SINOPSIS dorama I'm Your Destiny episode 05 part 1. Haruko mengaku tidak membenci Makoto. Jelas ini membuat Makoto melambung. Malam itu mereka berpisah setelah Haruko mendapat tiga buah wortel dari Makoto. Bagaimana selanjutnya?
Ingat kalau Makoto pernah mengajak Haruko untuk makan malam di restoran salah satu rekannya? Akhirnya Haruko setuju untuk datang dan makan malam bersama Makoto.
“Ini enak,” komentar Haruko setelah mencicipi makanan di depannya.
“Sungguh? Syukurlah. Aku yakin Kamu pernah makan chanko di banyak restoran sebelumnya Jadi Aku khawatir tidak sesuai dengan seleramu,” ujar Makoto. Ia pun menceritakan soal pemilik restoran itu, Tomita-san, yang merupakan seorang kawan lamanya saat di tahun terakhir di SMA dan akhirnya menjadi pesumo.
Tapi tiba-tiba saja ekspresi Haruko berubah. Ia tampak kaget, histeris dan penasaran sekaligus. Makoto yang heran mencoba melihat ke arah pandangan Haruko, tapi dilarang oleh Haruko.
Sambil menyembunyikan diri dengan berpura-pura membaca daftar menu, Haruko pun bercerita, “Dia Daikaiyama Kei. Tetap tenang.”
“Tapi kamu penggemar beratnya bukan?” Makoto heran.
“Itulah sebabnya Aku tidak ingin mengganggu waktu pribadinya. Apakah kamu mengerti? Mari kita makan saja Seolah tidak terjadi apa-apa,” ujar Haruko memutuskan. Tapi Haruko tetap tidak bisa beralih dari rasa terkejut sekaligus senangnya sebagai seorang fans. Ia sempat melihat tanda tangan pesumo favoritnya itu di resto dan berpikir kalau ia benar-benar pernah datang. Dan ternyata ... ia benar datang. “Aku ingin tahu apakah dia berteman baik dengan Tomita-san.”
“Haruskah Aku bertanya?” Makoto menawarkan. Tapi ditolak dengan cepat oleh Haruko.
Selesai bicara dengan sang pesumo, Daikaiyama Kei, sang pemilik resto, Tomita-san menyapa Makoto dan Haruko. Melihat Haruko yang terus saja mencuri pandang ke arah pesumo favoritnya itu, akhirnya Makoto bertanya pada Tomita-san.
“Apa dia sering datang?” tanya Makoto sambil menunjuk ke arah Daikaiyama Kei.
Tomita-san mengerti, “Dia selalu mmenjagaku sejak Aku masih kecil.”
Obrolan itu akhirnya mencuri perhatian Haruko. Masih dengan sembunyi-sembunyi, Haruko ikut nimbrung. Dan dari sana, Makoto pun mengatakan kalau Haruko adalah penggemar berat Dai-san.
Haruko mengaku kalau ia juga punya cetak tangan sang pesumo di rumahnya. “Selama 12 tahun terakhir, sejak dia naik ke kelas satu Aku terus mendukungnya.”
“Kalau begitu, maukah kamu datang ke upacara pensiun?” Tomita-san menawarkan. Upacara itu diselenggarakan saat seorang pesumo akan berhenti.
Haruko langsung bersemangat. Meski sesaat kemudian ia bersikap seolah hanya menanggapi candaan saja. Tapi kemudian berubah bersemangat lagi. Sempat ragu-ragu, setelah dibujuk oleh Makoto, Haruko pun akhirnya setuju untuk datang ke upacara itu.
Makoto pulang ke apartemennya dan seperti biasa disambut oleh si dewa. Dewa memuji-muji Makoto karena pertemuan tadi dengan Haruko. Ditambah lagi, fakta kalau insiden kartu ATM ternyata memberi kesempatan Haruko untuk berfoto bersama sang pesumo, Dai-san. Makoto pun akhirnya mengerti. Yang dimaksud acara di hotel, adalah acara upacara pemotongan rambut untuk pensiun seorang pesumo.
