SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 2. Reiji melakukan berbagai usaha untuk menarik perhatian Shibayama Misaki. Dan programnya kali ini adalah dengan menunjukkan kesungguhannya dalam mengelola grup Samejima Hotel.


Lauching proyek baru untuk hotel ke-6 sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Bahkan Reiji rela bergadang beberapa malam untuk mengebut bagian awal proyek ini. Tapi ternyata usahanya belum menunjukkan hasil apapun. Misaki sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan lebih pada usaha Reiji. Bagaimana nasib cinta Reiji?



Reiji ngamuk-ngamuk di kantornya, karena usahanya tampak sia-sia. “Bayanganku soal perasaan Shibayama Misaki yang serta merta menghampiriku sama sekali tidak terjadi!”


“Tentu saja tidak,” komentar sekt.Maiko. “Karena cara pendekatan yang menguras tenaga dan pikiran ini salah. Dia mungkin melihat anda sebagai atasan. Tapi melihat anda secara romantis sebagai lawan jenis, itu lain cerita.”


“Lalu untuk apa waktu tiga hari ini?” keluh Reiji lagi. “Bukankah aku bekerja siang malam hanya untuk melakukan pekerjaan seorang pegawai?”


“Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan padanya soal perasaan anda padanya,” saran sekt.Maiko lagi.


Tapi Reiji menolak ide itu. Saat ditanya kenapa, Reiji mengaku kalau itu akan memalukan.


“Tentu saja terasa memalukan. Tapi tidak ada cara lain untuk mengatasi rasa malu itu!” tegas sekt.Maiko.


Reiji pun speechless. Ia tidak bisa mendebat ucapan sekretarisnya itu lagi.



Misaki rapat bersama Mahiro, Ieyasu dan ketua tim Goro-san. Goro-san mengecek persiapan desain lobi baru mereka dan Misaki mengatakan akan segera siap dalam satu minggu. Goro-san juga mengingatkan bahkan setelah itu mereka masih akan ada rapat lagi dengan managet hotal di Kyoto.


Setelah Goro-san pergi, tinggalah tiga karyawan muda yang masih berada di ruang rapat.


“Misaki-san, bukankah menurutmu ada sedikit keajaiban kenyataan Direktur Shirahama Goro masih lajang? Karena, selain dari penampilan, dia ahli dalam pekerjaan dan sangat bersahabat. Membuat penasaran saja,” curhat Mahiro pada Misaki.


Tapi Misaki tidak terlalu tertarik dengan itu. Apalagi si Ieyasu yang sangat hoby nimbrung. Ia mulai narsis dan menyombongkan soal dirinya. Mahiro sudah tidak heran dengan sikap si Ieyasu ini. Ia kemudian kembali membahas soal Goro-san, dan menganalogikannya seperti sebuah hotel.


Misaki tetap menanggapinya dengan santai dan bijak, “Tapi manusia dan hotel berbeda jadi, meski jika ada masalah, suatu hari kau pasti bisa mengatasinya karena kau mencintainya, 'kan? Jadi tidak perlu merasa takut. Kau mengerti?”



Bahkan sampai rumah pun, Reiji masih saja melamun. Ia memikirkan ucapan sekretarisnya tadi di kantor.


Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan perasaan anda padanya.


Reiji menghela napas berat, “Sulit sekali.”



Misaki dan Mahiro sedang di pantry saat Otonashi Shizuo-san memamerkan foto istrinya yang ternyata sangat cantik. Para karyawan bahkan tak menyangka kalau Shizuo-san bisa punya istri secantik itu. Mereka berpikir jika dia mantan model. Tapi Shizuo-san mengatakan kalau istrinya itu dulu adalah seorang pembawa papan ronde di area tinju. Tidak lupa mereka juga memuji putranya yang tampak manis.


Obrolan di kantor makin hangat. Karena di antara para karyawan, lainnya masih single. Dan hanya Shizuo-san yang sudah berkeluarga. Mereka berharap juga bisa dapat istri cantik meski penampilan biasa. Obrolan ini ternyata didengar juga oleh Reiji, hingga ia memanggil Shizuo-san ke ruangannya.



Shizuo-san takut-takut masuk ke ruangan Reiji. Ia khawatir akan dipecat karena selama lima tahun bekerja, ini pertama kalinya ia dipanggil dan masuk ke ruangan presdir.


“Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kukonsultasikan padamu,” Reiji mulai bicara. “Di hotel yang sedang dibangun sekarang, aku mempertimbangkan soal konsep bridal. Namun, diantara pegawai disini, hanya kau seorang yang sudah menikah. Jadi, sebagai seniorku dalam hal membangun pernikahan bahagia, ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan padamu.”


Shizuo-san tidak menyangka jika ternyata sang bos justru bicara hal lain, bukan pemecatannya, “Tapi... Saya tidak pantas dipanggil senior.”


Reiji melanjutkan bicara, “Menurut apa yang ku dengar, kau berhasil mendapatkan istri yang cantik?”


“Yah, maafkan saya jika merasa bangga, tapi, Setiap malam saat pulang ke rumah, dan melihat wajah istri saya, Saya merasa beruntung, dan berpikir "Syukurlah ini bukan sekedar mimpi".”


“Sekilas, sepertinya kau terlambat menikah melebihi aku... Atau apa aku salah?” tembak Reiji lagi.


Perlahan, Shizuo-san bicara lebih lancar dan tidak takut-takut lagi, “Sangat terlambat. Saya bahkan tak bisa menatap langsung mata wanita saat berbincang dengan mereka.”


“Lalu, bagaimana kau bisa menikahi seorang wanita cantik?”


“Sebenarnya, saya tak pernah mengatakan pada istri saya bahwa saya mencintainya,” ucapan Shizuo-san ini membuat Reiji terkejut. “Tentu saja, saya ingin mengatakan perasaan saya padanya. Tapi sangat susah sekali mengungkapkannya. Meski memiliki seorang putra, Keita yang saat ini kelas 1 SD, Sebenarnya, dia adalah putra dari pernikahan istri saya sebelumnya. Sejak pertama kami bertemu, saya sudah menganggap Keita sebagai anak sendiri. Perasaan itu muncul secara alami untuk Keita. Saya bisa mengatakan, "Kau manis sekali. Aku menyukaimu, nak. Aku menyayangimu." Dan bagi istri saya, sepertinya dia lebih bahagia karena saya memuji putra yang dia besarkan sepenuh hati, dibanding memuji dirinya. Jadi justru dia yang melamar saya dan mengatakan, "Mari membangun rumah tangga yang baik."”


Reiji tidak benar-benar mendengarkan seluruh cerita Shizuo-san itu. Yang benar-benar ada dalam pikirannya sekarang ini adalah, bahwa cinta tidak selalu harus diucapkan. “Aku mengerti. Jadi ada juga cara seperti itu. Kerja bagus! Aku menerima banyak masukan bagus darimu.”


“Apa ini berhubungan dengan konsep bridal untuk hotel berikutnya?” Shizuo-san penasaran.


“Tentu saja. Tapi detailnya masih rahasia.”



Malam itu seperti biasa, Reiji datang ke gym. Ia berada di atas treadmil sambil melirik ke arah pintu masuk, menunggu Misaki. Dan seperti dugaan Reiji, Misaki juga datang ke sana. Misaki duduk di salah satu tempat melakukan pemanasan.


Reiji berhenti dari treadmill-nya dengan baik, tidak seperti sebelumnya yang nyaris jatuh. Ia pun berusaha duduk di salah satu balon. Tapi karena grogi, Reiji justru terjatuh ke lantai, di depan Misaki. Meski begitu, Reiji tetap bersikap cool dan Misaki pun tidak menertawakannya. (serius, ini sebenarnya lucu lihat Reiji jatuh gitu. Na aja ketawa ngakak, bisa-bisanya si Misaki ini Cuma ngeliatan tanpa ekspresi atau ketawa sama sekali, kekekeke)


Reiji buru-buru bangun dan kembali berusaha duduk di atas balon. Kali ini berhasil. “Aku sudah memilih lokasi untuk hotel baru kau sudah tahu soal itu?”


“Ya, aku sudah mendengarnya,” aku Misaki.


“Kurasa aku akan kembali mengunjungi lokasi hotel. Tapi jika kau tertarik, apa kau bersedia ikut bersamaku?” tawar Reiji.


