SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 07 part 2

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 07 part 2. Untuk kedua kalinya, Misaki pun menginap di apartemen Reiji, setelah dibujuknya usai mereka menaiki wahana kincir di taman hiburan. Meski tadinya menolak, Misaki akhirnya setuju.


Tidak ingin kehilangan kesempatan, Reiji berniat mencium Misaki. Tapi, lagi-lagi Reiji gagal melakukan misinya. Saat itu Misaki—yang ternyata belum tidur—tahu dan menyadarinya. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?



Gagal melakukan misinya untuk mencium Misaki di malam sebelumnya, membuat mood Reiji hari berikutnya jadi buruk. Ia terus saja marah-marah dan mengkritik proposal yang sudah disusun oleh para karyawannya.


Para karyawan tidak bisa berbuat banyak. Mereka tidak punya pilihan lain selain memperbaiki kembali proposal-proposal itu dan mengajukannya pada Reiji. Reiji sendiri kembali ke ruangannya masih dengan perasaan kesal.



Sekt.Maiko sedang curhat pada Katsunori-san. Rupanya presdir, Reiji, masih belum tahu soal hubungan sekt.Maiko dengan presdir Wada. Sekt.Maiko sendiri bingung bagaimana caranya untuk mengatakan soal ini pada Reiji. Tapi saat Katsunori-san menawarkan bantuan, sekt.Maiko pun menolaknya.


“Aku akan mencari caranya,” ujar sekt.Maiko kemudian.



Reiji galau sendiri. Tadinya dia galau soal kata ‘love’, tapi ternyata ada kata lain yang tidak kalah membuatnya stres, yaitu ‘kiss’. Kali ini sekt.Maiko tidak terlalu menanggapi curhatan Reiji. Pikirannya masih mencari cara untuk memberi tahu Reiji soal hubungannya dengan presdir Wada.


“Aku ingin mengatakan analogi. Kalau saja, salah satu karyawan di hotelmu punya hubungan dengan sainganmu, kau pasti tidak akan setuju kan?”


“Wada kan? Kau pikir aku tidak tahu apapun?” ujar Rieji to the point.


Keterusterangan Reiji membuat sekt.Maiko kaget, “Jadi kau menyadarinya ... “


Reiji ikut kaget sendiri, “Eh benar? Kau benar suka pada Wada?”


“Anda kan baru saja bilang sendiri?”


“Itu Cuma tebakan acak. Aku tidak menyangka akan benar,” ujar Reiji kemudian.


Merasa kalau ia ketahuan, sekt.Maiko buru-buru minta agar obrolan itu tidak lagi dianggap oleh Reiji. Ia pun kemudian buru-buru pergi dari ruangan Reiji.



Seperti biasa, Reiji pulang diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. “Pembicaraan kita tadi soal Wada, tidak masalah kan? Aku tidak masalah dengan itu. Siapapun pasanganmu, itu bukan urusanku. Aku tidak berhak ikut campur urusan pribadimu. Dan paling tidak, dia akan tahu tipe wanita seperti apa yang dia hadapi. Iya kan, Katsunori?” ujar Reiji.


“Benar!”


“Apa maksud Anda?” sekt.Maiko heran.


“Kau berhenti dari Samejima Ryokan (penginapan milik ayah Reiji), karena kau punya hubungan dengan pria beristri dan punya anak kan? Kau wanita yang terlibat pria berbahaya. Jadi itu biasa kalau kau tertarik dengan Wada. Ini waktumu untuk mendapatkan pasangan juga. Bukan waktunya untuk terlalu pemilih. Kau satu-satunya yang masih sendiri kan?”


Sekt.Maiko pun mengerti, “Terimakasih.”



Malam itu Mahiro datang dan menginap ke apartemen Misaki. Sebuah bangunan kuno yang sangat cantik, tetapi tidak memiliki kamar mandi sendiri. Mahiro begitu terkesan dengan apartemen itu dan akhirnya mengerti kenapa Misaki memilihnya.


Misaki bercerita pada Mahiro kalau ia kembali menginap di tempat Reiji, dan tidak ada yang terjadi. Misaki berpikir ini aneh, padahal mereka kencan dan bahkan Misaki sudah menginap dua kali.


“Mungkin dia memang tidak ingin melakukannya denganku?” tebak Misaki.


Tapi Mahiro justru punya imajinasi lain. Dia mengungkapkan kalau hubungan itu mungkin Cuma kamuflase saja. Kadang, ada orang kaya yang seperti itu. Mereka suka sesama jenis. Tapi mereka menikah dengan lawan jenis, hanya untuk menutupi kebenaran terhadap publik.


