‘Kayaknya kenal sama judulnya nih?’ Ada yang berpikiran begitu? Bener banget. Movie yang akan Na bahas kali ini adalah movie adaptasi dari sebuah novel, yang juga ada versi bahasa Indonesianya. Judul aslinya novelnya di Jepang sana, Ankoku Joshi atau The Dark Maidens, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tapi tetap dengan judul dalam bahasa Inggris, Girl in The Dark, terbitan penerbit Haru. Ada yang udah pernah baca? Tahu dong ya ceritanya. Nah, sekarang saatnya review adaptasi filmnya.



The Dark Maidens (English title) / Girls in the Dark (literal title)


Romaji: Ankoku Joshi


Sutradara : Saiji Yakumo


Penulis : Rikako Akiyoshi (novel), Mari Okada


Produser : Hitoshi Matsumoto, Naomi Akashi


Sinematografer : Koichi Nakayama


Tanggal rilis : 1 April 2017


Durasi : 105 menit


Genre : Misteri / sekolah


Distributor : Toei, Showgate


Bahasa : Jepang


Negara : Jepang




Film ini adalah adaptasi dari novel ‘Ankoku Joshi’ yang ditulis oleh Rikako Akiyoshi-sensei dan pertama diterbitkan dari Desember 2012 hingga Maret 2013 di majalah novel mingguan Shoetu Suiri. Novel ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia lewat penerbit Haru dan terbit pada tahun 2014 dan juga merupakan salah satu buku best seller.


Cerita dimulai dari kematian Itsumi Shiraishi yang diperankan Marie Iitoyo. Seorang ‘putri’ dan ‘dewi’ di SMA Seibo Maria. Dia jatuh dari atap bangunan sekolah. itsumi adalah putri dari petinggi sekolah dan menjadi sumber iri bagi siswa yang lain. Apakah Itsumi bunuh diri atau dia terbunuh tidak sengaja, atau bahkan sengaja dibunuh?


Saat ditemukan, Itsumi memegang bunga lili. Rumor beredar kalau seseorang dari klub sastra membunuh Itsumi. Itsumi adalah presiden dari klub sastra. Sahabat dekat Itsumi, Sayuri yang diperankan oleh Fumika Shimizu, sekarang memegang posisi presiden dan mengadakan pertemuan klub rutin bersama anggota yang lain. Mereka bergantian membacakan cerita yang dibuat oleh masing-masing anggota, dengan tema pertemuan ‘Kematian Itsumi Shiraishi’.



Selain Itsumi dan Sayuri, ada juga peran lain seperti Hojo-sensei yang diperankan Yudai Chiba, Nana Seino sebagai Shiyo Takaoka, Yuna Taira sebagai Mirei Nitani, Tina Tamashiro sebagai Diana Dacheba dan Riria Kojima sebagai Akane Kominami.


Posting at www.elangkelana.net


Kelana’s note :


Selain Girl in The Dark, novel Rikako Akiyoshi-sensei yang lain juga sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit yang sama adalah Holy Mother dan The Dark Return . (si Na malah iklan buku, hehe)



Ok, jadi Na lebih dulu baca novelnya dibanding nonton filmnya. Dan seperti biasa, ekspektasi selalu tinggi. Film adaptasi Jepang pada umumnya banyak memuaskan penonton, karena memang dibuat semirip mungkin dengan deskripsi dalam buku.


Seperti bukuanya, bagian awal film ini juga sudah disuguhkan dengan tempat serta adegan yang berkesan gelap, dingin dan menyeramkan. Khas film seram Jepang. Secara keseluruhan, film ini memang benar-benar mengadaptasi apa yang ada di buku tetapi dalam bentuk visual. Meski memang ada beberapa detail yang dilewatkan, tapi secara keseluruhan, film ini sama sekali tidak mengubah cerita.


Yang agak buat kaget adalah peran Hojo-sensei yang dipercayakan pada Chiba Yudai. Makhluk imut satu ini masih cocok kok memerankan karakter anak SMA sekalipun. Meski di sini perannya jadi sensei, ternyata sangat cocok saat harus beradegan dengan sosok Itsumi yang masih SMA. Sosok Itsumi yang dideskripsikan sangat cantik dan anggun pun dibawakan dengan baik oleh Marie Iitoyo yang masih sangat muda. Dan peran penting dalam cerita ini, Sayuri pun diperankan secara misterius-annoying oleh Fumika Shimizu.


Yang agak disayangkan dari film ini adalah adegan saat di luar negeri. Sepertinya masih perlu untuk dirapikan lagi. Well, meski pakai cgv, sepertinya masih bisa lebih bagus lagi kan?


Seperti dalam novelnya, kekuatan film ini juga terletak pada jalan ceritanya yang rapi. Lupakan dulu beberapa tempat yang nggak sesuai saat adegan di luar negeri. Penonton maupun pembaca novelnya akan dibawa menebak-nebak siapa sosok ‘gelap’ yang sebenarnya dibalik kematian Itsumi. Dan yang terpenting adalah ‘gong’ di ending cerita yang sama sekali tidak terpikirkan oleh pembaca ataupun penonton.


Buat kamu yang mau nonton langsung, silahkan. Mau baca novelnya dulu juga boleh. Nggak banyak yang berbeda kok, jadi nggak akan kecewa. Keduanya tetap seru dan menarik untuk disimak.


Saatnya penilaian nih, Na kalih 9/10 deh. Kecuali untuk setting yang nggak rapi itu, hehehe. Selamat membaca dan menonton ya ... ^_^

Bening Pertiwi 15.26.00
Read more ...

Author: Elang Kelana


Rating: T


Genre: romance, SU


Main Cast:


- Sato Junpei


- Kiriyama Reika / Kirana Erika Putri (OCs)


Other casts:


Higashi Osamu – script writer senior. Reika menjadi asisten Osamu-sensei ini.


Yamashita Tatsuo – sutradara


Yamada Hikaru – sahabat sekaligus rekan kerja satu agensi Reika


Tatsumi Kanako – sahabat Reika di kampus


Profesor Matsushima – dosen Reika di kampus


Sato Kazuo – Manager Junpei


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.



Setahun silam ...


Sumimasen-permisi,” ujarku pelan para pria di hadapanku.


Pria bertopi itu tampak kaget. Ia menatapku dari balik kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.


“Boleh saya duduk disini?” tanyaku dalam bahasa Inggris sambil menunjuk kursi kosong di sampingnya. Aku baru ingat kalau tidak lazim orang Jepang menggunakan bahasa Inggris.


Dia terdiam sebentar, tampak mencerna kalimatku, “Ah, dozo-silahkan,” ujarnya kemudian.


“Ah arigatougozaimasu-terimakasih,” kuhempaskan badan di kursi kosong di sebelah pria itu. Aku melihat sekeliling. Kulirik jam di tangan kiriku, sudah lewat pukul sepuluh malam, pantas sebagian besar isi gerbong sudah kosong. Perjalananku sekitar 30 menit, jadi masih ada sedikit waktu untukku menyandarkan kepala sekedar melepas penat. Kulirik pria di sebelahku itu. Tapi kaca mata hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya membuatku tak leluasa melihat ekspresi wajahnya.


Rupanya ia sadar kalau kuperhatikan, “Ada apa?” tanyanya.


Aku salah tingkah, “Ah, tidak. Go-gomenasai-maaf,” ujarku terbata-bata. Bahasa Jepangku belum lancar.


Pria itu lalu melepas topi dan kaca mata hitamnya. Dia memajukan wajahnya di hadapanku, “Kau bukan orang Jepang?” tanyanya tiba-tiba.


Kaget melihat sikapnya, buru-buru membuatku menarik tubuh menjauh, “Ah, benar. Saya keturunan Jepang-Indonesia,” akuku kemudian.


Dia menarik tubuhnya dan kembali duduk seperti semula, “Ah, syukurlah. Jadi kau tidak mengenalku,” ujarnya pelan nyaris seperti gumaman.


Sumimasen?” ujarku heran.


“Ah jadi kau dari Indonesia. Siapa namamu?” tanyanya kemudian.


Watashimo Kiriyama Reika-desu, saya mahasiswi dari Indonesia,” ujarku mulai melunak.


Tapi sepertinya pertanyaan ini hanya basa-basi saja. Pria di sebelahku tadi tidak benar-benar mendengarkan ucapanku. Kuhembuskan nafas berat, “Memang tidak mudah tinggal di negeri orang,” rutukku dalam hati. Kurapatkan mantelku dan kembali bersandar ke dinding di belakangku, memejamkan mata sejenak.


***


Namaku Kiriyama Reika. Aku keturunan campuran Jepang-Indonesia. Nama ayahku Kiriyama Ren dan ibuku Larasati. Selain nama Jepang, aku juga punya nama Indonesia yang diberikan oleh nenek dari ibuku—yang selalu kupanggil yangti, Kirana Erika Putri. Hanya ibu dan yangti yang memanggilku dengan nama Indonesiaku, Ika.


Ayahku lebih banyak tinggal di Indonesia untuk menangani cabang perusahaan di Jakarta. Dan ibuku, dia adalah guru taman kanak-kanak. Jangan tanya bagaimana mereka bisa bertemu. Selama ini aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibuku. Sementara ayah sibuk dengan pekerjaannya. Aku punya seorang adik laki-laki bernama Rio Putra Dewanto, nama Jepangnya Kiriyama Ryo. Tapi dia lebih suka kupanggil dengan mana Indonesianya, Rio.


Meski lahir di Jepang, aku menghabiskan masa kecilku di negara bertabur sinar matahari itu. Baru setelah aku lulus SMA, ayah mengajak kami semua ke Jepang karena pekerjaannya menuntutnya untuk berada di kantor pusat. Dan seperti inilah aku sekarang. Meski ayah membiasakanku berbahasa Jepang selama di rumah, aku butuh satu tahun lebih untuk memperlancar bahasa Jepangku, sehingga aku masuk kuliah terlambat setahun. Di rumah, ibu tetap membuat aku dan adikku berbahasa Indonesia. Tidak ada perjanjian khusus soal ini, tapi sepertinya ayah dan ibu sepakat tidak membiarkan kami melupakan budaya asal kedua orang tua kami.