Misaki senang mendapat tawaran seperti itu, “Apa boleh aku ikut?”


“Tentu saja.”



Hari yang direncanakan pun tiba. Katsunori-san sudah bersiap di belakang kemudi, tegang. Sekt.Maiko juga di kursi sebelahnya, tidak kalah tegang. Reiji pun terdiam di kursi belakang.


“Presdir, ini saatnya, 'kan? Semoga anda berhasil,” ujar sekt.Maiko.


Tidak lama setelahnya, Misaki keluar dari gedung itu. Sigap Katsunori-san membukakan pintu belakang mobil.


“Permisi. Sungguh aku boleh ikut?” tanya Misaki, meyakinkan.


“Masuklah. Kita tidak boleh membuang waktu,” ujar Reiji, sok cool.



Perjalanan itu bagi Reiji dan kedua staf khususnya di kursi depan benar-benar menegangkan. Selama beberapa lama mereka semua bahkan hanya terdiam. Reiji lalu punya ide jika mereka main Shiritori (sambung kata). Tapi karena kaget, mereka semua mengganggap ide Reiji itu konyol. Tahu idenya terdengar aneh, Reiji memutuskan untuk menarik kembali idenya.


Tapi tiba-tiba saja Misaki menyebutkan sebuah kata. Kaget, sekt.Maiko hanya terdiam tidak melanjutkan, padahal itu gilirannya. Katsunori-san pun menegur sekt.Maiko dan memintanya menyebut kata lanjutan. Giliran berikutnya adalah Katsunori-san yang dilanjut oleh Reiji.


Pada putaran berikutnya giliran Misaki. Ternyata kata yang keluar dari bibir Misaki adalah. Kumbang macan leher merah menyala! Kalimat yang sempat diucapkan Reiji saat mengomentari pakaian Misaki beberapa waktu sebelumnya. Misaki tampak senang karena akhirnya bisa mengingat nama serangga itu.


Reiji kaget karena ternyata Misaki masih ingat dengan nama serangga itu. Reiji memalingkan wajah, senyum-senyum sendiri. (ecieeeeee ... jatuh cinta tu gini ya, banyakan senyumnya)



Reiji mengajak Misaki berkeliling calon hotel mereka yang akan direnovasi. Sambil berkeliling, Misaki mengajukan idenya yang langsung disetujui saja oleh Reiji tanpa banyak protes. Mereka pun sampai di lantai atas, tepat di tempat yang rencananya akan dibuat restoran.


“Aku berencana merubahnya menjadi restoran Prancis,” ujar Reiji.


“Jika restoran Prancis, aku memiliki beberapa kenalan yang layak menjadi koki kepala,” usul Misaki.


“Kau benar. Memilih koki adalah hal yang sangat penting. Ku rasa restoran ini akan menjadi keunggulan hotel ini. Aku sudah mengantongi nama untuk restorannya. Namanya"Gosuke". Restoran Prancis, Gosuke.”


Misaki kaget, “Kurasa nama itu hanya cocok untuk anjing.”


Tapi Reiji tetap tak tergoyahkan, “Sama seperti Yuasa Gosuke yang melayani tuannya, aku ingin restoran ini mendukung keberadaan hotel ini. Aku ingin mewujudkan hal itu. Dan juga, aku suka nama itu. Hingga saat ini, tidak ada nama lain yang menarik hatiku. Nama yang kau pikirkan dengan susah payah, aku merasa nama itu manis. Bagaimanapun, nama Gosuke ini...Aku menyukainya!” (cieeee Reiji nembak dengan kalimat terselubung nih ceritanya)


Misaki tersenyum mendengar penjelasan bosnya itu, “Aku senang sekali anda menyukainya.” (kalimat Misaki ini juga berkesan kalau ia menerima pernyataan cinta Reiji, tidak secara langsung)


Reiji memandangi Misaki dengan serius, “Mari buat hotel yang bagus. Apa kau mau membantuku?”


Yang dijawab Misaki tanpa ragu, “Tentu saja, Pak!”



Sepanjang perjalanan pulang, Reiji terus saja memandang ke luar jendela dengan senyum-senyum. Ia tidak banyak bicara tapi terus saja tersenyum. Sementara itu Misaki juga melakukan hal yang sama, melihat ke luar mobil tapi dengan tatapan biasa???


Di kursi depan, sekt.Maiko dan Katsunori-san rupanya juga memahami yang terjadi pada bos mereka. Pasti ada hal baik yang terjadi. Keduanya pun ikut tersenyum tertahan.



Kembali ke kantor


Reiji melepas label di papan hotel-nya. Kali ini ada tulisan Tokyo. Yang artinya hotel ke-6 mereka telah siap untuk dibangun dalam waktu dekat.


“Ini bukan tujuan, tapi permulaan. Mulai besok, mari incar posisi sebagai hotel terbaik dunia!” ujar Reiji yang disambut gembira juga oleh para karyawannya.



Malam itu mereka mengadakan pesta. Meski semua karyawan tampak bergembira, Reiji tampak tidak terlalu antusias. Berkali-kali ia memandang ke arah Misaki. Bahkan meski obrolan berjalan dengan lancar, pikiran Reiji tidak tertuju pada mereka.


“Ah Presdir! Aku punya pertanyaan,” ujar Mahiro kemudian. “Kenapa anda belum menikah?”


Reiji terkejut ditanyai seperti itu, “Yah... Kurasa sekarang sudah waktunya bagiku untuk menikah.”


“Jadi, anda sudah memiliki calon istri, 'kan?” Mahiro menjadi lebih bersemangat. Tapi Reiji mengelak mengakui apapun. “Oh, di antara kandidat potensial, wanita seperti apa yang akan anda pilih?”


Reiji gelagapan. Ia tidak bisa memilih. “Jika ada kandidat potensial, maka hanya ada satu orang.”


Obrolan mereka pun beranjak pada pacar dan sebagainya. Mahiro bercerita kalau ia punya teman dekat yang bekerja sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan. Setelah sebulan bekerja disana, presdir perusahaan jatuh cinta padanya pada pandangan pertama dan belum lama ini mereka bertunangan.


“Bikin iri saja, 'kan? Benarkan, Misaki-san?”


Misaki tidak tampak terkejut diberi pertanyaan seperti itu. Ia berpikir sebentar. Justru Reiji yang tiba-tiba penasaran dengan apa jawaban Misaki.


“Bagiku, hal itu menjijikkan,” ujar Misaki kemudian, membuat Reiji kaget luar biasa.


“Eh... Kenapa?” Mahiro heran.


“Karena, hanya sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung, presdir perusahaan melihatnya dengan konflik cinta, 'kan? Yah, hal seperti itu membuat bulu kudukku berdiri. Itu menjijikan,” ulang Misaki lagi.


Reiji tidak tahan lagi mendenga ucapan Misaki itu. Ia nyaris saja meledak. Mondar-mandir masuk keluar ruangannya, membuat sekt.Maiko khawatir. Tidak tahan lagi dengan kesalnya, Reiji menyuruh semua karyawannya untuk bubar. Acara makan-makan malam itu pun ditutup buru-buru.



Sekt.Maiko baru saja selesai mencuci semua peralatan makan saat ponselnya berdering. “Halo, hari ini terima kasih. Perasaannya agak memburuk. Ya. Karena dia sudah bekerja keras tanpa waktu istirahat. Tolong katakan pada yang lain untuk tidak usah khawatir. Terima kasih sudah menelpon.”


Sekt.Maiko berjalan keluar dari pantry menuju ruangan presdir dan menemukan sang bos tengah terduduk di lantai. Ia hanya sempat mengatakan kalau ketua tim Goro-san menelepon karena khawatir.



“Dia bilang hal seperti itu menjijikkan. Seorang presdir perusahaan memiliki hubungan dengan pengawai baru adalah hal menjijikkan, dia mengatakan itu. Dia mengatakannya dua kali. “Itu menjijikkan",” rengek Reiji. Ia memeluk lututnya persis anak kecil sambil duduk di lantai, di belakang kursinya.


Sekt.Maiko mendekati sang bos, “Masih ada waktu sebelum pesta Asosiasi Perhotelan. Kita lanjutkan pertemuan perjodohan. Jangan berhenti berusaha untuk menemukan wanita selanjutnya, Presdir.”


Tapi Reiji tidak mendengarkan ucapan sekretarisnya, “Aku akan pergi melakukan perjalanan bisnis mulai besok.”