“Kau mungkin benar. Aku sering berpikir dia (Reiji) tidak terlalu cocok dengan wanita.”


“Tapi aku tidak merasakan aura khusus seperti itu sih,” lanjut Mahiro.


Malam itu, Mahiro benar-benar menginap di tempat Misaki. Ia memberi usul agar Misaki yang mencoba melakukannya lebih dulu.


“Itu akan aneh. Karena aku tidak mungkin melakukan itu,” elak Misaki.


“Kalau begitu, kau akan kalah kalau Cuma menunggu dan tidak mencoba melakukan apapun. Karena saat ini, laki-laki atau wanita, tidak masalah siapa yang mulai duluan,” Mahiro mencoba meyakinkan Misaki.



Sementara itu, Reiji justru menghubungi Katunori-san. Ia meminta sopirnya itu untuk datang ke apartemennya. Reiji bahkan mengijinkan Katsunori-san menggunakan kamar mandinya dan mengajaknya minum bersama. Kebaikan Reiji ini membuat Katsunori-san curiga. Tapi ia kemudian paham kalau yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Reiji adalah soal sekt.Maiko.


“Apa tidak masalah membiarkannya kencan dengan Wada? Sejujurnya aku tidak pernah mengira.”


“Kupikir Anda akan menentang itu,” komentar Katsunori-san.


“Kalau memikirkan dia (sekt.Maiko), mana yang lebih baik, mengijinkan dia kencan dengan Wada atau menentangnya? Sejujurnya, aku tidak tahu harus berbuat apa,” curhat Reiji. “Kupikir ini tanggungjawabku juga.”


“Tanggungjawab soal apa?”


“Tanggungjawab menjodohkan dia dengan seseorang, karena aku sudah membawanya dari ryokan ke perusahaan sekarang. Karena kau sudah menikah, tinggal dia saja.”


“Tapi Anda juga belum menikah,” protes Katsunori-san.


“Itu ... akan segera terjadi. Jadi tidak perlu khawatir soal aku,” elak Reiji.


“Tapi, tidak perlu khawatir soal sekt.Maiko juga.”



“Kau pasti tidak pernah berpikir akan berdua denganku seperti ini dan bicara soal ... kiss,” ujar Reiji. Ia tidur di ranjang, sementara Katsunori-san di futon yang tidak jauh dari tempat Reiji.


Reiji melanjutkan sesi curhatnya soal ‘kiss’. Tadinya ia berpikir hal paling membahagiakan adalah bisa mencium orang yang disukai. Tapi ternyata tidak. Tidak masalah, tidak mencium orang yang disukai. Karena berada di dekatnya saja sudah cukup. “Tapi Maiko menceramahiku. Katanya kasihan Misaki karena aku tidak menciumnya padahal dia sudah menginap di sini. Bahkan kedua kali dia di sini, aku tidak melakukan apapun.”


“Saya bisa mengerti apa yang Anda pikirkan,” komentar Katsunori-san, setia mendengarkan.


Reiji merasa perlu melakukan sesuatu untuk hubungannya ini dengan Misaki. Reiji punya ide. Ia berpikir untuk membuat ‘seolah-olah’ kaki ranjangnya patah hingga dia terjatuh ke arah Misaki yang tidur di futon dan ... ciuman kecelakaan pun bisa terjadi.



Malam itu pun Reiji langsung merealisasikan idenya. Setelah mencari model yang dirasa cocok, Reiji menyuruh Katsunori-san untuk mempersiapkan semua alat dan bahannya. Sekarang Reiji bekerja menyusun ranjang ‘kecelakaan-nya’ dibantu Katsunori-san. Setelah ranjang itu jadi, Reiji berpikir untuk mencobanya. Ia menyuruh Katsunori-san mencoba pertama kali, berhasil. Setelah menarik tali yang disambungkan dengan sistem ranjang ‘kecelakaan’ itu, kaki ranjang di salah satu sisi terlipat ke dalam dan Katsunori-san pun terjatuh tepat di atas futon.


Sekarang giliran Reiji. Percobaan pertama, berhasil. Reiji mendarat jatuh tepat di atas futon. Untuk pelengkapnya, Katsunori-san sekarang meletakkan sebuah baskom dengan tanda merah di salah satu sisinya—sebagai bibir—untuk percobaan.


Percobaan berikutnya, gagal. Berkali-kali Reiji mencoba, tetapi selalu saja gagal membuat bibirnya tepat mendarat di tanda merah pada baskom. Saat hampir menyerah karena kelelahan, Reiji masih kembali mencoba dan ... ia pun berhasil mendaratkan bibirnya tepat pada tanda merah pada baskom. Latihan berhasil!



