Ponsel di sebelahku bergetar, tetapi tanganku urung menjangkaunya. Tanpa melihatnya pun aku tahu itu dari siapa. Sudah hampir sebulan ini, nama itu dan pesan-pesannya memenuhi inbox ponselku. Bukan, aku bukan tidak peduli padanya. Aku hanya tidak tahu cara bersikap padanya.
Siang itu, ya siang itu ia memintaku. Bukan menjadi kekasihnya, bukan sama sekali. Tetapi menjadi calon istrinya. Apa yang sebenarnya ada di pikiran seorang anak usia 18 tahun itu?! Tetapi itu lima tahun silam. Lima tahun yang akhirnya berlalu, tanpa sua dan sapa. Kecuali perpisahan atas nama persahabatan.
Anganku melayang pada pesan-pesan di inboxponselku hampir sebulan ini. Keresahannya, usaha kerasnya, cara dia meyakinkan, kesungguhan dan ketulusannya. Aku ingin meminangnya. Kami lulus dari jurusan yang sama dan kini ia teman sekantorku.Pesan selepas shubuh itu membuat ponsel di tanganku terjatuh tiba-tiba. Tanganku gemetar. Terseok aku mencoba meraih keping-keping kesadaranku. Dadaku sakit, ngilu itu muncul entah darimana datangnya. Kenapa aku mendadak seperti ini? Ada apa sebenarnya denganku?
Aku tidak bisa memberikan banyak pertimbangan. Tanpa pernah tahu apa ini cukup adil untuknya atau tidak, tapi hanya ini yang bisa aku tulis. Atau, aku bahkan tidak cukup adil pada diriku sendiri?
Ia berkeras tak mengijinkanku menunggunya, tanpa alasan jelas. Sungguh, begitu burukkah aku? Aku sungguh-sungguh padanya. Sama sekali tak ada niat dalam hatiku untuk mempermainkan apalagi menyakitinya. Ia sahabatku, dan sekarang ia membutuhkan pertolongan dariku. Tapi apa dayaku, yang hanya seorang yang lemah. Pesan yang harus aku balas sambil menghembuskan napas berat tertahan.
Lebih baik kamu minta pendapat dari mereka, yang jauh lebih dewasa dan punya lebih banyak pengalaman dibanding aku. Kurangkai kata-kata itu dengan mata berkaca-kaca. Ada apa sebenarnya denganku? Sungguh, berdosakah aku seperti ini? Sementara ia, begitu tulus ingin memperjuangkannya.
Ponsel di sisiku kembali bergetar, kali ini memaksaku meraihnya. Kubuka keypad lock dan masuk ke inbox. Semua, sederet nama dan nomer yang tidak asing lagi. Sekarang aku tahu alasannya. Ia sedang menjalani pengobatan atas penyakitnya. Dan ia sama sekali . . . tak mengijinkanku menunggu. Pertahananku jebol juga. Kerling bening akhirnya membuat mataku kabur.
Aku boleh minta tolong? Sms-nya datang setelah nyaris dua jam tanpa ada balasan yang kuketik untuknya.
Ya, apa yang bisa kulakukan untukmu? Tertatih lagi-lagi aku mengetikkannya.
Jadi istriku . . .permintaan keduanya.
Aku . . . ponselku mendadak padam. Temaram lampu tiba-tiba di kamarku bagai gayung bersambut. Masih bolehkah kumiliki kesempatan ini?
Written by Kelana
Posting at www.elangkelana.com
11.00.00
Read more ...