SINOPSIS Himura and Arisugawa 04 part 2

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 2. Sebuah pembunuhan misterius terjadi pada sosok presdir perusahaan perhiasan yang terkenal. Ia ditemukan tewas di dalam sebuah kapsul kesehatan yang disebut cocoon.


Kecurigaan pun mengarah pada orang-orang terdekat sang presdir. Termasuk adik serta sekretarisnya sendiri. Siapa sebenarnya pelaku kasus pembunuhan ini?



Malam itu, Norio memang datang ke kediaman presdir Shuichi sekitar pukul 11 malam. Saat itu ia datang untuk membicarakan desain poster untuk produk baru perusahaan mereka. Tapi presdir Shuichi tampak marah-marah dan menganggap kalau desain poster itu sampah. Ia bahkan meminta Norio untuk membuat ulang dari warna latar belakangnya.


Pertengkaran itu diakhiri dengan saran presdir Shuichi agar Norio istirahat di dalam cocoon. Ini mungkin saja bisa membantunya untuk lebih jernih berpikir dan mendapat ide baru. Norio setuju saja. Sesaat setelah ia masuk ke dalam cocoon itu, ia pun tertidur.



Norio terbangun dan menemukan pakaian yang ditinggalkannya di dekat cocoon penuh noda darah. Ia pun mencari kakaknya dan menemukan sang presdir tergeletak di lantai, tidak sadar. Norio mengguncang-guncang tubuh kakaknya itu dan sadar kalau kakaknya sudah meninggal. Tadinya ia hendak mengambil telepon dan minta bantuan. Tapi ia segera sadar dengan situasinya sekarang yang sama sekali tidak menguntungkan.


Norio kemudian membaw jasad kakaknya itu ke dalam cocoon. Karena pakaiannya sendiri penuh darah, ia mengambil pakaian kakaknya untuk dipakai. Lantai penuh darah pun dibersihkannya dengan pakaiannya tadi. Tidak lupa ia membawa serta desain poster yang ada di meja lalu beranjak pergi. Ia kaget karena sepatunya tidak ada di depan. Tapi Norio tidak berpikir lagi. Yang dia pikirkan adalah menghilangkan semua jejak yang bisa mengarahkan kecurigaan padanya.


“Itu semua yang bisa kukatakan!” ujar Norio menutup ceritanya.



Sementara itu Himura-sensei, Alice dan det.Ono menyimak wawancara itu dari ruangan sebelah.


“Dia tampak mengelak dari semuanya,” komentar det.Ono.


“Tapi kita juga tidak punya alasan menganggap dia berbohong,” balas Himura-sensei. “Sulit mengatakan kalau dia membuat cerita palsu untuk membuat investigasi kita menjadi kacau.”



Det.Hisashi mendapatkan telepon yang melaporkan kalau mereka menemukan senjata pembunuh sang presdir. Foto senjata itu pun dikirimkan. Senjata itu ditemukan di rerumputan sekitar 500m dari TKP. Selain itu ada juga dua pasang sepatu di sana. Yang satu milik presdir Dojou Shuichi.


“Tentu yang satu lagi milikku,” sambar Norio cepat. Ia pun minta izin untuk melihat gambar yang diterima det.Hisashi. Norio ternyata mengenali benda itu, “Aku tahu ini! Dia membeli patung ini saat kami pelakukan liburan perusahaan di Toba.”


“Kau tahu pemiliknya?” pertanyaan det.Hisashi ini dijawab dengan anggukan Norio.



Himura-sensei, Alice dan Sakashita mendatangi apartemen desainer Nagaike. Ia mengelak jika yang ada dalam foto adalah patung miliknya. Ia pun lalu menunjukkan miliknya yang sebenarnya. “Patung ini adalah buatan tangan. Mata dari kedua patung itu jelas berbeda. Norio mungkin ingin menuduhku. Aku tidak mau masalah lebih banyak darinya selain soal desain.”


“Kau punya masalah dengannya?” tanya Himura-sensei.


“Dia tidak punya rasa seni sama sekali. Aku membuat poster promosi untuk musim semi dengannya saat ini. Tapi karena dia, kami harus memulai dari awal lagi,” cerita desainer Nagaike.



Alice dan Himura-sensei kembali ke kediaman Himura-sensei. Alice masih berkeras kalau kawan mereka itu, Norio tidak bersalah. Lalu desainer Nagaike juga tidak bersalah.


Himura-sensei menanggapinya dengan mengatakan kalau begitu kemungkinan pelakunya adalah sang sekretaris, Sagio Yukio. “Dia membodohi dua pria,” lanjutnya.


“Tidak! Jangan katakan hal tidak bertanggungjawab seperti itu!” protes Alice.


“Ah, kalau begitu tiga pria, termasuk kamu,” Himura-sensei masih asyik mengelus-elus si kucing.


Masalah ini rupanya membuat keduanya berdebat, tidak mau kalah. Tapi obrolan mereka terhenti saat ponsel Himura-sensei berbunyi.



Himura-sensei mendapatkan info dari forensik yang menyebutkan jika bentuk senjata pembunuh dengan tanpa luka di tubuh korban, cocok. Jadi bisa dipastikan jika patung itulah senjata pembunuhnya. Tetapi semua sidik jari yang ada sudah bersih, tentu dengan sengaja.


Laporan lain datang dari detektif muda, Sakashita. Ia mendatangi tempat dibuatnya patung itu. Menurut laporan pematung, seorang pria dengan topi dan kaca mata membeli patung itu seminggu yang lalu. Dan si pembuat patung mengaku kalau ia hanya membuat dua patung saja, salah satunya memang milik desainer Nagaike.


“Artinya, orang yang memakai topi dan kaca mata membeli patung yang lain dan merupakan tersangka kasus ini,” Himura-sensei menyimpulkan.


Sakashita melanjutkan, saat ia menunjukkan gambar-gambar karyawan perusahaan Dojou, pembuat patung tidak mengenalinya.



Pengurus apartemen, Tokie-san keluar membawakan mereka teh dan makanan. Tapi baik Alice maupun Himura-sensei menanggapinya debgan dingin. Bahkan saat ditawari camilan, Alice hanya melihat sekilas dan langsung mengambil saja. Tokie-san kesal sendiri karena dua orang di depannya ini saling diam, “Hei kalian! Kalian berbeda dari biasanya. Tidak ada salam, jawaban atau reaksi apapun. Aku sudah kenal kalian lama, jadi tahu bedanya. Sesuatu yang biasanya ada kemudian hilang, akan terasa berbeda.”


Ucapan Tokie-san menjadikan ‘klik’ di kepala Himura-sensei. Pikirannya melayang, menyatukan satu demi satu puzzle kasus kali ini. Dimulai dari cocoon, lalu kumis korban yang dicukur dan alibi satu per satu orang-orang di sekitar presdir.


“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar Himura-sensei dengan senyum misteriusnya. “Tokie, terimakasih! Semua puzzle sudah lengkap!” Himura-sensei memeluk wanita itu. “Alice, ayo ke toko oleh-oleh di Toba!” ajaknya pada Alice lalu mengambil jasnya.


Tokie hanya bisa dibuat takjub dengan perubahan mendadak kedua orang di depannya ini. Ditambah ia senyum-senyum sendiri karena dipeluk oleh pria tampan, Himura-sensei.



Semua orang sudah berkumpul di kediaman presdir Dojou Shuichi. Saat itu Himura-sensei belum datang.


“Det.Hisashi, bisakah kau jelaskan lebih dulu pada kami?” Sakashita penasaran dan bicara sambil berbisik.


“Himura adalah pria yang kadang ingin muncul dengan flamboyan—cool, jadi tunggu saja!”


Dari mereka bertiga, hanya det.Ono yang tidak benar-benar penasaran dengan rencana apa yang dibuat Himura-sensei. Ia justru tampak kesal.



“Senang bertemu kalian semua!” sapa Himura-sensei yang baru saja muncul. “Soal yang terjadi Jumat lalu, izinkan aku menjelaskan dengan imajinasiku.” Ia pun meminta senjata pembunuh—patung—dari tangan Sakashita. “Senjata pembunuh adalah patung yang dijual di Toba. Jadi, kenapa pelaku menggunakan patung ini sebagai senjata pembunuh? Jawab, Nagaike!”


Desainer Nagaika kaget, “Karena ... tersangka ingin melibatkan aku?” ujarnya tidak yakin.


“Benar, normalnya begitu. Kalau begitu, siapa yang melakukannya? Sekretaris Yukio ... “


“Aku tidak tahu,” ujar sang sekretaris pelan.


“Benarkah?” Himura-sensei tampak tidak yakin. “Baiklah. Aku akan melanjutkannya saja. Pertama, siapa ini?” Himura-sensei menunjukkan sampul bagian belakang majalah. Di sana ada gambar seorang pria dengan topi dan tanpa kumis. Orang-orang langsung menebak gambar itu sebagai presdir Dojou Shuichi. “Saat aku menunjukkan foto ini pada pemilik toko oleh-oleh, dia bilang kalau pria ini yang membeli patung satu minggu yang lalu. Kalau begitu, presdir Shuichi membeli patung dengan menyamar. Dia sengaja mencukur habis kumisnya agar bisa membeli patung itu. Karena dia adalah pria populer, dia takut ketahuan kalau dirinya presdir Dojou karena kumis uniknya. Tanpa kumis, kesannya berbeda sama sekali.” Himura-sensei menunjuk foto sang presdir di dinding sambil menutup kumisnya.



“Tapi kakak punya kumis saat aku datang,” elak Norio.


“Dia pasti memakai kumis palsu untuk menghilangkan kecurigaan,” jawab Himura-sensei.


“Jika kakak membeli senjata pembunuh, kenapa dia yang dibunuh?” kali ini wakil presdir Shuji yang bicara.


“Hal tidak terduga terjadi padanya,” ujar Himura-sensei. Ia lalu menceritakan jika malam itu Norio diminta datang untuk membuktikan alibi sang presdir. Tapi ternyata Norio melihat hal tidak terduga, yang dirancang oleh tersangka yang membunuh presdir Shuichi. Sang presdir ternyata meminta satu orang lagi selain Norio utnuk datang. Dan dia berusaha membunuh orang itu. “Dia ... “


Tapi ucapan Himura-sensei dipotong oleh sekretaris Yukio, “Tunggu! Itu semua hanya imajinasimu saja kan?”


“Bukankah kau suka?” balas Himura-sensei dengan santainya. “Tapi aku punya dasar jelas untuk mengetahui siapa tersangka pembunuh presdir Dojou Shuichi.” Himura-sensei meminta kepastian pada Norio kapan sang presdir mengecek desain posternya, dan dijawab malam itu. Padahal Norio pergi sambil membawa desain poster yang tidak disukai presdir itu. Dan tidak ada yang melihat poster itu setelahnya. Tapi ternyata ada satu orang yang secara tidak sengaja mengatakan soal poster yang baru hanya dilihat oleh sang presdir dan Norio saja. “Bagaimana dia tahu?”


“Mungkin presdir sudah bercerita pada yang lain,” sekretaris Yukio menambahkan.



“Sekretaris Yukio, kau tahu orang itu kan? Kau berusaha melindunginya?” tembak Himura-sensei langsung.


“Apa maksudmu?”


“Sekretaris Yukio, Himura-sensei sudah tahu semuanya. Kau sadar kalau insiden ini berhubungan denganmu kan?” sambung Alice.


“Cukup! Dia tidak ada hubungannya dengan insiden ini! Malam itu ... “


“Cukup!” potong sekretaris Yukio.


“Aku membunuh presdir Dojou Shuichi!” aku desainer Nagaike.



Ia pun menceritakan apa yang terjadi malam itu. Presdir Shuichi meminta desainer Nagaike untuk datang ke kediamannya ini pada pukul 11 malam. Presdir tidak mengatakan apapun. Tapi desainer Nagaike berpikir kalau mungkin saja soal sekretaris Yukio, karenanya dia memutuskan untuk mengakui semuanya di depan presdir, kalau ia punya hubungan khusus dengan sang sekretaris.


Desainer Nagaike masuk ke ruang tengah dan menemukan desain poster buatan Norio di meja, sudah dicorat-coret oleh presdir. Ia ikut kesal karena itu artinya ia pun harus bekerja dari awal lagi. Saat itu, presdir mendekati desainer Nagaike dan berniat memukulnya dengan patung. Tapi desainer Nagaike lebih cepat mengelak. Keduanya pun berkelahi. Kalah tenaga, presdir Shuichi pun terlempar ke lantai. Melihat peluang ini, desainer Nagaike mengambil patung dan memukul kepala presdir. Setelahnya ia baru sadar kalau apa yang dilakukannya ini membuat presdir kehilangan nyawa.


Desainer Nagaike yang panik mencari ke seisi rumah. Ia melihat pakaian yang dikenalnya ada di meja dekat cocoon. Karenanya, ia yakin kalau Norio ada di dalam cocoon itu. Sadar kalau Norio tidak tahu apapun soal kedatangannya, desainer Nagaike pun memanfaatkan kesempatan. Ia mengambil pakaian Norio untuk mengelap darah di sekitar jasad presdir. Setelahnya ia membawa serta patung yang digunakan tadi beserta sepatu milik Norio yang ada di depan pintu. Di perjalanan, desainer Nagaike baru sadar kalau patung itu bukan miliknya, karena bentuk matanya berbeda. Ia pun membuang patung itu dan sepatu Norio di pinggir jalan.


“Bagaimana dengan kumis? Apa kau mengambilnya juga sebagai hadiah?”


“Saat kami berkelahi, kumis itu lepas dan menempel di jas-ku. Aku membuangnya di tempat sampah,” aku desainer Nagaike.


Yang jadi masalah sekarang, kenapa presdir Shuichi sengaja membeli patung yang sama dengan milik desainer Nagaike?



“Ia butuh itu untuk triknya,” lanjut Himura-sensei. Ia pun meminta Alice yang melanjutkan.


“Rencana awal presdir Shuichi adalah membawa jasad Nagaike dari tempatnya setelah dibunuh. Dan dia berniat meninggalkan patung yang dibelinya di tempat Nagaike dan membawa pulang milik Nagaike. Dengan demikian, Nagaike akan tampak dibunuh oleh seseorang di rumahnya sendiri. Dalam perkiraan waktu kematian, presdir Shuichi ada di rumahnya. Dan dia menggunakan Norio untuk membuktikan alibinya. “


“Rencana sempurna,” komentar Norio. “Aku tidak tahu kakak membuat rencana seperti itu. Tapi kenapa dia harus membunuh Nagaike?”


“Presdir Shuichi sadar kalau dia kalah memperebutkan sekretaris Yukio. Dan motivnya adalah cemburu pada Nagaike.”



“Bagi kakak, itu mungkin hal besar,” komentar wakil presdir Shuji. “Sekretaris Yukio adalah wanita istimewa baginya.”


Dengan pengakuan ini, terbukti siapa yang membunuh presdir Shuichi. Polisi pun meminta Nagaike turut ke markas.


“Itu pembelaan diri kan?!” sekretaris Yukio masih protes. Ia masih tidak terima.


“Pembunuhan tidak terencana dan mengabaikan jasad. Menyesal sekali dia tetap harus diadili,” det.Ono menjelaskan.



Polisi, Himura-sensei dan Alice berbalik pergi tapi terhenti oleh ucapan sekretaris Yukio.


Suaranya tampak frustasi, “Apa kau senang?” sindirnya pada Himura-sensei. “Karena kau, hidup kami berubah derastis.”


“Aku tidak punya pilihan selain melakukan ini,” balas Himura-sensei.


“Kalau begitu, hidupmu menyedihkan!”


Himura-sensei tidak berkomentar lagi dan berbalik pergi. Alice tadinya akan ikut serta, tapi ia justru berbalik melihat sekretaris Yukio lagi.


“Yukio, jangan mengelak lagi. Kau bilang padaku saat terakhir kali. Saat aku mendengar itu, aku bersyukur sekali. Maaf, aku tidak tahu harus bicara apa lagi padamu. Aku akan mencari tahu itu,” sesal Alice.


“Arisugawa, kau pria baik.”



Alice dan Himura-sensei kembali ke kediaman Himura-sensei. Himura-sensei menceritakan soal foto yang ditunjukkan wakil presdir padanya. Foto itu foto seorang wanita dengan anak kecil. Dan wajah wanita itu sangat mirip dengan sekretaris Yukio. Itulah yang membuat Yukio spesial bagi presdir. Karena presdir merasa seperti melihat ibunya dalam diri Yukio.


“Jadi, siapa yang kau lihat dalam diri Yukio? Tebakanku ... cinta pertamamu,” goda Himura-sensei pada Alice.


“Salah!” elak Alice cepat.


“Benar? Tapi aku yakin kau benar-benar terlibat secara emosional dengannya.”


“Itu cerita lama yang tidak pernah kukatakan pada siapapun. Tapi kenangan buruk itu yang membuatku punya alasan terus menulis,” lanjut Alice.


“Novel jadi pelindungmu. Itulah cocoon-mu,” komentar Himura-sensei.


“Mungkin,” Alice tida bisa mengelak lagi. Ia tersenyum dan melihat ke arah Himura-sensei, “Bagaimana denganmu? Kau juga punya kan?”


“Sisi lain diriku yang jadi alasan penelitianku.”



Sementara itu di jalanan, para pengikut Sangri La Crussade berdemo. Mereka membagi-bagikan selebaran pada setiap orang yang lewat dan meminta pemerintah yang korup untuk membebaskan pemimpin mereka, Moroboshi Sanae yang tidak bersalah.


Di sisi lain jalan, seorang anak SMA tampak menyaksikan semua itu. Bahkan saat para anggota Shangri La Crussade memaksa pejalan kaki menerima selebaran mereka. Wajah cerianya perlahan berubah dingin, penuh kebencian.


BERSAMBUNG


SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 05 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

1 komentar: