SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 10end part 1

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 1. Huaaaa akhirnya sampai episode 10 juga, Sodara. Gimana, cerita Reiji dan Misaki masih asyik buat disimak kan? Ok, berikut lanjutan episode 10 ya.


Karena buku tentang bisnis, Reiji akhirnya punya kesempatan bicara dengan Misaki. Keduanya pun berbaikan. Dan ... Reiji berhasil memeluk Misaki, tanpa ada penolakan. Malam itu jadi malam paling sempurna bagi Reiji, bukti dari semua usahanya kembali mendekati Misaki.



Reiji memeluk akuarium ikan medaka-nya sambil tidak berhenti tersenyum. “Keberanian mendekati Misa-san, satu langkah saat itu. Dan kekuatan untuk memeluknya, tanpa persetujuan, kalau aku sempat melihat film kehidupanku sebelum mati, da melihat semuanya. Momen seperti itu akan dihargai hingga akhir waktu.”


“Kami ikut senang dengan hasil yang Anda capai. Tapi, apa benar Anda hanya memeluknya?” tanya sekt.Maiko.


“Apa maksudmu ‘Cuma memeluk’?” Reiji berbalik, tidak suka.


“Kau tidak menciumnya atau bahkan pergi ke hotel?”


“Tentu saja tidah. Di dunia penuh pikiran buruk ini, aku dan Misa-san adalah pasangan terakhir yang akan tetap memegang cinta sejati,” elak Reiji.


Dan pertanyaan serta komentar berikutnya adalah perdebatan tidak penting Reiji dengan sekt.Maiko.



“Kita kembali ke topik sebelumnya. Setelah pelukan ... apakah kalian bicara?” tanya sekt.Maiko lagi.


Tapi rupanya momen istimewa Reiji dan Misaki itu terganggu oleh dua orang karyawan mabuk yang tengah berjalan pulang. Merasa malu, Reiji dan Misaki pun buru-buru saling melepaskan. Keduanya pun membungkuk dalam, seperti dua orang pejudo yang selesai pertandingan, canggung.


Sekt.Maiko memandang Katsunori-san, tidak percaya dengan ucapan Reiji. Dia berpikir benar perkataan Reiji tadi, kalau mereka adalah pasangan terakhir yang memegang teguh cinta sejati.


“Saat itu, kata-kata tidak kami butuhkan,” Reiji masih saja memamerkan wajah bahagianya. “Memangnya aku harus bicara apa?”


Sekt.Maiko bingung, “Mungkin saja Misaki sebenarnya menemui Anda karena ingin bicara soal buku yang Anda berikan.”



Reiji masih memikirkan ucapan sekt.Maiko tadi. Meski awalnya ragu, Reiji akhirnya menghubungi Misaki. Tidak butuh lama bagi Reiji untuk kemudian mendengar suara Misaki. Saat Reiji bertanya, Misaki mengaku tidak masalah untuk bicara lewat telepon meski sudah larut.


“Aku ingin pesan ruangan di hotelmu,” ujar Reiji.


Misaki bingung, “Kupikir lebih baik menghubungi hotel secara langsung saja,” saran Misaki.


“Bukan hotel Wada. Aku bicara soal hotel yang ingin kau bangun di masa depan nanti.”


Misaki tersenyum, “Tapi aku tidak tahu, berapa tahun dibutuhkan untuk mencapai hal itu.”


“Kudengar kau ambil cuti. Maukah kau tunjukkan padaku? Aku ingin tahu, tanah tempat kau mewujudkan mimpimu nantinya,” ujar Reiji.



Seperti sebelumnya, Reiji menjemput Misaki di tempat biasa dengan mobil mungilnya. Hari libur itu, Reiji mengajak Misaki untuk mengunjungi tanah yang ditinggalkan kakek Misaki padanya.


“Sudah lama sejak kau dan aku pergi bersama seperti ini,” ujar Reiji.


