SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 1. Tidak tahan dengan sikap dingin Reiji, para karyawan kemudian membuat pesta perpisahan dengan Misaki, supaya Reiji dan Misaki bisa bertemu. Tapi sedikit salah paham di antara mereka justru menyulut pertengkaran yang lain. Misaki marah besar dan memilih pergi. Begitupula Reiji yang makin frustasi.


Tapi kedatangan ayahnya, sedikit melunakkan hati Reiji. Usaha ayah Reiji, Kozo-san untuk memperbaiki hubungan mereka perlahan memperlihatkan hasil. Reiji jadi lebih tenang dan mau membuka diri serta menerima kekurangan orang lain. Tapi, bagaimana nasib hubungan Reiji dan Misaki selanjutnya?



Dengan tekat ingin berbaikan, Reiji mendatangi Stay Gold Hotel tempat Misaki bekerja. Sepulang kerja pun, Reiji masih terus mengekor Misaki. Kesal karena terus saja diikuti, Misaki meminta Reiji pulang dan berjanji akan mengirim email nanti. Reiji setuju dengan syarat ini.


Sampai di apartemennya, Reiji termenung menunggu pesan dari Misaki. Tapi ponselnya tetap saja diam. Bahkan setelah Reiji mandi, ganti baju dan bersiap tidur, tetap tidak ada pesan yang masuk. Reiji frustasi sendiri menunggu pesan dari Misaki yang tidak kunjung datang.



Sekt.Maiko meletakkan minuman untuk Reiji. Mendapat respon ucapan ‘terimakasih’ dari Reiji, sekt.Maiko heran. Ia bertanya apa ada hal baik. Tapi Reiji mengatakan sebaliknya, justru yang terburuk. Dan cerita soal pesan yang dijanjikan Misaki padanya pun mengalir. Sudah 12 jam, masih tidak ada tanda-tanda pesan dari Misaki. Meski begitu, Reiji tetap santai dan tersenyum (terpaksa).


“Dia mungkin saja kelalahan, hingga tidak tahu kalau ada yang menunggu pesannya. Sebenarnya, Anda marah kan?” sekt.Maiko benar-benar paham situasi bos-nya satu ini.


“Tentu saja, aku tidak marah. Aku Cuma khawatir,” elak Reiji. Ponselnya bebunyi, ada pesan masuk dari Misaki. Tadinya Reiji sudah senang Misaki mengirim pesan. Tapi saat membaca pesan itu, raut wajah Reiji berubah kesal. ‘Sebaiknya kita tidak bertemu lagi’, begitulah isi pesan itu. Kemarahan Reiji yang tertahan sejak semalam pun akhirnya tumpah. “Dia bilang tidak mau bertemu denganku?! Dia masih menjawab meski sibuk, harusnya aku senang kan?” Reiji terus saja memojokkan Misaki.



Misaki masih mempersiapkan makanan, sementara Mahiro sudah menunggu di meja makan, “Apa aku tidak toleran ya? Apa salah, kalau aku masih tidak memaafkan presdir?”


Mahiro heran, “Apa? Tentu saja, kau tidak salah. Itu wajar, kalau kekasihmu mengatakan hal buru, dan kau putus darinya. Masih untung kau mau menghubunginya.”


“Itu karena aku janji untuk mengiriminya email.”


“Tapi tetap saja, itu salahnya kan?” Mahiro berkeras. “Dia tidak berani untuk menciummu sendiri. Dan saat kau mulai, dia menghindar kan? Dia sudah menyakiti harga dirimu sebagai wanita.”


“Saat itu aku juga tersulut kemarahan sesaat.”


“Tapi tetap saja, dia juga sudah bersikap keterlaluan karena memecatmu saat sedang marah seperti itu.”


Hal ini justru membuat Misaki berpikir lagi.



Reiji masih saja memandangi pesan dari Misaki tadi pagi. Setelah malam, ia pun baru mengirimkan jawabannya. Baik. Aku penuhi syarat itu. Sekarang, kita fokus pada pekerjaan masing-masing. Isanami Suyao.


Di apartemennya, Misaki juga baru saja membuka pesan balasan dari Reiji. Terimakasih sudah mengerti. Selamat malam.


Sementara itu, Reiji justru memandangi lukisan pasangan yang pernah dibuatnya, disobek dan kini ditempelkan lagi di dinding. Bagian tengah lukisan itu ternyata tidak ada. “Isanami Shiho. Cepat kembali ya?” gumam Reiji.



Presdir WAda melakukan pekerjaannya seperti biasa. Memeriksa dokuman dan memberikan tanda tangan. Meski tubuhnya ada di kantor, tapi tidak dengan pikiran presdir Wada. Ada hal yang tengah membuatnya resah.


Aku ingin tahu apa sebenarnya arti kebahagiaan. Bagi sebagian orang, berarti memenuhi beban kerja. Dan bagi yang lain, adalah cinta untuk partner ideal. Orang yang mencari kebahagiaan, terus berusaha tiap hari ... sekarang, ada seseorang yang tidak sadar akan kebahagiaannya, dan bahkan mencari kebahagiaan yang lebih besar. Aku membuat keputusan besar, demi kebahagiaanku. Dan keputusan ini pasti akan membuat Samejima Reiji bahagia.


Presdir Wada berjalan menuruti tangga, keluar dari kantornya.



Ieyasu tengah mengobrol dengan salah satu rekan kerjanya. Mereka membahas tentang perubahan seseorang, yang mungkin saja karena perubahan lingkungan kerja. Saat itu Reiji datang, penasaran dengan obrolan kedua oang ini.


“Aku bicara soal bertemu Misaki-chan tiap pagi,” ujar Ieyasu.


“Di mana?”


“Aku naik sepeda saat berangkat kerja kan? Itu ... “


“Bukan benar-benar bertemu kan?” sindir Reiji.


“Benar. Kami memang tidak benar-benar bertemu. Tetapi hanya saling melihat dan mengangguk satu sama lain.


Dan ini pun memberikan ide pada Reiji. Ia akan melakukan sesuatu.



Reiji kembali ke ruangannya. Di sana ada sekt.Maiko dan Katsunori-san yang menunggu. “Apa kau tahu jam berapa Ieyasu berangkat ke kantor?” tanya Reiji pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko berpikir sebentar, “Karena dia yang paling tepat waktu, sekitar 5 menit sebelum jam 9.”


“Berapa menit untuk naik dari parkir sepeda sampai lantai ini?”


“Kalau lewat lift, sekitar lima menit,” kali ini Katsunori-san yang menjawab.


“Jadi, kalau perkiraanku tidak salah, Ieyasu naik sepeda dan lewat di depan Stay Gold Hotel sekitar 8.45. Mulai besok, aku akan berangkat naik sepeda juga. Ieyasu melihat Misa-san tiap pagi.”


“Presdir, bukankah dia tidak mau bertemu Anda lagi?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


“Kita tidak bertemu. Kita hanya berpapasan,” elak Reiji.


Sekt.Maiko mengingatkan lagi, kalau Reiji pura-pura mencari cara untuk bertemu Misaki, justru nanti Misaki yang makin benci pada Reiji. Tapi Reiji tidak peduli itu. Ia mencari alasan lain, kalau ingin jaga kesehatan dengan bersepeda. Reiji tidak mau diprotes lagi.



Katsunori-san pun makan siang bersama salah satu karyawan. Dan cerita soal Reiji berencana naik sepeda agar bisa berpapasan dengan Misaki pun mengalir dari bibirnya. Padahal sebenarnya Reiji ingin benar-benar bertemu dan bicara dengannya. Tapi situasinya sulit, jangankan bertemu, bicara lewat telepon saja tidak bisa dilakukan.


“Bukankah cerita ini membuatmu terharu? Seorang presdir perusahaan besar berusia 34 tahun bangun pagi, naik sepeda agar bisa bertemu orang yang dia sukai. Cerita yang sangat menyentuh.”



Pagi berikutnya


Katsunori-san sudah bersiap di depan apartemen Reiji. Ia mengelap dan memeriksa sekali lagi sepeda yang sudah dipersiapkan. Reiji keluar dari apartemen dan menyerahkan tasnya pada Katsunori-san. Reiji pun naik ke atas sepeda dan tampak agak kesulitan karena sadel sepeda yang terlalu tinggi. Tapi saat Katsunori-san menawari agar sadelnya diatur, Reiji menolak. (sumpe adegan ini lucu dan bikin Kelana ngakak deh. Ya secara ya, bang Ohno kan emang nggak terlalu tinggi. Tapi jadinya lucu gitu deh. Gomene, Bang). Dan perjalanan Reiji menuju kantor dengan sepeda pun dimulai pagi itu.


Di persimpangan jalan, Reiji bertemu dengan Ieyasu. Berbeda dengan sepeda Reiji yang tampak biasa, Ieyasu menggunakan sepeda gunung lengkap dengan helm dan perlengkapan lainnya. Ieyasu pun tampak keren. Disapa oleh Ieyasu, Reiji berusaha bersikap se-cool mungkin. Tapi saat waktu menyeberang, Ieyasu sudah berlalu lebih dulu. Sementara Reiji kesulitan mengayuh pedal sepedanya.


Reiji sampai di kantor dengan peluh berleleran. Ternyata Ieyasu sudah sampai lebih dulu, dan tadi bertemu dengan Misaki. Reiji? Dia tidak dapat apapun. Hari pertama gagal.



Pagi berikutnya ...


Katsunori-san sudah mempersiapkan sepeda baru untuk Reiji. Kali ini dengan model dan perlengkapan seperti milik Ieyasu. Tapi seperti kemarin, Reiji masih kesulitan menaikinya, karena kakinya tidak cukup panjang. (hehehe).


Berbeda dengan kemarin, Reiji tertinggal, kali ini Reiji lebih dulu tiba di kantor. Menyusul kemudian Ieyasu. Reiji datang lebih awal, tapi ia kembali tidak bertemu dengan Misaki. Berbeda dengan Ieyasu yang berangkat tepat waktu, dan tetap bertemu Misaki seperti hari-hari sebelumnya. Ieyasu bahkan mengaku sempat melakukan ‘high five’ dengan Misaki pagi itu. Tentu saja ini membuat Reiji makin kesal.



Reiji sudah kembali ke ruangannya. Sekt.Maiko mengusulkan agar Reiji datang bersama Ieyasu, dengan begitu ia bisa bertemu Misaki. Tapi Reiji menolak ide ini.


“Memangnya apa arti berpapasan?” tanya sekt.Maiko kemudian.


Dan tiba-tiba Reiji justru punya ide lain. Dia berpikir kalau Misaki adalah ‘giant-squid’—cumi-cumi raksasa, salah satu hewan laut yang sangat sulit ditemukan. Tapi sekt.Maiko mengatakan kalau cumi-cumi ini sudah pernah diambil gambarnya oleh NHK.


“Tentu saja. Itu adalah keajaiban karena tidak menyerah selama 10 tahun dan sabar menunggu. Yang harus kupelajari dari hal itu ... adalah tidak terpacu pada satu strategi saja. Berangkat kerja dengan sepeda tidak efisien. Aku harus merubah strategiku!” tegas Reiji.



Apa yang dilakukan Reiji?


Ternyata dia mencari ruangan yang letaknya dekat dan dari sana, dia bisa selalu mengawasi Misaki yang bekerja di Stay Gold Hotel, seberang. Tapi sekt.Maiko tidak setuju dengan ide ini. Ia berpikir kalau ide Reiji kali ini benar-benar kacau.


“Aku tidak bilang mau pindah kantor pusat. Kau Cuma ingin menyewa ruangan untuk bekerja,” elak Reiji. Ia masih menggunakan alatnya untuk memantai gedung sebelah, tempat Misaki bekerja.


Tapi dasar Reiji. Ia tiba-tiba saja berubah pikiran. Rencana menyewa ruangan itu pun batal. Dan Reiji justru pergi begitu saja.



Ternyata Reiji menemukan semacam panggung promosi di dekat Stay Gold Hotel. Ia pun menemui orang di balik kostum ayam yang tengah tampil itu. Tapi orang di balik kostum ini menolak tawaran Reiji, dan mengatakan kalau ini bukan pekerjaan amatir.


Kali ini sekt.Maiko turun tangan juga untuk meyakinkan, “Karena presdir biasa berlatih olahraga, tidak masalah soal fisik. Dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar dan turis, kami jadi bisa memikirkan ulang layanan hotel kami.”


“Jadi, interaksi dengan orang-orang adalah point penting dalam bisnis layanan jasa,” Reiji pun menambahkan.


Si pria di balik kostum akhirnya setuju. Tapi ia menyebutkan kalau tidak ada gaji bagi orang magang. Reiji mengiyakan, dan mengatakan kalau ia yang justru akan membayar, seperti rental mobil. Hanya kali ini yang disewa adalah kostum.


Si pria di balik kostum pun kemudian meminta Reiji mencoba. Ia pun mengajari Reiji cara dan gerakan kostum itu. Dari geser ke kanan-kiri hingga maju-belakang dan berbagai pose lain. Reiji mengikutinya dengan semangat. Sementara sekt.Maiko dan Katsunori-san hanya duduk dan memperhatikan sang bos. Pemilik kostum marah karena Reiji tidak tersenyum dan menyuruhnya senyum. Reiji pun menurut dan menarik bibirnya, memaksakan senyum lebar.



Reiji pulang ke apartemennya, dan masih saja terus mempraktekkan gerakan yang dipelajarinya dari pemilik kostum tadi.


“Presdir, berjanjilah satu hal padaku,” pinta sekt.Maiko. “Jangan biarkan ini merusak inti bisnis kita.”


“Tentu saja!”


“Meski kau bertemu dengannya, jangan bicara padanya!”


“Kau tidak perlu mengingatkanku. Aku hanya ingin melihat cumi-cumi raksasa. Aku tidak berpikir akan menangkapnya,” ujar Reiji.


“Anda hanya akan berpapasan dan jangan lupakan satu hal lagi ... “


Reiji protes karena terus saja diatur oleh sekt.Maiko. Ia menggerutu dan mengatakan akan menuruti semua permintaan sekretarisnya itu.



Hari berikutnya ...


Reiji benar-benar melakukannya, pertunjukkan di balik kostum. Si pemilik kostum mengingatkan sekali lagi pada Reiji agar serius melakukannya.


Reiji pun naik panggung, sudah berada di dalam kostum si ayam, Swingy. Awalnya dia bergerak dengan ragu, tapi pelan-pelan, gerakan Reiji mulai luwes. Ia melakukan semua gerakan yang diajarkan si pemilik kostum. Dan ternyata anak-anak yang menonton, melihatnya dengan senang. Anak-anak itu tampak gembira dan tertawa oleh penampilan Reiji.



Penampilan Swingy sudah selesai, dan kini kewajiban Reiji untuk membagikan balon pada anak-anak. Tapi perhatian Reiji teralihkan dan bahkan balonnya pun dilepas saat ia melihat Misaki mendekat bersama temannya. Reiji tidak mempedulikan balon yang terbang, pun ucapan si pemilik kostum yang memanggilnya. Reiji turun panggung dan menuju Misaki.


Saat itu Misaki tersenyum melihat Swingy. Ia dan temannya hanya heran, saat si pemilik kostum menarik Swingy masuk ke dalam, padahal acara belum tuntas.


“Siapa yang mengajarimu melepas balon-balon itu? Balon tidak gratis!” protes si pemilik kostum. Reiji pun hanya bisa berdiri berlutut dan minta maaf karena sudah lalai.


Pemilik kostum mengultimatum Reiji, kalau lain kali bersikap seperti itu lagi, maka ia akan dipecat.



Malam itu, Katsunori-san membelikan makan malam untuk Reiji yang masih berada di kantor. Reiji masih saja memikirkan pertemuan tadi dengan Misaki. Reiji pun menyuruh Katsunori-san untuk pulang saja duluan.


“Mulai hari ini aku mau pulang kantor sambil berjalan.”


“Itu akan melelahkan. Apa tidak masalah?” Katsunori-san khawatir.


“Setelah berhenti naik sepeda untuk berlatih, aku ketinggalan banyak latihan,” Reiji berkeras. Bahkan saat Katsunori-san mengatakan akan butuh banyak waktu jika Reiji pulang berjalan, Reiji tetap tidak mengubah pendiriannya.



