lakukan. Sementara mengobrol, Yassan juga tengah menyuapi Hikari. Si bayi manis ini makan dengan lahapnya. (ni anak siapa sih, imut manis banget. Minta banget dibawa pulang #emesssssh)



Rapat pertanggungjawaban kedua manajemen bersama perusahaan 303.


“Setelah mencoba selama 2 minggu, Bagaimana kalau kau katakan pendapatmu dengan jujur?” tanya Hiramasa.


“Bolehkah aku bicara jujur? Walaupun aku tidak memperoleh banyak pendapatan, Persentase pembagian pekerjaan rumahtangga untukku terlalu banyak. Tapi aku menyetujuinya. Itu sebabnya Hiramasa-san lupa melakukan bagianmu. Sudah terlambat untuk melakukannya, Lalu pembagian tugas yang kau dapatkan sangat sedikit, kan? Dibandingkan denganku beban pekerjaan rumahtanggamu lebih sedikit. Ada kalanya aku merasa begitu.”


“Maaf,” sesal Hiramasa.


“Bagaimana dengan Hiramasa-san?” tanya Mikuri selanjutnya.


“Bolehkah aku bicara jujur? Mikuri-san, aku mengkhawatirkan penurunan kualitas kebersihanmu. Debu menumpuk di sudut ruangan dan noda di cermin.”


“Sejujurnya aku.. Aku tidak terlalu teliti. Terutama dalam menyapu sekeliling ruangan dengan tipe persegi,” aku Mikuri dengan jujur. “Tapi, sampai sekarang, karena itu adalah pekerjaanku, Aku harus melakukannya dengan sempurna. Kalau seperti itu kasusnya, Aku akan berkonsentrasi penuh. Tapi sejujurnya, kalau tingkat kebersihan tidak mengganggu kelangsungan hidup, Menurutku, kita masih bisa bertahan hidup. Karena tak sesuai dengan harapanmu, Aku minta maaf,” sesal Mikuri. “Kalau memang sangatmengkhawatirkan, tempat itu akan menjadi bagian untuk Hiramasa-san. Sebagai gantinya, aku akan mengerjakan yang lain..”


“Tidak, tambahkan saja ke bagianku,” ujar Hiramasa kemudian.


Dan pembagian pekerjaan rumah tangga pun berubah lagi. Kali ini bagian Hiramasa jadi makin banyak.



Hiramasa makan siang bersama Hino-san. Ia heran melihat bekal makan siang Hiramasa yang sangat sederhana.


“Apa istrimu bukan ibu rumahtangga sepenuhnya?” tanya Hino-san yang penasaran.


“Sampai beberapa waktu lalu memang begitu. Sekarang dia penulis majalah kota, Mengadakan acara, sekaligus ibu rumahtangga,” cerita Hiramasa.


“Pantas saja aku merasa jumlah laukmu berkurang. Berbeda dengan bekalku, Lihatlah!”


“Apa maksudmu itu kebetulan?” Numata-san ikut nimbrung. “ Menurutku dalam kasus ini, Tsuzaki-kun dan Mikuri-san, Kalian saling menyukai satu sama lain, kan? Kalian sangat bergairah, kan?”


“Karena mereka sudah menikah, sudah sewajarnya mereka bergairah, kan?” tanya Hino-san.


“Hino-kun, Tentu saja ada waktu yang tidak wajar. Di dunia ini, Bahkan masih ada permasalahan gelap yang tak terlihat,” ujar Numata-san.


Alih-alih mengelak, Hiramasa justru bercerita, “ Aku tidak tahu apakah itu gairah atau bukan, Tapi aku menyukainya. Namun, ada hal yang tak bisa aku lakukan hanya dengan menyukainya. Aku menyadarinya. Sejujurnya sekarang, kami bekerjasama melakukan simulasi, Untuk pembagian pekerjaan rumahtangga.”


“Kalian mengerjakan pekerjaan rumahtangga bergantian?”


“Sejujurnya, memang merepotkan. Kalau bisa, aku tidak mau melakukannya,” ujar Hiramasa. Ponselnya berbunyi. Ada pesan dari Mikuri yang memintanya untuk menanak nasi malam nanti, karena Mikuri kemungkinan akan pulang sedikit terlambat.



Hiramasa baru selesai membersihkan kamar mandi saat Mikuri pulang.


“Maaf aku pulang telat. Itu karena aku harus menyelesaikan sisa pekerjaan di area perbelanjaan. Ayo kita segera makan malam,” ajak Mikuri.


Hiramasa baru ingat soal nasinya, ternyata ia belum memasak nasi. Hiramasa lalu mengajak Mikuri untuk makan di luar saja. Berkali-kali ia membuat alasan agar Mikuri tidak tahu soal nasinya.


Mikuri curiga ada sesuatu. Ia pun beralih pada burung pipit yang kini ada dalam sangkar, “Burung pipitnya, Pero! Peroko! Peroko jatuh ke bawah!” tunjuk Mikuri.


Hiramasa heran, “Sejak kapan mereka punya nama?” tapi ia juga mengikut arah telunjuk Mikuri, “Dia tidak jatuh..”


Melihat ada kesempatan, Mikuri berlari ke dapur. Dan Hiramasa pun terlambat mengikutinya. Saat dibuka, ternyata tempat nasi kosong.


“Aku sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Karena aku bukan anak kecil, Tidak ada gunanya kau menyembunyikannya.”


“Maaf. Aku hanya...” elak Hiramasa.


“Aku akan membeli nasinya,” ujar Mikuri.


“Biar aku saja,” sergah Hiramasa.


Tapi Mikuri tetap berkeras, “Tidak apa-apa, Lagian aku sudah pakai mantelku. Akulah yang bertanggungjawab atas makanan, Karena aku minta tolong padamu, Akulah yang salah. Aku pergi dulu,” ujar Mikuri dengan kesal.



Kazami makan malam bersama si centil, Igarashi.


“Hari ini, kurasa aku akan bicara baik-baik denganmu. Aku pasti tidak akan menyukaimu, Igarashi-san,” aku Hiramasa.


“Pasti?”


“Menurutku kau dan aku mirip. Kalau kau mau dimanfaatkan oleh seorang pria, Aku akan mempertimbangkan untuk memanfaatkanmu. Karena pria dan wanita memiliki derajat yang sama, Seharusnya kau menikmatinya dengan nyaman. Kau tidak berpikir begitu, kan?”


“Kalau kau memahaminya, Cerita itu terlalu cepat. Apa menurutmu kita benar-benar tidak cocok?” cecar Igarashi.


“Sebelumnya, aku sudah jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam beberapa puluh tahun terakhir. Aku merasa diriku sendiri lucu, saat sedang memikirkan seseorang,” cerita Kazami.



Yuri minum bersama dua bawahannya itu. Setelah mengantar Horiuchi yang mabuk ke dalam taksi, Yuri berjalan bersama bawahannya yang lain.


“Tidak biasanya dia mabuk,” komentar Yuri.


“Aku juga cukup mabuk. Masalah pria tampan itu, Apakah kau tidak bisa melewati rintangannya? Kalau kau menyukainya, Kau harus melewatinya.”


“Kalau aku masih muda, ya,” ujar Yuri.


“Kalau begitu, Kau tidak perlu memikirkan ini itu. Sebelumnya aku sudah pernah bilang, kan? Kalau aku, Orang yang ku sukai, Walaupun aku rindu padanya, Aku tak bisa menemuinya. Aku cemburu. Aku iri padamu. Di dunia ini, Orang-orang bisa berkencan dengan bebas,” curhat si pria.


Yuri hanya bisa melihat dengan heran. Dia tidak mengatakan apapun.



Numata-san minum di bar seperti biasa. Ia mengotak-atik ponselnya, heran karena Yuri tidak membalas pesannya. Ia berpikir apakah Yuri masih bekerja.


“Perusahaan kami sudah lama berantakan sejak minggu lalu. Akhirnya aku bisa datang ke sini,” cerita Numata-san.


“Apa sangat gawat?”


“Gawat sekali. Oasis bagi hatiku hanyalah percakap an di LINE,” ujar Numata-san pula.



Masalah makan malam hari itu benar-benar membuat hubungan Mikuri-Hiramasa makin buruk. Setelah berganti piyama, Hiramasa menuju kamarnya sendiri. Ia melihat Mikuri masih sibuk dengan laptopnya, tapi juga tidak berani bicara apapun.


Meski di depan laptop, Mikuri sebenarnya juga tidak benar-benar bekerja. Ia memikirkan dirinya dan situasi mereka yang sedang tidak baik itu. Hari ini adalah hari terburuk bagiku. Kalau tidak ada ruang, Sifat asliku akan segera muncul. Kurang ajar dan angkuh. Mikuri yang "pandai". Aku benci diriku sendiri. Orang yang rendah diri itu, Adalah aku. Wanita yang Hiramasa-san cintai, Adalah wanita yang mengerjakan pekerjaan rumahtangga dengan sempurna, selalu tersenyum lembut, seorang istri idaman. Karena sebutir nasi, orang yang bersikap mengerikan seperti itu bukanlah seorang wanita. Aku ingin dipilih, aku ingin diakui. Namun, aku ingin jadi lebih dan lebih jauh dari diriku sendiri. Air mata pun meleleh di pipi Mikuri.


Di kamar, Hiramasa juga tidak bisa tidur. Ia memandangi fotonya bersama Mikuri saat mereka liburan bersama.



“Apakah kau orang yang baik?” tanya Igarashi, tiba-tiba duduk di depan Yuri.


“Tapi kelihatannya masih ada kursi kosong yang lain,” ujar Yuri.


Onee-san—kakak—dan Kazami-san, Seperti apa hubungan kalian? Walaupun perbedaan usia kalian 17 tahun, Bukankah kalian memiliki hubungan cinta?” cecar Igarashi ini.


“Hampir setahun ini, Aku mengenalnya dengan baik.”


“Saat kau mencapai usia 50 tahunan, Kau bermain mata dengan seorang pria muda. Bukankah itu sia-sia? Terlalu banyak titik yang harus diperbaiki, dari mana aku harus meletakkan tinta merah? Lebih tepatnya usiamu 49 tahun. Tapi kalau dibulatkan, Itu sama saja. Kau adalah wanita yang menghasilkan uang dari kosmetik anti-aging,” sindir Igarashi lagi.


“Tidak ada wanita yang ingin dinilai tua lebih cepat. Kau sudah berhasil, Menilai masa muda seseorang, ya,” ujar Yuri, tidak kalah pedas.


“Onee-san, itu karena usiaku setengah usiamu,” ujar Igarashi dengan bangganya.


“Aku tidak akan kecewa, Kalau kau memang merasa begitu. Aku juga merasakan hal yang sama sepertimu sebagai seorang wanita. Di negara ini, Ada banyak fakta seperti itu. Sekarang, kau tidak boleh menilai sesuatu sepotong-potong. Setelah ini, di masa depan yang akan kau tuju, kaulah yang akan membodohi dirimu sendiri. Bukankah mungkin itu menyakitkan, kan? Kita dikelilingi oleh banyak kutukan. Kau juga akan merasakan salah satunya. Jangan kutuk dirimu sendiri. Kau harus melarikan diri dengan cepat dari kutukan yang mengerikan itu,” saran Yuri kemudian.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di bagian terakhir Married as Job episode 11 part 2 ya ^_^


Pictures and written by Kelana

4 komentar:

  1. Episode terakhir part 2 nya belum y? Gak sabar nunggu nya... Semangat ya buat sinopsisnya...

    BalasHapus
  2. episode 11 bagian 2 sudah diupload
    selamat membaca

    BalasHapus
  3. episode 11 bagian 2 sudah diupload
    selamat membaca

    BalasHapus