SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 03 part 2

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 2. Reiji melakukan berbagai usaha untuk menarik perhatian Shibayama Misaki. Dan programnya kali ini adalah dengan menunjukkan kesungguhannya dalam mengelola grup Samejima Hotel.


Lauching proyek baru untuk hotel ke-6 sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Bahkan Reiji rela bergadang beberapa malam untuk mengebut bagian awal proyek ini. Tapi ternyata usahanya belum menunjukkan hasil apapun. Misaki sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan lebih pada usaha Reiji. Bagaimana nasib cinta Reiji?



Reiji ngamuk-ngamuk di kantornya, karena usahanya tampak sia-sia. “Bayanganku soal perasaan Shibayama Misaki yang serta merta menghampiriku sama sekali tidak terjadi!”


“Tentu saja tidak,” komentar sekt.Maiko. “Karena cara pendekatan yang menguras tenaga dan pikiran ini salah. Dia mungkin melihat anda sebagai atasan. Tapi melihat anda secara romantis sebagai lawan jenis, itu lain cerita.”


“Lalu untuk apa waktu tiga hari ini?” keluh Reiji lagi. “Bukankah aku bekerja siang malam hanya untuk melakukan pekerjaan seorang pegawai?”


“Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan padanya soal perasaan anda padanya,” saran sekt.Maiko lagi.


Tapi Reiji menolak ide itu. Saat ditanya kenapa, Reiji mengaku kalau itu akan memalukan.


“Tentu saja terasa memalukan. Tapi tidak ada cara lain untuk mengatasi rasa malu itu!” tegas sekt.Maiko.


Reiji pun speechless. Ia tidak bisa mendebat ucapan sekretarisnya itu lagi.



Misaki rapat bersama Mahiro, Ieyasu dan ketua tim Goro-san. Goro-san mengecek persiapan desain lobi baru mereka dan Misaki mengatakan akan segera siap dalam satu minggu. Goro-san juga mengingatkan bahkan setelah itu mereka masih akan ada rapat lagi dengan managet hotal di Kyoto.


Setelah Goro-san pergi, tinggalah tiga karyawan muda yang masih berada di ruang rapat.


“Misaki-san, bukankah menurutmu ada sedikit keajaiban kenyataan Direktur Shirahama Goro masih lajang? Karena, selain dari penampilan, dia ahli dalam pekerjaan dan sangat bersahabat. Membuat penasaran saja,” curhat Mahiro pada Misaki.


Tapi Misaki tidak terlalu tertarik dengan itu. Apalagi si Ieyasu yang sangat hoby nimbrung. Ia mulai narsis dan menyombongkan soal dirinya. Mahiro sudah tidak heran dengan sikap si Ieyasu ini. Ia kemudian kembali membahas soal Goro-san, dan menganalogikannya seperti sebuah hotel.


Misaki tetap menanggapinya dengan santai dan bijak, “Tapi manusia dan hotel berbeda jadi, meski jika ada masalah, suatu hari kau pasti bisa mengatasinya karena kau mencintainya, 'kan? Jadi tidak perlu merasa takut. Kau mengerti?”



Bahkan sampai rumah pun, Reiji masih saja melamun. Ia memikirkan ucapan sekretarisnya tadi di kantor.


Sekarang masih belum terlambat. Anda harus mengungkapkan perasaan anda padanya.


Reiji menghela napas berat, “Sulit sekali.”



Misaki dan Mahiro sedang di pantry saat Otonashi Shizuo-san memamerkan foto istrinya yang ternyata sangat cantik. Para karyawan bahkan tak menyangka kalau Shizuo-san bisa punya istri secantik itu. Mereka berpikir jika dia mantan model. Tapi Shizuo-san mengatakan kalau istrinya itu dulu adalah seorang pembawa papan ronde di area tinju. Tidak lupa mereka juga memuji putranya yang tampak manis.


Obrolan di kantor makin hangat. Karena di antara para karyawan, lainnya masih single. Dan hanya Shizuo-san yang sudah berkeluarga. Mereka berharap juga bisa dapat istri cantik meski penampilan biasa. Obrolan ini ternyata didengar juga oleh Reiji, hingga ia memanggil Shizuo-san ke ruangannya.



Shizuo-san takut-takut masuk ke ruangan Reiji. Ia khawatir akan dipecat karena selama lima tahun bekerja, ini pertama kalinya ia dipanggil dan masuk ke ruangan presdir.


“Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kukonsultasikan padamu,” Reiji mulai bicara. “Di hotel yang sedang dibangun sekarang, aku mempertimbangkan soal konsep bridal. Namun, diantara pegawai disini, hanya kau seorang yang sudah menikah. Jadi, sebagai seniorku dalam hal membangun pernikahan bahagia, ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan padamu.”


Shizuo-san tidak menyangka jika ternyata sang bos justru bicara hal lain, bukan pemecatannya, “Tapi... Saya tidak pantas dipanggil senior.”


Reiji melanjutkan bicara, “Menurut apa yang ku dengar, kau berhasil mendapatkan istri yang cantik?”


“Yah, maafkan saya jika merasa bangga, tapi, Setiap malam saat pulang ke rumah, dan melihat wajah istri saya, Saya merasa beruntung, dan berpikir "Syukurlah ini bukan sekedar mimpi".”


“Sekilas, sepertinya kau terlambat menikah melebihi aku... Atau apa aku salah?” tembak Reiji lagi.


Perlahan, Shizuo-san bicara lebih lancar dan tidak takut-takut lagi, “Sangat terlambat. Saya bahkan tak bisa menatap langsung mata wanita saat berbincang dengan mereka.”


“Lalu, bagaimana kau bisa menikahi seorang wanita cantik?”


“Sebenarnya, saya tak pernah mengatakan pada istri saya bahwa saya mencintainya,” ucapan Shizuo-san ini membuat Reiji terkejut. “Tentu saja, saya ingin mengatakan perasaan saya padanya. Tapi sangat susah sekali mengungkapkannya. Meski memiliki seorang putra, Keita yang saat ini kelas 1 SD, Sebenarnya, dia adalah putra dari pernikahan istri saya sebelumnya. Sejak pertama kami bertemu, saya sudah menganggap Keita sebagai anak sendiri. Perasaan itu muncul secara alami untuk Keita. Saya bisa mengatakan, "Kau manis sekali. Aku menyukaimu, nak. Aku menyayangimu." Dan bagi istri saya, sepertinya dia lebih bahagia karena saya memuji putra yang dia besarkan sepenuh hati, dibanding memuji dirinya. Jadi justru dia yang melamar saya dan mengatakan, "Mari membangun rumah tangga yang baik."”


Reiji tidak benar-benar mendengarkan seluruh cerita Shizuo-san itu. Yang benar-benar ada dalam pikirannya sekarang ini adalah, bahwa cinta tidak selalu harus diucapkan. “Aku mengerti. Jadi ada juga cara seperti itu. Kerja bagus! Aku menerima banyak masukan bagus darimu.”


“Apa ini berhubungan dengan konsep bridal untuk hotel berikutnya?” Shizuo-san penasaran.


“Tentu saja. Tapi detailnya masih rahasia.”



Malam itu seperti biasa, Reiji datang ke gym. Ia berada di atas treadmil sambil melirik ke arah pintu masuk, menunggu Misaki. Dan seperti dugaan Reiji, Misaki juga datang ke sana. Misaki duduk di salah satu tempat melakukan pemanasan.


Reiji berhenti dari treadmill-nya dengan baik, tidak seperti sebelumnya yang nyaris jatuh. Ia pun berusaha duduk di salah satu balon. Tapi karena grogi, Reiji justru terjatuh ke lantai, di depan Misaki. Meski begitu, Reiji tetap bersikap cool dan Misaki pun tidak menertawakannya. (serius, ini sebenarnya lucu lihat Reiji jatuh gitu. Na aja ketawa ngakak, bisa-bisanya si Misaki ini Cuma ngeliatan tanpa ekspresi atau ketawa sama sekali, kekekeke)


Reiji buru-buru bangun dan kembali berusaha duduk di atas balon. Kali ini berhasil. “Aku sudah memilih lokasi untuk hotel baru kau sudah tahu soal itu?”


“Ya, aku sudah mendengarnya,” aku Misaki.


“Kurasa aku akan kembali mengunjungi lokasi hotel. Tapi jika kau tertarik, apa kau bersedia ikut bersamaku?” tawar Reiji.


Misaki senang mendapat tawaran seperti itu, “Apa boleh aku ikut?”


“Tentu saja.”



Hari yang direncanakan pun tiba. Katsunori-san sudah bersiap di belakang kemudi, tegang. Sekt.Maiko juga di kursi sebelahnya, tidak kalah tegang. Reiji pun terdiam di kursi belakang.


“Presdir, ini saatnya, 'kan? Semoga anda berhasil,” ujar sekt.Maiko.


Tidak lama setelahnya, Misaki keluar dari gedung itu. Sigap Katsunori-san membukakan pintu belakang mobil.


“Permisi. Sungguh aku boleh ikut?” tanya Misaki, meyakinkan.


“Masuklah. Kita tidak boleh membuang waktu,” ujar Reiji, sok cool.



Perjalanan itu bagi Reiji dan kedua staf khususnya di kursi depan benar-benar menegangkan. Selama beberapa lama mereka semua bahkan hanya terdiam. Reiji lalu punya ide jika mereka main Shiritori (sambung kata). Tapi karena kaget, mereka semua mengganggap ide Reiji itu konyol. Tahu idenya terdengar aneh, Reiji memutuskan untuk menarik kembali idenya.


Tapi tiba-tiba saja Misaki menyebutkan sebuah kata. Kaget, sekt.Maiko hanya terdiam tidak melanjutkan, padahal itu gilirannya. Katsunori-san pun menegur sekt.Maiko dan memintanya menyebut kata lanjutan. Giliran berikutnya adalah Katsunori-san yang dilanjut oleh Reiji.


Pada putaran berikutnya giliran Misaki. Ternyata kata yang keluar dari bibir Misaki adalah. Kumbang macan leher merah menyala! Kalimat yang sempat diucapkan Reiji saat mengomentari pakaian Misaki beberapa waktu sebelumnya. Misaki tampak senang karena akhirnya bisa mengingat nama serangga itu.


Reiji kaget karena ternyata Misaki masih ingat dengan nama serangga itu. Reiji memalingkan wajah, senyum-senyum sendiri. (ecieeeeee ... jatuh cinta tu gini ya, banyakan senyumnya)



Reiji mengajak Misaki berkeliling calon hotel mereka yang akan direnovasi. Sambil berkeliling, Misaki mengajukan idenya yang langsung disetujui saja oleh Reiji tanpa banyak protes. Mereka pun sampai di lantai atas, tepat di tempat yang rencananya akan dibuat restoran.


“Aku berencana merubahnya menjadi restoran Prancis,” ujar Reiji.


“Jika restoran Prancis, aku memiliki beberapa kenalan yang layak menjadi koki kepala,” usul Misaki.


“Kau benar. Memilih koki adalah hal yang sangat penting. Ku rasa restoran ini akan menjadi keunggulan hotel ini. Aku sudah mengantongi nama untuk restorannya. Namanya"Gosuke". Restoran Prancis, Gosuke.”


Misaki kaget, “Kurasa nama itu hanya cocok untuk anjing.”


Tapi Reiji tetap tak tergoyahkan, “Sama seperti Yuasa Gosuke yang melayani tuannya, aku ingin restoran ini mendukung keberadaan hotel ini. Aku ingin mewujudkan hal itu. Dan juga, aku suka nama itu. Hingga saat ini, tidak ada nama lain yang menarik hatiku. Nama yang kau pikirkan dengan susah payah, aku merasa nama itu manis. Bagaimanapun, nama Gosuke ini...Aku menyukainya!” (cieeee Reiji nembak dengan kalimat terselubung nih ceritanya)


Misaki tersenyum mendengar penjelasan bosnya itu, “Aku senang sekali anda menyukainya.” (kalimat Misaki ini juga berkesan kalau ia menerima pernyataan cinta Reiji, tidak secara langsung)


Reiji memandangi Misaki dengan serius, “Mari buat hotel yang bagus. Apa kau mau membantuku?”


Yang dijawab Misaki tanpa ragu, “Tentu saja, Pak!”



Sepanjang perjalanan pulang, Reiji terus saja memandang ke luar jendela dengan senyum-senyum. Ia tidak banyak bicara tapi terus saja tersenyum. Sementara itu Misaki juga melakukan hal yang sama, melihat ke luar mobil tapi dengan tatapan biasa???


Di kursi depan, sekt.Maiko dan Katsunori-san rupanya juga memahami yang terjadi pada bos mereka. Pasti ada hal baik yang terjadi. Keduanya pun ikut tersenyum tertahan.



Kembali ke kantor


Reiji melepas label di papan hotel-nya. Kali ini ada tulisan Tokyo. Yang artinya hotel ke-6 mereka telah siap untuk dibangun dalam waktu dekat.


“Ini bukan tujuan, tapi permulaan. Mulai besok, mari incar posisi sebagai hotel terbaik dunia!” ujar Reiji yang disambut gembira juga oleh para karyawannya.



Malam itu mereka mengadakan pesta. Meski semua karyawan tampak bergembira, Reiji tampak tidak terlalu antusias. Berkali-kali ia memandang ke arah Misaki. Bahkan meski obrolan berjalan dengan lancar, pikiran Reiji tidak tertuju pada mereka.


“Ah Presdir! Aku punya pertanyaan,” ujar Mahiro kemudian. “Kenapa anda belum menikah?”


Reiji terkejut ditanyai seperti itu, “Yah... Kurasa sekarang sudah waktunya bagiku untuk menikah.”


“Jadi, anda sudah memiliki calon istri, 'kan?” Mahiro menjadi lebih bersemangat. Tapi Reiji mengelak mengakui apapun. “Oh, di antara kandidat potensial, wanita seperti apa yang akan anda pilih?”


Reiji gelagapan. Ia tidak bisa memilih. “Jika ada kandidat potensial, maka hanya ada satu orang.”


Obrolan mereka pun beranjak pada pacar dan sebagainya. Mahiro bercerita kalau ia punya teman dekat yang bekerja sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan. Setelah sebulan bekerja disana, presdir perusahaan jatuh cinta padanya pada pandangan pertama dan belum lama ini mereka bertunangan.


“Bikin iri saja, 'kan? Benarkan, Misaki-san?”


Misaki tidak tampak terkejut diberi pertanyaan seperti itu. Ia berpikir sebentar. Justru Reiji yang tiba-tiba penasaran dengan apa jawaban Misaki.


“Bagiku, hal itu menjijikkan,” ujar Misaki kemudian, membuat Reiji kaget luar biasa.


“Eh... Kenapa?” Mahiro heran.


“Karena, hanya sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung, presdir perusahaan melihatnya dengan konflik cinta, 'kan? Yah, hal seperti itu membuat bulu kudukku berdiri. Itu menjijikan,” ulang Misaki lagi.


Reiji tidak tahan lagi mendenga ucapan Misaki itu. Ia nyaris saja meledak. Mondar-mandir masuk keluar ruangannya, membuat sekt.Maiko khawatir. Tidak tahan lagi dengan kesalnya, Reiji menyuruh semua karyawannya untuk bubar. Acara makan-makan malam itu pun ditutup buru-buru.



Sekt.Maiko baru saja selesai mencuci semua peralatan makan saat ponselnya berdering. “Halo, hari ini terima kasih. Perasaannya agak memburuk. Ya. Karena dia sudah bekerja keras tanpa waktu istirahat. Tolong katakan pada yang lain untuk tidak usah khawatir. Terima kasih sudah menelpon.”


Sekt.Maiko berjalan keluar dari pantry menuju ruangan presdir dan menemukan sang bos tengah terduduk di lantai. Ia hanya sempat mengatakan kalau ketua tim Goro-san menelepon karena khawatir.



“Dia bilang hal seperti itu menjijikkan. Seorang presdir perusahaan memiliki hubungan dengan pengawai baru adalah hal menjijikkan, dia mengatakan itu. Dia mengatakannya dua kali. “Itu menjijikkan",” rengek Reiji. Ia memeluk lututnya persis anak kecil sambil duduk di lantai, di belakang kursinya.


Sekt.Maiko mendekati sang bos, “Masih ada waktu sebelum pesta Asosiasi Perhotelan. Kita lanjutkan pertemuan perjodohan. Jangan berhenti berusaha untuk menemukan wanita selanjutnya, Presdir.”


Tapi Reiji tidak mendengarkan ucapan sekretarisnya, “Aku akan pergi melakukan perjalanan bisnis mulai besok.”


“Perjalanan bisnis? Kemana?” sekt.Maiko bingung.


“Ke suatu tempat dimana tak seorangpun bisa menyakitiku.”



Malam itu Misaki pulang bersama Mahiro. Mereka masih membahas soal teman Mahiro yang kencan dengan bosnya.


“Aku ragu apa temanmu sungguh bahagia. Karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tapi meski begitu, dia akhirnya harus menikah dan tak bisa menjalankan rutinitas pekerjaan yang dia inginkan. Sangat disayangkan.”


“Kurasa dia sangat bahagia,” komentar Mahiro. “Jujur, aku iri padanya. Bukan berarti aku bekerja supaya bisa menikah. Tapi tidak berarti juga aku tak mengharapkannya sementara bekerja. Aku hanya berpikir pasti akan bagus jika aku bisa menikah di usia 20-an sambil terus bekerja. Bagaimana denganmu, Misaki-san?”


“Bagiku...Aku ingin membangun hotelku sendiri. Aku tak tahu akan butuh waktu berapa lama. Tapi itu impianku sejak kecil.”


Mahiro dibuat terkagum-kagum oleh impian Misaki, “Oh, jika impianmu terwujud, aku akan tinggal dihotelmu, pasti.”



Hari berikutnya Reiji benar-benar pergi dengan alasan perjalanan bisnis. Pekerjaan di kantor pun dipegang oleh sekt.Maiko. Para karyawan pun melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tapi sekt.Maiko ternyata menghubungi presdir Wada dan minta untuk bertemu.


“Maaf saya mengganggu anda di jam sibuk,” ujar sekt.Maiko saat bertemu presdir Wada.


“Aku merasa sangat beruntung terlahir sebagai pria karena kau mengundangku.”


“Saya punya permintaan besar,” ujar sekt.Maiko tanpa basa basi. “Ini soal atasanku, Samejima...”


“Soal presdir mudamu. Ada apa dengan dia?” presdir Wada heran.



Malam itu Reiji tengah asyik melihat-lihat foto hasil perburuan jamurnya di kamera, dalam sebuah tenda. Tapi suara berisik langkah di luar tenda mengusik Reiji. Ia pun mencari-cari teropongnya lalu mengintip dari sedikit lubang pintu tenda itu.


Seseorang mendekat, yang kemudian dikenali Reiji sebagai presdir Wada. Dia menurunkan teropong Reiji, “Samejima-kun, ada sesuatu yang ingin ku diskusikan denganmu.”



Keduanya duduk di depan api unggun. Reiji menuang kopi untuk dirinya sendiri dan tak berniat memberikannya pada presdir Wada. Presdir Wada mengaku kalau sekt.Maiko yang memberitahunya keberadaan Reiji sekaligus mencaritakan secara umum masalah Reiji.


“Kurasa kau sudah dengar bahwa hubunganku cukup akrab dengan Shibayama Misaki. Dia bilang merasa jijik pada seorang presdir yang mendekati pegawai baru, 'kan?”


“Jadi kau kemari untuk merendahkanku?” tuduh Reiji.


Presdir Wada tersenyum, “Dengar. Sekarang aku akan mengatakan sesuatu yang penting. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu. Kau tanya kenapa dia mengatakan kalimat semacam itu, untuk membuat pertahanan di sekelilingnya, dan untuk membuatnya berhenti berharap. Secara insting dia tahu ada resiko jika terjatuh dalam situasi seperti itu. Shibayama Misaki jelas tipe wanita seperti itu. Aku jamin.”


Tapi Reiji keburu pesimis, “Masalahnya bukanlah dia tipe wanita seperti apa. Sejak awal dia sudah mengatakan hubungan cinta antara presdir dan pegawai baru adalah hal mengerikan.”


“Karena itu ku katakan padamu. Mudah untuk memenangkan hati seorang wanita yang mengucapkan kalimat seperti itu,” presdir Wada menyombongkan diri. “Kau pikir siapa aku? Aku seorang ahli romantisme kantor. Sejauh ini, kau pikir berapa banyak pegawai baru yang sudah ku dekati? Sebulan setelah seorang pegawai baru bergabung? Jangan membuatku tertawa, aku tak bisa menunggu hingga sebulan. Untukku, waktu paling cepat adalah seminggu,” pamernya pula. “Siapa yang menjadikan posisi pekerjaan sebagai penghalang cinta? Kebetulan saja wanita yang kau sukai adalah anak buahmu. Apa salahnya hal itu? Sebelum seorang presdir, kita adalah seorang laki-laki.”


Tiba-tiba saja Reiji menangis, membuat presdir Wada keheranan. Reiji rupanya terkesan dengan ucapan presdir Wada bahkan minta izin memanggilnya ‘guru’. Tanpa ragu kemudian Reiji mempersilahkan presdir Wada duduk di kursinya yang lebih nyaman bahkan membuatkannya kopi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 04 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 

4 komentar: