SINOPSIS dorama Married as Job episode 01 part 2. Akibat kesalahan sistem, tim programmer harus menulis ulang program yang biasanya dilakukan selama satu bulan, hanya dalam waktu beberapa hari saja. Setelah membuat list hal-hal yang harus dikerjakan, semua orang mulai mengerjakan bagian masing-masing.



Hari pertama. Semua orang masih bekerja keras. Bahkan Kazami-san masih sempat membelikan makan siang untuk semuanya. Hiramasa masih fokus di mejanya untuk bekerja.


Hari kedua. Keadaan mulai kacau. Wajah-wajah kusut mulai muncul. Tapi Hiramasa masih serius dan fokus di mejanya. Hino-san mulai kacau. Ia bahkan membuat kesalahan yang akhirnya berhasil diperbaiki oleh Hiramasa.


“Hino, tolong pulang ke rumah dan tidur sebentar,” saran Hiramasa kemudian.



Hari dateline pekerjaan. Nyaris seluruh tim sudah terkapar. Sebagian tertidur di meja masing-masing, yang lain bahkan tertidur di lantai. Tapi Hiramasa masih fokus di mejanya. Bahkan saat Kazami-san membawakan sarapan, hanya tinggal Hiramasa yang membalas sapaannya.


Satu per satu list pekerjaan akhirnya selesai. Kini akhirnya bagian terakhir, uji coba program yang telah mereka susun ulang. Dan ... kali ini pekerjaan mereka berhasil dengan baik. Semua orang puas dengan hasilnya. Setelah berhari-hari fokus pada pekerjaan, akhirnya Hiramasa mulai tampak kacau.



Hari Jumat. Mikuri datang ke apartemen Hiramasa seperti biasa. Setelah memencet bel beberapa kali, ternyata Hiramasa tidak keluar. Mikuri tidak langsung pulang. Ia justru melamun sambil bergumam sendirian di teras.


“Yah, sepertinya karena gagasan anehku minggu lalu, aku dipecat. Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku dengan baik dua kali lagi, dan menciptakan mahakarya terakhir. Aku tidak pernah berpikir akan berakhir seperti ini. Namun, aku belajar banyak dari pengalaman ini. Sejak saat ini pun...”


Tapi terdengar suara pintu terbuka. Hiramasa membukakan pintu, masih dalam piyama-nya. “Maaf, aku sedang sakit.”


“Anda baik-baik saja? Demam, ya?” Mikuri khawatir.


“Aku terlalu memaksakan diri. Aku tidak bekerja hari ini.”


“Aku bisa membantumu,” tawar Mikuri.


Tapi Hiramasa menolak. Ia pun memberikan gaji Mikuri. Tadinya Mikuri menolaknya, tapi Hiramasa memaksa. Mikuri akhirnya mengalah. Ia pun pulang lagi karena Hiramasa ingin istirahat saja hari itu.



Mikuri pulang ke rumahnya. Kedua orangtuanya masih beres-beres sebelum pindah. Yuri heran karena Mikuri pulang cepat. Tapi Mikuri mengatakan kalau hari itu ia tidak bekerja.


Kedua orang tua Mikuri asyik beres-beres. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua. Sementara itu Mikuri dan Yuri hanya menyaksikan keduanya sambil minum teh di meja makan. Orang tua Mikuri seperti pasangan yang baru saja menikah.


“Apa mereka melupakanmu?” sindir Yuri.


“Aku hanya tambahan,” ujar Mikuri. “Bahwa hanya ada satu orang untuk mereka berdua. Bukankah itu lebih menyenangkan daripada hidup tanpa seorang pun yang memilihmu?”



Yuri mengangkut sebagian barang-barangnya ke dalam mobil. Mikuri pun mengekor untuk membantu.


“Ibu selalu iri padamu, kau tahu, Yuri? Yuri yang sukses, memiliki pekerjaan impiannya dan cantik.”


“Aku tahu. Dia meminta terlalu banyak. Bagaimana dengan kerjaanmu?” Yuri sengaja mengalihkan pembicaraan.


“Dia sedang sakit, jadi hari ini libur,” ujar Mikuri.


“Kau meninggalkannya sendirian?” Yuri heran.


“Yah, kalau majikanku memintaku pulang, kupikir aku harus mematuhinya sebagai anak buah.”


“Kau penurut untuk hal yang salah. Kenapa tidak coba meng-SMS-nya? Tidak mudah saat sakit jika kau sendiri. Kau tidak bisa berbelanja dan lain-lain,” saran Yuri. Ia pun menyusup ke balik kemudi dan beranjak pergi.



Baru saja Mikuri mengeluarkan ponsel, sudah ada pesan masuk dari Hiramasa. Ia minta tolong untuk dibelikan obat demam dan juga es krim. Tanpa pikir panjang, Mikuri pun langsung menyanggupinya. Ia berkali-kali memencet bel apartemen Hiramasa, tapi tidak ada jawaban. Mikuri pun akhirnya masuk karena pintu ternyata tidak dikunci.


Mikuri menemukan Hiramasa tengkurap di lantai masih memagang ponselnya. Ia basah kuyup oleh keringat. Mikuri pun segera membantu Hiramasa bangun lalu memberikan minuman elektrolit pada Hiramasa. Ia kemudian menyiapkan baju ganti dan meminta Hiramasa ganti baju terlebih dahulu.


Dibantu Mikuri, Hiramasa minum obat demam lalu makan eskrim. Ia pun kemudian tidur di ranjangnya. Hiramasa mempersilahkan Mikuri untuk mengambil uang pengganti belanjaannya. Mikuri mengiyakan saja, dan membiarkan Hiramasa istirahat.


Mikuri menutup pintu kamar Hiramasa, “Melihat laki-laki yang biasanya tenang ada dalam kesusahan. Aku suka.” Mikuri lalu beranjak ke dapur dan mulai mempersiapkan makanan.


Setelah selesai memasak, Mikuri membangunkan Hiramasa dan membiarkannya makan.



Hari sudah gelap saat Mikuri memeriksa suhu tubuh Hiramasa, yang ternyata sudah turun. Setelah memastikan Hiramasa sudah baikan, Mikuri pamit untuk pulang.


“Bagaimana dengan uang lembur?”


“Aku tidak memerlukannya. Aku hanya memasak makan malam,” tolak Mikuri.


Tapi Hiramasa menghentikan Mikuri, “Menurutku kau bisa menikah. Kau pintar bersih-bersih, dan masakanmu enak. Dan kupikir kau orang yang benar-benar bisa mengurus seseorang.”


“Aku merasa baru mendapatkan pujian untuk seumur hidup.”


“Bahkan jika saat ini kau tidak punya pacar...” Hiramasa ragu sebentar. “Maaf jika kau punya Kau masih muda. Hal-hal seperti pesta percomblangan atau perjodohan. Hal-hal seperti itu, yang mereka sebut "perburuan nikah"? Jika kau melakukan hal-hal itu, Bukankah kau bisa menikah jika kau menginginkannya?”


Mikuri batal pergi. Ia justru duduk di depan Hiramasa, “Anda salah sangka. Bukannya aku ingin menikah.” Mikuri mencoba menjelaskan. “Begini, Aku benar-benar gagal dalam pencarian kerja. Saat aku menjadi sarjana, dan saat aku meraih gelar magister, di kedua waktu itu, bahkan ketika aku bekerja sebagai pekerja sementara, saat mereka harus memilih antara aku dan orang lain, sekali lagi aku tidak dipilih. Bahkan saat tidak ada seorang pun yang mengakuiku, aku harus terus melakukan yang terbaik. Makanya, saat Anda sadar kawat nyamuk itu dibersihkan, dan berkata Anda bersyukur telah mempekerjakanku, Saat Anda berkata Anda berharap aku bisa bekerja lebih lama di sini. Aku pikir "Wah, ini dia!" Aku benar-benar bahagia dengan sesuatu seperti itu. Maaf sudah mengucapkan sesuatu yang tidak masuk akal. Ini keturunan. Turunan ayahku. Tolong lupakan hal itu.” pinta Mikuri. Aku mau seseorang. Aku mau seseorang memilihku. Berkata "Syukurlah ada kau di sini." Aku mau diterima. Apakah itu suatu kemewahan?


Mikuri lalu pamit pergi.



Numata-san seperti biasa nongkrong di bar.


