SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 02 part 2. Samejima Reiji marah besar saat tahu karyawan yang pernah dipecatnya, Matsuda-san ternyata dicarikan tempat kerja baru di hotel milik saingannya, Stay Gold Hotel.


Tapi saat tahu kalau orang yang bertanggungjawab atas pekerjaan baru ini adalah Shibayama Misaki, kemarahan Reiji mengendur. Meski begitu, dia beradu argumen dengan Misaki. Sayangnya Misaki lebih unggul kemudian.



Huru-hara ini akhirnya membuat para staf berpikir untuk menghubungi bos Saty Gold Hotel, Presdir Wada agar membatalkan penerimaan terhadap Matsuda-san. Reiji ternyata mengintip dari balik pintu ruangannya. Perdebatan dengan sekretarisnya membuat Reiji akhirnya mengambil keputusan yang sangat tidak ‘Reiji banget’.


“Sekarang ,aku akan pergi menemui Wada, untuk menyampaikan salam,” ujar Reiji keluar dari pintu sebelah. Ini membuat para karyawan keheranan. “Meminta dia mengurus seorang mantan pegawai. Juga dengan kerendahan hati memberikan sekotak kue, itu adalah tanggungjawab pimpinan.” Reiji lalu mengajak sekretarisnya pergi.


Para karyawan itu hanya bisa menganga tak percaya dengan sikap Reiji yang berubah sama sekali.



Diantar sopir dan sekretarisnya, Reiji tiba di depan Stay Gold Hotel. Dia diterima langsung oleh presdir Wada. Dengan sikap tiba-tiba ini, presdir Wada juga curiga, jangan-jangan Reiji punya rencana.


“Tentu saja tidak. Sebagai mantan atasan, hal ini sudah sewajarnya,” Reiji memaksakan senyumnya.


Sekt.Maiko lalu meminta kedua presdir itu untuk berjabat tangan. Lalu dia sendiri mengambil foto keduanya. Presdir Wada tampak tersenyum seperti biasa. Sementara itu Reiji tampak sangat memaksakan senyumnya.



Kantor pusat Samejima Hotel heboh. Para karyawan itu membuka email mereka dan melihat foto yang tadi diambil oleh sekt.Maiko. Tampak presdir Wada dan presdir Reiji bersalaman dengan wajah tersenyum.


“Foto ini seperti Obama dan Putin!”



Reiji kembali ke kantornya. Di depan lift, ditemuinya salah satu karyawannya memarahi karyawan yang lain karena terlambat. Orang yang terlambat mengaku kalau itu bukan salahnya, karena itu masalah kereta yang mengalami penundaan. (kemungkinan keterlambatan kereta di Jepang sangat kecil. Sehingga alasan terlambat karena kereta sepertinya akan sulit diterima di sana )


“Ada apa, Maruta? Maafkan saja dia,” ujar Reiji.


“A... apa anda yakin, Pak?” sang karyawan hanya bisa bengong mendengar ucapan Reiji yang sama sekali tidak terduga ini.



Di kesempatan lain, Reiji juga terus menguping pembicaraan para karyawannya. Saat itu salah satu karyawan mengatakan kalau di luar sedang hujan. Beberapa dari mereka mengaku tidak membawa payung karena berpikir hari akan cerah.


Tahu ada kesempatan, Reiji mengambil setumpuk payung dari ruangannya dan membawanya keluar. “Kalian semua beruntung. Ada banyak stok payung di lokerku. Silakan gunakan sesuka kalian.”


Para karyawan kembali dibuat terkejut oleh sikap sang presdir, sekaligus senang. Reiji yang kembali ke ruangannya masih terus menguping obrolan para karyawan. Ia benar-benar ingin bersikap baik pada para bawahannya itu. Sayangnya, orang yang dingin dicuri perhatiannya, Misaki, justru tidak mengambil payung yang disediakan oleh Reiji karena sudah membawa payung sendiri.



Reiji berjalan keluar dari kantornya. Di depan, ia melihat dua anak kecil tengah meletakkan anjing di dalam kardus. Anjing itu rupanya tidak punya rumah. Tanpa ragu, Reiji pun mengambil anjing itu dan mengatakan pada dua anak tadi, kalau ia akan memeliharanya. Selain kedua anak tadi yang dibuat senang oleh Reiji, ada karyawannya juga yang melihat semua itu.


Tidak lama setelahnya, Misaki juga keluar dari kantor. Sayangnya Misaki tidak terlalu tertarik apalagi terkesan dengan sikap Reiji yang berbaik hati mengambil anjing itu. Misaki hanya menyapa sekadarnya dan berlalu pergi. Bahkan Reiji hanya dibuat bengong karen lagi-lagi usahanya menarik perhatian Misaki, kembali gagal.



Para karyawan makan malam bersama di sebuah restoran. Dan tema obrolan mereka malam itu adalah sang bos, presdir Reiji.


Dari Reiji yang tiba-tiba saja begitu perhatian, memberikan payung untuk mereka. Reiji yang menraktir jus saat makan siang. Lalu Reji yang perhatian dan mengingatkan agar karyawannya tidak sakit. Reiji yang memaafkan keterlambatan salah satu karyawannya. Hingga Reiji yang berbaik hati mau memelihara anjing yang tidak punya rumah. Mereka berpikir sikap Reiji berubah sejak kasus Matsuda-san.



Reiji pulang ke rumah mewahnya bersama sekt.Maiko dan sopir Katsunori-san. Sekt.Maiko memuji sikap Reiji belakangan terhadap karyawan. Ia tampak lebih baik di depan paran karyawan, dan tentu saja di depan Shibayama Misaki.


“Presdir, saya tak mau berpikiran buruk tapi, apa mungkin anda kehilangan ketertarikan padanya?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


Tapi Reiji ternyata memikirkan hal lain, “Aku tahu! Sebenarnya aku bukan ingin terlihat sebagai pria toleran. Yang perlu ku lakukan hanya berbincang dengannya! Apa saja boleh selama tidak berhubungan dengan pekerjaan. Tidak, jika dia ingin bicara, tak masalah meski kami harus membicarakan Wada. Saat ini, sebaliknya aku tidak ingin bersikap tergesa-gesa padanya. Itulah yang aku inginkan.”


“Pak, hal yang anda maksud itu disebut kencan,” ujar sekt.Maiko menyimpulkan. “Bukankah lebih baik jika anda mengajaknya kencan?”


“Hal itu tidak mudah,” Reiji mengelak cepat.


Sekt.Maiko lalu menceritakan kalau Misaki punya jadwal bertemu perusahaan pemasaran di hari Sabtu, artinya dia masuk kerja di hari libur. Tapi Reiji mengelak kalau ia tidak punya pekerjaan hari itu. Menurut sekt.Maiko, bukan hal aneh kalau Reiji yang seorang presdir datang ke kantornya sendiri. Tapi Reiji terus saja menyebutkan alasan.


“Bukankah ini kesempatan yang anda tunggu untuk melakukan percakapan santai dengannya?” bujuk sekt.Maiko lagi.



Dan benar saja seperti yang diceritakan oleh sekt.Maiko. Hari itu Sabtu, hari libur kantor tapi Shibayama Misaki tetap masuk seperti biasa. Dia bertemu dengan dua orang perwakilan dari perusahaan pemasaran.


Kantor benar-benar tampak sepi. Tidak ada pegawai lain yang datang ke kantor hari itu. Misaki menjelaskan semua detail yang diminta klien itu dengan lancar soal fasilitas apa saja yang diberikan hotel. Termasuk fasilitas khusus untuk anak-anak.



Hari itu, masih pagi. Reiji akhirnya memutuskan mengikuti saran sekretarisnya. Ia membawa serta anjingnya untuk jalan-jalan. Tapi Reiji tampak kesulitan mengajak anjing itu berjalan, karena si anjing terus saja berputar-putar di kaki Reiji.


“Berapa lama dia akan sampai ke kantor?” sekt. Maiko bersama sang sopir menunggu dalam mobil Mereka memerhatikan Reiji yang tengah berjalan di depan, agak kesulitan.


“Dengan kecepatan ini, aku yakin akan memakan waktu satu setengah jam,” ujar Katsunori-san, si sopir.


“Dia memilih berjalan kaki padahal kita bisa mengantarnya hingga ke dekat kantor.Aku sama sekali tak mengerti,” komentar sekt.Maiko.


Katsunori-san menanggapinya sebagai bentuk usaha Reiji karena tidak mau berbohong soal perasaannya. Padahal sebenarnya usaha ini, berjalan-jalan di hari libur lewat depan kantor sebenarnya juga modus alias bohong. Belum lagi jalan-jalan bersama anjing.