Ponsel Reiji berbunyi tepat setelah latihannya berhasil. Sebuah pesan dari Misaki.


Bisakah aku datang ke rumahmu lagi besok malam?


Mendapat pesan itu, Reiji langsung sumringah, “Tepat waktu! Dia baru saja mengirim pesan! Sekarang jadi waktu yang tepat kan?! Kali ini aku akan benar-benar melakukannya!” ujar Reiji yakin.



Malam berikutnya. Reiji menyempatkan berbelanja setelah pulang kantor. Sekt.Maiko yang khawatir, menawarkan bantuan untuk Reiji. Tapi ditolah oleh Reiji karena ia ingin memasak bersama dengan Misaki saja.


“Daripada bicara soal itu, apa saja yang sudah terjadi antara kau dengan Wada?”


“Tidak ada yang khusus,” ujar sekt.Maiko, agak malu.


“Kalau kau punya waktu khawatir soal orang lain, khawatirkan dirimu juga,” ujar Reiji.


Sekt.Maiko pun mengerti dan pamit pergi. Malam itu ia juga punya janji temu dengan presdir Wada.



Seperti janjinya, Misaki benar datang. Reiji menawari beer atau champagne untuk Misaki yang dijawab Misaki dengan beer. Malam itu, Reiji dan Misaki memasak bersama. Sementara Misaki mempersiapkan sayur di panci, Reiji membersihkan dan membuat fillet ikan. Misaki bahkan memuji kemampuan Reiji soal satu ini. (iya lah, bang Ohno kan cinta banget tuh sama ikan, ekekeke. Hobby-nya kan mancing)


Setelah semua matang, mereka berdua pun makan malam bersama. Reiji memuji makanan di depannya itu. Tapi Misaki mengelak, karena setengah dari masakan itu juga buatan Reiji.


“Meski aku memasak, aku tidak mungkin bisa membuat rasa seenak ini. Kalau kau buka restoran, aku bisa pastikan akan datang tiap hari,” puji Reiji lagi.



Sekt.Maiko minum sendirian di bar tempat biasa mereka bertemu. Tidak lama setelahnya presdir Wada pun datang dan bergabung untuk minum. Mereka mengobrol sebentar sebelum presdir Wada pamit untuk menelepon.


“Kau bisa pergi duluan kan?” ujar presdir Wada sebelum pergi.


Sekt.Maiko melihat presdir Wada meninggalkan kunci sebuah kamar di meja. Ia pun mengerti apa maksud presdir Wada soal kunci itu.



Misaki sudah terlelap di balik selimutnya saat Reiji masih di kamar mandi. Setelah membersihkan wajah, Reiji masih sempat mengoleskan krim pelembut di bibirnya. Reiji bersiap. Saat kembali, Reiji melihat Misaki sudah terlelap, dan dia pun naik ke ranjangnya sendiri.


Sejenak Reiji ragu. Beberapa kali ia melihat ke arah Misaki. Misi kali ini harus dilakukan, apapun yang terjadi. Reiji mengambil tali yang tersembunyi di bawah bantalnya, kemudian memantapkan hati untuk melakukan misinya. Beberapa kali Reiji mengimajinasikan situasinya.



Tapi belum sempat melakukan apapun, justru Misaki yang bangun. Melihat Misaki, Reiji buru-buru memejamkan mata dan menyembunyikan lagi tali yang tadi dipegangnya di balik bantal.


Menuruti saran Mahiro, Misaki pun berniat untuk melakukannya lebih dulu. Ia beringsut ke ranjang Reiji. Misaki mendekatkan wajahnya pada Reiji, bersiap mencium. Reiji yang belum benar-benar tidur, tahu itu. Tapi ia merasa tidak nyaman hingga sedikit menghindar dan justru menarik tali yang sejak tadi dipegangnya. Kaki ranjang Reiji pun tertekuk ke dalam membuat ranjang itu ambruk. Reiji dan Misaki otomatis terjatuh ke arah futon di bawah.


“Apa itu?”


“Aku, juga tidak tahu yang terjadi,” elak Reiji.


“Apa kau membenciku?” tuduh Misaki.


“Tidak, tentu saja tidak!”


“Lalu kenapa kau menolak?” protes Misaki.


“Ini? Ini bukan alat untuk menghindarimu,” elak Reiji cepat.


“Kalau begitu, itu apa?” cecar Misaki. Ia masih memegang bahunya yang kesakitan karena jatuh tadi.


“Itu ... aku tidak tahu tali apa ini. Saat ditarik, jadi seperti ini,” Reiji mencari alasan. “Ini Katsunori! Dia membuatnya untuk mengagetkanku!” Reiji mencoba menjelaskan.


Tapi Misaki tidak bisa menerima penjelasan Reiji, “Bohong! Kenapa kau bohong?”


“Aku membuat ini untuk mengejutkanmu. Semacam ranjang kejutan. Tapi aku tidak berpikir membuatnya jadi salah baham. Benar, ini hanya salah paham,” Reiji masih berusaha memperbaiki situasi.


Tapi Misaki sudah tidak mau dengar lagi, “Presdir yang cakap dalam pekerjaan, tenang dan dewasa, seorang yang kadang terlalu langsung dan ceria. Itu kesanku terhadapmu.”


“Itu benar. Tapi, kita setuju kan kalau kau tidak memanggilku presdir saat kita Cuma berdua?”


“Kau tahu benar yang terjadi. Selain membuat ranjang ini, tidak bisakah kau pikirkan cara yang lebih baik? Kau banci! Ini pertama kalinya aku bertemu pria yang sangat banci!” suara Misaki meninggi.


Tidak terima dikatakan ‘banci’, Reiji pun naik amarahnya, “Ini juga pertama kalinya bagiku, bertemu wanita keras kepala!”


Pertengkaran keduanya pun makin panas. Reiji dan Misaki saling menyalahkan soal ciuman, soal siapa yang harusnya lebih dulu melakukan ciuman.


“Aku benar-benar kaget sekarang. Aku ingin mengubah pandanganku soal presdir yang selalu berpikiran terbuka! Aku keliru menilaimu, pria yang banci—pengecut—dan sama sekali tidak tenang apalagi dewasa!”



Tidak tahan lagi dimaki oleh Misaki, kata itu pun keluar dari bibir Reiji, “Kau diPECAT!”


“Begitu! Terimakasih untuk semuanya di waktu singkat ini!” Misaki pun beranjak ke ruangan sebelah untuk ganti bajunya. Setelahnya Misaki pun berlari keluar dari apartemen Reiji.


Reiji meminta Misaki untuk berhenti. Rapi Misaki tidak peduli lagi. Marah oleh semua yang terjadi, Reiji mengambil gambar Isanami Suyao dan Isanami Shiho yang ditempelnya di dinding lalu menyobek-nyobeknya dengan kesal.



Presdir Wada kemudian menyusul sekt.Maiko ke kamar hotel. Ia mempersilahkan sekt.Maiko untuk mandi duluan, kalau mau.


“Aku berubah pikiran. Aku tidak bisa berkencan denganmu,” ujar sekt.Maiko tiba-tiba.


Ini membuat presdir Wada kaget sekaligus heran, “Kenapa? Bukankah ini sudah terlambat untuk berubah pikiran?”


“Akhirnya, aku sadar tidak bisa menghianati Reiji. Meski dia bilang tidak masalah, tapi sebenarnya tidak begitu. Dia bukan orang yang dengan mudah mengatakan ‘silakan’. Aku minta maaf.”


Presdir Wada sama sekali tidak mengerti, “Kenapa wanita cerdas sepertimu bisa begitu peduli padanya? Sepenting apa dia bagimu? Bisa kau jelaskan padaku?”


Sekt.Maiko tersenyum, “Benar. Itu tidak bisa dikatakan dengan kata-kata saja. Orang tidak bisa begitu saja mengerti hal baik soal Reiji. Jika aku berpindah memihak padamu, Reiji tidak akan punya rekan yang melindunginya. Itulah kenapa aku perlu berada di sisinya. Itu sudah kuputuskan sejak 8 tahun silam, saat dia mengajakku bergabung.”


“Begitu sukakah kau pada Reiji?”


“Ya, aku suka dia. Sangat menyukainya,” aku sekt.Maiko pula.



Setelah mulai tenang, Reiji mengumpulkan kembali sobekan kertas yang tadi dibuangnya lalu ditata di meja. Sayangnya, satu bagian kertas itu tidak ada, bagian tengah.


Reiji tidak bisa melakukan apapun. Dia hanya berbaring di sofa dengan tangan terapit kedua kakinya yang tertekuk. Air mata perlahan mengalir di pipi Reiji.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 07 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Kyaaaa ... bang Ohno patah hati. Sini, Bang. Ke pelukan adek aja, kekekeke #dilemparSandal. Terus terang, Na bisa nonton bang Ohno akting jadi detektif atau semacamnya, yang karakternya dingin cool gitu. Jadi nonton dia di sini dengan karakter seperti ini, rasanya jadi fresh aja. Ya maaf deh, Na nggak nonton varshow-nya Arashi sih. Tapi sepertinye leader Arashi ini memang raga gokil gimanaaaaa gitu ya.

Tidak ada komentar: