Results for SINOPSIS

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2. Reiji masih terus berusaha keras mencari cara dan melakukan berbagai hal agar bisa bertemu kembali dengan Misaki. Dari naik sepeda saat berangkat ke kantor, rencana menyewa ruang kantor lain, hingga menyewa kostum dan melakukan pertunjukkan. Tapi semua rencana itu hanya membuat Reiji makin terluka, lantaran hanya bisa melihat senyum Misaki dari jauh.


Di tengah kegalauan hati, Reiji dikejutkan oleh berita dari presdir Wada, yang mengundurkan diri dari bisnis hotel dan menyerahkan pimpinan Stay Gold Hotel pada adiknya. Kesal dengan sikap tiba-tiba Wada-san, Reiji pun menyusulnya ke pondok kayu di dalam hutan.



“Apa kau pikir kebahagiaan seperti itu ada tiap hari? Di desa ini, aku datang dalam rangka jadi konsultan pengembangan resort. Saat itu, aku berhenti di sebuah pondok kecil. Dan hidupku pun berubah,” cerita Wada-san.


Di sebuah pondok kecil dan sederhana, Wada-san dijamu dengan makanan. Meski bukan makanan mewah, ternyata rasa makanan itu membuat Wada-san tertegun. Ia pun beranjak keluar pondok, dan menemukan suasana begitu tenang. Pemandangan hijau persawahan dengan latar belakang gunung di seberang, langit biru cerah bahkan suara-suara hewan yang bersahutan. Seorang pria tua pemilik pondek pun mendekat. Merasa menemukan apa yang dicari, tanpa pikir panjang lagi, Wada-san pun meminta pria tua itu untuk jadi guru-nya.


“Kubeli semua tanah di area ini, menghentikan pengembangan dan hanya membangun pondok kayu ini. Untuk bahagia, tidak butuh bangunan besar seperti hotel. Aku menyadarinya, tempat kecil ini saja sudah cukup. Orang yang terus mencari kebahagiaan, tidak selalu berakhir bahagia. Saat aku menerima ketidakmungkinan untuk menemukan kebahagiaan, akhirnya aku menemukan kebahagiaan itu sendiri. Bagaimana denganmu, apa kau bahagia sekarang? Bukankah kau selalu mencari kebahagiaan?”


Reiji dibuat tertegun oleh semua ucapan Wada-san kali ini. Mereka berdua masuk ke dalam pondek. Wada-san bahkan menyajikan teh panas di depan perapian tradisional Jepang.


“Ambil mangkok tehmu. Itu hangat di tangan kan? Hanya merasakan kehangatan itu sekarang, sudah cukup membuat bahagia seseorang.”



Reiji mengerti, “Sekarang aku mengerti. Kenapa aku tidak bisa bahagia? Jika aku terus mengejar Shibayama Misaki, aku tidak akan benar-benar mendapatkan kebahagiaanku. Begitu kan?”


Alih-alih mengiyakan, Wada-san justru mendorong Reiji hingga terjatuh ke arah dinding, “Berhenti katakan hal bodoh! Kau tidak boleh menyerah soal wanita itu!”


Reiji heran, “Bukankah tadi kau bilang aku tidak akan bahagia kalau terus mengejar kebahagiaan itu sendiri? Apa salahku?!” suara Reiji tidak kalah keras.


“Karena itu menarik! Caramu mengejarnya, semuanya menarik. Jangan menyerah!”


“Meski kau bilang begitu, dia tidak mau bertemu denganku lagi.”


“Bukankah ada hal lain yang bisa kau lakukan tanpa harus bertemu?”


“Apa?” tanya Reiji dengan polosnya.


“Bagaimana aku bisa tahu! Kau lebih kenal dia kan? Pikiran sendiri!” saran dari Wada-san sama sekali tidak membantu.



Reiji memikirkan ucapan Wada-san tadi. Ia berpikir, apakah dia sudah benar-benar mengenal Misaki. Reiji berpikir, yang dia tahu ... Misaki suka membaca dan menonton rakugo, makanan favoritnya matsumaezuke. Misaki selalu jadi ketua kelas sejak SD dan mantan pacarnya seorang pria Belgia bernama Mirco.


“Lupakan soal Mirco,” saran sekt.Maiko. Ia bertanya pada Reiji apakah Reiji tahu ukuran sepatu Misaki dan ukuran jarinya.


Jelas Reiji tidak tahu semua itu. Meski begitu, Reiji sebagai bos tentu bisa tahu kapan Misaki ulang tahun. Bukan hal aneh memang, jika Reiji belum tahu banyak hal soal Misaki, karena mereka baru kencan sebentar.


Reiji pun perlahan mengerti. Untuk bisa memperjuangkan seseorang, paling tidak Reiji harus tahu banyak soal orang itu terlebih dahulu.



Pagi berikutnya. Saat disapa oleh seluruh karyawan, Reiji berhenti sebentar. Ia pun melirik ke arah Ieyasu dan memintanya untuk ikut ke ruangan Reiji, dengan isyarat.


“Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Aku tidak peduli bagaiman detailnya. Tapi aku ingin kau mencari informasi soal Shibayama Misaki!” perintah Reiji.


“Mungkinkah, ini akan jadi ... “


“Benar. Proyek rahasia kita,” Reiji sudah tahu cara untuk membuat Ieyasu mau melakukan apapun perintahnya.



Ieyasu pun mulai aksinya. Seperti dalam film-film detektif, ia mulai menanyai satu per satu karyawan. Bahkan sengaja menyodorkan lampu pada mereka. Sayangnya, tidak ada informasi penting satupun yang bisa ia dapat dari mereka. (kalau caranya gini mah, semua karyawan juga bakalan tahu kalau Ieyasu ini lagi ngerjain tugas dari Reiji).


Hingga terakhir, Ieyasu pun menanyai Mahiro, orang yang selama ini tampak paling dekat dengan Misaki. Awalnya Mahiro menolak memberitahu. Tapi setelah dipaksa, Mahiro pun menyerah dan mau bekerjasama.



Ieyasu berhasil menyeret Mahiro ke depan Reiji. Menurut pengakuannya, Mahiro masih sering berhubungan dengan Misaki. Bahkan ia juga masih sering mampir ke apartemen Misaki.


Reiji pun mulai pertanyaannya soal Misaki. Mulai dari ukuran sepatu hingga ukurang jari. Tapi Mahiro mengaku ia tidak tahu. Reiji kesal karena ternyata orang yang dibawa Ieyasu ini juga tidak bisa banyak membantu.


“Sepertinya yang kutahu, sama saja seperti yang presdir tahu,” ujar Mahiro. Tapi Mahiro kemudian ingat sesuatu, “Presdir, apa Anda tahu kenapa Misaki bekerja di perhotelan?”


Reiji tidak terlalu menanggapinya, “Mungkin karena dia suka hotelku?”


“Itu karena ia ingin mewujudkan mimpinya, membangun hotelnya sendiri di lahan yang ditinggalkan oleh kakeknya. Bagaimanapun, itu pasti sulit kalau dilakukannya sendiri.”


“Aku belum pernah dengar sebelumnya,” Reiji mulai tertarik.


“Bagaimana jika Anda membantunya, presdir? Misaki pasti senang!” sambung Mahiro.


“Saat Anda mengatakan akan membantunya, dia pasti akan kembali pada Anda, kan?” ujar Ieyasu.


“Itu tidak benar. Kalau itu benar mimpinya, tidak akan ada nilainya jika tidak diwujudkan olehnya sendiri. Aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantu.” Jawaban Reiji benar-benar di luar dugaan.



Malam itu Mahiro kembali mampir ke apartemen Misaki. Dan sesi curhatnya pun dimulai, “Aku benar-benar kesal pada presdir. Ayahnya sangat baik, tapi anaknya begitu kasar.”


“Apa ada yang terjadi?” Misaki heran.


