Jika aku harus melepaskanmu, maka aku hanya akan melepaskanmu dengan kejujuran.
Kubaca dan kupandangi sekali lagi tulisan di layar 10inch di depanku itu. Memastikan semuanya jelas, tegas dan tidak perlu definisi lagi. Setelahnya aku menutupnya. Kutarik nafas panjang, sebelum kugerakkan jariku pelan. Pelan, sangat pelan. Hingga akhirnya kutekan tombol submit disana. Dan oh wow, tiba-tiba saja segerombolan kupu-kupu seakan mendesak keluar dari perutku. Kurutuki diriku sendiri. Secepat mungkin kututup akun sosial media itu, lalu mematikan si layar 10inch. Satu lagi, kumatikan juga ponselku.
Setelahnya kutarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang menggigil. Tidak dingin memang, tapi aku menggigil. “Apa yang sudah kulakukan?” bisikku berkali-kali. “Apa esok aku masih punya keberanian bertemu muka dengannya?” Kurebahkan tubuhku dan kupaksa mata ini terpejam, tapi tetap saja sulit. Akhirnya kupaksakan diri mematikan lampu kamar. Aku sendiri tidak ingat, hingga akhirnya kapan aku benar-benar beranjak ke dunia mimpi.
Kau ingin tahu apa yang terjadi? Baiklah, akan kukatakan dengan singkat. Aku mengirimkan pesan di sosial media pada seseorang yang sekian lama kukagumi. Sayangnya dia sudah memiliki kekasih. Ah lebih tepat, gadis itu yang merebut kesempatanku bersamanya. Apa aku kejam menyebut ini? Lalu, kenapa aku berkeras untuk mengatakan isi hatiku padanya, padahal ia sudah bersama yang lain? Karena aku ingin melepaskannya. Aku ingin melepaskannya dalam kejujuran. Karena aku tidak ingin waktuku berhenti pada saat aku tidak bisa mengatakan isi hatiku padanya.
Sebelum pagi, aku sudah terbangun. Entah oleh mimpi apa. Kunyalakan ponselku. Tidak lama setelahnya, sebuah pesan masuk. Gemetar aku membukanya. Pesan darinya, berjam-jam tadi.
Bi, ... maaf belum bisa membalas pesanmu. Komputerku sedang dipakai.
Bi?
 
Picture and written by Kelana
Bening Pertiwi 07.27.00
Read more ...
gomene ... agak telat ya, hehehe
Kelana cuma pengen mengucapkan selamat idul fitri
mohon maaf lahir batin
terimakasih untuk kawan2 yg sudah setia maen2 ke blog kelana
semoga ga kapok dan sering2 balik, hehehe
Shinichi dkk jg mengucapkan mohon maaf lahir dan batin ya guys ^_^
Kuroba Kaito : "Huaaa ... es krim gw!"
Saguru Hakuba : "Wadow, gimana nih bro?!" linglung.
Kudo Shinichi : "Hattori, elo tu rese banget sih!"
Hattori Heiji : "Eh elo kyak kgak ngerti gw aja sih Kudo." puk puk (ngelus2 kepalanya si Kudo)


Bening Pertiwi 08.04.00
Read more ...
Klo sebelumnya Kelana posting Gosho's boys, kali ini versi girlsnya
check it out ^_^


(dari kiri ke kanan) Kaoizumi Akako, Haibara Ai ato Miyano Shiho, Masumi Sera,  Kogorou Ran, Suzuki Sonoko, Kazuha, Nakamori Aoko

Which one do you like most?

Bening Pertiwi 10.52.00
Read more ...
Did U know 'em guys?
Yes, they were our precious guys among other, hahaha
It just coming on my friend profile, and I took it
Gommene my friend, but Sangkyu so much
Which one do U like most?
I like all of them, but I like Kaito and Shinichi so much
Wait the girls version
^_^
(from left to right) Saguru Hakuba, Kudo Shinici, Kuroba Kaito, and Hattori Heiji
 


Bening Pertiwi 11.38.00
Read more ...