“Haruko senang, bukan? Bagaimanapun dia akan menghadiri upacara pesumo yang selalu dikagumi. Haruko-san, atau mungkin Haruko-chan, oke! Baik. Tapi setelah penantian lama Kamu kencan pertama dengan Haruko-san, Memalukan sekali bukan?” dan seperti biasa, dewa kembali menghempaskan Makoto yang sudah terlanjur geer oleh pujiannya tadi.
“Memalukan? Apa?” Makoto heran.
“Tidak ada kemajuan di antara kalian berdua.”
Makoto tidak setuju, “Itu tidak benar. Bagaimanapun, dia benar-benar bahagia. Dia mengatakan bahwa dia sangat menghargai itu. Bertemu dengan seseorang yang Kamu kagumi, akan membuat seseorang bersemangat bukan? Dia bertemu dengannya karena dia pergi makan malam bersamaku.”
“Aku bisa mengerti bahwa Kamu ingin berpikir seperti itu tapi, Dia hampir tidak memiliki kenangan akan makanan yang dia makan bersamamu,” dewa kembali menabur garam.
“Tidak tidak tidak... itu tidak mungkin benar,” elak Makoto cepat.
“Pada malam dia bertemu dengan orang yang dikagumi selama ini, Kamu pikir dia akan mengingat pria yang tidak dibenci atau disukainya?” sindir dewa. Ia kemudian membahas menu makan malam Makoto tadi. Dan bukan menu itu yang diingat Haruko, melainkan pertemuannya dengan sang pesumo, Dai-san.
Haruko memamerkan fotonya bersama Dai-san pada kedua orangtuanya, “Setelah kami makan, tiba-tiba dia masuk. Kupikir hatiku akan berhenti.”
“Apakah Kamu mengatakan bahwa kita memiliki cetakan tangannya yang dipajang di rumah?” tanya orang tua Haruko.
“Ya, dia sangat senang. Dia bilang dia memberiku yang baru. Dia mengatakan bahwa, mengingat 10 tahun telah berlalu, ukurannya sudah berubah total,” cerita Haruko dengan begitu bersemangat.
Haruko juga menceritakan kalau Dai-san sang pesumo adalah pria yang sangat ramah dan hangat. Saat Haruko bercerita kalau ia diundang ke upacara pensiun sang pesumo, orang tua Haruko juga ikut senang.
“Dan terlebih lagi diizinkan untuk menggunting, Penggemar normal tidak akan pernah bisa melakukan itu,” tambah Haruko.
Obrolan beralih pada wortel yang ada di kulkas. Haruko mengaku kalau itu diberi. Dan orang tua Haruko baru menyadari kalau wortel itu adalah wortel nomer satu di Jepang.
“Wow, siapa yang memberikannya padamu?”
Haruko tidak yakin untuk memberikan jawaban, “Siapa? Seseorang dari kantor.” Haruko buru-buru beranjak pergi, tidak ingin ditanyai lebih lanjut.
Apa yang dilakukan dewa dan Makoto? Mereka bermain adu sumo dari kertas. Keduanya mengetuk-ngetuk sebuah kotak agar kertas berbentuk pesumo di atasnya bergerak. Yang kalah adalah yang jatuh lebih dulu.
“Aku masih pria yang tidak dibenci atau disukainya?” tanya Makoto.
“Hanya karena dia tidak membencimu kemudian dia bertemu denganmu, bukan begitu. Jadilah seperti apa adanya, perasaannya sekarang seharusnya Mulai bertunas sedikit?” ujar dewa. Tapi ucapannya kemudian yang bernada sindiran kembali membuat Makoto kesal. “Hanya karena perasaannya untukmu tidak nol. Jika Kamu bandingkan dengan bagaimana perasaannya terhadap Daikaiyama, jaraknya seperti jarak langit ke bumi.”
“Tapi perasaannya terhadapnya Bukan perasaan romantis, bukan,” elak Makoto.
“Hanya butuh beberapa saat untuk merubah kekaguman menjadi cinta.”
“Jadi Aku tidak bisa membiarkannya pergi ke upacara,” Makoto memutuskan.
“Begitulah cara seorang pecundang berpikir. Seorang pemenang akan melihat ini sebagai sebuah kesempatan. Jika Kamu bisa menunjukkan kepadanya bahwa Kamu bisa mengalahkannya, Hatinya akan berdetak untukmu,” saran dewa. Ia menyuruh Makoto untuk menantang Dai-san sang pesumo.
“Tapi tidak mungkin Aku bisa mengalahkan pesumo!” elak Makoto cepat.
Permainan berakhir. Kertas berbentuk pesumo milik Makoto roboh terlebih dahulu. Ia kalah.
“Aku bukan iblis, Aku adalah dewa!” dewa kemudian memberi saran agar Makoto menantang adu panco. Jelas ide ini ditolak oleh Makoto.
“Berbulan-blan sejak dia pensiun, dia belum berlatih sama sekali, Jadi kamu punya kesempatan,” dewa mencoba menghibur.
“Aku belum melakukan latihan apapun selama bertahun-tahun!” elak Makoto pula.
“Setiap hari, Kamu membawa botol air,” ujar dewa pula. Jelas ia ingin meyakinkan Makoto. “Aku mengira Kamu akan mengatakannya, jadi Aku sudah mempersiapkannya. Pelatih pribadi untukmu Mantan sainganmu Sadaoka-kun! Hah, ayolah..!” bujuk dewa lagi.
Dewa terus saja meyakinkan Makoto kalau ia bisa minta bantuan Sadaoka untuk melatihnya. Apalagi ternyata sebelum bekerja di perusahaan, Sadaoka pernah bekerja sebagai instruktur fitnes.
“Dia bukan lagi sainganmu. Dia sekarang dalam posisi untuk menyemangati kalian berdua,” ujar dewa pula. ”Dia tahu bahwa berdiri di sekitar tanpa melakukan apa-apa hanya membuang-buang waktu. Bukti untuk itu, sekarang juga Dia serius merayu target berikutnya. Dia benar-benar memiliki perubahan yang cepat. Kamu juga tidak punya waktu untuk sekedar diam. Jika Kamu berbuat konyol dunia akan hancur!” ancam dewa kali ini.
“Aku tahu itu. Aku tahu itu tapi...” Makoto masih ragu.
“Jika Kamu bisa mengalahkan Daikaiyama dalam panco, Statusmu akan dipromosikan dari strip daikon kering ke chanko! Kamu akan menjadi juaranya Haruko!”
“Jadi jika Aku benar-benar menang... Lalu, Akankah aku benar-benar membuat jantungnya berdebar?” tanya Makoto. Keyakinannya mulai goyah.
Dan dewa kembali berulah seperti biasa. Dia memeragakan gaya Kindaichi Hajime dalam serial Detektif Kindaichi. “Trik perbedaan waktu yang cerdik dengan teknik yang berani. Aluminium dan prisma matahari terbenam untuk melelehkan hati Haruko. Aku punya harapan tinggi untukmu! Atas nama Kakek! Sebuah slogan dari Kindaichi Case Files.” (betewe, Yamapi kan pernah memerankan karakter kakeknya Kindaichi dalam salah satu serial Kindaichi SP, kekekeke)
“Aku punya firasat buruk,” keluh Makoto.
Makoto berangkat ke kantor seperti biasa. Sambil menunggu dalam lift, ia menggerakkan tasnya naik turun dengan satu tangan, seolah sedang berlatih. Ternyata gerakannya itu disadari oleh rekannya, Sekihara-san.
“Ah, Sekihara-san, apa kamu pandai bergulat?”
“Apakah Kamu tahu film yang berjudul 'Over the Top?'” tanya Sekihara-san balik.
Makoto ragu, “Aku pernah mendengar namanya tapi...”
Sekihara-san tidak menunggu jawaban Makoto, “ Agar protagonis bisa menjadi juara panco Dia terus berlatih, bahkan di tempat kerja. Aku akan memperlihatkannya kapan saja. Ketika Aku di tahun pertama sekolah menengah, Aku mengaguminya. Saat Aku membawa meja, dan ember berisi air di dalamnya, Aku terus melatih otot lenganku. Jadi Kamu pasti baik-baik saja.” Sekihara-san pun menceritakan ulah konyolnya yang lain saat di sekolah. Termasuk alasan ia tidak lagi mau main adu panco.
Makoto pun hanya manggut-manggut mendengar cerita Sekihara-san itu.
Keluar dari lift, Sekihara-san berjalan bersama Makoto. Tapi mereka berhenti oleh sebuah suara yang memanggil Sekihara-san, suara Mie.
“Aku tidak bisa memberi kartu namaku waktu itu,” ujar Mie memberikan kartu namanya pada Sekihara-san dengan senyum terkembang. Setelahnya ia pun beranjak pergi.
Masih syok karena dipanggil oleh wanita idolanya, Sekihara-san tidak bergerak. “Terima kasih banyak.”
Dan cerita ini pun jadi cerita sepanjang hari di kantor. Teman Makoto yang botak pun terus membaui kartu nama milik Mie dan memegangnya dengan sarung tangan. Bersama Sekihara-san, mereka berdua ini adalah fans berat Mie. Pujian demi pujian pun keluar dari mulut mereka, karena Mie yang cantik dan cerdas. Tapi ternyata sikap ini membuat satu-satunya karyawan wanita di kantor itu kesal.
Selesai meeting, Haruko dan Mie tinggal di ruangan. Mie dibuat kaget karena ternyata Haruko menyukai sumo.
“Menjadi penggemar sumo bukanlah sesuatu yang harus Kamu sembunyikan,” ujar Mie.
“Kamu akan mengolok-olokku.”
“Aku tidak akan!” elak Mie cepat.
Tapi Haruko melirik sedikit ngambek, “Kamu mungkin sudah lupa ini tapi, di masa lalu Kamu telah mengatakan beberapa hal. Hal-hal yang diskriminatif tentang sumo jadi Aku tidak ingin mengatakan apapun.”
“Tidak mungkin Aku mengatakan hal seperti itu,” elak Mie tidak mau disalahkan.
Haruko melanjutkan ucapannya, “Kamu berkata 'Mengapa orang-orang begitu gemuk, meskipun mereka banyak berlatih.' Tidakkah Kamu ingat?”
“Apa yang diskriminatif tentang itu?” Mie heran.
“Adalah tugas mereka untuk makan dan membuat tubuh mereka besar. Dan juga, ini bukan 'berlatih' ini adalah 'latihan'. Dan caramu mengatakan 'orang-orang itu', Aku tidak bisa mengatakannya dengan tepat, tapi Aku benar-benar tidak menyukainya,” curhat Haruko akhirnya.
“Aku minta maaf tentang itu. Aku pastikan untuk berhati-hati mulai sekarang,” ujar Mie pula.
“Tidak, aku juga minta maaf. Kapanpun Aku berbicara tentang sumo, Aku menjadi seperti ini. Itu sebabnya aku tidak ingin mengatakan apapun.”
“Tapi bukankah itu hebat? Karena Kamu mengambil risiko dan berkencan dengan pria takdirmu, Kamu jadi bertemu dengan seseorang yang akan lama Kamu kagumi. Aku bertanya-tanya jika Kamu benar-benar menyebutnya kencan,” Mie mengubah topik obrolan.
“Ini menyebalkan, jadi tolong berhentilah!” pinta Haruko, tidak suka.
“Seorang pria dan wanita yang sedang minum bersama adalah kencan yang paling indah,” lanjut Mie, kembali meledek Haruko.
Tapi Haruko tidak mau kalah, “Sekarang kamu sebutkan itu, bukankah kamu dan Sadaoka-kun pergi minum bersama kemarin?”
“Bagaimana Kamu tahu itu?!” Mie kaget.
“Kadang Kamu menyembunyikan hal-hal juga!” protes Haruko.
“Aku tidak menyembunyikannya. Kamu tahu bar yang Kita bertiga kunjungi tempo hari? Aku pergi ke sana dan dia kebetulan berada di sana,” cerita Mie. Ia tetap menolak saat Haruko beranggapan kalau ia kencan dengan Sadaoka, hanya karena mereka minum bersama. Mie mengaku kalau mereka hanya tidak sengaja bertemu di bar dan akhirnya minum bersama.
“Tidak perlu menyangkal begitu keras. Aku selalu berpikir bahwa temperamen Kalian berdua Sangat cocok satu sama lain,” gantian Haruko yang meledek Mie.
Makoto minum bersama Sadaoka. Ia kemudian membahas soal Sadaoka yang pernah jadi instruktur gym. Sadaoka heran karena ia belum pernah cerita pada Makoto soal itu. Jelas saja itu membuat Sadaoka makin bangga dengan dirinya.
“Jadi pertama, apa tujuan latihan Kamu? Bergantung pada itu, latihan akan sangat berbeda,” ujar Sadaoka saat ia akhirnya paham maksud Makoto.
“Ada seseorang yang harus Aku kalahkan saat adu panco.”
“Adu panco? Bukan olahraga spesialis lainnya,” Sadaoka tampak sedikit kaget.
“Tidak hanya itu, tapi lawanku bukanlah orang biasa.”
“Baik tidak peduli siapa mereka, Aku pikir Kamu bisa menang jika kita melakukan latihan yang sesuai,” Sadaoka mencoba meyakinkan Makoto.
“Sungguh? Lawanku Daikaiyama!” Makoto jadi bersemangat. “Erm... Apakah kamu tahu siapa dia?”
“Apakah seseorang yang Aku kenal?” Sadaoka heran.
“Dia adalah pesumo peringkat atas,” Makoto tampak sedikit kecewa. “Kamu tidak tahu?”
Obrolan bergeser pada nama Daikaiyama yang sebenarnya adalah nama daerah. Dan pemilik bar itu pun ikut nimbrung.
“Kamu tahu film 'Over the Top?'” tanya pemilik bar.
“Itu adalah kedua kalinya Aku mendengar namanya hari ini!” Makoto kaget.
“Itu difilmkan sangat dekat dengan tempat kami tinggal,” ujar pemilik bar yang mengaku pernah tinggal di California hingga usianya lima tahun. Obrolan pun bergeser soal film itu. Sayangnya, tetap tidak ada kesimpulan akhir, apakah si penantang akan menang adu panco atau tidak.
“Apakah benar ada... ada gunanya dalam hal ini?” Makoto bicara dengan nafas terengah. Ia tengah ikuat aerobik bersama Sadaoka.
“Pertama-tama, kita harus membangunkan otot-otot yang telah tertidur. Ini aerobik. Inilah saatnya untuk membangunkan otot-otot itu,” ujar Sadaoka masih terus bergerak dengan lincahnya.
Selesai aerobik, pelatihan berikutnya adalah squash. Keringat sudah berleleran di leher Makoto. Tapi Sadaoka lagi-lagi meyakinkan kalau latihan itu penting untuknya. Setelah melakukan latihan awalan itu, mereka pun akhirnya sampai pada latihan beban.
“Bawa kebahagiaan, seperti itu, lagi, ayo! Ayo kebahagiaan! Lakukan ini untuk menarik kebahagiaan terhadapmu, tarik ke dalam! Benar! Tarik masuk! Satu lagi... Benar! Senang! Ayo! Jangan biarkan kebahagiaan hilang. Jangan biarkan itu pergi. Jangan biarkan itu pergi! Jangan tarik wajah itu! Visualisasikan kebahagiaan. Tersenyum seperti malaikat. Hanya itu saja. Terus tersenyum, lagi! Ayolah! Senyum bahagia! Oke, bagus!” Sadaoka terus saja menyemangati Makoto yang tengah berlatih.
Makoto terengah-engah sambil memegangi tangannya yang kesakitan akibat latihan beban tadi.
Sadaoka mengulurkan botol minuman pada Makoto, “Kamu melakukannya dengan baik.”
“Ketika Aku meminta bantuan, Aku bertanya-tanya bagaimana jadinya. Suara penyemangatmu, itu sangat unik,” ujar Makoto. “Sepertinya aku kehilangan kekuatan.”
“Itu baik-baik saja. Kamu akan terbiasa dengan hal itu, dan itu akan menjadi kebiasaan,” Sadaoka kembali meyakinkan.
“Aku mengerti...”
Karena insiden pemberian kartu nama oleh Mie hari sebelumnya, Sekihara-san dan si botak jadi begitu bersemangat di kantor. Dan obrolan soal ‘cinta’ Mie ini pun jadi topik utama saat Makoto bersama si botak melakukan pengecekan stok air mereka.
“Sejak Kamu dipindahkan ke sini, Hal-hal secara bertahap menjadi semakin aneh,” ujar si botak.
“Aku yang salah? Tapi aku belum melakukan apapun!” protes Makoto.
“Karena Kamu mendapat kontrak dari perusahaan di sebelah, Poin kontrak sudah didirikan bukan.”
Sementara rekannya mencatat stok mereka, Makoto yang memindahkan air galon itu ke rak. Ia juga menggunakan kesempatan itu untuk berlatih beban.
Si botak pun curiga, kalau Makoto sudah menemukan wanita yang ia sukai. “Ah! Aku tahu! Gadis itulah yang selalu bersama Mie! Yah, kurasa dia agak manis daripada rata-rata,” komentar si botak. “Dia mungkin agak polos tapi, dia tampak agak muram. Sekilas dia terlihat agak ceria, tapi rasanya agak lemah.”
Rupanya Makoto tidak terlalu suka dengan komentar si botak, “Kata-katamu sedikit kasar!” protesnya.
Bos Smile water datang ke kantor sebelah untuk mencari bos wanita kantor itu. Saat itu yang menyapanya adalah Haruko. Haruko mengatakan kalau bosnya saat ini sedang keluar.
“Baiklah, Aku akan datang lagi. Namaku Karasu, Aku dari perusahaan sebelah,” ujar sang bos.
“Haruskah Aku mencoba dan menghubunginya untukmu?” Haruko menawarkan.
“Tidak, itu tidak perlu. Tidak begitu penting, Aku akan datang lagi.” Karasu-san sudah akan berbalik saat ia kemudian mengenali wanita yang menyapanya ini. “Apakah Kamu mengambil kontrak dengan kami bulan lalu?”
“Ya, keluargaku melakukannya,” aku Haruko.
“Aku pikir Aku mengenali nama itu, Dan mungkin begitu. Terima kasih telah mengambil kontrak dengan kami,” komentar sang bos lagi.
Haruko kemudian mengatakan kalau ayahnya-lah yang mengenal Makoto dan dia juga yang mengurus semuanya untuk keluarga Haruko.
Kogetsu-san pulang dari kantor dan memberikan sebuah bungkusan untuk istrinya. “Kamu melihatnya di majalah dan mengatakan bahwa Kamu menyukainya.”
Nyonya Kogetsu heran, tapi kemudian membuka bungkusan itu. Ternyata isinya adalah sebuah tas model baru. Haruko yang juga ada di sana ikut memujinya.
“Besok ulang tahun pernikahan Kita bukan?” ujar Kogetsu-san pada istrinya.
Tahun itu adalah ulang tahun ke-30 mereka. Biasanya Kogetsu-san tidak memberikan hadiah. Tapi kali ini ia memberikan hadiah untuk istrinya. Jelas ini membuat istrinya sangat gembira.
“Ya, tapi itu bagus, sangat cocok!” puji Haruko.
“Kamu bisa meminjamnya jika Kamu mau,” ibunya menawarkan, tapi ditolak oleh Haruko.
Obrolan pasangan Kogetsu ini pun bergeser tentang nostalgia pernikahan mereka sekian tahun silam. Tentang pakaian pernikahan, kue pengantin dan hal-hal lain yang hanya dipahami oleh keduanya. Dan Haruko hanya bisa tersenyum melihat kemesraan kedua orang tuanya ini.
Haruko kemudian menceritakan kalau upacara pensiun sang pesumo favoritnya ternyata di Hotel Suncerity. Kedua orang tua Haruko kaget, karena tempat itu adalah tempat resepsi pernikahan mereka sekian puluh tahun silan.
“Daikaiyama akan datang dan pergi dengan gondola,” cerita Haruko. “Apakah kalian mengendarai gondola di pesta pernikahan?”
“Tidak. Ada pilihannya, tapi kami menolaknya,” ujar Kogetsu-san.
“Ayahmu berkata, 'tolong jangan itu!'” nyonya Kogetsu menimpali. “Jika Aku tidak keberatan, kami akan melakukannya,” bisiknya pada Haruko. Jelas ini membuat Kogetsu-san protes karena agak alay.
BERSAMBUNG
Sampai jumpa di I'm Your Destiny episode 05 part 2.
Pictures and written by Kelana