Berbeda dengan remaja Jepang pada umumnya, hingga tahun keduaku kuliah, aku masih tinggal bersama orang tuaku. Meski berada di Jepang, ibuku masih saja tetap mempertahankan budaya negeri asalnya. Ia tidak mengijinkanku sendirian di luar sana. Aku tidak pernah keberatan soal ini. Toh artinya aku tidak perlu repot memikirkan soal tempat tinggal dan makan sehari-hari.


***


Enam bulan silam


“Reika-san? Kau sudah bangun?” tanya suara di seberang.


 “Hmmm ... “ aku hanya bergumam tidak jelas. Kulirik jam di dinding kamarku, baru pukul enam pagi. Aku baru tidur jam empat tadi, setelah menyelesaikan tugas kuliahku dan juga mengedit naskah. Aku kuliah jurusan penulisan skenario dan bekerja magang di sebuah agensi. Dan tugasku setahun belakangan ini adalah menjadi asisten Higashi Osamu-sensei, script writer senior untuk melakukan editing penulisan dan finishing naskahnya.


“Ah maaf, sepertinya kau lembur lagi. Tapi ini gawat. Sutradara Yamashita Tatsuo-san meminta Osamu-sensei datang ke lokasi syuting. Tapi kau tahu kan kalau Osamu-sensei masih berada di Korea untuk konferensi. Jadi kau yang diminta datang,” mohon suara di seberang.


“Ah, Hikaru-san?” tebakku asal. Dia rekan satu agensiku yang bekerja sebagai sekretaris. “Kenapa aku harus datang? Bukankah jika naskah sudah jadi, script writer sudah tidak terlibat lagi?” Kupaksakan diriku bangun. Kulirik sekilas wajahku di cermin, berantakan. Benar-benar berantakan.


“Benar. Tapi ini benar-benar penting. Aku mohon. Asisten Yamashita Tatsuo-san mengatakan kalau ada beberapa hal yang perlu dikonfirmasi lagi,” suara sahabatku Yamada Hikaru itu semakin memelas.


“Ah, mau bagaimana lagi. Baiklah, aku akan datang. Tapi aku perlu mandi dan sarapan dulu sebelum berangkat. Emailkan saja alamat lokasi syutingnya, hm?” ujarku akhirnya.


Aku tidak dengar pasti yang digumamkan Hikaru selanjutnya. Tapi aku bisa menyimpulkan kalau ia terdengar sangat senang dan lega dengan keputusanku. Kuseret tubuhku ke kamar mandi, “Ah, mandi air hangat sebentar semoga bisa menghilangkan sedikit lingkaran hitam di mataku,” kuhembuskan nafas berat. “Padahal aku baru tidur dua jam!” umpatku kesal, akhirnya.


***


Masih enam bulan silam, beberapa jam kemudian ...


Aku tidak ingat ini hari apa. Yang pasti kuhapal adalah aku terpaksa berdesak-desakan di kereta dengan orang-orang yang akan berangkat ke kantor pagi ini. Dan yang paling kubenci, tubuhku yang lumayan mungil seringkali terdesak tanpa ampun. Tapi lagi-lagi aku tidak punya pilihan lain.


Turun dari stasiun, segera kuaktifkan gps ponselku. Aku belum pernah kesini sebelumnya, jadi daripada tersesat, lebih baik kupasrahkan saja arahku pada layanan satelit satu ini. Aku berjalan cepat diantara banyak orang berjalan tergesa pagi itu. Sesaat kulirik wajah mereka. Kebanyakan tampak serius dan tidak memperhatikan sekitarnya. Aku penasaran apa yang mereka pikirkan dalam balutan pakaian kerja rapi dan juga tas jinjing di tangan kiri serta ponsel di tangan kanan mereka.


Aku sampai di depan sebuah rumah. Kucek sekali lagi gps di ponselku yang arahnya berakhir disini, lalu email dari Haruka yang berisi alamat tujuanku. Sekilas kulihat beberapa orang yang sibuk dengan peralatan mereka, sepertinya kru serial ini. Lalu sebuah mobil sport biru yang datang dan berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Seseorang dengan kaca mata hitam keluar tidak lama setelahnya. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk memperhatikan siapa orang ini.


Kucegat seorang kru yang berjalan keluar, “Sumimasen, saya Kiriyama Reika, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ada janji bertemu sutradara Yamashita Tatsuo-san. Dimana saya bisa menemuinya?”


Pria yang kusapa itu terdiam sesaat. Ia memandangi penampilanku dari atas sampai bawah, tampak tidak yakin, “Sutradara belum datang. Mungkin sebentar lagi,” ujarnya lalu beranjak pergi.


Aku hanya melongo diperlakukan seperti ini. Tapi daripada menunggu di luar, kuputuskan untuk masuk ke rumah itu. Beberapa staf tampak sibuk dengan persiapan mereka. Dan aku pun diabaikan. Sepertinya mereka tidak peduli dengan kehadiranku, meski aku tidak menggunakan tanda pengenal staf ataupun guest-tamu.


Ponselku berdering, kulirik sekilas nama yang tertera disana. Nomer yang sangat kukenal dengan baik, “Reika-chan, dimana kau sekarang? Kau tidak lupa untuk mengumpulkan tugas hari ini kan? Profesor Matsushima hanya memberikan waktu sampai pukul sebelas hari ini,” ujar Kanako, teman kuliahku di jurusan yang sama.


“Apa?! Benarkah?!” kulirik jam di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan angka sembilan lewat dengan jarum panjang nyaris menyentuh angka enam. “Baiklah. Aku akan segera menyelesaikan urusanku.” Aku merutuki hari ini. Hari yang benar-benar payah.


Kulihat sekeliling, berharap sutradara Tatsuo-sensei sudah datang. Tapi aku tidak menemukannya. Kutanya beberapa staf yang ada disana, tapi tidak ada jawaban yang membuatku puas. Sampai tidak sengaja aku menabrak seseorang.


“Brug!” buku-buku yang kubawa dan beberapa naskah terjatuh.


“Kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang kutabrak tadi. Seorang pria. Ia pun membantuku mengumpulkan kembali buku dan kertas-kertas itu. Tapi sayang, tatapannya dingin dan tampak tidak bersahabat. Seolah apa yang dilakukannya hanya sekedar ‘bersikap baik’ pada wanita.


“Maaf, permisi,” ujarku buru-buru pamit, karena tatapan tidak nyaman itu.


Baru beberapa langkah, aku berhenti. Aku baru ingat, kalau mengenal wajah tadi. Ya, dia Mizobata Junpei, “Ah mungkin aku bisa menanyakan dimana sutradara Yamashita-san padanya,” batinku memberanikan diri, karena tidak punya pilihan lain. Dan aku pun berbalik. Untung dia masih ada disana. “Sumimasen, ano ... watashimo Kiriyama Reika-desu, asisten script writer Higashi Osamu-sensei. Saya ingin menemui sutradara Yamashita Tatsuo-san. Apa dia sudah datang?”


“Oh, sutradara,” komentarnya dingin. “Tadi aku melihatnya ada di ruang depan. Aku mau kesana,” ujarnya kemudian.


Ha-i, arigatougozaimasu,” aku mengekor di belakangnya ke ruangan depan. Aku berharap ini segera selesai, dan aku bisa segera kembali ke kampus secepatnya.


***


Saat ini ...


Sudah dua bulan Junpei-kun kekasihku pergi ke Amerika. Kita tidak jadi putus karena peristiwa itu, “Ran saja bersabar menunggu Shinichi lebih dari 15 tahun, dan aku bukan Ran. Jadi tidak masalah aku menunggunya,” gumamku pelan. Kupandangi foto yang diambil tujuh bulan silam, saat kami baru saja resmi menjadi sepasang kekasih. Junpei-kun ada di Amerika untuk menjalani operasi jantungnya lagi. Meski ingin, aku tidak bisa menemaninya. Manager Sato hanya mengatakan kalau semua akan baik-baik saja, dan Junpei-kun tidak ingin membuatku khawatir.


Aku hanya berharap semua akan baik-baik saja. Entah itu Junpei sendiri, kuliah dan pekerjaanku, mimpiku lalu hubunganku dengan Junpei-kun, “Aku pasti menunggumu pulang, Junpei-kun!”


To be continue ...

Bening Pertiwi 15.11.00
Read more ...

Halo semua ... Kelana kembali nih. Lama ya? Kali ini Kelana kembali dengan preview atawa cuplikan dari salah satu movie di tahun 2017. Kayaknya Na banyak juga ya nulis tentang si mas satu ini. termasuk dramanya yang kemarin masuk list sinopsis #ehe.



Policeman and Me (English title) / P and JK (literal title)


Sutradara : Ryuichi Hiroki


Penulis : Maki Miyoshi (manga), Nami Yoshikawa


Produser : Shingo Sekine, Takeshi Udaka, Satoko Ishida, Naoaki Kitajima


 Sinematografer : Atsuhiro Nabeshima


Tanggal rilis : 25 Maret 2017


Durasi : 124 menit


Genre : Drama / Romance


Distributor : Shochiku


Bahasa : Jepang


Negara : Jepang



Film ini adalah adaptasi atau live action dari seri manga ‘P to JK’ yang ditulis oleh Maki Miyoshi dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Desember 2012 melalui majalah manga Bessatsu Friend).


Diperankan oleh dua tokoh utama Kako Motoya (Tao Tsuchiya) dan Kota Sagano (Kazuya Kamenashi). Di sini Kako diceritakan seorang siswi tahu pertama di SMA dan tidak punya pacar. Suatu kali, Kako diundang ke sebuah acara kencan buta oleh kawannya. Karena tidak mungkin anak SMA boleh ikut, Kako pun mengaku sebagai mahasiswi.


Pada acara kencan buta inilah Kako bertemu dengan Kota. Keduanya saling tertarik satu sama lain. Kota sendiri adalah seorang polisi muda. Saat tahu kalau Kako adalah siswa SMA, Kato pun memilih menjauh. Meski Kota menyukai Kako, tapi ia tidak bisa mengencaninya. Suatu insiden terjadi dan Kako-lah yang menyelamatkan Kota. Karena insiden ini, Kota akhirnya mau menerima Kako. Bahkan Kota pun datang pada orang tua Kako dan minta izin untuk menikahi putri mereka. Karena ini adalah satu-satunya cara agar Kota dapat bersama dengan Kako.


Bagaimana tanggapan orang tua Kako terhadap permintaan Kota ini? Dan bagaimana kehidupan pasangan muda ini nantinya?


Kelana’s note :


Ini adalah movie /drama kesekian yang Na buat previewnya dengan pemeran utama Kame-chan. Sepertinya Na selalu nyantol sama drama/movie si abang satu ini deh.



Ok, saatnya berikan penilaian.


Meski di sini diceritakan kalau Kako masih anak tahun pertama SMA, tapi pada kenyataannya Tao Tsuchiya nggak semuda anak SMA juga. Usianya sudah 20-an dan masih imut banget. Terus bang Kame yang di sini diceritakan berusia 23 tahun, nyatanya sudah berusia lebih dari 30an.


Chemistry pasangan ini bisa dibilang asyik. Di dunia nyata, selisih usia keduanya cukup jauh, pun dalam movie juga begitu. Jadi interaksi mereka kadang memang lebih mirip kakak-adik. Tapi nggak jarang juga mereka kelihatan seperti sepasang kekasih yang saling sayang. Plot ceritanya juga cukup rapi, nggak perlu banyak mikir karena memang ini movie ringan yang bisa dinikmati siapa saja. Bagian yang nggak pernah hilang dari movie Jepang adalah festival sekolah. Dan bang Kame ternyata masih cocok banget pake seragam, hehehe. Sampai saat ini, Na selalu terpesona sama jalanan di Jepang yang lapang dan juga sepi. Kok bisa ya? Macet rasanya jadi hal langka di sini. Begitulah kira-kira.


Ya ampun, komentar apa lagi ya? Duh, efek lama nggak nulis sih ini ya, jadi masih kaku banget. Maaf ya, kawan-kawan.


Ok, buat movie ini, Na kasih 8/10 deh. See ya ^_^

Bening Pertiwi 21.37.00
Read more ...

Cast : Mizobata Junpei (sebagai Sato Junpei), Kiriyama Reika, Higashi Osamu, Yamashita Tatsuo, manager Junpei (OC)


Genre : romantis, SU


Note: FF ini murni fiksi. Jika ada kesamaan karakter atau alur cerita, bukanlah karena kesengajaan. Cerita ini murni karangan author.


Kiriyama Reika


Gerbong sudah nyaris kosong. Benar saja, ini sudah lewat pukul sebelas malam. Para pekerja yang baru pulang dari kantor berangsur makin berkurang. Hanya tinggal beberapa yang tampak terkantuk-kantuk, sebagian membaca buku dan sisanya yang lain masih asyik dengan ponsel di tangan.


Kecuali satu orang yang cukup menarik perhatian di ujung gerbong. Mulutnya setengah terbuka dengan mata terpejam dan kepala terkulai di sandaran kursi. Meski bukan pemandangan aneh menemukan orang yang tertidur karena terlalu keras bekerja—inemuri—di sini, tapi tetap saja itu selalu menarik perhatian.


Kuhentikan kebiasaan memerhatikan orang-orang di kereta dan menyandarkan kepala ke dinding kereta. Seharusnya aku juga sudah sampai di apartemen. Tapi langkah kakiku justru membuat berjalan sedikit lebih jauh dari biasanya.


“Jangan hubungi aku lagi,” pinta kekasihku Junpei-kun senja tadi dari seberang ponsel.


Aku kesal, benar-benar kesal. Beraninya dia mengatakan seperti ini padaku. Beraninya dia bersikap sekasar ini padaku. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan siapa-siapa. Bahkan rumah kekasihku itu pun aku tidak tahu. Ah, pasti orang-orang beranggapan aku bodoh. Benar, aku mungkin bodoh.


Kekasihku itu, Sato Junpei, artis terkenal. Sementara aku hanya seorang asisten script-writer—penulis naskah—yang baru setahun belakangan bekerja di sebuah agensi. Pertemuan kami tidak terduga. Kalau biasanya seorang asisten script-writer sepertiku tidak pernah datang ke lokasi syuting, hari ini sutradara memintaku datang. Dia mengatakan kalau ada beberapa bagian yang harus kukonfirmasi dan kurevisi sebelum syuting dimulai. Aku yang masih baru pun menurut saja. Dan disana, tidak sengaja aku bertemu dengannya secara langsung. Aku mengenalnya, jelas, dia seorang aktor yang tengah naik daun. Sementara aku, bukan siapa-siapa.


Pengeras suara memberitahukan kalau stasiun tujuanku hampir tiba. Kuhapus lelehan yang nyaris jatuh di sudut mataku, “Tidak ada gunanya menyesal,” gumamku pelan.


***


Sato Junpei

Sudah nyaris sebulan sejak aku mengatakan itu padanya, jangan menghubungiku lagi. Ah, aku sadar benar, tidak seharusnya kukatakan itu padanya. Dia tidak salah. Keadaan pun tidak salah. Hanya waktu saja yang tidak tepat, arrgggghhh!!!


Ini kisah enam bulan silam. Namanya Kiriyama Reika, seorang asisten script-writer. Aku lebih suka menyebutnya takdir, karena asisten script-writer yang biasanya tidak muncul di lokasi syuting, hari itu tiba-tiba saja datang. Ia yang datang terburu-buru, menabrakku. Wajahnya yang berbeda membuatku terhenyak. Kulitnya tidak seputih kulit gadis Jepang pada umumnya. Pun matanya yang besar dengan lipatan mata yang tampak begitu jelas. Ia menunduk minta maaf setelah menabrakku lalu buru-buru pergi. Tapi sejurus kemudian ia kembali dan bertanya dimana bisa menemui Higashi Osamu-sensei, sutradara serial yang tengah kubintangi waktu itu. Dari Higashi-sensei, aku tahu namanya, dan kalau dia adalah seorang asisten script-writer.


Tapi sekarang, aku tidak yakin apa aku masih punya keberanian untuk menemuinya. Yang pasti, masih terlalu sulit menghilangkan dia dari pikiranku. Sementara disini, di depanku ada naskah yang harus kubaca. Naskah yang ditulis oleh Yamazaki Tatsuo-sensei dibantu Reika sebagai asistennya.


Di sampingku, tergeletak kertas lain. Dua bulan silam, aku mengunjungi dokter langgananku untuk check-up. Dan hasilnya benar-benar membuatku terhenyak. Aku tidak tahu apa yang tengah terjadi padaku. Tapi yang lebih sulit adalah mengatakannya pada kekasihku, Reika.


***


“Reika-chan?” suara seseorang dari seberang ponsel.


“Ya,” Reika masih belum membuka matanya penuh. Ia hanya meraba-raba mencari ponselnya tanpa sempat melihat siapa yang menghubunginya.


“Aku minta maaf, tidak bisa menepati janji. Aku hanya ingin pamit,” ujar suara itu lagi.


Mendengar suara yang sudah sangat dihapalnya, kesadaran Reika mendadak pulih, “Junpei-kun? Apa maksudmu?! Kau mau kemana?! Jawab aku!”


“Maaf,” Junpei pun memutus sambungan ponsel itu.


Reika memencet ulang nomer Junpei yang sudah sangat dihafalnya. Tapi berkali-kali nada terputus terdengar. Ia kalap. Reika gelagapan mencari nomer manager Junpei dan mencoba menghubunginya. Darinya Reika tahu kalau hari ini Junpei akan berangkat ke luar negeri.


Buru-buru Reika menyambar mantelnya dan hanya sempat melihat sekilas ke arah cermin untuk merapikan rambutnya. Reika bahkan tidak sempat memakai sarung tangannya. Hanya sepatu boot tipis yang menemaninya melewati salju senja itu. Turun dari apartemennya, Reika berlari ke arah jalan. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh kali ini terasa begitu menyiksa. Tapi Reika mengabaikan semua rasa dingin dan nyeri di kakinya yang berjalan nyaris telanjang dan hanya memakai sepatu seadanya itu.


Setelah dua belokan dan jalanan lurus, Reika menyetop taksi yang kebetulan melintas dan meminta si sopir membawanya ke bandara. Dari manager Junpei tadi, Reika tahu kalau Junpei mengalami kelainan jantung. Hal yang sama sekali tidak pernah dibahas Junpei selama ini. Ia pernah menjalani operasi saat berusai 15 tahun. Dan selama ini tidak ada masalah. Tapi sejak dua bulan silam, jantungnya kembali mengalami masalah. Karena itu ia harus kembali menjalani operasi yang sama, dengan resiko jauh lebih besar dibanding 9 tahun silam.


Sesekali Reika menyusut air matanya selama perjalanan. Ia juga meminta sopir taksi mempercepat perjalanan mereka. Tapi suasana malam Natal benar-benar membuat jalanan padat. Reika diberi tahu kalau penerbangan Junpei malam itu. Ia melirik jam di tangan kirinya. Merasa tidak punya banyak waktu, Reika meminta taksi yang ditumpanginya berhenti, membayar taksi dan berlari turun menuju bandara. Ia tidak lagi mempedulikan dinginnya salju malam itu.


Reika akhirnya sampai di bandara. Di sana ia hanya menemui manager Junpei. Rupanya Junpei sudah masuk ke terminal keberangkatan beberapa menit yang lalu. Reika memaksa untuk masuk, tapi dihadang oleh petugas keamanan bandara. Manager Junpei akhirnya bisa menenangkannya dan mengajaknya duduk di cafe. Manager prihatin melihat keadaan Reika. Ia pun memesankan coklat panas untuk gadis di depannya.


“Junpei-kun menitipkan ini untukmu. Dia tahu kalau kau pasti nekat menyusulnya kesini.”


Reika menerima surat yang diangsurkan manager Junpei itu, dan membukanya.


Kau janji kan tidak akan menangis saat tidak ada aku di sekitarmu?! Buru-buru Reika menyusut air mata yang mengambang di sudut matanya.


Maaf. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu. Aku juga tidak punya keberanian untuk memintamu menunggu. Aku yakin kau pasti sudah dengar semuanya tentangku. Aku sendiri tidak tahu, apa ini akan berhasil atau justru sebaliknya.


Aku tahu, aku bukan Shinichi—karakter yang sangat kau sukai itu—dan kau juga bukan Ran—karakter yang menurutmu paling menyedihkan—tapi, bolehkah aku minta sesuatu? Bisakah kau menungguku sebentar lagi?


Reika mengelap air mata yang sudah membasahi pipinya, “Aku bukan Ran, dan kau juga bukan Shinichi. Tapi aku akan menunggumu pulang. Pasti, aku menunggumu!” ujarnya mantap.


Tapi Reiji dan Junpei tidak tahu, kalau ini baru awalnya saja.


Kelana’s note :


Halo semua, kenal dengan tulisan ini? Iya, karena Kelana punya rencana untuk melanjutkannya, jadi ini adalah repost dari yang lama. semoga bisa konsisten menulis dan melanjutkannya ya hehehe


 
Bening Pertiwi 00.45.00
Read more ...

SINOPSIS dorama I'm Your Destiny episode 06 part 1. Upacara pensiun pesumo favorit Haruko, membuat Haruko dan Makoto makin dekat. Dan ciuman tidak sengaja yang terjadi di sore itu, setelah upacara pensiun sang pesumo, akan mengawali cerita baru.



Si botak tersenyum senang saat membaui aroma di lift pagi itu. Ia mengenalinya sebagai aroma parfum Mie. Tapi Makoto merusak kesenangan si botak dengan malam membahas Midori, satu-satunya karyawan wanita di kantor mereka. Makoto tahu benar kalau Midori suka pada si botak dan berusaha menyatukan keduanya.


Makoto terus saja curiga. Ia mengecek kaos kaki si botak dan menemukan kaos kaki itu berwarna merah bata. Ia menebak kalau ada yang terjadi antara si botak dengan Midori, kemarin.



Mie membantu Haruko memersiapkan meeting mereka pagi itu. Haruko sudah cerita soal upacara pensium kemarin. Ini membuat Mie curiga, karena Haruko malah menunda jawabannya pada Makoto. Mie menebak kalau kali ini Haruko tidak akan menolak lagi. Tapi Haruko masih tetap saja tidak mau mengakuinya.


Gantian Haruko yang menggoda Mie, karena ia tahu Mie pulang pagi. Mie mengelak kalau ia hanya tertidur akibat kebanyakan minum. Jelas Haruko tidak percaya hal itu sama sekali.



Suasana di kantor Makoto tidak terlalu baik hari itu. Dan Makoto pun diajak untuk minum malamnya. Cerita itu pun mengalir. Sekihara-san mengaku, saat ia lari pagi, ia membaui aroma yang sangat dikenalnya. Ia pun mengikuti aroma itu. Ternyata ia melihat Mie baru keluar dari sebuah apartemen dan ada seorang pria di belakangnya. Makoto kaget karena pria itu adalah Sadaoka. Ia mencoba menghibur, kalau mungkin saja mereka satu komplek apartemen. Tapi hiburan itu tidak mempan sama sekali.


Selesai minum, mereka masih belum puas. Sekarang giliran rumah Makoto yang mereka datangi. Makoto sempat khawatir, kalau di rumah ada si dewa. Tapi ternyata rumahnya kosong. Sekihara-san dan si botak masuk rumah dengan seenaknya. Mereka memutuskan akan menginap saja karena besoknya libur. Makoto mencoba menolak, tapi dua teman kerjanya ini sama sekalit tidak mengerti.


Si botak mulai mengoceh. Ia mengaku kalau dirinya dan Makoto pernah muncul di tv 2 tahun silam, saat ada pertandingan Jepang. Saat itu Jepang kalah. Makoto pun dipaksa untuk memutar kembali video mereka itu. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Makoto. Ia justru tertarik pada sosok yang berjalan tidak jauh dari tempat mereka diwawancarai. Dia ... Haruko.



Haruko baru selesai mandai saat kemudian ia menyusul ibunya dan duduk di kursi meja makan. Haruko bertanya pada ibunya, kenapa ibunya memutuskan mau menikah dengan ayahnya. Nyonya Kogetsu sempat kaget, tapi kemudian ia mengatakan kalau tidak ada alasan khusus. Mereka akan tahu akan bertemu orang yang tepat begitu saja. Bersama saat sama-sama susah dan yakin kalau semua akan menjadi baik-baik saja saat dilalui bersama.



Hari sudah terang saat Sekihara-san menyerahkan kaos pinjaman dan pamit pulang. Setelah itu, dewa tiba-tiba mucul seperti biasa, membuat Makoto kaget.


Dewa sedikit protes, karena Makoto justru mengundang orang tua ke rumahnya, bukan wanita. Makoto mengelak kalau dia tidak mengundang Sekihara-san itu, melainkan ia datang sendiri. Dewa mengubah tema obrolan. Ia membahas soal Sadaoka yang ternyata bergerak cepat dan sudah berhasil membawa Mie datang ke rumahnya. Dewa kesal pada Makoto yang masih saja kalah langkah. Dewa terus saja mengkritik Makoto yang tidak punya daya tarik untuk membuat Haruko datang ke apartemennya.


Puas memaki-maki Makoto, dewa akhirnya memberikan saran. Untuk dapat membuat Haruko datang ke apartemennya itu, Makoto harus bicara singkat, cukup satu suku kata saja. Makoto menganggap itu ide absurd dan tidak masuk akal. Tapi menurut dewa, daripada kalimat panjang yang ribet, satu suku kata jauh lebih manjur untuk menarik perhatian.


Tapi Makoto tetap mengeluh kalau itu tidak mungkin. Dewa akhirnya mengalah dan menyuruh Makoto bicara dengan tiga kata, maksimal. Makoto harus menggunakan maksimal tiga kata saja saat bicara dengan Haruko.



Di hari lain, Makoto minum bersama Sadaoka. Dengan sedikit trik pancingan, Makoto pun berhasil membuatnya bercerita. Malam itu, Mie setuju datang ke apartemen Sadaoka karena Sadaoka bilang punya hewan peliharaan aneh. Mereka minum dan ngobrol. Tapi ternyata Mie tertidur sehingga Sadaoka tidak enak harus membangunkannya. Dan memang tidak ada yang terjadi malam itu. Dari gelagatnya, Sadaoka tertarik juga pada Mie. Tapi ia tidak ingin buru-buru. Ia ingin memerlakukan Mie dengan baik dan layak.


Ternyata Mie pun datang untuk minum bersama Haruko. Melihat Makoto dan Sadaoka, mereka pun mengajaknya bergabung. Haruko heran karena Makoto dan Sadaoka minum bersama. Dengan canggung, Makoto mencoba menjelaskannya dengan tiga kata saja, seperti saran dewa. Melihat Makoto canggung, Sadaoka pun membantunya menjelaskan lebih lengkap. Obrolan pun berlanjut. Dan cara Makoto bicara tetap saja seperti itu. Saat menjawab pertanyaan Haruko, Makoto hanya menggunakan tiga kata/kalimat singkat saja. Berbeda dengan saat Makoto bicara dengan Mie, yang lengkap dan panjang.


Saat akan membayar, Makoto melarang Sadaoka ikut bayar. Karena ia yang mengundang, maka Makoto yang berniat membayarnya. Sadaoka senang-senang saja. Saat itu Haruko mendekat dan ingin ikut membayar. Tapi Makoto kembali menolaknya. Ia tidak mau mengalah dan berkeras akan membayar semuanya, membuat Haruko keheranan.



Haruko pulang bersama Mie seperti biasa. Mie heran karena sikap Makoto tadi begitu aneh, sangat irit bicara dan canggung. Haruko juga tidak mengerti. Ia berpikir kalau Makoto marah padanya. Kali ini Mie setuju dengan dugaan Haruko. Ia mengingatkan Haruko kalau orang tidak bisa menunggu jawaban selamanya.


“Apa yang menahanmu bukan mantan pacarmu, Itu dirimu sendiri,” ujar Mie pula.


Mie meyakinkan Haruko untuk segera memberikan jawaban pada Makoto, jangan ditunda-tunda lagi.



Makoto pulang ke apartemennya dengan kesal. Ia bahkan berguling di lantai seperti anak kecil sambil berteriak. Makoto menyesal karena mengikuti saran dewa, untuk irit bicara saat bertemu Haruko tadi. Alih-alih mengejeknya, dewa justru memuji karena Makoto berhasil ‘irit bicara’ saat bersama Haruko tadi.


Tidak mau berlarut-larut, dewa kemudian menawari Makoto untuk melakukan misi baru, Mengukir sepotong 'Raja' shogi. Makoto tidak mengerti. Perdebatan mereka membuat semuanya jadi kacau. Intinya, dewa ingin agar Makoto menunjukkan kekuasaannya, ‘raja’, agar bisa mengajak Haruko datang ke apartemennya. Dewa bahkan berjanji akan membantu Makoto, memberinya ‘hadiah’, saat Makoto berhasil membawa Haruko ke tempat itu.


“Tidak ada keajaiban yang tidak bisa dicapai!”



Malam itu, orang tua Haruko tengah berdebat soal ukuran cap tangan sang pesumo, Daikaiyama-san. Kogetsu-san mengukurnya berulang kali untuk membuktikan kalau ukuran cap tangan itu berbeda. Nyonya Kogetsu bercerita kalau Haruko bertanya soal kenapa ibunya setuju menikah dengah ayahnya. Nyonya Kogetsu mengatakan tidak ada alasan khusus, hanya tepat, begitu saja. Keduanya tahu kalau anak perempuan mereka ini tengah galau dan hanya bisa berharap semuanya baik-baik saja.


Dimana Haruko? Di kamarnya Haruko terus memandangi ponselnya. Ia masih ragu untuk menghubungi Makoto. Haruko mengingat kisah tragisnya dua tahun silam. Malam itu, seharusnya jadi malam romantis karena sang pacar akan melamarnya. Tapi ternyata sang pacar justru mengaku kalau dirinya sebenarnya sudah menikah dan mengajak Haruko putus. Dan trauma itu masih terus memenjarakan hati Haruko.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di I'm Your Destiny episode 06 part 2.


Pictures and written by Kelana

Bening Pertiwi 06.00.00
Read more ...