Author: Elang Kelana
Rating: T
Genre: romance
Main Cast:
-  Adistya Sekar / Hana
-  CN Blue – Kang Min Hyuk
-  CN Blue – Lee Jong Hyun
-  CN Blue’s first bassist – Kwon Kwang Jin
-  CN Blue – Jung Yong Hwa
-  CN Blue – Lee Jung Shin
Note: FF ini murni fiksi, yang terinspirasi dari masa trainee CN Blue di Jepang. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan.

Suatu hari di awal musim semi 2009
Ini musim semi pertamaku di negeri sakura. Meninggalkan negeri sendiri demi cita-cita itu ... melelahkan sekaligus menyenangkan.
Depan stasiun Akihabara sudah mulai ramai. Musim semi memang baru saja mulai beberapa hari yang lalu. Dan merah muda kelopak sakura masih memenuhi jalanan Tokyo. Meski tidak di semua tempat, tapi atmosfer semangat musim semi terasa semakin hangat.
Sebenarnya aku hanya berniat jalan-jalan sebentar. Seharusnya aku bersama teman satu asramaku Alice yang datang dari Australia. Tapi dia sudah lebih dulu asyik bersama kekasih Jepangnya. Dan akhirnya, aku pun sendirian. Kurapatkan jaket yang kukenankan, karena meski sudah mulai musim semi, hawa disini masih cukup dingin untuk ukuran orang seperti aku yang terbiasa hidup di negara tropis.
Berbagai kerumuman di depan Akihabara banyak menyita perhatian para pejalan kaki senja ini. Memang bukan hal aneh kalau banyak grup musik atau sekelompok dancer yang melakukan performnya disini. Selain sambil melatih kemampuan mereka, ini juga salah satu cara bagi mereka untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Wake me up, when september end ...
Tanpa kusadari, gebrak drum dan suara gitar itu menarik perhatianku. Kulangkahkan kaki mendekat di salah satu kerumunan kecil di sudut jalan. Kutemukan sekelompok anak muda berjumlah empat sedang memainkan alat musik mereka. Meski senja semakin pekat, sekilas aku masih bisa melihat wajah mereka. Iseng kukeluarkan cam-dig dan mulai merekam mereka. Satu lagu selesai dimainkan. Jika biasanya aku akan cepat-cepat beranjak setelah lagu pertama usai, kali ini entah kenapa kakiku masih belum mau beranjak. Lagu kedua pun mereka mainkan. Kali ini dinyanyikan oleh personil yang lain, Geek in The Pink. Menurutku suaranya tidak terlalu mencolok seperti vokalis pertama tadi, tapi entah kenapa ia seperti magnet yang mampu membuatku bertahan dan menikmati setiap petikan gitarnya. Dan aku tidak tahu siapa mereka.
***
Suatu hari di bulan Oktober 2009
Hari menjelang senja. Tapi jalanan Tokyo seperti tidak pernah mati. Malam yang semakin membalut, membuat suasana malah semakin meriah. Gemerlap lampu jalan dan toko di sepanjang jalan, lalu perform musik yang bisa dilihat di banyak tempat.
Di salah satu sudut Tokyo ...
“Hyong, kau yakin kita akan tetap tampil?” rengek Min Hyuk sambil menyeret tas besar berisi peralatannya.
“Berhentilah protes. Kalau kita tidak tampil, bagaimana kita bisa membeli makan malam dan sarapan besok. Bertahanlah sebentar lagi,” Jong Hyun berusaha menenangkan rekannya ini. Ia melirik ke rekan satu grupnya lagi, Kwang Jin. Berbeda dengan Min Hyuk, Kwang Jin tidak banyak protes.
Malam itu seperti biasa mereka akan melakukan perform di salah satu cafe. Tidak jauh berbeda dengan musisi Jepang lain, mereka harus melakukannya dari cafe ke cafe dan bersaing mendapatkan tempat. Tanpa ponsel dan juga uang saku yang berlebih, mereka tidak punya pilihan lain selain melakukan ini. Sayangnya malam ini mereka tidak bisa berjalan lebih cepat untuk mencapai cafe itu karena padatnya jalanan oleh orang-orang yang mulai menimati malam.
Tapi malam ini rupanya dewi keberuntungan tidak memihak pada ketiga lelaki tanggung itu. Setelah memeras tenaga bersusah payah untuk tiba di cafe itu, tempat mereka sudah diisi oleh musisi lain. Meski sudah punya satu mini album indie, mereka masih tetap harus mengamendari cafe ke cafe untuk memiliki uang saku.
Min Hyuk semakin lesu, “Hyong!” protesnya lagi. “Kalau saja Yong Hwa Hyong ada disini, kita pasti tidak akan kelaparan,” Min Hyuk kembali mengeluh sambil menyeret tasnya yang terasa semakin berat.
Jong Hyun menghembuskan nafas berat, “Bisakah kau berhenti protes? Jangan terus mengandalkan Yong Hwa Hyong untuk urusan seperti ini. Hyong ada di Korea sekarang pun bekerja. Dia yang bekerja, tapi kita ikut menikmati hasilnya. Aku kasihan padanya. Karenanya aku tidak ingin kita bertiga diam saja hanya menikmati hasil kerja keras Yong Hwa Hyong.”
“Benar yang dikatakan Jong Hyun Hyong. Kita juga harus belajar mandiri. Sekarang kita cari tempat lain saja,” hibur Kwang Jin.
Ketiganya tidak punya pilihan lain. Mereka harus pergi dan mencari tempat baru. Meski tidak akan sama ketiga manggung di cafe, paling tidak mereka akan bisa punya uang untuk makan malam. Jong Hyun melihat sekeliling yang sudah ramai. Ia memutuskan mengajak kedua rekannya ini menyeberang jembatan ke sisi lain. Mereka akhirnya menemukan sebuah tempat cukup lapang untuk perform. Min Hyuk menurunkan peralatannya, diikuti Jong Hyun dan Kwang Jin yang mengeluarkan gitar mereka. Tidak butuh waktu lama, ketiganya sudah melebur dalam musik mereka.
Lagi-lagi dewi keberuntungan belum memihak pada mereka. Hanya sedikit orang yang berkerumun di sekitar mereka. Jong Hyun melihat sekeliling, tapi tiap kali dia selalu melihat orang yang berbeda. Tidak banyak orang yang bertahan menyaksikan perform mereka malam ini. Setelah menyelesaikan lagu ketujuh, ketiganya akhirnya berhenti karena kelelahan. Orang-orang yang berkerumun pun bubar, dan menyisakan satu orang saja, seorang gadis.
Jong Hyun mendekati gadis yang sejak tadi berdiri tanpa beranjak sedikitpun selama mereka perform malam itu, “Sumimasen. Terimakasih sudah melihat pertunjukkan kami. Tapi kami harus segera pulang,” ujarnya dalam bahasa Jepang.
“Ah benar,” gadis itu tampak kaget. “Aku larut dalam musik kalian, sampai tidak menyadari kalau kalian sudah selesai,” aku gadis itu.
“Benar, kau menyukai musik kami?” serobot Min Hyuk tiba-tiba berdiri di sebelah Jong Hyun.
Gadis itu tersenyum lalu mengangguk, “Mm, aku menyukainya. Suka sekali. Apa kalian membuat lagu kalian sendiri?”
“Ya, yang berbahasa Jepang lagu kami sendiri. Selain itu ... kau pasti tahu,” ujar Jong Hyun sambil memasukkan gitarnya dan mulai mengepak peralatan mereka.
Sementara Min Hyuk masih berdiri dengan wajah mupeng di depan gadis itu. kruyuk kruyuk, rupanya suara perut kelaparan Min Hyuk membuat mereka berempat terpekur dan saling menatap. Hingga akhirnya pecah menjadi tawa.
Sumimasen,” Wajah Min Hyuk tampak kemerahan menahan malu.
Gadis itu berusaha menahan senyumnya, tapi akhirnya terlihat juga, “Ah benar, setelah ini aku akan makan ramen. Apa kalian mau ikut?” tawarnya.
Min Hyuk melihat ke arah Hyong-nya, begitu pula Kwang Jin. Tidak punya pilihan lain, mereka bertiga akhirnya mengiyakan tawaran gadis itu. Tidak jauh dari tempat mereka perform tadi, rupanya ada kedai ramen tradisional yang masih buka dan cukup ramai. Setelah meletakkan peralatan, mereka berempat duduk mengitari meja berpenghangat sambil menunggu pesanan datang.
“Namaku Adistya Sekar, tapi panggil saja Hana,” ujar gadis itu memperkenalkan diri. (Hana dalam bahasa Jepang juga berarti bunga)
“Aku Jong Hyun, ini adikku Min Hyuk dan Kwang Jin,” ujar Jong Hyun memperkenalkan diri dan kedua rekannya itu.
Tidak lama setelahnya pesanan mereka pun datang. Ramen dengan asap mengepul dan kuah panas menyita perhatian mereka. Tidak berapa lama keempatnya sudah asyik masyuk dengan makanan di hadapan mereka. Min Hyuk yang kelaparan bahkan sudah siap menyantap porsi keduanya. Hana pun tersenyum melihat ulah pemuda di depanya itu.
“Hana-san, maafkan sikap adikku,” ujar Jong Hyun merasa tidak enak.
“Tidak apa-apa. Kalian boleh makan sepuasnya. Semua aku yang bayar. Anggap saja sebagai ganti karena kalian sudah menghiburku malam ini,” ujar Hana lagi.
“Hana-san, sepertinya kau bukan berasal dari Jepang?” tanya Jong Hyun hati-hati.
“Benar. Aku memang tidak berasa dari Jepang. Aku datang dari Indonesia. Disini aku kuliah S2,” aku Hana.
“Luar biasa!” puji Min Hyuk masih dengan mulut penuh.
“Sekarang ceritakan tentang kalian,” pinta Hana.
“Ah kami ... kami berasal dari korea. Sebenarnya kami berempat, tapi satu lagi anggota kami, Yong Hwa Hyong sekarang sedang berada di korea. Kami masih trainee, dan disini sebagai band indie kami belajar musik dari musisi Jepang.”
“Jadi kalian ini musisi profesional? Wah luar biasa!” puji Hana.
“Benar. Kami berharap tahun depan kami bisa segera debut,” sambung Min Hyuk yang diiyakan oleh Kwang Jin.
“Sejujurnya aku tidak tahu banyak soal musik, tapi aku suka musik kalian. Ah benar, sepertinya aku pernah melihat kalian sebelumnya,” Hana tampak berpikir. “Benar! Akihabara! Apa kalian pernah perform di depan stasiun Akihabara di awal musim semi?” tanya Hana lagi.
Ketiga pemuda itu saling memandang. Sebelum akhirnya mengangguk bersamaan.
“Ah, jadi itu kalian. Rupanya aku sudah jatuh cinta dengan musik kalian sejak awal musim semi waktu itu. Lalu orang yang kalian panggil Yong Hwa-san juga ikut saat di Akihabara itu?” ujar Hana senang.
Ketiganya pun kembali mengangguk. Obrolan mereka malam itu semakin semarak. Hana sangat ceria dan punya banyak bahan pembicaraan, sehingga ketiga pemuda ini dengan leluasa ikut larut juga dengan obrolannya. Tidak terasa sudah nyaris pukul sepuluh malam. Hana pun pamit mohon diri untuk mengejar kereta.
“Hana-san, kau pulang sendirian?” tanya Min Hyuk khawatir.
“Tidak apa-apa. Aku akan pulang bersama teman satu asramaku. Kami berjanji temu tidak jauh darisini. Itu temanku,” ujar Hana menunjuk seseorang yang menunggu di seberang jalan. “Boleh kukatakan sesuatu?”
Ketiga pemuda itu mengangguk.
“Aku ingin melihat kalian lagi setelah debut nanti dan sukses. Entah kenapa aku merasa kalian akan menjadi musisi yang besar nanti. Jong Hyun-san, aku harap bisa kembali mendengar lagu-lagu yang kau ciptakan. Lalu kau Min Hyuk-san, aku ingin melihatmu di televisi dengan nafsu makanmu yang besar itu,” ucapan Hana kembali membuat Min Hyuk tersipu. “Dan kau, Kwang Jin-san,” Hana menghentikan ucapannya, “Kau tetap saja misterius. Sayonara... ah bukan, sampai jumpa,” Hana meralat kalimatnya, melambaikan tangan lalu beranjak pergi.
***
2013, sudut Tokyo
CN Blue baru saja menyelesaikan perform mereka malam itu. Setelah Yokohama di tahun lalu, tahun ini mereka datang kembali menyemarakkan industri musik Jepang.
“Min Hyuk-ah, kau ingat tempat ini?” tanya Jong Hyun saat mereka tengah berjalan-jalan untuk melepas lelah sebelum terbang kembali ke Korea. Jong Hyun merapatkan jaketnya.
Min Hyuk berhenti dan melihat tempat yang ditunjuk Jong Hyun, “Ah benar, Hyong! Dulu kita pernah perform disini. Kau diingat-ingat, kita bertemu gadis itu disini. Namanya .... ah aku lupa!”
“Hana, namanya Hana,” ujar Jong Hyun. “Dia mengucapakan sampai jumpa, tapi sampai saat ini kita belum bertemu dengannya lagi. Padahal aku sudah menepati janjiku untuk selalu membuat lagu. Apa dia masih ingat dengan kita?” gumam Jong Hyun lebih pada diri sendiri.
“Apa yang kalian bicarakan?” Yong Hwa ikut nimbrung.
“Ah, Hyong! Ini kenangan kita dulu. Seorang gadis ceria bernama Hana-san dan juga ... Kwang Jin,” Min Hyuk berkata pelan.
“Jepang memang selalu membawa kenangan lama,” komentar Yong Hwa.
Dari arah lain muncul Jung Shin yang berlari kecil. Rupanya ia baru saja keluar dari toko membelikan ketiga Hyong-nya ini minuman dan makanan kecil. Keempatnya lalu menikmati perjalanan senja itu sambil mengenang masa lalu mereka.
***
2013, Jakarta
Gadis itu duduk sendirian di salah satu sudut cafe dua puluh empat jam. Tangannya masih asyik mengetik di atas keyboard laptopnya. Sesekali kepalanya bergoyang mengikuti musik yang memperdengarkan gebuk drum dan petikkan gitar khas lewat headset di telinganya. Sepulang dari Jepang, ia memutuskan untuk melamar menjadi dosen di salah satu universitas. Tapi kesukaannya tidak pernah berubah. Kadang ia lebih suka asyik menikmati malam sambil menulis di sudut cafe dan mendengarkan musik.
“Aku senang melihat kalian sudah sejauh ini. Meski mungkin kita tidak berjumpa lagi, tapi aku bersyukur pernah bertemu kalian. Aku akan tetap melihat kalian darisini. Jong Hyun-san, Min Hyuk-san, Yong Hwa-san, Jung Shin-san dan Kwang Jin-san, meski aku tidak tahu kau berada dimana sekarang,” gumamnya pelan.
The end

Kelana’s note:
Perform CN Blue dengan lagu Wake me Up When September End dan Geek in the Pink memang benar-benar pernah dilakukan CN Blue saat mereka masih perform di jalanan sebagai band indie.
Cerita ini juga didedikasikan spesial untuk Kwon Kwang Jin, CN Blue’s first bassist.
Fan fiction ini juga diposting di blog pribadi Kelana, www.elang-kelana.blogspot.com
Picture and written by Kelana
Bening Pertiwi 11.33.00
Read more ...