Hari yang lain, Misaki pulang lebih awal. Di perjalanan pulang, ia dan rekannya kembali bertemu si Swingy, yang di dalamnya adalah Reiji. Misaki pun minta foto. Dan teman Misaki yang mengambil gambarnya. Misaki tanpa ragu pun memeluk Swingy ini, membuat Reiji yang ada di dalamnya salah tingkah.


Bisa berada begitu dekat dengan Misaki, Reiji pun kehilangan kontrol. Setelah Misaki berbalik pergi, Reiji pun melepas kepala kostumnya. Ia hanya bisa memandangi Misaki tanpa satu katapun terucap. Ada percik kerinduan dalam di mata Reiji. Tentu saja si pemilik kostum marah besar. Dan hari itu, Reiji benar-benar dipecat.



Berita soal Misaki yang foto sambil memeluk Swingy ternyata masuk koran. Tentang maskot lokal daerah yang melakukan pertunjukkan tunggal. (nggak ngerti gimana ceritanya, tapi kok keren amat ya). Bukannya senang, Reiji justru tampak sedih. Ia bahkan duduk memeluk lututnya di lantai.


“Aku bisa berfoto dengan cumi-cumi raksasa. Itu sakit. Sakit melihatnya tersenyum setelah sekian lama. Hei, Maiko. Bisakah aku membuatnya tersenyum seperti itu lagi? Apakah hari seperti itu akan bisa datang lagi, saat dia tersenyum saat melihatku tanpa kostum?”


“Semua akan baik-baik saja,” hibur sekt.Maiko.


“Itu bukan pelukan yang kuharapkan dari dia!”


Tapi obrolan Reiji terganggu oleh kedatangan Ieyasu yang seenaknya. Reiji sempat marah. Tapi kemarahan Reiji berubah kaget saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ieyasu.



Reiji menyusul keluar ruangan. Di sana semua karyawan tengah melihat ke arah televisi. Ada sebuah berita eksklusif di sana, tentang presdir Wada.


Presdir Wada mengatakannya pada wartawan, meski tidak ada masalah manajemen, dan dia tidak bosan jadi presdir, dia akan benar-benar mundur dari industri perhotelan karena alasan pribadi. Orang yang akan menggantikan posisinya adalah adiknya, Hidehiko, yang selama ini jadi direktur regional New York. Dia akan mengambil alih dan tetap melanjutkan peraturan yang telah disusun oleh presdir Wada.


Reiji dibuat kaget dengan berita ini. Semuanya serba tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sama sekali. Selain itu, ternyata ketua tim Goro-san-lah yang tampak paling syok atas berita ini.



Reiji pun menyusul Wada di rumah kayu-nya yang ada di dalam hutan. Saat itu Wada-san tengah membelah kayu-kayu menjadi batang yang lebih kecil. Reiji pun tidak mengenakan jas seperti biasa, tapi dia memilih pakaian kasual.


“Wada, apa-apaan ini maksudnya?!” cecar Reiji kesal.


“Bukankah kau datang ke sini untuk berterimakasih padaku?” tanya Wada-san yang kemudian berhenti dari kegiatannya membelah kayu. “Sekarang aku sudah keluar, jadi kau bisa mencapai mimpimu dengan mudah.”


Tapi Reiji tidak menganggap itu keren, “Tidak ada gunanya kalau aku mendapatkan nomer satu tanpa mengambilnya darimu!”


“Kenapa kau marah padaku?”


“Kau khawatir kalah dariku, dan melarikan diri sebagai pengecut!”


“Jadi, kau akan senang kalau kau mengambil posisi nomer 1 dariku?” tantang Wada-san.


“Tentu saja!”


Wada-san tersenyum, “Kebahagiaan itu Cuma fantasi. Selama lima tahun terakhir, kupikir aku bahagia. Saat aku mendapatkan posisi nomer satu dunia. Tapi itu Cuma sehari saja. Saat mencapai posisi puncak, pertarunganku baru dimulai. Apa yang akan kulakukan kalau tahun depan tidak jadi yang terbaik lagi? Atau apa yang harus kulakukan untuk mempertahankan posisi nomer satu ini? Kau pikir kebahagiaan seperti itu, akan ada setiap hari?” tanya Wada-san, sarkas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Halo semua. Sebelumnya Na mohon maaf ya atas keterlambatan posting episode ini. Pasti banyak yang heran, karena episode ini pendek sekali, berbeda dengan biasanya. Itu semua karena belum selesai Na kerjakan. Sekali lagi, mohon maaf ya. Tapi hutang sudah Na bayar kok, sekarang sudah selesai. Selamat melanjutkan membaca.

Bening Pertiwi 11.53.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Soshite, Daremo Inakunatta 01 part 1. Haloooo ... sinopsis drama baru nih. Semoga pada suka ya. Kali ini pilihan Na kembali ke genre suspense seperti biasa. Dan aktor utamanya, salah satu favorit Na juga, Fujiwara Tatsuya. Happy reading ^_^


Gagang pintu itu didorong, dan di baliknya ada sebuah jalan. Cahaya terang menuntunnya naik dan akhirnya tiba di atas sebuah gedung. Di sana, juga sudah ada speaker dengan nomer 7.



“Kau punya dua pilihan, ditembak di sana atau melompat.”


“Tunjukkan dirimu!”


Suara tembakan terdengar. “Maju ke depan! Berdiri di tepi! Apa kau akan ditembak atau melompat, pasti salah satunya.”


“Tidak peduli yang manapun, aku tetap akan jadi mayat!”


“Tidak masalah. Kau tidak legal ada sebagai manusia. Jika mayat tanpa identitas ditemukan, pencarian polisi akan berhenti.”


“Jangan main-main denganku, aku ada!”


“Tidak, kau tidak ada.”


“Aku ada! Aku hidup di sini, sekarang.”


“Kalau begitu, siapa namamu? Berapa nomer pengenalmu?”



Benar, saat itu aku tidak punya nama. Aku terlahir sebagai Todo Shinichi. Aku tumbuh dan hidup sebagai Todo Shinichi. Aku selalu Todo Shinichi. Hingga hari itu.



10 hari yang lalu.


Shinichi tengah duduk di sebuah restoran mewah bersama seorang wanita, ibunya, Todo Makiko-san. Shinichi tengah menceritakan soal rencanya pernikahannya pada sang ibu. Mendengar beritu itu, sang ibu tidak terlalu terkejut. Ia berpikir, saat diajak ke restoran mewah pasti ada dua alasan. Pertama karena sakit yang parah atau kedua, berita gembira.


“Kau harusnya ganti jam itu,” ujar Makiko-san pada putranya.


Shinichi tersenyum memandangi jam di tangannya, “Aku ingin tetap memakainya, karena ini hadiah darimu sebagai ucapan selamat setalah selesai kuliah.”


“Baiklah. Tapi paling tidak, belilah hal baru untukmu sendiri.”


Shinichi lalu pamit sebentar. Ia kemudian kembali sambil menggandeng seorang wanita berambut pendek, yang diperkenalkannya sebagai tunangannya, Kuramoto Sanae. Makiko-san tampak senang berkenalan dengan calon istri putranya itu.


“Kami juga punya berita lain,” ujar Shinichi.


Makiko-san agak terkejut, tapi kemudian sudah bisa menebaknya. Hal ini diiyakan oleh Shinichi dan Sanae. Saat ini Sanae sudah hamil.


“Saya minta maaf, karena melakukanya tidak sesuai urutan,” sesal Sanae.


“Tidak masalah. Karena kau orang yang dipilih oleh Shinichi, aku tidak khawatir. Sejak lama, Shinichi selalu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya.”


Rupanya selama ini Makiko-san membesarkan Shinichi seorang diri, setelah suaminya meninggal. Itulah kenapa ia begitu sayang pada putranya itu.



Selesai makan malam, Shinichi menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Tapi ternyata kartu kreditnya tidak bisa digunakan sama sekali. Shinichi heran, karena ia baru saja menggunakannya kemarin. Tidak ingin memperpanjang masalah, Shinichi akhirnya memilih membayar secara kontan.


Sayangnya, Shinichi tidak tahu, kalau masalah besar sudah menantinya esok.



Shinichi bersama Sanae mengantar Makiko-san ke mobil. Di sana sudah menunggu perawatnya, Nishino Yayoi-san. Saat itu Makiko-san bertanya soal teman-teman Shinichi di Niigata. Shinichi memastikan akan mengundang mereka saat pernikahannya. Makiko-san tampak lega. Shinichi juga sempat bercerita soal pekerjaannya yang semakin sulit tetapi menarik. Makiko-san pun pamit pergi.


