SINOPSIS dorama Married as Job episode 06 part 1. Mikuri dan Hiramasa sepakat untuk menjadi kekasih. Mereka berpelukan tiap hari Selasa. Dan karena kecurigaan Yuri, Mikuri dan Hiramasa akhirnya sepakat untuk bersikap mesra di depan Yuri. Tapi ternyata situasi menjadi tidak terduga.

Selasa pagi diawali dengan menaruh sampah daur ulang. Seperti biasa, aku menyiapkan bekal makan siangnya. Dan seperti biasa, aku menyiapkan sarapan.



Melihat Hiramasa, yang dulu berganti pakaian sebelum keluar kamar, berjalan-jalan dalam piamanya, membuatku bahagia. Kebahagiaan ini...apa mirip dengan menjinakkan kapibara liar, ya? Aku ingin membelainya. Aku ingin membelainya, tetapi dia mungkin akan lari, jadi aku tak bisa mendekatinya!

Setelah Hiramasa pergi kerja, aku melanjutkan rutinitasku merapikan rumah, mencuci baju, dan menyedot debu. Sebagai tambahan, sekali dalam seminggu ada bersih-bersih besar. Di waktu istirahat makan siangku, aku pergi ke dokter gigi, berbelanja, pulang ke rumah, mengangkat jemuran, menyetrika dan memasak makan malam.



Setelah membereskan sisa makan malam, aku menyiapkan sampah yang akan dibuang besok. Itu adalah pekerjaanku sebagai pekerja bayaran. Pekerjaanku.

Selesai membereskan makan malam, Mikuri melihat Hiramasa tengah menonton televisi. Ingat masih punya teh, Mikuri pun membuatnya satu cangkir untuk Hiramasa. Dan Mikuri ... duduk di sebelah Hiramasa di sofa.

Mikuri mengingatkan Hiramasa kalau hari itu hari Selasa, hari pelukan. Tapi karena Sabtu kemarin mereka sudah pelukan saat ingin pamer kemesraan di depan Yuri, Hiramasa menolak. Tapi Mikuri berkeras kalau mereka perlu pelukan lagi. Tapi Hiramasa berkeras kalau mereka tidak perlu pelukan, karena itu menyalahi pekerjaan. Dan Mikuri tidak menyerah membujuk. Akhirnya Hiramasa menyerah dan kembali berpelukan dengan Mikuri.



Yuri dipanggil oleh atasannya soal pelecehan seksual. Ia heran, karena tidak pernah merasa mengalaminya. Tapi atasannya mengatakan kalau ia pelakunya.

“Rabu lalu, kau bilang anak buahmu, Umehara Natsuki, ganteng.”

Menurut pelapor, yang dikatakan Yuri setelah berkomentar kalau Umehara ganteng adalah Yuri ingin menyayanginya. Yuri jelas mengelak. Karena memang bukan itu yang terjadi. Ia membantah kalau cerita itu berubah di tengah.

“Tsucchi yang telat menonjol, teliti, dan tekun... tak akan berlaku seperti itu, ya 'kan?” ujar atasannya yang juga wanita itu.

Yuri heran. Ia penasaran siapa yang telah melaporkannya soal pelecehan seksual ini. Tapi atasannya menolak memberitahukan hal itu.

“Kau tidak pernah cuti melahirkan atau cuti urusan anak. Bagi kami, kau adalah cahaya harapan dalam karier. Supaya kau tidak tersandung hal-hal aneh, hati-hati juga dengan penyalahgunaan kekuasaan.”

“Sudah kubilang, aku tak melakukannya!” elak Yuri lagi.



Dan malam itu Yuri melanjutkan curhatnya di rumah Hiramasa. Sementara Yuri curhat sambil minum bir, Hiramasa dan Mikuri duduk bersimpuh di depannya. (ini mirip anak yang lagi dimarahi sama emaknya, kekekeke) Laporan lain mengatakan kalau Yuri terus saja menyalahkan anak buahnya yang wanita. Karena itu mereka kasihan melihat si anak buah itu.

“Namun bukan berarti aku ingin jadi wanita tua yang rewel! Aku tak punya pilihan lain karena kalimat yang ditulisnya benar-benar buruk! Sesungguhnya, akan lebih cepat kalau aku mengerjakannya saja sendiri, tetapi kalau aku mengambil pekerjaannya, itu tak baik juga untuknya, 'kan? Meski aku jadi wanita tua rewel yang tak kusukai, belum lagi tuduhan wanita tua yang gila seks, aku benar-benar muak!” curhat Yuri lagi.

Sementara itu Mikuri dan Hiramasa hanya duduk dengan tenang menyimak semua curhatan Yuri.

“Bisakah kau tidak menambahkan gelar wanita tua tukang mengeluh? Aku hanya ingin sedikit mengomel sementara aku di sini,” ujar Yuri lagi.



Puas dengan curhatnya, Yuri pun mengalihkan pembicaraan. Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya, “ Oke, ini tujuan kedatanganku. Beberapa tahun ini aku sudah mengumpulkan poin kartu kreditku dengan giat, dan akhirnya terkumpul 50.000 poin!”

“Selamat!” ujar Mikuri dan Hiramasa dengan canggung.

“Dan aku menukarkannya...dengan ini!” Yuri menyodorkan tiket itu di depan Mikuri dan Hiramasa.

“Tiket gratis penginapan pasangan?” Hiramasa bingung. Tapi ia kemudian paham. “Ini permohonan izin untuk cuti Mikuri? Silakan, ambil cuti dan berlibur berdua.”

“Bukankah ini jelas-jelas untuk kalian berdua?! Pergilah berbulan madu berdua!” perintah Yuri.

Tentu saja Mikuri dan Hiramasa kaget dengan ide Yuri ini. Mereka berusaha untuk tidak menerima tiket itu. Hiramasa beralasan masih harus bekerja.

Dan imajinasi Yuri pun beraksi

Yuri berdiri di depan kelas penuh mahasiswa, seperti dalam sebuah kelas di kampus, “Untuk hal-hal seperti ini, pergilah saat kau bisa! Kapan kau akan pergi? Sekarang, 'kan? (katanya ini parodi acara tv, Hayashi Osamu, "Now, right?") Saat berpikir "suatu saat nanti, suatu saat nanti," lalu kalian punya anak. Kalian tidak bisa berlibur selama tiga tahun. Lalu anak kedua lahir. Dan keadaan sulit untuk tiga tahun berikutnya.”

Mikuri mengangkat tangannya untuk bertanya, “Kami tidak berencana punya anak...”

“Kalian naif! Jika hidup berjalan sesuai rencana, aku sudah menikah di umur 27 tahun. Nasibku menjadi wanita rewel atau wanita yang melakukan pelecehan seksual, siapa yang pernah mengira? Mengerti? Terjadinya hal-hal tak terduga adalah kehidupan. Dan kalian tahu? Ini karena aku tak tahu apakah hubungan kalian berdua baik atau tidak yang membuatku memilih liburan berdua ini. Sebenarnya, aku akan memilih sesuatu seperti makanan kelas atas atau resor spa solo.”



“Meski begitu, karena kalian berdua...” ucapan Yuri dipotong oleh Hiramasa.

Sepertinya Hiramasa tidak ingin masalah ini makin berlarut-larut, “Kami menerima... dengan senang hati.”

“Bagus. Kalau begitu, aku pulang!” ujar Yuri senang.

Mikuri menyeret Hiramasa menjauh sedikit, “Apa tak apa-apa?”

“Tak ada pilihan lain.”



Mikuri bertemu dan makan siang bersama dengan Yassan. Ia bercerita soal rencana liburannya dengan Hiramasa ke pemandian air panas.

Yassan langsung tertarik dan menebak-nebak kelanjutannya. Dari mandi bersama dan saling menggoda lalu berlanjut ke ranjang besar. Tapi Mikuri buru-buru mengelaknya semua, karena nanti di sana kamar mereka adalah ranjang terpisah.

“Menjadi lebih dari sekadar teman tetapi bukan kekasih itu... hangat, menyenangkan, dan pas, mungkin?” ujar Mikuri.

“Bagaimana dengan pakaian dalam? Yang imut? Atau kau lebih suka yang seksi?” Yassan masih belum menyerah. Ia bahkan menunjukkan brosur yang didapatnya dari stasiun.