“Perjalanan bisnis? Kemana?” sekt.Maiko bingung.


“Ke suatu tempat dimana tak seorangpun bisa menyakitiku.”



Malam itu Misaki pulang bersama Mahiro. Mereka masih membahas soal teman Mahiro yang kencan dengan bosnya.


“Aku ragu apa temanmu sungguh bahagia. Karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tapi meski begitu, dia akhirnya harus menikah dan tak bisa menjalankan rutinitas pekerjaan yang dia inginkan. Sangat disayangkan.”


“Kurasa dia sangat bahagia,” komentar Mahiro. “Jujur, aku iri padanya. Bukan berarti aku bekerja supaya bisa menikah. Tapi tidak berarti juga aku tak mengharapkannya sementara bekerja. Aku hanya berpikir pasti akan bagus jika aku bisa menikah di usia 20-an sambil terus bekerja. Bagaimana denganmu, Misaki-san?”


“Bagiku...Aku ingin membangun hotelku sendiri. Aku tak tahu akan butuh waktu berapa lama. Tapi itu impianku sejak kecil.”


Mahiro dibuat terkagum-kagum oleh impian Misaki, “Oh, jika impianmu terwujud, aku akan tinggal dihotelmu, pasti.”



Hari berikutnya Reiji benar-benar pergi dengan alasan perjalanan bisnis. Pekerjaan di kantor pun dipegang oleh sekt.Maiko. Para karyawan pun melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tapi sekt.Maiko ternyata menghubungi presdir Wada dan minta untuk bertemu.


“Maaf saya mengganggu anda di jam sibuk,” ujar sekt.Maiko saat bertemu presdir Wada.


“Aku merasa sangat beruntung terlahir sebagai pria karena kau mengundangku.”


“Saya punya permintaan besar,” ujar sekt.Maiko tanpa basa basi. “Ini soal atasanku, Samejima...”


“Soal presdir mudamu. Ada apa dengan dia?” presdir Wada heran.



Malam itu Reiji tengah asyik melihat-lihat foto hasil perburuan jamurnya di kamera, dalam sebuah tenda. Tapi suara berisik langkah di luar tenda mengusik Reiji. Ia pun mencari-cari teropongnya lalu mengintip dari sedikit lubang pintu tenda itu.


Seseorang mendekat, yang kemudian dikenali Reiji sebagai presdir Wada. Dia menurunkan teropong Reiji, “Samejima-kun, ada sesuatu yang ingin ku diskusikan denganmu.”



Keduanya duduk di depan api unggun. Reiji menuang kopi untuk dirinya sendiri dan tak berniat memberikannya pada presdir Wada. Presdir Wada mengaku kalau sekt.Maiko yang memberitahunya keberadaan Reiji sekaligus mencaritakan secara umum masalah Reiji.


“Kurasa kau sudah dengar bahwa hubunganku cukup akrab dengan Shibayama Misaki. Dia bilang merasa jijik pada seorang presdir yang mendekati pegawai baru, 'kan?”


“Jadi kau kemari untuk merendahkanku?” tuduh Reiji.


Presdir Wada tersenyum, “Dengar. Sekarang aku akan mengatakan sesuatu yang penting. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu. Kau tanya kenapa dia mengatakan kalimat semacam itu, untuk membuat pertahanan di sekelilingnya, dan untuk membuatnya berhenti berharap. Secara insting dia tahu ada resiko jika terjatuh dalam situasi seperti itu. Shibayama Misaki jelas tipe wanita seperti itu. Aku jamin.”


Tapi Reiji keburu pesimis, “Masalahnya bukanlah dia tipe wanita seperti apa. Sejak awal dia sudah mengatakan hubungan cinta antara presdir dan pegawai baru adalah hal mengerikan.”


“Karena itu ku katakan padamu. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu,” presdir Wada menyombongkan diri. “Kau pikir siapa aku? Aku seorang ahli romantisme kantor. Sejauh ini, kau pikir berapa banyak pegawai baru yang sudah ku dekati? Sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung? Jangan membuatku tertawa, aku tak bisa menunggu hingga sebulan. Untukku, waktu paling cepat adalah seminggu,” pamernya pula. “Siapa yang menjadikan posisi pekerjaan sebagai penghalang cinta? Kebetulan saja wanita yang kau sukai adalah anak buahmu. Apa salahnya hal itu? Sebelum seorang presdir, kita adalah seorang laki-laki.”


Tiba-tiba saja Reiji menangis, membuat presdir Wada keheranan. Reiji rupanya terkesan dengan ucapan presdir Wada bahkan minta izin memanggilnya ‘guru’. Tanpa ragu kemudian Reiji mempersilahkan presdir Wada duduk di kursinya yang lebih nyaman bahkan membuatkannya kopi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 04 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 
Bening Pertiwi 14.54.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 1. Demi menarik perhatian Shibayama Misaki, Samejima Reiji—pemilik jaringan hotel Samejima—melakukan berbagai hal yang sama sekali berbeda dengan kehidupannya yang biasa.


Dan perubahan sikapnya ini awalnya dikhawatirkan oleh para karyawan. Tapi pelan-pelan mereka bisa menerima perubahan sikap Reiji yang lebih toleran dan mudah diterima. Sampai kapan Reiji akan terus seperti ini? Apakah akhirnya dia berhasil mendapatkan hati Misaki?



Saat itu karyawan kantor pusat Samejima Hotel bertemu dengan tim PR. Mereka menunjukkan proposal permintaan wawancara dari sebuah majalah terkemuka, NEWSZERO.


“Kantor Presdir tak akan menerimanya. Presdir tidak cocok dengan hal semacam wawancara penuh atau menjadi objek analisa.”


Bahkan meski pewawancaranya adalah seorang jurnalis terkenal, tawaran itu tetap ditolak.



Reiji baru saja datang ke gym saat dilihatnya Misaki juga tengah berolahraga. Ia melirik sekilas papan penanda ‘hanya untuk presdir’ di alat olahraga miliknya, yang hanya berjarak sangat dekat dengan tempat Misaki.


“Boleh aku bertanya?” tanya Reiji kemudian. “Mengenai hal yang kau katakan sebelumnya, soal nama untuk anjing. Apa nama yang terpikirkan olehmu?”


“Membicarakan kembali hal itu agak sedikit memalukan,” elak Misaki.


“Bukankah kau bilang sudah menemukan nama yang bagus?” desak Reiji. “Siapa saja akan penasaran jika menemukan sesuatu hal yang tidak jelas.”


Misaki lalu menyebut sebuah nama, ‘Gosuke’, yang membuat Reiji kaget keheranan. Misaki pun memberikan penjelasannya, “Dari Yuasa Gosuke, seorang samurai perang dari Periode Sengoku. Seorang pria dengan rasa kesetiaan tinggi, yang memberikan hidupnya untuk menepati janji pada tuannya. Juga, kurasa "Gosuke" terdengar sangat cocok untuk anjing itu.”


Reiji kembali dibuat terpesona oleh pengetahuan Misaki, “Apa kau menyukai sejarah Jepang?”


Misaki tersenyum dan mengiyakan pertanyaan sang presdir. “Aku juga memikirkan nama dari Mitologi Yunani dan karakter Kisah Shakespeare. Tapi kurasa nama huruf kanji lebih cocok untuk anjing itu.”



Para karyawan seperti biasa berkumpul usai pulang kantor. Saat itu Misaki datang terlambat dan baru saja bergabung. Mereka ternyata tengah membicarakan Misaki, yang memilih tempat tinggal tanpa fasilitas kamar mandi. Karena biasanya, wanita memilih untuk menghindari hal seperti itu.


Tapi Misaki tampak tidak terganggu, “Tempat tinggalku adalah apartemen tua berusia 40 tahun. Tapi itu hanya tampilan luarnya saja, interior kamarnya sesuai dengan harapanku. Maksudku, di dunia ini hanya ada satu ruangan seperti itu, bukan?”


“Jadi, dimana kau berendam air panas?” karyawan lain penasaran.


“Di sento milik temanku di dekat apartemen,” aku Misaki. Ia juga menyebut tentang kamar mandi di gym kantor perusahaan.


Sekarang obrolan mereka berpindah soal presdir Reiji. Misaki mengatakan kalau tadi ia bertemu dengan Reiji di gym. Mereka heran karena Misaki tidak merasa terganggu atau canggung soal itu. Karena umumnya pegawai memanfaatkan fasilitas gym itu saat presdir tidak ada di sana.


“Dia tidak seburuk dugaan kalian,” ujar Misaki.


Tapi yang lain berpikir kalau belakangan presdir memang sedikit lebih tenang. Bahkan saat Misaki mengatakan kalau presdir cukup ‘lucu’, mereka sama sekali tidak percaya.



Reiji terus saja memencet nomer lima di ponselnya. (Catatan: Nomor 5 adalah "Go" dalam Bahasa Jepang). Ia juga terus saja menggumamkan nama itu, Gosuke. “Bukankah itu nama yang sangat bagus? Terdengar ramah dan lucu, 'kan? Bagaimana jika kita mampir ke toko hewan sebelum pulang?” usul Reiji.


Katsunori-san langsung mengiyakan permintaan sang presdir. Tapi sekt.Maiko menolak mentah-mentah ide itu.


“Kenapa aku tak boleh memiliki anjing dengan nama yang manis?” protes Reiji seperti anak kecil.


“Tempo hari sudah saya katakan bahwa anda tidak cocok memelihara anjing. Katsunori-san yang mengurus anjing tempo hari itu, bukan anda,” ujar sekt.Maiko.


Tapi Reiji tetap berkeras kalau ia perlu punya anjing. Mulai dari menjaga keamanan hingga rasa santai, berbagai alasan diucapkan Reiji. Terakhir bahkan menghubungkan kepemilikan anjing dengan orang yang terlambat menikah. Tidak berhasil membantah pendapat sekretarisnya, Reiji akhirnya menyerah dan mengajak pulang.



Di rumah mewah Reiji.


“Katakan dengan jelas jika aku salah tapi, Bukankah aku dan Shibayama Misaki sudah berkencan?” tanya Reiji pada sekretarisnya. Ini membuat sekt.Maiko bingung. “Lalu kenapa dia pergi ke pusat kebugaran padahal dia tahu bagaimana perasaanku?”


Sekt.Maiko akhirnya mulai paham, “Justru sebaliknya. Dia tidak tahu soal perasaan anda, karena itu dia tidak tertekan hanya berduaan bersama anda.”


“Dia tidak menyadari perasaanku?” Reiji tidak habis pikir. “Apa benar seperti itu...?”


“Tentu saja, karena anda masih belum menyatakan perasaan padanya.”


Tapi logika Reiji sepertinya sudah sulit diajak realistis, “Bukankah aku meminum susu yang aku benci untuk membuatnya kembali bersemangat dan aku memintanya supaya kami berdua memikirkan nama untuk anjing bersama-sama? Tapi, perasaanku masih belum sampai padanya?”


Sekt.Maiko tersenyum, “Dengan cara itu, kebanyakan wanita tak menyadari rasa cinta yang ditujukan pada mereka. Terlebih dari sudut pandang antara Presdir dan pegawainya. Bahkan jika pegawai menyadari perasaan anda. Pegawai wanita yang menerima rasa cinta itu, akan berpikir bahwa hal semacam itu mustahil. Romantisme cinta tidak serta merta dimulai ketika seseorang mencintai orang lain. Orang yang anda cintai mungkin mulai mencintai anda dengan keinginannya sendiri, tapi jika tak menyatakan perasaan pada orang yang disukai maka tak akan ada perkembangan. Demi menyalakan "tombol" pada perasaannya, anda harus menyatakannya. Perasaan anda padanya.”


“Apa aku... harus melakukannya?” Reiji tampak ragu.


“Harus!”


“Sulit sekali. Itu misi yang sulit,” keluh Reiji.


“Ya. Tapi anda pasti bisa melakukannya!”



Reiji memandangi proposal yang diajukan oleh ketua tim Goro-san. Tapi beberapa di antaranya akhirnya hanya berakhir di mesin penghancur kertas. Tapi saat melihat salah satu proposal yang tertulis nama Misaki, Reiji berubah pikiran. “Aku akan mempertimbangkan proyek ini. Aku akan mengurus proses awal,” ujar Reiji.


“Apa kita perlu membentuk tim saat ini juga?” tanya Goro-san.


“Aku, kau dan juga satu orang lagi, pegawai muda dan cakap, itu saja sudah cukup,” usul Reiji.


“Bagaimana dengan orang yang mengajukan proposal ini, Shibayama Misaki? Dia tajam, memiliki keahlian bahasa yang luar biasa dan kemampuan perencanaan dan bisa segera menjadi aset untuk kita,” usul Goro-san lagi.


Reiji pura-pura sok tidak terlalu tertarik, “Jika kau yakin dia bagus, maka seharusnya tak masalah.”


Goro-san pun pamit kembali ke mejanya. Ia memanggil Misaki dan menjelaskan secara singkat proyek ini dan memintanya untuk mempersiapkan segalanya untuk rapat besok.



“Aku iri padamu, Misaki-san. Presdir dan bahkan direktur menaruh perhatian padamu. Padahal kita dipekerjaan diwaktu bersamaan, aku merasakan perlakuan yang berbeda,” curhat Mahiro yang duduk di depan Misaki.


Misaki sendiri tidak terlalu peduli hal itu. Ia bahkan berpikir kalau Mahiro Cuma ingin menggodanya saja. Dan seperti biasa, si Ieyasu ikutan nimbrung obrolan dua orang karyawati ini. Tapi pada akhirnya ia Cuma ingin narsis dan membuat dirinya yang tampak paling penting dan keren. Dan seperti biasa, Misaki sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan obrolan rekan-rekannya ini.



Telepon di meja sekt.Maiko berdering, dari sekretaris presdir Wada. Sang sekretaris lalu memberikan telepon itu pada presdir Wada.


“Halo? Apa malam ini kau punya waktu?” ujar presdir Wada di seberang.


“Maksud anda atasanku, Samejima?”


“Bukan. Maksudku kau, Maiko-chan,” elak presdir Wada.


“Aku minta maaf.Ku rasa aku tak bisa menerima undangan semacam itu,” sekt.Maiko berusaha tetap sopan menolak ajakan itu.


Tapi presdir Wada masih belum menyerah, “Ada seorang wanita bernama Shibayama Misaki di perusahaan kalian, 'kan? Apa tanggapanmu jika ku katakan aku ingin berkonsultasi soal dia?”


Sekt.Maiko kaget, “Bukankah lebih baik anda bicara pada Samejima dibanding denganku?”


“Ya, tapi sulit untuk meminta Samejima-kun datang dan bicara, 'kan? Sebelum secara resmi berkonsultasi dengannya, aku ingin mendengar pendapatmu dulu,” bujuk presdir Wada lagi.



Malam itu sekt.Maiko benar-benar menemui presdir Wada di sebuah bar. Ia ditawari minuman, tapi menolak dengan alasan masih bekerja. Tapi setelah dibujuk, akhirnya sekt.Maiko mau minum cocktail yang direkomendasikan oleh presdir.Wada.


“Bagaimana anda tahu tentang pegawai kami, Shibayama Misaki?” sekt.Maiko to the point.


“Terkadang saat sedang merindukan Paris, aku sering tinggal di hotel tempat dia bekerja. Disanalah kami berkenalan.”


“Apa yang ingin anda konsultasikan denganku?”


“Aku menginginkan dia bekerja di perusahaanku...apa hal itu mungkin,” ujar presdir Wada juga dengan langsung.


Sekt.Maiko dibuat kaget, “Presdir Samejima Reiji tak akan pernah melepaskan dia.”


Presdir Wada heran, karena selama ini Reiji bukanlah tipe orang yang terlalu peduli dengan pegawainya. Tapi sikap aneh sekt.Maiko lalu ditangkap oleh presdir Wada hingga ia menebak kalau si Shibayama Misaki ini adalah tipe presdir Reiji.


“Aku tidak pernah mengatakan apapun,” elak sekt.Maiko, meski sudah ketahuan.


“Tapi kurasa dia terlalu tangguh bagi Samejima-kun,” ujar presdir Wada kemudian. “Butuh keahlian level tertentu untuk bisa memenangkan seorang wanita seperti Shibayama Misaki.”


Sekt.Maiko diantar keluar oleh sekretaris presdir Wada. Sekretaris itu berkomentar jika sudah cukup lama presdir Wada tidak terlihat santai saat minum. Dari sana juga sekt.Maiko mendapat informasi kalau presdir Wada sudah berpisah dengan kekasihnya yang pernah diperkenalkan pada Reiji saat pertemuan asosiasi hotel beberawa waktu silam.