Setelah beberapa lama berjalan, Reiji menelepon sekt.Maiko, “Mengikutiku dari belakang terasa tidak nyaman, jadi kalian pulang saja.” ujar Reiji kemudian.


“Tapi anda akan pulang dengan apa?” sekt.Maiko khawatir.


“Aku sedang mengajak anjing jalan-jalan. Jadi sudah tentu aku akan pulang dengan berjalan kaki. Jangan khawatirkan soal itu,” pinta Reiji lagi.


Sekt.Maiko hanya mengiyakan permintaan bosnya itu. Ia dan Katsunori-san saling pandang sebelum akhirnya setuju untuk pulang dan tidak mengikuti Reiji lagi.



Reiji sudah sampai di depan gedung kantornya. Tapi belum ada tanda-tanda kehadiran Misaki sama sekali. Ia bahkan menggendong si anjing yang teru saja ribut. Hingga saat nyaris menyerah dan berbalik pulang, Reiji dikejutkan dengan kehadiran Misaki.


“Aku ada pertemuan dengan perusahaan pemasaran,” ujar Misaki saat ditanya oleh Reiji.


“Oh, begitu. Terima kasih sudah bekerja di hari libur,” ujar Reiji dengan canggung.


“Anda sendiri, Pak?”


“Seperti yang kau lihat, Aku sedang jalan-jalan dengan anjing,” Reiji kembali mencoba menarik perhatian Misaki. “Melihat anjing yang malang aku merasa tidak tega dan membawanya pulang bersamaku. Kurasa aku pria yang terlalu baik tapi...”


Tapi Misaki sudah lebih dulu tertarik dengan si anjing hingga tidak terlalu memerhatikan ucapan sang presdir. Puas menyapa si anjing, Misaki pun pamit pergi.



Usaha Reiji nyaris gagal hingga akhirnya ia kembali memanggil Misaki.


“Aku ... punya sesuatu yang ingin ku katakan padamu. Jika kau tidak keberatan, bisakah kau dan aku...kita berdua memikirkan nama anjing ini?” Reiji mencari alasan. “Dia masih belum memiliki nama. Aku membeli buku ensiklopedia nama tapi. Aku kesulitan menemukan nama yang cocok.”


Misaki heran, “Kenapa aku?”


“Karena...kau boleh juga.” Reiji gelagapan mencari alasan yang tepat, hingga dia hanya mengatakan hal tidak penting.


Misaki tersenyum mengerti, “Aku mengerti. Aku akan menemukan nama yang bagus hingga Hari Senin nanti.”


Misaki lalu minta izin untuk mengambil foto si anjing. Tapi Reiji justru mengusulkan agar Misaki berfoto bersama si anjing dan dia yang mengambil gambar mereka. Misaki setuju lalu memberikan ponselnya pada Reiji.


Sangat senang, Reiji justru mengambil foto tidak fokus pada si anjing. Ia justru fokus pada wajah Misaki. Beberapa foto diambil Reiji dengan ponsel Misaki. Ia pun mengusulkan agar mengambil juga dengan ponselnya—sebagai alasan untuk mendapatkan foto Misaki. Tapi Misaki menolak dan mengatakan sudah cukup.



Reiji melanjutkan jalan-jalannya. Ia berhenti di dekat perahu yang bersandar, masih senyum-senyum karena pertemuannya tadi dengan Misaki. Tapi dua orang anak yang kemarin meletakkan anjing di dalam kardus mendatanginya bersama seorang wanita. Wanita itu mengaku sebagai pemilik si anjing dan meminta kembali anjing itu dari Reiji.


Merasa punya janji, Reiji enggan melepaskan si anjing. Karena anjing itulah alasan ia bisa berbicara dengan Misaki. Reiji bahkan bersedia membayar berapapun untuk anjing itu. Sayangnya si empunya berkeras mengambil anjing itu. Dan dengan terpaksa Reiji pun harus merelakannya.


“Jika janji itu jadi tak berguna, pikirkan saja rencana lain,” saran salah satu anak.


“Rencana lain... apa itu?” tanya Reiji.


“Kau harus memikirkannya sendiri. Yang tahu apa hal yang akan menyenangkan wanita itu bukan kami. Tapi kau, Oji-san!” ujar salah satu bocah itu. Mereka berdua lalu beranjak pergi dengan senyum-senyum, berhasil mengejek Reiji.



Reiji kembali ke kantor. Ia mengacak-acak kotak di dalam ruangannya, mencari sesuatu. Saat itu senja sudah mulai menjelang. Tapi Reiji tidak menemukan yang ia cari. Reiji memutuskan menyerah. Di depan kantor, sudah datang Katsunori-san yang datang menjemputnya.


“Oh... maaf,” Reiji menyesal sudah meminta supirnya itu pulang tapi sekarang minta dijemput lagi.


“Sama sekali tidak.”



Hari lain


Jam makan siang sudah datang. Kali ini para karyawan kompak untuk makan siang bersama. Tahu ada kesempatan, Reiji buru-buru menyusul mereka di depan lift dan mengatakan akan bergabung. Beberapa karyawan bereaksi khawatir, akan terjadi insiden seperti saat pesta untuk karyawan baru sebelumnya. Tapi Reiji tampak tidak peduli.


Reiji bersama para karyawan akhirnya makan bersama di sebuah restoran China. Seperti yang lalu, suasana agak kaku. Tapi, setelah selesai makan, Reiji mengeluarkan tempat kecil buatan Matsuda-san dari sakunya. Ia sengaja mengangkat tinggi-tinggi benda itu, agar anak buahnya menyadari.


Sedikit terbata, Reiji mulai bicara, “Oh... Terserah pada Matsuda. Tapi jika dia masih ingin bekerja bersama kita, maukah kau mengatakan padanya untuk kembali?” sebenarnya Reiji mengatakan ini pada Misaki. Tapi seolah mengatakan pada semuanya.


Mendengar semua itu, para karyawan tersenyum senang dan lega. Mereka bahkan mengucapkan terimakasih pada Reiji.


“Juga katakan hal sama pada penyambut tamu itu,” lanjut Reiji. “Ya, tidak adil jika hanya Matsuda yang diperbolehkan kembali. Tapi...! Ini adalah proyek rahasia. Aku minta kalian untuk tak membocorkan masalah ini pada staf di Hakone.”


Para karyawan itu mengiyakan permintaan sang bos. Mereka mengangguk mengerti dan setuju untuk tutup mulut.



Dan usaha Reiji sepertinya berhasil. Matsuda-san dan si penerima tamu, Dazai-san akhirnya kembali ke hotel di Hakone. Mereka disambut hangat oleh manager hotel dan juga para karyawan lainnya.


Sementara itu, Reiji memerhatikan mereka dari lantai atas, “Hal semacam itu membuat mereka sebahagia ini?” pertanyaan Reiji yang diiyakan oleh sekretarisnya.


Para karyawan yang sedang reuni itu pun melihat bos mereka di lantai atas. Lalu memberikan senyum dan hormat pada Reiji yang dibalas Reiji dengan sedikit anggukan.



Reiji sudah di pintu depan bersiap pulang. Saat itu si penerima tamu yang baru kembali bekerja yang mengantarkannya. Ia merasa sangat berterimakasih karena sudah diijinkan untuk bekerja kembali. Reiji bahkan bertanya soal bayi si penerima tahu itu. Disebutkannya jika bayinya baru lahir dua hari silam, tetapi ia kesulitan mencarikan nama untuknya.


Reiji teringat sesuatu. Ia pun mengambil buku ensiklopedia nama yang sempat dibelinya. (tadinya untuk mencari nama anjing). Reiji pun memberikan buku itu pada di penerima tamu.


“Anda baik sekali bersusah payah memberikan ini pada seseorang seperti saya,” si penerima tamu sangat terkesan dengan sikap bos-nya yang sama sekali berbeda ini.


“Jangan pikirkan soal itu. Tugas pimpinan untuk peduli pada setiap pegawainya benarkan?” ujar Reiji masih dengan canggung.



Obrolan para karyawan masih seputar bos mereka, Samejima Reiji yang belakangan berubah total. Dan si narsis Ieyasu pun mengatakan kalau si bos berubah setelah makan siang bersamanya. Ide ini jelas ditolak mentah-mentah oleh karyawan lainnya.


Mereka sudah tidak heran dengan kenarsisan karyawan satu ini dan memilih mengabaikannya saja. Daripada mendengarkan ocehan Ieyasu yang lebih banyak bualannya, para karyawan ini memilih melanjutkan saja pekerjaan mereka.



“Bisa tolong tanda tangan?” pinta Mahiro pada ketua tim Goro-san. Karyawati satu ini justru berusaha menarik perhatian sang ketua tim.


“Tentu, berikan padaku,” ujar ketua tim Goro-san.


Tapi dasar Mahiro yang ke-geer-an, dia langsung terlalu bahagia diberi senyum oleh ketua tim Goro-san. Mahiro menyusul Misaki yang tengah mempersiapkan rapat di ruangan sebelah dan pamer soal senyum ketua tim Goro-san.


“Kau punya seseorang seperti itu? Seseorang di dalam perusahaan yang bisa membangkitkan semangatmu saat kau melihatnya?” tanya Mahiro.


Misaki berpikir, “Tidak terpikirkan siapapun,” ujarnya kemudian.


“Sayang sekali jika kau tidak punya. Itu satu-satunya yang membuat hari-hari kita yang membosankan menjadi berwarna. Jangan abaikan perkataanku. Aku serius,” rajuk Mahiro kemudian yang hanya ditanggapi Misaki dengan senyum saja.



Reiji berjalan keluar dari lift dan berpapasan dengan Misaki. Saat itu keinginannya untuk disapa Misaki pun berhasil. Reiji tampak sangat senang dan penasaran. Tapi ia tetap memasang wajah se-cool mungkin.


“Sepertinya anda sudah menemukan pemilik anjing itu,” ujar Misaki.


“Oh... benar.”


“Aku ikut senang untuk anjing itu, tapi aku sedikit kecewa. Aku sudah memikirkan beberapa nama yang sangat bagus...nama yang cocok untuk anjing itu,” ujar Misaki lalu pamit pergi.



Reiji asyik mengotak-atik laptopnya. Saat itu sekt.Maiko yang datang bahkan dihalangi saat ingin tahu apa yang dilakukan Reiji. Tapi sang sekretaris lebih tahu dari siapapun soal bos-nya ini.


“Presdir, tolong berhenti mencari anjing hanya agar Shibayama Misaki bisa menamainya.”


“Aku hanya mencari tahu jenis-jenis anjing,” elak Reiji.


“Jujur saja, memelihara anjing tidak cocok untuk anda. Anda belum pernah membesarkan anjing sebelumnya, 'kan?”


“Sudah ku katakan aku tahu, 'kan?” elak Reiji.


“Sebelum mencari di website anjing, ada sesuatu yang harus anda lakukan. Segeralah ajak dia berkencan,” saran sekt.Maiko.


“Jika saja melakukannya semudah bicara!” Reiji merajuk.


Sekt.Maiko kembali mengingatkan, “Jika anda terlalu santai, maka akan terlambat untuk pesta. Sebelum menyadarinya, waktu dua bulan sudah berlalu.”


“Aku tahu! Kau menjengkelkan sekali!” Reiji manyun-manyun pada sekretarisnya itu, membuat sekt.Maiko keheranan. (ngambeknya Reiji unyuuuuu)



Ketua tim Goro-san menemui presdir Wada dan minta maaf soal Matsuda-san.


Tapi presdir Wada menanggapinya dengan santai, “Tidak masalah. Dia memberiku sekotak kue sebagai ucapan permintaan maaf. Selain itu, ada orang lain di Samejima Hotel yang aku inginkan.”


Ketua tim Goro keburu ge-er, “Bisa beri aku waktu sedikit lebih lama untuk berpikir?”


“Oh, bukan kau. Shibayama Misaki.”


“Kenapa kau bisa tahu dia?” ketua tim Goro-san tidak menyangka kalau nama itu yang keluar.


“Karena orang pertama yang tertarik padanya adalah aku. Saat di Paris... “ ujar presdir Wada dengan senyum penuh arti.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 03 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Ada yang tanya, sebenarnya presdir Wada ini jahat atau baik? Na sendiri belum punya jawabannya. Ntar simpulkan sendiri aja ya, setelah simak episode-episode berikutnya.

Bening Pertiwi 15.07.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 02 part 1. Kehidupan damai dan membosankan Samejima Reiji, bos jaringan hotel Samejima, mendadak berubah karena kehadiran sang karyawan baru. Mulanya Reiji hanya ingin menjadikannya wanita yang bisa diajak ke pesta asosiasi hotel. Tapi semuanya berubah.


Semangat Reiji mendadak sirna saat sekretarisnya melaporkan kalau wanita incarannya, Shibayama Misaki ternyata sudah punya pacar. Dan lagi, pria itu adalah seorang pria Belgia bernama Gabriel.



Rasa campur aduk membuat Reiji keluar dan menghampiri Misaki di mejanya. Tapi melihat tatapan Misaki, Reiji tidak berkutik.


“Aku pinjam...stepler,” hanya itu yang keluar dari bibir Reiji.


Meski bingung, Misaki pun memenuhi permintaan sang bos. Ia mengambilkan stapler dan memberikannya pada Reiji. Setelahnya Reiji langsung berbalik kembali ke ruangannya, tanpa berkata apapun lagi.



Canggung, kesal, marah dan ... campur aduk perasaan Reiji. “Mana mungkin aku bisa menanyakannya,” keluh Reiji di depan sekretarisnya.


“Jika anda memikirkan pandangan pegawai lain, panggil saja dia kemari,” saran sekt.Maiko.


“Itu bukan ide bagus!” elak Reiji cepat. “Apa pegawai mau menuruti atasan yang memanggil anak buahnya ke kantornya hanya untuk menanyakan apa dia punya pacar atau tidak? Seorang pemimpin yang berambisi menjadi hotel terbaik di dunia tidak boleh melakukan hal memalukan seperti itu!” Reiji menyetapler dokumen di tangannya berkali-kali.


Sekt.Maiko terdiam sebentar, “Lalu kenapa kita tak bertanya Miura Ieyasu? Aku mendengar soal ini dari Miura.” Sekt.Maiko menjelaskan kalau Ieyasu ini salah satu karyawan Reiji yang sekarang sudah bekerja di tahun kedua.


Reiji pun mengintip keluar dari ruangannya dan mengerti yang dimaksud oleh sekretarisnya itu. Dia tampak terkesan dengan si Ieyasu ini yang tampak begitu mudah bergaul dan akrab dengan semua orang.


“Masalahnnya adalah bagaimana cara anda mendekati dia?”



Obrolan di antara para karyawan masih seputar Matsuda-san, seorang petugas kebersihan yang dipecat Reiji sebelumnya. Yang bertugas untk mencarikan pekerjaan baru untuk Matsuda-san adalah Misaki. Dan menurut Misaki, lamaran untuk pekerjaan baru Matsuda-san sudah disampaikan dan tinggal menunggu jawaban.


Obrolan mereka berubah sedikit mello. Menurut para karyawan, Matsuda-san ini salah satu karayan yang paling mengesankan. Pernah pada suatu acara ulang tahun perusahaan, Matsuda-san membagi-bagikan kantong kecil buatan tangan untuk para karyawan yang lain.



Jam makan siang


Sementara rekan-rekannya masih asyik mengobrol, Ieyasu beberapa kali melihat jam tangannya. Dan setelah tepat masuk waktu makan siang, dia langsung ngacir menuju lift.


Belum sempat lift tertutup, Reiji tiba-tiba saja menyusul masuk lift juga. Ieyasu berdiri dengan canggung di dekat bosnya ini. Tapi akhirnya ia berusaha menyapa dengan sipan. Obrolan soal rencana makan siang dan tempatnya pun jadi tema mereka.


“Sejak pagi tadi aku ingin mencoba makan di restoran Cina Gia,” aku Ieyasu.


“Kebetulan. Sejak pagi aku juga ingin makan masakan Cina,” ujar Reiji pula.



Trik ini rupanya membuat Reiji berhasil makan siang dan bicara dengan Ieyasu. Dengan basa-basi, Reiji bertanya soal para karyawan baru, apa mereka bisa beradaptasi dengan baik di tempat kerja atau tidak.


Tapi dasar Ieyasu, dia justru berpikir soal dukungan pada dua karyawan baru. Hiroma Mahiro atau Shibayama Misaki. Menurut Ieyasu, karyawan lain lebih suka dengan Mahiro yang lebih ceria. Tapi ada juga yang berpikir kalau Misaki adalah pekerja keras.


“Soal pegawai baru... Apa benar bahwa dia punya pacar orang luar negeri?” Reiji bicara senormal mungkin agar tidak dicurigai.


Dan Ieyasu pun mengiyakan itu. Ia mengaku pernah mendengar Misaki bicara di telepon dalam bahasa Prancis. Dan di situ, Ieyasu mendengar kata ‘Belgia’ dan ‘Gabriel’. Artinya info ini Cuma spekulasi si Ieyasu saja. Reiji nyaris kesal dibuatnya. Tapi Ieyasu mengaku sangat yakin.


“Menurutku kau hanya menyebarkan informasi tidak jelas,” komentar Reiji, kecewa.


“Tenang saja, Pak. Hari ini, akan kupastikan masalah ini!” ujar Ieyasu yakin. “Aku akan pergi minum-minum dengan pegawai lain. Jadi jika dia punya masalah dengan pacarnya, ‘Cepat, putus saja dengannya!’ Akan ku katakan itu padanya. Tapi, kenapa anda peduli soal Misaki-chan?” Ieyasu mulai curiga.


Reiji mencari alasan, “Untuk menciptakan tempat kerja dimana pegawai bisa berkonsentrasi pada pekerjaan mereka... itu juga pekerjaan presdir!” tapi Reiji mengingatkan kalau ini adalah misi rahasia antara dia dan Ieyasu saja.



Malam itu Reiji makan malam sendirian di rumah mewahnya. Tapi ia tak berhenti menatap ponsel, menunggu kabar dari Ieyasu. Kabar itu pun datang. Ieyasu mengirim pesan kalau misi akan segera dimulai lengkap dengan foto Misaki yang tengah termenung, agak jauh. Beberapa kali Reiji mendekatkan tampilan foto Misaki dengan penasaran.


Waktu berlalu. Ponsel Reiji kembali berbunyi saat ia tengah mencuci piring. Tapi Reiji dibuat kecewa karena ternyata hanya laporan perkembangan penyelidikan, lengkap dengan foto Ieyasu.


Meski sudah berada di balik selimut, Reiji masih saja mengecek ponselnya. Ieyasu melapor kalau misi berhasil, tapi baru akan memberikan laporan besok pagi.



Reiji nyaris saja mengamuk kalau saja Ieyasu tidak mengiriminya foto Misaki. Dalam foto baru itu, tampak wajah Misaki yang lebih dekat. Misaki tersenyum sambil menutupi sebagian wajahnya dengan tangan.


Wajah kesal Reiji berubah seketika. Bukan lagi marah atau kesal. Tapi wajah ... mupeng.




“Anda kurang tidur?” tanya sekt.Maiko saat menuangkan kopi ke gelas di meja Reiji.


“Aku kesulitan tidur,” aku Reiji.


Saat itu kepala Ieyasu nongol dari balik pintu dan minta izin untuk masuk. Ia mengaku ingin membicarakan soal proyek mereka. Reiji meminta agar dilakukan dengan cepat. Tapi dasar Ieyasu, ia pun meminta sekt.Maiko untuk keluar. Sekt.Maiko tampak kaget dan melirik ke arah Reiji untuk minta persetujuan. Reiji pun mengangguk menyetujuinya.


“Dan bisa tolong buatkan aku kopi? Gula dan krimer masing-masing dua sendok teh,” pinta Ieyasu pada sekt.Maiko. Dia mulai ngelunjak.



Dari luar, tampak kalau Ieyasu menutup dinding kaca ruang presdir. Ini membuat rekan-rekan kerjanya bertanya-tanya. Dan ini jadi obrolan menarik mereka. Ada yang berpikir kalau mungkin saja Ieyasu akan segera dipromosikan. Tapi ada juga yang berpikir tidak mungkin, karena promosi dipertimbangkan sesuai lama masa kerja.


Mereka baru sadar kalau Misaki tidak tampak dari tadi. Salah satu dari mereka mengatakan kalau Misaki pergi menemui Matsuda-san kembali.



Misaki menemui Matsuda-san di sebuah kafe. Tampak Matsuda-san sangat senang karena sudah dibantu untuk mendapatkan pekerjaan kembali.


“Sangat disayangkan aku harus meninggalkan Samejima Hotel. Tahun ini aku bisa mendapat pekerjaan kembali tanpa menemui kesulitan, terima kasih atas bantuannya,” ujar Matsuda-san.


Misaki tersenyum, “Diantara para tamu tetap kami, Sepertinya ada banyak dari mereka yang kembali ke Hakone setiap tahun karena keberadaanmu disana,” cerita Misaki.


Matsuda-san tampak sangat senang diberitahu hal ini oleh Misaki. Ia merasa tersentuh dan penting, meski ia hanyalah seorang petugas kebersihan. Matsuda-san lalu menyodorkan kantong kecil buatan tangannya lagi. Salah satunya ia minta diberikan kepada presdir. Matsuda-san juga mengucapkan terimakasih dan titip salam untuk para karyawan yang lain.



Dengan kopi di depannya, Ieyasu mulai laporannya. Tapi ia mengawalinya dengan sedikit berbelit, membuat Reiji sedikit kesal.


“Yang ingin ku ketahui adalah, jika pegawai baru itu memiliki pacar orang Belgia,” desak Reiji makin tidak sabar.


“Apa aku harus melaporkannya sekarang?” akhirnya Ieyasu mulai bicara lebih serius, “Setengah dari tebakanku benar. Pria yang bicara dengannya via telpon adalah orang Belgia bernama Mirco. Soal Gabriel, sepertinya aku salah dengar. Tapi, hal luar biasa bahwa aku bisa menebak pria yang dia ajak bicara adalah orang Belgia, 'kan?” ujar Ieyasu sok bangga.


“Pria bernama Mirco itu, siapa dia?”


“Mereka sama-sama bekerja di hotel di Paris. Dia mantan pacarnya.”


“Mantan pacar?” Reiji mulai tertarik.


Ieyasu lalu menceritakan obrolannya malam itu. Misaki mengaku kalau ia sudah putus dari pacarnya itu. Meski begitu, si mantan rupanya masih saja terus menghubungi Misaki seperti seorang penguntit. Bahkan mengatakan ‘kau tidak bisa melakukan apapun, meski sudah kembali ke Jepang’. Untuk membuat si mantan ini menyerah, akhirnya Misaki mengaku kalau ia sudah punya pacar baru dan meminta untuk tidak menghubungi lagi. Setelah mendengar kebohongan ini, si mantan pun akhirnya berhenti menghubungi Misaki.


“Dia sudah memutus hubungan dengan mantan pacarnya dan sekarang dia berusaha keras untuk fokus pada pekerjaan. Jadi tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan,” Ieyasu menutup ceritanya.


“Begitu,” bibir Reiji tertarik sedikit, ia merasa lega.



Malam itu, seperti biasa Reiji diantar pulang oleh sekretaris dan sopirnya. Meski tahu kalau Misaki sudah putus dari pacarnya, ternyata ini masih belum membuat Reiji lega. Masih ada yang mengganjal dalam pikirannya.


“Apa bagusnya? Hingga belakangan ini, Dia berkencan dengan pria asing, 'kan?”


“Kenapa dengan hal itu?” sekt.Maiko heran.


“Kau pikir aku bisa menerima wanita seperti itu setelah tahu yang sebenarnya?” Reiji ngambek. Ia memandangi malam dengan wajah ditekuk dari kursi belakang mobilnya.



“Bagaimanapun, ku putuskan membatalkan rencana untuk membawanya ke pesta,” ujar Reiji. Ia sudah sampai di rumah mewahnya bersama sekt.Maiko yang masih menemaninya bicara.


“Anda yakin akan membatalkan rencana itu?”


“Hingga saat ini, apa pernah aku menarik kembali keputusanku?” tantang Reiji.


“Anda menyerah karena alasan yang sangat konyol,” sindir sekt.Maiko.


Rupanya Reiji masih belum bisa menerima kalau sebelumnya Misaki pernah kencan dengan pria asing. Menurutnya, kalau mantan Misaki adalah orang Jepang, Reiji merasa lebih baik.


Sekt.Maiko lalu mengaku kalau sebelumnya ia juga pernah kencan dengan seorang pria Hawaii. Reiji memang tidak tahu itu. Tapi menurut sekt.Maiko, bukan hal aneh kalau wanita Jepang saat ini pernah kencan dengan pria asing.


Tapi Reiji masih tetap berkeras dengan rasa tidak sukanya. Ia sendiri tidak tahu kenapa. Yang jelas Reiji sama sekali tidak suka dengan fakta kalau Misaki pernah kencan dengan pria asing. “Bagaimanapun, ide soal mengencani pria asing adalah hal yang sulit diterima.”


“Tapi dia berada di Paris selama 3 tahun, mau bagaimana lagi jika dia jatuh cinta dengan pria asing.”


Reiji makin nyinyir, “Aku bertaruh dia dan pria Belgia itu setiap hari berciuman di jalan-jalan di Paris. Di cafe terbuka juga. Bahkan di stasiun kereta api. Bahkan saat orang melihat, mereka tidak ragu untuk berciuman.”


“Pikiran anda terlalu jauh,” ujar sekt.Maiko lagi.


“Lalu apa? Dia akan menganggap aku aneh?” Reiji mulai merajuk.


“Bukan aneh... tapi tidak toleran. Pria yang mempersoalkan masa lalu pasangannya, tak bisa memaafkan isu-isu remeh, sayangnya tidak populer.”


“Lagi-lagi kau membawa soal "tidak populer"?” Reiji makin ngambek.


“Seorang wanita akan berusaha mencari tahu batas toleransi seorang pria. Ingin mempercayakan diri mereka pada seorang pria yang lapang dada, yang selalu percaya diri dan memiliki toleransi tinggi. Inilah harapan para wanita.”


“Jangan menguji rasa toleransiku,” elak Reiji.


“Lalu, apa anda benar-benar akan menyerah soal dia?”


“Untuk kesekian kalinya, ya, aku yakin! Saat ku katakan berhenti, aku akan berhenti!”


Merasa ucapannya sudah tidak didengarkan lagi oleh si bos, sekt.Maiko memilih pamit pulang. (susah kali ya punya bos kayak gini)



Misaki baru selesai di pemandian. Setelah menghabiskan botol susunya, ia mengenakan lipgloss-nya kembali. Misaki memandangi tempat kecil pemberian Matsuda-san yang digunakannya sebagai tempat lipgloss itu. Ada yang tengah dipikirkan oleh Misaki soal Matsuda-san.



Reiji baru saja selesai mandi, rambutnya masih basah. Seperti sudah kebiasaan, Reiji membuka lemari es-nya. Dan di sana, masih ada sederet susu botol yang sempat dibelinya. Reiji mengulurkan tangan hendak mengambil salah satunya, ragu dan akhirnya batal mengambil susu. Reiji akhirnya terduduk di lantai depan lemari es-nya. Hatinya masih kacau, memikirkan soal Misaki.



Pagi berikutnya, Reiji berangkat ke kantor seperti biasa. Tapi kali ini, di mobil Reiji lebih banyak diam. Sekt.Maiko dan sopirnya pun hanya saling pandang dan lirik ke arah Reiji. Tapi Reiji hanya balas meriki sekilas dan tetap tidak mengatapan apapun.


Reiji justru asyik memandangi ponselnya. Ia terus saja menggerak-gerakan foto Misaki yang kemarin dikirimkan oleh Ieyasu padanya. (Reiji galau, kekekekeke)



Kantor heboh. Karyawan ribut karena tahu kalau Matsuda-san ternyata diterima bekerja di Stay Gold Hotel, hotel milik presdir Wada, saingan dari hotel Samejima. Ada yang berpikir kalau itu bukan masalah bagi mereka, lantaran Matsuda-san sudah tidak jadi karyawan mereka lagi.


“Cara berpikir umum seperti itu tidak berlalu untuk presdir kita,” ujar yang lain.


Mereka pun seperti biasa merumpikan si bos, Samejima Reiji. Reiji dikenal terlalu sensitif soal saingannya, hotel milik presdir Wada. Selain itu, Reiji juga dikenal sangat mudah memecat karyawannya hanya karena satu kesalahan kecil saja.


“Bukankah lebih baik menghentikannya sebelum presdir tahu?” usul yang lain. “Proses penerimaan kerja Matsuda-san di Gold Hotel.”


Sayangnya itu sudah terlambat. Apalagi dalam beberapa hari ke depan akan ada wawancara oleh sebuah majalah dengan bintang tamu kedua presdir hotel, presdir Wada Hideo dan presdir Samejima Reiji.



Dan benar saja, wawancara itu memang telah dijadwalkan. Reiji bersama sekretarisnya datang lebih dulu. Reiji protes karena kursinya tampak lebih kecil. Tapi sekt.Maiko berkeras mengatakan kalau itu sama saja.


Tidak lama setelahnya, presdir Wada datang dan menyapa Reiji dengan hangat. “Oh ya, soal pegawai dari hotelmu, Matsuda-san, 'kan? Kau tak keberatan dia bekerja pada kami, 'kan? Yah, aku mendengar sesuatu. Bahwa dia cukup dihormati dan pegawai yang setia. Tapi kenyataannya, kau memecatnya tanpa ragu?” sindir presdir Wada.


Reiji berusaha tersenyum dan mengendalikan diri, “Aku tak percaya, kau mengicar seorang pegawai yang menerima tanggungjawab besar dari kami.”


Dan perdebatan keduanya pun tak terhindarkan lagi. Presdir Wada terus saja memojokkan Reiji dan membuatnya tampak konyol. Yang paling parah menyindir soal peringkat hotel Samejima yang berada pada posisi 17. Tapi Reiji mengoreksinya cepat, kalau itu peringkat 13.


“Apa kau bisa mewujudkan impian masuk Top 10 tahun depan?” sindir presdir Wada lagi.


“Jika kau punya masalah, sekaranglah waktu yang tepat untuk mengatakannya,” balas Reiji lagi.


“Aku hanya bercanda. Kau tahu, wanita membenci pria yang tidak toleran.”


Tapi Reiji menanggapinya dengan serius, “Yang sungguh aku benci adalah orang yang terus mengatakan"Aku hanya bercanda".”


Presdir Wada bahkan sempat memuji sekt.Maiko membuat sang sekretaris tersipu. Tapi lirikan Reiji membuat sekt.Maiko langsung mengembalikan sikap angkuhnya.


Saat itu staf dari majalah baru saja datang. Dan tanpa canggung, presdir Wada segera menyapa wanita itu dan memujinya. Hal yang sama sekali sulit dilakukan oleh Reiji dan hanya bisa dilirik kesal oleh Reiji.



Reiji kembali ke kantor sambil ngamuk-ngamuk. Ia ingin tahu siapa yang bertanggungjawab mencarikan pekerjaan baru untuk Matsuda-san. Saat itu karyawan lain mengkeret ketakutan. Tapi Misaki dengan berani mengakui kalau itu dirinya. Kaget karena ternyata orang itu adalah Misaki, Reiji meminta Misaki masuk ke ruangannya.


Reiji minta penjelasan pada Misaki kenapa Matsuda dipilihkan oleh milik presdir Wada. Misaki mengatakan kalau melihat kepribadian Matsuda-san, maka hotel itu sesuai untuknya. Yang sebenarnya ingin diketahui oleh Reiji, kenapa harus hotel milik presdir Wada, saingannya.


“Meski niatmu sesederhana karena ingin mendukungnya, itu akan memberi kerugian dan masalah besar pada kita!” protes Reiji.


Tapi Misaki sama sekali tidak tampak takut. Ia tetap berusaha memberikan argumen sebaik mungkin pada Reiji. Misaki memberikan kantong kecil pemberian Matsuda-san pada Reiji. Ia mengatakan kalau meski dipecat, Matsuda-san masih tetap menunjukkan rasa hormat dan terimakasihnya pada Reiji.


“Tolong jangan ganggu kehidupan Matsuda-san lagi!” pinta Misaki tegas. “Saya harap anda mengerti. Permisi.” Pamit Misaki kemudian.



Reiji makin kesal. Ia sebal pada sikap berani Misaki, padahal dia adalah karyawan baru.


“Tapi argumennya cukup bagus,” bela sekt.Maiko.


“Apa yang harus ku lakukan. Tinggal dua bulan sebelum pesta tapi, dia sepenuhnya membenciku,” rajuk Reiji kemudian.


Sekt.Maiko heran, “Eh? Presdir, bukankah anda mengatakan akan mundur dari rencana itu?”


“Ya, tangan kananku mundur, tapi tidak dengan tangan kiriku,” Reiji akhirnya tidak bisa mengatakan ‘tidak’ lagi.


“Jadi anda masih belum menyerah?” sindir sekt.Maiko.


“Target... Kecepatan penuh... Dua bulan. Sekali memutuskan sesuatu, aku akan menempuh kesulitan apa pun demi mencapai tujuanku. Dan ITU adalah cara Samejima Reiji menjalankan bisnis,” ujar Reiji sok cool.


“Sayang sekali, Pak. Nampaknya dia juga melihat anda sebagai pria tidak toleran.”


“Maaf sudah mengecewakan!” Reiji memamerkan wajah kekanak-kanakan. Ia bahkan menaikan salah satu kakinya.


Tapi sekt.Maiko masih belum menyerah memberikan saran, “Pertama, tolong tutup mata anda (artinya: abaikan) masalah Matsuda-san. Dan mulai sekarang berhenti mempermasalahkan hal-hal kecil. Selalu bereaksi dengan senyuman, apapun yang terjadi dan cobalah berpikiran terbuka.”


“Apa aku bisa melakukannya?” Reiji tampak tidak yakin.


“Ini bukan masalah kesanggupan. Lakukan saja. Dengan begitu, dia akan mempertimbangkan kembali penilaiannya pada anda.”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 02 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Salah satu hal yang membuat Na bertahan nonton drama ini adalah karena muka oon-nya bang Ono. Duh, Bang, kamu imut syekaleeeee apalagi ditambah muka oon itu. Inget umur, Bang. Kekekeke. Ah jadi kangen sobat Na nih, yang ngefans sama bang Ono. Mana ya, dia?


 
Bening Pertiwi 15.06.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 01 part 2. Samejima Reiji adalah pengusaha muda pemilik jaringan hotel bintang lima, Samejima Hotel. Tapi hidup tenang dan membosankannya terusik karena olokan saingannya soal pasangan.


Tidak mau lagi diejek dalam pertemuan para pemilik hotel, Reiji memutuskan untuk mencari wanita yang akan jadi tunangannya dalam waktu dua bulan. Dan perhatian Reiji tersedot oleh seorang pegawai baru yang baru pulang dari Prancis, Shibayama Misaki. Bagaimana usaha Reiji untuk menarik perhatian Misaki dan menjadikannya tunangan?



Shibayama Misaki memeriksa pakaiannya yang menurut sang bos, presdir Reiji mirip dengan semacam serangga. Rasa penasarannya membuat Misaki memeriksa serangga itu di dunia maya. Tapi Misaki dibuat terkejut karena serangga itu sangat buruk rupa bahkan wajahnya pun menjijikan. Euy!!!



Sekt.Maiko heran karena Reiji tidak bersikap biasanya yang suka asal pecat. Reiji beralasan kenapa ia harus memecat orang yang sudah memberi makan ikan peliharaannya. Tapi sekt.Maiko mengingatkan kalau Reiji pernah melakukan itu sekali, sebelumnya.


“Boleh aku bertanya satu hal? Kenapa aku tak bisa memecat orang itu?” Reiji justru balik bertanya.


Sekt.Maiko tersenyum, “Apa mungkin karena...anda jatuh cinta padanya?”


“Konyol sekali. Atas dasar apa pertanyaanmu itu,” elak Reiji cepat.


“Anda memiliki kebiasaan melihat telapan tangan setiap kali menemukan wanita yang anda sukai. Kebiasaan untuk memeriksa apakah ada sensasi pergerakan di garis pernikahan dan garis cinta pada tangan anda. Apa saya salah?”


Reiji akhirnya memutuskan kalau Shibayama Misaki adalah orang yang tepat dan boleh juga. Dia cocok untuk ditunjukkan di depan presdir Wada.


“Jadi anda sudah mempertimbangkan dia sebagai pasangan pernikahan?” sambar sekt. Maiko cepat.


Tapi Reiji masih tetap bersikap sok cool, “Biar ku selesaikan perkataanku. Wada adalah pria yang sangat suka mempermainkanku. Jika aku membawa wanita tidak jelas, entah apa yang akan dia katakan padaku. Tapi aku ingin dia melihat wanita itu. Dia tidak terlalu cantik... dan juga tidak terlalu jelek. Dia wanita tepat yang akan membuatku sedikit redup sebagai pria lucu dalam duo komedi. Tidak lebih.”


“Dengan kata lain, anda menyukai dia?” sekt.Maiko lagi-lagi mengambil kesimpulan.


Reiji tidak terima dengan kesimpulan itu. Ia pun menganalogikannya seperti jarak antara lemari pakaian dan dinding. Sebuah tempat yang cocok.”Benar. Boleh juga."



“Selamat sudah menempati No. 1 lima kali berturut-turut.”


Bukankah Samejima-kun akan marah jika dia tahu kau minum bersamaku?” presdir Wada menyesap minuman dalam gelasnya.


“Tidak, hal wajar jika seniorku dari universitas mengundangku untuk minum.,” ujar ketua tim, Shirahama Goro-san.


“Lalu, apa kau juga akan berhenti dari pekerjaanmu dan bergabung dengan perusahaanku jika aku memintamu?” tantang presdir Wada. “Aku hanya bercanda.”


“Hal itu bukan sesuatu yang bisa ku putuskan dengan mudah,” elak ketua tim Goro-san.


“Ini seperti Real Madrid mendapatkan pemain dari FC Barcelona, bukankah hal itu tabu?” lanjut presdir Wada.


“Tapi kurasa ada beberapa pemain yang melakukan perpindahan tim di masa lalu, 'kan?” Goro-san tampak tertarik.


“Dan karena beberapa perpindahan itu, hanya melahirkan kebencian dan kemarahan mendalam. Aku tak berharap menjadi musuh bebuyutan presdirmu.”


“Kau benar. Persaingan antara kalian berdua sangat luar biasa. Dia juga membangun pusat kebugaran di kantor,dan tiba-tiba mulai rajin berolahraga... aku yakin itu juga karena kau,” lanjut Goro-san.


“Apa aku mengatakan sesuatu padanya?” presdir Wada tampak penasaran.


“Itu saat kali pertama kalian berdua bertemu di pesta Asosiasi Hotel. Kau mengatakan, "Ku pikir ada anak SD yang datang ke pesta dengan memakai setelan jas ayahnya,” ujar Goro-san pula.


“Aku bilang begitu? Aku ini sungguh kejam,” komentar presdir Wada dengan senyum sarkasnya.



Reiji sumringah dan tidak menyangka kalau ia melihat Misaki di pusat kebugaran. Tapi sayangnya posisi mereka berseberangan dan saling membelakangi.


Reiji berusaha menarik perhatian Misaki. Tapi ia sendiri yang justru tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Misaki. Sementara Misaki asyik berolahraga di seberang, Reiji justru nyaris terjatuh dari treadmil karena terus saja melihat ke arah Misaki. Beruntung Misaki tidak tahu. Reiji pun buru-buru kembali ke peralatannya sendiri masih dengan mengumbar senyum.



Ketua tim Goro berada dalam lift bersama stafnya, Hiruma Taiyo-san. Mereka masih membahas soal Matsuda-san. Pegawai petugas kebersihan hotel yang dipecat oleh presdir saat kunjungan di salah satu cabang hotelnya.


“Kau 'kan Direktur, kenapa tak kau bujuk Presdir?” usul Taiyo-san.


“Orang seperti dia mustahil bisa dibujuk,” komentar Goro-san.


Misaki yang ada bersama mereka di lift hanya bisa mendengarkan tanpa berkomentar apapun. Ia memikirkan sesuatu.



Para staf sedang asyik merumpi. Mereka membahas soal rencana karaoke nanti selepas jam kerja. Mereka bahkan mengusulkan agar salah satunya bernyanyi dan menari karena sudah jadi keahliannya selama ini.


Misaki sendiri tidak banyak berkomentar. Ia hanya duduk di kursinya dan mendengarkan saja. Misaki tampak tidak terlalu tertarik.



Tanpa diketahui, presdir Reiji ternyata mengintip dari balik ruangannya. Ia memerhatikan Misaki yang tampak diam saja padahal rekan-rekannya yang lain sudah ribut. Saat itu sekt.Maiko baru saja masuk.


“Apa yang sedang mereka ributkan?” tanya Reiji tanpa basa-basi. Ia merujuk pada kerumuman karyawan di luar ruangannya.


“Mereka sedang mendiskusikan pesta penyambutan pegawai baru,” sekt.Maiko lalu menyerahkan sejumlah berkas. “Penawaran penjualan Iwashiyama Hotel di Nagoya akan segera ditutup. Apa anda tertarik?”


“Bisa kita bergabung?” tanya Reiji kemudian.


Sekt.Maiko tampak terkejutk, “Tapi berdasarkan apa yang kudengar, ada informasi bahwa Otori Hotel juga serius soal penawaran...”


“Bukan soal penawaran. Yang kumaksud pesta penyambutan,” potong Reiji cepat. “Apa Presdir tidak boleh ikut serta pesta penyambutan pegawai baru?”


“Tidak, semua orang bisa ikut serta, jadi anda bebas bergabung tapi...” sekt.Maiko tampak ragu.


“Aku akan bayar semua biaya pesta. Katakan pada mereka untuk mengesampingkan soal jabatan hari ini dan mari ciptakan pesta yang menyenangkan!” tegas Reiji tak mau dibantah.



Pesta penyambutan karyawan baru malam itu dilakukan di sebuah kapal. Sementara para staf berkumpul di satu meja, tampak Reiji yang kaku justru duduk agak menjauh dari mereka. Sekt.Maiko hanya memandangi mereka semua tanpa berkomentar apapun.


Reiji pun melakukan inisiatif menuangkan minuman agar tidak terlalu kaku. Tapi tetap saja suasana tampak canggung dan tegang, bahkan meski Reiji meminta mereka untuk sementara waktu mengesampingkan jabatan.


“Sepertinya kalian tidak sepenuhnya diterima,” komentar Reiji.


“Yang tidak diterima adalah anda, Pak,” balas Misaki. Ia baru saja menyesap habis minumannya dan setengah mabuk.


Ucapan Misaki ini membuat rekan-rekannya kawatir. Lantaran presdir mereka, Reiji adalah orang yang tidak segan untuk memecat karyawannya begitu saja.


Tapi Misaki terus melanjutkan ucapannya, “Presdir, anda bilang kita kesampingkan soal jabatan hari ini, 'kan?”


“Sudah ku katakan berulang kali, kita lupakan soal bos dan bawahannya hari ini. Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja,” ujar Reiji pula.


“Tak bisakah kau memaafkan Matsuda-san?” Misaki terus saja bicara mengungkapkan semuanya. “Hanya satu kesalahan. Tak bisakah kau mengizinkan Matsuda-san dan yang lain tetap bekerja di perusahaan?”


“Ini caraku. Dalam proses menjadi hotel kelas dunia. Aku tak perlu menyenangkan dan memiliki empati!” tegas Reiji.


“Lalu, kenapa kau bergabung dalam pesta ini?”


Rekan-rekannya yang lain tidak mengira Misaki bisa bicara seberani ini. Bahkan meski diminta untuk berhenti, Misaki tidak peduli. Bahkan saat mereka mencoba memperbaiki situasi pun, semuanya justru makin buruk. Reiji pun akhirnya memutuskan untuk pulang duluan.



Setelah Reiji pergi, para karyawan itu melanjutkan pesta. Tapi pesta menyenangkan berubah menjadi sedikit menyedihkan. Karena bisa saja ini akan jadi pesta penyambutan pegawai baru sekaligus pesta perpisahan. Kemungkinan besar Misaki akan dipecat karena ulahnya tadi.


“Apa aku kelewatan?” tany Misaki.


“Tentu saja. Bahkan disaat seperti ini, masih ada batasan yang harus kita ikuti. Tapi menanyakan hal itu membuatmu merasa lega, 'kan?”


Misaki mencoba tersenyum, “Kalian semua, terima kasih atas bantuan kalian padaku hingga hari ini.”


Akhirnya mereka semua sepakat untuk melanjutkan saja pesta, meski situasinya tidak sama lagi. Tidak lupa mereka masih membahas lagi soal tempat karaoke.



Reiji bersama sekretarisnya kembali ke daratan dengan kapal motor. Reiji lebih banyak terdiam dalam perjalanan mereka. Hingga sekt.Maiko menegurnya karena mobil mereka menunggu di arah lain.


“Aku... ingin berjalan-jalan sebentar,” ujar Reiji. Sekt.Maiko yang tidak tega akhirnya mengikuti sang presdir itu. “Apa aku juga tidak populer diantara pegawaiku?” tanya Reiji saat tahu sekretarisnya itu mengikutinya.


“Mengenai masalah itu, kurasa anda sudah menyadarinya,” balas sekt.Maiko.


“Jika mereka sangat membenciku, kenapa mereka tidak berhenti?” Reiji berhenti sebentar.


“Itu karena... gajinya cukup bagus.” Sekt.Maiko mencoba mencari kalimat yang pas.


“Jadi hanya karena uang?” senyum sarkas muncul di wajah Reiji.


“Juga, semua kelompok akan bersatu jika mereka memiliki musuh yang sama. Pegawai anda membangun hubungan yang sangat baik satu sama lain.”


“Dan musuh itu adalah... aku?” Reiji menyimpulkan.


“Aku sungguh minta maaf, Pak,” sesal sekt.Maiko.


“Jangan pedulikan soal itu. Lagipula hari ini, kita sudah mengesampingkan soal jabatan,” ujar Reiji pula. Ia menghembuskan nafas berat, berbalik lalu melangkah pergi.


(Reiji sayang banget ya sama sekretarisnya ini. Meski sering dikata-katai dengan kasar, tapi Reiji nggak mecat dia kayak pegawai lainnya)



Selesai makan-makan, para karyawan itu melanjutkan pesta ke tempat karaoke. Sementara yang lain asyik bernyanyi, Misaki tampak tidak terlalu tertarik. Sampai panggilan telepon memaksanya keluar ruangan.


“Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Aku tak percaya. Semua ini salahku? Aku yang disalahkan untuk segalanya?” Misaki tampak kesal menjawab teleponnya. Tapi pembicaraan itu terputus.


Dari arah lain muncul Ieyasu. Rupanya ia menguping Misaki yang tengah menelepon dan bicara dengan bahasa Prancis. Ia kagum karena Misaki ternyata memang fasih berbahasa Prancis. “Apa tadi pacarmu?”


“Bukan, orang yang mengambil alih pekerjaanku sebelumnya tidak begitu becus,” elak Misaki.


“Kebohonganmu tidak akan berhasil padaku.” Ieyasu lalu memojokkan Misaki ke dinding. “Aku mungkin bodoh. Tapi aku mengerti hal seperti itu.”



Pagi berikutnya. Seperti biasa, sapaan ‘selamat pagi’ dari karyawan diabaikan begitu saja oleh Reiji. Ia langsung saja berjalan dan masuk ke ruangannya. Sementara itu para karyawan mulai bergosip, soal sikap Reiji dan situasi semalam yang sama sekali tidak menyenangkan. Misaki khawatir apakah ia masih diijinkan bekerja di sana atau tidak. Tapi rekannya, sesama pegawai wanita, Mahiro-san mengatakan kalau semua akan baik-baik saja karena presdir tidak bicara apapun.


Tapi arah pintu muncul sekt.Maiko. Ia meminta Misaki untuk masuk karena presdir ingin ia menemuinya.


“Aku minta maaf untuk tadi malam,” ujar Misaki takut-takut. Ia menunduk begitu dalam.


“Maaf saja tapi...Aku terlalu mabuk kemarin malam sehingga sama sekali tak mengingat apa yang terjadi,” ujar Reiji. Sama sekali di luar dugaan. Ia lalu mengeluarkan kotak makanan ikan dari balik laci mejanya. “Bisa kau pergi belikan makanan ikan merek ini? Ini petanya.” Reiji juga menyerahkan secarik kertas.


Misaki sendiri masih merasa takjub dengan sikap bosnya ini, “Hanya itu saja, Pak?”


“Apa? Ada masalah?”


“Tidak, aku akan segera pergi,” elak Misaki cepat. Ia pun pamit dan segera keluar dari ruangan Reiji.



Reiji masih heran sendiri dengan sikapnya belakangan. Sama sekali berbeda dengan Reiji yang biasanya.


“Menurut saya tadi sungguh luar biasa, Pak. Menggunakan kebohongan pada pegawai anda untuk dekat dengan karyawan dengan mengabaikan sikap kasar yang terjadi di pesta penyambutan. Dengan ini, cara para pegawai memandang anda pasti akan segera berubah,” puji sekt.Maiko.


“Jangan salah sangka,” Reiji bersikap sok cool lagi. “Aku berbohong bukan karena ingin disukai pegawai. Itu karena aku akan kesulitan jika Shibayama Misaki berhenti.”


“Presdir. Karena kita sedang membicarakan ini, apa mungkin anda memiliki perasaan pada Shibayama Misaki...?” tanya sekt.Maiko hati-hati.


“Tinggal dua bulan hingga pesta, 'kan? Aku tak memiliki waktu untuk mencari wanita lain yang sekiranya layak,” elak Reiji, menyembunyikan semua perasaanya.



Malam itu Misaki keluar bersama Mahiro. Mereka datang ke sebuah bar. Mahiro membawa setumpuk makanan tinggi pesanannya. Sementara pesanan Misaki hanya dalam piring kecl. Mahiro dibuat bingung sendiri bagaimana cara memakan pesanan makanannya itu.


“Meski presdir memaafkanmu, kau tidak terlihat senang sama sekali,” komentar Mahiro pada Misaki.


“Menurutmu begitu?” tanya Misaki balik.


Dan Mahiro pun sudah kembali pada makanan anehnya itu. Ponsel Misaki berbunyi. Ia pun pamit keluar untuk memeriksanya.


Misaki keluar dari bar dan mencari tempat sedikit tenang. Ia membuka pesan di ponselnya. Tidak ada yang bisa kau lakukan, meski sudah kembali ke Jepang. Sebuah pesan dalam bahasa Prancis. Misaki tampak terluka melihat pesan itu. Ia pun mengembuskan nafas berat karenanya.



Reiji baru saja datang ke gym saat dilihatnya Misaki tengah mengambil beban dan bersiap di tempatnya. Dari sepeda khusus presdir, Reiji mencoba menarik perhatian Misaki. Tapi Misaki tampak tidak peduli. Belum cukup, Reiji pun mendekat dengan pura-pura menggunakan fasilitas di dekat Misaki. Tapi tetap saja Misaki tidak peduli.


Tapi tidak sengaja Misaki menjatuhkan beban di tangannya. Khawatir, Reiji pun mendekat dan menanyakan apakah Misaki baik-baik saja.


“Silakan gunakan beban tapi jangan terlalu berlebihan. Apa terjadi sesuatu?” Reiji heran. Ia melihat kalau mata Misaki tampak merah. “Ada apa?”


Misaki mengusap air matanya. Ia mencoba bersikap baik-baik saja, “Tidak ada. Maaf anda harus melihat kondisi memalukanku.”


Misaki lalu bangun dan mengembalikan beban yang tadi diambilnya. Ia lalu beranjak ke tempat yang agak jauh dari tempat Reiji. Misaki menggunakan handuk untuk mengelap wajahnya. Reiji hanya bisa terdiam melihat Misaki seperti itu.



Puas berolahraga, Reiji beranjak ke pemandian air panas di fasilitas itu juga. Ia masih saja terus memikirkan sesuatu. Reiji pun beranjak keluar dari pemandian hanya mengenakan handuk. Diambilnya ponselnya dan menelepon seseorang.


“Aku punya permintaan!”



Ternyata yang ditelepon Reiji adalah sopirnya, Katsunori-san. Ia diminta untuk membelikan sesuatu. Sementara itu sekt.Maiko sudah menunggu di depan hotel dengan koper metalik di tangannya. Segera diterimanya benda dalam pembungkus kertas itu dan berlari masuk.


Reiji menerima barang pesanannya dengan penuh ketertarikan. Dia pun membuka koper metalik yang diterimanya tadi itu dan ternyata isinya adalah ... dua gelas susu.


(krik krik)



Reiji mengambil salah satu botol susu, membuka tutupnya dan bersiap meminumnya. Saat itu ia berdiri tidak jauh dari Misaki yang tengah berolahraga.


“Apa dia akan kembali bersemangat jika melihat seseorang sedang meminum susu?” Katsunori-san heran.


“Ini cara presdir untuk berkenalan,” ujar sekt.Maiko. Mereka berdua mengintip sang presdir dari salah satu sudut ruangan.


“Tapi dia tidak suka susu, 'kan?” Katsunori-san heran.


“Karena itu, pasti ada maksud dibaliknya. Presdir yang tidak suka susu bertingkah seolah susu itu enak. Dengan cara itu, dia akan membangkitkan rasa suka dengan berbohong,” balas sekt.Maiko lagi.


Setelah menghabiskan nyaris setengah botol dengan wajah menahan rasa tidak sukanya, Reiji berhenti sebentar, “Di umur segini, baru sekarang aku menyadari ada hal seperti ini!” ujar Reiji. Dia bicara agak keras untuk menarik perhatian Misaki.


Sayangnya Misaki tidak tahu. Dan saat itu posisi badan Misaki justru membelakangi Reiji.



Reiji belum menyerah. Ia masih berusaha menarik perhatian Misaki sambil terus mengikuti Misaki. Tak terasa satu botol sudah dihabiskannya. Masih belum berhasil, Reiji pun mengambil dan membuka satu botol susu lagi. Setelah botol kedua nyaris habis, baru akhirnya Misaki menyadari ada Reiji di sana tengah minum susu.


“Presdir? Oh! Apa itu? Presdir, bukankah anda benci susu?” Misaki heran.


“Aku lupa siapa, tapi seseorang mengatakan bahwa susu terasa enak setelah mandi,” ujar Reiji.


“Itu aku,” Misaki tampak tertarik.


“Merupakan aturanku untuk mencoba apapun pendapat berharga dari pegawaiku. Tapi semakin lama dimulutku, terasa semakin nyaman dilidahku. Bagi tubuhku yang memerlukan hidrat, aku bisa merasakan kelembutan susu ini saat meminumnya,” Reiji berusaha menahan diri. Ia sudah nyaris kebanyakan minum susu.


“Aku bisa minum dua botol ukuran besar,” balas Misaki.


“Aku juga meminum dua botol...Kurasa aku juga bodoh. Tak pernah kuduga aku bisa,” sejauh ini situasi masih berjalan baik. Reiji berhasil dengan kebohongannya.


Tapi Misaki menyadari sesuatu, “Tapi mesin penjual minuman otomatis disini tidak menjual susu, 'kan?”


Reiji gelagapan mencari alasan. Dan ternyata ia tidak menemukan jawaban yang tepat, “Aku ... mengambilnya dari elevator.”


Mendengar jawaban itu, Misaki akhirnya tertawa. Usaha Reiji untuk menghibur Misaki yang tadi sedang sedih pun berhasil.



Reiji hanya bisa terdiam menyaksikan Misaki beranjak pergi. Wajahnya ‘mupeng’ bahagia melihat idenya menggunakan susu untuk menghibur Misaki ternyata berhasil. Sementara itu sekt.Maiko dan sopirnya Katsunori yang sejak tadi mengintip menghadapkan tubuh mereka ke dinding. Pura-pura tidak melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi pada Reiji.



Reiji pulang dengan gembira. Ia terus saja tersenyum dari jok belakang mobilnya.


“Apa ingin langsung pulang ke rumah?” tanya sekt.Maiko.


“Bawa aku ke Bandara Haneda. Aku akan mengejar penerbangan terakhir ke Paris,” ujar Reiji.


Sekt.Maiko dan Katsunori-san kaget, “Apa maksud anda?”


“Aku hanya bercanda. Jangan terlalu serius!” Reiji tertawa puas berhasil mengerjai kedua karyawannya ini. “Sudah ku putuskan. Aku akan membawa dia ke pesta dua bulan mendatang.”


“Jadi artinya, sekarang anda yakin telah jatuh cinta pada Shibayama Misaki, 'kan?” sekt.Maiko menyimpulkan.


“Berapa kali ku katakan padamu. Aku hanya membawa wanita yang bisa dibilang boleh juga. Tak lebih dari itu,” elak Reiji. Tapi di wajahnya jelas tergambar hal sebaliknya. “Aku bisa membayangkan wajah kaget Wada.” Reiji bahkan memandangi bulan di langit dengan senyum cerahnya.



Pagi berikutnya


Seperti biasa saat sang presdir datang, para karyawan langsung bangun dan mengucapkan salam selamat pagi. Tapi yang berbeda, Reiji sempat berhenti sebentar dan menyapa balik dengan ucapan selamat pagi juga. Hal yang sama sekali berbeda dengan Reiji yang biasanya.


Setelah sang presdir masuk ruangan, para karyawan langsung heboh. Mereka tidak menduga kalau sang presdir yang biasanya dingin akan membalas sapaan mereka. Apalagi ini kali pertama presdir menjawab salam.



Presdir Wada melihat surat lamaran yang diserahkan salah satu stafnya. “Jadi dia ingin bekerja disini?”


“Ya. Sekali saja, dia bermaksud bertemu dengan anda,” ujar sang staf.


Presdir Wada tersenyum, “Mantan pegawai Samejima-kun, ya? Bukankah ini menarik.” Ia pun meletakkan lamaran itu ke mejanya. Ada foto Matsuda-san, pegawai kebersihan hotel Samejima yang belum lama ini dipecat oleh Reiji.



Reiji masuk ke ruangannya dengan sumringah.


“Sepertinya jawaban salam anda mendapat tanggapan baik,” komentar sekt.Maiko.


“Sudah seharusnya membalas salam, 'kan? Juga, balasan itu hanya untuk dia saja,” elak Reiji.


“Meski begitu, itu bukan masalah. Bagi pegawai anda, hal remeh sekalipun, bagi mereka itu merupakan hal besar. Mulai besok dan seterusnya, saya harap anda akan tetap melakukannya,” saran sekt.Maiko.


“Jika aku mau,” Reiji memandangi ikan-ikan dalam akuariumnya.


“Tapi, saya punya berita buruk,” lanjut sekt.Maiko. “Sepertinya Shibayama Misaki memiliki pacar. Tidak hanya itu, pria itu orang Belgia. Namanya Gabriel.”


“Orang Belgia...? Gabriel?!” Reiji pun beranjak dari mejanya dan mengintip dari jendela ruangannya, memerhatikan Misaki yang ada di balik mejanya.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 02 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Baru episode satu ya. Hehehe ... semoga kalian suka ya guys. Ditunggu lho komentar, saran dan kritiknya. Semoga di bulan Ramadhan ini Na bisa tetap nulis dan nggak kehabisan energi ya.


 
Bening Pertiwi 15.05.00
Read more ...