“Kau beruntung ada rumah orangtuamu, 'kan?” Mikuri mengalihkan pembicaraan.

“Benar sekali! Kupikir aku tidak benar-benar suka tinggal di rumah, tetapi jika itu tak ada, aku tak mungkin punya rumah sekarang, 'kan?” ujar Yassan pula.

“Kau tidak selalu tahu apa yang ternyata baik. Yassan, ayo makan sampai kenyang hari ini. Aku traktir,” ujar Mikuri. Di depan mereka memang sudah ada sederet makanan enak, nyaris memenuhi meja.

“Ini bagus! Imut tetapi tak berlebihan. Pakaian dalam untuk menginap,” Yassan masih asyik dengan brosur pakaian dalam di tangannya. “Ini imut. Diskon 30% saat pembukaan toko.”

“Murah sekali!” seru Mikuri. Ia ikut-ikutan tertarik. “Tunggu, aku tak ingin beli ini.”

(baby Hirari bingung ngeliat emaknya sama tante aneh lagi ngobrol, kekekeke)



Hiramasa menceritakan soal rencana liburannya pada Hino-san saat makan siang bersama. “Kekhawatiranku adalah di malam hari.”

“Malam?” Hino-san memikirkan sesuatu.

Hiramasa masih khawatir soal kamar mereka. Aku penasaran, apa aku bisa tidur, ya? Meski kamar ranjang ganda, tetapi aku tak pernah sekali pun tidur sekamar dengan perempuan.

“Kalau seserius itu, nanti akan kuberikan sesuatu yang bagus untukmu,” janji Hino-san.

Hiramasa minta agar Hino-san tidak mengatakan apapun pada Numata-san, karena pasti akan ada kekacauan. Sayangnya Numata-san terlanjur tengah menguping obrolan mereka dari balik kursi.

Sementara itu, Numata-san akhirnya berhasil lolos dari ruang istirahat. Dia melihat Kazami-san menuju Hiramasa dan Hino-san. Berpikir tahu situasinya, Numata-san menahan Kazami-san agar tidak mendekati Hiramasa. Kazami Cuma bisa heran dengan sikap aneh Numata-san ini.



Hari cuti sekaligus hari berangkat liburan.

Kalau kuberitahu Kazami bahwa Mikuri dan aku akan pergi liburan, dia pasti cemburu. Lalu meskipun ini liburan, sebenarnya hanya acara kantor. Mari kita apresiasi jasa pekerja kita sebesar mungkin.

Hiramasa memandangi kotak yang diberikan Hino-san padanya. Ada stiker smile berwarna kuning di sampulnya. Hiramasa masih belum mengerti apa isi kotak itu. Ia kemudian memasukkannya ke dalam tasnya sendiri, karena Mikuri sudah memanggil dari luar dan mereka akan bersiap berangkat.



Mikuri dan Hiramasa sudah duduk dalam kereta. Meski tidak menuju Kyoto, mereka merasa kalau perjalanan ini seperti akan ke Kyoto.

“Maaf, apa kau keberatan aku duduk di sebelahmu? Aku tak bisa tenang kecuali menghadap ke arah jalannya kereta,” pinta Hiramasa. Rupanya ia tadinya duduk menghadap berlawanan dengan arah kereta.

“Oh, aku juga seperti itu,” Mikuri lalu menyingkirkan tas di sebelahnya dan membiarkan Hiramasa duduk di sana sebagai gantinya.

“Terima kasih. Liburan kali ini adalah untuk mengapresiasi jasamu. Terima kasih untuk segalanya,” ujar Hiramasa.

Mikuri merasa canggung, “Tak perlu, aku juga. Terima kasih atas perhatianmu.”



Tiba di tempat tujuan, mereka disambut hujan. Dengan payung transparan, Hiramasa dan Mikuri menyusuri jalanan menuju penginapan mereka. Tempatnya sangat cantik dengan jembatan penuh bunga di kanan kirinya. Mereka juga melewati hutan bambu yang menjulang tinggi dan menghijau cantik di sekelilingnya. Mikuri bahkan masih sempat mengambil beberapa gambar.

Setelah berjalan beberapa lama, Hiramasa dan Mikuri pun sampai di penginapan yang dimaksud. Dan apa yang akan terjadi setelah ini? (tempatnya ... uwaaaaa, bikin mupeng banget, serius. Jepang memang sangat serius ya soal layanan wisata mereka)



Petugas kamar mengantar Hiramasa dan Mikuri ke kamar mereka. Baru saja Mikuri akan memuji kamar itu, tapi ucapannya terhenti saat ia dan Hiramasa melihat ranjang di kamar itu adalah ... ranjang besar, dan bukan ranjang terpisah.

“Maaf, kami memesan kamar ranjang terpisah ....” protes Hiramasa pada petugas kamar.

“Kami menerima pemberitahuan perubahan....”



“Kenapa kau memutuskannya sendiri?” protes Mikuri. Ia menelepon Yuri yang tengah berada di kantornya.

“Aku menerima telepon konfirmasi dari penginapan dan saat mereka bilang kamar ranjang ganda, kubilang "Jangan itu." Tolong ganti ranjang besar!” ujar Yuri-san. “Apa masalahnya? Kalian selalu tidur bersama, 'kan?”

“Kami ti...” protes Mikuri terputus. “...dur bersama. Ya.” Ujar Mikuri akhirnya.



Mikuri dan Hiramasa lalu menemui petugas penginapan dan minta ganti kamar. Tapi sepertinya semua kamar ranjang terpisah sudah terisi. Hirasama akhirnya meminta Mikuri untuk menyerah saja dan tidak perlu memaksa lagi.

Mikuri hanya bisa menghembuskan nafas berat. Ia teringat dengan pacar SMA-nya. Pacar SMA Mikuri adalah orang yang sangat mudah protes. Apabila apa yang diberikan tidak sesuai dengan yang ia minta, maka ia tidak segan meminta ganti dengan sedikit memaksa. Dan akhirnya Mikuri hanya bisa minta maaf dan berusaha memaklumi pacarnya itu.

Mikuri lalu memikirkan kalau waktu itu adalah Hiramasa. Hiramasa lebih tenang. Saat ada sesuatu yang tidak sesuai keinginannya, Hiramasa akan menanggapinya dengan tenang dan berpikir positif. Dan yang jelas, tidak memaksa minta ganti hingga membuat masalah lain.

Bahkan di angan-angan pun tetap menyenangkan.



Mikuri sadar dari lamunannya saat Hiramasa menegurnya dan mengajaknya kembali ke kamar. Mikuri masih memikirkan soal pacar SMA-nya saat ia kemudian sadar mengenal sebuah suara.

Tidak jauh dari mereka, ada pasangan kekasih. Si pria tengah protes pada pegawai penginapan soal menu makanan. Meski pacarnya sudah minta agar mereka menerima saja, si pria tidak mau tahu dan tetap protes tanpa tahu diri.

Mikuri mengenali pria yang tengah protes itu. Dia adalah pacar masa SMA Mikuri dulu. Sadar kalau mengenalnya, Mikuri buru-buru mengajak Hiramasa untuk pergi dari sana.

“Aku tak tahu laki-laki tadi, tetapi rasa toleran perempuan yang berpacaran dengannya patut dipertanyakan juga, ya?” komentar Hiramasa. Rupanya ia juga ikut memperhatikan pasangan tadi.



Kenapa ya dulu aku berpacaran dengannya?

Sebelum festival sekolah, orang-orang sedikit demi sedikit mulai berpasangan. Di saat seperti itu, dia mengajakku pacaran. Dia keren, dan bukan orang jahat. Kupikir tak apa-apa berpacaran dengannya. Namun, cara pandang kami tak begitu sama.

Banyak sifat Kaoru (nama si pria) yang membuat Mikuri kesal. Selain karena tidak toleran terhadap sesuatu, Kaoru juga banyak memaksakan kehendaknya sendiri serta tidak terlelu peduli dengan sekitarnya. Ia benar-benar membuat Mikuri kesal.

Akhirnya, aku diputuskan karena "bersamamu tidak asyik.”



Di kamar, Mikuri dan Hiramasa asyik dengan lamunan mereka masing-masing. Mikuri kemudian mengajak Hiramasa untuk mengambil foto mesra lalu dikirimkan pada Yuri. Hiramasa setuju dengan ide Mikuri ini.

Sementara Mikuri pergi mencari minuman dingin, Hiramasa mengecek tasnya. Ia melihat dan membuka kotak yang diberikan Hino-san padanya. Isinya ... minuman penambah tenaga, [Ekstrak ular pit viper]. Hiramasa lalu menelepon Hino-san untuk protes.

“Waktu itu kau bilang khawatir tentang malam hari, 'kan?” ujar Hino-san.

“Bukan kekhawatiran semacam itu! Kukira ini produk yang bisa membuat tidur nyenyak atau semacamnya,” protes Hiramasa.

“Itu sangat mahal, jadi jangan sia-siakan, ya. Ciao!” Hino-san tidak peduli dengan protes Hiramasa.

Hiramasa makin pusing. Apalagi minuman energi itu adat tiga buah sekaligus.

 



Hiramasa yang kaget dengan kedatangan Mikuri buru-buru menyembunyikan kotak minuman energi itu di bawah ranjang. Mikuri pun menyodorkan minuman dingin pada Hiramasa.

“Ini memang ranjang besar, tetapi jika sebesar ini, seperti tidur dalam kelompok besar. Kupikir kita bisa tidur tanpa ada masalah. Seperti duduk bersama di sofa. Ditambah lagi, pegasnya kelihatannya bagus. Kupikir kita takkan terganggu oleh gerakan masing-masing,” Mikuri bahkan mencoba telentang di ranjang, membuat Hiramasa kaget. Mikuri merasakan sesuatu yang mengganjal di bawah selimut, “Di bawah ini ada sesuatu...” dan berniat melihatnya.

Tapi Hiramasa mencegah cepat, “Ah, jangan! Ada ular pit viper ... [mamushi].” Tapi Hiramasa buru-buru meralatnya, “Serangga. Ada serangga.[mushi]. Itu serangga yang cukup kuat, jadi sebaiknya tak usah dilihat.”

“Ayo telepon petugas kamar!” Mikuri beranjak ke meja telepon.

“Tidak usah... ini bukan masalah besar,” sergah Hiramasa lagi. Tapi Mikuri tidak mendengarnya dan tetap berusaha menelepon. Hiramasa akhirnya mengambil kesempatan mengambil kotak minuman energi itu dari balik selimut,berguling di lantai dan melemparkan kotak itu hingga jatuh jauh di bawah kursi.



“Ah, dia lari. Serangganya lari. Di dekat kakimu!” Hiramasa mengingatkan.

Takut dan kaget, Mikuri pun melangkah mundur. Tapi lantai yang tidak rata membuatnya nyaris terjatuh. Sigap Hiramasa menyambar tubuh Mikuri, berniat menolong. Tapi, lantai yang licin membuat Hiramasa ikut terpeleset dan keduanya pun terjatuh dalam posisi ... Hiramasa berada tepat di atas Mikuri, sangat dekat, nyaris berciuman. (kkkkk, posisinya aduhai. Kalau di drakor biasanya sih lanjut romantisnya. Tapi ... ini jdrama, jadi sabar ya)

Sadar posisi mereka masing-masing, Hiramasa segera menyingkir cepat. “Ini tak bisa dihindari!”

“Aku tahu, tak apa-apa,” Mikuri pun buru-buru bangun.

“Itu bukan pelecehan seksual,” ujar Hiramasa lagi.

“Ini kecelakaan. Anda aman.”

Tapi kekhawatiran di wajah Hiramasa makin menjadi. Meski belum dua jam kami sampai di sini, pada akhirnya ... apa misi liburan kantorku bisa terwujud dengan aman?

Mikuri juga memikirkan hal itu. Keringat Hiramasa benar-benar banyak dan entah kenapa, aku juga...

Hiramasa dan Mikuri baru sadar, kalau ternyata ruangan mereka ... sangat panas.



Petugas hotel minta maaf karena ternyata pendingin ruangan di kamar Hiramasa dan Mikuri tidak bekerja dengan baik. Ia pun kemudian mempersilahkan Hiramasa dan Mikuri pindah ke kamar lain.

“Ini kamar terbaik, tetapi baru pagi ini kami menerima pembatalan reservasi. Kami takkan meminta tambahan biaya. Ini adalah kamar yang terhubung dengan kamar mandi di luar ruangan. Semoga liburan Anda menyenangkan.”

Tapi lagi-lagi Hiramasa dan Mikuri dibuat syok karena kamar baru mereka lebih parah. Ada kamar mandi terbuka di teras, yang langsung terhubung dengan kamar mereka yang beranjang besar. Ini lebih mengkhawatirkan dibanding kamar yang tadi.

Tapi Mikuri berupaya berpikir positif, “Kita beruntung dapat kamar yang indah ini, ya!”

“Tidak, tidak, tidak...Kamar ini aneh, 'kan? Kamar ini tidak cocok untuk liburan kantor,” elak Hiramasa.

“Tapi ini kamar terbaik. Dan semua kamar lain penuh,” ujar Mikuri.

“Kalau begitu, aku akan pergi ke kamar mandi besar di bawah,” Hiramasa memutuskan.

“Sayang sekali, dong! Kalau pintu gesernya ditutup, kita bisa masuk seperti biasa, dan harga kamar ini mungkin lebih dari 100.000 yen. Kita tak biasanya bisa tinggal di kamar seperti ini, jadi ayo kita nikmati sepuasnya,” bujuk Mikuri lagi.

Belum selesai obrolan mereka, petugas hotel datang lagi. Ia mengatakan akan memberikan barang yang tertinggal di ruangan sebelumnya. Mikuri yang di dekat pintu tadinya mau menerima barang itu. Tapi petugas hotel melewatinya dan langsung memberikan kotak itu pada Hiramasa, lengkap dengan ekspresi wajah mencurigakan.



Mikuri heran sekaligus penasaran, “Apa itu?”

“Ini tak ada hubungannya denganmu,” ujar Hiramasa.

“Karena kita sudah di sini, bagaimana kalau berendam bersama?” usul Mikuri.

Kaget dengan ide Mikuri, kotak di tangan Hiramasa pun terjatuh hingga pembungkusnya terbuka. Hiramasa buru-buru menerkamnya, menghindarkannya dari Mikuri. “Jangan lihat! Jangan seenaknya bercanda seperti mengajak berendam bersama. Ini hanya hubungan kerja, dan pelukan di hari Selasa. Bahkan saat ini, hanyalah acara liburan kantor. Tidak lebih atau kurang dari itu. Yang benar saja, kau selalu berkata hal-hal gila seperti itu.” Hiramasa berusaha membungkus kembali kotak di tangannya sambil mengomel pada Mikuri.

Mikuri pun keluar dari ruangan mereka dengan kesal, “Aku dimarahi.”

BERSAMBUNG

Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :

Kekekeke ... kira-kira, kotak berisi minuman energi itu bakalan berguna nggak ya? Tapi melihat Hiramasa yang sangat kaku dan terlalu logis begitu sih sepertinya nggak banyak harapan. Tapi, yang namanya lelaki ya tetap lelaki kan ya. Sepintar atau selogis apapun dia, lelaki tetaplah serigala #ups. Ini kata bang Irie Naoki lho, di drama Itazura na Kiss.

Sampai jumpa di bagian kedua.
Bening Pertiwi 14.28.00
Read more ...
SINOPSIS dorama Married as Job episode 05 part 2. Mikuri yang datang ke rumah Kazami pagi-pagi mengejar Kazami dan memberikan payung untuknya. Tanpa diduga, Yuri melihat adegan ini. Khawatir terhadap Mikuri, Yuri tidak tenang bekerja. Dia pun pulang cepat demi bisa menemui Mikuri. Tidak ingin membuat Yuri khawatir, Mikuri dan Hiramasa bersandiwara jadi pasangan romantis. Apakah mereka akan berhasil kali ini?



Setelah mengantar Yuri yang mau pulang ke pintu, Mikuri kembali masuk. Keduanya berniat bicara. Tapi masih sempat berdebat soal tempat duduk antara bos dan bawahan.

“Kalau begitu selain pelukan, bagaimana kalau kita menyediakan "waktu kencan"?” usul Mikuri.

Sebagai kekasih, keduanya sepakat kalau posisi mereka setara. Jadi, keduanya bisa duduk bersebelahan di sofa dan bahkan nonton tv bersama.

Mikuri melanjutkan ucapannya, “Yuri itu tipe orang yang tak percaya perkataan orang lain. Apa yang dia lihat dan rasakan itu mutlak. Apa pun yang kita katakan, dia akan bilang "Kau berbohong, 'kan?" Jika bukan cerita yang persuasif, kita takkan bisa meyakinkannya.”

Hiramasa dan Mikuri kemudian sepakat akan melakukan berbagai cara untuk bisa meyakinkan Yuri, kalau mereka benar pasangan. Kalau mereka baik-baik saja.



Kazami menyapa Yuri di depan gedung. Saat itu ia sudah mau akan pulang. Sementara Yuri baru saja datang bekerja di hari libur untuk mengganti jam kerja yang ditinggalkannya kemarin.

Yuri masih tampak kesal pada Kazami, “Waktu itu kau benar-benar lihai melarikan diri. Kalau kau hanya menyewa Mikuri untuk bersih-bersih dan tak merasa bersalah sedikit pun, kau bisa saja langsung cerita.”

“Kalau kau bilang begitu... aku memang merasa bersalah. Karena aku suka Mikuri,” ujar Kazami-san, lalu pamit pergi.



Mikuri dan Hiramasa juga sudah sampai di gedung mereka. Keduanya mengintip dari sudut gedung. Di dalam, Yuri yang baru datang tengah menunggu pintu lift terbuka. Setelah memastikan Yuri masuk, Mikuri dan Hiramasa pun beranjak ke taman yang ada di depan gedung.

Mikuri menatap karpet dan bekal makan mereka, “Godard Japan ada di lantai 19 Dia pernah mengatakannya. Sembari menunggu kopinya jadi, melihat taman hijau adalah hiburannya saat bekerja. Yuri adalah pecinta kopi, jadi kupikir kita punya tiga kesempatan di sore hari saja.”

Sementara itu Hiramasa menggunakan teropong. Ia melihat tempat yang ditunjuk oleh Mikuri, “Apa dia bisa melihatnya dari atas sana?”

“Karpet ini adalah oleh-oleh Yuri dari Turki untukku. Tidak ada yang lain yang bermotif seperti ini. Dia seharusnya langsung tahu saat melihatnya. Ayo kita bersikap seperti pasangan mesra!”

Dari tempat kerja Yuri, memang tampak di bawah ada pasangan tengah duduk di atas karpet. Sayangnya, Yuri menjatuhkan sesuatu hingga ia pun kehilangan momen melihat Hiramasa dan Mikuri di bawah sana. Bisakah Mikuri dan Hiramasa kali ini berhasil?



Setelah menggelar karpet dan makanan piknik, Hiramasa dan Mikuri duduk bersebelahan. Suasana begitu tenang di hari libur.

“Dulu keluargaku sering pergi piknik juga berkemah. Belakangan ini hanya aku yang tidak ikut, sih,” cerita Mikuri.

“Aku hanya pernah satu kali piknik. Saat aku kelas 3 SD. Ayahku bekerja di pabrik dan jarang mendapat hari libur,” ujar Hiramasa.

“Saat itu pasti kenangan membahagiakan bagi Anda.”

Tapi wajah Hiramasa menunjukkan keraguan, “Ibuku membuat soba genting untuk bekal makan siang. Itu makanan khas Yamaguchi. Di restoran, mereka akan menggunakan genting, genting untuk atap, menaruh soba di atas genting yang sangat panas bersama potongan telur dadar dan daging sapi asin-manis di atasnya. Ibuku...membawa soba untuk bekal makan siang sebagai kejutan. Namun ayahku marah dan berkata "Kenapa kita harus makan soba yang sudah apak di luar ruangan?" Dan ini bukan soba teh.”

“Jadi seharusnya menggunakan soba teh?”

“Ya. Ibuku dari Kagoshima, jadi dia tidak kenal betul masakan itu. Ayahku adalah orang yang tidak bisa berkompromi saat sedang marah, jadi dia berkata "Aku tak mau memakannya". Tak ada yang bisa kulakukan, jadi aku terus saja berkata "enak, enak" sendirian dan mati-matian memakan soba dari kotak bekal bertumpuk itu. Kenangan hari itu bagai neraka. Sejak saat itu, aku belum bisa lagi makan soba genting. Sebagai seorang anak aku penasaran kenapa ibuku tidak menceraikan ayahku. Maaf menceritakan cerita sedih seperti ini.”

Mikuri menyimak cerita Hiramasa dengan tenang, “Tidak, ini malah membuatku bahagia.”

“Cerita dari neraka ini?”

“Maksudku, aku bahagia karena bisa mendengar cerita Anda,” Mikuri buru-buru meralatnya. “Saat aku bertemu orangtua Anda, kupikir mereka menyenangkan. Mereka serasi.”

“Oh, ya? Zaman dulu bercerai tidak semudah sekarang. Mereka tidak bisa berpisah karena mereka punya anak, aku,” lanjut Hiramasa.

“Kalau begitu, itu hasil yang sangat baik. Putra yang menyelamatkan orangtuanya dari perpisahan,” komentar Mikuri.

“Bukan putra yang menahan ibunya?”

“Jika akhirnya mereka tidak berpisah, bukankah itu lebih baik? Tak apa-apa untukku jika dia bahagia.



Tiba-tiba Hiramasa ingat kalau hari itu hari ulang tahun ibunya. Mikuri pun menyarankan agar Hiramasa menelepon an memberikan ucapan selamat.

“Aku tak pernah melakukannya,” elak Hiramasa.

Tapi Mikuri memaksanya. Mikuri pun mengecek ponselnya sendiri. Ternyata ada panggilan tak terjawab dari kawannya, Yassan.

“Kau sebaiknya menelepon dia kembali, 'kan?” saran Hiramasa kemudian.

“Anda benar. Anda juga jangan lupa meneleponnya, ya,” Mikuri lalu berdiri dan agak menjauh untuk kembali menghubungi Yassan.



Menuruti saran Mikuri, Hirasama pun menelepon ibunya. Di seberang, ibunya tergopoh-gopoh mengangkat telepon. Hal yang tidak biasa dari putranya.

“Hari ini...hari ulang tahun Ibu, 'kan? Selamat ulang tahun,” ujar Hiramasa ragu.

Ibu Hiramasa kaget tapi kemudian tersenyum, “Mikuri pasti memintamu meneleponku. Kau memang berubah setelah menikah....Mikuri ada di situ?”

“Ya. Dia sekarang sedang menelepon. Kami ada di taman,” aku Hiramasa.

“Piknik?”

“Sepertinya begitu,” Hiramasa kemudian sadar sesuatu. Saat itu ia melihat ada bayangan di jendela, tempat kantor Yuri berada. Ia berusaha memanggil Mikuri, tetapi Mikuri tengah asyik menelepon. Akhirnya bayangan di atas pun pergi. Dan Hiramasa yang sempat tidak fokus, kembali mendengarkan ucapan ibunya di seberang.

“Apa kau ingat saat kita bertiga pergi piknik?” tanya ibu Hiramasa. Ayah Hiramasa sempat menegurnya, karena membahas hal-hal lama. Tapi Ibu Hiramasa tidak peduli dan terus bicara pada putranya itu. “Saat kita makan soba genting di perjalanan pulang.”

“Di perjalanan pulang?” Hiramasa heran.



Setelah agak jauh dari Hiramasa, Mikuri pun menelepon Yassan. Meski sempat ragu, Yassan akhirnya mengangkat telepon Mikuri. Mikuri sempat khawatir karena Yassan tadi tidak segera menjawab teleponnya.

Setelah didesak Mikuri, akhirnya Yassan pun bicara, “Sebenarnya bukan urusan, tetapi... aku baru saja memasukkannya ke kantor pemerintah. Formulir cerai. Itu saja. Aku ingin mendiskusikannya denganmu saat kita bertemu, tetapi aku tak mau merusak suasana. Jadi aku tak mengatakannya.”

“Seharusnya kau mengatakannya!” potong Mikuri.