“Kau lagi-lagi menunggu?” tanya si bartender.


“Aku dicampakkan lagi,” curhat Numata-san.


 


Selamat tinggal... pengalaman yang menyenangkan. Setiap orang ingin diinginkan oleh seseorang. Namun, tidak berjalan lancar. Sedikit demi sedikit menyerah pada berbagai emosi. Tertawa saat mau menangis. Mungkin begitulah, kehidupanku.


Jumat berikutnya, Mikuri kembali datang ke apartemen Hiramasa. Tapi kali ini ia tidak membawa alat kebesihan apapun. Ia justru membawakan bungkusan untuk Hiramasa, yang dikatakan dari ayahnya. “Dia berkata "Meski aku memaksamu mempekerjakan putriku," kami sekarang malah pindah. Aku benar-benar minta maaf." Terima kasih banyak untuk satu setengah bulan ini.”


Alih-alih menerima pemberikan Mikuri, Hiramasa justru meminta Mikuri untuk duduk. “Ini gajimu untuk hari ini.” Hiramasa kemudian menunjukkan sejumlah berkas. “Aku membuat simulasi hitungan. Ini besarnya jika kita membagi dua biaya sewa, air, listrik, dan biaya hidup lainnya. Perbandingan jika memasak dan makan di luar. Perbandingan jika menyewa pekerja rumah tangga atau tidak. Lalu, berdasarkan metode OC, jumlah waktu tak berbayar ibu rumah tangga adalah 2.199 jam per tahun. Jika dikonversikan ke gaji tahunan...”


“Jadi 3.041.000 yen,” sambung Mikuri.


“Betul. Dari itu, aku menghitung gaji per jam. Jika diasumsikan dalam sehari bekerja tujuh jam, ini gaji bulanannya. Dikurangi biaya hidup, gaji bersihnya sebesar ini. Aku juga membuat simulasi hitungan jika asuransi kesehatan dan bonus diberikan. Ini proposal saya untuk pernikahan de facto. (Jika pencatatan pernikahan tidak didaftarkan. Jika hidup bersama dan memiliki pekerjaan yang sama. Hanya sertifikat tempat tinggal yang berubah (istri tak terdaftar)).


“Pernikahan de facto?” Mikuri meyakinkan.


“Kartu keluarga tidak akan berubah. Dengan kata lain, kita hanya mengubah alamatmu, tanpa memasukkanmu ke kartu keluargaku. Tentu saja, kita perlu membahas syarat dan ketentuannya. Namun berdasarkan simulasi hitunganku, membiarkanmu tinggal di sini dalam bentuk pernikahan de facto, membayar gaji dan menyewamu sebagai istri, juga menguntungkan untukku. Tentu saja, ini semua tergantung padamu, Moriyama...”


“Aku bersedia! Tolong pekerjakan saya!” Mikuri langsung memberikan jawaban tanpa banyak pertimbangan lagi.


Tapi, Mikuri teringat sesuatu.



Hari itu, hari kepindahan keluarga Mikuri. Jadi, barang-barang Mikuri sudah di packing dan siap diangkut. Mikuri mencoba menelepon ibunya, sayangnya ibunya tidak mendengar dering telepon karena masih sibuk beres-beres. Tidak punya pilihan lain, Mikuri pun mengajak serta Hiramasa untuk datang ke rumah orang tuanya.


“Ada jalan pintas,” ujar Hiramasa.


“Bagaimana dengan pekerjaanmu?” Mikuri khawatir.


“Jam kerjaku fleksibel.”


Keduanya pun berlarian menuju pemberhentian bus.



“Kita entah bagaimana bisa sejauh ini, tetapi, Ayahmu, Pak Moriyama, Apa yang harus kukatakan padanya?” tanya Hiramasa saat keduanya duduk berdampingan dalam bus.


Mikuri berpikir sejenak, “Tolong berikan, putrimu padaku.” Situasi mendadak canggung. “Oh... aku hanya bercanda. Kita harus jujur dan berkata ini pernikahan de facto. Apakah mereka akan merestuinya?” usul Mikuri.


“Orangtuaku sepertinya mudah berkompromi, tetapi pemikiran mereka kuno untuk hal seperti ini,” ujar Hiramasa.


“Orangtuaku juga. Pilihan satu-satunya mungkin apa yang kita bilang pernikahan normal,” ujar Mikuri.


Hiramasa mencoba kembali ucapan Mikuri tadi, tapi ia masih kesulitan. Keduanya merasa kalimat itu terlalu kuno dan mulai berpikir kalimat yang sekarang lazim digunakan. Belum selesai membahas soal kalimat lamaran, Mikuri membahas hal lain.


“Jika kita hidup bersama, bagaimana dengan malam hari? Maksudku, bagaimana pengaturan kamar tidurnya?”


Hiramasa sedikit kaget, “Tenang saja, kita tidur terpisah. Karena aku lajang profesional.”


“Lajang... profesional?” Mikuri bingung.



Turun dari bus, Mikuri dan Hiramasa langsung menuju kediaman keluarga Mikuri. Tampak pekerja jasa pindahan tengah mengangkut sejumlah barang ke dalam mobil.


“Mikuri! Bukannya kau akan langsung ke sana dari tempat kerja?” tanya ibunya.


“Keadaan berubah....” Mikuri ragu untuk bicara.


Hiramasa lalu menyapa kedua orang tua Mikuri. Ia minta maaf karena baru sempat menyapa. Hiramasa pun mulai bicara ... niat hati ingin mengatakan lamaran. Kedua orang tua Mikuri pun sudah sangat penasaran. Tapi ternyata ia hanya mengucapkan terimakasih karena sudah membiarkan Mikuri bekerja di apartemennya.


Melihat Hiramasa kesulitan, Mikuri pun mengambil alih. “Kami akan menikah. Menikah. Aku dan Hiramasa. Jadi aku tidak pindah ke Tateyama. Aku akan pindah dengan ... “



Tapi situasi mendadak kacau karena ... Yuri. Mendengar kata menikah, Yuri naik pitam. Ia pun nyaris mencekek Hiramasa. “Menikah? Kau siapa?! Siapa orang ini? Dia orang asing. Apa kau bisa membuat Mikuri bahagia?!”


Melihat kekacauan ini, Mikuri dan ibunya mencoba menghentikan Yuri. “Tsuzaki adalah orang yang serius. Orang yang serius tidak akan menyentuh pekerjanya!”


Yuri dan kedua orang tua Mikuri bingung.


Mikuri meralatnya, “Dia melakukannya. Tentu saja dia melakukannya.”


Tapi situasi makin kacau, “Jangan-jangan, hamil di luar nikah?!” Yuri dan orang tua Mikuri kaget.


“Mana mungkin!” elak Mikuri cepat.


“Maafkan aku,” Hiramasa buru-buru minta maaf.


Situasi makin kacau, “Meminta maaf hanya akan membuatnya tambah mencurigakan,” ujar Mikuri pada Hiramasa.



Mikuri lalu berusaha menjelaskan semuanya lagi, “Aku tidak hamil atau apa pun, oke? Maafkan aku. Yuri! Ayah dan ibu juga, jangan menyalahkan Hiramasa. Aku bilang aku ingin bekerja di rumah Hiramasa. Aku bilang aku mau kami menikah, dan Hiramasa menerimanya. Jadi, tolong restui kami!”


Tidak hanya Mikuri saja, Hiramasa pun kemudian menunduk, meminta restu pada orang tua Mikuri dan juga Yuri.


Mobil keluarga Mikuri beranjak pergi. Diikuti oleh mobil yang membawa barang-barang mereka.


Dan begitulah. Dengan membawa sesedikit mungkin, barang keperluan sehari-hariku.


 


Kami tidak akan mengadakan resepsi. Kami akan menghadapi banyak rintangan bersama.


Dalam pertemuan kedua keluarga, Mikuri dan Hiramasa mengatakan tidak akan menyelenggarakan resepsi pernikahan. Ini membuat kedua keluarga kaget.


Tidak hanya itu, situasi kantor Hiramasa juga jadi kacau. Rekan-rekan kerjanya kaget karena mendapat kabar kalau Hiramasa menikah. Padahal dulu ia pernah bilang, tidak akan pernah menikah. Orang-orang pun kemdian menebak-nebak apa yang terjadi.


Karena pernikahan mereka tidak didaftarkan, Mikuri hanya mendaftarkan asuransi kesehatan dan perubahan alamat tinggal saja. Statusnya ... istri (tidak terdaftar)


Aku secara resmi direkrut sebagai ibu rumah tangga. Ibu Rumah Tangga


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Gak kebayang aja, tetiba tinggal satu atap sama orang yang baru dikenal dengan status ... istri. Ya meski Cuma istri kontrak aja sih. Tapi kan ya ... apartemen orang Jepang modelnya LDK aja.


Tapi serius kok, ceritanya makin ke belakang makin seru. Suka aja lihat Hiramasa yang biasanya tenang dan cool, tetiba jadi aneh dan salah tingkah. Sementara Mikuri yang ‘normal’ soal hubungan, justru kelihatan gak peka. Hehe


Na lagi nunggu episode 6 nih. Hubungan mereka ada perkembangan. Hasyeeeek!


Minggu-minggu ini jadwal anak-anak UAS, jadi Na akan agak sibuk nih. Semoga masih ada waktu buat nulis sinopsis ya. Doakan kepala Na bisa diajak kompromi, dan penyakit ngantukan sementara nggak kumat. #ehe

Bening Pertiwi 13.03.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Married as Job episode 01 part 1. Moriyama Mikuri, 25 tahun. Lulusan jurusan psikologi di universitas. Sekarang dia menjadi pekerja sementara yang melakukan pekerjaan administratif. Awalnya Mikuri mencari pekerjaan di bidang perencanaan atau desain produk baru. Tetapi gagal. Mikuri lalu meneruskan studi ke jenjang magister karena berpikir itu lebih baik daripada menjadi seorang sarjana pengangguran.



Di universitas, dia memilih jurusan psikologi klinis. Setelah lulus, selain menjadi psikolog klinis bersertifikat, sekali lagi dia mencari kerja. Tapi ternyata semua tidak berjalan seperti keinginan. Dengan gelar magister ilmu sosial ternyata tetap masih sulit mencari pekerjaan. Akhirnya Mikuri mendaftarkan diri ke agensi pekerja sementara. Ia pun bekerja di sebuah perusahaan, melakukan berbagai pekerjaan dari pekerjaan di depan laptop hingga mencuci tempat minum milik atasan. Mikuri bahkan harus mengajari pekerja sementara yang lain soal komputer. Meski statusnya pekerja sementara, tidak jarang Mikuri pun harus menerima kritik atas pekerjaannya.


Sekali lagi, semuanya tidak berjalan seperti semestinya. Atasan memanggilnya dan ternyata Mikuri dipecat. Kontraknya sebagai pekerja sementara tidak diperpanjang. Menurut sang bos, perusahaan sedang mengurangi jumlah pekerja sementara. Sayangnya, ternyata Mikuri-lah yang kemudian dipecat. Padahal ada pekerja sementara lain, yang sebenarnya jauh lebih buruk darinya.



“Fakta bahwa aku punya gelar magister, seharusnya tak kukatakan saja. Sejak saat itu mereka memperlakukanku berbeda. Pekerja sementara tidak tahu kapan mereka akan dipecat. Tapi kalau memikirkan menjadi pekerja penuh waktu, aku bertanya-tanya apa ini pekerjaan yang mau kulakukan seumur hidup dan sejenisnya. Karena aku tidak bisa memutuskan, mulai hari ini... aku pengangguran!” curhat Mikuri di apartemen tantenya, Yuri-chan.


Yuri tengah bersiap akan berangkat ke kantor, “Kau belum bisa keluar, ya? Fobia cari kerja. Ketakutan untuk mencari kerja.” Ponsel Yuri berdering. Suara di seberang memintanya segera bergegas.


Kau sangat beruntung, Yuri. Kau punya sesuatu untuk dikerjakan.”


“Ini sebenarnya tidak mudah. Pasangan baru yang ditugaskan di bawahku benar-benar tak berguna. Akibatnya, aku tidak bisa punya setengah hari. Tolong terima paketku, oke? Mereka akan mengirimkannya kembali jika aku tidak menerimanya hari ini,” pinta Yuri sebelum beranjak pergi.


“Aku akan bersih-bersih sementara aku di sini,” Mikuri menawarkan.



Mikuri pulang ke rumah dan membantu ibunya menyiapkan makan malam. Mereka makan malam dengan sup harira, yang didapat dari Yuri (tante-nya Mikuri), yang pergi ke Maroko pada Natal sebelumnya. Yuri sengaja pergi ke negara yang tidak merayakan natal. Yuri benci sendirian selama natal. (alih-alih perayaan agama, di Jepang, Natal justru hari untuk pasangan. Jadi akan ada banyak pasangan yang keluar bersama).


“Jadi, aku punya kenalan, namanya Tsuzaki Hiramasa. Dia seorang insinyur enginer. Karena dia sibuk dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, aku dengar dia menyewa jasa pembersihan rumah yang datang seminggu sekali ke rumahnya. Jadi, kami memutuskan mulai sekarang Mikuri akan menjadi pekerja sementara di rumah Tsuzaki,” ujar ayah Mikuri.


Mikuri jelas kaget dengan keputusan tiba-tiba ayahnya ini. Meski Cuma bekerja selama tiga jam saja, gaji yang diberikan lumayan. 2000 yen per jam. Tapi Mikuri tidak suka dengan ide tiba-tiba ayahnya ini. Sayangnya, meski protes, kedua orang tuanya tidak mendengarkan Mikuri.


“Ini alamat, nomor telepon, dan surel Tsuzaki,” ujar ayahnya lagi.



Dengan membawa tas besar yang cukup berat, Mikuri pun datang ke apartemen Tsuzaki Hiramasa-san dan memperkenalkan diri sebagai putri dari Hiramasa Tochio-an, ayahnya. Hiramasa dibuat kaget karena pengurus kebersihan rumahnya masih sangat muda. Tas berat Mikuri ternyata adalah sejumlah peralatan kerja untuk kebersihan.


Hiramasa-san mempersilahkan Mikuri masuk. Ruangannya sebenarnya tidak terlalu luas. Hanya satu kamar tidur, satu toilet dan satu ruangan serbaguna untuk dapur dan ruang tamu. “Hingga beberapa hari yang lalu aku mengontrak jasa pembersih rumah.” Tapi ternyata tidak ada satupun yang cocok dengan selera Hiramasa-san, hingga berkali pula ia minta ganti pekerja.


“Saat aku berpikir ternyata sangat sulit, Moriyama berkata... Maksudku ayahmu, Pak Moriyama, berkata...’Putri saya mahir bersih-bersih dan antusias’. Dia berkata kau mendapatkannya dari ibumu.” Obrolan itulah yang akhirnya membuat ayah Mikuri merekomendasikan Mikuri untuk bekerja sebagai pembersih rumah.


Hiramasa-san memberikan penjelasan soal apa saja yang harus dibersihkan dan harus diperhatikan oleh Mikuri. Selain itu, ia pun memberikan bayarannya di muka. “Aku akan memutuskan apakah akan mempekerjakanmu lagi minggu depan berdasarkan kerjamu hari ini.” Sehingga jika tidak cocok dengan pekerjaannya nanti, maka tidak perlu bertemu lagi.


Mikuri pun mengerti. “Instruksimu sangat rinci. Aku mengerti,” ujar Mikuri selanjutnya.


“Saat kau selesai, tolong kunci pintunya, dan tinggalkan kuncinya di kotak pos di lantai pertama. Aku pergi kerja dulu,” pamit Hiramasa-san.



Hari pertama Mikuri bekerja sebagai pembersih rumah pun dimulai. Menata ruangan, membuang sampah, mencuci peralatan makan dan membersihkan dapur, lalu membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan tidak lupa mengelap jendela yang menghadap balkon.


Aku tidak pernah berpikir pekerjaan rumah tangga adalah sebuah pekerjaan. Yang kupelajari di universitas tidak berguna di sini. Namun aku akan menikmatinya, dan menargetkan pekerjaan tetap!



Yuri-san (tante Mikuri) makan siang bersama kedua bawahannya. Kedua karyawan baru itu tengah bertengkar, membuat Yuri-san ikutan kesal. Karena tidak tahan lagi, Yuri-san pun turun tangan mendamaikan keduanya. Setelah tenang, mereka baru saja mulai makan siang, tapi keributan lain tengah terjadi di restoran itu.


Dari lantai yang agak lebih tinggi, terdengar suara marah seorang wanita. Ia kesal pada kekasihnya yang tidak mau menikahinya, meski mereka sudah pacaran cukup lama. Si pria beralasan kalau ia senang dengan hubungan mereka saat itu dan tidak berpikir untuk menikah. Keduanya pun putus.


Si pria tadi turun dari lantai atas dan berjalan keluar, lewat dekat meja tempat Yuri-san dan kedua bawahannya tengah makan. Pria tampan itu sedikit menarik perhatian Yuri-san. “Dia yang terburuk! Aku tidak bisa menghadapi laki-laki yang pintar omong seperti dia. Lebih parah lagi, dia keren. Aku tidak bisa membalasnya.”



Hiramasa-san tengah makan siang sendirian seperti biasa. Saat itu kedua rekan kerjanya, Numata-san (baru oranye garis-garis) dan Hino-san (baju putih) ikut nimbrung. Hino-san pamer bekal makan buatan istrinya. Sementara Numata-san pamer bekal makan buatan sendiri yang tidak kalah enak karena semuanya organik. Dari arah lain, muncul si pria yang tadi memutuskan pacarnya di restoran, Kazami-san. Ternyata mereka adalah rekan kerja di kantor yang sama.


“Aku bertanya-tanya kenapa semua orang ingin menikah?” curhat Kazami-san sambil mengambil minuman.


“Kenapa? Menikah itu menyenangkan! Sangat membahagiakan!” ujar Hino-san.


“Bagaimana denganmu? Menikah maksudnya,” giliran Numata-san yang bertanya pada Hiramasa.


Hiramasa tampak tidak terganggu oleh ulah rekan-rekannya ini sama sekali. Ia tetap dengan wajah datar tanpa ekspresi, menyantap makan siangnya, “Itu hal termustahil yang bisa kulakukan.”



Mikuri masih melanjutkan pekerjaan bersih-bersih rumahnya. Kali ini sasarannya adalah jendela yang menghadap balkon. Saat itu, di bawah ada pasangan keluarga lain yang tengah melintas. Melihat itu, Mikuri pun menyapa mereka dengan melambaikan tangan.


Kalau orang lain melihatku, akankah aku terlihat seperti pengantin baru? Sebaliknya, jika aku menerima pekerjaan abadi "menikah", akankah aku terbebas dari lingkaran setan pencarian kerja? Meski ini bukan tentang itu....


Mikuri menemukan ada bangku di balkon dengan beberapa sampah di atasnya. Meski heran, dia hanya membersihkan sampah yang mirip remahan makanan itu.



Selesai bekerja, Mikuri datang ke apartemen tantenya, Yuri-san. Mikuri cerita soal pekerjaan barunya itu, sebagai pembersih rumah. “Ayah. Menurutku dia khawatir aku sudah mencapai limitku dalam pencarian kerja. Namanya Tsuzaki Hiramasa, dia benci kalau hari liburnya dirusak dengan kegiatan bersih-bersih, jadi dia menyewa jasa pembersih di hari Jumat.”


Yuri-san manggut-manggut mengerti, “Aku paham. Sangat menyebalkan pulang dalam keadaan capek dan apartemenmu kotor. Berapa umurnya?”


“Hmm... mungkin lebih dari 30?” Mikuri membawa makanan yang selesai disiapkannya ke meja.


“Apa kau akan baik-baik saja sendirian di sana, sebagai perempuan lajang?” Yuri-san khawatir.


Tapi Mikuri tampak santai saja, “Dia kelihatannya sama sekali tidak berbahaya, seperti tipe herbivor. Jenis orang yang serius. Aku tidak cocok dengan tipe seperti itu. Kenapa?” (di jepang ada istilah pria tipe herbivor, atau penyuka sesama. Selain herbivor ada juga tipe karnivor, asparagus dan beberapa tipe lain)


“Maksudku, bahkan jika dia terlihat jinak, kau tidak tahu apa yang dia pikirkan!” desak Yuri-san.


Tsuchiya Yuri, usia 49 tahun, lajang. Bekerja sebagai humas di perusahaan kosmetik. Setelah lulus kuliah, seperti orang lain, dia disibukkan dengan pekerjaan dan pengangkatannya dan sekarang menjadi manajer departemen. Meski demikian, dia bekerja keras seperti orang lain, dia menikmati hidup seperti orang lain. Hanya satu kekurangannya. Yuri... belum menikah!


Dan obrolan tante-keponakan ini pun beranjak soal pernikahan atau karir. Yuri berpikir ia sudah cukup bahagia dengan hidupnya sekarang, jadi tidak perlu mencari alasan untuk menikah.


“Aku iri padamu, Yuri. Melakukan pekerjaan yang kau sukai, bertanggung jawab pada semua proyek, bahkan melatih anak buahmu.”


“Hal-hal itu tidak membuatku bahagia,” elak Yuri cepat.


“Hah? Namun itu berarti perusahaan membutuhkanmu. Ya, itu hal yang harus disyukuri,” ujar Mikuri. Ponselnya berbunyi. Ternyata pesan dari Hiramasa-san yang mengatakan kalau minggu depan dia bisa datang lagi untuk bersih-bersih rumah. Artinya pekerjaan Mikuri disetujui oleh Hiramasa. “Aku diterima bekerja!” seru Mikuri senang.



Mikuri datang ke apartemen Hiramasa-san seperti biasa di hari Jumat. Hiramasa meminta Mikuri hanya menyedot debu dan mencuci saja. Selain itu ia juga memberikan daftar belanjaan yang harus dibeli Mikuri.


Aku sendiri terkejut aku bisa begini bahagia melakukan pekerjaan rumah tangga. Pakaian dalam? Tidak ada satu pun pakaian dalam di sini. Aku tebak dia memisahkannya lebih dulu. Aku mencuci pakaian dalam ayahku di rumah, jadi aku tak keberatan. Namun sepertinya majikanku pengertian. Mungkin karena aku lebih muda darinya. Mengetahui ilmu psikologi sebenarnya sedikit membantu. Apa yang majikanku benci dan apa yang dia sukai. Ini bukan pekerjaan wajibku, tetapi setiap kali, aku membersihkan satu area secara menyeluruh. Maksudku dengan waktu yang kupunya.



Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Mikuri masih sempat membuat catatan kecil untuk Hiramasa-san. Membaca catatan yang ditinggalkan Mikuri, ekspresi Hiramasa-san sedikit berubah, lebih tampak cerah.


Baginya, ini bukan pekerjaan luar biasa. Seminggu sekali selama tiga jam. Jika diukur dengan gaji bulanan, hanya 24.000 yen per bulan. Bahkan jika dia meneruskan pekerjaan ini, impiannya tidak akan terwujud. Meski begitu mengapa dia bekerja begitu giat?



Mikuri makan malam bersama kedua orang tuanya seperti biasa. Sepertinya mereka asyik mengobrolkan sesuatu, yang tidak diketahui Mikuri. Tanpa membicarakan lebih dulu, ternyata ayah dan ibunya telah membeli sebuah rumah gaya lama di Tateyama, Chiba.


“Kami memutuskan untuk pindah dari sini di akhir bulan. Kau harus berhenti dari pekerjaanmu,” ujar ayah Mikuri, membuat kaget.


“Maaf ini sangat mendadak,” sambung ibunya.


“Tunggu...!” tapi lagi-lagi protes Mikuri tidak didengarkan oleh kedua orang tuanya ini. Mereka sudah dengan seenaknya sendiri mengambil keputusan dan sekarang asyik membahas soal renovasi rumah itu tanpa mempedulikan protes Mikuri sama sekali.


Mikuri yang tidak punya pekerjaan, tidak mungkin tinggal sendiri. Jadi, pilihannya adalah ikut pindah juga bersama orang tuanya. Mikuri sempat protes, karena rumah itu adalah rumah gaya lama. Tapi orang tuanya tidak mendengarkan. Mereka hanya ingin bisa tinggal di rumah gaya lama dan menikmati masa pensiun ayah Mikuri. Jika ikut pindah, artinya Mikuri juga harus berhenti bekerja sebagai pembersih rumah di apartemen Hiramasa-san.



Remah makanan yang ditemukan Mikuri di kursi yang ada di balkon ternyata makanan burung. Hiramasa-san yang sengaja meletakkan remah itu di sana, agar ada burung yang datang untuk makan.


“Ini sepertinya emprit jepang. Dia kadang datang ke sini. Sepertinya dia hidup bebas di lingkungan ini. Aku khawatir karena tidak melihatnya belakangan ini. Syukurlah dia baik-baik saja. Kalau begitu, aku berangkat kerja dulu,” pamit Hiramasa-san kemudian.


Tapi Mikuri menghentikan Hiramasa-san dan mengajaknya bicara. Ia pun menceritakan kalau orangtuanya akan pindah ke Tateyama, jadi ia tidak bisa lagi bekerja sebagai pembersih rumah.


“Ini masalah keluargamu, aku juga tidak bisa apa-apa,” komentar Hiramasa-san, tanpa ekspresi apapun.


“Aku akan bekerja sampai akhir bulan,” lanjut Mikuri.



Hiramasa-san kemudian membahas soal kawat nyamuk yang telah dibersihkan oleh Mikuri. Mikuri minta maaf karena belum minta izin lebih dulu.


“Saat aku membuka gorden di Sabtu pagi, ruangan ini lebih terang dari biasanya. Aku bertanya-tanya apa sebabnya. Lalu kupikir "Oh! Kawat nyamuk!" Aku menyadari kawat nyamuknya bersih. Hal itu membuat perasaanku gembira, dan membuatku berpikir Aku bersyukur telah mempekerjakanmu, Moriyama. Jika memungkinkan aku ingin kau terus bekerja di sini,” ujar Hiramasa-san pelan.


Ternyata jawaban Mikuri tidak terduga, “Aku juga. Lebih dari itu, menjadi pekerja inap! Bisakah Anda mempekerjakanku?” pinta Mikuri.


Hiramasa-san terkejut dengan tanggapan Mikuri, “Seperti yang kau pikir, tinggal bersama perempuan sebelum menikah akan...”


“Kalau begitu, kenapa tidak menikahiku?” tembak Mikuri tanpa ragu. “Meski ini pernikahan, ini akan seperti pekerjaan. Aku akan seperti pekerja rumah tangga biasa. Seperti kawin kontrak!” melihat ekspresi Hiramasa-san yang bengong, Mikuri pun segera sadar diri. “Omonganku tidak masuk akal, ya? Maaf atas ucapanku yang tidak masuk akal. Aku hanya bercanda, meski tidak ada yang tertawa. Oh, Anda akan telat masuk kerja! Ini, ambil ini. Maaf sudah menahan Anda. Cepat, Anda akan terlambat. Cepat!” Mikuri memberikan tas kerja milik Hiramasa-san dan memintanya segera berangkat bekerja.



Setelah Hiramasa-san berangkat, tinggal Mikuri yang justru meringkuk di lantai. Ia merasa begitu malu sudah mengatakan ide soal pernikahan barusan pada Hiramasa-san. “Ini semua karena percakapan aneh dengan Yassan dua hari lalu!”


Dua hari sebelumnya, Mikuri bertemu dengan temannya, Yassan yang sudah menikah dan memiliki seorang putri. Yassan mengatakan kalau ia percaya suaminya selingkuh dan tengah mencari buktinya. Karenya itulah Yassan pun memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya.


“Bagaimana mungkin aku tahan? Mencuci pakaian dalam atau memasak untuk pembohong. Dia tidak pernah mengucapkan "terima kasih" sebelumnya. Dia bertingkah seolah-olah semua itu kewajibanku. Meski demikian, aku tidak melakukan apa-apa selain mengurusnya selama tiga tahun ini. Semua itu untuk apa? Kalau kau bekerja selama tiga tahun, kau bisa membangun karier. Namun jika ibu rumah tangga selama tiga tahun bercerai, tidak ada artinya,” curhat Yassan pada Mikuri.


“Hirari masih ada di sini, 'kan?” Mikuri menunjuk bayi perempuan tidak jauh dari mereka.


“Aku tidak keberatan merawatnya. Aku akan melakukan segalanya. Apa yang membuatku kesal adalah, Kalau dari gajinya, aku yakin dia tidak akan membayar uang kompensasi atau tunjangan anak. Yang berarti pada akhirnya aku yang harus membesarkannya sendirian. Meskipun aku tidak punya karier atau uang simpanan. Kebutuhan ibu tunggal tentu saja besar. Siapa yang akan mempekerjakanku? Omong-omong, jika kau menghitung gaji ibu rumah tangga per tahun ... “


“Kudengar mencapai 3.041.000 yen,” sambung Mikuri.


“Kau paham benar, ya. Namun kalau kau menikah, kau tidak digaji meski kau mengerjakan pekerjaan rumah.”


Dan ide itu pun melintas di kepala Mikuri, “Bagaimana kalau begini? Memasangkan seorang laki-laki yang membutuhkan pekerja rumah tangga dan perempuan yang suka melakukannya. Majikan dan pekerja. Kawin kontrak berbayar. Itu mungkin dilakukan. Bagaimana?”


“Tidak, tentu saja tidak! Bagaimana dengan malam hari?” tanya Yassan. “Sedikit biaya tambahan karena tinggal serumah? Tidak, aku tidak akan melakukannya. Kau tidak bisa melakukannya kalau kau tidak jatuh cinta, 'kan?”


“Lalu, kenapa tidak menikah saja sebagai sepasang kekasih? Itu pernikahan normal.”



Hiramasa-san bekerja seperti biasa. Tapi kali ini ia tidak fokus dan justru menarik perhatian Numata-san. Bahkan Hiramasa justru mengetikkan hal yang seharusnya tidak diketik dalam programnya.


“Kau seperti sedang melamun, tapi sebenarnya kau menyimak,” ujar Numata-san.


“Aku tidak melamun,” elak Hiramasa-san cepat.


“Setiap dua puluh menit sekali, kau berhenti bekerja seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya kebetulan melihatnya. Kebetulan. Tak disengaja. Kenapa tidak mencoba mendiskusikannya dengan seniormu yang hebat ni?” Numata-san menawarkan.


“Tidak ada yang perlu didiskusikan,” tolak Hiramasa cepat.


Terus dibujuk, akhirnya Hiramasa sedikit bercerita soal ‘teman-nya’ ini. Dan soal kata-kata ‘menikahiku’. Tapi obrolan mereka belum selesai saat ada pekerjaan lain datang.



“Minta perhatiannya sebentar! Jadi, perusahaan sistem registrasi di Milan, sebagian spesifikasinya akan berubah. Kalian bisa mendengar detailnya dari Nabe dari bagian penjualan. Oke, silakan!” sang manajer kemudian melarikan diri.


Para karyawan itu kemudian melihat detail pekerjaan yang ditinggalkan pada bagian penjualan, Nabe. Ternyata itu artinya mereka harus menulis ulang program yang sebenarnya diselesaikan dalam waktu satu bulan. Padahal, waktunya hanya ... hingga minggu depan!


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Nggak sengaja nonton drama ini sih. Awalnya karena dikasih tahu sama teman. Nggak tertarik-tertarik amat, soalnya bukan selera Na. Eh tapi ... setelah nonton episode satu, Na berhasil dibuat senyum-senyum sama drama ini. Sebuah drama kehidupan yang biasa terjadi, tapi dikemas dengan apik. Dan sukses bikin ketagihan bin galau nunggu episode berikutnya.


Entah sudah berapa drama neng Yui Aragaki yang Na tonton. Tapi, baru kali ini Na nonton drama neng Yui dengan rambut pendek. Sepertinya lebih asyik aja sih, cocok dengan karakter Mikuri yang ceria. Pemeran utama prianya, om Hoshino Gen, pertama kali Na tahu dia main di Detektif Q. Drama lama sih. dan beberapa kali muncul juga di drama lain. Tapi baru kali ini Na tahu kalau dia ini adalah aktor, seiyu dan juga penyanyi. Dan setelah ditonton sampai episode-episode berikutnya, Na akhirnya ngerti kenapa om Gen yang dipilih memerankan karakter Tsuzaki Hiramasa-san ini. Cocok banget lah.


Lagu di ending drama ini asyik banget. Apalagi ada gerakannya juga. Oh ya, karena Na posting Cuma dua kali satu minggu, jadi mungkin agak lama. Mohon sabar ya, dan terimakasih selalu.

Bening Pertiwi 12.43.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 2 end. Misaki setuju untuk mulai hubungan baru dengan Reiji. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Masih ada keraguan dalam hati Misaki. Dan bagaimana Reiji meyakinkan Misaki soal hubungan mereka?


Reiji mendapat ide, agar Misaki mau datang ke apartemennya. Ayahnya, Kozo-san. Reiji pun menyuruh sopirnya untuk kembali menjemput Kozo-san, lengkap dengan perlengkapan membuat soba-nya.


Kozo-san tengah memipihkan adonan untuk membuat soba. Sementara itu sekt.Maiko dan Katsunori-san membuat kuahnya. Dan Ieyasu yang malam itu bergabung, turut membantu. Seperti sebelumnya, Ieyasu ini bersikeras membawa ayam goreng, meski itu tidak cocok dengan soba.


Tapi protes sekt.Maiko tidak membuat Ieyasu mundur dari ayam gorengnya. Ia justru ingin memasangkan hal yang mustahil. Obrolan pun merembet soal Reiji dan ayahnya, bahkan soal Reiji dan Misaki, yang sekilas tidak mungkin bersama. Saat itu Reiji baru selesai mandi. Ia tidak suka dengan obrolan Ieyasu ini.


“Bisakah kita mulai lagi dari titik sebelum bicara soal soba?” pinta Ieyasu.


“Diamlah!”


Saat itu bel berbunyi. Ieyasu meminta Reiji menyelesaikan mengeringkan rambut, sementara ia yang akan membukakan pintu.



Ternyata Misaki yang datang. Setelah semua selesai, mereka pun makan malam bersama. Misaki memuji soba buatan Kozo-san.


“Manis!” seru Ieyasu melihat Misaki. “Saat Misaki-san makan soba bahkan ... “


Tapi Reiji yang cemburu buru-buru menyumbal mulut Ieyasu dengan potongan ayam goreng.


Obrolan berlanjut dengan hal-hal ringan. Soal soba yang enak, pekerjaan Misaki dll. Misaki penasaran kenapa Kozo-san kembali, padahal dia sudah pamit untuk pulang. Tidak ingin misi sebenarnya ketahuan, Reiji pun memotong pembicaraan. Dia yang menjelaskan kalau Kozo-san kembali lagi, karena benar-benar ingin Misaki mencoba soba buatannya. Misaki pun tidak bertanya lagi.



Makan malam sudah selesai. Sekt.Maiko dibantu Ieyasu beres-beres meja. Misaki tengah mencuci piring-piring bekas makan mereka. Sementara Kozo-san yang kelelahan sudah rebahan di atas sofa. Dia sudah ge-er karena diselimuti, berpikir kalau itu adalah Reiji. Ternyata itu Katsunori-san.


Setelah selesai, Reiji mengkode Misaki untuk bicara di teras. Reiji menawari jika Misaki akan menginap. Tapi Misaki langsung menolak begitu saja dengan alasan dia punya sift pagi besok. Tapi Reiji tidak kehilangan akal. Dia beralasan kalau Kozo-san ingin bicara, dan akan kesal kalau besok saat bangun, ternyata Misaki sudah tidak ada.


Misaki akhirnya setuju untuk menginap. Mereka tidur di futon di lantai. Kozo-san ada di tengah antara Misaki dan Reiji. Reiji masih penasaran dengan Misaki. Ia pun melihat ke arah Misaki. Tapi saat tahu Misaki sudah tertidur, Reiji pun menyerah dan akhirnya tidur sendiri. Padahal ... Misaki sebenarnya juga belum tidur.



Pagi berikutnya


Reiji sudah mempersiapkan sarapan untuk ayahnya, Kozo-san. Ternyata pagi itu Misaki pergi awal. Kozo-san mengatakan kalau Misaki minta dihubungi jika Kozo-san datang ke tempat Reiji lagi. Ini membuat Reiji punya ide. Ia menawari ayahnya itu untuk tinggal bersama di apartemen, apalagi di penginapan, Kozo-san juga tidak melakukan apapun.


Kozo-san tampak kaget sekaligus heran dengan sikap Reiji yang berubah dengan tiba-tiba itu. ia pun berjanji akan memikirkannya. Tapi Reiji tidak mau jawaban tertunda. Ia minta agar Kozo-san tidak perlu memikirkannya dan cukup setuju saja.


“Kau capek kan? Kau demam atau batuk?” Reiji sudah berada di sebelah Kozo-san dengan tangan di atas meja.


Kozo-san heran, “Tidak sama sekali.”


“Mungkin kalau dicoba bisa kan?”


“Reiji, kau menakutiku,” komentar Kozo-san. Tapi Kozo-san pun mencoba untuk batuk dan berhasil.


“Kau ingin bermain dengan cucu kan?” bujuk Reiji lagi.


“Heh? Apa artinya kau dan Misaki-san akan menikah?!”


“Dan yang memegang kuncinya adalah kau, Ayah. Saat pulang nanti malam, aku ingin kau pura-pura batuk seperti tadi,” pesan Reiji.



Misaki baru saja pulang dan mendapati pesan Reiji di inbox ponselnya. Tapi dasar Reiji, tidak sabar menunggu jawaban, ia pun menelepon.


“Ayah harusnya pulang, tapi dia tidak merasa baik dan hanya tiduran di kasur. Aku pikir dia akan lebih baik jika melihatmua. Tolong datanglah. Tentu saja, aku tidak keberatan kalau kau juga akan menginap,” bujuk Reiji. Sesekali ia mendekatkan telepon pada Kozo-san yang tengah pura-pura terbatuk.


“Rei-san, kau tidak bohong kan?” tembak Misaki.


Terlanjur basah, Reiji pun melanjutkannya, “Aku baru saja melihatnya, dan sepertinya dia sudah lebih baik. Kau tidak perlu kesini.”


“Rei-san, hari libur besok, bisakah kita bicara serius?” pinta Misaki kemudian.


“Tentu saja. Dimana kita akan bertemu?”


“Bagaimana jika di tempatmu saja,” usul Misaki.


“Tentu. Tapi tidak apa di tempatku?”



Selesai menutup telepon, Reiji beranjak ke bak cuci. Ada cucian kotor di sana yang harus dibersihkan. Kozo-san pun menyusul. Ia ingin tahu yang terjadi. Tapi ternyata Reiji mengatakan kalau Misaki tidak akan datang malam itu.


“Sekarang, lupakan dulu soal ajakanku untuk tinggal bersama,” ujar Reiji pada ayahnya itu.


“Maaf kalau begitu,” kata Kozo-san. “Sepertinya aku membuat masalah lagi.”


“Kenapa harus minta maaf? Itu bukan salahmu,” elak Reiji.


“Ya, tapi tetap saja. Ada gen-ku dalam dirimu. Gen itu yang membuat kau tidak berhasil dengan wanita. Jadi, aku yang sudah membuat masalah,” sesal Kozo-san.


“Jangan minta maaf soal hal seperti itu. Lagipula, kau tidak terlalu buruk kok memperlakukan wanita,” ujar Reiji. “Dan ... aku hargai usahamu untuk pura-pura batuk tadi.”


Kozo-san pun tersenyum senang dengan tanggapan putranya ini. (cieeee ... jadi ayah dan anak udah baikan ini ya ceritanya)



Hari libur yang dijanjikan tiba. Reiji masih sempat beres-beres rumah dan mencuci terlebih dahulu sebelum Misaki datang. Setelah Misaki datang, mereka pun makan bersama dan ... mulai bicara.


“Soal ajakanmu untuk tinggal bersama ... “ Misaki ragu melanjutkan.


“Oh itu. Kau sepertinya ingin pelan-pelan saja. Tapi, meski tinggal bersama, kita bisa mempertahankan hubungan kita tetap dalam level ini. Jadi, bisakah kau pikirkan lagi soal tawaran itu?” sambar Reiji.


“Aku ... tidak ingin kita tinggal bersama,” ujar Misaki akhirnya.


“T-tapi kenapa?” Reiji kaget.


“Sejujurnya, aku takut. Aku berpikir, kalau kita tinggal bersama, hanya karena satu kesalahan saja, kau akan langsung mengatakan ‘pergi!’. Aku takut itu terjadi.”



“Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal menakutkan itu?”


“Kau mengatakannya dua kali. Kau mengatakan ‘kau dipecat’, dan aku pergi dari perusahaan. Saat aku kembali bekerja, kau bahkan menyuruhku untuk pergi dari perfektur Kanagawa.”


“Itu masa lalu,” elak Reiji.


“Sepertinya itu salahku juga. Tapi Rei-san, kau tipe orang yang tidak akan memaafkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gayamu. Jika ada yang tidak mau kau maklumi, kau akan langsung memutusnya. Itulah kenapa aku takut,” cerita Misaki.


“Aku tidak akan mengatakan ‘kau dipecat!’ atau ‘pergi!’ lagi,” janji Reiji.


“Kenapa kau yakin akan melakukan itu?”


“Aku tahu rasa sakitnya. Jika aku sendiri tidak bisa menahan rasa sakit itu, bagaimana dengan orang lain. Saat kita bertemu, aku jadi tahu rasa sakit. Goethe salah. ‘Those who do not love their loved ones' shortcomings, cannot truly say 'I love you'. Aku yang sekarang akan berpikir ‘Those who do not try to fix their shortcomings for the sake of their loved ones, cannot truly say 'I love you'.


“Kenapa kau berkeras agar kita tinggal bersama?”


“Jika kau bersamaku, aku jadi aneh. Tapi, jika kau di sini, aku bisa berubah. Mulai sekarang, meski ada hal yang tidak membuatnya nyaman, aku akan berusaha menyesuaikan. Jadi, bisakah kau berikan kesempatan untuku berubah?” bujuk Reiji lagi.



Beberapa hari kemudian.


Misaki setuju untuk tinggal bersama Reiji. Pagi itu, Misaki tengah asyik di dapur mempersiapkan makanan. Reiji yang baru mandi datang menyapa. Ia tampak sangat gembira menggoda Misaki yang tengah memasak. Bahkan Reiji berulangkali menyebut nama-nama lauk yang tengah dipersiapkan oleh Misaki. (bener-bener kekanak-kanakan banget deh si abang satu ini)


Setelah ganti baju, Reiji pun makan bersama Misaki. Tapi ia menemukan nasinya terlalu lembek. Lalu, telur mata sapi-nya, memiliki kuning telur yang utuh. Reiji tampak berhenti sebentar. Tapi saat ditanya oleh Misaki, Reiji tidak mengatakan apapun.



Tidak bisa mengeluh di rumah, Reiji pun mengeluh di kantor. Dan seperti biasa, sekt.Maiko masih setia mendengarkan keluhan Reiji.


“Ini benar-benar titik buta. Saat aku mencoba masakan Misaki setelah kami kencan secara resmi. Aku tidak mengira akan ada masalah soal caranya memasak,” curhat Reiji sambil memandangi ikan-ikan medaka-nya di akuarium.


“Bukankah kau bilang, kemampuan Misaki-san memasak luar biasa?”


“Kemampuannya memang luar biasa. Tapi masalahnya, selera kami berbeda. Aku lebih suka nasi tidak terlalu lembek, dan kuning telur di telur mata sapiku agak berantakan. Tapi nasi buatan Misa-san terlalu lembek. Dan kuning telur di telur mata sapinya, bulat sempurna. Aku ingin menambahkan saus kedelai di natto-ku setelah mengaduknya. Tapi Misa-san memasukkanya sebelum diaduk. Aku ingin piring dicuci langsung setelah digunakan. Tapi Misa-san membiarkannya nanti setelah agak banyak. Aku baru sadar, kalau perbedaan kami cukup banyak.”


“Bukankah Anda mengatakan akan memahaminya?”


“Tentu saja. Aku akan merubah kebiasaanku. Itu syarat kami tinggal bersama.”



“Apa kau tahu di mana aku meletakkan handukku?” tanya Reiji.


“Aku mencucinya. Kenapa, tidak boleh?”


“Bukan begitu. Itu karena baru digunakan sehari saja.”


“Aku rajin untuk urusan cuci pakaian. Setelah sekali digunakan, letakkan saja di keranjang cucian. Kuletakkan pakaianmua di sini,” ujar Misaki meletakkan sekolah pakaian Reiji.


Reiji melihat pakaian yang sudah terlipat rapi itu. Ia merasa tidak suka dengan cara Misaki melipat kaos kakinya, yang dibalik seluruhnya. Padahal gaya Reiji hanya ditekuk sedikit saja. Dengan kesal Reiji pun membuka kaos kaki-kaos kakinya dan mulai melipatkanya lagi dengan gayanya sendiri.



Satu minggu kemudian.


Reiji pulang lebih dulu dengan wajah kusutnya. Ia langsung menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor sisa makan tadi pagi. Tidak lama setelahnya, Misaki juga pulang. Melihat Reiji yang tampak manyun, Misaki tahu, pasti ada sesuatu.


Misaki pun memaksa Reiji untuk bicara jujur. Tapi Reiji berkeras tidak ada apapun. Misaki kesal, karena sikap Reiji belakangan makin galak. Padahal mereka tinggal bersama. Jadi harusnya, tidak ada yang saling disembunyikan. Reiji ikut kesal. Ia berpikir, kalau ia komplain artinya dia tidak cukup toleran. Dan ia tidak siap untuk bisa menerima Misaki beserta sikapnya, serta tinggal bersama dengannya.


“Kita punya banyak perbedaan selera,” ujar Reiji akhirnya setelah dibujuk dan berdebat dulu dengan Misaki.


Misaki heran. “Tolong katakan yang sebenarnya!”


“Tapi janji, kau tidak akan pergi kalau aku bicara jujur,” pinta Reiji yang diiyakan oleh Misaki. “Kita sudah tinggal bersama, tapi sampai kapan kita akan terus bicara formal? Kau tidak tahu betapa menyakitkannya soal formalitas seperti itu.”


“Baik, aku mulai bicara secara kasual,” ujar Misaki dengan gaya informal/kasual


Reiji kaget. Meski ia yang mengusulkan, ia sendiri juga yang menarik ide itu dan minta agar Misaki kembali bicara dengan bahasa formal saja.


“Baiklah. Bagaimana kalau pelan-pelan dulu. Kita akan bicara bahasa kasual setiap 10 ucapan bahasa formal dulu,” usul Misaki. Reiji pun setuju dengan ide ini. “Ada lagi?”



“Apa kau suka nasi lembek?” tanya Reiji. Ia mengekor Misaki yang meletakkan bajunya.


“Tidak. Aku tidak suka sama sekali.”


“Tapi nasi buatanmu setiap pagi sangat lembek.”


“Itu karena ricecooker di sini, bukan seperti yang biasa kugunakan. Jadi aku belum terbiasa,” aku Misaki.


“Benarkah?”


“Lihat kan? Kalau kau mengatakannya, ini bisa diselesaikan dengan mudah?” pembicaraan mereka perlahan tidak kaku dan tegang lagi.


Reiji pun melanjutkan protesnya. Dari telur mata sapi yang kuningnya berantakan, hingga cara memakan natto. Dan terakhir soal mencuci piring setelah makan. Reiji ingin langsung dicuci. Tapi ia tidak akan memaksa Misaki melakukan hal yang sama untuk piring yang digunakannya.


“Bagaimana jika kau yang melakukannya juga (mencuci piring)?” ujar Misaki dengan bahasa kasual.


Reiji kaget. Tapi juga senang dengan gaya bicara Misaki. Mereka akhirnya sepakat kalau soal cuci piring akan dilakukan Reiji semua. Misaki senang juga karena sudah dibantu.


“Kau pasti sangat lapar,” komentar Misaki.


Mereka pun membuat makan malam bersama. Sementara Misaki mempersiapkan lauk untuk makan, Reiji kebagian jatah menanak nasi, seperti gayanya.



Setelah makan malam, Reiji pun mencuci piring-piring dan perlengkapan makan mereka. Sementara itu Misaki tengah belajar di ruang tengah. Reiji mengintip sedikit ke arah Misaki dan tersenyum.


Misaki pun melihat sebentar ke arah Reiji. Ia tampak bahagia.



Satu tahun kemudian


Pembukaan cabang baru hotel Samejima cabang Tokyo. Dan acara pernikahan di restoran Gosuke ... Wada-san dan kekasinya.


“Aku ingin berterimakasih pada Anda semua yang sudah mau datang meski sibuk. Kami juga ingin berterimakasih banyak sudah menyediakan tempat ini, pada presdir Samejma Hote, Samejima Reiij-kun. Dia menganggapku sebagai mentor. Dari urusan pekerjaan hingga cinta, dia berkonsultasi padaku soal banyak hal. Tujuan utamanya adalah menjadi hotel terbaik duni. Tapi, kenyataan tidak mudah. Setelah diambil alih adikku, Stay Gold Hotel lebih bersinar dan jadi hotel terbaik dunia dalam enam tahun berturut-turut. Sayangnya, tidak ada satupun cabang Samejima Hotel yang masuk sepuluh besar tahun ini. Jadi, saya sangat menunggu dengan dibukanya Samejima Hotel Tokyo ini,” ujar Wada-san. “Jadi, tetap semangat untuk mencapai yang terbaik. Para tamu, silahkan nikmati pestanya!”


Wajah Reiji sudah manyun dan ditekuk luar biasa, “Benar-benar orang ini!”



“Mahiro-chan, bisakah kau ambil fotoku dengan Wada-san?” pinta ketua tim Goro-san yang langsung diiyakan oleh Mahiro.


Lalu karyawan lain serentak berkumpul dan mulai bisik-bisik. Mereka bicara soal rumor, kalau Goro-san dan Mahiro kencan. Apalagi mereka beberapa kali tampak minum bersama hingga larut. Tidak ada jawaban pasti soal itu. Semuanya hanya menerka-nerka saja.


“Jadi, bagaimana kau bisa bergabung dengan perusahaan?” kali ini pertanyaan pada Ieyasu.


“MIuRA is CALLed untuk datang ke perusahaan. Pendeknya jadi Mira-Call. Artinya, dengan mempekerjakan Ieyasu Miura ini, Presdir akan mendapatkan MIRACLE atau keajaiban dalan industri perhotelan,” sombong Ieyasu.


Tentu saja para karyawan itu tidak ada yang percaya. “Fakta kau tidak juga dipecat adalah MIRACLE itu sendiri!”



“Kau ada apa-apa, hubungi aku. Aku pamit,” ujar Reiji pada Misaki.


“Baiklah. Semoga sukses.”


“Itu Cuma wawancara. Sampai jumpa lagi.”



Di sebuah tempat, Reiji sudah duduk di kursinya. Lalu ada beberapa kamera dan kru yang siap merekam. Di kursi sebelah ada ... Sakurai Sho. (kkkk ketawa lihat adegan ini. Terimakasih buat bang Sho yang udah jadi cameo di dramanya ini. Berharap sih member Arashi lain juga ikutan #ehe)


Sho membuka acaranya dan memperkenalkan Reiji. Ia bertanya, apa Reiji tegang yang dijawab Reiji dengan tidak secara tegas. Sho pun melanjutkan pertanyaannya.


“Sebentar lagi akan dibuka Samejima Hotel Tokyo, apa nilai plusnya?”


“Kalau soal menjadi hotel terbaik dunia, tidak ada nilai plus. Tampilan, tata ruang, layanan dan ruangan. Semuanya adalah standar terbaik dunia. Kalau tidak demikian, kami tidak akan pernah jadi yang terbaik,” ujar Reiji, agak nervous.


“Soal moto perusahaan sejak awal dibangun, ada perubahan. Bisa kau sebutkan hal itu?” pinta Sho pula.


Dengan sedikit malu, Reiji pun mengambil papan besar berisi moto-nya, “Target, full spedd, two monts ... with love.” Kalimat terakhir diucapkan Reiji dengan senyum malu-malu. “Apapun tujuannya, lakukan dengan cinta. Orang yang tidak tahu soal cinta, tidak akan bisa bekerja dengan baik.”


“Apa hal soal cinta itu jadi titik balik Anda?”


“Ah, pertanyaannya yang cerdas!”



Wawancara selesai dengan sukses. Sekt.Maiko lalu minta agar Reiji dan Sho mau diambil gambar, sambil menjabat tangan. Setelahnya, Sho pun pamit.


“Sakurai Sho-kun ... memujimu dan mengatakan ‘kau cantik’,” ujar Reiji pada sekt.Maiko yang ada di sebelahnya.


Sekt.Maiko tersipu, “Benarkah?”


“Tentu saja tidak. Aku bercanda. Jangan ge-er dulu!” Reiji pun tertawa senang karena berhasil mengerjai sekretarisnya ini.



Reiji bersiap pulang, seperti biasa diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. Sekt.Maiko bertanya soal Misaki. Reiji mengatakan kalau Misaki mengiriminya email dan mengatakan sudah sampai di rumah.


“Aku yakin dia menunggu di depan pintu, sambil melakukan pose Mitsuyubi,” sombong Reiji. (Mitsuyubi adalah pose berlutut dengan tangan di lantai, membungkuk)


Sekt.Maiko hanya tersenyum menanggapi ucapan Reiji, “Apa Misaki-san ingin segera menikah juga?”


“Aku tidak ingin buru-buru. Itu tergantung, waktuKU.”


“Sepertinya tidak berarti dia akan langsung setuju,” elak sekt.Maiko.


“Tentu saja dia akan setuju. Kami sudah tinggal bersama satu tahun, kami berlatih seperti pasangan menikah,” elak Reiji.



Tapi dering telepon mengalihkan pembicaraan. Reiji menerima telepon itu, dari Misaki. Tapi ia bicara dengan berbisik. Meski tetap saja, sekt.Maiko maupun Katsunori-san bisa mendengarnya.


Misaki minta tolong agar Reiji mampir membeli susu lebih dulu dan memastikan juga tanggal kadaluarsanya. Tidak hanya susu, Misaki pun minta tolong dibelikan beberapa bahan makanan lain, karena di rumah sudah habis. Reiji tidak menolak dan langsung mengiyakan saja. Telepon pun ditutup.


“Misaki-san luar biasa kan? Karena di bisa menelepon meski sedang melakukan pose Mitsuyubi,” sindir sekt.Maiko.


“Diamlah!”


“Presdir, Anda ingin mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Katsunori-san.


“Aku merasa haus. Mungkin perlu beli susu,” Reiji membuat alasan. Tapi senyumnya makin terkembang. Cinta tersulit yang harus dilaluinya ternyata membuat lebih dewasa.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yatta!!! Akhirnya sinopsis ini selesai juga. Gomene, teman-teman. Agak lama ya. Kesibukan dunia nyata benar-benar menyita waktu akhir-akhir ini. Dan minggu ini, Kelana juga akan kembali hiatus, karena blog akan maintenance/perawatan rutin. Mohon sabar ya.


Ini salah satu drama keren di 2016. Sosok Reiji yang sok keren dan cool, ternyata memiliki sisi kekanak-kanakan. Tapi kehadiran Misaki perlahan membuat Reiji lebih manusiawi dan berubah lebih dewasa.


Ah ... karakter Reiji di drama ini benar-benar kuat. Nggak heran sih, bang Satoshi Ohno pun diganjar aktor terbaik. Nggak ada yang bisa menggantikan Reiji. Dan pertarungan Reiji untuk memiliki hotel terbaik di dunia, justru mengantarkannya mendapatkan hal tak tergantikan, cinta. Alur ceritanya sendiri memang rapi. Penggambaran tiap karakternya juga kuat. Tidak hanya tokoh utama saja, pemeran pembantu di drama ini juga mendapatkan porsi mereka sendiri. Meski di akhir cerita disebutkan kalau tujuan awal Reiji memiliki hotel terbaik, gagal. Ia akirnya mendapatkan tujuan sebenarnya, cinta.


Oh ya, hiatus kali ini, Na juga memikirkan banyak hal. Termasuk keberlangsungan blog yang sudah bertahan nyaris enam tahun ini. Life must go on. Ada banyak hal lain yang ternyata ingin Na kejar juga. Bukan berarti Na berhenti nulis. Cuma mungkin, bagi-bagi waktu untuk tulisan lainnya juga. Hmm ... Na belum buat keputusan apapun sih. Tapi, Na akan pikirkan lagi soal kelanjutan blog ini. Harap maklum.


GAMBAR DALAM PROSES UPLOAD
Bening Pertiwi 13.58.00
Read more ...