“Seperti yang kudengar, dia ibu yang sangat penyayang,” puji Sanae.


Shinichi senang mendengar calon istrinya itu bicara seperti itu. Apalagi dia juga sebentar lagi akan jadi seorang ibu. Sanae juga mengatakan kalau ia ingin bertemu teman-teman masa kuliah Shinichi saat di Niigata.



9 hari yang lalu


Shinichi berangkat kantor seperti para pekerja lainnya. Langkah-langkah panjang menyapa pagi mereka semua. Tidak ada yang istimewa atau mencurigakan. Semua kartu pas milik Shinichi bisa digunakan seperti biasa.


Di ruangannya, Shinichi memperkenalkan program baru yang belum lama ini ia kembangkan. Sebuah program yang bisa mengenali data, gambar dan video serta bisa menghapus semuanya yang beredar di internet, Miss Erase. Selama ini, informasi yang terlanjur beredar di internet, sangat sulit dibersihkan hingga sebersih-bersihnya. Tapi Shinichi mengklaim ini bisa dilakukan dengan program buatannya dan bahkan bisa mengganti datanya. Atasannya tampak tidak sabar dengan program baru ini dan meminta Shinichi memulai contohnya.


Shinichi pun meminta salah satu staf menuliskan kata kunci pencarian di internet, tentang seseorang, Imasakimura Yoshio. Tampak hasil pencarian menunjukkan data, gambar serta video dari orang yang dimaksud. Shinichi lalu mengaktifkan Miss Erase. Setelah diketikkan kata target dalam jendela Miss Erase, program itu akan mencari seluruh data terkait kata target. Kemudian saat muncul jendela ‘hapus’, Shinichi memilih ‘yes’. Beberapa saat dibutuhkan untuk menghapus seluruh data. Setelah semuanya bersih, Shinichi meminta rekannya yang lain mengetikkan kata target yang sama di mesin pencari. Jika tadi hasil pencarian menunjukkan banyak data orang ini, tapi setelah dijalankan Miss Erase, maka mesin pencari tidak menemukan data apapun dari orang ini. Benar-benar terhapus bersih.


Shinichi mengaku sudah mencoba program ini untuk sekitar 100.000 subyek. Ia juga mengatakan pemrograman ini dibuatnya saat bosan dan ternyata tiba-tiba mendapatkan ide baru. Sang atasan tampak sangat terkesan dengan kejeniusan Shinichi. Shinichi juga dipuji oleh staf yang lain, termasuk juniornya yang sangat mengagumi kemampuan Shinichi.


“Ini buka pekerjaanku saja. Tapi ini juga kerja tim,” aku Shinichi.


Tidak lama setelahnya ada yang datang dan mengatakan kalau Shinichi dicari oleh petinggi perusahaan. Rekan-rekannya tampak antusias dan mulai menebak. Mereka berpikir kalau Shinichi akan dapat bonus atau promosi karena prestasinya ini.



Shinichi pun datang ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada lima orang petinggi perusahaan yang menunggunya. Shinichi memperkenalkan diri sebagai ‘Todo Shinichi’. Tapi ternyata orang-orang itu tidak percaya. Mereka meminta Shinichi membacakan nomer ID-nya. Meski bingung, Shinichi pun menurut saja.


“Nomer itu bukan milikmu,” komentar salah satu atasan itu. “Pemilik nomer itu ditangkap tiga hari yang lalu karena perampokan dan berada di dalam penjara.”


“Tunggu dulu. Saya tidak mengerti yang Anda katakan,” Shinichi bingung. “Apakah sistem mengalami kesalahan karena duplikasi data?


Tapi para petinggi itu tidak percaya. Mereka justru menuduh Shinichi melakukan penipuan identitas saat masuk perusahaan dulu.


“Itu bodoh!” protes Shinichi. “Aku Todo Shinichi!”


“Todo Shinichi ada di penjara. Siapa kau?!”



Shinichi baru kembali ke ruangannya saat di sana ada tim lain tengah mengangkut komputer dan data-data miliknya. Shinchi protes, tapi akhirnya tidak bisa berbuat apapun. Semua data penelitiannya ada di sana.


“Perusahaan tidak bisa membiarkan barang-barang perusahaan di tangan orang tanpa identitas. Sampai investigasi selesai, ID anda dan semuanya akan dibekukan. Sampai kami menghubungi Anda, silahkan tetap di rumah!”


“Orang tanpa identitas? Aku sudah bekerja di perusahaan 10 tahun!” protes Shinichi.


Tapi ketua tim-nya, Tajima Tatsuo-san memeringatkan dan berusaha menenangkan Shinichi. Tajima-san berjanji akan mencari tahu yang terjadi dan segera menghubungi Shinichi nanti. “Kau istirahat saja seperti rencana. Jangan khawatir soal proyekmu. Aku akan memastikan semuanya aman.”



Shinichi mengunjungi kantor kependudukan. Tapi pegawai wanita di sana memastikan kalau kartu pengenal milik Shinichi tidak terdeteksi. Tapi Shinichi berkeras agar si pegawai memanggilkan atasannya. Si pegawai ini setuju.


Dari kejauhan Shinichi terus memerhatikan. Mendapat laporan dari staf bawannya, si atasan justru menelepon dan melapor polisi dengan aduan pemalsuan identitas. Tahu yang terjadi, Shinichi pun memutuskan untuk pergi dari kantor kependudukan itu.



Seorang pria perlente tampak tengah bekerja di mejanya. Dia bekerja di kementerian komunikasi, Osanai Tamotsu. Setelah membaca beberapa data, Osanai pun berbicara pada mic yang tertempel di jasnya, semacam melakukan perekaman.


Tapi sebuah telepon mengalihkan perhatiannya. Dari seseorang yang dikenalnya.



Osanai berjalan sambil melihat jam di tangannya. Ia bertemu dengan Shinichi di sebuah taman. Rupanya Shinichi sudah sedikit menceritakan masalahnya pada Osanai.


“Tidak ada yang berubah sejak kuliah. Pertama, orang HRD dari perusahaanmu benar. Nomer ID-mu, bukan milikmu. Itu milik Todo Shinichi, seorang pria yang berbeda.”


“Itu pasti semacam bug,” komentar Shinichi.


“Tentu saja aku juga berpikir begitu. Itu mungkin terjadi, duplikasi data. Seseorang memiliki nomer ID-mu dan kau jadi ditolak oleh sistem. Tapi, ID-mu hilang. Itu yang aku tahu. Investigasi ini sudah mencapai batas yang bisa kulakukan. Tapi informasi pribadinya tidak ada di manapun. Nomer ID-mu, sertifikat warna negara ataupun data keluargamu. Bahkan data pajak dan data pribadi lainnya. Di pusat data pemerintah, kau tidak ada.”


Shinichi tidak habis pikir, “Osanai, becandaan ini sudah keterlaluan.”


“Menyesal sekali, ini bukan becanda. Dan pria bernama Todo Shinichi ini tertangkap, jadi data DNA-nya dan sidik jari sudah masuk sistem data. Todo Shinichi sudah masuk daftar hitam. Tentu saja fotonya. Apa kau punya pasport atau SIM?”


“Tentu saja aku punya.”


“Mulai sekarang, jangan gunakan dulu. Ada kemungkinan kau akan ditangkap karena pemalsuan dokumen. Semua datamu dianggap palsu.”


“Itu bodoh!” Shinichi mulai frustasi.


“Aku tahu kau Todo Shinichi yang asli. Tapi tidak ada bukti apapun. Paling tidak, aku masih belum tahu caranya,” ujar Osanai lagi.



Shinichi pulang dengan frustasi. Dalam satu hari, semua kehidupan enaknya berubah drastis. Sekarang ia terancam berada di bawah. Shinichi pun berniat segera pulang dan akan naik Shinkansen ke Niigata.


Todo Shinichi yang lain ada di Niigata saat insiden perampokkan terjadi dan dia tertangkap. Kebetulan sekali, Niigata juga tempat aku menghabiskan masa sekolahku. Entahlah, kenapa ini bisa kebetulan.



Shinichi pulang ke apartemennya. Di sana sudah ada tunangannya, Sanae yang tengah memasak. Shinichi pun minta bantuan Sanae untuk bersiap, karena ia akan pergi ke Niigata.


Sanae mengaku tadi baru dari kantor kependudukan. Ia mendapatkan formulir pengajuan pernikahan. Di form itu, data milik Sanae sudah ditulis. Tinggal data milik Shinichi yang belum ditulis. Shinichi menerima form itu dengan senang hati. Tapi ia kemudian ragu, karena ingat perkataan Osanai tadi yang melarangnya menggunakan identitas. Karena semua datanya saat ini dianggap palsu.


“Bisakah kita tunda ini sebentar? Ini bukan masalah besar, tapi kita harus menundanya dulu. Bukan aku tidak mau menikah. Hanya menunda sebentar,” pinta Shinichi.


Sanae tampak tidak suka. Ia berpikir kalau Shinichi tidak benar-benar ingin menikah dengannya. Dan bahkan tidak benar-benar senang saat tahu kalau dirinya hamil.


“Bukan begitu. Aku ingin menikahimu dan aku senang soal bayi kita. Hanya saja ... kujelaskan nanti.


Tapi Sanae tidak mau dengar lagi. Ia yang terlanjur kesal melepas celemek yang dipakainya, mengambil tas lalu beranjak pergi.



Tidak mau kehilangan, Shinichi mengejar Sanae hingga depan apartemen. Ia mencoba menjelaskan situasinya pada Sanae.


“Kau mungkin tidak percaya. Tapi saat ini, aku bukan orang yang legal. Aku tidak punya nomer ID, sertifikat warga negara atau data keluarga. Saat ini ada orang lain yang juga bernama Todo Shinichi memiliki semua dataku. Tentu saja ini kesalahan. Sekarang, aku akan mengurusnya. Jadi aku belum bisa menikah,” Shinichi mencoba bicara baik-baik.


“Kalau kau mau bohong, lakukan dengan baik,” Sanae tidak mau dengar dan benar-benar pergi.


“Ini bukan kebohongan. Aku juga tidak tahu yang sebenarnya terjadi,” teriakan Shinichi tidak dipedulikan lagi oleh Sanae.



Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Shinichi tetap berangkat ke Niigata. Ia membeli tiket shinkanshen di loket. Sayangnya dua kartu kredit milik Shinichi tidak dapat digunakan. Situasi makin sulit.


Shinichi lalu datang ke mesin atm. Dia berniat mengambil uang tunai untuk membeli tiket shinkanshen. Tapi ternyata situasinya sama saja, kartu atm-nya ditolak dan dia tidak bisa melakukan pengambilan uang sama sekali.


Shinichi kemudian mengambil pilihan terakhir. Ia naik bus cepat menuju Niigata dengan sisa uang yang ada dalam dompetnya. Sudah lewat tengah malam saat Shinichi akhirnya dapat bus. Dan sekarang uang di dalam dompet Shinichi tinggal 500 yen saja.



8 hari yang lalu.


Paginya, Shinichi sudah tiba di Niigata. Dua orang temannya saat masih kuliah, Saito Hiroshi dan Nagasaki Haruka ternyata sudah menunggu. Mereka menjemput Shinichi setelah dihubungi juga oleh Osanai. Ketiga orang ini lalu berkumpul dan bicara di sebuah cafe.


“Ini disebut pemalsuan identitas. Semua ID-mu sudah dibajak. Hal itu juga terjadi di Amerika. Dan kerugiannya mencapai $50,000,000,000 dalam satu tahun. Sepertinya di Jepang juga mulai ada, tetapi tidak banyak,” komentar Saito.


Nagasaki lalu mengeluarkan kliping artikelnya. Berita tentang Todo Shinichi palsu yang ditangkap polisi.


“Dia adalah pria 32 tahun yang menyedihkan dan tanpa pekerjaan. Lebih lagi, detail kasusny parah. Padahal dia ini pria tidak berguna,” komentar Shinichi. “ID seseorang bukan hal mudah untuk dibajak. Menghapus data pribadi seperti nomer pribadi dan kartu, bukan pekerjaan orang biasa.”


“Sebenarnya, sepupuku tinggal di dekat apartemen Todo Shinichi ini,” ujar Saito kemudian, membuat Shinichi makin penasaran. “Dia baru pindah beberapa hari sebelum insiden itu terjadi. Dia tidak berinteraksi dengan tetangga, karena selalu berada di ruangan. Aku tidak tahu kenapa pria ini di Niigata. Tapi aku punya info lain. Ruangan tempat tinggalnya ini adalah ruangan yang sama, yang kau sewa saat sekolah dulu.”


“Kebetulan seperti itu, tidak mungkin kan?” Shinichi ragu.



Dengan mobil yang dikemudikan Nagasaki, mereka bertiga mengunjungi kompleks apartemen lama Shinichi. Seorang pria berambut kribo yang tinggal di sebelah apartemen Shinichi tadinya menolak bicara. Tapi saat Saito mengatakan mereka punya hubungan dengan polisi, si kribo pun mau bicara.


“Aku tidak bicara banyak dengan Todo-san. Dia lahir dan dibesarkan di Tokyo, demam saat ujian nasional masuk universitas. Karena nilainya tidak cukup masuk Todai (Universitas Tokyo), jadi dia datang ke universitas Niigata. Lalu kembali ke Tokyo untuk bekerja. Dia bekerja di sebuah perusahaan komputer, banyak hal yang terjadi. Dia akhirnya kembali ke Niigata setelahnya,” ujar si kribo. Ia pun kemudian pamit pergi.


Shinichi terkejut dengan pengakuan si kribo ini. Karena cerita tentang Todo Shinichi ini, adalah ceritanya. Sama persis dengan cerita masa lalunya.



Shinichi dan kedua rekannya kembali ke dalam mobil. Shinichi heran karena Saito berbohong soal ‘ada hubungan dengan polisi’ tadi pada si kribo.


“Itu tidak bohong. Kadang aku bekerja lepas untuk kepolisian. Semacam pemberian pendapat untuk tes DNA dan tes darah,” aku Saito. (Saito ini seorang ilmuwan)


Shinichi mendapat pesan di ponselnya yang menyebutkan kalau Miss Erase telah diakses. Ia heran, karena ia tidak sedang pegang laptop sama sekali. Shinichi lalu menelepon ketua tim-nya, Tajima-san. Tapi ternyata yang mengangkat telepon adalah juniornya, Itsuki (Shinson Jun). Itsuki mengatakan kalau Tajima-san saat ini sedang rapat. Ia khawatir dengan keadaan Shinichi.


Shinichi pun mengerti, “Tapi, ada seseorang yang sengaja mengakses Miss Erase. Tapi memang saat proyek itu digunakan.”


“Benarkah?” Itsuki heran.


“Itu belum pasti, tapi bisakah kau cek?” pinta Shinichi yang diiyakan oleh Itsuki.


Shinichi kembali pada kedua rekannya di dalam mobil. Ia pun kemudian mendapatkan ide.


“Seperti itulah Miss Erase bekerja. Kalau aku minta pada Osanai, gambar si Todo Shinichi palsu itu, maka salah satu fitur Miss Erase akan menemukan foto lama si Todo Shinichi ini.”



Todo Shinichi palsu tengah tiduran di sel saat petugas memberitahukanya ada tamu. Dari balik ruang penerimaan tamu, seorang pria berkacamata tampak duduk di sana.


“Aku pengacara barumu. Aku datang ke sini untuk persiapan sidangmu.”


“Tapi sebelumnya, tunjukkan dulu tanda pengenalmu,” pinta Shinichi palsu.


Si pengacara, Saijo Shinji-san bingung. Tapi ia pun menurut. Tidak mau menunggu lebih lama, pengacara Saijo pun minta agar pembicaraan mereka segera dimulai.



Saito dan Nagasaki mengantar Shinichi yang akan kembali ke Tokyo. Shinichi mengucapkan terimakasih pada kedua temannya ini dan berjanji akan segera mengembalikan uang mereka setelah semuanya beres. Shinichi pun berbalik dan pergi.


Saito masih memandangi kepergian Shinichi, “Apa dia akan baik-baik saja?” tanya Saito pada Nagasaki. “Mungkin kukatakan itu tidak masalah. Tapi aku tidak yakin dengan kenyataannya.”


“Shinichi bukan orang jahat, meski dia agak keras kepala,” komentar Nagasaki.