Yassan menahan tangis sambil berjongkok dan memandangi putri kecilnya, Hirari, “Aku terus saja mengatakan hal-hal tak berguna. Bahkan orangtuaku dan orang-orang di sekelilingku benar-benar menentang perceraian. “Apa yang kaupikirkan saat kau sudah punya anak? Itu hanya perselingkuhan. Maafkan dan lupakan." Namun, aku tak bisa begitu saja memaafkannya. Aku bahkan tak tahan memandang wajahnya. Apa menurutmu aku salah? Apa kaupikir aku berpikiran sempit? Apa kaupikir... aku harus bertahan demi anakku? Apa kaupikir perselingkuhan itu salahku? Membesarkan Hirari... mengurus rumah. Aku berniat melakukan yang terbaik. Namun, apa salahku?” tangis Yassan akhirnya pecah. Hirari seperti tahu suasana hati ibunya pun ikut menangis.

Mikuri menarik nafas sebelum bicara, “Kau tak melakukan kesalahan apa pun. Yassan, kau melakukannya dengan baik.”

“Apa kaupikir aku membuat Hirari tak bahagia?”

“Itu tidak benar!” elak Mikuri cepat. “Dan bagi Hirari, senyumanmu akan membuatnya lebih bahagia. Kau tidak salah, Yassan. Aku di pihakmu, oke? Tak peduli apa yang orang lain katakan, aku selalu di pihakmu, oke?” Mikuri berusaha menghibur.



Selesai menelepon, Mikuri kembali menemui Hiramasa. Ia menceritakan soal Yassan. Saat seseorang sudah punya anak, maka keputusan diambil tidak hanya untuk diri sendiri lagi. Tapi dalam situasi Yassan, perceraian bukan pilihan yang buruk. “Jadi dia melakukannya... bercerai. Maaf, aku mengatakan hal yang sangat berbeda dengan yang tadi kukatakan.”

“Alasan ibuku tidak bercerai mungkin bukan hanya karena anaknya. Tadi di telepon kami membicarakan piknik itu. Tampaknya di perjalanan pulang dari neraka...kami makan soba genting.”

Jadi setelah pulang piknik itu, ayah Hiramasa mengajak istri dan anaknya mampir ke restoran yang menyajikan soba genting. Tapi saat itu Hiramasa tertidur, sehingga ia tidak ingat. Dan momen itu ternyata jadi momen yang menyenangkan bagi ibu Hiramasa.

“Bagiku itu kenangan terburuk, tetapi bagi ibuku, itu adalah soba terlezat seumur hidupnya. Mungkin ada cerita lain yang aku tak tahu,” Hiramasa menutup ceritanya.

“Mungkin Yassan dan suaminya... tidak punya banyak kenangan seperti itu. Aku ingin mereka berdua bahagia. Aku bilang pada Yassan bahwa aku di pihaknya. Itu saja yang bisa kukatakan,” ujar Mikuri kemudian.



“Di masa sulit, memiliki seseorang yang mendukungmu bisa membantu,” sambung Hiramasa. “Aku tak pernah punya seseorang seperti itu,” dan Hiramasa ingat kalau Numata-san juga pernah mengatakan hal seperti itu padanya. Tapi Hiramasa yakin kalau Numata-san pasti salah paham seperti biasanya.

“Bagiku, orang itu Yuri,” ujar Mikuri.

“Kalian berdua dekat.”

“Ya. Aku selalu menjadi kesayangannya.”

Keduanya pun baru ingat lagi soal Yuri. Hiramasa menggunakan teropongnya untuk melihat ke tempat kerja Yuri. Tapi ternyata lampu sudah dipadamkan. Apakah kali ini mereka gagal lagi menunjukkan kemesraan di depan Yuri?



Mikuri berpikir kalau mereka perlu ke lobi untuk mencegat Yuri dan pura-pura berlari mendekat lalu berpelukan. Hiramasa pun setuju dengan ide itu.

“Itu atau ... Kita katakan yang sejujurnya pada Yuri. Kita mencoba melakukan semua ini untuk memperdaya Yuri. Tak baik, 'kan? Seperti mengkhianatinya. Setelah semua ini. Maafkan aku. Aku membuat Anda menemaniku, bahkan mengambil hari libur Anda yang berharga. Bahkan membuat Anda mengusulkan sesuatu yang tak biasa, yaitu berpelukan di lobi,” sesal Mikuri tiba-tiba.

“Aku samar-samar menyadari kekonyolan rencana ini, tetapi... Jika kau mengatakan yang sebenarnya pada Yuri, mungkin akan jadi lebih mudah untukmu, tetapi, apa tidak akan lebih berat untuk Yuri? Kalau Yuri tahu kebenarannya, dia harus membohongi adiknya, Sakura (ibu Mikuri). Berarti, Yuri akan menanggung perasaan bersalah kita. Perasaan bersalah kita seharusnya hanya ditanggung oleh kita sendiri, 'kan? Oleh kita berdua,” ujar Hiramasa. Ia menolak ide Mikuri untuk bicara jujur pada Yuri.

Mikuri merasa kali ini Hiramasa benar-benar berbeda. “Hiramasa, Bolehkah aku memeluk Anda? Dengan semua rasa terima kasihku.”

“Hari ini bukan hari Selasa,” elak Hiramasa.

“Tolong, di muka,” pinta Mikuri lagi.

Hiramasa pun mengijinkan Mikuri untuk memeluknya. Tidak lupa ia juga mengelus kepala Mikuri dengan sayang.

“Jika sesuatu terjadi, Hiramasa... Aku di pihak Anda,” bisik Mikuri.



Keasyikan berpelukan membuat Mikuri dan Hiramasa tidak sadar ada yang mendekat dan memerhatikan mereka.

“Apa yang kalian lakukan?” sapa Yuri-san tidak jauh dari sana. “Sepertinya aku melihat karpet yang kukenal...dan ternyata kalian sedang berduaan di taman.”

Kaget, Mikuri dan Hiramasa langsung melepaskan pelukan mereka. Keduanya mencoba menjelaskan. Tapi Yuri sudah keburu pergi dan mengatakan tidak akan mengganggu mereka. Bahkan mengucapkan selamat bersenang-senang.

Tadinya Hiramasa berniat mengejar Yuri untuk menjelaskan semuanya. Tapi Mikuri melarangnya dan mengatakan kalau percobaan mereka kali ini ... berhasil. (yeaaaaay ... pelukan yang so sweet)



“Aku tak seharusnya mengganggu pengantin baru, ini konyol,” curhat Yuri pada bartender.

Saat itu Numata-san baru saja datang dan kemudian menyapa Yuri. Ia pun duduk di sebelah Yuri. Si bartender baru tahu kalau mereka berdua saling kenal. Kali ini Numata-san datang sendirian, tidak bersama Kazami-san.

Yuri bersyukur tidak perlu bertemu Kazami. Tampak kalau Yuri sangat membenci Kazami. “Kau harus waspada di dekatnya!”

Sementara itu, Numata-san mengirimkan pesan pada Kazami. Aku tak sengaja bertemu Yuri, kami sekarang minum bersama. Apa yang kaukatakan padanya? Dia sangat marah!

Mendapat pesan seperti itu dari Numata-san, Kazami-san hanya tersenyum.



Terima kasih, ya. Aku dan Hirari akan berjuang!

Mikuri mendapatkan pesan dari Yassan. Ada gambar Yassan dan Hirari bersama simbol love di depannya. Mereka tampak tersenyum. Melihat hal itu, Mikuri juga lega. Paling tidak, ia bisa sedikit membantu temannya ini untuk lebih tenang menghadapi masalah yang tengah dihadapinya.



Malam itu Hiramasa membantu Mikuri mempersiapkan makan malam. Setelah menuangkan air rebusan mie, uapnya membuat kaca mata Hiramasa berembun sehingga tidak terlihat. Mikuri hanya tersenyum kemudian membantu Hiramasa membersihkan embun di kaca matanya itu.

Mikuri pun melanjutkan persiapan makan malam. Selain mempersiapkan mie, keduanya juga mempersiapkan pelengkap lain. Mikuri tengah memotong-motong telur dadar tipis-tipis. Ini menyenangkan. Rasanya seperti menghapus semua rasa bersalah, sangat menyenangkan Kalau setiap minggu hari liburku seperti ini, bukankah cukup untuk membuatku bahagia?



Yuri-san melanjutkan obrolan malam itu bersama Numata-san dan bartender. Setelah Yuri yang curhat, sekarang giliran sang bartender yang curhat.

Numata-san sudah hafal saat sang bartender mulai bercerita. Itu pasti tentang mantan istrinya. Cerita yang sama, lagi dan lagi.



Menu makan malam mereka sudah jadi. Mie dengan potongan telur dadar dan daging di atasnya. (Na nggak yakin sih, ini mie biasa. Atau malah soba? Ya intinya, gitu lah)

“Enak!” seru Mikuri dan Hiramasa bersamaan.

Kami bukan suami-istri ataupun teman. Ini hanya hubungan kerja, ditambah kekasih untuk dipeluk tiap Selasa. Bagi kami ini menyenangkan karena tidak pasti.



Akan tetapi, kenapa...jadi seperti ini?

Mikuri dan Hiramasa tidur satu ranjang? Apa yang terjadi?!

BERSAMBUNG – sampai jumpai minggu depan ya #ehe

Pictures and written by Kelana

Kelana’s note :

Hahahaha ... ada yang kena spoiler? Atau tergoda nonton langsung?

Dorama satu ini rating tiap episodenya selalu naik lho. Sepertinya nggak Cuma i-fans aja yang suka, karena j-fans pun suka dorama satu ini. Pasangan yang lucu dan menggemaskan. Yang Na suka dari mereka adalah, perubahan sikap dan pertambahan kedewasaan yang nggak lebay dan natural banget. Jadi, mereka sama-sama berubah jadi lebih baik. Hmmmm ... baru setengah jalan sih ya. Masih ada banyak lagi kejadian lucu bin menggemaskan antara pasangan ini.

Jadi orang tua itu nggak mudah lho. Bahkan Yassan yang mantan yankee aja pusing. Mungkin itu pesan yang ingin disampaikan drama ini. Kalau jadi orang dewasa, terutama jadi orang tua itu adalah tanggung jawab besar. Nggak semua orang punya kesempatan jadi orang tua. hmmmm .... Na jadi kepikiran kapan kejombloan ini berakhir #eh #curcol

Hiramasaaaa eh, om Hoshino Gen ... daku padamu! #eaaaaa

OH YA, SELAMAT HARI IBU

UNTUK SELURUH IBU YANG ADA DI DUNIA INI ^_^ WE LOVE U
Bening Pertiwi 14.26.00
Read more ...
SINOPSIS dorama Married as Job episode 05 part 1. Hubungan Mikuri dan Hiramasa adalah kontrak kerja. Mikuri berstatus sebagai istri kontrak, yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga di rumah Hiramasa dengan gaji tertentu. Tapi, hubungan mereka tidak berjalan mulus seperti rencana.



“Hiramasa...maukah Anda menjadi pacarku? Jika aku berpacaran dengan Anda, Hiramasa, aku tak perlu menyembunyikannya dari orang lain. Tidak ada hal tak penting yang perlu kukhawatirkan. Semua terserah Anda.”

“Terserah padaku?” Hiramasa panik.

Dia terpojok. Dia benar-benar terpojok.



Imajinasi Mikuri. Ada dua kandidat cinta untuk calon Mikuri di Parta Pekerjaan Rumah Tangga, Tsuzaki Hiramasa atau Kazami.

Akan tetapi...Salah satu alasan utama canggungnya hubungan kami adalah, rendahnya rasa percaya diri Hiramasa. Karena hal itu, setiap kali dia membentengi hatinya, aku hanya merasakan kesepian, aku sudah di batas kesabaranku. Karena rasa kesepian yang berlebihan, aku bahkan hampir jatuh ke kata-kata manis Kazami. Namun kalau itu terjadi, rasa percaya diri Hiramasa akan makin rendah, dan tembok di hatinya akan makin tinggi. Jadi, aku memutuskan untuk meruntuhkan tembok itu. Caranya... dengan berevolusi menjadi kekasih. Dengan mengubah peran menjadi kekasih, aku mengambil pendekatan psikoterapi untuk menambah rasa percaya dirinya.

Di saat yang sama, hal ini bisa mengisi rasa kesepian di hatiku. Hanya prasangka! Benar. Kalian semua benar. Ini strategi sekali-mendayung-dua-tiga-pulau-terlampaui yang hanya bisa dipikirkan orang berprasangka sepertiku. Pilihlah Moriyama Mikuri yang paling suka berprasangka, Moriyama Mikuri. Terima kasih. Memilih atau tidak memilih, semua terserah kalian. Terserah Anda, Hiramasa.



Jadi, apa keputusanmu? Apa keputusanmu, Hiramasa?

“Apa berpacaran itu sesuatu yang ingin kaucoba?” Hiramasa masih mencoba menenangkan diri setelah meneguk air.

“Menurutku tak ada apa pun yang tak bisa dilakukan.”

“Menurutmu kekasih itu apa?”

Mikuri berpikir, “Makan bersama...”

Tapi buru-buru dipotong oleh Hiramasa. Tiap ide soal kekasih yang dikatakan oleh Mikuri, selalu dapat dipatahkan oleh Hiramasa. Karena semua hal itu juga bisa dilakukan bahkan bersama orang yang bukan kekasih.

“Bagaimana dengan sentuhan?” usul Mikuri kemudian. “Berpelukan saat senang, atau bergelung bersama saat lelah. Menepuk kepalaku dan berkata "tak apa-apa"... Bukankah kekasih adalah hubungan yang saling mendukung seperti itu? Ada saatnya, 'kan? Anda berpikir "Aku sangat lelah... aku butuh pelukan..."”

“Misalnya kita melakukannya, bisakah kau menyebutnya tempat kerja?” Hiramasa masih ragu.

“Tentu saja, kita akan membuat pemisah yang jelas dengan pekerjaan. Aku hanya mau menentukan waktu berpacaran khusus di luar jam kerja,” lanjut Mikuri. Ia berjanji tidak akan minta lebih dari itu.

“Kalau kau segitu inginnya dihibur, alih-alih hanya nama...kenapa kau tak cari pacar sungguhan?” usul Hiramasa.

Mikuri cukup terkesiap dengan saran Hiramasa ini, “Aku hanya mau hal yang baik dari sebuah hubungan.”

Melihat Hiramasa yang terus terpojok sejak tadi, Mikuri pun tak mau memaksa lagi. Ia pun mengatakan kalau Hiramasa tidak perlu buru-buru mengambil keputusan. Lalu mengucapkan selamat tidur.



Hari berikutnya

Mikuri datang lebih pagi ke rumah Kazami. Kazami heran dan berpikir kalau Mikuri dan Hiramasa bertengkar. Tapi Mikuri mengatakan tidak ada masalah dengan mereka.

Kazami menyerahkan pemberitahuan pembersihan pipa pada Mikuri. Jadi, hari itu akan ada yang datang untuk bersih-bersih. Karena Mikuri ada di sana, Kazami jadi tidak khawatir lagi.

“Kedatanganmu benar-benar membantu,” ujar Kazami-san.

“Aku menerima semua uang tambahan,” jawab Mikuri.



Yuri berjalan ke kantor seperti biasa. Ia melihat Kazami-san turun dari tangga dan berniat menyembunyikan wajahnya. Tapi sebuah suara menarik perhatian Yuri-san.

Yuri-san kemudian melihat Mikuri yang berlari turun mengejar Kazami-san. Mikuri menyerahkan payung pada Kazami-san. Terdengar percakapan kalau Kazami meninggalkan payung itu di teras, padahal ada kemungkinan hari itu akan hujan. Yuri tidak menyangka akan melihat adegan seperti itu. Pikirannya langsung menyimpulkan sesuatu. Ada yang tidak beres!



Hiramasa makan siang bekal dari Mikuri seperti biasa. Tapi pikirannya masih mengingat apa yang dikatakan Mikuri kemarin malam.

Apa maksudnya hanya ingin hal baik dari sebuah hubungan? Ada saatnya, 'kan? Anda berpikir "Aku sangat lelah... aku butuh pelukan..." Aku tak pernah berpikir demikian. Dalam hidupku, aku jarang mendengar kata "pe-luk". Aku ingat pernah dipeluk ibuku saat masih anak-anak. Namun dari seseorang tanpa hubungan darah, tidak seorang pun dalam 35 tahun....

“Apa ini? Sejarah 35 tahun berubah dalam sekejap,” gumam Hiramasa.



Melihat Hiramasa yang bergumam sendiri, Hino-san pun mendekatinya. Ia berniat memeluk Hiramasa karena berpikir Hiramasa kesepian, seperti yang dikatakan oleh Numata-san. Tapi Hiramasa buru-buru mengelak, kalau sebenarnya tidak demikian.

“Tidak, kau salah paham. Hanya ... aku sedang memikirkan hidupku,” elak Hiramasa.

“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan istrimu? Kau seharusnya mengalah saat bertengkar. Dalam rumah tangga, yang terpenting adalah menjaga istrimu dalam suasana hati yang baik. Kalau kalian berdua adu kuat dan mencoba mendominasi, kalian akan terus begitu sampai salah satu dari dari kalian kalah. Sebelum menjadi legenda penguasa tertinggi abad ini, berhenti bertengkar adalah yang terbaik,” ujar Hino-san memberi saran tanpa diminta.

Tapi saran dari Hino-san maupun komentar dari Numata-san membuat Hiramasa makin memikirkannya. Kenapa Mikuri berpikir untuk memeluk laki-laki yang tak disukainya? Atau... apa mungkin... dia tidak tak menyukaiku? Berhenti tersipu. Tenangkan dirimu. Cara terbaik adalah proses eliminasi. Ini evaluasi relatif dan bukan evaluasi pasti, jangan salah. Dia tidak secara khusus menyukaiku. Aku hanya majikannya... hanya sebagai...bantal peluk. Hanya saja kebetulan ada laki-laki yang pas di depannya. Hiramasa bergumam sendiri sambil tertunduk di meja.

Melihat tingkah Hiramasa ini, Hino-san dan Numata-san tidak punya pilihan lain. Mereka kemudian memeluk Hiramasa-san, membuat yang dipeluk justru tidak nyaman.

“Aku tidak kesepian, aku baik-baik saja.”



“Ini sulit dimengerti. Perbaiki lagi bahasa Jepang-mu. Kurasa maksudnya bisa tersampaikan. Tulis kembali sambil memikirkan orang yang membacanya!” pesan Yuri-san pada bawahannya yang wanita.

Ia kemudian kembali ke mejanya, mengambil tas dan beranjak pulang. Kali ini Yuri pulang tepat waktu. Dan sikap ini langsung jadi obrolan para staf bawahannya. Mereka menduga-duga kalau masalah Yuri pasti soal lelaki, lalu putus dan seterusnya.



Rupanya Yuri-san menunggu Kazami-san di depan gedung. Hari sudah gelap saat akhirnya Kazami keluar dari kantornya dan diajak bicara oleh Yuri.

“Apa kau mau pergi makan bersama?” tawar Kazami-san.

“Tidak mau!” elak Yuri-san cepat. “Aku melihatmu pagi ini, di stasiun. Kau dan Mikuri.”

“Hanya karena kami tinggal berdekatan. Kupikir sebaiknya kau bertanya padanya,” saran Kazami-san, tetap santai.

“Aku tak bisa! Aku tak mau dia berpikir aku tante yang mengganggu. Dari awal, kau memanfaatkan masalah dalam hubungan mereka dan memperdayanya. Ini salahmu. Aku tak percaya Mikuri bisa selingkuh...” saat berpaling Yuri melihat Hiramasa juga berjalan keluar dari kantor. Yuri berniat mengikuti Hiramasa. Tapi saat melihat ke sekeliling, ternyata Kazami sudah menghilang.

Ternyata Kazami menggunakan jalan lain dan menyeret Hiramasa pergi, agar tak lagi ada dalam jangkauan Yuri. “Ini gawat!” ujar Kazami pada Hiramasa.



Mikuri tengah memasak makan malam saat Yuri meneleponnya.

“Apa kalian berdua baik-baik saja?” Yuri menelepon saat masih di jalan. Ia tengah berusaha berteduh dari hujan yang mengguyur malam itu. “Aku hanya sedikit khawatir. Yah, ini pernikahan tiba-tiba, 'kan? Biasanya... pasangan yang menikah tiba-tiba menikah tanpa benar-benar kenal satu sama lain. Misalnya, sang suami sebenarnya kasar, atau yang lain?”

Mikuri heran tiba-tiba ditelepon begitu oleh Yuri, “Hah? Apa maksudmu?” Mikuri sempat memikirkannya, “Kurasa situasi sekarang agak canggung. Semuanya salahku. Aku mengatakan sesuatu yang sangat berani.”

“Kau memberitahu Hiramasa tentang Kazami?” Yuri makin syok dan curiga.

“Hah?” Mikuri bingung.

“Kenapa kau memberitahunya? Apa kau hanya tergoda? Atau serius? Yang mana yang benar-benar kausukai?” cecar Yuri.

“Yuri, kau bicara apa, sih? Maaf, Hiramasa pulang, aku tutup dulu, ya.”



Sambil menunggu makan malam, Hiramasa pun menceritakan semuanya pada Mikuri. Dari Kazami, ia mendengar cerita kalau Yuri curiga, ada masalah antara Mikuri dengan Hiramasa. Hingga Mikuri berselingkuh dengan Kazami. Dari sana, Mikuri akhirnya mengerti kenapa Yuri tadi meneleponnya dengan nada begitu khawatir.

“Kita terlihat terlalu berjarak, dan sama sekali tak terlihat seperti pengantin baru,” ujar Hiramasa.

“Tak ada yang bisa kita lakukan...”

“Bagaimana kalau kita coba?” tawar Hiramasa tiba-tiba. “Apa yang kauusulkan. Maksudku, berpacaran. Kalau dipikir-pikir, alasan Numata curiga dan alasan kita ketahuan oleh Kazami, dan masalah ini pun, semuanya, karena kita sama sekali tidak terlihat seperti pengantin baru.”

Mikuri memberikan usulan, “Kalau kita menciptakan suasana seperti kekasih, mungkin kecurigaan Yuri bisa hilang.”

“Suasana seperti kekasih itu seperti apa, aku tak begitu mengerti, tetapi...”

Mikuri mengusulkan soal berpelukan. Kontan Hiramasa kaget karena itu tiba-tiba. Lalu Mikuri memberi opsi lain, berpegangan tangan ala kekasih. Hiramasa makin bingung. “Sebagai perbandingan, pelukan digunakan sebagai salam di luar negeri, termasuk antara anggota keluarga dan teman.”

“Aku mulai berpikir berpelukan lebih baik.” Hiramasa akhirnya setuju.

Mikuri lalu memberitahukan detail pelukan. Soal bagaimanya mengawalinya, lalu merespon pelukan hingga berapa lama harus berpelukan. Semuanya justru seperti gulat. Tapi Mikuri hanya berpikir itu dasarnya saja. Akhirnya Hiramasa pun setuju.

Hiramasa membuka tangannya lebar-lebar. Lalu Mikuri pun menghambur ke pelukannya. Setelahnya Hiramasa pun membalas pelukan Mikuri dengan meletakkan tangannya di punggung Mikuri. Keduanya berpelukan dengan sangat kaku. Tapi tidak sampai hitungan tiga, hingga keduanya pun saling melepaskan pelukan, canggung. Hiramasa segera mengajak Mikuri untuk makan malam saja.

Ini... apa artinya, ya? Dia menyesalinya? Atau optimis dengannya? Dia sama sekali tak berekspresi, aku tak bisa membacanya.



Di kantor, Yuri masih saja jadi bahan obrolan para staf karyawan yang lain. Mereka mulai menebak-nebak, kalau Yuri ditolak oleh pria yang lebih muda dan pulang sambil menangis di bawah hujan. Saat itu, Yuri masih asyik memegangi ponselnya, ragu apakah ia akan menghubungi Mikuri atau tidak.

Kedua bawahan langsung Yuri mengingatkannya kalau mereka akan rapat jam 3. Yuri berpikir akan menelepon dulu. Tapi kedua bawahan itu mengingatkan kalau akan jadi masalah jika Yuri terlalu sering menelepon. Yuri pun akhirnya setuju dan beranjak menuju ruang rapat.

“Benar-benar, deh. Ini semua salah laki-laki ganteng itu!” guma Yuri. Dan para karyawan di sekitarnya pun mendengar itu. Yuri berhenti dan berbalik ke arah bawahan langsungnya yang laki-laki, “Umehara, kau ganteng, 'kan? Namun entah kenapa, aku tak terganggu olehmu. Kenapa, ya? Apa karena kau anak buahku?”

Dan rumpian soal Yuri makin panjang. Para karyawan berpikir kalau Yuri sekarang membribiki (menjadikan gebetan. Aduh Na, bahasamu ini lho, kekekek) bawahan yang pria, Umehara.



Kazami-san menemui Hiramasa di mejanya. Ia menanyakan soal mereka, yang ‘nyaris’ ketahuan oleh Yuri. Kazami bahkan menawarkan bantuan.

“Kami akan mengatasinya, jadi jangan khawatir. Kazami, kau jangan melakukan apa pun, ya,” pinta Hiramasa kemudian.

“Aku mengerti,” Kazami-san pun beranjak pergi.

Sementara itu, tidak jauh dari meja Hiramasa, Numata-san tengah serius memerhatikannya. Bahkan Hino-san yang ada di sebelah sedang bicara soal pekerjaan, tidak dipedulikannya. Numata-san asyik dengan tebakan-tebakannya yang kacau soal Hiramasa dan Kazami.



Siang itu Mikuri bertemu dan ngobrol dengan Yassan. Ia membahas soal acara perjodohan yang sempat dibicarakan. Mikuri mengaku tidak mau datang karena sudah punya pacar. Yassan heran.

“Dia punya rasa rendah diri dalam cinta dan mencoba lari dari hubungan mendalam. Namun akhirnya aku melihat secercah harapan,” curhat Mikuri.

Mikuri teringat obrolan dengan Hiramasa sebelumnya. Hiramasa setuju untuk melakukan ide Mikuri, menjadi kekasih. Dan ia juga berpikir soal haru pelukan. Menurut Hiramasa, kalau pelukan dilakukan seenaknya, bisa merusak pekerjaan dan akan melelahkan secara emosi. Jadi, Hiramasa mengusulkan kalau mereka pelukan satu bulan sekali. Mikuri tidak setuju, kalau terlalu jarang, maka mereka tidak akan bisa membuat Yuri percaya. Hiramasa lalu mengusulkan dua minggu sekali, dan Mikuri masih belum setuju. Hiramasa akhirnya mengatakan satu minggu sekali dan tidak mau tambah lagi. Mikuri akhirnya setuju. Dan karena pelukan terakhir adalah hari selasa, mereka pun sepakat akan pelukan lagi di hari selasa. Selasa, jadi hari berpelukan.

“Akan kulewatkan detailnya untukmu, tetapi intinya sekarang kami punya waktu untuk sedikit sentuhan, dan perasaanku akhirnya tenang juga,” Mikuri masih larut pada rasa bahagianya. Dia baru sadar kalau Yassan ternyata malah asyik dengan Hirari. “Apa kau mendengarkan?”

“Tidak...Membosankan, ya, Hirari?”



Saat pulang ke rumah, ternyata Yuri sudah menunggu Mikuri. Yuri mengaku pulang cepat dan akan mengganti jam kerjanya di hari libur besok. Mikuri pun mengajak Yuri masuk. Yuri sempat kesal, karena Mikuri belum menghubunginya lagi sejak telepon kemarin malam.

“Aku mau dengar perasaanmu yang sesungguhnya sebelum Hiramasa pulang. Sebagai tantemu, aku tak mau mengatakan ini, aku tak mau mengatakannya, tetapi aku katakan saja, ya. Sebenarnya kau...” Yuri ragu.

“Kau melihatnya, 'kan? Aku dan Kazami.”

Yuri sudah langsung panik, “Kalau-kalau kau selingkuh dan bercerai, aku tak bisa menghadapi Sakura (ibu Mikuri), 'kan? Dari semua tempat yang ada, sarang cintanya adalah apartemen yang kukenalkan padanya. Aku juga setengah bertanggung jawab! Jujurlah. Aku benci Kazami, tetapi jika kau berkata kau mau bersamanya apa pun yang terjadi, aku akan mengabaikan perasaanku. Namun, siapa pun yang kaupilih, aku selalu di pihakmu. Jangan lupakan itu.”

Mikuri akhirnya punya kesempata bicara, “Terima kasih. Akan tetapi, Yuri, aku dan Kazami tak ada hubungan apa-apa. Benar. Tidak ada apa-apa, sama sekali. Aku hanya dipekerjakan olehnya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.”

“Pekerjaan rumah tangga?” Yuri heran.

“Ya, seperti memasak dan bersih-bersih. Seminggu dua kali,” aku Mikuri.

Yuri makin syok, “Pengantin baru di tempat seorang lajang? Dan Hiramasa?”

“Tentu saja dia tahu,” ujar Mikuri cepat.

“Kenapa dia mengizinkannya? Apa yang Hiramasa pikirkan?! Aku tak percaya. Dia kekurangan akal sehat. Telepon Hiramasa di sini sekarang. Aku akan memberinya wejangan!”



Mikuri pun mengirim pesan pada Hiramasa yang masih ada di kantor.

Yuri baru saja datang. Aku bilang aku bekerja di tempat Kazami, tetapi itu hanya memperburuk keadaan. Maaf! Lengkap dengan emot lucu LOL



Malam itu Mikuri menjemput Hiramasa di bawah. Dia memberitahu Hiramasa kalau Yuri tertidur karena belakangan kurang tidur akibat memikirkan Mikuri. Mendengar itu Hiramasa pun sedikit lega.

“Ayo pulang dan berpura-pura menjadi pasangan yang mesra. Saat dia bangun dia akan merasakan betapa dekatnya kita,” ujar Hiramasa.

“Kalau begitu, jelaskan juga kalau kepergianku ke rumah Kazami tidak mengganggu Anda sama sekali,” tambah Mikuri. “Tunggu! Lebih baik kita menciptakan suasana seperti kekasi!” usul Mikuri.

“Ini hari Jumat!” protes Hiramasa. “Apakah kau akan langsung melanggar peraturan?”

“Ini keadaan darurat!” elak Mikuri.

Saat itu ternyata Yuri keluar dari apartemen Hiramasa dan berdiri di balkon. Melihat Yuri ada di sana, Mikuri dan Hiramasa tidak punya pilihan untuk langsung berpelukan. Mereka ingin meyakinkan Yuri kalau keduanya baik-baik saja.



“Dasar Hiramasa, bagaimana mungkin kau lupa bawa kunci rumah?” ujar Mikuri saat dia dan Hiramasa kembali ke apartemen.

“Terima kasih sudah menjemputku, Mikuri.”

Saat itu Yuri tengah duduk di kursi. Rambutnya tampak acak-acakan dan ia baru saja mengenakan kaca matanya kembali. “Selamat datang....Maaf, aku ketiduran.”

Mikuri sadar sesuatu, “Yuri... kapan kau melepas lensa kontakmu?”

“Saat bangun, mataku sangat sakit...” ujar Yuri. Jadi, biasanya ia mengenakan lensa kontak. Dan karena dilepas, sekarang ia mengenakan kaca matanya.

“Kau baru saja dari balkon, 'kan?” ujar Mikuri lagi.

“Ah, yang di bawah itu kau, Mikuri? Kulihat ada orang lain di sana, tetapi aku tak pakai lensa kontakku, jadi semuanya buram,” aku Yuri.

Jadi, usaha Mikuri dan Hiramasa untuk berpelukan agar dilihat oleh Yuri ternyata ... sia-sia.

“Hmm, Yuri, meski sepertinya kami membuatmu khawatir, sebagai suami-istri, kami...”

Ucapan Mikuri dipotong oleh Yuri. Ia mengaku sangat ngantuk dan lelah jadi pamit pulang begitu saja. “Aku akan meneleponmu besok.”

BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :

Terimakasi Yuri-san, kekekeke. Ya meski pelukannya masih kaku dan terpaksa, tapi paling nggak ada progress lah soal hubungan mereka ini.
Bening Pertiwi 14.26.00
Read more ...