“Tapi terakhir kali karena pekerjaan kan?” pertanyaan Misaki yang diiyakan oleh Reiji. “Dan persiapan pembukaan hotel barumu tahun depan berjalan baik kan?


“Benar. Dan pertemuan dengan chef Tanaka dari Restoran Gosuke pun masih dalam proses. Terimakasih padamu, aku bisa membuat restoran idealku.”



Reiji dan Misaki tiba di sebuah tanah lapang. Pemandangan di depannya adalah laut lepas dan hamparan pantai yang panjang dan masih lengang. Benar-benar tempat yang sempurna untuk mendirikan sebuah hotel.


“Ini pertama kalinya aku datang ke sini dengan seseorang,” aku Misaki. “Jadi aku merasa malu. Seperti pertama kali menunjukkan ruanganku pada orang lain.”


“Tidak masalah kan aku masuk?” tanya Reiji yang langsung diiyakan oleh Misaki.


Reiji pun melangkah masuk. Ia kemudian melangkah beberapa langkah di tanah itu, kemudian berjongkok, mulai mencabuti rumpu. Misaki yang melihatnya heran, karena toh rumput itu pasti akan tumbuh lagi nantinya.


“Kuputuskan untuk menyemangati kau mewujudkan mimpimu. Lebih mudah melukiskan mimpimu di atas kanvas putih bersih,” ujar Reiji. Suasana kembali canggung di antara keduanya. Reiji pun mengusulkan untuk bermain game sambung kata atau shiritori.


Mulanya Misaki heran. Tapi ia pun akhirnya menuruti saja. Permainan pun dimulai.


"Re Miseraburu". (Les Miserables) yang dijawab oleh Reiji dengan "Ruminoru hannou" (reaksi Luminol). U~... "Uinstonu Chachiru" (Winston Churchill). "Rukusenburuku" (Luxembourg). "Kuchibiru" (Lips). Ru.. "Rubikku Kyuubu" (Rubick's Cube). Bushidou (Samurai). "Ukon ekisu" (Turmeric extract). "SumaHo" (smartphone). "Hochikisu" (stapler). "Sunaba" (sand). "Bainiku ekisu" (Plum pulp extract).


“Kau selalu mengatakan kata-kata berakhiran ‘kisu’,” komentar Misaki.


“Ah, aku tidak sadar itu. Mungkin bibirku secara alami mengatakan itu,” elak Reiji.


Senyum Misaki makin lebar, “Meski begitu, kau belum pernah melakukannya.”


“Tentu saja pernah. Jangan remehkan aku!” elak Reiji.



“Kalau begitu, sekarang giliranku kan? "Suri Ranka" (Sri Lanka).”


Ka... "Canada". "Daiei Teikoku" (British Empire). "Kuchizuke" (Kiss)! "Keikai Taisei" (alert). "Isanami Suyao". "Omei henjou" (Clearing one's name). "Uruguai" (Uruguay). "Isanami Shiho". "Honne" (Real intention). "Neguse" (Bedhead/Tossing and turning in bed). "Seppun" (Kiss)!


Permainan makin seru. Tapi Reiji terus saja mengulangi kata-kata berakhiran ‘kissu’. Dan terakhir dia mengatakan kata berakhiran ‘n’, padahal dalam shiritori, hal itu tidak diperbolehkan. Itu artinya Reiji kalah.


“Ah ... aku kalah,” keluh Reiji. Bukannya mendapat hukuman, Reiji justru mendekatkan wajahnya ke wajah Misaki, dan mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki.


Semuanya berjalan sangat cepat. Misaki bahkan tidak menyangka Reiji akan bersikap berani seperti itu. Misaki yang kaget akhirnya pun terjengkang ke belakang.


Kedua pasangan ini pun berpelukan dengan latar belakang laut biru dan matahari senja. Dan terakhir, sebuah ciuman hangat antara keduanya. (cieeee akhirnya Reiji berhasil mencium Misaki. Btw, buat fans bang Ohno, jangan pada cembokur yeee)



Perjalanan kembali ke Tokyo kali ini agak canggung setelah ciuman tadi. Setelah sampai, Misaki mengucapkan terimakasih dan turun dari mobil.