“Aku menceritakan mimpimu padanya. Dan dia bilang, aku akan menyemangatinya, tapi aku tidak akan membantunya. Kupikir presdir pasti akan melakukan apapun jika untukmu kan? Tapi dia bilang lagi, tidak ada nilai jika mimpi tidak diwujudkan oleh dirimu sendiri. Apa dia berniat melarikan diri?” sindir Mahiro.


“Dia bilang begitu?”


“Benar, dia bilang begitu. Misaki, hal benar kau menjauh darinya.”


Tapi jawaban Misaki pun membuat Mahiro terkejut, “Aku tidak yakin lagi. Karena aku tidak pernah berpikir, dia adalah orang yang akan bicara seperti itu.” Misaki justru tampak senang.


Mahiro heran, “Itu bukan hal membahagiakan! Harusnya, sebaliknya!”


“Mungkin aku tidak benar-benar mengenalnya,” gumam Misaki, lebih pada diri sendiri.


“Aku juga. Aku seperti tidak mengenalmu sama sekali,” komentar Mahiro kemudian.



Kemana Misaki? Ternyata ia mengunjungi penginapan milik ayah Reiji, Samejima Ryokan. Misaki disambut langsung oleh Samejima Kozo-san, ayah Reiji. Saat Misaki mengaku kalau ia dipecat oleh Reiji dari kantor, justru Kozo-san yang minta maaf. Ia menyesal dan merasa bertanggungjawab, karena sikap Reiji itu adalah akibat sikapnya dulu. (orang jepang ini dedikasinya tinggi banget ya. Meski nggak ada urusan langsung soal pemecatan Misaki, tapi Kozo-san merasa bertanggungjawab)


Misaki lalu menanyakan soal masa kecil Reiji pada Kozo-san. Foto-foto kecil Reiji pun ditunjukkan Kozo-san pada Misaki.


“Saat masih kecil, dia pemalu. Dia suka membaca dan menggambar di kamarnya. Kadang dia juga menangkap serangga.” Lalu saat melihat Misaki membuka foto seorang anak kecil di depan kolam, komentar Kozo-san pun berlanjut. “Dia sendiri yang membangun kolam yang ada di taman depan. Dia bilang, dia ingin membeli ikan koi. Tapi kami mengatakan tidak ada tempat untuk itu. Kemudian dia (Reiji) bilang akan membuatnya sendiri. Awalnya, salah seorang karyawan mengatakan pada Reiji jika itu tidak mungkin. Tapi seperti Reiji sangat serius soal itu. Reiji bahkan menolak untuk dibantu. Jangan sentuh mimpiku. Ujarnya dengan marah. Dia membuat semuanya dari awal. Bahkan pengembang lahan kaget saat tahu kalau kolam itu dibuatnya sendirian. Bahkan saat dia bilang ingin belajar membuat hotel terbaik di dunia, dan pergi belajar di UK, semua orang berpikir dia konyol. Omong kosong apa yang dilakukan anak pemilik ryokan itu? Tapi kau tahu, itu semua yang membuat dia BISA melakukannya.”


Kozo-san pun mengajak Misaki berkeliling. Mereka berdiri di atas kolam ikan yang dibangun Reiji, sambil memandangi ikan koi yang berlalu lalang, “Aku tahu saat melihat kolam ini. Aku hanya orang tua tidak berguna.”



Di kantor, Ieyasu membuat kehebohan. Dia masuk ruangan Reiji dan mengatakan kalau Misaki datang ke penginapan milik ayah Reiji.


“Eh? Apa yang dia lakukan di sana?” Reiji kaget.


“Belum yakin. Aku masih belum tahu sejauh itu.”


“Apa kau yakin itu Shibayama Misaki?” sekt.Maiko ikut bergabung.


“Tidak diragukan lagi!” Ieyasu sangat yakin akan hal itu, karena ia mengaku dirinya dan Kozo-san adalah teman dekat.


Tapi Reiji tampak tidak suka dengan istilah ‘teman dekat’ yang dikatakan Ieyasu itu.


“Kalau begitu, kuturunkan jadi ‘teman’ saja,” Ieyasu pun kemudian pamit keluar.


Reiji heran melihat karyawannya yang satu ini, “Bagaimana dia bergabung di perusahaan ini?”


“Itu misteri terbesar di kantor ini,” jawab sekt.Maiko.



Reiji pun memutuskan datang ke penginapan ayahnya. Kozo-san pun dibuat terkejut dengan kehadiran Reiji yang tiba-tiba.


“Apa benar, mantan karyawanku datang ke sini?” tanya Reiji.


“Benar. Misaki-san kan?” ujar Kozo-san. Ia pun heran karena Reiji hanya masuk bersama Katsunori-san saja. Tapi sekt.Maiko tidak tampak.


“Dia menunggu di mobil,” ujar Katsunori-san.


Kozo-san mengerti. Dia pun menyusul ke mobil di depan. Kozo-san mengetuk jendela mobil, “Sudah lama. Tidak banyak orang lagi yang tahu soal itu. Masuklah, aku menyiapkan teh,” bujuk Kozo-san. (sekedar mengingatkan, dulu sekt.Maiko adalah karyawan di penginapan itu. Tapi dia kena masalah skandal perselingkuhan. Saat ia mengundurkan diri dari penginapan, Reiji-lah yang kemudian membawanya dan menawarinya posisi sekretaris hingga sekarang)



Reiji memeriksa daftar tamu yang ada di depan. Dan dia pun benar menemukan nama Shibayama Misaki di sana, “Cumi-cumi raksasa, muncul di sini.” Reiji pun beranjak ke dalam.


Kozo-san mendekati sekt.Maiko dan Katsunori-san. Mereka penasaran dengan apa yang dibicarakan Kozo-san dengan Misaki.


“Dia bilang, dia ingin tahu bagaimana Reiji saat masih kecil. Dia tampak sangat serius saat melihat album foto Reiji.”


“Sebenarnya, presdir sempat kencan dengan Misaki, tapi hanya sebentar,” ujar sekt.Maiko.


“Eh? Dengan wanita cantik tadi? Harusnya kau bilang padaku lebih awal!” Kozo-san nyaris tidak percaya.



Reiji masuk ke gudang tempat menyimpan barang-barang lamanya. Ia membuka sebuah kardus, mencari sesuatu. Sekt.Maiko dan Katsunori-san pun bergabung dan menawarkan bantuan. Reiji setuju untuk melakukannya bersama.


Tidak lama setelahnya, sekt.Maiko berseru kalau sudah menemukan buku yang dicari. Reiji menerima buku itu. Sebuah buku lama tentang ‘manajemen hotel’ karangan tokoh asing. Di dalam, tampak banyak coretan dan juga penanda di nyaris setengah halaman buku. Apa yang akan dilakukan Reiji dengan buku ini?



Misaki tengah berjalan menuju hotel saat Ieyasu yang naik sepeda menyapanya. Ieyasu kemudian memberikan sebuah paket dalam amplop pada Misaki, lalu langsung pergi lagi. Misaki heran menerima paket itu. Ia menemukan ada nama Reiji di salah satu sisi amplop.


Setelah membeli makanan, Misaki duduk di salah satu meja, sendirian. Ia membuka amplop yang didapatnya dari Ieyasu tadi. Isinya adalah sebuah buku. Dan ada catatan kecil di sana.


Aku tidak butuh buku ini sekarang, tapi kau akan membutuhkannya nanti.


Misaki pun membuka-buku buku itu. Ada banyak coretan tulisan tangan Reiji, warna-warni stabilo bahkan beberapa yang kemudian dikenal Misaki sebagai moto Reiji. Jika kepemimpinan tidak kuat, kita tidak akan menang dalam kompetisi sengit ini. Target, full speed, three months!!


Misaki tersenyum saat melihat moto soal target Reiji, karena agak berbeda dengan yang ada di kantor, “Dia mengurangi satu bulan.”



Malam itu, Reiji memilih kembali pulang sendiri. Berbeda dengan malam biasanya, kali ini Reiji tidak terlalu berharap lagi bisa melihat Misaki. Tapi justru Misaki-lah yang melihat Reiji lebih dulu. Misaki ingin bicara dengan Reiji, ia pun menyusul ke tempat Reiji pernah memainkan Swingy. Kaget dengan kehadiran Misaki, reflek Reiji pun melakukan salam seperti Swingy, dengan satu kaki tertekuk di belakang.


“Bukankah kau berjanji, kita tidak akan bertemu lagi? Sudah jelas, kau katakan menerima syarat itu,” cecar Misaki.


Reiji sangat menyesal, ia hanya bisa menunduk dan minta maaf.


Tapi Misaki belum selesai, “Saat kau katakan itu, kupikir kau orang yang menepati janji. Aku pikir kau orang yang menjaga ucapan.”


Dan hanya kata maaf yang kembali bisa diucapkan oleh Reiji. Ia sangat menyesal.



Tapi cecaran Misaki tiba-tiba berubah arah, “Apa benar kau ingin membuat hotel terbaik dunia? Kenapa kau membuat kolam di Samejima Ryokan sendirian? Bukankah lebih cepat kalau kau minta bantuan?”


Reiji heran, “Mimpi tidak perlu buru-buru.”


“Tapi, moto perusahaan tertulis target, full speed, two months, kan?”


“Itu moto untuk mengharga tujuan. Tujuan dengan mimpi adalah dua hal yang berbeda,” ujar Reiji.


“Lalu, apa mimpimu, presdir?”


“Sesuatu yang tidak akan pernah hilang. Meski ada orang yang berpikir untuk menghapusnya, bahkan meski aku berusaha menghapusnya, itu akan tetap ada dan tidak menghilang. Itulah mimpiku!” tegas Reiji. “Dengan kata lain, itu sangat mirip denganmu.”


“Itu atau serangga dengan badan belang-belang, yang lebih mirip denganku.”


Sesaat Reiji ragu, “Keduanya ... mirip denganmu. Berkali-kali aku tidak bisa mengatakan kau dipecat, meski akhirnya aku bisa mengatakan hal itu, rasanya masih di lidahku, tidak menghilang. Dan itu kau, Misa-san!”



Tidak ada lagi kalimat yang terucap antara keduanya. Reiji dan Misaki saling pandang dalam diam. Pelan, Reiji turun dari panggung, satu per satu menuruni panggung. Ia mendekati Misaki yang masih berdiri mematung.


Pada jarak dekat, Reiji kemudian mengulurkan tangannya, memegang pundak Misaki. Setelahnya, Reiji menarik Misaki dalam pelukannya. Tadinya Reiji ragu, kalau Misaki akan menolak. Tapi saat sadar, kalau Misaki tidak melakukan apapun, bahkan tidak menolak, Reiji pun tersenyum puas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Ya salaaaaam, Cuma mau pelukan gini aja butuh 9 episode. Tapi Na suka dengan akting bang Ohno di sini. Kadang konyol, kekanak-kanakan tapi juga serius. Tapi masih ada satu episode lagi sih. Hmmm ... masalah belum selesai nih.

Bening Pertiwi 13.53.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 1. Tidak tahan dengan sikap dingin Reiji, para karyawan kemudian membuat pesta perpisahan dengan Misaki, supaya Reiji dan Misaki bisa bertemu. Tapi sedikit salah paham di antara mereka justru menyulut pertengkaran yang lain. Misaki marah besar dan memilih pergi. Begitupula Reiji yang makin frustasi.


Tapi kedatangan ayahnya, sedikit melunakkan hati Reiji. Usaha ayah Reiji, Kozo-san untuk memperbaiki hubungan mereka perlahan memperlihatkan hasil. Reiji jadi lebih tenang dan mau membuka diri serta menerima kekurangan orang lain. Tapi, bagaimana nasib hubungan Reiji dan Misaki selanjutnya?



Dengan tekat ingin berbaikan, Reiji mendatangi Stay Gold Hotel tempat Misaki bekerja. Sepulang kerja pun, Reiji masih terus mengekor Misaki. Kesal karena terus saja diikuti, Misaki meminta Reiji pulang dan berjanji akan mengirim email nanti. Reiji setuju dengan syarat ini.


Sampai di apartemennya, Reiji termenung menunggu pesan dari Misaki. Tapi ponselnya tetap saja diam. Bahkan setelah Reiji mandi, ganti baju dan bersiap tidur, tetap tidak ada pesan yang masuk. Reiji frustasi sendiri menunggu pesan dari Misaki yang tidak kunjung datang.



Sekt.Maiko meletakkan minuman untuk Reiji. Mendapat respon ucapan ‘terimakasih’ dari Reiji, sekt.Maiko heran. Ia bertanya apa ada hal baik. Tapi Reiji mengatakan sebaliknya, justru yang terburuk. Dan cerita soal pesan yang dijanjikan Misaki padanya pun mengalir. Sudah 12 jam, masih tidak ada tanda-tanda pesan dari Misaki. Meski begitu, Reiji tetap santai dan tersenyum (terpaksa).


“Dia mungkin saja kelalahan, hingga tidak tahu kalau ada yang menunggu pesannya. Sebenarnya, Anda marah kan?” sekt.Maiko benar-benar paham situasi bos-nya satu ini.


“Tentu saja, aku tidak marah. Aku Cuma khawatir,” elak Reiji. Ponselnya bebunyi, ada pesan masuk dari Misaki. Tadinya Reiji sudah senang Misaki mengirim pesan. Tapi saat membaca pesan itu, raut wajah Reiji berubah kesal. ‘Sebaiknya kita tidak bertemu lagi’, begitulah isi pesan itu. Kemarahan Reiji yang tertahan sejak semalam pun akhirnya tumpah. “Dia bilang tidak mau bertemu denganku?! Dia masih menjawab meski sibuk, harusnya aku senang kan?” Reiji terus saja memojokkan Misaki.



Misaki masih mempersiapkan makanan, sementara Mahiro sudah menunggu di meja makan, “Apa aku tidak toleran ya? Apa salah, kalau aku masih tidak memaafkan presdir?”


Mahiro heran, “Apa? Tentu saja, kau tidak salah. Itu wajar, kalau kekasihmu mengatakan hal buru, dan kau putus darinya. Masih untung kau mau menghubunginya.”


“Itu karena aku janji untuk mengiriminya email.”


“Tapi tetap saja, itu salahnya kan?” Mahiro berkeras. “Dia tidak berani untuk menciummu sendiri. Dan saat kau mulai, dia menghindar kan? Dia sudah menyakiti harga dirimu sebagai wanita.”


“Saat itu aku juga tersulut kemarahan sesaat.”


“Tapi tetap saja, dia juga sudah bersikap keterlaluan karena memecatmu saat sedang marah seperti itu.”


Hal ini justru membuat Misaki berpikir lagi.



Reiji masih saja memandangi pesan dari Misaki tadi pagi. Setelah malam, ia pun baru mengirimkan jawabannya. Baik. Aku penuhi syarat itu. Sekarang, kita fokus pada pekerjaan masing-masing. Isanami Suyao.


Di apartemennya, Misaki juga baru saja membuka pesan balasan dari Reiji. Terimakasih sudah mengerti. Selamat malam.


Sementara itu, Reiji justru memandangi lukisan pasangan yang pernah dibuatnya, disobek dan kini ditempelkan lagi di dinding. Bagian tengah lukisan itu ternyata tidak ada. “Isanami Shiho. Cepat kembali ya?” gumam Reiji.



Presdir WAda melakukan pekerjaannya seperti biasa. Memeriksa dokuman dan memberikan tanda tangan. Meski tubuhnya ada di kantor, tapi tidak dengan pikiran presdir Wada. Ada hal yang tengah membuatnya resah.


Aku ingin tahu apa sebenarnya arti kebahagiaan. Bagi sebagian orang, berarti memenuhi beban kerja. Dan bagi yang lain, adalah cinta untuk partner ideal. Orang yang mencari kebahagiaan, terus berusaha tiap hari ... sekarang, ada seseorang yang tidak sadar akan kebahagiaannya, dan bahkan mencari kebahagiaan yang lebih besar. Aku membuat keputusan besar, demi kebahagiaanku. Dan keputusan ini pasti akan membuat Samejima Reiji bahagia.


Presdir Wada berjalan menuruti tangga, keluar dari kantornya.



Ieyasu tengah mengobrol dengan salah satu rekan kerjanya. Mereka membahas tentang perubahan seseorang, yang mungkin saja karena perubahan lingkungan kerja. Saat itu Reiji datang, penasaran dengan obrolan kedua oang ini.


“Aku bicara soal bertemu Misaki-chan tiap pagi,” ujar Ieyasu.


“Di mana?”


“Aku naik sepeda saat berangkat kerja kan? Itu ... “


“Bukan benar-benar bertemu kan?” sindir Reiji.


“Benar. Kami memang tidak benar-benar bertemu. Tetapi hanya saling melihat dan mengangguk satu sama lain.


Dan ini pun memberikan ide pada Reiji. Ia akan melakukan sesuatu.



Reiji kembali ke ruangannya. Di sana ada sekt.Maiko dan Katsunori-san yang menunggu. “Apa kau tahu jam berapa Ieyasu berangkat ke kantor?” tanya Reiji pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko berpikir sebentar, “Karena dia yang paling tepat waktu, sekitar 5 menit sebelum jam 9.”


“Berapa menit untuk naik dari parkir sepeda sampai lantai ini?”


“Kalau lewat lift, sekitar lima menit,” kali ini Katsunori-san yang menjawab.


“Jadi, kalau perkiraanku tidak salah, Ieyasu naik sepeda dan lewat di depan Stay Gold Hotel sekitar 8.45. Mulai besok, aku akan berangkat naik sepeda juga. Ieyasu melihat Misa-san tiap pagi.”


“Presdir, bukankah dia tidak mau bertemu Anda lagi?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


“Kita tidak bertemu. Kita hanya berpapasan,” elak Reiji.


Sekt.Maiko mengingatkan lagi, kalau Reiji pura-pura mencari cara untuk bertemu Misaki, justru nanti Misaki yang makin benci pada Reiji. Tapi Reiji tidak peduli itu. Ia mencari alasan lain, kalau ingin jaga kesehatan dengan bersepeda. Reiji tidak mau diprotes lagi.



Katsunori-san pun makan siang bersama salah satu karyawan. Dan cerita soal Reiji berencana naik sepeda agar bisa berpapasan dengan Misaki pun mengalir dari bibirnya. Padahal sebenarnya Reiji ingin benar-benar bertemu dan bicara dengannya. Tapi situasinya sulit, jangankan bertemu, bicara lewat telepon saja tidak bisa dilakukan.


“Bukankah cerita ini membuatmu terharu? Seorang presdir perusahaan besar berusia 34 tahun bangun pagi, naik sepeda agar bisa bertemu orang yang dia sukai. Cerita yang sangat menyentuh.”



Pagi berikutnya


Katsunori-san sudah bersiap di depan apartemen Reiji. Ia mengelap dan memeriksa sekali lagi sepeda yang sudah dipersiapkan. Reiji keluar dari apartemen dan menyerahkan tasnya pada Katsunori-san. Reiji pun naik ke atas sepeda dan tampak agak kesulitan karena sadel sepeda yang terlalu tinggi. Tapi saat Katsunori-san menawari agar sadelnya diatur, Reiji menolak. (sumpe adegan ini lucu dan bikin Kelana ngakak deh. Ya secara ya, bang Ohno kan emang nggak terlalu tinggi. Tapi jadinya lucu gitu deh. Gomene, Bang). Dan perjalanan Reiji menuju kantor dengan sepeda pun dimulai pagi itu.


Di persimpangan jalan, Reiji bertemu dengan Ieyasu. Berbeda dengan sepeda Reiji yang tampak biasa, Ieyasu menggunakan sepeda gunung lengkap dengan helm dan perlengkapan lainnya. Ieyasu pun tampak keren. Disapa oleh Ieyasu, Reiji berusaha bersikap se-cool mungkin. Tapi saat waktu menyeberang, Ieyasu sudah berlalu lebih dulu. Sementara Reiji kesulitan mengayuh pedal sepedanya.


Reiji sampai di kantor dengan peluh berleleran. Ternyata Ieyasu sudah sampai lebih dulu, dan tadi bertemu dengan Misaki. Reiji? Dia tidak dapat apapun. Hari pertama gagal.



Pagi berikutnya ...


Katsunori-san sudah mempersiapkan sepeda baru untuk Reiji. Kali ini dengan model dan perlengkapan seperti milik Ieyasu. Tapi seperti kemarin, Reiji masih kesulitan menaikinya, karena kakinya tidak cukup panjang. (hehehe).


Berbeda dengan kemarin, Reiji tertinggal, kali ini Reiji lebih dulu tiba di kantor. Menyusul kemudian Ieyasu. Reiji datang lebih awal, tapi ia kembali tidak bertemu dengan Misaki. Berbeda dengan Ieyasu yang berangkat tepat waktu, dan tetap bertemu Misaki seperti hari-hari sebelumnya. Ieyasu bahkan mengaku sempat melakukan ‘high five’ dengan Misaki pagi itu. Tentu saja ini membuat Reiji makin kesal.



Reiji sudah kembali ke ruangannya. Sekt.Maiko mengusulkan agar Reiji datang bersama Ieyasu, dengan begitu ia bisa bertemu Misaki. Tapi Reiji menolak ide ini.


“Memangnya apa arti berpapasan?” tanya sekt.Maiko kemudian.


Dan tiba-tiba Reiji justru punya ide lain. Dia berpikir kalau Misaki adalah ‘giant-squid’—cumi-cumi raksasa, salah satu hewan laut yang sangat sulit ditemukan. Tapi sekt.Maiko mengatakan kalau cumi-cumi ini sudah pernah diambil gambarnya oleh NHK.


“Tentu saja. Itu adalah keajaiban karena tidak menyerah selama 10 tahun dan sabar menunggu. Yang harus kupelajari dari hal itu ... adalah tidak terpacu pada satu strategi saja. Berangkat kerja dengan sepeda tidak efisien. Aku harus merubah strategiku!” tegas Reiji.



Apa yang dilakukan Reiji?


Ternyata dia mencari ruangan yang letaknya dekat dan dari sana, dia bisa selalu mengawasi Misaki yang bekerja di Stay Gold Hotel, seberang. Tapi sekt.Maiko tidak setuju dengan ide ini. Ia berpikir kalau ide Reiji kali ini benar-benar kacau.


“Aku tidak bilang mau pindah kantor pusat. Kau Cuma ingin menyewa ruangan untuk bekerja,” elak Reiji. Ia masih menggunakan alatnya untuk memantai gedung sebelah, tempat Misaki bekerja.


Tapi dasar Reiji. Ia tiba-tiba saja berubah pikiran. Rencana menyewa ruangan itu pun batal. Dan Reiji justru pergi begitu saja.



Ternyata Reiji menemukan semacam panggung promosi di dekat Stay Gold Hotel. Ia pun menemui orang di balik kostum ayam yang tengah tampil itu. Tapi orang di balik kostum ini menolak tawaran Reiji, dan mengatakan kalau ini bukan pekerjaan amatir.


Kali ini sekt.Maiko turun tangan juga untuk meyakinkan, “Karena presdir biasa berlatih olahraga, tidak masalah soal fisik. Dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar dan turis, kami jadi bisa memikirkan ulang layanan hotel kami.”


“Jadi, interaksi dengan orang-orang adalah point penting dalam bisnis layanan jasa,” Reiji pun menambahkan.


Si pria di balik kostum akhirnya setuju. Tapi ia menyebutkan kalau tidak ada gaji bagi orang magang. Reiji mengiyakan, dan mengatakan kalau ia yang justru akan membayar, seperti rental mobil. Hanya kali ini yang disewa adalah kostum.


