Results for Kang Min Hyuk

Fan Fiction – Gara-Gara Selfie


Author: Elang Kelana


Rating: teen


Genre: friendship-love


Main Cast: Jung Yong-Hwa, Lee Jung-Shin, Nona Park, Kang Min-Hyuk, Lee Jong-Hyun, Jung Hae-In (cameo)


Nit nut nit, cklek. Terdengar suara pintu dibuka dari arah depan. Menyusul setelahnya seorang pria muda melepaskan sepatu di depan pintu lalu beranjak masuk. Mata sayu-nya nyaris sulit terbuka, lengkap membingkai wajahnya lelahnya lewat tengah malam ini.


“Ah, Hyong, kau sudah pulang?” Min-Hyuk melihat Yong-Hwa yang baru saja masuk.


“Ah, Min-Hyuk-ah,” Yong Hwa kelelahan usai syuting untuk dramanya, Samchongsa.


Min-Hyuk bangkit dan membawakan tas Yong-Hwa, “Apa kau sudah makan, Hyong? Masih ada makanan di dapur, mau aku panaskan untukmu?” tawarnya kemudian.


“Tidak, tidak,” elak Yong-Hwa cepat. “Aku lelah sekali. Setelah ini aku mau langsung tidur saja.” Yong-Hwa berusaha menyeret tubuhnya ke kamarnya. “Hyuk-ah, apa kau sendirian?” Yong-Hwa berhenti sebentar.


Min-Hyuk berbalik menatap hyong-nya itu, sebelum menjawab, “Iya, Jong-Hyun hyong dan Jung-Shin masih ada acara.”


Yong-Hwa tidak berkata apapun lagi. Ia kembali berjalan menuju kamarnya. Sementara Min-Hyuk kembali menghempaskan tubuhnya di sofa dan meraih remote TV. Barusan ada berita tentang liputan langsung acara Seoul fashion-week yang tengah berlangsung. Min-Hyuk mengecek akun instagramnya. Ada gambar yang cukup menarik perhatiannya. Jong-Hyun dan …


 lee-jonghyun-x-shinhye

Pagi berikutnya …


Yong-Hwa menggeliat pelan. Tangannya terulur menjangkau ponsel yang ia letakkan di meja samping tempat tidurnya. Meski semalam ia pulang nyaris pagi, hari ini ia tidak punya libur.


“Setengah delapan,” keluhnya, lalu ia lemparkan lagi ponsel itu di ranjang.


Yong-Hwa menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Ia duduk di ujung ranjang, masih mengucek matanya, memaksanya membuka lebih lebar. Jangan tanya seperti apa bentuk rambut hitam yang biasanya ditata rapi itu. Rambutnya yang dibiarkan cukup panjang itu menutup pandangannya.


Tapi sesuatu tiba-tiba menarik perhatiannya. Ada kilatan ingatan yang mengganggunya. Yong-Hwa menjangkau lagi ponsel yang tadi ia lemparkan. Dibukanya aplikasi instagram yang ada di ponsel itu. Seperti halnya rekannya yang lain, ia juga punya akun di media share gambar satu itu. Hanya saja, ia masih enggan membagi ID akunnya itu pada public dan fansnya.


cnbluegt: With a friend I haven’t seen for a long time ?


At the fashion show.  http://instagram.com/p/uc7tq5lny1/        


Mata Yong-Hwa mendadak terbuka lebar, “Apa-apaan ini?” keluhnya. Yong-Hwa bangun dan beranjak ke pintu kamarnya. Ia harus menemukan Jong-Hyun dan memastikan apa yang terjadi.


“Ah, Hyong, kau sudah bangun?” sapa Jung-Shin yang tengah menata makanan untuk sarapan mereka pagi itu.


“Shin-ah, apa kau lihat Jong-Hyun?” Tanya Yong-Hwa masih menggenggam ponselnya erat.


Jung-Shin tampak berpikir, “Engngng … dia sudah berangkat ke studio tadi. Ada apa Hyong, kau mencarinya?”


Yong-Hwa menghembuskan nafas kecewa. Ia lalu beranjak dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Tapi, Yong-Hwa teringat sesuatu, “Jung-Shin-ah, semalam kau datang bersama Jong-Hyun kan, ke acara itu?”


Jung-Shin tampak berpikir, “Ah, maksudnya fashion show itu. Iya, memangnya kenapa?” Jung-Shin bingung.


“Tidak, hanya … “ Yong-Hwa tidak melanjutkan kata-katanya. Ia menghembuskan nafas berat. Setelahnya Yong-Hwa kembali ke kamar. Ia harus segera bersiap. Hari ini ia masih punya jadwal syuting untuk dramanya.


Sementara Jung-Shin melirik ke arah pintu kamar Yong-Hwa yang kembali tertutup rapat. Ia tersenyum. Sebuah senyum penuh arti, “Sepertinya akan ada hal menarik,” gumamnya pelan. Jung-Shin kembali disibukkan dengan menu makanan mereka pagi itu.


 fallen2-00257

Dua hari kemudian.


Setelah marathon syuting selama enam hari kemarin, hari ini Yong-Hwa punya satu hari libur. Terbangun karena alarm ponselnya—yang masih seperti biasa—ia setel pukul 8 pagi, membuatnya mau tidak mau harus membuka mata. Tadinya Yong-Hwa hendak bergegas. Tapi saat ingat jika ini libur, Yong-Hwa kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Sayangnya, suara pintu yang terbuka di depan membuatnya urung kembali memejamkan mata. Yong-Hwa keluar dari kamar.


“Pagi, Hyong,” sapa Jong-Hyun yang melihat Yong-Hwa baru keluar dari kamarnya.


“Kau!” Yong-Hwa merenggut kerah baju Jong-Hyun. “Apa yang kau lakukan dengannya?”


Jong-Hyun yang kaget dengan sikap Yong-Hwa hanya mengangkat tangannya, “Hohoho, Hyong. Kau ini kenapa? Lihatlah!” pinta Jong-Hyun yang saat itu sudah tersudut di dinding. Matanya melihat ke arah lain, ke arah pintu masuk.


“Kau tampak menyedihkan,” sapanya cuek. Ia beranjak masuk ke ruangan apartemen itu.


Kaget saat melihat siapa yang datang, Yong-Hwa buru-buru melepaskan cengkeraman tangannya di baju Jong-Hyun. Ia pun merapikan rambutnya yang berantakan. Tidak lupa kaos putih yang ia kenakan saat tidur, “Kau?”


“Kenapa, apa aku tidak boleh datang kesini? Atau … jangan-jangan aku orang pertama yang datang ke apartemen ini,” Tanya wanita yang ternyata nona Park ini. “Atau kau tidak suka aku datang kesini?” tantangnya yakin.


Yong-Hwa speechless, salah tingkah. Sementara saat melihat ke arah rekan-rekannya yang lain, mereka justru bersikap seolah tidak tahu apapun. Belum lagi senyum di wajah mereka mengatakan aku tidak mau ikut campur.


Nona park menurunkan plastic besar yang dibawanya di meja ruang makan. Ia lalu mengambil dan mengenakan satu-satunya celemek warna pink yang tergantung tidak jauh dari lemari es. Kemudian ia mengambil alih sendok sayur yang tadi dipegang Jung-Shin, “Biar aku yang melanjutkan,” ujarnya.


Min-Hyuk melihat ke arah Jung-Shin dan Jong-Hyun. Mereka paham apa yang ada di dalam pikiran Min-Hyuk. Kedunya pun mengangguk setuju.


“Ah, sepertinya kita kehabisan susu. Kalau begitu aku keluar dulu. Park-noona, kau tidak keberatan kan melanjutkannya?” pamit Jung-Shin tanpa menunggu persetujuan nona Park.


“Ah, aku juga ada urusan sebentar,” pamit Min-Hyuk kemudian.


“Aku?” Jong-Hyun bingung mencari alasan. “Sepertinya aku juga tidak disini sebaiknya. Gunakan waktu kalian,” ujarnya menyusul Min-Hyuk dan Jung-Shin yang sudah lebih dulu keluar.


Yong-Hwa semakin salah tingkah. Sudah lama ia tidak bertemu dengan gadis di depannya itu. Bahkan karena sibuknya ia dengan drama barunya, Yong-Hwa jarang membalas pesan gadis itu.


“Sepertinya mereka sengaja,” komentar nona Park. Ia masih asyik dengan masakannya.


“Ah, itu … “ Yong-Hwa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ia bingung harus bicara atau bersikap apa. Tiba-tiba ia punya ide, “Ah, apa yang bisa kubantu?” tawarnya kemudian.


Nona Park berbalik. Ia menatap tajam ke arah Yong-Hwa, membuat si empunya semakin salah tingkah. “Bantu aku mencuci sayur-sayur itu,” pintanya sambil menunjuk ke setumpuk sayuran segar yang masih ada di kantong plastic yang tadi dibawanya.


Asyik dengan kesibukan masing-masing, kebekuan kembali tercipta diantara keduanya. Ya, entah dinding setinggi apa yang membatasi keduanya. Atau entah es setebal apa yang membuat keduanya tidak juga mulai bicara satu sama lain. Satu hal yang tidak berubah, hanya kekompakkan mereka menyiapkan sarapan. Hanya butuh isyarat tubuh, keduanya sudah saling mengerti apa yang harus dilakukan. Tidak butuh waktu lama sederet makanan pun sudah tertata rapi di atas meja makan.


Nona Park membuka celemeknya. Tapi rupanya ia kesulitan membuka ikatan paling atas yang ada di belakang lehernya. Ia salah mengikat tadi.


“Biar kubantu,” tawar Yong-Hwa. Ia mendekat dan mulai membuka ikatan itu. Semerbak aroma segar tercium dari leher gadis itu. Aroma yang sama, seperti berbulan-bulan yang lalu. Sebelum ia mulai kehilangan ingatan akan aroma itu, sejak tidak pernah lagi membauinya. Ada rasa tergelitik dalam pikirannya. Tapi Yong-Hwa buru-buru mengusir jauh-jauh pikiran itu.


“Kenapa? Apa yang kau pikirkan?” ledek Nona Park.


Yong-Hwa kembali salah tingkah. Ia memilih duduk di salah satu kursi di ruang makan itu, mengambil gelas, menuangkan air dan meminumnya.


Nona Park tersenyum. Senyum pertama yang ia pamerkan sejak pagi itu, “Sepertinya kau baik-baik saja,” nilainya. “Jung-Shin mengurus makananmu dengan baik,” komentarnya lagi.


“Aku pikir kau marah,” Yong-Hwa mulai berani bicara.


Senyum di wajah nona Park lenyap. Ia kembali memamerkan wajah seriusnya, “Menurut Hyuk-ah, kau yang kebakaran jenggot,” goda nona Park.


“Ah, itu … “ Yong-Hwa kembali speechless. “Lagipula, apa yang kau lakukan dengan Jong-Hyun? Kalian pamer foto seperti itu, sementara aku … “ ucapan Yong-Hwa terputus.


“Kau cemburu!” tembak nona Park. “Tapi tidak masalah. Itu artinya perasaanmu masih baik-baik saja.”


Keduanya saling pandang, terdiam dan … akhirnya tertawa bersama.


Yong-Hwa mengambil makanan di depannya dengan sumpit, “Ini enak,” komentarnya.


“Jong-Hyun yang punya ide itu. Katanya aku bisa menarik perhatianmu dengan ide selfie itu. Dan ternyata itu berhasil kan?” cerita nona Park. “Jangan lupa minta maaf pada Jong-Hyun atas sikapmu tadi.”


“Dan kalian membuatku benar-benar nyaris terbunuh di set, karena foto itu,” balas Yong-Hwa. Sementara tangannya masih asyik memasukkan satu per satu makanan di depannya ke dalam mulutnya.


“Benarkah?” cecar Nona Park


Yong-Hwa tertawa, “Tenang saja, aku masih hati-hati. Ada Hae-In-Hyong yang selalu menjagaku di set,” balasnya tidak mau kalah. (Hae In atau Jung Hae In adalah rekan Yong-Hwa yang berperan sebagai Ahn Min Seo di Three Musketeer)


“Bodoh,” nona Park manyun di depannya.


Yong-Hwa tertawa senang. Akhirnya mereka kembali bertemu setelah sekian lama. Akhirnya ia juga bisa mengobati kerinduannya lagi akan masakan gadis satu ini. Dan yang jelas, sekarang mereka berbaikan. Tapi momen langka ini buyar saat ponsel Yong-Hwa berbunyi.


“Ponselmu,” nona Park mengingatkan.


Yong-Hwa tampak tidak peduli, “Biarkah saja, hari ini aku libur. Paling Min-Hyuk dan yang lain,” jawab Yong-Hwa santai.


“Ayolah,” bujuk nona Park.


Yong-Hwa tidak berani membantah gadis di depannya itu. Ia pun beranjak mengambil ponselnya di kamar, lalu membawanya serta ke ruang makan. Ia menunjukkn nama Min-Hyuk tertera di layarnya, pada nona Park. “Benar kan?” ujarnya sebelum mengangkat panggilan itu.


“Ah, Hyong! Lama sekali! Kami sudah lapar, apa kalian melakukannya?” tembak Min-Hyuk dari seberang.


“Aish, kau ini! Cepat pulang! Aku tidak bisa menghabiskan semua makanan ini sendirian. Dan lagi, jangan berpikiran yang aneh-aneh!” teriak Yong-Hwa tidak mau kalah.


Kelana’s note :


Lama ya rasanya, terakhir kali Kelana buat FF. Kali ini Na lagi suka lihat wajah ‘patah hati’-nya Yong Hwa seperti di dramanya, The Three Musketeer a.k Samchongsa. Hehehe … mianheyo buat fans Yong Hwa.


Tadinya pengen buat sad-ending. Yong-Hwa patah hati. Tapi … akhirnya sang pangeran mendapatkan kembali sang putri. End … dilarang protes!


Na habis scrol-scrol forum Dooley couple di sompii yg super panjang. Dan sepertinya, selain masa pre-debut, Na akan memikirkan lebih banyak FF dari forum itu . . . hihihi, support buat Dooley couple selalu, Yong-Hwa dan nona Park. jadi ... FF ini pun keluar lebih cepat dari jadwal semua, hmmm. enjoy minna

Bening Pertiwi 13.07.00
Read more ...

Fan Fiction – Thanks, Oppa


Author: Elang Kelana


Rating: teen


Genre: friendship-love


Main Cast: CN Blue – Kang Min Hyuk and Kim Sa Rang (OCs)


“Apa aku boleh ke dapur? Aku ingin minum,” pintaku pada penjaga yang berdiri di depan pintu kamarku.


Pria berjas dan berkacamata hitam itu melihatku sebentar, “Biar saya panggilkan pelayan, Nona,” ujarnya.


Kuhembuskan nafas dengan keras, kesal. Jelas aku kesal. Bagaimana mungkin aku justru terpenjara di dalam rumahku sendiri. Penjaga itu memanggil pelayan dengan HT yang ada di balik saku jasnya. Rupanya tidak ada balasan dari seberang. Penjaga itu pun beranjak pergi, setelah memastikan jika aku tidak akan keluar dari kamarku ini.




[caption id="attachment_3437" align="aligncenter" width="300"]Fan Fiction - Thanks, Oppa Fan Fiction - Thanks, Oppa[/caption]

Sementara penjaga itu pergi, aku menyelinap keluar dari kamarku. Beberapa kali aku nyaris saja berpapasan dengan para pelayan atau penjaga yang berkeliaran di sepanjang lorong rumah besar ini. Belum lagi aku harus berjalan sambil menyeret gaun besar dan panjang ini.


Aku sampai di pintu dapur, tertutup. Tentu saja. Acara jamuan makan sudah dimulai sejak tadi, semua makanan sudah dikeluarkan dari dapur. Dan itu artinya hanya tinggal koki junior atau asisten chef yang masih ada di dapur. Entah mengerjakan pekerjaan aneh-aneh seperti menguliti udang atau sekedar duduk-duduk sambil bercengkrama menikmati anggur.


Aku menyelinap masuk dengan santainya. Spontan, sederat mata memandang heran ke arahku. Jelas mereka tahu siapa aku. Tapi, aku yakin, mereka tidak akan berani menegurku. Menegurku atau melaporkanku pada para penjaga atau Eomma-ku, mereka akan kehilangan pekerjaan dalam waktu kurang dari lima menit. Itu caraku mengancam mereka agar tidak mengusik kebebasanku. Meski memang, pada kenyatannya, belum pernah sekalipun aku membuktikan ancaman itu.


Kulangkahkan kakiku ke almari penyimpan bahan makanan. Masih banyak sayuran dan buah segar. Kuambil sebotol sari buah, yang entah apa isinya. Masih dengan cuek, kutuang sari buah itu pada gelas bertangkai yang tadi sempat kuambil. Masih tidak ada yang memprotesku. Atau lebih tepatnya mereka, para koki junior itu memilih menyingkir dan pura-pura tidak tahu dengan keberadaanku.


“Lagi-lagi kau disini,” tegur sebuah suara dari arah belakangku.


Aku pun berbalik, “Min-Hyuk Oppa! Kapan Oppa kembali dari Amerika? Kenapa Oppa tidak mengatakan apapun padaku? Aku kan bisa menjemputmu di bandara,” rengekku seperti gadis berusia lima tahun. Aku berdiri dan menghambur ke pelukan hangat Oppa-ku satu ini.


“Bagaimana kabarmu?” tanyanya setelah melepas pelukanku. “Hmmm … sepertinya lemak di pipimu bertambah,” komentarnya seperti biasa, menyebalkan.




[caption id="attachment_3436" align="aligncenter" width="300"]Fan Fiction - Thanks, Oppa Fan Fiction - Thanks, Oppa[/caption]

Wajahku merengut kesal, “Kapan kau berhenti menggodaku begitu!” tapi protesku hanya dijawab Min Hyuk Oppa dengan senyum imutnya. “Aku bosan di kamar, Oppa. Aku benci dengan semua peraturan Eomma. Dan aku benci rumah besar ini dengan pesta-pestanya,” curhatku kemudian, melupakan fakta jika orang yang ada di depanku ini adalah orang yang tidak kutemui sejak dua tahun belakangan.


Min Hyuk Oppa kemudian duduk di meja dapur, tepat di depan tempatku berdiri. “Kau sudah mengatakan itu berkali-kali, bahkan sejak lama,” ujar Min Hyuk dengan santainya. “Kim Sa Rang, kau itu bukan bocah kecil lagi. Usiamu sudah hampir 17 tahun.”


“Aku tahu,” ujarku sambil duduk di sebelahnya, mulai menyeruput sari buah dari gelas yang kupegang tadi. “Semakin lama, rumah ini benar-benar persis penjara. Lebih tepatnya sudah berubah menjadi penjara,” keluhku. “Oppa, kapan terakhir kali kau mengajakku keluar dan jalan-jalan ke pantai?”


Min Hyuk tampak berpikir, “Entahlah. Mungkin lima tahun yang lalu. Dan pulangnya, kita langsung dimarahi habis-habisan oleh Eomma-mu.”


“Ya, itu terakhir kali aku benar-benar bebas berkeliaran di luar. Menjadi putri perdana menteri memang menyebalkan. Mereka benar-benar merampas kebebasanku,” lanjutku.


Min Hyuk kembali memamerkan senyum imutnya. Senyum yang selalu menenangkan dan menguapkan marah dan kesalku. “Tapi Eomma-mu adalah wanita yang sangat berjasa bagi rakyat dan Negara ini. Kau lihat sendiri kan, bagaimana rakyat begitu menghormati dan mencintainya.”


Kuhembuskan nafas berat. Kupandang wajah Kang Min Hyuk Oppa, teman masa kecil sekaligus pelindungku ini. “Tapi mereka telah merampas Eomma-ku dariku, putrinya sendiri,” protesku lagi. Aku menunduk, menyembunyikan wajahku sambil menahan air mata yang nyaris tumpah untuk kesekian kalinya lagi.


Min Hyuk Oppa mengulurkan tangannya, lalu mengelus kepalaku lembut. Aku dan Min Hyuk Oppa telah saling mengenal sejak kami sama-sama masih kecil. Dia tiga tahun lebih tua dariku. Selama ini, dia sudah seolah-olah menjadi bagian hidupku. Menjadi teman sekaligus pelindungku. Ayah Min Hyuk Oppa adalah sekretaris Eomma-ku, sejak Eomma baru memulai karir politiknya sepuluh tahun silam, hingga sekarang Eomma menjabat sebagai perdana menteri.


“Mau ke pantai?” tawar Min Hyuk Oppa kemudian.


Kudongakkan kepalaku lalu menatap matanya tidak yakin, “Kau yakin?”


Min Hyuk Oppa kemudian memamerkan kunci mobil di depan mataku, “Tapi … “


“Tidah usah katakan apapun pada Eomma!” serobotku cepat sebelum Oppa-ku ini mengatakan lebih banyak hal lagi. “Ayo!” aku melompat turun dan langsung menggandeng tangan pria ini.


***


Min Hyuk berdiri di depan kamar Sa Rang. Ia pun menatap sekali lagi pesan di ponselnya sambil menunggu Sa Rang berganti pakaian.


Eomma minta bantuanmu. Hanya kamu yang Eomma percaya. Pulanglah, dan tolong ajak Sa Rang kemana dia mau. Hanya kamu yang Eomma percaya. Tolong jaga putri Eomma satu-satunya itu.


Min Hyuk tersenyum. Ia memang memanggil perdana menteri Kim dengan sebutan Eomma, sama seperti Sa Rang menyebut ibunya itu. Min Hyuk tahu, hubungan ibu dan anak itu memang tidak cukup baik, apalagi sejak Eomma berubah menjadi PM Kim.


Sa Rang keluar dari kamarnya.


Min Hyuk pun buru-buru memasukkan ponsel itu ke sakunya, “Kau sudah siap?” Tanya Min Hyuk yang dijawab Sa Rang dengan anggukan penuh binar bahagia.


“Kalaupun nanti saat pulang, Eomma akan marah lagi pada kita, aku tidak akan peduli,” ujar Sa Rang riang.


“Aku rasa kali ini Eommamu tidak akan marah,” balas Min Hyuk yakin.


Kelana’s note :


Maaf kalau plotnya terlalu simple dan sederhana. Entah kenapa ide ini yang terlintas di kepala Kelana baru saja. Ah, ini FF kedua yang membawa nama Min Hyuk, hehe. Semoga kalian suka.

Bening Pertiwi 12.39.00
Read more ...