SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 04 part 1. Pencarian Yamaneko terhadap sosok Yuuki yang misterius masih terus berlanjut. Sepertinya Yamaneko punya urusan khusus dengan Yuuki ini. Termasuk masa lalu Yamaneko yang masih belum terkuak.


Teka teki kematian mantan anggota Yamaneko, Hosoda Masao masih belum menemukan titik temu. Kali ini tim Yamaneko kembali menelusurinya, termasuk ke kediaman keluarga Hosoda.



Politikus Todo menunjukkan screen komputernya pada det.Sekimoto. Di sana ada sosok bertopeng misterius yang kemudian dikenal sebagai Yuuki. Sementara det.Sekimoto bicara, Todo-san memilih menyingkir sebentar.


“Lama tak bertemu, Sekimoto,” ujar suara serak itu.


“Akhirnya kita bertemu. Yuuki-san,” wajah det.Sekimoto berubah lebih bergairah. “Kau mendukung negeri ini dari balik bayang-bayang GCHQ. (mata-mata dari Inggris yang dibentuk sejak tahun 1945). Tapi, 10 tahun lalu, beredar rumor bahwa kau meninggal dan membuat dirimu sendiri tak terlacak.”


Tapi Yuuki tidak tertarik pada ucapan det.Sekimoto ini, “Yamaneko masih memiliki jalan yang panjang.” Sosok Yuuki berubah, seolah kini berada tepat di depan Sekimoto.


“Jika Yamaneko memberontak padamu...”


Yuuki berdiri dan menebas pedang ke arah det.Sekimoto. Ia menggunakan tangannya untuk menghindar. Tapi saat tangannya disingkirkan lagi, tidak ada siapapun. Layar monitor milik Todo-san pun kembali gelap.


“Apa Yamaneko tahu hubungan kita?” Todo-san baru saja kembali.


“Tidak, kupikir dia tak menyadarinya.”


Todo-san tersenyum, “Sudah hampir 20 tahun yang lalu. Aku menjadi sekretaris Yuuki-sensei dan kau menjadi pengawalnya. Dan sekarang kita bersama-sama mencoba menciptakan dunia baru. Takdir adalah hal yang aneh. Pertama, akan kubuat Tokyo sebagai kota yang bersih. Aku masih mengandalkan bantuanmu.”



Suasana bar ‘Stray Cat’ tampak biasa saja. Keempat penghuninya justru berkumpul dan main ‘monopoly’. Beberapa langkah membuat Yamane makin kaya. Sementara Katsumura justru sial karena rumahnya habis dilahap api.


“Baru kali ini kulihat orang sangat serius main game,” komentar Mao.


Kali ini giliran Rikako-san yang bermain. Ia mendapatkan rumah baru di dekat tempat Katsumura. Dan ia dapat jatah uang dari aset Katsumura.


“Aku sudah tak punya uang,” keluh Katsumura.


Yamane akhirnya mengalah dan meminjami Katsumura uang untuk membayar. Ini membuat Katsumura kesal sendiri, karena Yamane juga menagihnya. Permainan berakhir bahkan sebelum selesai. Mereka bubar dan mulai menghitung aset masing-masing. Meski diprotes oleh Katsumura maupun Mao, Yamane dengan santainya mengatakan kalau inilah aturan permainan Yamaneko.



Saat itu det.Sekimoto baru saja datang sambil membawa koper silver. Rikako-san mendekat dan menunjukkan asetnya dalam permainan. Setelahnya det.Sekimoto benar-benar memberikan sejumlah uang sesuai aset di permainan tadi.


Katsumura tidak habis pikir. Yamane menjelaskan kalau uang itu adalah upah untuk mereka setelah mereka mengambil uang dari orang-orang jahat. Dan imbalan ini ditentukan dari berapa banyak yang mereka dapat dari permainan tadi. (pantesan mainnya serius banget ya)


“Tunggu, kau dapat berapa? Minus 2 juta yen. Kau memang pria malang!” ejak Yamane pada Katsumura.


“Tunggu dulu. Hanya karena aku tak beruntung,aku harus membayar? Bukankah aneh?” protes Katsumura, tidak terima.


“Katsumura, menurutmu yang kita lakukan itu keadilan atau kejahatan?” tantang Yamane.


Katsumura kehabisan kata-kata, “Masih belum tahu. Tapi, bisa kukatakan satu hal. Ada seseorang yang telah diselamatkan melalui tindakanmu.”


Yamane kembali mengingatkan Katsumura soal hutangnya tadi, lengkap dengan surat hutang bertanda cap.


Mao juga mendapat bagiannya sesuai dengan aset di permainan. Tapi Yamane menarik kembali uang itu sebagai bayaran karena Mao menginap dan makan di bar mereka. Dan Yamane hanya menyisakan 500 yen untuk Mao. Mao yang tadinya santai pun ikut kesal. Ia dan Katsumura protes pada Yamane.


“Tolong tegakkan keadilan!” protes Katsumura dan Mao.


Yamane tidak serius menanggapi mereka, “Kalian berdua benar-benar dibutakan oleh uang. Lain kali berjuanglah!”


Katsumura beralih pada det.Sekimoto yang masih asyik dengan kopernya. “Kau tak menerima apa pun?”


“Aku detektif. Aku sudah cukup dengan sisa uangnya,” ujar det.Sekimoto dengan santainya.


“Apa? Bukankah itu yang paling banyak? Ini tidak adil!” Katsumura makin marah.


“Jangan cerewet! Atau kutahan karena berjudi?” ancam det.Sekimoto.


Mao kembali ke kursi. Ia menemukan pion dengan foto Hosoda-san di sana. Rikako-san menjelaskan kalau dulu Hosoda-san juga payah dalam permainan mereka itu. Mao teringat soal pertanyaannya pada Yamane, apa benar Yamane yang membunuh Hosoda atau bukan.


Yamane mengambil minumannya dan duduk di sebelah det.Sekimoto, “Sudah bertemu Yuuki?”


“Masih belum. Kita harus mencari kesempatan lain.”



Cecilia menelepon Yamane dan mengajaknya bertemu. Ia memberikan flashdisk yang diakuinya adalah data penyelidikan yang dilakukan Hosoda sebelum dia tewas.


“Ia mungkin mencarinya terlalu dalam saat mengumpulkan informasi itu. Mungkin ia tahu kebenaran yang seharusnya tak diketahuinya,” lanjut Cecilia.


“Lalu apa hubungannya denganmu?”


“Orang yang membunuh Hosoda Masao, mungkin orang yang sama yang mencoba membunuhku,” yang dimaksud Cecilia adalah insiden sebelumnya yang menyebabkan seorang pria gendut, Kadomatsu tewas karena menyelamatkannya. (cek sinopsis episode 3). “Demi Hosoda-kun, carilah kebenarannya, Yamaneko-san.” Cecilia berbalik, memakai helm dan beranjak pergi dengan motornya.


Yamane ingat malam itu (episode 1), saat ia bicara dengan Hosoda di dekat dermaga. Lalu, dua minggu setelahnya Hosoda ditemukan tewas tertembak di tempat yang sama.



Det.Sekimoto memperkenalkan anggota lain kepolisian, bantuan dari markas pusat karena mereka kekurangan anggota untuk menyelidiki kasus Hosoda Masao. Kedua orang itu adalah Inspektur Morita dan det.Fukuhara. Sakura mengenali dua orang ini.


Tapi perhatian mereka teralihkan oleh kehadiran det.Inui (detektif berwajah galak yang belum lama juga datang). Ia memukuli seorang pria yang ditangkap sebagai tersangka, membuat orang-orang kesal melihatnya. Sakura kaget melihat pria ini yang dibalas sapaan sok akrab sang detektif.


“Mari kita bagi kelompok untuk menyelidiki kasus Hosoda Masao dan mencari Yamaneko,” lanjut det.Sekimoto pada yang lain.


Tapi det.Inui buru-buru memotongnya, “Kita tak perlu dibagi. Hosoda dan Yamaneko saling terhubung.”


Det.Sekimoto tampak tidak terlalu suka dengan det.Inui ini. Inspektur Morita justru yang minta maaf, karena dia adalah anak buahnya juga. Det.Inui sebenarnya seorang detektif hebat, hanya saja sikapnya cukup kasar. Bahkan disebut sebagai ‘anjing pemarah. (inu=anjing)



Data dari Cecilia dibuka di bar. Di dalamnya berisi data tentang Moldau Real Estates. Sebuah perusahaan real estate dengan bisnis mapan tetapi memiliki reputasi buruk.


“Sepertinya Hosoda-san menyelidiki akuisisi mereka pada gunung. Bukankah Hosoda bilang bahwa orangtuanya memiliki gunung?”


Flash back saat mereka memainkan game. Saat itu giliran Hosoda-san. Ia mengatakan kalaudirinya menjual gunung seharga 100 juta yen. “Keluargaku memiliki gunung, tapi harga tanahnya murah. Rumah kami berada di gunung itu dan pabrik ayahku juga berada di sana. Dan ibuku tak mau menyerahkannya,” curhat Hosoda-san.


Tapi Yamane sama sekali tidak peduli dengan curhat rekannya ini. Ia justru mengatai Hosoda-san dengan ‘gemuk’ dan memukul kepalanya.


Hosoda-san menjual gunung itu pada Moldau Real Estates, meski dengan harga murah. Ada cerita lain soal hubungan Hosoda-san dengan keluarganya.


Pada kesempatan bermain game yang lain, Hosoda juga bercerita tentang keluarganya, “Aku tinggal bersama keluarga sampai berumur 30. Aku terus menyebabkan masalah pada ibu dan sejak ditangkap karena meretas, kami tak pernah bertemu.


Dan lagi-lagi, Yamane justru memukul kepala Hosoda dan minta agar ia tidak membawa-bawa masalah keluarga dalam permainan mereka.


Pada kesempatan yang lain, Hosoda juga bercerita kalau ia bertemu ibunya setelah sekian lama. Ternyata ibunya telah pikun dan memperlakukannya seperti orang asing. Ibunya ditipu dalam beberapa transaksi tanah dan akhirnya diusir dari rumah keluarga mereka.


Tanggapan Yamane? Dia tetap cuek dan kembali memukul kepala Hosoda.


“Sejak tadi kau sangat kejam. Kenapa kau mengabaikannya saat sedang bermain?!” protes Mao.


“Bodoh! Jika tak ada uang, aku takkan mendengarkan kisah orang lain,” ujar Yamane dengan santainya.


“Selalu uang, uang, uang dan uang!” balas Katsumura.


“Apa?! Katakan itu saat kau sudah melunasi 2 juta yen!” bentak Yamane, tidak mau kalah.


“Jika Hosoda kembali pada keluarganya setelah sekian lama, dan menjual gunung karena ibunya pernah ditipu dalam penjualan tanah, lalu apa?”



Yamane pergi bertiga bersama Katsumura dan Mao. Sepanjang jalan ia asyik sendiri mendengarkan musik sambil ikut bernyanyi. Katsumura yang penasaran melepas headset Yamane dan mencoba mendengarkan juga.


“Koleksi terbaik Nagabuchi Tsuyoshi Nduet bareng Yamaneko!” (Nagabuchi Tsuyoshi adalah seorang penyanyi dan penulis lagu Jepang yang merupakan tokoh terkemuka dalam musik populer Jepang.)


“Aku tak mengerti,” komentar Katsumura. “Tapi, kenapa kita mengunjungi rumah keluarga Hosoda-san?”


“Aku berharap dapat beberapa informasi.”


“Kau pernah bertemu ibunya Hosoda-san?” tanya Mao.


“Hah? Belum,” Yamane pun kembali bernyanyi dengan suara sumbangnya. Ia pun berjalan duluan di depan.


“Apa yang bakal ibunya pikirkan tentang kematian Hosoda-san?” gumam Mao.



Mereka sampai di kediaman ibu Hosoda-san. Ibunya mengatakan kalau Hosoda-san sedang pergi dengan teman-temannya. Saat ia menghubungi, ternyata tidak menyambung. Karena pikunnya, ibu Hosoda ini berpikir kalau Hosoda masih hidup.


“Mungkin kali ini aku salah. Aku tak bisa menghubunginya,” ujar ibu Hosoda lagi.


“Tentu saja karena ia sudah mati,” komentar Yamane dengan santainya.


Katsumura dan Mao buru-buru mengalihkan pembicaraan. Mereka khawatir pada ibu Hosoda ini.


“Nenek, laptop Hosoda tidak ada. Bukankah ada di sini?” tanya Yamane kemudian. Rupanya ia sudah memeriksa sekitar rumah itu.


“Tadi, polisi kemari,” aku ibu Hosoda.



Dan laptop milik Hosoda itu ada di kursi belakang sebuah mobil. Di depan ada det.Inui yang ada di belakang kemudi dan Sakura di sebelahnya.


“Kenapa kau berpikir Hosoda-san dan Yamaneko terhubung?” tanya Sakura.


“Kau ingat kasus Yamaneko sebelum Hosoda dibunuh?” yang dimaksud det.Inui adalah kasus ayah Mao, Frontier Data Bank. “Dan juga Shining Peace. Ada semacam petunjuk tak lama sebelumnya. Dan petunjuk itu dari Hosoda. Kami mencocokkan suara dari telpon. Jangan beri tahu siapa pun. Karena kau tak pernah tahu siapa musuhmu!” pesan det.Inui.


Jawaban ini justru membuat kening Sakura makin berkerut. Antara kaget dan juga heran. (duh, kalau inget teteh Nanao jadi penjahat di Siren tuh serem banget loh)



Malam itu Yamane dan yang lain makan malam di rumah keluarga Hosoda. Tanpa malu, Yamane berulang kali minta tambah. (biasanya Cuma makan mie doang sih, jadi rakus). Mereka bahkan makan besar malam itu. Dengan menu enak ‘nabe’, yang lagi-lagi atas inisiatif Yamane yang memintanya tanpa rasa malu sama sekali.


“Nenek tak bertemu Hosoda untuk sementara waktu, 'kan? Ia bilang padaku. Saat ia pulang setelah sekian lama, rumahnya telah tiada. Apa Nenek menjual gunung?”


“Ya, sekitar 3 bulan yang lalu.”


“Kenapa menjualnya?”


“Aku tidak tahu. Saat menyadarinya, dokumen kontrak sudah ditandatangani,” aku ibu Hosoda yang pikun itu. Ia pun melanjutkan ceritanya, “Selain rumah juga ada pabrik. Ayahku segera mendirikannya setelah perang (WW II). Pabrik yang memproduksi suku cadang kapal. Gunung itu berarti segalanya bagi keluarga kami. Sekarang sudah tidak ada.



Mereka pulang malam itu. Katsumura yang bertugas menyetir di depan. Sementara Yamane asyik mengorek-orek kakinya yang gatal di belakang bersama Mao.


Mao kesal karena orang-orang itu memanfaatkan kepikunan ibu Hosoda agar ia menjual tanahnya. “Kau bisa mendapatkan sertifikatnya kembali, 'kan?” tanya Mao pada Yamane.


“Untuk saat ini tidak mungkin. Aromanya tak seperti uang,” jawab Yamane dengan cueknya. “Moldau Real Estate membuat keuntungan besar tapi mereka tak melakukan sesuatu yang ilegal.”


“Ini bukan tentang uang!” protes Mao.


“Bagiku iya,” Yamane meminta Katsumura menghentikan mobil mereka. Ia pun pergi keluar.


Setelah Yamane pergi, Katsumura masuk ke dalam.


“Yang membunuh Hosoda-san mungkin dia,” cerita Mao pada Katsumura.


“Eh? Kenapa?” Katsumura kaget.


“Jika dia berduka atas kematian Hosoda-san, maka wajar dia ingin membantu ibunya Hosoda-san. Tapi yang dia pikirkan hanya uang. Paling buruk!”



Yamane ternyata mengajak det.Sekimoto bertemu di apartemen Hosoda. Ia menanyakan kenapa det.Sekimoto menghapus data komputer dan kamera yang Hosoda simpan di apartemen itu. Tapi det.Sekimoto menanggapinya dengan santai. Ia mengatakan kalau agar itu tidak terlacak.


“300 juta yen. Kenapa kau tak memberinya?” lanjut Yamane.


Flash back saat Hosoda diajak bicara berdua dengan Yamane di sisi dermaga.


“Kau bilang Yamaneko tak membunuh orang!” protes Hosoda. Ia sudah berlutut di depan Yamane.


“Itu untuk pekerjaan. Berbeda dengan masalah pribadi!” Yamane menembakkan senpi-nya ke lantai. “Dengan ini kau mati,” ujarnya pada Hosoda. “Jika terlibat dengan Yuuki, seseorang akan mencarimu. Jika kita tak melakukan ini, kau tak bisa kabur dari mereka.”


“Jadi, ini demi menyelamatkanku?”


Hosoda lalu mengatakan alasannya mengkhianati tim Yamaneko. Ia mengaku butuh uang 300 juta yen. Yamane menyuruh Hosoda minta pada det.Sekimoto, tapi ternyata det.Sekimoto tidak memberinya.


“Lalu, orangnya Yuuki menghubungiku. Jika aku menurut, dia akan memberi uang. Jika dia memberikan 300 juta pada Moldau Real Estates, mereka akan merobek kontraknya. Dan sepakat,” cerita Hosoda.


Kembali ke masa kini


“Tapi aku tak punya keinginan meminjami sejumlah besar uang untuk sebuah gunung yang tak berguna,” det.Sekimoto mengatakan alasannya.


“Menurutmu tak berguna?” tanya Yamane.


“Menurutmu ada sesuatu di gunung itu?” det.Sekimoto berbalik heran.


“Hosoda bilang padaku. Bahwa Yuuki menghubunginya. Seharusnya ada sesuatu di baliknya. Ia bilang akan melihat di sekitar sana. Dan beberapa hari kemudian Hosoda dibunuh. Di tempat yang sama, memakai pakaian yang sama, dengan peluru yang sama. Bisa kau dapatkan laptopnya yang disita polisi?” pinta Yamane.


“Tidak, itu takkan berhasil. Si Inui yang datang dari kantor utama menyusahkan. Dia terus-menerus di depan komputer itu,” elak det.Sekimoto.



Hari berikutnya, Sakura menemui Katsumura di kafe. “Kami menemukan bahwa Hosoda Masao yang dibunuh mungkin terhubung dengan Yamaneko. Lalu, kami menyita laptopnya. Sayangnya, laptopnya dilindungi sandi. Jadi kami tak mendapat banyak informasi.”


“Begitu,” Katsumura tampak berpikir.


“Sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan,” wajah Sakura lebih serius. “Teman Senpai dipanggil Yamane, 'kan? Kau sering menemuinya?”


Katsumura tersenyum. Ia mengelak, “Sama sekali tidak. Tempo hari itu untuk yang pertama dalam 3 tahun.”



Mao baru kembali ke bar. Ternyata ia kembali mendatangi ibu Hosoda untuk bantu bersih-bersih dan belanja. Mao prihatin pada ibu Hosoda itu. Kesepian dan berpikir kalau putranya masih hidup.


“Karena itu kau memintaku mendapatkan sertifikatnya?” tembak Yamane.


“Kau bisa mendapatkannya dengan mudah. Bantulah nenek itu,” pinta Mao lagi.



Saat itu Katsumura baru kembali. Ia menceritakan pada yang lain kalau polisi masih belum bisa melihat isi laptop milik Hosoda karena dilindungi oleh sandi. Artinya memang ada informasi penting di dalam laptop itu.


Kali ini giliran Rikako-san yang menunjukkan hasil investigasinya. Ia menunjukkan sejumlah foto. Tampak beberapa orang berjaga di depan sebuah pabrik lama di gunung milik keluarga Hosoda. “Pabrik di gunung keluarga Hosoda, tak digunakan sejak ayahnya meninggal lebih dari 20 tahun lalu.”


Rikako menunjukkan kalung yang dipakai pria yang menjaga pabrik ini. Tampak seperti ular. Mafia Serpent, mafia yang sama seperti Cecilia.


“Maksudmu Mafia Asia membeli gunung ini?” Katsumura menyimpulkan.


“Benar. Mereka membeli gunung keluarga Hosoda agar Serpent bisa menggunakan pabrik ini. Sebenarnya pabrik ini—“ tapi ucapan Rikako-san terpotong.



Mereka dibuat kaget dengan kedatangan Sakura di bar mereka. Sakura mengaku kalau ia mengikuti Katsumura dan melihat Katsumura kembali menemui Yamane. Sakura juga melihat ada Mao, putri dari Putri direktur Frontier Data Bank juga di sini. Semua fakta ini membuat Sakura makin penasaran.


“Karena dia bertanya, kau harus menjawabnya,” Yamane yang maju. Meski dilarang oleh yang lain, ia tidak peduli. “Dengar baik-baik. Kami ... Kaito---“


Ucapan Yamane dipotong oleh Katsumura, “Kaito Aiko fan club. Aku penggemar beratnya dan ingin mengikuti setiap trennya. Sekarang kami sedang memeriksa situs Cent Force agensinya, setiap hari. Aku membeli 10 kalender tahun ini! Untuk dilihat, dipakai dan untuk bisnis! Dan foto-foto dirinya sebagai karakter One Piece. Kami mendukung Aiko-chan sekuat tenaga kami!” Katsumura bicara sangat cepat. Tidak lupa ia minta persetujuan juga dari Rikako-san, Yamane dan Mao.


“Jadi Kaito Aiko adalah tipenya,” gumam Sakura kecewa. Tapi Sakura pun berkeras tetap tinggal. “Tempo hari, kau berada di TKP tempat Kadoumatsu Tatsuro dibunuh, 'kan?” kali ini ia bicara pada Yamane. “Kenapa kau melarikan diri?”


“Bicara apa kau, aku sama sekali tak mengerti,” elak Yamane. “Kurasa kau salah mengenali. Ada banyak pria tampan di area ini.”


Tapi Sakura tetap tidak puas. Ia mengeluarkan identitas polisinya, “Ikut aku ke kantor polisi!”


“Tidak mau!” elak Yamane cepat. “Apa kau punya bukti? Bahwa aku ada di sana? Bukti!” tantang Yamane.


“Itu ... “ Sakura kehabisan kata-kata. Ponselnya berbunyi. Dari det.Sekimoto yang marah-marah dan menyuruh Sakura untuk segera kembali ke markas. Sakura pun tidak punya pilihan. Ia beranjak pergi tapi tidak lupa menyelipkan alat penyadap di bawah meja.



Katsumura bernafas lega setelah Sakura pergi. Tapi Yamane mengatakan kalau tidak aman. Ia protes soal ‘Kaito Aiko Fans Club’ yang tadi dikatakan Katsumura.


“Sepertinya kau ditandai oleh polisi, kau sebaiknya menjaga sikapmu!” Yamane memperingatkan Katsumura. Ia berniat pergi.


“Tunggu sebentar! Kau tak mau?” kali ini Mao yang bicara. “Jika tak mau, akan kulakukan sendiri!” tegasnya. Mao mengambil tasnya lalu beranjak pergi.



Mao kembali datang menemui ibu Hosoda-san. Ia juga membawakan belanjaan. Setalahnya Mao membantu memasak. Ibu Hosoda-san memuji kemampuan Mao yang terampil memasak.


“Ibuku sudah tiada,” Aku Mao. “Karena itu aku senang bisa melakukan ini bersama Nenek.”


“Aku juga. Lagian, makan malam seorang dirirasanya tidak nyaman, 'kan?” ibu Hosoda ini masih membahas soal Hosoda yang belum juga pulang.


Mao mengalihkan pembicaraan, “Gunung itu, ia sungguh ingin mendapatkannya kembali, ya? Rumah, pabrik dan semua kenangan yang Nenek miliki dirampas. Aku akan melakukan sesuatu. Akan kuambil kembali gunung itu. Cukup mendapatkan sertifikatnya, 'kan?”


Ibu Hosoda-san berbalik dan memandang serius Mao, “Mao-chan, tolong hentikan pertanyaan anehmu itu. Soalnya...Jika kau terlibat bahaya karena aku, aku juga akan sedih.”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di Sinopsis Kaito Yamaneko episode 04 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 13.51.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 2. Sebuah pembunuhan misterius terjadi pada sosok presdir perusahaan perhiasan yang terkenal. Ia ditemukan tewas di dalam sebuah kapsul kesehatan yang disebut cocoon.


Kecurigaan pun mengarah pada orang-orang terdekat sang presdir. Termasuk adik serta sekretarisnya sendiri. Siapa sebenarnya pelaku kasus pembunuhan ini?



Malam itu, Norio memang datang ke kediaman presdir Shuichi sekitar pukul 11 malam. Saat itu ia datang untuk membicarakan desain poster untuk produk baru perusahaan mereka. Tapi presdir Shuichi tampak marah-marah dan menganggap kalau desain poster itu sampah. Ia bahkan meminta Norio untuk membuat ulang dari warna latar belakangnya.


Pertengkaran itu diakhiri dengan saran presdir Shuichi agar Norio istirahat di dalam cocoon. Ini mungkin saja bisa membantunya untuk lebih jernih berpikir dan mendapat ide baru. Norio setuju saja. Sesaat setelah ia masuk ke dalam cocoon itu, ia pun tertidur.



Norio terbangun dan menemukan pakaian yang ditinggalkannya di dekat cocoon penuh noda darah. Ia pun mencari kakaknya dan menemukan sang presdir tergeletak di lantai, tidak sadar. Norio mengguncang-guncang tubuh kakaknya itu dan sadar kalau kakaknya sudah meninggal. Tadinya ia hendak mengambil telepon dan minta bantuan. Tapi ia segera sadar dengan situasinya sekarang yang sama sekali tidak menguntungkan.


Norio kemudian membaw jasad kakaknya itu ke dalam cocoon. Karena pakaiannya sendiri penuh darah, ia mengambil pakaian kakaknya untuk dipakai. Lantai penuh darah pun dibersihkannya dengan pakaiannya tadi. Tidak lupa ia membawa serta desain poster yang ada di meja lalu beranjak pergi. Ia kaget karena sepatunya tidak ada di depan. Tapi Norio tidak berpikir lagi. Yang dia pikirkan adalah menghilangkan semua jejak yang bisa mengarahkan kecurigaan padanya.


“Itu semua yang bisa kukatakan!” ujar Norio menutup ceritanya.



Sementara itu Himura-sensei, Alice dan det.Ono menyimak wawancara itu dari ruangan sebelah.


“Dia tampak mengelak dari semuanya,” komentar det.Ono.


“Tapi kita juga tidak punya alasan menganggap dia berbohong,” balas Himura-sensei. “Sulit mengatakan kalau dia membuat cerita palsu untuk membuat investigasi kita menjadi kacau.”



Det.Hisashi mendapatkan telepon yang melaporkan kalau mereka menemukan senjata pembunuh sang presdir. Foto senjata itu pun dikirimkan. Senjata itu ditemukan di rerumputan sekitar 500m dari TKP. Selain itu ada juga dua pasang sepatu di sana. Yang satu milik presdir Dojou Shuichi.


“Tentu yang satu lagi milikku,” sambar Norio cepat. Ia pun minta izin untuk melihat gambar yang diterima det.Hisashi. Norio ternyata mengenali benda itu, “Aku tahu ini! Dia membeli patung ini saat kami pelakukan liburan perusahaan di Toba.”


“Kau tahu pemiliknya?” pertanyaan det.Hisashi ini dijawab dengan anggukan Norio.



Himura-sensei, Alice dan Sakashita mendatangi apartemen desainer Nagaike. Ia mengelak jika yang ada dalam foto adalah patung miliknya. Ia pun lalu menunjukkan miliknya yang sebenarnya. “Patung ini adalah buatan tangan. Mata dari kedua patung itu jelas berbeda. Norio mungkin ingin menuduhku. Aku tidak mau masalah lebih banyak darinya selain soal desain.”


“Kau punya masalah dengannya?” tanya Himura-sensei.


“Dia tidak punya rasa seni sama sekali. Aku membuat poster promosi untuk musim semi dengannya saat ini. Tapi karena dia, kami harus memulai dari awal lagi,” cerita desainer Nagaike.



Alice dan Himura-sensei kembali ke kediaman Himura-sensei. Alice masih berkeras kalau kawan mereka itu, Norio tidak bersalah. Lalu desainer Nagaike juga tidak bersalah.


Himura-sensei menanggapinya dengan mengatakan kalau begitu kemungkinan pelakunya adalah sang sekretaris, Sagio Yukio. “Dia membodohi dua pria,” lanjutnya.


“Tidak! Jangan katakan hal tidak bertanggungjawab seperti itu!” protes Alice.


“Ah, kalau begitu tiga pria, termasuk kamu,” Himura-sensei masih asyik mengelus-elus si kucing.


Masalah ini rupanya membuat keduanya berdebat, tidak mau kalah. Tapi obrolan mereka terhenti saat ponsel Himura-sensei berbunyi.



Himura-sensei mendapatkan info dari forensik yang menyebutkan jika bentuk senjata pembunuh dengan tanpa luka di tubuh korban, cocok. Jadi bisa dipastikan jika patung itulah senjata pembunuhnya. Tetapi semua sidik jari yang ada sudah bersih, tentu dengan sengaja.


Laporan lain datang dari detektif muda, Sakashita. Ia mendatangi tempat dibuatnya patung itu. Menurut laporan pematung, seorang pria dengan topi dan kaca mata membeli patung itu seminggu yang lalu. Dan si pembuat patung mengaku kalau ia hanya membuat dua patung saja, salah satunya memang milik desainer Nagaike.


“Artinya, orang yang memakai topi dan kaca mata membeli patung yang lain dan merupakan tersangka kasus ini,” Himura-sensei menyimpulkan.


Sakashita melanjutkan, saat ia menunjukkan gambar-gambar karyawan perusahaan Dojou, pembuat patung tidak mengenalinya.



Pengurus apartemen, Tokie-san keluar membawakan mereka teh dan makanan. Tapi baik Alice maupun Himura-sensei menanggapinya debgan dingin. Bahkan saat ditawari camilan, Alice hanya melihat sekilas dan langsung mengambil saja. Tokie-san kesal sendiri karena dua orang di depannya ini saling diam, “Hei kalian! Kalian berbeda dari biasanya. Tidak ada salam, jawaban atau reaksi apapun. Aku sudah kenal kalian lama, jadi tahu bedanya. Sesuatu yang biasanya ada kemudian hilang, akan terasa berbeda.”


Ucapan Tokie-san menjadikan ‘klik’ di kepala Himura-sensei. Pikirannya melayang, menyatukan satu demi satu puzzle kasus kali ini. Dimulai dari cocoon, lalu kumis korban yang dicukur dan alibi satu per satu orang-orang di sekitar presdir.


“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar Himura-sensei dengan senyum misteriusnya. “Tokie, terimakasih! Semua puzzle sudah lengkap!” Himura-sensei memeluk wanita itu. “Alice, ayo ke toko oleh-oleh di Toba!” ajaknya pada Alice lalu mengambil jasnya.


Tokie hanya bisa dibuat takjub dengan perubahan mendadak kedua orang di depannya ini. Ditambah ia senyum-senyum sendiri karena dipeluk oleh pria tampan, Himura-sensei.



Semua orang sudah berkumpul di kediaman presdir Dojou Shuichi. Saat itu Himura-sensei belum datang.


“Det.Hisashi, bisakah kau jelaskan lebih dulu pada kami?” Sakashita penasaran dan bicara sambil berbisik.


“Himura adalah pria yang kadang ingin muncul dengan flamboyan—cool, jadi tunggu saja!”


Dari mereka bertiga, hanya det.Ono yang tidak benar-benar penasaran dengan rencana apa yang dibuat Himura-sensei. Ia justru tampak kesal.



“Senang bertemu kalian semua!” sapa Himura-sensei yang baru saja muncul. “Soal yang terjadi Jumat lalu, izinkan aku menjelaskan dengan imajinasiku.” Ia pun meminta senjata pembunuh—patung—dari tangan Sakashita. “Senjata pembunuh adalah patung yang dijual di Toba. Jadi, kenapa pelaku menggunakan patung ini sebagai senjata pembunuh? Jawab, Nagaike!”


Desainer Nagaika kaget, “Karena ... tersangka ingin melibatkan aku?” ujarnya tidak yakin.


“Benar, normalnya begitu. Kalau begitu, siapa yang melakukannya? Sekretaris Yukio ... “


“Aku tidak tahu,” ujar sang sekretaris pelan.


“Benarkah?” Himura-sensei tampak tidak yakin. “Baiklah. Aku akan melanjutkannya saja. Pertama, siapa ini?” Himura-sensei menunjukkan sampul bagian belakang majalah. Di sana ada gambar seorang pria dengan topi dan tanpa kumis. Orang-orang langsung menebak gambar itu sebagai presdir Dojou Shuichi. “Saat aku menunjukkan foto ini pada pemilik toko oleh-oleh, dia bilang kalau pria ini yang membeli patung satu minggu yang lalu. Kalau begitu, presdir Shuichi membeli patung dengan menyamar. Dia sengaja mencukur habis kumisnya agar bisa membeli patung itu. Karena dia adalah pria populer, dia takut ketahuan kalau dirinya presdir Dojou karena kumis uniknya. Tanpa kumis, kesannya berbeda sama sekali.” Himura-sensei menunjuk foto sang presdir di dinding sambil menutup kumisnya.



“Tapi kakak punya kumis saat aku datang,” elak Norio.


“Dia pasti memakai kumis palsu untuk menghilangkan kecurigaan,” jawab Himura-sensei.


“Jika kakak membeli senjata pembunuh, kenapa dia yang dibunuh?” kali ini wakil presdir Shuji yang bicara.


“Hal tidak terduga terjadi padanya,” ujar Himura-sensei. Ia lalu menceritakan jika malam itu Norio diminta datang untuk membuktikan alibi sang presdir. Tapi ternyata Norio melihat hal tidak terduga, yang dirancang oleh tersangka yang membunuh presdir Shuichi. Sang presdir ternyata meminta satu orang lagi selain Norio utnuk datang. Dan dia berusaha membunuh orang itu. “Dia ... “


Tapi ucapan Himura-sensei dipotong oleh sekretaris Yukio, “Tunggu! Itu semua hanya imajinasimu saja kan?”


“Bukankah kau suka?” balas Himura-sensei dengan santainya. “Tapi aku punya dasar jelas untuk mengetahui siapa tersangka pembunuh presdir Dojou Shuichi.” Himura-sensei meminta kepastian pada Norio kapan sang presdir mengecek desain posternya, dan dijawab malam itu. Padahal Norio pergi sambil membawa desain poster yang tidak disukai presdir itu. Dan tidak ada yang melihat poster itu setelahnya. Tapi ternyata ada satu orang yang secara tidak sengaja mengatakan soal poster yang baru hanya dilihat oleh sang presdir dan Norio saja. “Bagaimana dia tahu?”


“Mungkin presdir sudah bercerita pada yang lain,” sekretaris Yukio menambahkan.



“Sekretaris Yukio, kau tahu orang itu kan? Kau berusaha melindunginya?” tembak Himura-sensei langsung.


“Apa maksudmu?”


“Sekretaris Yukio, Himura-sensei sudah tahu semuanya. Kau sadar kalau insiden ini berhubungan denganmu kan?” sambung Alice.


“Cukup! Dia tidak ada hubungannya dengan insiden ini! Malam itu ... “


“Cukup!” potong sekretaris Yukio.


“Aku membunuh presdir Dojou Shuichi!” aku desainer Nagaike.



Ia pun menceritakan apa yang terjadi malam itu. Presdir Shuichi meminta desainer Nagaike untuk datang ke kediamannya ini pada pukul 11 malam. Presdir tidak mengatakan apapun. Tapi desainer Nagaike berpikir kalau mungkin saja soal sekretaris Yukio, karenanya dia memutuskan untuk mengakui semuanya di depan presdir, kalau ia punya hubungan khusus dengan sang sekretaris.


Desainer Nagaike masuk ke ruang tengah dan menemukan desain poster buatan Norio di meja, sudah dicorat-coret oleh presdir. Ia ikut kesal karena itu artinya ia pun harus bekerja dari awal lagi. Saat itu, presdir mendekati desainer Nagaike dan berniat memukulnya dengan patung. Tapi desainer Nagaike lebih cepat mengelak. Keduanya pun berkelahi. Kalah tenaga, presdir Shuichi pun terlempar ke lantai. Melihat peluang ini, desainer Nagaike mengambil patung dan memukul kepala presdir. Setelahnya ia baru sadar kalau apa yang dilakukannya ini membuat presdir kehilangan nyawa.


Desainer Nagaike yang panik mencari ke seisi rumah. Ia melihat pakaian yang dikenalnya ada di meja dekat cocoon. Karenanya, ia yakin kalau Norio ada di dalam cocoon itu. Sadar kalau Norio tidak tahu apapun soal kedatangannya, desainer Nagaike pun memanfaatkan kesempatan. Ia mengambil pakaian Norio untuk mengelap darah di sekitar jasad presdir. Setelahnya ia membawa serta patung yang digunakan tadi beserta sepatu milik Norio yang ada di depan pintu. Di perjalanan, desainer Nagaike baru sadar kalau patung itu bukan miliknya, karena bentuk matanya berbeda. Ia pun membuang patung itu dan sepatu Norio di pinggir jalan.


“Bagaimana dengan kumis? Apa kau mengambilnya juga sebagai hadiah?”


“Saat kami berkelahi, kumis itu lepas dan menempel di jas-ku. Aku membuangnya di tempat sampah,” aku desainer Nagaike.


Yang jadi masalah sekarang, kenapa presdir Shuichi sengaja membeli patung yang sama dengan milik desainer Nagaike?



“Ia butuh itu untuk triknya,” lanjut Himura-sensei. Ia pun meminta Alice yang melanjutkan.


“Rencana awal presdir Shuichi adalah membawa jasad Nagaike dari tempatnya setelah dibunuh. Dan dia berniat meninggalkan patung yang dibelinya di tempat Nagaike dan membawa pulang milik Nagaike. Dengan demikian, Nagaike akan tampak dibunuh oleh seseorang di rumahnya sendiri. Dalam perkiraan waktu kematian, presdir Shuichi ada di rumahnya. Dan dia menggunakan Norio untuk membuktikan alibinya. “


“Rencana sempurna,” komentar Norio. “Aku tidak tahu kakak membuat rencana seperti itu. Tapi kenapa dia harus membunuh Nagaike?”


“Presdir Shuichi sadar kalau dia kalah memperebutkan sekretaris Yukio. Dan motivnya adalah cemburu pada Nagaike.”



“Bagi kakak, itu mungkin hal besar,” komentar wakil presdir Shuji. “Sekretaris Yukio adalah wanita istimewa baginya.”


Dengan pengakuan ini, terbukti siapa yang membunuh presdir Shuichi. Polisi pun meminta Nagaike turut ke markas.


“Itu pembelaan diri kan?!” sekretaris Yukio masih protes. Ia masih tidak terima.


“Pembunuhan tidak terencana dan mengabaikan jasad. Menyesal sekali dia tetap harus diadili,” det.Ono menjelaskan.



Polisi, Himura-sensei dan Alice berbalik pergi tapi terhenti oleh ucapan sekretaris Yukio.


Suaranya tampak frustasi, “Apa kau senang?” sindirnya pada Himura-sensei. “Karena kau, hidup kami berubah derastis.”


“Aku tidak punya pilihan selain melakukan ini,” balas Himura-sensei.


“Kalau begitu, hidupmu menyedihkan!”


Himura-sensei tidak berkomentar lagi dan berbalik pergi. Alice tadinya akan ikut serta, tapi ia justru berbalik melihat sekretaris Yukio lagi.


“Yukio, jangan mengelak lagi. Kau bilang padaku saat terakhir kali. Saat aku mendengar itu, aku bersyukur sekali. Maaf, aku tidak tahu harus bicara apa lagi padamu. Aku akan mencari tahu itu,” sesal Alice.


“Arisugawa, kau pria baik.”



Alice dan Himura-sensei kembali ke kediaman Himura-sensei. Himura-sensei menceritakan soal foto yang ditunjukkan wakil presdir padanya. Foto itu foto seorang wanita dengan anak kecil. Dan wajah wanita itu sangat mirip dengan sekretaris Yukio. Itulah yang membuat Yukio spesial bagi presdir. Karena presdir merasa seperti melihat ibunya dalam diri Yukio.


“Jadi, siapa yang kau lihat dalam diri Yukio? Tebakanku ... cinta pertamamu,” goda Himura-sensei pada Alice.


“Salah!” elak Alice cepat.


“Benar? Tapi aku yakin kau benar-benar terlibat secara emosional dengannya.”


“Itu cerita lama yang tidak pernah kukatakan pada siapapun. Tapi kenangan buruk itu yang membuatku punya alasan terus menulis,” lanjut Alice.


“Novel jadi pelindungmu. Itulah cocoon-mu,” komentar Himura-sensei.


“Mungkin,” Alice tida bisa mengelak lagi. Ia tersenyum dan melihat ke arah Himura-sensei, “Bagaimana denganmu? Kau juga punya kan?”


“Sisi lain diriku yang jadi alasan penelitianku.”



Sementara itu di jalanan, para pengikut Sangri La Crussade berdemo. Mereka membagi-bagikan selebaran pada setiap orang yang lewat dan meminta pemerintah yang korup untuk membebaskan pemimpin mereka, Moroboshi Sanae yang tidak bersalah.


Di sisi lain jalan, seorang anak SMA tampak menyaksikan semua itu. Bahkan saat para anggota Shangri La Crussade memaksa pejalan kaki menerima selebaran mereka. Wajah cerianya perlahan berubah dingin, penuh kebencian.


BERSAMBUNG


SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 05 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.03.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 1. Pada episode 3 yang lalu, Himura-sensei dan Alice dihadapkan pada kasus mayat yang menghilang dan dapat bersuara. Suara dari kematian.


Kali ini, investigasi yang dilakukan oleh Himura-sensei dan Alice malah membawa mereka pada penemuan sesosok jasad dalam ‘cocoon’. Bagaimana kasus kali ini bisa terjadi?



Himura-sensei dan Alice makan malam di sebuah restoran mewah. (ni dua orang mencurigakan deh. Hmmm). Bukannya menikmati makanan, keduanya justru asyik melihat tamu di sekeliling dan mulai mengomentari mereka. Tamu pertama adalah seorang pria yang tengah makan malam dengan seorang wanita cantik.


Himura-sensei mulai melakukan analisisnya. Jas pria itu adalah merk terkenal asal Inggris, dan melihat dari cara pria itu memakai pisau makan, dia adalah seorang ahli bedah. Kemudian wanita di depan pria itu. Dari make-upnya, dia adalah seorang perawat. Alice bingung. Himura-sensei lalu menjelaskan, wanita itu selalu memakai masker saat bekerja, karenanya dia menggambar alis dengan sangat hati-hati. Dan dia secara tidak sengaja mengecek pembuluh darah pelayan yang membawakan mereka minuman, karena kebiasaannya sebagai seorang perawat.


“Mereka bukan pasangan suami istri,” Himura-sensei menutup kesimpulannya.


“Ayolah! Mereka pasti pasangan suami istri!” protes Alice.


Tapi Himura-sensei tidak setuju. Ia pun menunjukkan ada bekas cincin di jari pria itu. Dan saat ini pasangan itu akan segera putus.


“Apa kau punya alasan kuat?



“Jangan nilai orang hanya dari penampilannya saja,” ujar Alice.


“Bukannya itu yang kita lakukan malam ini kan?” Himur-sensei lalu menunjuk seorang pria berumur di belakang Alice. Dilihat dari pakaiannya, dia adalah pria kaya. Selain itu, pria itu memiliki kumis yang unik, biasanya jadi ciri khas seorang ahli perhiasan yang kaya.


“Bingo!” ujar Alice. Ia menjelaskan kalau pria itu adalah presdir dari toko perhiasan Dojou, namanya Dojou Shuichi. Alice mengenalinya karena pria itu sering muncul di TV. Dan fakta kalau pria itu mengagumi seniman Salvador Dali, karenanya dia memiliki kumis unti seperti itu. “Dia banyak membicarakan dirinya sendiri. Satu-satunya yang kutahu, dia masih sendiri dan mencari wanita idealnya. Dia kakak dari Yoshizumi Norio, teman sekelas kita di kampus.”


“Kenapa nama keluarganya beda?” Himura-sensei heran.


“Pasti ada kisah panjang di balik itu.”


Ide kalau presdir Dojou yang masih mencari wanita ideal dibantah oleh Himura-sensei. Karena baru saja ia melihat seorang wanita cantik baru saja datang dan menuju meja tempat presdir Dojou berada.


Alice berbalik melihat orang yang dimaksud Himura-sensei itu. Dan ia tertegun, terdiam. Wanita itu mirip dengan seseorang di masa lalunya.


Himura-sensei melihat perubahan sikap Alice itu, “Kupikir dia tipe idealmu juga. Dia memiliki ciri-ciri yang serupa dengan karakter wanita di novelmu.”


Dan seperti dugaan Himura-sensei tadi, keributan mulai terjadi di meja seberang. Meja yang berisi dokter bedah yang perawat yang tengah makan malam, mereka mulai bertengkar.



Sebuah kasus terjadi. Himur-sensei dan Alice diminta datang ke TKP, sebuah apartemen mewah. Det.Hisashi memperkenalkan kedua orang itu sebagai adik sekaligus wakil presdir Dojou Shuji dan sekretaris presdir yang cantik, Sagio Yukio. Ternyata beberapa hari yang lalu, presdir Dojou Shuichi makan malam dengan sekretarisnya. Kedua orang ini disebutkan sebagai orang pertama yang menemukan korban.


Wakil presdir Shuji mengaku kalau dia tidak bisa menghubungi kakaknya, presdir Shuichi. Karenanya, dia datang ke apartemen yang merupakan tempat tinggal kedua sang presdir bersama sekretaris presdir, Yukio. Kedua berkeliling mencari keberadaan presdir Shuichi, tapi tidak ada tanda-tanda siapapun. Yukio lalu minta agar bisa melihat benda ‘itu’, karena presdir sering bercerita padanya. Wakil presdir Shuji pun setuju mengajak sekretaris Yukio untuk melihatnya.


Benda itu berbentuk seperti telur besar dan disebut cocoon. Isinya adalah cairan khusus, dimana jika ada yang masuk maka ia akan terapung. Saat ada di dalamnya, rasanya seperti berada di dalam rahim ibu. Keduanya masuk ke ruangan yang dimaksud. Saat cocoon dibuka ternyata ... presdir Shuichi ada di sana, dalam keadaan tidak bernyawa.


“Apa Anda makan malam dengan presdir Jumat kemarin?” tanya det.Hisashi kemudian.


“Ya. Bagaimana kau tahu?” sekretaris Yukio heran.


“Kami ada di sana, kebetulan,” Alice yang menjawab.


“Apa kau punya hubungan khusus dengan presdir?”


Sekretaris Yukio heran, “Dia bos dan saya karyawannya. Hanya itu.”


“Sepertinya dia punya perasaan khusus padamu,” kali ini Himura-sensei yang bicara.


Sekretaris Yukio tidak terima kalau ia dituduh begitu. Alice buru-buru mengoreksi itu juga.


Tapi Himura-sensei tidak peduli, “Jika kau punya hubungan khusus dengannya, kau mungkin punya alasan untuk membunuh. Itu kemungkinan.”


“Itu tidak mungkin!”


“Tugas kamu menghilangkan satu per satu ketidakmungkinan itu,” sambung det.Hisashi.


Mereka kini beralih pada wakil presdir Shuji. Ia mengaku kalau hubungannya dengan kakaknya baik-baik saja. Saat ini mereka tengah membangun rencana pengembangan usaha baru.



Saat itu det.Ono baru saja datang. Ia memberikan laporan investigasi kalau menurut karyawan lain, presdir Shuchi sangat baik pada sekretaris Yukio. Tapi ada rumor juga yang menyebutkan kalau sekretaris Yukio punya hubungan khusus dengan desain perhiasan di perusahaan mereka, namanya Nagaike.


“Kuharap ada wanita semenarik dia di kantor kita,” komentar det.Hisashi tanpa sadar. Ia kemudian menyadari tatapn sinis det.Ono. “Ah Ono, kau juga wanita menarik,” ralatnya kemudian.


“Aku mengerti kalau laki-laku suka tipe wanita seperti itu,” balas det.Ono. “Aku tidak bawa-bawa perasaan pribadi pada investigasi!” det.Ono lalu beranjak pergi.


Rupanya Himura-sensei dan Alice juga mendengarkan percakapan itu. Hanya Himura-sensei yang serius mendengarkan, sementara Alice terus saja menatap ke arah sekretaris Yukio.


“Kau dengar itu, Alice? Jangan bawa-bawa perasaan pribadi dalam penyelidikan!” ujar Himura-sensei di telinga Alice yang masih tetap menatap ke arah sekretaris Yukio.


Himura dan Alice menuju TKP tempat korban presdir Shuichi ditemukan. Forensik menunjukkan foto korban saat ditemukan di dalam cocon itu. Kepalanya dipukuli dengan benda tumpul berkali-kali. Perkiraan kematian adalah antara pukul 11 malam hingga 2 pagi di hari Jumat. Penyelidikan belum membuat mereka menemukan benda yang digunakan untuk membunuh. Selain itu, forensik juga menemukan jejak darah di ruang tengah. Artinya presdir dibunuh di ruang tengah baru dimasukkan dalam cocoon. Selain itu, kumis unik presdir juga dicukur bersih.


Kemungkinan pelaku sengaja memasukkan korban ke dalam cocoon untuk mengulur waktu penemuan. Belum jelas kenapa pelaku mencukur bersih kumis korban. Selain itu hanya pakaian dalam korban saja yang ada dalam keranjang di dekat cocoon. Sementara itu pakaian dan sepatu korban hilang. Pelaku tidak membawa uang atau benda berharga. Kemungkinan pelaku adalah orang yang punya kebencian besar terhadap korban, seorang yang dikenalnya.



Keributan yang terjadi di ruang tengah menarik perhatian Himura-sensei dan Alice. Teryata polisi tengah mewawancarai Yoshizumi Norio, seorang manager periklanan. Ternyata Norio ini teman sekelas Himura-sensei dan Alice di universtias dan merupakan adik dari korban, presdir Shuichi. Ia merasa tersudut akibat pertanyaan polisi padanya.


Baru setelah Alice yang mencoba bicara, Norio sedikit tenang, “Kak Shuji dan aku adalah keluarga presdir yang masih ada. Kami saudara tiri. Presdir memperlakukan kamu dengan baik, aku sangat bersyukur dengan itu. Tolong aku, aku tidak membunuh kakakku,” Norio berkeras.


“Baiklah, aku percaya padamu,” ujar Alice.


“Kalau kau tidak membunuh kakakmu, kau harus menceritakan semuanya pada kami,” sambung Himura-sensei.



Polisi menunjukkan sebuah foto korban pembunuhan pada Moroboshi (pimpinan kelompok Shangri-La Crussade). Korban adalah mantan anggota kelompok Shangri-La Crussade.


Moroboshi hanya sekilas melihat foto itu, dan ia pun langsung tahu, “Pembunuhnya adalah remaja laki-laki. Dia sangat tertarik dengan kejahatannya. Dan dia akan melakukannya lagi.”


“Jangan main-main lagi!” bentak si polisi makin tidak sabar. Ia minta agar Morohishi segera memberikan mereka informasi yang berguna.


Tapi Moroboshi hanya menanggapinya dengan senyum tipis, “Aku sekarang ada di sini, di balik jeruji penjara.”



Det.Ono mendekati det.Hisashi di lorong. Ia protes karena det.Hisashi mengijinkan Himura-sensei untuk menemui Moroboshi Sanae, yang merupakan orang dalam catatan hitam polisi. Harusnya dia tidak melakukan kontak apapun dengan dunia luar.


“Jangan sebut Himura-sensei sebagai orang luar, karena dia banyak membantu kita,” elak det.Hisashi. “Morohishi itu berbahaya. Jika kita bisa mencampur obat berbahaya seperti Himura dan dia, mungkin bisa jadi perubahan kimit. Aku tidak bisa mengingkari kalau itu juga berbahaya. Tapi kita tidak akan tahu kecuali mencobanya.”



Himura-sensei ikut pulang ke apartemen Alice. Sementara Alice sudah sibuk dengan bacaannya, Himura-sensei masih saja berjalan bolak-balik.


“Apa aku perlu bicara sesuatu?” Alice akhirnya tidak sabar dengan tingkah Himura-sensei itu.


“Jangan diam, katakan sesuatu. Seperti biasa, katakan apapun. Katakan!”


Alice pun mulai bicara, “Kalau tersangka mengincar posisi presdir, itu pasti Shuji atau Norio. Tapi sepertinya Norio tidak bohong pada kita. Dan jika yang disebutkan det.Ono benar, pertengkaran presdir dengan desainer Nagaike karena sekretaris Yukio, mungkin jadi penyebab insiden ini. Tapi ini mungkin saja bukan salah sekretaris Yukio.


“Baiklah, diam!”


“Tadi kau minta aku bicara!” protes Alice.


Tapi Himura-sensei sudah asyik dengan pemikirannya sendiri, “Kenapa tersangka membawa baju korban kalau dia ingin pergi secepat mungkin? Kenapa tersangka menyembunyikan jasad korban di cocoon? Kenapa tersangka mencukur habis kumis korban? Kenapa?” Himura-sensei akhirnya menjatuhkan dirinya ke sofa.



Himura-sensei tenggelam dalam cairan. Bayangan dirinya yang melakukan pembunuhan dengan kejam kembali muncul dalam mimpi. Setelahnya ia terbangun di dalam cocoon dengan tangan berlumuran darah. Himura-sensei kemudian benar-benar terbangun dan menemukan dirinya ada di apartemen Alice.


“Kau mengerang dalam tidur. Perlu kubangunkan kalau terjadi lagi?” tawar Alice.


“Silahkan, pelan-pelan saja.”



Alice kembali menekuri tulisan calon novel di laptopnya. Tapi pikiranya justru mengangkasa pada sang sekretaris cantik, Sagio Yukio. Ingatannya kembali pada masa sekolahnya, saat ia memberikan surat pada gadis cantik yang disukainya. Sayangnya, kisah itu berakhir tragis. Alice tidak pernah tahu apa yang terjadi setelahnya.



Alice dibuat heran saat bangun pagi, di mejanya sudah berisi sarapan. Himura-sensei sendiri menyiapkan minum dan perlengkapan makan lainnya. Alice duduk sambil memandangi Himura-sensei dengan takjub. Himura-sensei sendiri ikut duduk di depan Alice, mengeluarkan dasi yang tadi ia selipkan di saku dan menopang wajah dengan tangan.


“Ini seperti sarapan untuk pengantin baru,” komentar Alice.


“Aku merasa seperti istrimu,” balas Himura-sensei. “Jangan pandangi aku terus! Waktu pengantin baru selesai! Apa kau bodoh?! Makan sebelum dingin!”


“Apa kau tahu kalau aku ... “ ucapan Alice tidak selesai.


(aiiiiih ... adegan ini so sweet banget deh. Lihat bromance mereka berdua ini bikin gemes. Nggak Cuma kompak saat kamera on, saat kamer off pun mereka ternyat juga kompak lho)



Akemi dan teman-temannya tengah menunggu dosen mereka, Himura-sensei. Salah satu kawannya menunjukkan gambar sang profesor rambut berantakan, Himura-sensei dan meminta Akemi untuk mewarnainya.


Teman Akemi bercerita, kalau saat pesta perjodohan ia bertemu seorang polisi dari perfektur Kyoto yang bercerita soal profesor yang membantu kepolisian. Tapi ia tidak mau menyebut nama sang profesor itu. Akemi dan teman-temannya menebak kalau itu pasti Himura-sensei. Karena meski banyak profesor tamu di universitas mereka, hanya Himura-sensei yang merupakan ahli kriminal yang tentu banyak berpartisipasi dalam investigasi kepolisian.


Tapi Akemi sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai ia tidak sadar spidol merahnya sudah membuat gambar ‘si profesor rambut berantakan’ mereka jadi berdarah. Obrolan mereka berhenti saat Himura-sensei benar-benar datang dan berniat memulai kuliah hari itu.



Polisi bersama Himura-sensei dan Alice menemui desainer perhiasan, Nagaika Shinsuke. Saat ditanya, desainer Nagaike mengaku kalau dirinya menyukai sekretaris Yukio. Polisi pun jadi penasaran, apakah presdir Shuichi juga tahu hal itu.


“Presdir hanya peduli pada perasaan Yukio. Tidak ada yang tahu siapa yang disukai Yukio. Dan itu tidak ada hubungannya dengan insiden ini,” ujar desainer Nagaike.


“Maksud anda, anda bukan kekasih Yukio?” Alice urun bicara.


“Jangan tanyakan pertanyaan aneh seperti itu!” protes desainer Nagaike. Ia pun kemudian pamit pergi.


(aaaaa ... reuni Light sama pengacara Mikami, dari Death Note. Tapi kali ini mereka bukan jadi kawan)



“Alice, pertanyaan bodoh apa itu?!” protes det.Ono.


“Aku hanya perlu merasa bertanya, maaf,” sesal Alice.


Setelah desainer Nagaike pergi, mereka kembali bicara soal kasus itu. Seperti yang lain, desainer Nagaike juga tidak punya alibi saat kejadian. Baik wakil presdir Shuji, manager iklan Norio maupun sekreataris Yukio, mereka juga tidak punya alibi. Semua orang mungkin saja jadi tersangka.



Alice, Himura-sensei dan yang lain keluar dari ruangan wawancara. Mereka bertemu sekretaris Yukio di luar. Tanggap dengan hal itu, secara halus Himura-sensei mengusir det.Ono dan det.Hisashi untuk pergi lebih dulu.



Setengah dipaksa oleh Himura-sensei, Alice pun mengajak sekretaris Yukio bicara. Kini mereka ada di salah satu toko perhiasan Dojou. Alice belum bisa bicara, karena Himura-sensei masih asyik memperhatikannya. Akhirnya Alice juga mengusir Himura-sensei untuk pergi dari sana.


Sekretaris Yukio menunjukkan sebuah perhiasan bernama White Rose. Menurutnya perhiasan itu didesain oleh desainer Nagaike. Ia pun memuji perhiasan itu. Tadinya mereka membahas soal perhiasan dan juga Nagaike, sampai Alice akhirnya bicara hal lain.


“Kau mirip dengan cinta pertamaku,” ujar Alice.


“Apa?” Yukio kaget. “Memang banyak yang mirip denganku. Seperti gadis tetangga. Presdir juga bilang begitu.”


“Bukan begitu maksudku,” elak Alice. Cerita itu pun dimulai. “Aku menulis surat cinta untuk pertama kalinya.” Alice kemudian memberikan surat itu pada gadis cantik yang disukainya dan berjanji untuk bertemu lagi. Tapi ternyata gadis itu tidak datang hari berikutnya dan hari-hari lainnya. Alice kemudian bertanya pada gurunya. Dari gurunya Alice tahu kalau gadis itu mencoba bunuh diri. Gadis itu akhirnya kembali ke sekolah setelah sekian lama. Tapi Alice tidak lagi bertanya soal suratnya atau kenapa gadis itu mencoba bunuh diri. Mereka lulus dari sekolah tanpa pernah bicara lagi.


“Jika kau bisa bicara dengannya saat itu, apa yang akan kau katakan?” Yukio bersimpati.


“Entahlah. Aku masih mencari jawabannya. Ah, kenapa denganku?” Alice heran sendiri. “Aku tidak pernah cerita soal ini pada siapapun. Sekarang aku telalu cerewt. Maaf.”


“Kupikir dia sangat bahagia bisa berada di hatimu. Dia membuatmu seperti ini sekarang. Alice, kau ... “ ucapan Yukio terpotong.


Telepon Alice berbunyi, dari Norio. Ia mengajak Alice untuk bertemu secepat mungkin sambil mengajak serta Himura-sensei. Sementara Alice bicara di telepon, ternyata Yukio menguping pembicaraan itu.



Norio tengah menghindar dari kejaran polisi saat Himura-sensei dan Alice datang. Ia menunjukkan pakaian penuh darah. Tapi ia mengaku kalau bukan dirinya yang membunuh presdir.


Saat itu ternyata polisi menemukan mereka semua. Polisi mengajak Norio untuk ikut mereka ke markas. Norio tidak bisa mengelak lagi apalagi saat polisi melihat pakaian penuh darah yang dibawanya.


Norio sempat berbalik melihat ke arah Alice dan Himura-sensei, “Aku baik-baik saja. Aku lega sekarang,” ujarnya sebelum pergi bersama para polisi itu.


BERSAMBUNG


SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.09.00
Read more ...