Saito memuji Nagasaki yang tampak tampak riang, setelah sekian lama sejak kedatangan Shinichi. Tidak suka dengan bahan obrolan, Nagasaki memilih pamit pergi dengan alasan ada urusan.



Shinichi berada di ruang tunggu, menunggu kendaraan untuk kembali ke Tokyo. Diaksesnya email dari laptop. Ada satu pesan masuk di emailnya, dari Osanai Tamotsu.


Shinichi membuka pesan itu. Lampiran di sana berisi foto dan data milik Todo Shinichi palsu. Shinichi heran karena tidak pernah mengenal orang ini. Ia pun mengkopi gambar si pria tadi dan menghapus pesan dari Osanai.



Hari sudah gelap saat Shinichi tiba kembali di Tokyo. Ia berjanji bertemu dengan Osanai di bar King. Dengan riang Shinichi menyambut temannya itu dan mengatakan terimakasih banyak.


“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya Osanai.


“Tentu saja. Aku menemukan ini,” Shinichi menyalakan laptopnya dan menunjukkan temuannya pada Osanai.


Kawanose Takeru, dia drop out dari SMA Seto Metropolitan Industrial. Saat itu dia berencana untuk jadi atlet bela diri, tapi batal. Dia adalah bagian geng motor di perfektur Tokyo. Dia pernah bekerja partime di restoran dan pemandu permainan di casino.


“Wah kau melakukan investigasi dengan serius,” puji Osanai.


“Aku akan melapor polisi soal ini besok pagi. Orang ini bukan Todo Shinichi. Bisa dilihat kalau si Kawanose ini berandalan. Dan nama serta harga diriku bisa dikembalikan,” ujar Shinichi riang.


“Sepertinya ada hal baik yang terjadi,” ujar bartender yang membawakan mereka minuman. “Silahkan!”


Shinichi masih merasakan atmosfer lega dalam hatinya. Bartender itu pun memperkenalkan dirinya sebagai Kusaka Eiji. Shinichi mengaku tidak sengaja datang ke bar setahun silam dan merasa cocok, jadi sering datang untuk minum sendiri.


“Kalau begitu, izinkan saya bergabung,” ujar Kusaka sambil membawa gelasnya sendiri.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Soshite, Daremo Inakunatta episode 01 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Gimana ceritanya? Belum panas ya? Hehehe ... pilihan Na memang selalu jatuh nggak jauh-jauh dari suspense ya. Sayangnya file pahe drama ini belum ada. Jadi mau nggak mau, Na mesti modal download agak banyak. Beruntung juga, ada yang ambil proyek ini untuk sub-nya. Meski engsub, ini jelas lebih baik daripada nggak ada.


Dan ... Na nggak pernah dibuat nyesel deh sama ceritanya. Termasuk akting om Fujiwara Tatsuya yang selalu total keren. Duh, si om memang nggak pernah bikin Kelana kecewa. Ok, selamat lanjut membaca ^_^


 
Bening Pertiwi 14.17.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 2. Samejima Kozo, ayah Reiji datang ke Tokyo. Tapi tampaknya Reiji tidak terlalu antusias apalagi bersemangat. Ia justru berusaha menghindar.


Hubungan ayah dan anak ini, Reiji dan Kozo-san tidak baik sejak lama. Apalagi sekarang Reiji tengah punya masalah dengan Misaki yang masih belum selesai. Tapi, bisakah Kozo-san membuka hati Reiji dan membuatnya berhasil menyelesaikan masalahnya satu demi satu?



Tidak seperti Reiji, sekt.Maiko dan Katsunori-san tampak sangat bersemangat menyambut Kozo-san. Katsunori menyesal kemarin tidak menyapa Kozo-san, karena berpikir yang dilihatnya di sisi jalan bukan Kozo-san. Saat ditanya, Kozo-san ternyata menginap di taman (berkemah) hari sebelumnya. Tapi hari ini ia mengaku akan tinggal di hotel.


“Apa Anda sudah memesan kamar?”


“Paling tidak sekali, aku ingin menginap di Stay Gold Hotel ...”


Reiji yang tadinya tidak peduli, tiba-tiba ikut bicara, “Batalkan sekarang juga!”


“EH, tapi sulit lho memesan kamar. Apalagi penerima tamu-nya tampak sangat bersahabat. Apalagi itu hotel nomer 1 di dunia kan,” protes Kozo-san.


Reiji kesal bukan main, “Kenapa kau perlu melakukan hal tidak penting seperti itu?”


“Tapi aku tidak tahu kalau ada hotel yang tidak boleh kugunakan menginap.”


Tidak punya pilihan, Reiji kemudian meminta Katsunori-san untuk mengantarkan Kozo-san ke apartemennya.


Kozo-san tampak sumringah,” Jadi aku bisa menginap di tempatmu?”


“Pulanglah ke rumah besok pagi-pagi.”


Katsunori-san dan sekt.Maiko lalu mengajak Kozo-san untuk berkeliling kantor. Reiji justru yang ditinggal sendirian. Saat akan menyusul keluar, Reiji melihat barang yang dibawa Kozo-san, seperangkat alat pembuat mie soba. Reiji pun batal untuk ikut menyusul mereka.



Siang itu, para karyawan pria mengerubungi Katsunori-san di dalam mobil sambil membawakannya makanan. Dan kali ini Katsunori-san pun sudah paham, kalau ada yang ingin diminta oleh para karyawan pria itu. Mereka ingin tahu, kenapa Reiji tampak membenci ayahnya, Kozo-san.


Dan cerita itu pun mengalir dari bibir Katsunori-san, “Saat presdir masih SMA, Kozo-san dan istrinya bercerai. Mungkin tidak tampak, tapi Kozo-san kacau dalam mengatur uang. Suatu kali, dia minum hingga mabok. Suatu saat, dia menyiapkan hadiah untuk ulang tahun istrinya. Sebuah tas dengan warna favorit istrinya. Tapi tas itu, persis sama dengan yang sudah digunakan oleh istrinya sejak lama. Dia sudah lama menikah dengan istrinya, tetapi bahkan tidak tahu kalau itu tas yang sama. Jadi istrinya merasa kecewa berat. Saat dia mencoba jadi baik, tapi semuanya justru berbalik. Suatu saat, Kozo-san minum dan mabok berat. Saat itu ia mengusir istrinya dari rumah. Dan si istri tidak pernah kembali lagi. Sejak saat itulah, presdir sangat membenci ayahnya.”


“Jadi dia ayah yang buruk ya. Tapi itu sudah 15 tahun yang lalu kan?”


“Mungkin presdir agak kekanak-kanakan juga.”



Malam itu, Kozo-san justru keluar untuk minum bersama Ieyasu. Dengan mudah mereka cocok dan dekat. Kozo-san bahkan mengajak Ieyasu untuk mengambil foto bersama, selfie. Kozo-an tampak sangat familir dengan hal itu. Dia bahkan mencari latar belakang dan sumber pencahayaan terlebih dahulu sebelum mengambil foto.


Sayangnya, foto yang diambil ternyata blur, karena goyang. Tapi menurut Ieyasu itu tetap bagus. Ia memilih kata ‘art’ untuk menggambrkan foto gagal itu. Ternyata Kozo-san pun menerimanya dengan senang.



Saat Reiji sampai apartemennya, Kozo-san sudah ada di sana lebih dulu. Kozo-san bahkan sudah asyik memipihkan tepung untuk bahan soba di atas meja. Ternyata Kozo-san juga menyetel CD rokugo (yang didapat Reiji dari Misaki). Tapi Reiji buru-buru mematikan CD itu. Reiji menanggapi ayahnya ini tetap dengan dingin.


“Aku membuat mie soba, sebentar lagi siap. Tepung bahan soba kali ini sangat baik,” ujar Kozo-san.


“Aku sudah kenyang. Kalau kubilang tidak mau, ya tidak mau!” bentak Reiji.


Sekt.Maiko buru-buru menyelematkan situasi. Ia yang maju dan mengatakan pada Kozo-san kalau ia ingin makan soba buatan Kozo-san.


“Kau tidak perlu memaksakan diri,” komentar Reiji atas sikap sekt.Maiko.


“Aku tidak memaksakan diri. Ini pertama kalinya bisa makan soba buatan Kozo-san lagi, setelah bertahun-tahun,” elak sekt.Maiko.


“Buatanku sekarang lebih baik daripada dulu.”



Reiji terbangun di tengah malam dan menemukan futon yang digelar di lantai, ternyata tidak digunakan oleh Kozo-san. Ia memilih tidur di sofa, dengan pose kaki mengapit tangan, persis seperti yang dilakukan oleh Reiji.


Reiji bangun dan mengambil air di dapur untuk minum. Ia melihat mie soba di meja, tertutup plastik tapi tetap masih enggan menyentuhnya.



Pagi berikutnya ...


Kozo-san sudah bersiap pergi. Saat Katsunori-san menawarkan untuk mengantar ke stasiun, Kozo-san menolak. Kozo-san mengaku akan jalan-jalan dulu.


Reiji pun menyusul keluar dari apartemen menuju mobilnya, “Kalau dia bilang mau jalan, tidak perlu dipaksa,” ujar Reiji.


“Reiji, jaga diri ya?” ujar Kozo-san. Ia pun berbalik dan berjalan pergi.


Reiji yang sudah masuk ke dalam mobil hanya memerhatikan ayahnya yang berjalan menjauh. Tapi Reiji tidak berkomentar apapun atau melakukan apapun.



Sekt.Maiko masuk ke ruangan dan menyerahkan berkas yang harus diperiksa Reiji. Reiji masih penasaran soal sekretarisnya ini.


“Karena ayah, aku kena flu,” cerita Reiji.


“Apa Anda ingin pulang lebih awal?”


“Tidak, tidak seburuk itu. Saat pulang nanti dan tidur lelap, aku pasti bisa lebih baik,” Reiji mengirim sinyal untuk minta dipijat lagi.


Tapi sekt.Maiko seperti tidak menanggapinya, “Aku harap Kozo-san juga tidak kena flu.”


Reiji kesal, karena sekt.Maiko jusru mengomentari orang lain, “Tidak masalah. Dia orang yang biasa kemah di luar.”


“Presdir, bisakah Anda lebih ramah pada ayah Anda?”


“Aku mengijinkan dia menginap di tempatku semalam, itu sudah lebih dari cukup,” ujar Reiji.


“Apa Anda makan sedikit saja mie soba-nya?”


“Tentu saja tidak!” elak Reiji cepat.


“Katanya, saat Anda masih kecil, Anda sering memintanya membuatkan soba yang sangat Anda sukai.”


“Jangan bodoh! Dia melakukan hal-hal itu Cuma untuk menarik perhatianku lewat makanan!” Reiji tambah manyun.


“Presdir, apa Anda punya alasan untuk tidak memaafkan ayah Anda?” cecar sekt.Maiko lagi.


“Orang itu dengan kasar mengusir ibuku dari rumah!”


“Anda juga kasar, mengusir Shibayama Misaki dari perusahaan. Anda dan ayah Anda sama saja, itulah kenapa Anda tidak bisa memaafkannya,” ujar sekt.Maiko dengan berani.


“Jangan samakan kami!”


“Tidak. Tidak seperti Anda, Kozo-san punya keberanian. Tidak peduli Anda membencinya, dia punya keberanian untuk datang dan menemui Anda. Karena dia ingin diakui oleh putranya.”



Saat baru tiba di depan apartemen, ternyata ada Kozo-san menunggu di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Reiji dengan nada tidak suka.


“Maaf. Aku ketinggalan kereta,” aku Kozo-san.


“Kenapa gunakan kebohonan bodoh itu?” sindir Reiji.


Tapi Kozo-san pura-pura tidak dengar. Ia kembali membahas soal tepung bahan soba yang sangat enak tahun ini. Ia masih berusaha membujuk Reiji untuk kembali mencoba mie soba buatannya lagi.



Reiji akhirnya membiarkan ayahnya kembali menginap. Seperti kemarin, Kozo-san membuat mie soba lagi. Kali ini sekt.Maiko ikut membantu membuat kuahnya. Sementara itu, Katsunori-san membantu menghaluskan bumbu hingga matanya terasa pedas.


“Aku juga mengundang teman, tidak masalah kan?” ujar Kozo-san minta izin pada Reiji.


“Teman?” Reiji heran. “Memangnya kau punya teman dekat di kota?”


Tidak lama kemudian bel terdengar. Dan seseorang yang sangat familiar pun masuk, Ieyasu. Melihat situasi apartemen Reiji, Ieyasu dibuat tajub. Tanpa ragu ia pun memuji apartemen itu yang tampak seperti ruangan untuk model.


Ieyasu rupanya datang sambil membawa ayam goreng. Tapi, karena mereka sedang mempersiapkan mie soba, sepertinya ayam goreng tidak akan jadi pasangan yang cocok. Ieyasu mencari dukungan dari Kozo-san. Kozo-san ragu sejenak, tapi kemudian menjawab akan mencobanya.


Ieyasu menyusul Kozo-san yang tengah mempersiapkan mie soba di atas meja. Sekt.Maiko dan Katsunori-san pun ikut bergabung. Mereka dibuat takjub dengan kemampuan Kozo-san meracik mie soba. Sementara itu, dari sofa Reiji hanya melirik saja melihat keakraban empat orang di depannya itu.



Acara masak memasak selesai. Ieyasu dibuat takjub dengan rasa soba buatan Kozo-san dan tidak ragu untuk memujinya. Katsunori-san menanggapinya dengan mengatakan kalau ayam goreng tetap tidak cocok dengan soba. Tapi Ieyasu tidak peduli, ia mencomot ayam goreng, memasukkannya ke mulut dan tetap berkeras berkomentar kalau itu cocok.


“Presdir, bagaimana, kau suka?” giliran sekt.Maiko menanyi Reiji.


Tidak punya pilihan, Reiji pun akhirnya ikut mencicipi masakan soba Kozo-san, “Rasanya agak terlalu kuat dan sulit tertelan lewat tenggorokkanku.” Reiji mencoba mencari kata yang tepat.


“Kalau begitu, kau mau aku yang memakannya?” Ieyasu mengulurkan tangan berniat mengambil soba di depan Reiji.


Tapi Reiji buru-buru menepis tangan Ieyasu dan menyuruh anak itu untuk diam. Sementara itu, sekt.Maiko dan Katsunori-san saling pandang, mereka berhasil membuat Reiji kembali merasakan masakan ayahnya itu.



Reiji baru saja mengambilkan futon saat dilihatnya, Kozo-san ternyata sudah tertidur di sofa dengan gaya seperti malam kemarin. Tadinya Reiji mau meninggalkan saja futon di lantai, tapi ia akhirnya mengambil selimut.


Reiji berniat meletakkan selimut itu di tubuh Kozo-san. Tapi saat Kozo-san menggeliat, Reiji buru-buru bersembunyi di belakang kursi. Setelah aman, Reiji kembali bangun. Tapi ia Cuma meletakkan selimut itu di atas sofa, tidak menyelimutkannya pada Kozo-san secara langsung. Takut ketahuan, Reiji buru-buru menyingkir dan kembali ke ranjangnya.


Kozo-san yang merasa kedinginan meraba ada selimut di dekatnya. Ia pun menarik selimut itu mendekat dan menyelimuti tubuhnya sendiri. Kozo-san tersenyum senang.



“Ada pesan dari Kozo-san. Dia sudah sampai di rumah,” lapor sekt.Maiko pada Reiji.


Reiji yang saat itu baru saja memandangi ikan medaka-nya berbalik. Dia pura-pura bersikap kalau badannya pegal dan memijat beberapa bagian tangannya. Kali ini taktik berhasil. Sekt.Maiko menanyakan keadaan Reiji yang tampak lelah.


“Masalah belakangan membuatku sulit tidur,” aku Reiji. “Bisakah kau lakukan itu lagi?” Reiji menunjuk kakinya. “Kalau aku bisa lelap nanti malam, pasti besok lebih baik.


Sekt.Maiko pun paham yang dimaksud oleh Reiji. Dan tanpa ragu, dia mengiyakan permintaan Reiji untuk datang ke apartemennya nanti malam.



Saat Reiji kembali dari kamar mandi, sekt.Maiko baru saja membuatnya makan malam. Reiji mengatakan akan makan nanti. Dia pun langsung tiduran di ranjang. Paham dengan gesture tubuh Reiji, sekt.Maiko pun mendekat. Tanpa ragu ia kemudian mulai memijat kaki Reiji.


“Kudengar dari Wada, kau menolaknya?”


“Ya. Sepertinya saya memang tidak bisa mengkhianati Anda.”


“Cuma itu? Apa ada yang lain?” pancing Reiji lagi.


“Kubilang padanya kalau saya menyukai Anda,” ujar sekt.Maiko tanpa ragu.


Reiji yang tiduran langsung bangun dan duduk. Dia tidak menyangka kalau sekt.Maiko mengakui hal itu tanpa canggung atau apapun.


“Karena Anda sudah seperti keluarga bagiku,” aku sekt.Maiko lagi.


Jawaban sekt.Maiko makin membuat Reiji kalah kabut, “Tapi aku tidak pernah berpikir ide membuat keluarga (menikah) denganmu. Butuh delapan tahun untuk kupahami. Tidak ada wanita lain yang bisa membuatku nyaman selain kamu. Bagaimana? Bagaimana kalau kita kencan?” ujar Reiji tanpa ragu. Ia mendekatkan wajahnya di depan wajah sekt.Maiko.


Tapi ekspresi sekt.Maiko sama sekali tidak berubah, tetap datar, “Presdir, hentikan membuat orang terlibat dengan patah hatimu.”


“Aku memang patah hati, tapi pijatanmu menyembuhkan,” elak Reiji.


Sekt.Maiko menarif nafas, “Anda tertarik pada wanita yang bersikap baik. Anda dalam situasi rapuh untuk jatuh cinta. Bahkan kalau nenek-nenek yang memijat pun, Anda akan jatuh cinta. Anda hanya melarikan diri dari rasa sakit patah hati.”


“Aku tidak melarikan diri!” elak Reiji cepat. “Aku hanya mengikuti jejak ayahku, mencari kemungkinan cinta baru.”


“Anda salah besar. Mudah membuatku selalu berasa di sisi Anda, menerima kekurangan Anda. Aku Cuma pelarian. Jadi, berhentilah berpikiran terlalu jauh karena kebaikanku. Hadapi kekurangan Anda, dan berjuanglah untuk orang yang benar-benar Anda sukai. Untuk mengatasi rasa benci Anda, ayah Anda berhasil membuka hati Anda. Sekarang giliran Anda,” saran sekt.Maiko. Ia pun berdiri dan beranjak pamit.



Tidak ingin kehilangan kesempatannya lagi, Reiji pun berganti pakaian. Ia memilih jas dengan dasi berwarna hijau, warna kesukaan Misaki. Reiji berjalan keluar apartemen sambil menelepon. Ia melakukan pemesanan kamar untuk malam itu.


Alih-alih memanggil sopirnya atau naik mobil sendiri, Reiji memilih naik taksi. Tujuannya adalah satu tempat khusus.



Seorang tamu baru saja berbalik pergi saat Reiji tiba di meja penerima tamu. Di sana ada Misaki yang tengah bertugas.


“Apa benar, penerima tamu akan mendengarkan apa yang kukatakan?” tanya Reiji ragu.


“Hanya untuk tamu yang menginap di hotel kami,” ekspresi wajah ramah Misaki berubah dingin.


“Kalau begitu ... bisa kan dengarkan aku?” Reiji mengeluarkan kunci dari balik sakunya. Kunci kamar hotel itu, Stay Gold Hotel dengan nomer 333 (angka ini bisa dibaca juga sebagai misa-san).


Tidak punya pilihan, Misaki pun mengiyakan. “Apa yang bisa dibantu?”


“Aku putus dari kekasihku belum lama ini. Apa ada cara supaya kami bisa bersama lagi?”


“Bagaimana dengan melupakan cinta lama dan berpindah ke cinta baru?” saran Misaki.


“Bukan itu yang kutanyakan. Aku ingin tahu cara agar ‘kita’ bisa kembali bersama lagi,” desak Reiji.


“Sepertiku akan sulit.”


“Kau katakan, kau akan membantuku kan? Penerima tamu bukankah seharusnya tidak mengatakan ‘aku tidak bisa membantu Anda’, kan?”


“Tolong hentikan ini!” pinta Misaki agak berbisik. Ia mulai terganggu oleh sikap Reiji.


Saat itu supervisor Misaki datang berniat membantu. Reiji yang tidak mau melibatkan orang lain pun memilih pergi.



“Selamat malam,” Reiji menunggu hingga Misaki selesai jam kerja dan segera menyusulnya.


Tidak suka diikuti terus oleh Reiji, Misaki pun mengancam akan lapor polisi. Reiji meminta maaf, sikapnya yang keras kepala ini menurun dari ayahnya. Misaki kesal karena Reiji kembali menyalahkan orang lain.


“Dia (ayahku) datang ke tempatku kemarin. Kuharap kau bisa juga makan mie soba buatannya. Tunggu! Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu,” Reiji menyerahkan CD rokugo yang sempat dipinjamkan Misaki padanya.


“Tidak masalah. Kau tidak perlu repot mengembalikannya.”


“Tidak. Karena ini salah satu favoritmu,” elak Reiji.


Misaki pun berbalik dan berniat pergi. Dia tidak ingin bicara lagi dengan Reiji.



“Tunggu, katakan satu hal. Apa kau benar menyukaiku?” pertanyaan ini membuat Misaki heran. Tapi Reiji tetap melanjutkan. “Di waktu singkat kita kencan. Kutanya, apa saat itu kau menyukaiku?”


“Tentu. Kalau tidak, aku tidak mungkin kencan dengan Anda.”


“Tidak. Kau tidak serius!” tuduh Reiji.


Misaki kesal, “Kau meragukanku?”


“Penulis Jerman terkenal, Geothe mengatakan ‘Jika kau tidak bisa mencintai kekurangan orang yang kau cintai, kau tidak mungkin bisa mengatakan aku cinta padamu’. Itu artinya kau tidak benar-benar menyukaiku.”


“Tolong hentikan tuduhan palsu ini!”


“Tapi benar kan? Kau tidak menerima kekuranganku. Menurut teori Goethe tadi, artinya kau tidak benar-benar mencintaiku,” lanjut Reiji. “Semua sikap keras kepalamu itu, aku tidak menerimanya.”


“Itulah kenapa kau memecatku dan kisah ini berakhir,” Misaki menyimpulkan.


“Ini bukan akhir. Karena cinta kita belum mulai. Ini baru mulai sekarang. Setelah kita putus, aku bertarung dengan diriku sendiri. Dan aku menyadari sesuatu. Aku hidup tanpa tahu kekuranganku sendiri. Kalau aku tidak menyadari kekuranganku, maka aku tidak akan bisa menerima kekuranganmu juga. Tapi tidak perlu khawatir lagi. Aku sudah memahami kekuranganku sekarang. Jadi tidak akan masalah, kalau kau juga menerima kekuranganku. Bisakah kau terima itu? Agar cinta kita bisa mulai lagi?” bujuk Reiji lagi.


“Cinta kita sudah masa lalu.” Misaki berbalik, berjalan pergi.



“Tunggu! Aku menerima kekuranganku. Aku juga siap menerima kekuranganmu. Jika kau tidak mau menerima kekuranganku, artinya kau lebih tidak toleran dibanding aku. Apa itu tidak masalah?”


“Aku tidak peduli!”


“Lihat, keras kepalamu ... aku menerimanya. Kau mau kemana? Apa kau mau melarikan diri?”


“Bukankah Anda terlalu memaksakan kehendak?” tantang Misaki.


“Pemaksaan kehendak menguntungkan agar perusahaan bisa sukses. Tapi itu tidak menguntungkan untuk urusan cinta. Apa yang akan kau lakukan? Menerimanya ... atau melarikan diri?”


Misaki menyerah dengan keras kepala Reiji. Ia pun berbalik lagi. “Baik, aku punya syarat. Syarat pertama, aku ingin Anda pulang.”


“Baik, aku akan menuruti syaratmu.”


“Aku akan kirim email untuk syarat berikutnya.”


“Bisakah kau telepon saja?” pinta Reiji.


Tapi Misaki yang kesal berbalik pergi.


“Baik. Kau bisa mengirim email saja. Aku terima syaratmu.” Reiji hanya bisa menyaksikan Misaki yang berjalan pergi. “Hati-hati di jalan. Isanami Suyao!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 
Bening Pertiwi 14.12.00
Read more ...