Si pria di balik kostum pun kemudian meminta Reiji mencoba. Ia pun mengajari Reiji cara dan gerakan kostum itu. Dari geser ke kanan-kiri hingga maju-belakang dan berbagai pose lain. Reiji mengikutinya dengan semangat. Sementara sekt.Maiko dan Katsunori-san hanya duduk dan memperhatikan sang bos. Pemilik kostum marah karena Reiji tidak tersenyum dan menyuruhnya senyum. Reiji pun menurut dan menarik bibirnya, memaksakan senyum lebar.



Reiji pulang ke apartemennya, dan masih saja terus mempraktekkan gerakan yang dipelajarinya dari pemilik kostum tadi.


“Presdir, berjanjilah satu hal padaku,” pinta sekt.Maiko. “Jangan biarkan ini merusak inti bisnis kita.”


“Tentu saja!”


“Meski kau bertemu dengannya, jangan bicara padanya!”


“Kau tidak perlu mengingatkanku. Aku hanya ingin melihat cumi-cumi raksasa. Aku tidak berpikir akan menangkapnya,” ujar Reiji.


“Anda hanya akan berpapasan dan jangan lupakan satu hal lagi ... “


Reiji protes karena terus saja diatur oleh sekt.Maiko. Ia menggerutu dan mengatakan akan menuruti semua permintaan sekretarisnya itu.



Hari berikutnya ...


Reiji benar-benar melakukannya, pertunjukkan di balik kostum. Si pemilik kostum mengingatkan sekali lagi pada Reiji agar serius melakukannya.


Reiji pun naik panggung, sudah berada di dalam kostum si ayam, Swingy. Awalnya dia bergerak dengan ragu, tapi pelan-pelan, gerakan Reiji mulai luwes. Ia melakukan semua gerakan yang diajarkan si pemilik kostum. Dan ternyata anak-anak yang menonton, melihatnya dengan senang. Anak-anak itu tampak gembira dan tertawa oleh penampilan Reiji.



Penampilan Swingy sudah selesai, dan kini kewajiban Reiji untuk membagikan balon pada anak-anak. Tapi perhatian Reiji teralihkan dan bahkan balonnya pun dilepas saat ia melihat Misaki mendekat bersama temannya. Reiji tidak mempedulikan balon yang terbang, pun ucapan si pemilik kostum yang memanggilnya. Reiji turun panggung dan menuju Misaki.


Saat itu Misaki tersenyum melihat Swingy. Ia dan temannya hanya heran, saat si pemilik kostum menarik Swingy masuk ke dalam, padahal acara belum tuntas.


“Siapa yang mengajarimu melepas balon-balon itu? Balon tidak gratis!” protes si pemilik kostum. Reiji pun hanya bisa berdiri berlutut dan minta maaf karena sudah lalai.


Pemilik kostum mengultimatum Reiji, kalau lain kali bersikap seperti itu lagi, maka ia akan dipecat.



Malam itu, Katsunori-san membelikan makan malam untuk Reiji yang masih berada di kantor. Reiji masih saja memikirkan pertemuan tadi dengan Misaki. Reiji pun menyuruh Katsunori-san untuk pulang saja duluan.


“Mulai hari ini aku mau pulang kantor sambil berjalan.”


“Itu akan melelahkan. Apa tidak masalah?” Katsunori-san khawatir.


“Setelah berhenti naik sepeda untuk berlatih, aku ketinggalan banyak latihan,” Reiji berkeras. Bahkan saat Katsunori-san mengatakan akan butuh banyak waktu jika Reiji pulang berjalan, Reiji tetap tidak mengubah pendiriannya.



Hari yang lain, Misaki pulang lebih awal. Di perjalanan pulang, ia dan rekannya kembali bertemu si Swingy, yang di dalamnya adalah Reiji. Misaki pun minta foto. Dan teman Misaki yang mengambil gambarnya. Misaki tanpa ragu pun memeluk Swingy ini, membuat Reiji yang ada di dalamnya salah tingkah.


Bisa berada begitu dekat dengan Misaki, Reiji pun kehilangan kontrol. Setelah Misaki berbalik pergi, Reiji pun melepas kepala kostumnya. Ia hanya bisa memandangi Misaki tanpa satu katapun terucap. Ada percik kerinduan dalam di mata Reiji. Tentu saja si pemilik kostum marah besar. Dan hari itu, Reiji benar-benar dipecat.



Berita soal Misaki yang foto sambil memeluk Swingy ternyata masuk koran. Tentang maskot lokal daerah yang melakukan pertunjukkan tunggal. (nggak ngerti gimana ceritanya, tapi kok keren amat ya). Bukannya senang, Reiji justru tampak sedih. Ia bahkan duduk memeluk lututnya di lantai.


“Aku bisa berfoto dengan cumi-cumi raksasa. Itu sakit. Sakit melihatnya tersenyum setelah sekian lama. Hei, Maiko. Bisakah aku membuatnya tersenyum seperti itu lagi? Apakah hari seperti itu akan bisa datang lagi, saat dia tersenyum saat melihatku tanpa kostum?”


“Semua akan baik-baik saja,” hibur sekt.Maiko.


“Itu bukan pelukan yang kuharapkan dari dia!”


Tapi obrolan Reiji terganggu oleh kedatangan Ieyasu yang seenaknya. Reiji sempat marah. Tapi kemarahan Reiji berubah kaget saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ieyasu.



Reiji menyusul keluar ruangan. Di sana semua karyawan tengah melihat ke arah televisi. Ada sebuah berita eksklusif di sana, tentang presdir Wada.


Presdir Wada mengatakannya pada wartawan, meski tidak ada masalah manajemen, dan dia tidak bosan jadi presdir, dia akan benar-benar mundur dari industri perhotelan karena alasan pribadi. Orang yang akan menggantikan posisinya adalah adiknya, Hidehiko, yang selama ini jadi direktur regional New York. Dia akan mengambil alih dan tetap melanjutkan peraturan yang telah disusun oleh presdir Wada.


Reiji dibuat kaget dengan berita ini. Semuanya serba tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sama sekali. Selain itu, ternyata ketua tim Goro-san-lah yang tampak paling syok atas berita ini.



Reiji pun menyusul Wada di rumah kayu-nya yang ada di dalam hutan. Saat itu Wada-san tengah membelah kayu-kayu menjadi batang yang lebih kecil. Reiji pun tidak mengenakan jas seperti biasa, tapi dia memilih pakaian kasual.


“Wada, apa-apaan ini maksudnya?!” cecar Reiji kesal.


“Bukankah kau datang ke sini untuk berterimakasih padaku?” tanya Wada-san yang kemudian berhenti dari kegiatannya membelah kayu. “Sekarang aku sudah keluar, jadi kau bisa mencapai mimpimu dengan mudah.”


Tapi Reiji tidak menganggap itu keren, “Tidak ada gunanya kalau aku mendapatkan nomer satu tanpa mengambilnya darimu!”


“Kenapa kau marah padaku?”


“Kau khawatir kalah dariku, dan melarikan diri sebagai pengecut!”


“Jadi, kau akan senang kalau kau mengambil posisi nomer 1 dariku?” tantang Wada-san.


“Tentu saja!”


Wada-san tersenyum, “Kebahagiaan itu Cuma fantasi. Selama lima tahun terakhir, kupikir aku bahagia. Saat aku mendapatkan posisi nomer satu dunia. Tapi itu Cuma sehari saja. Saat mencapai posisi puncak, pertarunganku baru dimulai. Apa yang akan kulakukan kalau tahun depan tidak jadi yang terbaik lagi? Atau apa yang harus kulakukan untuk mempertahankan posisi nomer satu ini? Kau pikir kebahagiaan seperti itu, akan ada setiap hari?” tanya Wada-san, sarkas.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Halo semua. Sebelumnya Na mohon maaf ya atas keterlambatan posting episode ini. Pasti banyak yang heran, karena episode ini pendek sekali, berbeda dengan biasanya. Itu semua karena belum selesai Na kerjakan. Sekali lagi, mohon maaf ya. Tapi hutang sudah Na bayar kok, sekarang sudah selesai. Selamat melanjutkan membaca.

Bening Pertiwi 11.53.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Soshite, Daremo Inakunatta 01 part 1. Haloooo ... sinopsis drama baru nih. Semoga pada suka ya. Kali ini pilihan Na kembali ke genre suspense seperti biasa. Dan aktor utamanya, salah satu favorit Na juga, Fujiwara Tatsuya. Happy reading ^_^


Gagang pintu itu didorong, dan di baliknya ada sebuah jalan. Cahaya terang menuntunnya naik dan akhirnya tiba di atas sebuah gedung. Di sana, juga sudah ada speaker dengan nomer 7.



“Kau punya dua pilihan, ditembak di sana atau melompat.”


“Tunjukkan dirimu!”


Suara tembakan terdengar. “Maju ke depan! Berdiri di tepi! Apa kau akan ditembak atau melompat, pasti salah satunya.”


“Tidak peduli yang manapun, aku tetap akan jadi mayat!”


“Tidak masalah. Kau tidak legal ada sebagai manusia. Jika mayat tanpa identitas ditemukan, pencarian polisi akan berhenti.”


“Jangan main-main denganku, aku ada!”


“Tidak, kau tidak ada.”


“Aku ada! Aku hidup di sini, sekarang.”


“Kalau begitu, siapa namamu? Berapa nomer pengenalmu?”



Benar, saat itu aku tidak punya nama. Aku terlahir sebagai Todo Shinichi. Aku tumbuh dan hidup sebagai Todo Shinichi. Aku selalu Todo Shinichi. Hingga hari itu.



10 hari yang lalu.


Shinichi tengah duduk di sebuah restoran mewah bersama seorang wanita, ibunya, Todo Makiko-san. Shinichi tengah menceritakan soal rencanya pernikahannya pada sang ibu. Mendengar beritu itu, sang ibu tidak terlalu terkejut. Ia berpikir, saat diajak ke restoran mewah pasti ada dua alasan. Pertama karena sakit yang parah atau kedua, berita gembira.


“Kau harusnya ganti jam itu,” ujar Makiko-san pada putranya.


Shinichi tersenyum memandangi jam di tangannya, “Aku ingin tetap memakainya, karena ini hadiah darimu sebagai ucapan selamat setalah selesai kuliah.”


“Baiklah. Tapi paling tidak, belilah hal baru untukmu sendiri.”


Shinichi lalu pamit sebentar. Ia kemudian kembali sambil menggandeng seorang wanita berambut pendek, yang diperkenalkannya sebagai tunangannya, Kuramoto Sanae. Makiko-san tampak senang berkenalan dengan calon istri putranya itu.


“Kami juga punya berita lain,” ujar Shinichi.


Makiko-san agak terkejut, tapi kemudian sudah bisa menebaknya. Hal ini diiyakan oleh Shinichi dan Sanae. Saat ini Sanae sudah hamil.


“Saya minta maaf, karena melakukanya tidak sesuai urutan,” sesal Sanae.


“Tidak masalah. Karena kau orang yang dipilih oleh Shinichi, aku tidak khawatir. Sejak lama, Shinichi selalu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya.”


Rupanya selama ini Makiko-san membesarkan Shinichi seorang diri, setelah suaminya meninggal. Itulah kenapa ia begitu sayang pada putranya itu.



Selesai makan malam, Shinichi menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Tapi ternyata kartu kreditnya tidak bisa digunakan sama sekali. Shinichi heran, karena ia baru saja menggunakannya kemarin. Tidak ingin memperpanjang masalah, Shinichi akhirnya memilih membayar secara kontan.


Sayangnya, Shinichi tidak tahu, kalau masalah besar sudah menantinya esok.



Shinichi bersama Sanae mengantar Makiko-san ke mobil. Di sana sudah menunggu perawatnya, Nishino Yayoi-san. Saat itu Makiko-san bertanya soal teman-teman Shinichi di Niigata. Shinichi memastikan akan mengundang mereka saat pernikahannya. Makiko-san tampak lega. Shinichi juga sempat bercerita soal pekerjaannya yang semakin sulit tetapi menarik. Makiko-san pun pamit pergi.


“Seperti yang kudengar, dia ibu yang sangat penyayang,” puji Sanae.


Shinichi senang mendengar calon istrinya itu bicara seperti itu. Apalagi dia juga sebentar lagi akan jadi seorang ibu. Sanae juga mengatakan kalau ia ingin bertemu teman-teman masa kuliah Shinichi saat di Niigata.



9 hari yang lalu


Shinichi berangkat kantor seperti para pekerja lainnya. Langkah-langkah panjang menyapa pagi mereka semua. Tidak ada yang istimewa atau mencurigakan. Semua kartu pas milik Shinichi bisa digunakan seperti biasa.


Di ruangannya, Shinichi memperkenalkan program baru yang belum lama ini ia kembangkan. Sebuah program yang bisa mengenali data, gambar dan video serta bisa menghapus semuanya yang beredar di internet, Miss Erase. Selama ini, informasi yang terlanjur beredar di internet, sangat sulit dibersihkan hingga sebersih-bersihnya. Tapi Shinichi mengklaim ini bisa dilakukan dengan program buatannya dan bahkan bisa mengganti datanya. Atasannya tampak tidak sabar dengan program baru ini dan meminta Shinichi memulai contohnya.


Shinichi pun meminta salah satu staf menuliskan kata kunci pencarian di internet, tentang seseorang, Imasakimura Yoshio. Tampak hasil pencarian menunjukkan data, gambar serta video dari orang yang dimaksud. Shinichi lalu mengaktifkan Miss Erase. Setelah diketikkan kata target dalam jendela Miss Erase, program itu akan mencari seluruh data terkait kata target. Kemudian saat muncul jendela ‘hapus’, Shinichi memilih ‘yes’. Beberapa saat dibutuhkan untuk menghapus seluruh data. Setelah semuanya bersih, Shinichi meminta rekannya yang lain mengetikkan kata target yang sama di mesin pencari. Jika tadi hasil pencarian menunjukkan banyak data orang ini, tapi setelah dijalankan Miss Erase, maka mesin pencari tidak menemukan data apapun dari orang ini. Benar-benar terhapus bersih.


Shinichi mengaku sudah mencoba program ini untuk sekitar 100.000 subyek. Ia juga mengatakan pemrograman ini dibuatnya saat bosan dan ternyata tiba-tiba mendapatkan ide baru. Sang atasan tampak sangat terkesan dengan kejeniusan Shinichi. Shinichi juga dipuji oleh staf yang lain, termasuk juniornya yang sangat mengagumi kemampuan Shinichi.


“Ini buka pekerjaanku saja. Tapi ini juga kerja tim,” aku Shinichi.


Tidak lama setelahnya ada yang datang dan mengatakan kalau Shinichi dicari oleh petinggi perusahaan. Rekan-rekannya tampak antusias dan mulai menebak. Mereka berpikir kalau Shinichi akan dapat bonus atau promosi karena prestasinya ini.



Shinichi pun datang ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada lima orang petinggi perusahaan yang menunggunya. Shinichi memperkenalkan diri sebagai ‘Todo Shinichi’. Tapi ternyata orang-orang itu tidak percaya. Mereka meminta Shinichi membacakan nomer ID-nya. Meski bingung, Shinichi pun menurut saja.


“Nomer itu bukan milikmu,” komentar salah satu atasan itu. “Pemilik nomer itu ditangkap tiga hari yang lalu karena perampokan dan berada di dalam penjara.”


“Tunggu dulu. Saya tidak mengerti yang Anda katakan,” Shinichi bingung. “Apakah sistem mengalami kesalahan karena duplikasi data?


Tapi para petinggi itu tidak percaya. Mereka justru menuduh Shinichi melakukan penipuan identitas saat masuk perusahaan dulu.


“Itu bodoh!” protes Shinichi. “Aku Todo Shinichi!”


“Todo Shinichi ada di penjara. Siapa kau?!”



Shinichi baru kembali ke ruangannya saat di sana ada tim lain tengah mengangkut komputer dan data-data miliknya. Shinchi protes, tapi akhirnya tidak bisa berbuat apapun. Semua data penelitiannya ada di sana.


“Perusahaan tidak bisa membiarkan barang-barang perusahaan di tangan orang tanpa identitas. Sampai investigasi selesai, ID anda dan semuanya akan dibekukan. Sampai kami menghubungi Anda, silahkan tetap di rumah!”


“Orang tanpa identitas? Aku sudah bekerja di perusahaan 10 tahun!” protes Shinichi.


Tapi ketua tim-nya, Tajima Tatsuo-san memeringatkan dan berusaha menenangkan Shinichi. Tajima-san berjanji akan mencari tahu yang terjadi dan segera menghubungi Shinichi nanti. “Kau istirahat saja seperti rencana. Jangan khawatir soal proyekmu. Aku akan memastikan semuanya aman.”



Shinichi mengunjungi kantor kependudukan. Tapi pegawai wanita di sana memastikan kalau kartu pengenal milik Shinichi tidak terdeteksi. Tapi Shinichi berkeras agar si pegawai memanggilkan atasannya. Si pegawai ini setuju.


Dari kejauhan Shinichi terus memerhatikan. Mendapat laporan dari staf bawannya, si atasan justru menelepon dan melapor polisi dengan aduan pemalsuan identitas. Tahu yang terjadi, Shinichi pun memutuskan untuk pergi dari kantor kependudukan itu.



Seorang pria perlente tampak tengah bekerja di mejanya. Dia bekerja di kementerian komunikasi, Osanai Tamotsu. Setelah membaca beberapa data, Osanai pun berbicara pada mic yang tertempel di jasnya, semacam melakukan perekaman.


Tapi sebuah telepon mengalihkan perhatiannya. Dari seseorang yang dikenalnya.



Osanai berjalan sambil melihat jam di tangannya. Ia bertemu dengan Shinichi di sebuah taman. Rupanya Shinichi sudah sedikit menceritakan masalahnya pada Osanai.


“Tidak ada yang berubah sejak kuliah. Pertama, orang HRD dari perusahaanmu benar. Nomer ID-mu, bukan milikmu. Itu milik Todo Shinichi, seorang pria yang berbeda.”


“Itu pasti semacam bug,” komentar Shinichi.


“Tentu saja aku juga berpikir begitu. Itu mungkin terjadi, duplikasi data. Seseorang memiliki nomer ID-mu dan kau jadi ditolak oleh sistem. Tapi, ID-mu hilang. Itu yang aku tahu. Investigasi ini sudah mencapai batas yang bisa kulakukan. Tapi informasi pribadinya tidak ada di manapun. Nomer ID-mu, sertifikat warna negara ataupun data keluargamu. Bahkan data pajak dan data pribadi lainnya. Di pusat data pemerintah, kau tidak ada.”


Shinichi tidak habis pikir, “Osanai, becandaan ini sudah keterlaluan.”


“Menyesal sekali, ini bukan becanda. Dan pria bernama Todo Shinichi ini tertangkap, jadi data DNA-nya dan sidik jari sudah masuk sistem data. Todo Shinichi sudah masuk daftar hitam. Tentu saja fotonya. Apa kau punya pasport atau SIM?”


“Tentu saja aku punya.”


“Mulai sekarang, jangan gunakan dulu. Ada kemungkinan kau akan ditangkap karena pemalsuan dokumen. Semua datamu dianggap palsu.”


“Itu bodoh!” Shinichi mulai frustasi.


“Aku tahu kau Todo Shinichi yang asli. Tapi tidak ada bukti apapun. Paling tidak, aku masih belum tahu caranya,” ujar Osanai lagi.



Shinichi pulang dengan frustasi. Dalam satu hari, semua kehidupan enaknya berubah drastis. Sekarang ia terancam berada di bawah. Shinichi pun berniat segera pulang dan akan naik Shinkansen ke Niigata.


Todo Shinichi yang lain ada di Niigata saat insiden perampokkan terjadi dan dia tertangkap. Kebetulan sekali, Niigata juga tempat aku menghabiskan masa sekolahku. Entahlah, kenapa ini bisa kebetulan.



Shinichi pulang ke apartemennya. Di sana sudah ada tunangannya, Sanae yang tengah memasak. Shinichi pun minta bantuan Sanae untuk bersiap, karena ia akan pergi ke Niigata.


Sanae mengaku tadi baru dari kantor kependudukan. Ia mendapatkan formulir pengajuan pernikahan. Di form itu, data milik Sanae sudah ditulis. Tinggal data milik Shinichi yang belum ditulis. Shinichi menerima form itu dengan senang hati. Tapi ia kemudian ragu, karena ingat perkataan Osanai tadi yang melarangnya menggunakan identitas. Karena semua datanya saat ini dianggap palsu.


“Bisakah kita tunda ini sebentar? Ini bukan masalah besar, tapi kita harus menundanya dulu. Bukan aku tidak mau menikah. Hanya menunda sebentar,” pinta Shinichi.


Sanae tampak tidak suka. Ia berpikir kalau Shinichi tidak benar-benar ingin menikah dengannya. Dan bahkan tidak benar-benar senang saat tahu kalau dirinya hamil.


“Bukan begitu. Aku ingin menikahimu dan aku senang soal bayi kita. Hanya saja ... kujelaskan nanti.


Tapi Sanae tidak mau dengar lagi. Ia yang terlanjur kesal melepas celemek yang dipakainya, mengambil tas lalu beranjak pergi.



Tidak mau kehilangan, Shinichi mengejar Sanae hingga depan apartemen. Ia mencoba menjelaskan situasinya pada Sanae.


“Kau mungkin tidak percaya. Tapi saat ini, aku bukan orang yang legal. Aku tidak punya nomer ID, sertifikat warga negara atau data keluarga. Saat ini ada orang lain yang juga bernama Todo Shinichi memiliki semua dataku. Tentu saja ini kesalahan. Sekarang, aku akan mengurusnya. Jadi aku belum bisa menikah,” Shinichi mencoba bicara baik-baik.


“Kalau kau mau bohong, lakukan dengan baik,” Sanae tidak mau dengar dan benar-benar pergi.


“Ini bukan kebohongan. Aku juga tidak tahu yang sebenarnya terjadi,” teriakan Shinichi tidak dipedulikan lagi oleh Sanae.



Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Shinichi tetap berangkat ke Niigata. Ia membeli tiket shinkanshen di loket. Sayangnya dua kartu kredit milik Shinichi tidak dapat digunakan. Situasi makin sulit.


Shinichi lalu datang ke mesin atm. Dia berniat mengambil uang tunai untuk membeli tiket shinkanshen. Tapi ternyata situasinya sama saja, kartu atm-nya ditolak dan dia tidak bisa melakukan pengambilan uang sama sekali.


Shinichi kemudian mengambil pilihan terakhir. Ia naik bus cepat menuju Niigata dengan sisa uang yang ada dalam dompetnya. Sudah lewat tengah malam saat Shinichi akhirnya dapat bus. Dan sekarang uang di dalam dompet Shinichi tinggal 500 yen saja.



8 hari yang lalu.


Paginya, Shinichi sudah tiba di Niigata. Dua orang temannya saat masih kuliah, Saito Hiroshi dan Nagasaki Haruka ternyata sudah menunggu. Mereka menjemput Shinichi setelah dihubungi juga oleh Osanai. Ketiga orang ini lalu berkumpul dan bicara di sebuah cafe.


“Ini disebut pemalsuan identitas. Semua ID-mu sudah dibajak. Hal itu juga terjadi di Amerika. Dan kerugiannya mencapai $50,000,000,000 dalam satu tahun. Sepertinya di Jepang juga mulai ada, tetapi tidak banyak,” komentar Saito.


Nagasaki lalu mengeluarkan kliping artikelnya. Berita tentang Todo Shinichi palsu yang ditangkap polisi.


“Dia adalah pria 32 tahun yang menyedihkan dan tanpa pekerjaan. Lebih lagi, detail kasusny parah. Padahal dia ini pria tidak berguna,” komentar Shinichi. “ID seseorang bukan hal mudah untuk dibajak. Menghapus data pribadi seperti nomer pribadi dan kartu, bukan pekerjaan orang biasa.”


“Sebenarnya, sepupuku tinggal di dekat apartemen Todo Shinichi ini,” ujar Saito kemudian, membuat Shinichi makin penasaran. “Dia baru pindah beberapa hari sebelum insiden itu terjadi. Dia tidak berinteraksi dengan tetangga, karena selalu berada di ruangan. Aku tidak tahu kenapa pria ini di Niigata. Tapi aku punya info lain. Ruangan tempat tinggalnya ini adalah ruangan yang sama, yang kau sewa saat sekolah dulu.”


“Kebetulan seperti itu, tidak mungkin kan?” Shinichi ragu.



Dengan mobil yang dikemudikan Nagasaki, mereka bertiga mengunjungi kompleks apartemen lama Shinichi. Seorang pria berambut kribo yang tinggal di sebelah apartemen Shinichi tadinya menolak bicara. Tapi saat Saito mengatakan mereka punya hubungan dengan polisi, si kribo pun mau bicara.


“Aku tidak bicara banyak dengan Todo-san. Dia lahir dan dibesarkan di Tokyo, demam saat ujian nasional masuk universitas. Karena nilainya tidak cukup masuk Todai (Universitas Tokyo), jadi dia datang ke universitas Niigata. Lalu kembali ke Tokyo untuk bekerja. Dia bekerja di sebuah perusahaan komputer, banyak hal yang terjadi. Dia akhirnya kembali ke Niigata setelahnya,” ujar si kribo. Ia pun kemudian pamit pergi.


Shinichi terkejut dengan pengakuan si kribo ini. Karena cerita tentang Todo Shinichi ini, adalah ceritanya. Sama persis dengan cerita masa lalunya.



Shinichi dan kedua rekannya kembali ke dalam mobil. Shinichi heran karena Saito berbohong soal ‘ada hubungan dengan polisi’ tadi pada si kribo.


“Itu tidak bohong. Kadang aku bekerja lepas untuk kepolisian. Semacam pemberian pendapat untuk tes DNA dan tes darah,” aku Saito. (Saito ini seorang ilmuwan)


Shinichi mendapat pesan di ponselnya yang menyebutkan kalau Miss Erase telah diakses. Ia heran, karena ia tidak sedang pegang laptop sama sekali. Shinichi lalu menelepon ketua tim-nya, Tajima-san. Tapi ternyata yang mengangkat telepon adalah juniornya, Itsuki (Shinson Jun). Itsuki mengatakan kalau Tajima-san saat ini sedang rapat. Ia khawatir dengan keadaan Shinichi.


Shinichi pun mengerti, “Tapi, ada seseorang yang sengaja mengakses Miss Erase. Tapi memang saat proyek itu digunakan.”


“Benarkah?” Itsuki heran.


“Itu belum pasti, tapi bisakah kau cek?” pinta Shinichi yang diiyakan oleh Itsuki.


Shinichi kembali pada kedua rekannya di dalam mobil. Ia pun kemudian mendapatkan ide.


“Seperti itulah Miss Erase bekerja. Kalau aku minta pada Osanai, gambar si Todo Shinichi palsu itu, maka salah satu fitur Miss Erase akan menemukan foto lama si Todo Shinichi ini.”



Todo Shinichi palsu tengah tiduran di sel saat petugas memberitahukanya ada tamu. Dari balik ruang penerimaan tamu, seorang pria berkacamata tampak duduk di sana.


“Aku pengacara barumu. Aku datang ke sini untuk persiapan sidangmu.”


“Tapi sebelumnya, tunjukkan dulu tanda pengenalmu,” pinta Shinichi palsu.


Si pengacara, Saijo Shinji-san bingung. Tapi ia pun menurut. Tidak mau menunggu lebih lama, pengacara Saijo pun minta agar pembicaraan mereka segera dimulai.



Saito dan Nagasaki mengantar Shinichi yang akan kembali ke Tokyo. Shinichi mengucapkan terimakasih pada kedua temannya ini dan berjanji akan segera mengembalikan uang mereka setelah semuanya beres. Shinichi pun berbalik dan pergi.


Saito masih memandangi kepergian Shinichi, “Apa dia akan baik-baik saja?” tanya Saito pada Nagasaki. “Mungkin kukatakan itu tidak masalah. Tapi aku tidak yakin dengan kenyataannya.”


“Shinichi bukan orang jahat, meski dia agak keras kepala,” komentar Nagasaki.


Saito memuji Nagasaki yang tampak tampak riang, setelah sekian lama sejak kedatangan Shinichi. Tidak suka dengan bahan obrolan, Nagasaki memilih pamit pergi dengan alasan ada urusan.



Shinichi berada di ruang tunggu, menunggu kendaraan untuk kembali ke Tokyo. Diaksesnya email dari laptop. Ada satu pesan masuk di emailnya, dari Osanai Tamotsu.


Shinichi membuka pesan itu. Lampiran di sana berisi foto dan data milik Todo Shinichi palsu. Shinichi heran karena tidak pernah mengenal orang ini. Ia pun mengkopi gambar si pria tadi dan menghapus pesan dari Osanai.



Hari sudah gelap saat Shinichi tiba kembali di Tokyo. Ia berjanji bertemu dengan Osanai di bar King. Dengan riang Shinichi menyambut temannya itu dan mengatakan terimakasih banyak.


“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya Osanai.


“Tentu saja. Aku menemukan ini,” Shinichi menyalakan laptopnya dan menunjukkan temuannya pada Osanai.


Kawanose Takeru, dia drop out dari SMA Seto Metropolitan Industrial. Saat itu dia berencana untuk jadi atlet bela diri, tapi batal. Dia adalah bagian geng motor di perfektur Tokyo. Dia pernah bekerja partime di restoran dan pemandu permainan di casino.


“Wah kau melakukan investigasi dengan serius,” puji Osanai.


“Aku akan melapor polisi soal ini besok pagi. Orang ini bukan Todo Shinichi. Bisa dilihat kalau si Kawanose ini berandalan. Dan nama serta harga diriku bisa dikembalikan,” ujar Shinichi riang.


“Sepertinya ada hal baik yang terjadi,” ujar bartender yang membawakan mereka minuman. “Silahkan!”


Shinichi masih merasakan atmosfer lega dalam hatinya. Bartender itu pun memperkenalkan dirinya sebagai Kusaka Eiji. Shinichi mengaku tidak sengaja datang ke bar setahun silam dan merasa cocok, jadi sering datang untuk minum sendiri.


“Kalau begitu, izinkan saya bergabung,” ujar Kusaka sambil membawa gelasnya sendiri.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Soshite, Daremo Inakunatta episode 01 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Gimana ceritanya? Belum panas ya? Hehehe ... pilihan Na memang selalu jatuh nggak jauh-jauh dari suspense ya. Sayangnya file pahe drama ini belum ada. Jadi mau nggak mau, Na mesti modal download agak banyak. Beruntung juga, ada yang ambil proyek ini untuk sub-nya. Meski engsub, ini jelas lebih baik daripada nggak ada.


Dan ... Na nggak pernah dibuat nyesel deh sama ceritanya. Termasuk akting om Fujiwara Tatsuya yang selalu total keren. Duh, si om memang nggak pernah bikin Kelana kecewa. Ok, selamat lanjut membaca ^_^


 
Bening Pertiwi 14.17.00
Read more ...