Berbeda dari biasanya, kali ini Reiji tampak sangat bersemangat. Ia membuat sebuah paket yang isinya majalah. Dan setelah membuka majalah itu, Reiji pun berteriak girang. Ternyata majalah itu adalah majalah khusus jamur. Dan salah satu foto Reiji yang berhasil mengabadikan sebuah jamur yang cukup langka ternyata berhasil masuk dan diterbitkan oleh majalah itu.


“Aku berhasil!”



Pagi berikutnya, Reiji sudah ngomel-ngomel pada sekt.Maiko. Sekt.Maiko meminta Reiji untuk mundur saja dari usahanya mendapatkan Misaki. Dia berpikir kalau usaha Reiji hanya akan sia-sia saja, kalau hanya menunjukkan majalah tentang jamur itu.


“Bukankah wanita menyukai pria yang memiliki sisi tidak terduga? Bukankah ada sisi berbeda yang jika diungkap akan membuat seseorang lebih menarik?”


“Saya tidak melarang anda melakukannya. Hanya saja, jika menurut anda bisa memenangkan hatinya dengan menunjukan foto ini, anda salah,” sekt.Maiko mencoba menjelaskan.


Tapi dasar Reiji yang sudah dibutakan cinta, dia tetap saja berkeras akan menunjukkan majalah itu pada Misaki. Reiji bahkan sudah mengandai-andai jawaban Misaki setelahnya. Tapi sekt.Maiko berpikir sebaliknya, bagaimana jika ternyata respon Misaki tidak sesuai dengan dugaan Reiji.


“Bukankah memalukan jika seorang presdir tak bisa mengatakan hal sederhana seperti itu?” tantang Reiji.



Reiji melakukan rapat bersama ketua tim Goro-san dan juga Misaki. Setelah presentasi dan evaluasi, Reiji masih sempat-sempatnya mencoba menarik perhatian Misaki dengan menunjukkan majalah jamur-nya. Sayangnya usaha itu tetap sia-sia, karena Misaki sama sekali tidak tertarik. Rapat sudah selesai, dan Reiji pun keluar ruang rapat.


Saat itu, ketua tim Goro-san bertanya pada Misaki soal pertemuannya dengan presdir Goro, pemilik Stay Gold Hotel. Reiji yang mendengar itu ikut menguping di luar.


“Lebih kepada hubungan antara klien dan pegawai hotel tempat kerjaku sebelumnya,” elak Misaki.


“Tapi Wada-san bilang kalian berdua pernah dua kali pergi makan bersama.”


Misaki tertawa, “Dia terlalu membesar-besarkan. Kami memang pernah dua kali makan bersama di sebuah restoran di Paris tapi...”



Mendengar obrolan itu, Reiji kesal luar biasa. Belum selesai ucapan Misaki, Reiji memilih kembali ke ruangannya. Ia pun mulai ngomel-ngomel seperti biasa. Dan kali ini mengumpat Misaki yang pernah jalan bersama presdir Wada di Paris. Katsunori-san kaget mendengar berita itu. Tapi sekt.Maiko tampak tidak banyak bereaksi, membuat Reiji heran. Baru setelah ditegur Reiji, sekt.Maiko pun menunjukkan ekpsresi kagetnya.


“Pernah makan bersama tidak berarti, aku bertaruh setelahnya mereka bahkan berciuman,” ujar Reiji.


Sekt.Maiko menolak ide itu. Tapi Katsunori-san justru memperburuk suasana dan membuat kemarahan Reiji makin meningkat.


“Setelah seorang pria minum alkohol, entah apa yang akan terjadi saat dia cipika-cipiki dengan seorang wanita muda? Dia akan berubah menjadi serigala. Dan dari semua orang, kenapa harus Wada!? Di Paris pula! Aku yakin dia tak akan puas hanya dengan sekali ciuman. Jangan-jangan...!” pikiran Reiji sudah semakin liar saja.


“Presdir Wada bukan pria mata keranjang,” bela sekt.Maiko.


Reiji heran, “Kau memihak Wada?”


Sekt.Maiko gelagapan menanggapi tududah presdir-nya itu, “Bukan begitu.”


“Kali ini tak akan kumaafkan!” ujar Reiji yang kesal luar biasa. Ia pun mengatakan semakin benci pada presdir Wada. Reiji manyun, merajuk seperti biasanya.



Bahkan setelah sampai rumah, Reiji masih saja terus merajuk, “Aku tak peduli di masa lalunya dia pergi makan dengan siapa. Tapi dari semua orang, kenapa harus Wada? Kenapa dia dan Wada makan bersama di Paris?”


Sekt.Maiko berusaha memperbaiki situasi, “Ini hanya tebakan saja, tapi mungkin dia berniat merekrutnya? Mungkin Presdir Wada mengakui keahliannya dan mengundangnya untuk bekerja padanya. Namun, dia tidak menerimanya dan lebih memilih bekerja di Samejima Hotel. Jika seperti itu yang terjadi, apa perasaan anda akan berubah?”


Membujuk Reiji tidak pernah mudah, “Perasaanku tak akan pernah berubah.”


“Bagaimana jika anda pastikan langsung darinya?” usul sekt.Maiko kemudian.


“Aku harus bertanya padanya?” Reiji berbalik badan.


Dan bujukan sekt.Maiko kali ini berhasil meluluhkan Reiji. Reiji berniat akan memecat Misaki besok, jadi ia berniat menanyai semua detailnya lebih dulu.



Hari berikutnya, Reiji benar-benar memanggil Misaki dan minta penjelasan.


Tanpa merasa takut atau apapun, Misaki mengiyakan semuanya. Ia mengaku benar pernah makan malam dengan presdir Wada tahun lalu. Saat itu presdir Wada berkali-kali mengundangnya untuk datang dan bekerja di Stay Gold Hotel. Reiji penasaran kenapa Misaki menolak tawaran itu.


“Itu karena aku tertarik dengan cara Samejima Hotel mengelola hotel mereka,” aku Misaki.


“Ini kali pertama aku mendengarnya,” kemarahan Reiji perlahan meredup.


“Tidak, Pak. Aku mengatakannya pada anda saat wawancara pekerjaan. Sebelum bergabung dengan manajemen Samejima Hotel aku menginap di kelima hotel anda. Aku terkesan dengan pemanfaatan setiap lokasi hotel dan keunikannya.”


“Tapi hotel Wada menempati peringkat terbaik di dunia 5 tahun berturut-turut. Bukankah lebih menguntungkan untuk bekerja disana?” pancing Reiji, ingin tahu reaksi Misaki yang sebenarnya.


“Setiap orang memiliki standar penilaian masing-masing. Untukku, aku senang bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki kesempatan menjadi No. 1 di masa depan dibanding bekerja di perusahaan yang saat ini menempati No. 1.”


Reiji berbalik membelakangi Misaki. Dia menahan senyum bahagianya dan berusaha bicara tetap dengan wibawa, “Begitu. Apa kau sangat menyukai Samejima?” dan jawaban ‘iya’ dari Misaki membuat senyum Reiji makin lebar.



Reiji makan siang ditemani sekt.Maiko dan Katsunori-san. Dengan lahap Reiji memakan menu sirip ikan hiu di depannya. Sementara sekt.Maiko berkali-kali melirik sebal pada Reiji sambil mengerucutkan bibirnya. Ia kesal karena Reiji tidak mendengarkan ucapannya, padahal semua dugaannya benar.


“Kemarin, tanpa ragu anda mengatakan membenci dia dan akan memecatnya,” keluh sekt.Maiko.


“Dimana ada orang bodoh yang akan memecat seorang pegawai berbakat?” ujar Reiji, masih asyik dengan makanannya.


Perasaan Reiji sedang senang-senangnya. Belum lagi ditambah fakta kalau wanita yang disukainya sangat senang bekerja di perusahannya, dan lagi dia menolak tawaran dari presdir Wada, saingan Samejima Hotel.


Sebuah ide terlintas di kepala Reiji. Ia menghentikan makannya dan bicara serius, “Aku mengerti sekarang. Yang sebenarnya dia sukai bukan perusahaanku. Yang sebenarnya dia suka adalah aku.” (abaikan Reiji yang sok pede ini)


Sekt.Maiko mengernyit heran, “Apa yang membuat anda berpikir begitu?”


Reiji mulai mengocah hal tidak jelas soal film Totoro dan Studio Ghibli. Ia menganalogikannya dengan perusahaannya. “Dengan kata lain, dia yang suka pada hotel yang aku dirikan sudah pasti dia juga suka padaku. Kenapa aku tak menyadari hal sesederhana ini sebelumnya? Maiko, yang kau sebut sebagai tombol cinta miliknya sudah menyala bahkan sebelum dia bekerja untukku. Tidak perlu bersusah payah menempuh resiko. Jika aku bekerja dengan baik seperti yang ku lakukan sebelumnya perasaanya akan serta merta menghampiriku.”


Jelas kesimpulan ini ditolak mentah-mentah oleh sekt.Maiko, “Tidak ada waktu untuk bereksperimen! Waktu anda hanya dua bulan hingga pesta.”


Tapi Reiji tetap saja sok pede, “Jika aku menambah ritme bekerjaku, maka tak akan ada masalah. Aku akan mengumumkan proyek baru!”



Pertemuan di kantor hari berikutnya,


“Akhirnya, Samejima Hotel memutuskan untuk memulai pembangunan hotel ke-6 yang sudah lama dinantikan. Sejauh ini, dari penelitianku, seleksi akan berfokus pada wilayah potensial untuk bisnis di pusat Tokyo dan target pembukaan dipatok tahun depan,” Reiji mulai presentasinya.


Proyek ini disambut meriah oleh para staf. Tapi untuk proyek ini, akan ditangani langsung oleh Reiji. Dan seperti biasa, Reiji mengatakan moto perusahaannya, Target... Kecepatan Penuh... Dua bulan! Yang lebih heboh lagi, Reiji meyakini kalau ia bisa menyelesaikan tahap awal proyek ini hanya dalam dua minggu dan kemudian meralatnya menjadi dua hari saja.


“Pak, bagaimana dengan proyek renovasi hotel di Kyoto?” tanya ketua tim Goro-san.


“Ku serahkan padamu untuk menambah anggota tim,” ujar Reiji yang langsung diiyakan oleh ketua tim Goro-san dan beberapa karyawan lain yang bersedia untuk bergabung.



Tanpa membuang lebih banyak waktu, Reiji langsung memulai proyeknya. Pemilihan tempat dilakukan sendiri dan secara langsung. Setelah memperkirakan tempat yang akan dituju, Reiji benar-benar mendatangi tempat-tempat yang dimaksud.


Reiji melakukan survei ke sebuah tempat ramai, tempat banyak orang berlalu-lalang di depan Stasiun Shinagawa. Tempat berikutnya yang dikunjungi Reiji adalah sebuah tempat lapang yang masih kosong. Kemungkinan tempat ini yang diincarnya untuk dijadikan tempat hotel ke-6.



Pulang ke rumah pun, Reiji masih terus bekerja hingga larut malam. Dan paginya, ia terkantuk-kantuk hingga nyaris melewatkan mobil yang menjemputnya.


“Bukankah mustahil menekan proyek ini hanya dalam dua hari?” tegur sekt.Maiko pagi itu.


“Dua hari jelas mustahil. Seharusnya tiga hari,” jawab Reiji, masih keras kepala.


Di kantor, Reiji bertemu dengan tim pengembang. Mereka membahas rencana pengembangan hotel baru itu. Selesai rapat, Reiji masih melanjutkan mempelajari rancangan hotel baru di dalam ruangannya.


Sementara itu di luar, tim yang dipimpin oleh ketua tim Goro-san juga sudah melanjutkan pekerjaan mereka untuk proposal sebelumnya. Gosip tentang rencana hotel baru dan pemilihan tempat juga sudah sampai pada mereka. Para karyawan sudah sangat tertarik dengan hotel baru yang rencananya akan dibangun di tengah kota.


Tapi ... bagaimana dengan perjuangan cinta Reiji?


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.51.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 02 part 2. Samejima Reiji marah besar saat tahu karyawan yang pernah dipecatnya, Matsuda-san ternyata dicarikan tempat kerja baru di hotel milik saingannya, Stay Gold Hotel.


Tapi saat tahu kalau orang yang bertanggungjawab atas pekerjaan baru ini adalah Shibayama Misaki, kemarahan Reiji mengendur. Meski begitu, dia beradu argumen dengan Misaki. Sayangnya Misaki lebih unggul kemudian.



Huru-hara ini akhirnya membuat para staf berpikir untuk menghubungi bos Saty Gold Hotel, Presdir Wada agar membatalkan penerimaan terhadap Matsuda-san. Reiji ternyata mengintip dari balik pintu ruangannya. Perdebatan dengan sekretarisnya membuat Reiji akhirnya mengambil keputusan yang sangat tidak ‘Reiji banget’.


“Sekarang ,aku akan pergi menemui Wada, untuk menyampaikan salam,” ujar Reiji keluar dari pintu sebelah. Ini membuat para karyawan keheranan. “Meminta dia mengurus seorang mantan pegawai. Juga dengan kerendahan hati memberikan sekotak kue, itu adalah tanggungjawab pimpinan.” Reiji lalu mengajak sekretarisnya pergi.


Para karyawan itu hanya bisa menganga tak percaya dengan sikap Reiji yang berubah sama sekali.



Diantar sopir dan sekretarisnya, Reiji tiba di depan Stay Gold Hotel. Dia diterima langsung oleh presdir Wada. Dengan sikap tiba-tiba ini, presdir Wada juga curiga, jangan-jangan Reiji punya rencana.


“Tentu saja tidak. Sebagai mantan atasan, hal ini sudah sewajarnya,” Reiji memaksakan senyumnya.


Sekt.Maiko lalu meminta kedua presdir itu untuk berjabat tangan. Lalu dia sendiri mengambil foto keduanya. Presdir Wada tampak tersenyum seperti biasa. Sementara itu Reiji tampak sangat memaksakan senyumnya.



Kantor pusat Samejima Hotel heboh. Para karyawan itu membuka email mereka dan melihat foto yang tadi diambil oleh sekt.Maiko. Tampak presdir Wada dan presdir Reiji bersalaman dengan wajah tersenyum.


“Foto ini seperti Obama dan Putin!”



Reiji kembali ke kantornya. Di depan lift, ditemuinya salah satu karyawannya memarahi karyawan yang lain karena terlambat. Orang yang terlambat mengaku kalau itu bukan salahnya, karena itu masalah kereta yang mengalami penundaan. (kemungkinan keterlambatan kereta di Jepang sangat kecil. Sehingga alasan terlambat karena kereta sepertinya akan sulit diterima di sana )


“Ada apa, Maruta? Maafkan saja dia,” ujar Reiji.


“A... apa anda yakin, Pak?” sang karyawan hanya bisa bengong mendengar ucapan Reiji yang sama sekali tidak terduga ini.



Di kesempatan lain, Reiji juga terus menguping pembicaraan para karyawannya. Saat itu salah satu karyawan mengatakan kalau di luar sedang hujan. Beberapa dari mereka mengaku tidak membawa payung karena berpikir hari akan cerah.


Tahu ada kesempatan, Reiji mengambil setumpuk payung dari ruangannya dan membawanya keluar. “Kalian semua beruntung. Ada banyak stok payung di lokerku. Silakan gunakan sesuka kalian.”


Para karyawan kembali dibuat terkejut oleh sikap sang presdir, sekaligus senang. Reiji yang kembali ke ruangannya masih terus menguping obrolan para karyawan. Ia benar-benar ingin bersikap baik pada para bawahannya itu. Sayangnya, orang yang dingin dicuri perhatiannya, Misaki, justru tidak mengambil payung yang disediakan oleh Reiji karena sudah membawa payung sendiri.



Reiji berjalan keluar dari kantornya. Di depan, ia melihat dua anak kecil tengah meletakkan anjing di dalam kardus. Anjing itu rupanya tidak punya rumah. Tanpa ragu, Reiji pun mengambil anjing itu dan mengatakan pada dua anak tadi, kalau ia akan memeliharanya. Selain kedua anak tadi yang dibuat senang oleh Reiji, ada karyawannya juga yang melihat semua itu.


Tidak lama setelahnya, Misaki juga keluar dari kantor. Sayangnya Misaki tidak terlalu tertarik apalagi terkesan dengan sikap Reiji yang berbaik hati mengambil anjing itu. Misaki hanya menyapa sekadarnya dan berlalu pergi. Bahkan Reiji hanya dibuat bengong karen lagi-lagi usahanya menarik perhatian Misaki, kembali gagal.



Para karyawan makan malam bersama di sebuah restoran. Dan tema obrolan mereka malam itu adalah sang bos, presdir Reiji.


Dari Reiji yang tiba-tiba saja begitu perhatian, memberikan payung untuk mereka. Reiji yang menraktir jus saat makan siang. Lalu Reji yang perhatian dan mengingatkan agar karyawannya tidak sakit. Reiji yang memaafkan keterlambatan salah satu karyawannya. Hingga Reiji yang berbaik hati mau memelihara anjing yang tidak punya rumah. Mereka berpikir sikap Reiji berubah sejak kasus Matsuda-san.



Reiji pulang ke rumah mewahnya bersama sekt.Maiko dan sopir Katsunori-san. Sekt.Maiko memuji sikap Reiji belakangan terhadap karyawan. Ia tampak lebih baik di depan paran karyawan, dan tentu saja di depan Shibayama Misaki.


“Presdir, saya tak mau berpikiran buruk tapi, apa mungkin anda kehilangan ketertarikan padanya?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


Tapi Reiji ternyata memikirkan hal lain, “Aku tahu! Sebenarnya aku bukan ingin terlihat sebagai pria toleran. Yang perlu ku lakukan hanya berbincang dengannya! Apa saja boleh selama tidak berhubungan dengan pekerjaan. Tidak, jika dia ingin bicara, tak masalah meski kami harus membicarakan Wada. Saat ini, sebaliknya aku tidak ingin bersikap tergesa-gesa padanya. Itulah yang aku inginkan.”


“Pak, hal yang anda maksud itu disebut kencan,” ujar sekt.Maiko menyimpulkan. “Bukankah lebih baik jika anda mengajaknya kencan?”


“Hal itu tidak mudah,” Reiji mengelak cepat.


Sekt.Maiko lalu menceritakan kalau Misaki punya jadwal bertemu perusahaan pemasaran di hari Sabtu, artinya dia masuk kerja di hari libur. Tapi Reiji mengelak kalau ia tidak punya pekerjaan hari itu. Menurut sekt.Maiko, bukan hal aneh kalau Reiji yang seorang presdir datang ke kantornya sendiri. Tapi Reiji terus saja menyebutkan alasan.


“Bukankah ini kesempatan yang anda tunggu untuk melakukan percakapan santai dengannya?” bujuk sekt.Maiko lagi.



Dan benar saja seperti yang diceritakan oleh sekt.Maiko. Hari itu Sabtu, hari libur kantor tapi Shibayama Misaki tetap masuk seperti biasa. Dia bertemu dengan dua orang perwakilan dari perusahaan pemasaran.


Kantor benar-benar tampak sepi. Tidak ada pegawai lain yang datang ke kantor hari itu. Misaki menjelaskan semua detail yang diminta klien itu dengan lancar soal fasilitas apa saja yang diberikan hotel. Termasuk fasilitas khusus untuk anak-anak.



Hari itu, masih pagi. Reiji akhirnya memutuskan mengikuti saran sekretarisnya. Ia membawa serta anjingnya untuk jalan-jalan. Tapi Reiji tampak kesulitan mengajak anjing itu berjalan, karena si anjing terus saja berputar-putar di kaki Reiji.


“Berapa lama dia akan sampai ke kantor?” sekt. Maiko bersama sang sopir menunggu dalam mobil Mereka memerhatikan Reiji yang tengah berjalan di depan, agak kesulitan.


“Dengan kecepatan ini, aku yakin akan memakan waktu satu setengah jam,” ujar Katsunori-san, si sopir.


“Dia memilih berjalan kaki padahal kita bisa mengantarnya hingga ke dekat kantor.Aku sama sekali tak mengerti,” komentar sekt.Maiko.


Katsunori-san menanggapinya sebagai bentuk usaha Reiji karena tidak mau berbohong soal perasaannya. Padahal sebenarnya usaha ini, berjalan-jalan di hari libur lewat depan kantor sebenarnya juga modus alias bohong. Belum lagi jalan-jalan bersama anjing.


Setelah beberapa lama berjalan, Reiji menelepon sekt.Maiko, “Mengikutiku dari belakang terasa tidak nyaman, jadi kalian pulang saja.” ujar Reiji kemudian.


“Tapi anda akan pulang dengan apa?” sekt.Maiko khawatir.


“Aku sedang mengajak anjing jalan-jalan. Jadi sudah tentu aku akan pulang dengan berjalan kaki. Jangan khawatirkan soal itu,” pinta Reiji lagi.


Sekt.Maiko hanya mengiyakan permintaan bosnya itu. Ia dan Katsunori-san saling pandang sebelum akhirnya setuju untuk pulang dan tidak mengikuti Reiji lagi.



Reiji sudah sampai di depan gedung kantornya. Tapi belum ada tanda-tanda kehadiran Misaki sama sekali. Ia bahkan menggendong si anjing yang teru saja ribut. Hingga saat nyaris menyerah dan berbalik pulang, Reiji dikejutkan dengan kehadiran Misaki.


“Aku ada pertemuan dengan perusahaan pemasaran,” ujar Misaki saat ditanya oleh Reiji.


“Oh, begitu. Terima kasih sudah bekerja di hari libur,” ujar Reiji dengan canggung.


“Anda sendiri, Pak?”


“Seperti yang kau lihat, Aku sedang jalan-jalan dengan anjing,” Reiji kembali mencoba menarik perhatian Misaki. “Melihat anjing yang malang aku merasa tidak tega dan membawanya pulang bersamaku. Kurasa aku pria yang terlalu baik tapi...”


Tapi Misaki sudah lebih dulu tertarik dengan si anjing hingga tidak terlalu memerhatikan ucapan sang presdir. Puas menyapa si anjing, Misaki pun pamit pergi.



Usaha Reiji nyaris gagal hingga akhirnya ia kembali memanggil Misaki.


“Aku ... punya sesuatu yang ingin ku katakan padamu. Jika kau tidak keberatan, bisakah kau dan aku...kita berdua memikirkan nama anjing ini?” Reiji mencari alasan. “Dia masih belum memiliki nama. Aku membeli buku ensiklopedia nama tapi. Aku kesulitan menemukan nama yang cocok.”


Misaki heran, “Kenapa aku?”


“Karena...kau boleh juga.” Reiji gelagapan mencari alasan yang tepat, hingga dia hanya mengatakan hal tidak penting.


Misaki tersenyum mengerti, “Aku mengerti. Aku akan menemukan nama yang bagus hingga Hari Senin nanti.”


Misaki lalu minta izin untuk mengambil foto si anjing. Tapi Reiji justru mengusulkan agar Misaki berfoto bersama si anjing dan dia yang mengambil gambar mereka. Misaki setuju lalu memberikan ponselnya pada Reiji.


Sangat senang, Reiji justru mengambil foto tidak fokus pada si anjing. Ia justru fokus pada wajah Misaki. Beberapa foto diambil Reiji dengan ponsel Misaki. Ia pun mengusulkan agar mengambil juga dengan ponselnya—sebagai alasan untuk mendapatkan foto Misaki. Tapi Misaki menolak dan mengatakan sudah cukup.



Reiji melanjutkan jalan-jalannya. Ia berhenti di dekat perahu yang bersandar, masih senyum-senyum karena pertemuannya tadi dengan Misaki. Tapi dua orang anak yang kemarin meletakkan anjing di dalam kardus mendatanginya bersama seorang wanita. Wanita itu mengaku sebagai pemilik si anjing dan meminta kembali anjing itu dari Reiji.


Merasa punya janji, Reiji enggan melepaskan si anjing. Karena anjing itulah alasan ia bisa berbicara dengan Misaki. Reiji bahkan bersedia membayar berapapun untuk anjing itu. Sayangnya si empunya berkeras mengambil anjing itu. Dan dengan terpaksa Reiji pun harus merelakannya.


“Jika janji itu jadi tak berguna, pikirkan saja rencana lain,” saran salah satu anak.


“Rencana lain... apa itu?” tanya Reiji.


“Kau harus memikirkannya sendiri. Yang tahu apa hal yang akan menyenangkan wanita itu bukan kami. Tapi kau, Oji-san!” ujar salah satu bocah itu. Mereka berdua lalu beranjak pergi dengan senyum-senyum, berhasil mengejek Reiji.



Reiji kembali ke kantor. Ia mengacak-acak kotak di dalam ruangannya, mencari sesuatu. Saat itu senja sudah mulai menjelang. Tapi Reiji tidak menemukan yang ia cari. Reiji memutuskan menyerah. Di depan kantor, sudah datang Katsunori-san yang datang menjemputnya.


“Oh... maaf,” Reiji menyesal sudah meminta supirnya itu pulang tapi sekarang minta dijemput lagi.


“Sama sekali tidak.”



Hari lain


Jam makan siang sudah datang. Kali ini para karyawan kompak untuk makan siang bersama. Tahu ada kesempatan, Reiji buru-buru menyusul mereka di depan lift dan mengatakan akan bergabung. Beberapa karyawan bereaksi khawatir, akan terjadi insiden seperti saat pesta untuk karyawan baru sebelumnya. Tapi Reiji tampak tidak peduli.


Reiji bersama para karyawan akhirnya makan bersama di sebuah restoran China. Seperti yang lalu, suasana agak kaku. Tapi, setelah selesai makan, Reiji mengeluarkan tempat kecil buatan Matsuda-san dari sakunya. Ia sengaja mengangkat tinggi-tinggi benda itu, agar anak buahnya menyadari.


Sedikit terbata, Reiji mulai bicara, “Oh... Terserah pada Matsuda. Tapi jika dia masih ingin bekerja bersama kita, maukah kau mengatakan padanya untuk kembali?” sebenarnya Reiji mengatakan ini pada Misaki. Tapi seolah mengatakan pada semuanya.


Mendengar semua itu, para karyawan tersenyum senang dan lega. Mereka bahkan mengucapkan terimakasih pada Reiji.


“Juga katakan hal sama pada penyambut tamu itu,” lanjut Reiji. “Ya, tidak adil jika hanya Matsuda yang diperbolehkan kembali. Tapi...! Ini adalah proyek rahasia. Aku minta kalian untuk tak membocorkan masalah ini pada staf di Hakone.”


Para karyawan itu mengiyakan permintaan sang bos. Mereka mengangguk mengerti dan setuju untuk tutup mulut.



Dan usaha Reiji sepertinya berhasil. Matsuda-san dan si penerima tamu, Dazai-san akhirnya kembali ke hotel di Hakone. Mereka disambut hangat oleh manager hotel dan juga para karyawan lainnya.


Sementara itu, Reiji memerhatikan mereka dari lantai atas, “Hal semacam itu membuat mereka sebahagia ini?” pertanyaan Reiji yang diiyakan oleh sekretarisnya.


Para karyawan yang sedang reuni itu pun melihat bos mereka di lantai atas. Lalu memberikan senyum dan hormat pada Reiji yang dibalas Reiji dengan sedikit anggukan.



Reiji sudah di pintu depan bersiap pulang. Saat itu si penerima tamu yang baru kembali bekerja yang mengantarkannya. Ia merasa sangat berterimakasih karena sudah diijinkan untuk bekerja kembali. Reiji bahkan bertanya soal bayi si penerima tahu itu. Disebutkannya jika bayinya baru lahir dua hari silam, tetapi ia kesulitan mencarikan nama untuknya.


Reiji teringat sesuatu. Ia pun mengambil buku ensiklopedia nama yang sempat dibelinya. (tadinya untuk mencari nama anjing). Reiji pun memberikan buku itu pada di penerima tamu.


“Anda baik sekali bersusah payah memberikan ini pada seseorang seperti saya,” si penerima tamu sangat terkesan dengan sikap bos-nya yang sama sekali berbeda ini.


“Jangan pikirkan soal itu. Tugas pimpinan untuk peduli pada setiap pegawainya benarkan?” ujar Reiji masih dengan canggung.



Obrolan para karyawan masih seputar bos mereka, Samejima Reiji yang belakangan berubah total. Dan si narsis Ieyasu pun mengatakan kalau si bos berubah setelah makan siang bersamanya. Ide ini jelas ditolak mentah-mentah oleh karyawan lainnya.


Mereka sudah tidak heran dengan kenarsisan karyawan satu ini dan memilih mengabaikannya saja. Daripada mendengarkan ocehan Ieyasu yang lebih banyak bualannya, para karyawan ini memilih melanjutkan saja pekerjaan mereka.



“Bisa tolong tanda tangan?” pinta Mahiro pada ketua tim Goro-san. Karyawati satu ini justru berusaha menarik perhatian sang ketua tim.


“Tentu, berikan padaku,” ujar ketua tim Goro-san.


Tapi dasar Mahiro yang ke-geer-an, dia langsung terlalu bahagia diberi senyum oleh ketua tim Goro-san. Mahiro menyusul Misaki yang tengah mempersiapkan rapat di ruangan sebelah dan pamer soal senyum ketua tim Goro-san.


“Kau punya seseorang seperti itu? Seseorang di dalam perusahaan yang bisa membangkitkan semangatmu saat kau melihatnya?” tanya Mahiro.


Misaki berpikir, “Tidak terpikirkan siapapun,” ujarnya kemudian.


“Sayang sekali jika kau tidak punya. Itu satu-satunya yang membuat hari-hari kita yang membosankan menjadi berwarna. Jangan abaikan perkataanku. Aku serius,” rajuk Mahiro kemudian yang hanya ditanggapi Misaki dengan senyum saja.



Reiji berjalan keluar dari lift dan berpapasan dengan Misaki. Saat itu keinginannya untuk disapa Misaki pun berhasil. Reiji tampak sangat senang dan penasaran. Tapi ia tetap memasang wajah se-cool mungkin.


“Sepertinya anda sudah menemukan pemilik anjing itu,” ujar Misaki.


“Oh... benar.”


“Aku ikut senang untuk anjing itu, tapi aku sedikit kecewa. Aku sudah memikirkan beberapa nama yang sangat bagus...nama yang cocok untuk anjing itu,” ujar Misaki lalu pamit pergi.



Reiji asyik mengotak-atik laptopnya. Saat itu sekt.Maiko yang datang bahkan dihalangi saat ingin tahu apa yang dilakukan Reiji. Tapi sang sekretaris lebih tahu dari siapapun soal bos-nya ini.


“Presdir, tolong berhenti mencari anjing hanya agar Shibayama Misaki bisa menamainya.”


“Aku hanya mencari tahu jenis-jenis anjing,” elak Reiji.


“Jujur saja, memelihara anjing tidak cocok untuk anda. Anda belum pernah membesarkan anjing sebelumnya, 'kan?”


“Sudah ku katakan aku tahu, 'kan?” elak Reiji.


“Sebelum mencari di website anjing, ada sesuatu yang harus anda lakukan. Segeralah ajak dia berkencan,” saran sekt.Maiko.


“Jika saja melakukannya semudah bicara!” Reiji merajuk.


Sekt.Maiko kembali mengingatkan, “Jika anda terlalu santai, maka akan terlambat untuk pesta. Sebelum menyadarinya, waktu dua bulan sudah berlalu.”


“Aku tahu! Kau menjengkelkan sekali!” Reiji manyun-manyun pada sekretarisnya itu, membuat sekt.Maiko keheranan. (ngambeknya Reiji unyuuuuu)



Ketua tim Goro-san menemui presdir Wada dan minta maaf soal Matsuda-san.


Tapi presdir Wada menanggapinya dengan santai, “Tidak masalah. Dia memberiku sekotak kue sebagai ucapan permintaan maaf. Selain itu, ada orang lain di Samejima Hotel yang aku inginkan.”


Ketua tim Goro keburu ge-er, “Bisa beri aku waktu sedikit lebih lama untuk berpikir?”


“Oh, bukan kau. Shibayama Misaki.”


“Kenapa kau bisa tahu dia?” ketua tim Goro-san tidak menyangka kalau nama itu yang keluar.


“Karena orang pertama yang tertarik padanya adalah aku. Saat di Paris... “ ujar presdir Wada dengan senyum penuh arti.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Ada yang tanya, sebenarnya presdir Wada ini jahat atau baik? Na sendiri belum punya jawabannya. Ntar simpulkan sendiri aja ya, setelah simak episode-episode berikutnya.

Bening Pertiwi 15.07.00
Read more ...