Reiji pun menyusul keluar dan meminta Misaki memeriksa sekali lagi, apakah masih ada barangnya yang tertinggal atau tidak. Misaki heran, tapi menurut saja. Reiji pun berputar ke belakang, membuat bagasi mobilnya. Ada dua bunga di sana, sebatang mawar merah dan sebuket bunga mawar lengkap. Kali ini Reiji tidak ingin gagal. Ia pun mengambil sebuket besar mawar merah dan menyerahkannya pada Misaki. Misaki yang kaget hanya bisa tersenyum saat menerima bunga itu.


Reiji yang canggung buru-buru kembali ke dalam mobilnya. Saking canggungnya, ia bahkan sempat salah memencet tombol di dalam mobil. Akibatnya mobil berjalan buru-buru dan aneh. Setelah agak jauh, Reiji baru bisa bernafas lega. Ia pun berteriak senang. Semuanya berjalan lancar!



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyum girangnya di apartemen. Sampai sebuah pesan datang, dari Misaki.


Datang ke tanah milik kakek setelah lama, membuatnya senang. Dan terimakasih atas mawar menakjubkan ini. Isanami Shiho. Isi pesan dari Misaki.


Reiji tidak bisa tidak tersenyum. Senyum di wajahnya pun makin lebar. Tanpa sangka, tangannya memegang kertas yang terselip dalam sofa. Ternyata sobekan gambar yang pernah Reiji buat, Isanami Suyao dan Isanami Shiho. Gambar itu pun kembali lengkap.


“Shiho-san, kau akhirnya kembali kan?” gumam Reiji.



Masa pacaran Reiji – Misaki pun kembali. Keduanya tampak berjalan beriringan sambil terus mengobrol dengan senang. Tidak lupa makan malam bersama.


Reiji bahkan datang ke pemandian umum tempat Misaki biasa datang. Meski pada akhirnya, Reiji kesal sendiri karena di pemandian itu ia bertemu kakek-kakek dengan pendengaran kurang yang berdebat hal tidak penting.


Tapi yang jelas, Reiji bisa menikmati susu segar setelah mandi yang sangat disukai oleh Misaki. Rasa susu itu tetap saja menyenangkan.



Setelah mandi, Reiji pun ikut datang ke apartemen Misaki. Ia pun dibuat takjub dengan apartemen tua yang keren itu. Keduanya lalu asyik mendengarkan rokugo dan kemudian mengobrol.


Malam itu Reiji menginap dia apartemen Misaki. Keduanya tidur berselebahan. Kali ini Reiji tidak ragu untuk menggenggam tangan Misaki. Ia pun bangun untuk mematikan lampu tidur. Tapi tangannya rupanya kurang panjang untuk menjangkau lampu itu. Setelah beberapa kali mencoba, Reiji pun akhirnya berhasil. Ruangan gelap.



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyumnya di kantor, “Aku tidak berpikir semua ini akan sangat lucu. Aku takut,” curhat Reiji.


“Ini karena terlalu senang?” komentar sekt.Maiko datar.


“Kau bisa baca pikiranku?”


“Anda terus saja bergumam sejak pagi. Tolong berubah ke mode kerja Anda,” saran sekt.Maiko.


“Setelah perjuangan, akhirnya aku bisa naik gunung bernama cinta. Dan melihat pemandangan dari atas, bukan hukuman buruk.”


“Memangnya menginap di tempatnya itu puncaknya cinta?” sindir sekt.Maiko.


“Apa ada tempat yang lebih baik dari itu?”


“Bagiku, Anda tampak seperti anak kecil yang pertama kali sampai di atas pada permainan memanjat.”


Keduanya pun kembali berdebat. Sekt.Maiko meremehkan semua pencapaian Reiji, karena Reiji sudah 35 tahun, bukan anak-anak lagi. Jadi harusnya dia tidak puas hanya mencapai semua itu. Menurut sekt.Maiko, puncaknya adalah pernikahan. Tapi Reiji mengelak hal itu. Menurutnya pernikahan sudah jadi hal lain lagi. Dan perdebatan tidak perlu kembali terjadi.


Obrolan mereka terhenti saat suara telepon terdengar dari ruangan sekretaris. Sekt.Maiko memilih meninggalkan ruangan Reiji dan menerima telepon. Ada laporan kalau Wada-san ada di bawah dan minta bertemu.



Wada-san datang dengan pakaian santai, bersama seorang wanita. (wanita yang pernah diajak Wada saat pesta asosiasi pengusaha hotel). Para karyawan heboh dengan kedatangan tak terduga Wada-san ini. Pujian pun berdatangan.


“Aku memutuskan untuk menikah. Jadi aku ingin konsultasi soal resepsi,” ujar Wada-san. Wanita cantik di sebelahnya pun mengiyakan. Keduanya tampak sangat serasi dan lucu, karena saling memanggil dengan ‘honey-chan’dan ‘meow’.


Berita ini membuat heboh kantor dan para karyawan. Terutama ketua tim Goro-san yang tampak sangat syok. Ia bahkan hampir jatuh kalau tidak bersandar di meja. Karyawan lain yang sadar dengan sikap Goro-san hanya bisa keheranan.


Saat itu, Mahiro baru muncul dengan membawa baki minuman. Melihat ekspresi Goro-san, Mahiro pun menjatuhkan baki dan minuman yang dibawanya. Baru saja Mahiro menyadari sesuatu. Hal ini pun kemudian disadari oleh karyawan yang lain.



Wada-san menemui Reiji di ruangannya, “Hotel barumu buka tahun depan kan?”


“Ya, kami akan membuat peluncuran di Tokyo ini.”


“Kudengar, kau juga memberikan layanan pernikahan. Jadi, kami berpikir untuk melakukan resepsi pernikahan di sana,” ujar Wada-san.


Reiji heran, “Kenapa hotelku?”


“Agak memalukan kalau diadakan di mantan hotelku. Dan lagi, aku juga jatuh cinta dengan masakan chef Tanaka di restoran hotelmu,” Wada-san mencari alasan. “Pasti akan jadi kenangan juga, karena kami pasangan pertama yang menikah di tempat itu,” Wada-san melihat wajah kekasihnya yang membalasnya riang.


“Menyesal sekali, sudah ada yang memesan tempat,” ujar Reiji, masih tetap sok cool.


“Bahkan satu tahun lebih awal?” Wada-san heran.


“Adakah yang bisa Anda lakukan untuk kami?” kekasih Wada-san ikut bicara.


“Yang memesannya adakah ... aku,” aku Reiji.


“Apa kalian akan menikah?”


“Ya. Masih dalam tahap perencanaan. Tapi ... “



Tidak banyak yang dibicarakan. Akhirnya Wada-san bersama kekasihnya itu pun beranjak pergi, tanpa menyapa sekt.Maiko sama sekali. Tapi tidak lama setelahnya, Wada-san kembali masuk menemui sekt.Maiko.


“Maaf, pura-pura tidak kenal. Masih ada waktu, kalau kau minta aku batalkan pernikahan,” godanya pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko tersenyum, “Seperti biasa, kau selalu biasa bercanda.”


“Kau juga tidak berubah sama sekali.”


“Tolong bahagiakan istri Anda,” pesan sekt.Maiko.


“Kau juga, temukan pria baik dan berbahagialah,” ujar Wada-san pula.



Malam itu, Mahiro kembali menginap di tempat Misaki. Ia pun curhat soal Goro-san pada Misaki.


“Aku benar-benar kaget. Kupikir radarku sudah tajam soal orang-orang seperti itu. Tapi aku tidak menyadarinya hingga hari ini. Ingat Miura pernah bilang sebelumnya, ada alasan kenapa orang tidak menikah meski mereka sudah sukses. Dan seperti kau tahu, dia ternyata seperti itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal,” sesal Mahiro. Ia pun menyesap kembali anggur di gelasnya, mulai mabok.



Malam itu Goro-san pun keluar minum bersama salah satu karyawan.


“Saya salah mengenali Anda, ketua tim. Saya melihat Anda sebagai orang berbakat dan ‘sangat elit’.”


“Aku suka wanita, sampai aku bertemu Wada-san,” sesi curhat Goro-san pun dimulai. “Pertama kalinya bertemu dengan Wada-san adalah saat masih kuliah. Dia adalah mantan anggota klub yang kuikuti. Saat melakukan permainan, hukuman membuat kami terpaksa berciuman.”


“Jika saat kuliah, artinya sekitar 20 tahun silam.”


“Ya. Aku tidak menyangka akan selama itu ... “ Goro-san pun mengambil minumannya dan mulai minum. Ia ingin mabok malam itu.



“Anda serius akan menikah?” tanya sekt.Maiko.


Saat itu Reiji tengah asyik berlari di atas treadmil, “Kalau Wada bisa, tidak ada alasan aku tidak bisa. “


“Kalau Cuma karena bersaing dengan Wada-san, lebih baik pikirkan lagi soal perniakahan itu,” saran sekt.Maiko.


“Bukannya kau yang mengatakan kalau puncaknya cinta itu pernikahan?”


“Benar, tapi ... itu bukan hal yang mudah dicapai. Butuh persiapan serius untuk mencapai step itu.”


“Nama restoran, ‘Restoran Gosuke’ dan pemilihan chef, itu bukti cinta Misa-san dan aku. Kami akan membuat resepsi bersama perayaan pembukaan Samejima Hotel Tokyo. Ada alasan lain selain itu?” tantang Reiji.


“Untuk sekarang, kenapa Anda tidak coba dulu tinggal bersama?” saran sekt.Maiko.


Reiji kaget, hingga ia pun turun dari treadmillnya,”Mimpi seorang pria. Saat kekasihmu ada di sebelahmu tiap kali kau bangun di pagi hari dan di malam hari ... kau maksud, tinggal bersama seperti itu?” Reiji agak syok dan sangsi.


“Ya. Kupikir yang terbaik seperti itu. Anda akan bisa menentukan apakah nantinya akan menikah atau tidak. Daripada menyesal setelah menikah nanti.”


Reiji berpikir, “Tentu saja. daripada tiba-tiba mencapai puncak. Aku akan punya tujuan yang lebih khusus dengan membiasakan diri terlebih dahulu di dasar.”


“Presdir, Anda pernah tidur di sebelah seseorang kecuali keluarga, lebih dari dua hari?”


“Apa perjalana sekolah dihitung?”


“Tidak. Maksudku, antara Anda dan wanita.”


Reiji mengingat, “Sejauh ini, baru sehari.”


“Jadi, benar jika kusarankan Anda mencari pengalaman dengan tinggal bersama dulu.”


“Menikah setelah tinggal bersama selama satu tahun, bukan hal buruk. Akan kutunjukkan padamu. Aku akan tetap berusaha, hingga mencapai puncak!” tegas Reiji.


(Kelana hanya menuliskan seperti pada dorama ini. Well, memang budaya tinggal bersama di Jepang sana, adalah hal biasa. Berbeda dengan budaya di Indonesia, soal tinggal bersama. Jadi, tolong jangan protes dengan Kelana ya. Sekali lagi, Na Cuma menuliskan apa yang ada dari drama ini)



Malam itu, Reiji makan malam bersama Misaki. Pelan, Reiji menawarkan apakah Misaki mau tinggal bersama di apartemennya. “Maksudku, ayo tinggal bersama. Kalau kau tinggal di tempatku, kau tidak perlu khawatir lagi soal biaya sewa. Jadi, kau bisa menyimpan lebih banyak untuk mewujudkan mimpimu. “


Misaki awalanya kaget. Tapi perlahan ia mulai bisa menguasai diri, “Tapi, bisakah kita lakukan itu dengan pelan? Kita pernah putus sekali. Aku pikir itu karena kita terburu-buru dan belum benar-benar mengenal satu sama lain. Karena itu, tinggal bersama ... dalam situasi kita sekarang, lebih baik kita tinggal terpisah dulu.”


Reiji tampak kecewa dengan jawaban Misaki, “Aku mengerti.”


“Tapi, aku senang. Karena kau memintaku tinggal denganmu,” lanjut Misaki.


Malam itu, Misaki dan Reiji berpisah setelah makan malam. Misaki langsung pulang karena ia punya shif pagi besok di hotel.



Pagi berikutnya ...


Reiji berangkat diantar Katsunori-san seperti biasa. Dan dia mulai curhat soal Misaki, yang tampak enggan untuk datang ke apartemennya. Reiji pun mulai menyalahkan Katsunori-san. Ini terkait ranjang aneh yang pernah mereka persiapkan, agar Reiji bisa mencium Misaki.


“Jadi, Misaki-san tidak mau datang ke tempat Anda sejak itu?” tebak Katsunori-san.


“Benar. Dia pasti trauma karena hal itu,” Reiji manyun. (yang punya ide aneh dia sendiri, kenapa orang lain yang disalahkan. Duh abang Reiji ini.)



Hari itu, jadwal Reiji datang ke gym. Tapi ia dibuat kaget dengan kehadiran ayahnya, Kozo-san di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?”


“Itu, Ieyasu memintaku menunggu di sini.”


“Dan kenapa dia minta kau menunggu?” Reiji curiga.


“Karena tidak cukup orang untuk kencan kelompoknya, jadi aku membantu.”


“Jadi kau datang jauh-jauh ke sini dari Izu Cuma untuk itu?” Reiji sama sekali tidak mengerti.


“Kalau temanmu dalam masalah, kau harusnya membantu kan?”


“Hentikan melakukan hal memalukan seperti itu!”


“Eh? Tapi kalau ingin menikah, mungkin ini kesempatan terakhirku!” protes Kozo-san.


“Aku tidak mau kau datang ke kencan itu!” tegas Reiji.


“Kenapa tidak? Aku bahkan sudah beli baju baru,” protes Kozo-san lagi.


“Jangan pergi! Akan akan memarahi anak itu!” ancam Reiji.



Kozo-san pun akhirnya menuruti kemauan Reiji. Ini membuat acara Ieyasu kacau. Mereka kini kembali ke apartemen Reiji.


Kozo-san mengeluarkan sebuah botol dari dalam tasnya, “Apa mantan karyawanmu Misaki-san tinggal dekat sini?”


“Kenapa kau bertanya?”


“Saat dia datang ke ryokan, dia mencicipi asinan buatan sendiri dan mengatakan enak. Jadi, aku bawakan juga untuknya.”


“Baiklah, aku akan berikan itu untuknya,” komentar Reiji sambil melirik ke arah botol asinan itu.


Kozo-san kemudian pamit akan ganti baju. Sementara itu Reiji berpikir. Ia kemudian punya ide, menjadikan ayahnya sebagai alasan.


Reiji mengirim pesan pada Misaki. Ayahku datang ke apartemen. Dia membawakan asinan untukmu. Kapan aku bisa memberikannya untukmu?


Tidak butuh waktu lama menunggu balasan dari Misaki. Jadi, ayahmu datang? Kalau begitu, bagaimana aku datang sekarang dan mengucapkan salam?


Reiji tersenyum senang. Saat itu ayahnya heran melihat ekspresi wajah Reiji. Tapi Reiji pelit untuk mengatakan apapun.



Malam itu Misaki benar datang ke apartemen Reiji. Ia mencicipi asinan yang dibawa Kozo-san dan kembali memujinya dengan kata ‘enak’.


“Menyenangkan dipuji oleh anak muda,” ujar Kozo-san.


Misaki menawari Reiji juga. Tapi Kozo-san mengatakan kalau Reiji tidak terlalu suka. Tidak mau tampak bodoh, Reiji pun segera memasukkan asinan di depannya ke mulut, dan memuji enak.


“Lihat kan? Kau benci sesuatu bahkan sebelum mencobanya,” ujar Misaki.


“Kuharap kau mencoba mie soba-ku lain kali,” ujar Kozo-san pada Misaki.


“Rei-san mengatakan itu enak,” balas Misaki.


“Eh, Reiji bilang begitu?” Kozo-san tampak sedikit kaget.


Tapi Reiji tidak mau kehilangan muka, “Kukatakan aku harap kau bisa memakannya, bukan mengatakan itu enak.”


“Itu sama saja kan?” balas Misaki pula.



Pagi berikutnya. Ternyata Kozo-san sudah pulang, bahkan sebelum Reiji bangun. Paling tidak, kehadiran Kozo-san ternyata jadi alasan Reiji mengundang Misaki untuk datang dan Misaki pun tidak menolak.


“Tapi dia menolak menginap malam itu,” ujar Reiji.


“Mungkin karena dia tidak ingin mengganggu waktu pribadi Anda sebagai anak dan ayah,” ujar sekt.Maiko.


“Tidak, meski aku sendiri, sepertinya dia akan menolak menginap. Kalau begini, mimpiku untuk tinggal bersama dengannya Cuma jadi mimpi.”


Reiji masih merasa kalau keengganan Misaki datang karena pengalaman ranjang aneh waktu itu. Tapi kali ini Misaki mau datang lagi, karena ada Kozo-san.


“Benar. Aku mengerti. Aku akan bilang pada ayah untuk tinggal denganku. Dia menolak untuk datang ke tempatku, kalau Cuma ada kami. Tapi saat ayah di tempatku, dia akan datang tanpa protes. Demi Misaki yang kucinta, aku akan tinggal bersama ayah yang kubenci. Bukan berarti tinggal bersama seterusnya. Aku tidak butuh dia lagi kalau Misa-san sudah mau datang ke tempatku,” Reiji menyimpulkan.


“Tapi apa benar, dia akan datang kalau Kozo-san ada di tempat Anda?” sekt.Maiko tidak yakin.


“Itu yang akan kubuktikan!”



Reiji mengetik di ponselnya. Ayahku ingin kau makan mie soba-nya. Kau punya waktu semalam?


Tapi ternyata jawaban dari Misaki tidak kunjung datang. Bahkan saat rapat pun, Reiji tidak fokus. Ia terus saja memandangi ponselnya. Hingga pesan dari Misaki datang, dan rapat yang belum selesai ditinggal begitu saja oleh Reiji.


Balasan dari Misaki. Kau kau tidak keberatan datang larut, aku akan mampir.


Reiji kembali ke ruangannya. “Aku tahu dia akan makan bersama ayah. Katsunori, aku minta sesuatu. Pergi ke tempat ayahku, dan bawa dia ke sini bersama tepung soba dan peralatan membuat soba-nya!”


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaaa ... tinggal bagian terakhir ya. Sabar ya. Ini agak banyak sih, jadi agak lama. Soalnya episode terakhir ini ada perpanjangan 10 menit, jadi agak panjang juga sinopsisnya. Maafkan juga untuk typo yang bertebaran.


Kelana juga minta maaf, kalau bagian terakhir sinopsis ini agak lama. Selain karena durasinya yang bertambah 10 menit, Na belakangan juga sedang ada kesibutan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi Na akan tetap usahakan secepatnya. Terimakasih untuk pengertiannya.

Tidak ada komentar: