SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 10 part 1. Alice berhasil diselamatkan dari sekapan Moroboshi dan rekan-rekannya. Tapi ini semua belum selesai. Moroboshi kembali menghilang. Dan sebuah ancaman muncul bersama beberapa lembar foto.


Ancaman itu menyebutkan jika target selanjutnya adalah wanita yang paling dekat dengan Himura-sensei. Siapa dia? Dan bagaimana Himura-sensei bersama Alice bisa menyelamatkan wanita ini?



Naluri membawanya Himura-sensei mengejar sekelebat orang yang berjalan menjauh darinya, Moroboshi Sanae. Bayangan itu tersenyum mengejek ke arah Himura-sensei.


Sayangnya, Himura-sensei tak berhasil menemukan wanita itu. Hanya jejak kosong yang ditinggalkannya. Tapi kali ini Himura-sensei yakin benar, kalau Moroboshi Sanae benar-benar serius dengan ancamannya.



Setelah membaca pesan yang ditinggalkan Moroboshi, Alice menghubungi det.Hisashi. Tanpa banyak bertanya pun, det.Hisashi langsung mengiyakan permintaan Alice ini, melindungi para wanita.


“Moroboshi memberikan surat ancaman soal target berikutnya. Pergilah dan lindungi Kijima Akemi serta Shinomiya Tokie secepat mungkin!” perintah det.Hisashi pada det.Ono dan Sakashita.


Tapi saat mereka berbalaik, det.Hisashi menghentikan det.Ono dan memintanya tetap berada di markas.


“Menurut Alice, mungkin juga kau target berikutnya.”



Akemi berjalan pulang bersama kedua temannya. Mereka masih asyik membicarakan kelas sore yang lagi-lagi dibatalkan oleh Himura-sensei. Mereka heran sendiri karena belakangan Himura-sensei sering sekali membatalkan kelasnya.


Tiba-tiba sekelompok pria dan wanita berjas mengelilingi mereka. Disusul kemunculan Sakashita yang mengatakan kalau mereka perlu membawa Akemi ke markas kepolisian. Akemi tidak bertanya lebih banyak dan mengiyakan saja permintaan Sakashita. Ia berjalan dengan pengawalan ketat para polisi itu.


“Apa yang terjadi?” salah satu teman Akemi heran.


“Entah. Tapi aku tidak mau punya pacar seorang detektif,” komentar yang lain kemudian.


Selain Akemi, det.Hisashi juga sudah menjemput Tokie-san. Tapi Tokie-san terus saja ribut dan bertanya soal apa yang terjadi, membuat det.Hisashi cukup kesal.



Dan sekarang, tiga wanita yang disebutkan dalam surat ancaman dari Moroboshi sudah berkumpul, Akemi, Tokie-san dan det.Ono. Tokie-san dan Akemi dibuat terkejut dengan foto-foto ancaman dari Moroboshi itu.


“Moroboshi ingin mengendalikanku,” ujar Himura-sensei.


“Dia bilang padaku ingin melihat karakter asli dari Himura,” sambung Alice.


“Det.Hisashi, tidakkah kau pikir ancaman ini Cuma ancaman belaka? Moroboshi mungkin Cuma ingin main-main dengan Himura-sensei?” ujar det.Ono. “Dan lagi, aku bukan wanita terdekat Himura Hideo. Dan tidak ada alasan aku menjadi targetnya.”


“Aku meminta agar dijadikan asisten Himura-sensei, tapi ditolak,” cerita Akemi pula. “Jadi aku bukan wanita terdekat Himura-sensei.”


“Kalau begitu, itu aku,” Tokie-san justru senyum-senyum sendiri. “Karena aku tinggal satu atap dengannya.”


“Tokie-san, kau harusnya tidak senang!” komentar Alice.


Meski begitu, det.Hisashi tetap berkeras kalau mereka bertiga lebih aman berkumpul di sana. Saat det.Ono memberikan saran kalau dia saja yang jadi umpan, det.Hisashi menolak mentah-mentah ide itu.



Saat itu salah seorang polisi dari biro keamanan publik datang dan marah-marah. Ia tampak tidak suka karena det.Hisashi bertindak tanpa memberikan laporan pada mereka.


“Prioritasku lebih dulu mengamankan ketiga wanita ini,” ujar det.Hisasahi menjelaskan.


Tapi polisi itu tetap tidak suka. Ia lalu meminta Alice untuk sekali lagi mengatakan semua yang ia tahu soal Moroboshi. Meski agak kesal, Alice pun menurut saja. Karena bagi Alice, dia sudah mengatakan semua yang ia tahu pada polisi.


Tidak ada yang tahu saat itu kalau Himura-sensei diam-diam keluar dari ruangan.



Himura-sensei masih memikirkan siapa yang sebenarnya dimaksud oleh Moroboshi sebagai ‘wanita terdekatnya’. Ia ingat saat pertama bertemu di penjara, Moroboshi pernah bilang kalau ia akan selalu dekat dengan Himura-sensei. Lalu ada Tokie-san, pemilik dan pengurus apartemen tempat Himura-sensei tinggal selama ini.


“Maaf sudah melibatkanmu dalam bahaya.”



Dan ingatan Himura-sensei berpetualang pada saat pembicaraannya dengan Alice.


“Asisten detektif hebat tidak terelakkan selalu dalam bahaya,” ujar Alice.


“Kalau saat itu terjadi apa-apa padamu, aku tidak tahu seperti apa aku.”


Alice teringat dengan ucapan Moroboshi yang mengatakan kalau Moroboshi ingin membebaskan monster dalam diri Himura-sensei dengan cara membunuhnya. Tapi Alice berusaha jauh-jauh menghapus ingatan itu, “Dr.Watson tidak mati dengan mudah. Selain itu, saat aku tersudut, Holmes selalu menolongku. Benar kan?” Alice menganalogikan dirinya seperti karakter Dr.Watson dan serial Sherlock Holmes.


“Mereka punya hubungan apa? Bukan Cuma detektif dan asistennya kan,” tanya Himura-sensei.


“Tentu saja tidak. Mereka saling mempertaruhkan hidup satu sama lain. Lebih dari sahabat. Apa namanya ... “


“Bagaimana dengan hubungan kita?” tanya Himura-sensei. (ya ampun, ini kalau cowok sama cewek mah biasa. Tapi karena mereka cowok, jadi geli aja kkkk). “Detektif dan asisten?”


“Itu ... tentu saja bukan. Menurutmu?” Alice ragu.


“Seseorang yang kukenal,” jawab Himura-sensei asal.


“Kau menyakiti perasaanku. Tidak ada kalimat lain? Sahabat dari universitas atau semacam itu,” saran Alice.


“Kau juga. Bisakah kau katakan sesuatu dengan cara seorang penulis?” tantang Himura-sensei.


Alice sok berpikir, “Rekan seperjalanan dalam satu perahu. Kau selali naik perahu dengan jiwa kuat. Tapi kadang aku selalu khawatir kalau kau akan bersikap menghancurkan kapal dengan kapak. Itulah kenapa aku naik perahu bersamamu dan selalu mengawasimu.”


“Aku janji padamu. Aku tidak akan membahayakanmu!” tegas Himura-sensei.



Alice sudah selesai bicara dengan polisi dari biro keamanan publik. Dan dia baru sadar kalau Himura-sensei sudah tidak ada di ruangan itu. Alice berpikir mungkin saja Himura-sensei pergi ke area merokok.


Alice juga ingat pembicaraannya dengan Himura-sensei beberapa waktu yang lalu,


“Kalau kau dan aku seperti Holmes dan Watson, Moroboshi pasti prof.Moriarty. Dia adalah musuh terbesar Holmes yang sama cerdasnya dengan dia. Figurnya seperti tulang. Aku takut padanya,” cerita Alice. “Moriarty tidak melakukan kejahatan langsung, tapi dia membuat anak buahnya yang melakukannya. Sama seperti Moroboshi.”


“Aku mengerti.”


“Holmos dan Moriarty seperti dua sisi koin. Mereka saling melengkapi. Mereka bertarung satu lawan satu. Judul novelnya ‘The Final Problem’. Aku ingat dialognya. Holmes bicara pada Moriarty, "When I say that if I were assured of the former eventuality I would, in the interests of the public, cheerfully accept the latter".”


“Apa yang terjadi di akhir novel itu?”


“Mereka berdua jatuh ke dalam jurang,” cerita Alice.


“Holmes mati tanpa mengatakan apapun pada Watson?”


“Dia meninggalkan catatan. Katanya ‘untuk teman terbaikku’. Kalimat picisan untuk seorang detektif.


“Kalau begitu, apa aku perlu menulis seperti itu juga?” tantang Himura-sensei.


“Ini ide buruk!” protes Alice.



Himura-sensei pulang ke tempat tinggalnya. Setelah pintu dibuka, ia disambut si kucing manis yang selalu menemaninya di sana. Dan seseorang juga telah menunggu di sana.


“Wanita terdekat Himura Hideo, seperti kuperkirakan itu kau,” komentar Himura-sensei.


Wanita itu, Moroboshi tersenyum, “Kau harusnya tahu sejak pertama kali kita bertemu. Kita sangat mirip, atau ... sama?”


“Apa yang kau inginkan?”


“Aku bisa merasakan ... “ Moroboshi mengendus aroma tubuh Himura-sensei. “Keinginan untuk membunuhku.” Ia kemudian berbalik. “Aku bisa mengontrol orang dengan mudah. Aku bersenang-senang dengan hal itu sejak kecil. Jadi, aku tidak perlu boneka untuk dimainkan. Karena aku bisa bermain dengan orang-orang di sekitarku seperti boneka. Mereka melakukan apapun yang kusuruh. Mereka bahkan melakukan kejahatan untukkku. Saat aku lelah mengoleksi boneka hidup, aku bertemu denganmu. Aku tertarik bermain dengan Himura-Hideo. Aku ingin mengontrolmu.


“Kau ingin aku melakukan apa?”


“Kau berpikir kalau kau ingin membunuh seseorang. Aku akan memenuhi keinginan itu. Targetnya adalah ... aku. Aku menyusun jebakan lain untuk membuatmu lebih serius. Sesuatu akan terjadi di markas kepolisian perfektur Kyoto. “



Alice masih mencari Himura-sensei. Ia bahkan mencari hingga ruangan khusus merokok. Tapi Himura-sensei tetap tidak ada. Pun meski Alice mencoba menghubungi ponsel Himura-sensei, tidak tersambung. Sekilas, Alice melihat seorang petugas kebersihan lewat. Ada tato yang tampak sedikit di tangannya. Alice kemudian mengenalinya sebagai tato Shangri-La Crussade, dan pria ini adalah Onizuka, anak buah Moroboshi.


Tapi belum sempat Alice mengejar Onizuka, sebuah bom kecil meledak tidak jauh dari tempatnya. Untung saja Alice sempat menghindar dan hanya ada banyak serpihan serta asap di sekitarnya. Kantor polisi heboh karena bom ini.



“Boom!” goda Moroboshi, membuat Himura-sensei lebih waspada. “Aku ingin melihat mata itu. Duduklah! Kita mulai permainannya,” pinta Moroboshi lagi.


Di atas meja sudah ada tiga buah gelas wine dengan kaki berwarna berbeda. Moroboshi pun memeluk satu botol wine yang memang sudah dipersiapkan. Ia meminta Himura-sensei menuangkan wine itu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama.


“Apa kita menunggu satu tamu lain ... atau tidak,” Himura-sensei menuang wine ke dalam ketiga gelas tadi.


Moroboshi kemudian memamerkan sebuah kapsul kecil transparan dengan serbuk putih di dalamnya. Ia mengatakan kalau itu adalah “Goddess of magic”, ekstrak tanaman beracun yang berhubungan dengan Hecate, Aconitum. “Dosisnya cukup untuk membunuh satu orang. Aku akan menuangkannya ke dalam salah satu gelas. Kau hanya perlu memilih salah satu tanpa melihatnya. Sebuah permainan sederhana.”


“Bagaimana kau buktikan kalau itu racun asli?” tantang Himura-sensei.


Moroboshi tersenyum, “Kau pikir aku pakai tipuan murahan? Kalau perlu aku bisa memberikan racun ini juga pada kucingmu.”


“Jangan!” sambar Himura-sensei cepat. Rupanya ia benar-benar sayang pada si kucing.


“Kau tampak tertarik. Kau sangat tertarik untuk bisa membunuhku dengan wine beracun. Kau bisa memenuhi mimpimu untuk membunuh seseorang. Monster yang bernama ‘keingingan membunuh’ yang terkunci dalam dirimu akhirnya bebas.” Moroboshi bangkit. Ia melepas dasi milik Himura-sensei dan menutupkannya ke mata Himura-sensei. Setelahnya Morobishi menuangkan racun yang dibawanya pada salah satu gelas, baru membuka kembali penutup mata Himura-sensei.



“Bagaimana perasaanmu? Kau terlalu tertarik untuk tetap tenang kan?” goda Moroboshi di depan Himura-sensei. “Pilihlah salah satu!”


“Kau tampak sangat bahagia.”


“Aku juga sangat tertarik, sama sepertimu. Mungkin aku terbunuh olehmu atau mungkin aku bisa membunuhmu?”


“Kalau begitu, kita Cuma butuh dua gelas. Kenapa kau bawa tiga?” Himura-sensei mengulur waktu.


“Kau punya dua kesempatan memilih gelas. Misalnya kau pilih gelas merah, dan aku punya pilihan biru atau hijau. Aku akan memilih gelas tanpa racun dan minum di depanmu. Dengan seperti itu, aku akan buktikan kalau ada gelas tanpa racun. Dan salah satu dari sisanya pasti beracun. Kau bisa pilih sekali lagi,” Moroboshi menjelaskan panjang lebar.


Seperti biasa, Himura-sensei mengelus degunya dengan tangan, “Peraturan yang menarik.”


“Menyedihan membiarkan kesempatan membunuhku adalah keberuntungan. Semua permainan punya ciri khasnya. Pikir dengan serius, kau bisa membunuhku. Pikir dan pikirkan ... “



“Melihatmu berpikir serius seperti ini, sangat menarik. Aku akan berikan kau waktu!” Moroboshi lalu berdiri dan membelakangi Himura-sensei. Ia menyenandungkan beberapa nyanyian untuk mengulur waktu bagi Himura-sensei. Puas bersenandung, Moroboshi pun berbalik. Ia melihat Himura-sensei masih serius berpikir, “Apa sudah kau putuskan?”


“Aku pilih gelas merah,” ujar Himura-sensei kemudian.


“Kenapa?”


“Hanya mengikuti intuisiku.”


Morobishi tersenyum, “Aku tahu gelas mana yang tidak ada racunnya.” Ia pun mengambil gelas biru dan minum dari situ. “Sekarang tinggal merah yang tadi kau pilih, atau biru. Salah satunya mengandung racun. Dan aku tahu mana yang beracun. Kau tetap memilih gelas merah atau pindah ke gelas biru. Mana yang kau suka? Kau membunuhku atau kau terbunuh olehku?”



“Merah atau biru ... “ Moroboshi masih terus menggoda Himura-sensei.


Himura-sensei akhirnya mengambil keputusan, “Aku ingin melihatmu mati. Aku ganti gelas biru.”


Moroboshi tersenyum. Ia akhirnya mengambil gelas merah, lalu gelas biru diambil Himura-sensei. Mereka pun melakukan toast sebelum akhirnya menandaskan wine dalam gelas masing-masing.


“Berapa lama sampai racunnya bereaksi?” tanya Himura-sensei.


“Tidak lama,” ujar Moroboshi.


“Kau sangat tenang.”


Pandangan Moroboshi mulai berkunang-kunang. Ia sadar, kalau dirinya sudah meminum wine beracun. Himura-sensei berdiri dan menghubungi det.Hisashi dengan ponselnya. Sementara itu, Moroboshi mencoba menggapi Himura-sensei sebelum akhirnya ambruk di pelukan Himura-sensei.


“Tolong panggil ambulan juga,” ujar Himura-sensei. Tangannya tiba-tiba melemas dan ponsel itu pun jatuh di lantai. Himura-sensei bersama Moroboshi ambruk di lantai. Sebelum benar-benar kehilangan kesadaran penuh, Himura-sensei sempat berbisik di telinga Moroboshi. Ia pun sempat mengelus kepala si kucing, sebelum kucing itu beranjak pergi.



Det.Hisashi mengatakan kalau Himura-sensei dan Morobishi ada di kediamana Tokie-san. Ia menjelaskan situasinya sepertinya tidak terlalu baik, karena Himura-sensei meminta untuk dipanggilkan ambulan juga. Det.Ono dan yang lain bergegas untuk pergi. Alice pun ikut. Tapi ia meminta Tokie-san dan Akemi untuk menunggu saja di markas.


Polisi yang sejak tadi menunggu mereka, dari biro keamanan publik pun ikut bergabung. “Kami akan membawa Moroboshi. Kami tidak akan membiarkan dia lolos lagi!”


Tapi det.Hisashi memikirkan sesuatu. Ia merasa ada yang tidak beres. Det.Hisashi kemudian keluar ruangan, tidak lewat pintu seperti yang lain, tapi ia lewat pintu lain. Det.Hisashi merencanakan sesuatu.



Himura-sensei dibawa dengan ambulan. Bersamanya ada juga Alice dan det.Ono. Tampak Alice sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya ini.


“Apa apa Himura? Bangun dan katakan semuanya! Kenapa kau pergi sendirian untuk bertemu dengannya? Hei!” Alice kemudian menyadari ada gerakan. “Himura! Kau bangun?!” ekspresi histerisnya berubah menjadi kelegaan.


“Kau berisik sekali,” keluh Himura-sensei.


“Bodoh! Kau membuatku khawatir!”


“Biro keamanan publik membawa Moroboshi. Dia dibawa ke rumah sakit lain dengan keamanan ekstra,” det.Ono memberitahu.


“Himura, ini selesai,” ujar Alice lagi.


Himura-sensei baru sadar kalau tidak ada det.Hisashi bersama mereka. Det.Ono mengatakan kalau det.Hisashi tiba-tiba saja menghilang, tidak bersama mereka. Dan Himura-sensei pun teringat ucapan polisi yang pernah dicurangi oleh Moroboshi, ada pengkhianat di kepolisian.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di bagian terakhir dari SINOPSIS Himura and Arisugawa nanti ya ^_^


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Hehehehe. Maaf ya, postingan satu ini agak terlambat dari jadwal biasanya. Penasaran dengan bagian terakhirnya? Hmmm ... OK OK, sampai jumpa di bagian terakhir sinopsis satu ini ya.

Bening Pertiwi 15.07.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 09 part 2. Lima tembakan diarahkan ke tubuh Yamane oleh Katsumura. Tapi empat di antaranya tertahan rompi anti peluru. Salah satunya mengenai pinggang Yamane. Atas bantuan Sakura, Yamane pun berhasil keluar dari kediaman Yuuki Tenme dan bertahan.


File tentang latar belakang kehidupan Yamane dikirim oleh Katsumura ke apartemen Sakura. Perlahan, Sakura mulai mengenal siapa sebenarnya Yamaneko. Apakah ini juga akan mengubah pandangan Sakura terhadap Yamaneko?



Katsumura kembali datang ke stray cat-bar. Disambut kepanikan Mao, tapi Katsumura justru bersikap dingin pada mereka.


“Kupikir sebaiknya aku bicara secara langsung. Yamaneko-san sebentar lagi akan mati. Aku menembaknya. Ah, Mao-chan. Aku juga ingin kau mendengar ini.”


“Kau bohong, 'kan? Menembak Yamaneko. Kau bohong, 'kan?” Mao histeris. “Berhenti bercanda! Katakan bahwa itu bohong!” desak Mao lagi.


Tapi dengan kasar Katsumura justru menghempaskan Mao hingga Mao terjatuh di dekat kursi. Rikako-san yang hendak menolong pun dihadiahi todongan senpi. “Tolong jangan bergerak. Maaf, Mao-chan. Aku ingin kau tenang dan dengarkan aku. Bisa buatkan aku minuman? Apa ya... Wiski kesukaan Yamaneko-san tidak buruk. “ Katsumura lalu duduk di kursi tinggi depan bar. Melihat gelagat mencurigakan Rikako-san yang seolah akan mengambil sesuatu, Katsumura pun mengingatkannya. “Sebaiknya jangan lakukan apa pun. Jariku cukup cepat. Setidaknya duduklah di sofa, itu menggangguku.” Dan cerita itu pun mengalir dari bibir Katsumura, “Hanya karena kau tahu aku membunuh, tak berarti kepribadianku berubah. Bagiku, membunuh adalah rutinitas harian. Seperti memakai sepatu.”



Katsumura lalu menjelaskan semuanya. Kalau yang memintanya melakukan ini semua adalah Yuuki Tenmei. Dan ia pun punya nama alias, Chameleon.


“Kau mengkhianati kami!” tuduh Mao.


“Menilai yang terjadi, memang ya. Tapi, hari-hari yang kulalui bersama kalian, bagiku semuanya nyata. Setiap hari sangat menyenangkan, menegangkan, dan sedikit menakutkan. Masa yang sungguh menyenangkan dengan banyak sekali tawa.”


“Jika seperti itu, lalu kenapa?” kali ini Rikako-san yang bicara.


Katsumura tersenyum, “Karena ini pekerjaanku.”


Saat ditanya alasan kenapa ia tidak langsung melakukan tugasnya sejak awal, Katsumura mengatakan kalau ia diminta mengawasi sampai ada perintah langsung. Sewajarnya, Katsumura melakukan pengawasan dari jauh, tapi ia memilih bergabung dan berinteraksi dengan tim Yamaneko.


“Ada dua alasan. Satu adalah kepribadianku. Bagaimana mengungkapkannya... Misalnya kau memiliki bunga yang kau besarkan dengan sangat hati-hati. Kau menyiramnya setiap hari, bicara padanya setiap hari, kau menyayanginya seperti anak kecil. Saat bunga itu mekar sempurna, kau menghancurkannya. Bagiku, itu adalah kebahagiaan. Dengan cara yang sama, menjadi teman dari targetku adalah kesenangan sekaligus penderitaan. Selagi melakukan ini, aku mulai berpikir untuk tak menyakitinya, tak ingin membunuhnya dan aku mulai menaruh empati. Dan saat tiba pada klimaksnya, aku membunuhnya. Rasanya sangat luar biasa hingga menjadi candu. Bukankah itu aneh?” (serius deh, pemikiran Katsumura ini ngeri banget sih)


“Alasan satunya?”


“Karena targetku adalah Yamaneko. Dia orang spesial untukku. Dia sudah melupakannya tapi, dulu sekali, dia dan aku pernah berada di tempat yang sama.”


“Tempat yang sama?” Rikako-san heran.


“Barak pelatihan mata-mata,” ujar Katsumura.


Dan bayangan masa kecil Yamane pun diputar kembali. Saat itu, Yamane kecil yang gagal berlatih menembak dibantu oleh anak laki-laki lainnya. Lalu anak laki-laki ini juga yang memeringatkan Yamane kalau mereka yang diambil kemungkinan dibunuh. Dia adalah Katsumura kecil.


“Saat itu, aku disingkirkan dan Yamaneko bertahan. Jadi aku sedikit iri. Sepertinya aku memang memiliki sebuah kebencian. Tapi aku juga terlibat karena lulus tes bakat. Jika soal pistol dan bela diri, aku yang terbaik,” lanjut Katsumura.


“Kau menjual keahlian itu dan menjadi pembunuh?” Rikako-san menyimpulkan.


“Yah, memang begitu. Aku sangat gugup saat bertemu Yamaneko-san untuk kali pertama. Aku khawatir apa dia tahu soal identitas asliku. Tapi dia tak menyadari apa pun. Kau dan Hosoda-san juga dengan cepat menerimaku. Aku sangat senang. Yah, meski akhirnya aku menyakiti Hosoda-san.” Cerita ini akhirnya keluar dari mulut Katsumura juga. “Pembunuh Hosoda-san... Itu aku. Saat itu sekitar tiga hari setelah Yamaneko-san pura-pura membunuhnya. Aku memanggilnya ke dermaga itu dengan umpan bahwa aku akan memberitahukan padanya soal Yuuki Tenmei. Kukatakan pakaian yang dia pakai tiga hari sebelumnya adalah petunjuknya, dan dia datang memakai pakaian itu tanpa curiga sedikit pun. Petunjuk terbodoh yang pernah ada, 'kan? Tapi, meski dia menelannya mentah-mentah, dia sungguh orang baik.” Dan empat peluru pun bersarang di tubuh Hosoda-san.


Belum cukup menghabisi Hosoda-san, target Katsumura berikutnya adalah Cecilia. Sayangnya Katsumura kurang ahli dengan senapan, dibanding senpi jarak pendek. Saat itu Kadomatsu Tatsuro menyadarinya dan menjadikan tubuhnya sebagai tameng. Alhasil, Kadomatsu-lah yang kemudian meninggal.


“Hasil yang cukup bagus. Yamaneko-san sangat marah saat itu. Bagiku bisa membuat Yamaneko-san seperti itu, itu membangkitkan semangatku.”



“Aku juga sangat berterima kasih pada kalian berdua. Kalian bahkan mengadakan pesta ulang tahun untukku.”


Tapi ucapan Katsumura makin membuat emosi Rikako-san. Kemarahan di wajah Mao pun perlahan berubah menjadi tangis yang menganak sungai di kedua pipinya. Pesta dan juga kebersamaan yang mereka rayakan saat ulang tahun Katsumura ternyata Cuma omong kosong saja.


“Apa itu juga membuatmu senang saat kau membunuh orang? Aku ragu apa Yamaneko sungguh tak menyadari bahwa kau adalah Chameleon,” sindir Rikako-san.


Senyum separuh kembali terbit di wajah Katsumura, “Jika menyadarinya, dia akan mengurusku lebih awal, 'kan? Karena aku datang untuk membunuhnya. Meski tahu soal itu dan masih mengundangmu kemari...”


“Bukankah karena dia ingin percaya padamu?” Mao pun ikut bicara. “Kau datang untuk membunuhnya tapi bersama dengan kami di sini mungkin bisa mengubah hatimu. Bukankah itu yang ingin dia percayai?”


“Jika benar, maka tak berjalan seperti yang dia rencanakan.”


“Benarkah? Sungguh tak ada yang berubah? Bertemu Yamaneko dan bertemu kami, tidak ada yang berubah?” Mao masih berusaha mencari celah untuk melunakkan Katsumura. “Lalu kenapa saat itu kau menangis? Kenapa kau menangis dengan tatapan bahagia? Bertemu denganmu mengubah diriku. Aku berpikir persahabatan hanya ada di manga atau anime. Tapi aku bertemu orang-orang yang bisa membuatku berpikir persahabatan itu ada dan bahagia memanggil mereka teman. Katsumura-san, bukankah kau juga menganggap kami sebagai temanmu?”



Tapi usaha Mao sama sekali tak membuat Katsumura berubah pikiran, “Maaf, Mao-chan. Aku tak seperti yang kau pikirkan. Baiklah, kurasa sekarang waktunya mengucapkan salam perpisahan.”


Katsumura lalu menyeret Mao dan Rikako-san ke kamar atas lalu mengikatnya. Tidak lupa ia juga menumpahkan minyak di sekitar mereka.


“Katsumura. Apa esensi dirimu?” tanya Rikako-san.


“Apa, ya? Kurasa membunuh. Selamat tinggal.” Katsumura menyalakan pemantik api dan beranjak pergi meninggalkan Rikako-san dan Mao di kamar itu, mulai dikelilingi api.



Sakura menemukan Yamane terseok-seok berusaha berjalan di depan apartemennya, nyaris ambruk.


“Apa yang kau lakukan? Jika bergerak dengan kondisimu sekarang—“ Sakura berusaha menahan Yamane.


“Aku harus cepat. Atau mereka...” ucapan Yamane terputus dan tubuhnya pun kembali ambruk di pelukan Sakura.



Kobaran api makin lama makin besar. Mao dan Rikako terjebak di dalamnya.


“Kenapa dia melakukan ini?” Mao sudah nyaris menangis.


“Tenang saja. Aku pasti akan menyelamatkanmu.”


Mereka berdua saling membantu melepas ikatan masing-masing. Tapi, tahu situasi makin sulit diperkirakan, Rikako-san meminta Mao untuk melepas ikatannya dulu dan pergi saja. Tapi Mao jelas menolak ide ini.


“Mao, tolong dengarkan aku! Kita akan bertahan. Tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Aku bersamamu. Biar kulihat wajahmu. Sejak kau bergabung bersama kami, kau menjadi esensi diriku. Mao, maaf ya.” Rikako-san lalu memeluk Mao seperti memeluk putrinya sendiri.



Sakura berhasil memaksa Yamane kembali ke apartemennya. Ia pun menghubungi seseorang. Tapi wajah kecewa ditunjukkannya di depan Yamane, “Bar dan seluruh bangunan terbakar habis. Apa itu ulah Katsumura-senpai? Aku tak percaya senpai melakukannya. Aku mengenalnya sejak kuliah. Kenapa?”


Masalahnya, Yamane pun tidak tahu harus memberikan jawaban apa atas pertanyaan Sakura itu.



Pagi berikutnya,


Sakura tertidur di kursi, tidak jauh dari ranjangnya. Tapi saat membuka mata, Sakura dibuat kaget karena Yamane sudah tidak ada di sana. Ranjangnya pun sudah rapi dan bersih kembali.


Lalu, di atas meja ada mi yang telah diseduh. Di bawahnya ada pesan yang ditinggalkan Yamane untuk Sakura.



Katsumura asyik menikmati ramen di kamar hotelnya. Ia pun membuka laptop dan mencari berita.


Selanjutnya berita. Tadi malam terjadi kebakaran di sebuah bar di Wilayah Kitaura, Tokyo. Dari bangunan yang terbakar habis ditemukan jasad Houshou Rikako-san dan Takasugi Mao-san. Polisi dan petugas pemadam kebakaran sedang menyelidiki penyebab kebakaran.


Katsumura tersenyum mengetahui soal berita itu. Ia sudah merencanakan semuanya. Dan kini, ia siap untuk misi selanjutnya. (uaaaaaa jadi Rikako sama Mao nggak selamat nih?)



Kemana Yamane? Ia nongkrong di atap sebuah gedung sambil menikmati ramen panas di tangannya. Selesai makan, Yamane pun berdiri menatap langit dan hamparan hutan beton di depannya.


Yamane mulai bernyanyi. Mari menuju langit, Dan berjalan. Sehingga air mata, Tidak menetes. Aku ingat Hari musim semi itu. Malam kesunyian!



Katsumura melenggang santai dari kamarnya. Ia mengeluarkan anak kunci dan melapor para petugas resepsionis untuk check out. Sampai seseorang menghentikannya, dengan menodongkan senpi ke arah perut Katsumura. Dia Cecilia Wang.


“Jadi kau Chameleon!”


Katsumura berbalik melihat orang yang dikenalnya ini, lalu tersenyum. (ya ampun, gimana Na nggak meleleh kalau dikasih penjahat yang super cute dg senyum kucing gini #butuhOksigen)



Malam itu Sekimoto berada di selnya, sampai seorang polisi membukakan pintu dan menyuruhnya keluar. Sekimoto kemudian sadar kalau polisi ini adalah Yamane yang menyamar. Keduanya berjalan dengan santai di lorong sampai seorang polisi memergoki keduanya. Mereka masih sempat memberikan hormat sebelum memaksa polisi betulan tadi mengejar mereka.


Keduanya berhasil sembunyi di sebuah ruangan. Jadi tadi Yamane membuat si polisi pingsan lalu mengambil seragamnya untuk menyusup masuk. Kini ia sudah memakai pakaiannya kembali. Yamane mengeluarkan topeng kucingnya sendiri dan menyerahkan satunya pada Sekimoto.


“Kenapa punyaku berbeda warna?!” protes Sekimoto.


Tapi Yamane tidak peduli dan buru-buru mengajak Sekimoto segera pergi.



Lobby gedung kepolisian heboh. Banyak pria-pria berjas hitam yang memakai topeng Yamaneko dari kertas. Suara berisik mereka membuat det.Inui kesal luar biasa.


“Kami dengar mereka sedang syuting film hari ini!”


Tapi orang-orang ini justru menghalangi det.Inui yang sedianya akan mengejar Yamaneko. Baru setelah dilihat lebih dekat, det.Inui mengenali pria-pria ini sebagai anggota geng Kyobukai. Mereka bertingkah seperti ini untuk membantu Yamane, karena Yamane pernah menolong bos mereka. Suasana makin kacau saat pemantik api milik Yamane pun mengeluarkan suara nyanyiannya yang sumbang ke seluruh gedung.



Yamane dan Sekimoto sampai di atap gedung. Sekimoto ragu untuk melompat. Beberapa kali ia maju mundur. Tidak sabar, Yamane akhirnya mendorong Sekimoto yang kemudian terjatuh tepat di atas mobil dengan kasur sebagai pelembutnya.


“Jangan bergerak!” suara Sakura menghentikan Yamane yang akan melompat. “Jadi teringat dulu. Kali ini aku takkan ragu. Aku akan menangkapmu.”


Yamane berbalik, tanpa menutup wajahnya dengan topeng lagi, “Terima kasih sudah menyelamatkanku. Memberiku tempat beristirahat. Sampai nanti!” Yamane menjatuhkan diri.


Peluru yang dilepaskan Sakura pun hanya menembus udara kosong. Det.Inui menyusul Sakura kemudian. Dan mereka hanya dihadiahi ‘say hai’ dari Yamane yang sudah berada di atap mobil yang membawanya pergi.



“Padahal aku baru saja dapat SIM!” keluh si sopir saat tahu kedua penumpangnya sudah tidak berada di atap lagi dan duduk di kursi belakang. Dia gadis yang pernah ditolong Yamane, Yuna. (lihat episode 1)


“Kau masih SMA, 'kan?” Sekimoto heran.


“Usiaku 20 tahun. Mengulang kelas 2 tahun,” aku Yuna. (19 tahun berdasar usia internasional)


“Baguslah punya kenalan gadis berandalan,” komentar Yamane.


Yuna kesal, “Kau menghinaku?”


“Kami memujimu,” ujar Yamane dan Sekimoto bebarengan.



Cecilia berhasil memaksa Katsumura ke sebuah tempat sepi. Cecilia menuduh Katsumura yang membunuh kakaknya. Dan Katsumura baru sadar, kalau Cecilia ini ternyata adik dari anak perempuan yang berhasil lolos hingga tahap akhir pelatihan bersama Yamane.


“Kalau tak salah kakak tiri. Dia melalui banyak sekali kendala untuk menjadi mata-mata lalu dia mengabaikan misinya dan kembali pada keluarganya,” sindir Katsumura.


“Sungguh bodoh. Takkan kumaafkan!” geram Cecilia.


Perkelahian di antara mereka pun tidak terabaikan lagi. Beberapa serangan saja dan Cecilia ternyata berhasil dilumpuhkan oleh Katsumura. Senpi yang tadi dipegang Cecilia pun beralih ke tangan Katsumura.


Kini Katsumura menodongkan senpi itu pada Cecilia, “Berbahagialah dengan kakakmu di kehidupan selanjutnya!” diiringi suara tembakan yang bergema.



Suara panggilan telepon membuat Katsumura teralihkan perhatiannya dari Cecilia, “Yamaneko-san? Jadi dia berhasil bertahan. Maaf, akan segera kusingkirkan,” ujar Katsumura. Ia pun beranjak pergi.


Cecilia hanya bisa terduduk di lantai. Darah segar merembes di antara kemeja putihnya. Ia memandangi gelang yang pernah diberikan Kadomatsu padanya. “Yamaneko. Kuserahkan padamu.” Dan tangannya terkulai lemah.



“Katsumura adalah Chameleon?” Sekimoto tidak percaya.


“Jadi kau sungguh tak tahu.”


“Tentu saja tidak,” ujar Sekimoto cepat. “Jadi, apa yang akan kita lakukan?”


“Sudah jelas, 'kan? Pertandingan ulang. Meow!” sudut bibir Yamane terangkat.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di episode terakhir Kaito Yamaneko part 1 ya ^_^


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaa ... tinggal episode terakhir ya ternyata. Dan sedikit spoiler, akan ada kejutan lain muncul di episode terakhir nanti, termasuk sosok Yuuki Tenmei yang sebenarnya. Bisakah Yamane menyelamatkan orang-orang di sekitarnya?

Bening Pertiwi 15.13.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 09 part 1. Rahasia det.Sekimoto satu per satu terbongkar. Selain jadi agen untuk gubernur Todou, dia juga agen dari Yuuki Tenmei. Karena misinya untuk membunuh Yamaneko gagal, det.Sekimoto pun bergabung dengan rencana Yamaneko sepenuhnya.


Tapi situasi tidak terduga terjadi. Rencana membobol kediaman Yuuki Tenmei mendadak kacau. Ternyata satu orang yang ada di dekat mereka, membuka topengnya. Dia Chameleon.



Siapa sangka si bodoh Katsumura sebenarnya adalah pembunuh bayaran bertampang polos. Dan sekarang, Chameleon—sebutan Katsumura—mendapatkan tugas akhirnya, melenyapkan Yamaneko. Satu per satu kenangan masa kecil pun terlintas. Yamane dan Katsumura pernah berada di tempat yang sama, sebuah camp pelatihan. Tapi, mereka terpisah sebelum keduanya menjadi dewasa.


Empat peluru sudah bersarang di tubuh Yamane. Darah segera mengalir dan membuat Yamane ambruk di lantai. Tapi Katsumura belum puas. Satu peluru kembali ditembakkannya di sisi tuuh Yamane. Baru setelahnya Yamane benar-benar kehilangan kesadaran sama sekali.



Mao dan Rikako-san masih menunggu di mobil. Mao masih berusaha menyelesaikan masalah yang tadi timbul. Suara sudah kembali terdengar tetapi sambungan CCTv masih terputus. Suara sirine polisi terdengar makin nyaring. Mereka harus segera pergi. Tapi suara tembakan kembali terdengar.


“Pasti terjadi sesuatu pada Yameneko dan Katsumura-san. Aku harus pergi. Membantu mereka!” tegas Mao.


Rikako-san menahan tangan Mao. Ia tidak mau menambah masalah. Keras kepalanya Mao memaksa Rikako-san menampar anak itu. “Yamaneko pasti berhasil melarikan diri. Yang harus kita lakukan sekarang adalah pergi dari sini. Mengerti?”



Sakura tiba di depan kediaman Yuuki Tenmei itu. Tapi mobil hitam yang tiba-tiba pergi tidak jauh dari sana menarik perhatian Sakura. Ia pun memerintahkan anak buahnya mengikuti mobil hitam yang dikemudikan oleh Rikako itu.


Polisi yang sudah lebih dulu tiba memberikan laporan, “Dua orang dengan topeng kucing masuk ke dalam rumah dari pintu belakang dan masih belum keluar.”


“Dua orang?” Sakura berpikir keras. “Kalian berdua ikut aku!”



Dari pintu belakang, keluar Katsumura masih memegang topengnya. Tapi wajahnya belum menunjukkan rasa kepuasan. Ia beranjak pergi dari tempat itu tanpa ketahuan siapapun.


Sayangnya Katsumura tidak tahu kalau ada yang memerhatikannya sejak tadi, Cecilia. Wanita cantik itu sudah menunggu di luar dengan motornya. Dan dengan ini ia yakin benar tentang identitas Katsumura yang sebenarnya.



“Minivan yang kami yakini ditumpangi rekan Yamaneko meninggalkan TKP. Yamaneko sepertinya masih berada di rumah Yuuki. Aku akan masuk,” lapor Sakura pada det.Inui.


Selesai bicara dengan Sakura, det.Inui kembali pada kesibukannya. Ia berhasil memaksa det.Sekimoto untuk duduk di kursi pesakitan di ruang interogasi.


“Apa yang kalian incar? Jawab aku!” desak det.Inui.


Tapi det.Sekimoto sama sekali tidak takut, “Bukankah aku berhak untuk tetap diam?”



Sakura dan timnya masuk ke rumah tradisional itu. Ia menemukan sosok yang dikenalnya sebagai Yamane terkapar di lantai dengan darah menggenang di sekitar tubuhnya. Sakura memeriksa nadi di tangan Yamane dan menemukan kalau ia masih hidup. Sakura kemudian melepas resleting jaket Yamane dan menemukan kalau di bawahnya ada rompi anti peluru.


Mata Yamane terbuka. Masih sempat-sempatnya dia bercanda di depan Sakura, kalau darah di sekitarnya hanyalah darah palsu. Tapi saat Sakura hendak menelepon ambulan, Yamane melarangnya.


“Jangan ke rumah sakit. Orang yang menembakku adalah Katsumura. Jika ingin tahu kenapa, keluarkan aku dari sini,” pinta Yamane.



Pagi berikutnya, Sakura masuk kerja seperti biasa. Tapi di sana ia sudah ditunggu oleh det.Inui dengan wajah kesalnya.


“Pada akhirnya, kau tak bisa menemukan Yamaneko?” tanya det.Inui,


“Ya,” Sakura tidak berani menatap rekan detektifnya satu itu.


Det.Inui yang kesal beranjak pergi. Tapi ia sengaja menabrak Sakura, menunjukkan kekesalannya.



Det.Inui kembali menemui det.Sekimoto di ruang interogasi. Ia mendesak agar det.Sekimoto memberitahunya keberadaan Yamane.


Tapi det.Sekimoto masih terus mengelak, “Aku tak tahu apa-apa. Aku tahu kau bagian dari kelompoknya. Kau punya bukti? Hah? Jika menurutmu Yamaneko dan aku terhubung, aku ingin dengar bukti akurat! Kau pikir panggilan telpon kemarin cukup sebagai bukti? Kau menahanku tanpa surat perintah, jadi aku takkan bicara. Jika kau mengerti, bawakan aku katsudon!” det.Sekimoto balas menggertak.



Rikako-san meletakkan sarapan di depan Mao. Tapi anak itu tetap tidak mau menyentuhnya. Mao masih memikirkan nasib Katsumura dan Yamaneko yang mereka tinggalkan semalam. Tapi Rikako-san berusaha menghibur dan meyakinkan Mao kalau mereka pasti kembali.


Ponsel Rikako-san berbunyi, dari Katsumura, “Katsumura, apa yang terjadi?”


“Maaf, aku terlambat menghubungi. Sebenarnya, Yamaneko-san ditembak. Aku lari dalam keadaan panik, jadi aku tak tahu. Sekarang aku di hotel.”


“Apa Yamaneko baik-baik saja?” Rikako-san mulai panik.


“Kurasa, tapi ada banyak darah.”


Saat Rikako-san menawarkan diri untuk menemui di hotel, Katsumura menolak dengan alasan masih banyak polisi berkeliaran yang mungkin saja mencurigai mereka.



Wajah puas tergambar jelas di wajah Katsumura a.k Chameleon. Ia membuka laptopnya dan di sana sudah ada si wajah misterius, Yuuki Tenmei.


“Apa Yamaneko mati?” ujar Yuuki.


“Dia memakai rompi anti peluru. Tapi aku berhasil menembak pinggangnya. Kurasa dia pasti terluka,” aku Katsumura.


“Pastikan kau menghabisinya.”


Katsumura tersenyum, “Jangan khawatir, pasti kulakukan.Dan bagaimana dengan teman-temannya?”


Perintah ‘Singkirkan mereka’ menjadi yang didengar Katsumura selanjutnya sebelum ia menutup pembicaraan mereka itu. Katsumura sudah merencanakan sesuatu.



Hari sudah gelap saat Sakura kembali ke apartemennya. Ia menemukan amplop di kotak suratnya. Lalu di ruangan sebelah, Sakura ternyata membawa Yamaneko. Dibiarkannya Yamaneko tertidur di atas ranjangnya dengan salah satu tangannya terborgol.


Sakura membuka amplop surat yang diterimanya itu, dari Katsumura. Judul tulisan di halaman sampul lembaran itu ‘Pencuri Misterius Yamaneko yang dianggap populer.’



Sakura pun mulai membaca.


Untuk menyingkap kebenaran, kita harus kembali ke masa 20 tahun lalu. Saat itu, negara Barat membuat sebuah rencana. Rencana untuk melatih mata-mata Jepang. Mengambil keuntungan dari ide tersebut, Jepang sangat tak tertarik dengan dunia luar. Mereka berusaha melatih anak-anak untuk negara mereka sendiri. Demi hal itu mereka meminta kerja sama dari Yuuki Tenmei dan diam-diam mengumpulkan anak-anak yang tak memiliki kerabat untuk menjalani tes kemampuan. Hasilnya didapat 20 orang anak yang sangat berbakat dan salah satu dari mereka adalah Yamaneko yang saat itu berusia 8 tahun. Untuk menjalani latihan menjadi mata-mata, mereka ditempatkan pada sebuah kapal sebagai penumpang gelap.


Yamane kecil berjalan bersama belasan anak lainnya menuju kapal, camp tempat latihan mereka. Tapi ia tertarik pada si pria dalam mobil. Yamane berpikir jika mereka akan dijual oleh pria itu. Diambilnya pecahan kaca dan berniat menyerang. Tapi Sekimoto muda yang merupakan pengawal si pria dalam mobil berhasil menahan Yamane.


Sekimoto memberitahu Yamane jika pria itu adalah Yuuki Tenmei. Setelah Yuuki pergi, Sekimoto memberikan sebuah buku pada Yamane, ‘Bushido’. Ia berpesan kalau mereka akan bertemu lagi kalau Yamane sudah paham isi dari buku itu.



Pelatihan di camp pun dimulai. Anak-anak ini dilatih secara khusus oleh militer. Tidak hanya berlatih bela dari saja, mereka juga dilatih untuk membobol kunci dan juga merangkai senjata. Saat latihan menembak, kemampuan Yamane masih payah. Salah seorang anak kemudian mendekati Yamane dan mengajarinya cara menembak dengan tepat.


Anak-anak itu menghabiskan malam dengan tidur berderet ditemani lilin. Di sebelah Yamane adalah seorang anak perempuan yang tengah menangis. Anak perempuan itu mengaku ingin bertemu adiknya.


“Menurutmu, suatu hari aku bisa keluar dari sini dan tinggal bersama adikku?” tanya si anak perempuan.


“Aku tidak tahu. Kurasa kemanapun kita pergi, kita takkan pernah memiliki kebebasan.”



Hari-hari pelatihan masih terus berlanjut. Di sela-sela waktu senggang, Yamane asyik membaca buku ‘Bushido’ yang dimilikinya itu.


Sampai seorang anak laki-laki yang mengajari Yamane menembak, mendekat, “Jumlah kita semakin berkurang. Sekarang hanya tersisa setengah. Kau tahu ke mana yang lain pergi? Mereka dibunuh.”


Buku yang dipegang Yamane terjatuh. Tak sengaja dilihatnya sejumlah angka tertulis di sana. Malamnya, saat penjaga sudah pergi, Yamane berusaha memecahkan kode dalam buku itu. Aku akan menunggumu di Bar Auld King di Inggris di hari yang sama saat kapal mulai berlayar 15 tahun ke depan.


Saat itu penjaga masuk dan membawa si anak laki-laki yang sempat bicara dengan Yamane. Anak itu meronta minta dilepaskan, tapi tidak bisa berbuat apapun. Yamane juga hanya bisa melihatnya tanpa berbuat apa-apa. Lalu anak perempuan di sebelah Yamane mulai menangis lagi. Yamane hanya bisa menggenggam erat tangan anak perempuan itu, berusaha menghibur.



Mereka keluar dari tempat itu setelah 5 tahun.


Sakura meletakkan bacaan yang dipegangnya itu. Ia menemukan buku yang dibawa Yamane, Bushido. Sakura memegang kasurnya dan menyadari kalau basah. Sakura berpikir kalau itu keringat atau ... itu Pipis?


“Sebentar, tidak mungkin! Hentikan! Bagaimana ini?” Sakura panik.


(nggak ngerti mesti ketawa atau gimana. Maksudnya, episode ini kan masuk tegang ya, tapi masih aja diselipkan humor aneh begini, kkkkk)



Kisah itu pun berlanjut.


Setelah meninggalkan fasilitas, Yamaneko menjalani latihan pertempuran selama 5 tahun. Akhirnya dia diterima sebagai mata-mata. Dan pada akhirnya, hanya tersisa tiga orang. Yamaneko menyelesaikan semua misi dengan sempurna dan berhasil mendapat kepercayaan untuk melakukan misi di luar negeri. Lalu, setelah 15 tahun berlalu, dia bertemu kembali dengan 'S', pengawal Yuuki.


Yamane memandangi kertas berisi tulisan terjemahan kode yang diberi Sekimoto. Dan pria itu benar muncul di tempat perjanjian tidak lama setelahnya.


“Kau tahu kenapa Yuuki-san bekerja sama dengan program pelatihan mata-mata Jepang?”


“Mana kutahu,” Yamane belum tampak tertarik.


“Untuk mendapatkan kepercayaan pemerintah asing dan mendapatkan informasi mereka. Kau agen ganda. Teruslah bekerja sebagai mata-mata Negara seperti yang selama ini kau lakukan. Tapi, bocorkan informasi itu padaku,” ujar Sekimoto kemudian.


“Jangan bercanda. Jika ingin menjual kami, katakan saja terus terang!” Yamane tidak suka.


“Jangan salah paham. Ini demi negara kita,” wajah Sekimoto berubah lebih serius. “Saat ini, Jepang diincar dari segala arah. Jika tetap seperti ini, negara kita akan dirampas. Apa pun caranya aku ingin menghindari hal itu. Karena aku mencintai Jepang. Aku tak mau masyarakat Jepang tak bahagia. Jika kau memiliki semangat Jepang, bukankah kau harus mendukung Jepang?”



Bujukan Sekimoto terbukti berhasil meluluhkan hati Yamane.


Semenjak pertemuan itu, Yamaneko membocorkan informasi yang dia dapat dalam misinya kepada Jepang. Tetapi setelah berlangsung 2 tahun, saat Yamaneko berusia 25 tahun...


Sekimoto dan Yamane kembali bertemu di cafe, seperti tahun sebelumnya, “Barat mengincar harta rahasia dari mantan pasukan Jepang. Pemerintah Filipina sepertinya menyimpan informasi penting.”


“Aku akan dikirim ke sana dan memeriksanya,” ujar Yamane.


“Sepertinya Yuuki Tenmei sudah menemukan harta rahasia itu dan membawanya secara diam-diam ke Jepang.”


“Apa maksudnya?” Yamane tidak mengerti.


“Aku juga tak tahu rincinya. Tapi, dia memerintahkan untuk menutupi hal itu.”


“Apa yang harus kulakukan?” Yamane langsung to the point pada misinya.


“Sebarkan informasi palsu. Curi data dari pemerintah Filipina. Dan masukkan koin emas ini dan informasi palsu ke dalam brankas,” Sekimoto menyodorkan kantong warna coklat pada Yamane. Isinya adalah koin emas marufuku. “Jika tak mau, maka jangan lakukan.”


“Biasanya kau lebih arogan. Akan kulakukan. Ini demi Jepang, 'kan?”


Tapi tidak semua rencana berhasil seperti perkiraan. Misi yang dilakukan Yamane gagal. Ia ditangkap tangan tengah membobol sebuah brankas. Dan menurut mereka, itu karena Yuuki. Yamane kemudian dibawa ke sebuah tempat. Ia disiksa orang orang-orang asing, entah siapa. Pengkhianatan pertama yang dirasakan Yamane, justru oleh orang yang selama ini dihormatinya, Yuuki Tenmei.


Yamaneko tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya, dia mulai dicurigai sebagai agen ganda. Mengetahui hal itu, Yuuki Tenmei membuangnya. Dikhianati oleh Yuuki, Yamaneko seharusnya dieksekusi di Filipina. Yamaneko berhasil melarikan diri dari kematian dan kembali ke Jepang untuk membalas dendam pada Yuuki yang mengkhianatinya.



Kembali ke Jepang.


Yamane mengacungan senpi pada Sekimoto yang berhasil dihubunginya dan sekarang ditemuinya di atap sebuah gedung. Rasa benci menjalar dari diri Yamane, karena ia telah dikhianati. Tapi Yamane kalah cepat, dan sekarang ia yang terdesak.


“Di mana Yuuki?!”


“Yuuki Tenmei sudah mati. Itu yang kutahu,” ujar Sekimoto.


Saat tahu tujuan Yamane adalah balas dendam pada Yuuki, Sekimoto mengatakan kalau itu tidak berguna. Ia justru mengajak Yamane bekerja sama untuk merampas kembali negara ini dari Yuuki.


“Orang dengan semangat Jepang murni sudah menghilang dari negara ini. Kita menjadi lemah dan tak berharga. Dan itu karena kesalahan Yuuki. Selama masih ada dia, Jepang akan menjadi tempat berkumpul kaum hina dan perlahan akan hancur. Sebelum itu terjadi, mari ambil kembali negara ini dengan tangan kita.” Dan sekali lagi, ucapan Sekimoto mampu meyakinkan Yamane.



Pagi berikutnya


Sakura menemui Sekimoto di ruang interogasi. Ia menunjukkan file yang didapatnya dari Katsumura, “’S' itu kau, 'kan?” ujarnya to the point.


Sekimoto melirik sekilas file itu, “Yang benar saja, aku seorang detektif. Mana mungkin aku menolong mata-mata.”


“Tapi kau pernah menjadi anggota Keamanan Publik dalam waktu lama, 'kan?”


“Kau mencurigaiku berdasarkan naskah ini?” sindir Sekimoto.


“Bukan. Aku hanya ingin tahu orang seperti apa Yamaneko.”



Sakura kembali ke kursinya. Hatinya bimbang luar biasa, “Dalam dua tahun terakhir, aku mengejar dia karena kupikir dialah pembunuh ayahku. Tapi saat terbukti bukan, aku melepaskan kacamata pandanganku terhadapnya selama ini. Aku tak lagi mengerti. Kenapa Yamaneko menjadi pencuri.” Curhat Sakura pada det.Inui. Ia membahas soal naskah yang baru dibacanya itu. “Jika benar dia seperti yang tertulis dalam naskah ini, untuk menyingkirkan Yuuki Tenmei yang menjadikan Jepang negara menyedihkan seperti hari ini...”


“Kau sungguh berpikir Jepang saat ini adalah negara menyedihkan?” sindir det.Inui. “Kau tahu di mana Yamaneko, 'kan? Sudah kubilang, aku bisa melihat kebohonganmu.”


Tapi Sakura sama sekali tidak terkejut, “Inui-san. Apa kau pernah mempertimbangkan hal apa yang harus kau lakukan demi negara ini? Aku tak pernah memikirkan hal seperti itu.”


Det.Inui melunak, “Aku juga. Tapi, bagaimanapun Yamaneko memikirkan Jepang selagi dia bekerja sebagai pencuri. Kejahatan tetap kejahatan. Itu mutlak. Hanya satu hal yang bisa kita lakukan untuknya. Yaitu menangkapnya secepat mungkin. Dia membebani diri sendiri dengan segalanya. Dengan ditangkap mungkin cara supaya dia bisa melepaskannya.”


Sakura menepuk pipinya, menyadarkan diri, “Benar juga. Maaf, aku seperti ini. Aku harus pergi.” Pamitnya kemudian.


Det.Inui bahkan tak sempat mencegahnya, “Jangan pergi!” ucapnya lirih.



Sementara itu, seseorang mengendap-endap masuk ke apartemen Sakura, Katsumura a.k Chameleon. Ia menemukan Yamane masih tertidur di atas ranjang dan mendekatinya.


“Ada sesuatu yang ingin kau katakan pada Mao-chan dan Rikako-san?” Katsumura menunggu, tapi tidak ada jawaban. Ia bahkan mentowel pipi Yamane yang tetap tidak memberikan respon apapun. “Kurasa tidak ada. Membosankan.” Katsumura lalu beranjak pergi.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 09 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 15.10.00
Read more ...