SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi 08 part 1

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 1. Kalau bicara soal ‘love story’ paling susah, maka Reiji bisa jadi juaranya. Hubungannya dengan Misaki yang masih seumur jagung ternyata harus kandas karena salah paham.


Reiji yang awalnya hanya berniat mencium Misaki justru mengacaukan semuanya dengan alat anehnya. Pertengkaran pun tidak terhindarkan lagi. Dan kata itu, ‘pecat’ akhirnya keluar juga dari mulut Reiji.



Beberapa hari setelahnya ...


Mood Reiji benar-benar kacau. Beberapa kali dia tampak melamun dan tidak bersemangat. Sekt.Maiko pun terpaksa berulangkali menegur Reiji yang tengah melamun. Sapaan dari para karyawan pun tidak lagi dipedulikan oleh Reiji. Dia melangkah lurus langsung ke ruangannya. Suasana hati Reiji benar-benar kacau.


Situasi ini pun disadari para karyawan. Sudah tiga hari sejak Misaki keluar dari kantor, dan sikap Reiji masih saja aneh. Meski sebenarnya tidak terlalu suka dengan bos yang kaku, para karyawan ternyata cukup khawatir atas keadaan Reiji. Apalagi Reiji baru kencan selama dua minggu saja. Mereka bahkan belum pegangan tangan apalagi berciuman. Mungkin belum bisa dibilang ‘pacaran’ juga.



Putusnya Reiji dan Misaki berefek pada semua. Rapat di kantor menjadi suram dan datar, kecuali Ieyasu yang tidak tahu situasi. Suasana hangout para karyawan juga terasa hampa. Mereka masing-masing memikirkan soal sang bos yang tengah patah hati. Mahiro lebih sial lagi. Sang bos yang putus, tapi ia juga mendapat imbas kencan yang tertunda dengan ketua tim Goro-san.


Sebenarnya, aku tidak terlalu suka presdir. Tapi, aku suka presdir sejak Misaki bergabung di perusahaan. Waktu saat Misaki bergabung dengan perusahaan ...


Meski tanpa kata-kata, para karyawan sepakat untuk mencari cara, agar Reiji kembali menjadi dirinya yang biasa. Kecuali si Ieyasu yang sekali lagi, tidak tahu situasi.



Sekt.Maiko meletakkan kotak makanan di depan Reiji dan membujuknya untuk makan siang. Tetapi Reiji yang terlanjur badmood, sama sekali tidak tertarik.


“Betapa bodohnya aku. Aku memecatnya saat kami bertengkar, padahal itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Aku sangat menyesal sudah mengatakan hal buruk padanya,” keluh Reiji.


“Kalau Anda menyesal, kenapa tidak mencoba menghubunginya?” saran sekt.Maiko.


“Aku mencoba menghubunginya dan mengirimi pesan, tapi tidak ada jawaban. Aku mencari alamat rumah dari resum-nya, dan berpikir untuk datang ke rumahnya. Tapi ternyata aku tidak melakukannya.”


“Anda sudah berusaha,” hibur sekt.Maiko pula.



Para karyawan pria menyogok Katsunori-san dengan kotak makan siang menu mahal. Mereka meminta Katsunori-san agar bisa membujuk Reiji, agar bisa datang ke pesta perpisahan dengan Misaki. Katsunori-san sebenarnya ragu, tapi para karyawan itu terus saja membujuknya.


Para karyawan itu bahkan memberikan ide, agar melibatkan sekt.Maiko juga. Karena jika bertemu lagi, bisa ada kemungkinana Reiji akan menarik kembali keputusannya dan memaafkan Misaki. Soal apakah Misaki akan datang, para karyawan meyakinkan kalau itu sudah jadi urusan Mahiro. Mahiro yang bertugas membujuk agar Misaki mau datang.



Misaki dan Mahiro bertemu di sebuah kafe. Misaki menyerahkan berkas-berkas klien yang ditinggalkannya, untuk kemudian diurus oleh Mahiro.


“Aku punya satu permintaan. Kami akan membuat pesta perpisahan untukmu, dan kami berharap Misaki-san akan datang,” bujuk Mahiro.


Wajah Misaki berubah sedikit keruh, “Tidak perlu.”


“Yang lain sedih, karena tidak bisa membuatkan pesta perpisahan yang layak untukmu.”


“Aku menyesal meninggalkan perusahaan dengan cara ini, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Misaki.


Mahiro juga mengatakan kalau Reiji mungkin juga akan datang. Dia sekali lagi membujuk Misaki, kalau pertemuan di pesta itu bisa jadi cara Misaki untuk bicara baik-baik dengan Reiji.



Sekt.Maiko memberikan undangan pesta pada Reiji dan memberitahukan kalau Misaki juga sudah bersedia untuk datang. Tapi Reiji ragu, mungkin saja Misaki akan batal datang kalau ia juga datang. Tapi Sekt.Maiko meyakinkan Reiji, kalau Misaki tetap akan datang karena ingin bicara dengan Reiji.


“Tapi, kenapa ada papan sasaran—darts—di pesta?” Reiji heran.


“Itu ide Ieyasu. Dia berharap Anda bisa mendapatkan hati Misaki sekali lagi,” sekt.Maiko menjelaskan.



Seperti biasa, Reiji naik mobil bersama sekt.Maiko dan Katsunori-san. Ia ingin memastikan status hubungannya dengan Misaki, apakah mereka masih kencan atau tidak. Tapi sekt.Maiko mengatakan ‘tidak’, karena Misaki sudah tidak bekerja di perusahaan lagi dan tidak bisa dihubungi lagi.


“Bisa dipastikan Anda telah putus dengannya,” sekt.Maiko menutup penjelasannya.


“Aku mengerti.”


“Jika Anda ingin kembali menjalin hubungan, pertama cabut pemecatan Anda terhadapnya, agar ia bisa kembali bekerja. Jika Anda serius, ada kemungkinan dia akan memaafkan Anda,” saran sekt.Maiko.


Reiji mengangguk-angguk, mengerti. Tapi ia kemudian mengganti topik pembicaraan, “Btw, apa yang terjadi dengan Wada?”


“Itu ... tidak baik. Aku minta maaf sudah membuatmu harus mendukung hal seperti ini,” ekspresi wajah sekt.Maiko berubah.


“Tidak masalah. Masih ada banyak laki-laki yang lebih baik dari Wada. Aku yakin, pasti ada pria yang jauh lebih cocok untukmu.”



Reiji sudah tiba lebih dulu di tempat pesta. Dan dia asyik bermain anak panah. Reiji bersorak senang saat mendapatkan nomer istimewa, 3-3-3. Sekt.Maiko berpikir kalau itu dibaca san-san-san. Tapi Reiji berasumsi lain, menurutnya angka itu bisa dibaca mi-san-san.


Sekt.Maiko kemudian mengusulkan agar Reiji membidik angka 1-1-7-3, yang dapat dibaca i-i-na-mi atau gelombang baik. Tapi Reiji justru berpikir ide lain, 1-3-7-3. Nomer ini dapat dibaca sebagai i-sa-na-mi- sensei. Seperti yang biasa jadi bahan obrolan Reiji dengan Misaki.



Saat itu Misaki baru saja datang. Karyawan lain antusias menyambut Misaki. Sementara Reiji justru salah tingkah, hingga beberapa kali anak panah-nya meleset dari sasaran.


Misaki pun menyapa Reiji. Reiji bertanya, apa Misaki pernah main anak-panah itu, yang dijawab ‘iya’. Reiji mengatakan kalau baginya, itu pertama kalinya dan ternyata menyenangkan. Misaki mengaku ada yang ingin dikatakannya pada Reiji, begitupula sebaliknya. Salah satu karyawan lalu meminta Reiji untuk memimpin toast.


Reiji kemudian mengambil minuman dan berdiri di atas tangga, “Hari ini aku datang saat tahu ini pesta perpisahan untuk Misaki. Tapi aku tidak ingin mengatakan selama jalan. Aku yakin, karyawan di sini juga merasakan hal yang sama. Itu jadi bukti kalau kehadiran Misaki tidak tergantikan untuk hotel Samejima. Jika Misaki mengatakan akan kembali ... aku akan menerimanya, dan kita akan membuat hotel terbaik di dunia.”


Misaki tersenyum, “Terimakasih. Ucapan Anda membuatku senang. Tapi ... aku memutuskan untuk bekerja di Stay Gold Hotels.”



Jawaban Misaki yang memilih bekerja untuk hotel milik presdir Wada itu membuat situasi yang tadinya hangat menjadi kacau. Reiji tidak menyangka kalau Misaki akan memilih hotel saingannya itu. Karyawan lain mencoba membantu. Ada yang bahkan menawarkan untuk menelepon presdir Wada untuk membatalkan penerimaan Misaki. Tapi Misaki menolak dan mengatakan keputusannya sudah bulat.


“Apa kau membenciku?” nada bicara Reiji berubah dingin.


“Tidak, aku tidak pernah.”


“Lalu kenapa kau pilih hotel milik Wada?” cecar Reiji.


“Setelah mempertimbangkan rencana masa depan mereka, lingkungan kerja dan kondisi pekerjaan, keputusanku itu pilihan yang tepat,” ujar Misaki tegas.


“Apa kau tahu tempat untuk para karyawan yang paling kubenci?”


“Sejujurnya, bekerjanya aku kembali, tidak ada hubungannya dengan Anda, Pak.”


Pertengkaran antara mereka pun terjadi lagi. Misaki menyalahkan Reiji yang lebih dulu memecatnya dan merasa pilihannya bekerja di hotel milik presdir Wada, bukan urusan Reiji. Sementara itu, Reiji sangat benci kalau Misaki memilih hotel itu. Reiji yang kesal bahkan menyuruh Misaki untuk pergi dari kota itu, supaya mereka tidak perlu bertemu lagi, sama sekali. Reiji berpikir kalau Misaki masih punya pilihan untuk bekerja di luar negeri, tetapi kenapa memilih hotel presdir Wada.


“Ada karakter di novel favoritku yang mirip seperti Anda. Tapi, Anda ribuan kali lebih menyedihkan dibanding karakter itu!” geram Misaki. Misaki pun beranjak pergi, masih dengan perasaan marah.



Karyawan lain berusaha menghentikan Misaki. Tapi kali ini, Misaki sama sekali tidak berbalik lagi. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi.


“Wanita egois seperti itu, aku salah pernah berusaha menahannya untuk pergi,” ujar Reiji. “Malam ini kita makan dan minum sepuasnya! Semuanya aku yang traktir!” Reiji pun mulai menenggak minumannya.


Para karyawan tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti kemauan Reiji. Hanya Ieyasu yang kembali tidak tahu situasi dan justru asyik bermain anak panah.



Sekt.Maiko memapah Reiji yang mabok, pulang ke apartemennya. Dan Reiji pun masih saja terus mengomel tentang Misaki. Seperti biasa, sekt.Maiko menanggapinya dengan santai. Ia tahu persis bagaimana menghadapi Reiji yang sedang kacau seperti ini.


Reiji menuduh sekt.Maiko marah padanya. Tapi sang sekretaris mengelak dan mengatakan kalau ia hanya kasihan pada Misaki, karena sikap Reiji tadi. Reiji tidak terima. Menurutnya, yang seharusnya dikasihani adalah dirinya. Reiji tetap tidak mau mengalah. Meski sekt.Maiko mengatakan ucapan Reiji tadi terhadap Misaki sudah sangat kasar.


“Karena dia sudah berhenti dari perusahaan, dia bebas memilih bekerja di manapun.”


“Kau memihaknya?” tuduh Reiji.


“Saya selalu berada di pihak Anda.”


Reiji desperate sendiri. Ia kesal karena hatinya sudah dibuat kacau oleh Misaki. Tapi tanggapan sekt.Maiko tetap saja dingin.


“Lalu, bagaimana kalau tiba-tiba saja aku menciummu?” tantang Reiji. Ia kini berada hanya beberapa senti dari wajah sekt.Maiko.


Tapi ekspresi sekt.Maiko tidak berubah. Wajahnya tetap saja datar seperti biasa.


Reiji kesal sendiri. Ia pun menarik wajahnya menjauh, “Aku merasa sulit melakukannya dengan Misa-san. Tapi, denganmu, tampak mudah saja,” keluhnya kemudian.


“Tentu saja. Itu karena kau tidak punya perasaan apapun padaku,” jawab sekt.Maiko santai.



Reiji mengunjungi presdir Wada di kantornya. Reiji menebak kalau saat ini presdir Wada merasa malu. Yang dimaksud Reiji adalah ‘perburuan’ Shibayama Misaki untuk menjadi karyawan di Say Gold Hotel.


Tapi presdir Wada menanggapinya dengan santai, “Kau yang keliru. Dia (Misaki) yang datang sendiri dan memintaku untuk mempekerjakannya.”


“Kebohongan yang mudah ditebak,” cibir Reiji.


“Aku tidak mendekatinya sama sekali. Aku justru kaget karena dia berhenti bekerja di hotelmu.” Presdir Wada bahkan minta penekanan dari sekretarisnya juga. “Aku tanya padanya, ‘tidakkah Reiji akan sedih kalau kau bekerja pada kami’? Dan dia mengatakannya dengan wajah sedih. Jika bisa, dia ingin bekerja lebih lama lagi di Samejima hotel yang disukainya. Sepertinya kau salah mengurusnya. Jika kau memolesnya dengan benar, dia akan jadi permata yang bersinar.


“Tidak. Sejak awal, dia tidak tampak berharga. Dia Cuma batu biasa,” komentar Reiji.


“Sejak awal, memang salah membuat Misaki bekerja di dalam kantormu. Cara terbaik memanfaatkan kemampuannya adalah mempekerjakannya di garis depan untuk menerima tamu. Ini disebut juga ‘wajah’ hotel, ‘penerima tamu’. Saat dia datang ke perusahaanku, posisi rangking 1 di dunia akan aman dalam 10 tahun ke depan.”


Reiji kesal, “Cepat atau lambat, kau tidak akan sadar kalau kau sudah jatuh dari posisi teratas.”



Presdir Wada menyusul Reiji yang sudah akan pergi, “Kudengar kau akan membuat hotel baru di Tokyo.”


“Ya. Dan itu akan jadi hotel nomer satu dunia,” sombong Reiji.


“Apa kau sudah dengar dari Maiko-chan? Dia memutus hubungan denganku karenamu.”


“Bukankah kau yang menolaknya?” tanya Reiji balik.


“Jangan bodoh. Alasan aku dekat denganmu ... karena itu cara untuk mendekatinya.”


“Aku mendukung keputusan Maiko untuk kencan denganmu. Kalau kau menyalahkanku, kau menggonggong pada pohon yang salah.” (kira-kira artinya, kau menyalahkan orang yang salah)


Presdir Wada tersenyum dan melanjutkan ucapannya dengan tenang, “Dia menolakku dan mengatakan kalau dia menyukaimu.”


Reiji tertegun dengan ucapan presdir Wada.


“Dengan begini, kau masih mengelak ini bukan salahmu? Satu-satunya hal yang kuhargai darimu adalah ... kau masih bisa punya sekretaris menarik sepertinya selama bertahun-tahun, tanpa ada kecelakaan.”


“Tentu saja!”


“Sayangnya, kau memperlakukan Maiko-chan dengan cara yang salah juga. Sebutan yang paling cocok untuknya itu bukan sekretaris presdir ... tapi kekasih.”


Reiji kehabisan kata-kata.


“Kau hanya tidak tahu bagaimana spesialnya waktu bersama wanita seperti itu. Dengan kata lain, kau di bawah pria pada umumnya,” presdir Wada lalu berbalik pergi.



“Kenapa Maiko memandang remeh aku?” kali ini Reiji hanya bersama sopirnya, Katsunori-san.


Reiji kemudian bicara soal sekt.Maiko yang selalu ada untuknya, bahkan saat Misaki meninggalkannya. Reiji perlahan mulai menyadari pentingnya sekt.Maiko untuknya. Ia bahkan sempat berpikir kalau Misaki tidak benar-benar menyukainya.


“Di sisi lain, Maiko tahu persis sisi baik dan buruk Anda, lalu selalu mendukung Anda.”


“Jadi dia benar-benar menyukaiku?” Reiji menyimpulkan.


“Saya percaya dia orang yang bahkan akan tetap setia di sisi Anda hingga mati,” ujar Katsunori-san. Ia kemudian tidak sengaja melihat seseorang sedang melintas di jalan, tapi tidak yakin siapa orang itu.



Reiji memberi makan ikan medaka-nya sambil melirik ke arah ruangan sekretaris. Di sana, sekt.Maiko yang sadar sedang diperhatikan mendekai Reiji dan bertanya soal hasil pertemuan dengan presdir Wada. (ekspresi Reiji waktu ketahuan lagi memperhatikan itu ... krik krik banget, hehehehe)


Reiji mengaku kalau seperti biasa, presdir Wada selalu berhasil menemukan kelemahan Reiji. Sekt.Maiko menyarankan agar tidak perlu terlalu dipikirkan.


“Aku tidak memikirkannya, tapi setiap kali bertemu ... rasanya energi dan staminaku seperti tersedot,” cerita Reiji.


Sekt.Maiko kemudian menyadari kalau wajah Reiji tampak lebih merah. Ia bahkan mengulurkan tangan dan menempelkannya ke dahi Reiji, membuat Reiji kaget. Reiji berpikir kalau mungkin ini gara-gara ia baru bertemu presdir Wada. Dan lagipula ia tidak pernah demam selama 10 tahun terakhir.


“Tapi Anda benar-benar panas. Saya ambilnya termometer,” sekt.Maiko lalu berbalik pergi.


Tidak ada perubahan ekspresi pada wajah sekt.Maiko. Berbeda dengan Reiji yang justru makin tersipu. Ini semua karena ucapan presdir Wada tadi, soal sekt.Maiko.



Reiji akhirnya istirahat di apartemennya. Sekt.Maiko bahkan membuatkan bubur untuk Reiji yang tengah berbaring di ranjangnya. Sekt.Maiko khawatir kalau Reiji tidak bisa tidur. Reiji mengaku sedang banyak pikiran, jadi sulit tidur.


“Mungkin karena lelah perasaan yang Anda sembunyikan,” ujar sekt.Maiko. Ia pun minta izin untuk memijat kaki Reiji. Ia mengaku, ibunya dulu melakukan itu juga (memijat) saat dirinya sakit. Dan karena dipijat, ia jadi bisa tidur lelap.


Tapi Reiji tampak canggung, “Aku tidak mandi tadi sore. Jadi kakiku ... mungkin kotor.”


“Jangan pikirkan itu. Santai saja dan tidurlah,” ujar sekt.Maiko kemudian. (kalau dilihat, care-nya sekt.Maiko ini lebih mirip seorang ibu deh)



Reiji baru saja membuat bubur untuk sarapan saat ponselnya berbunyi, dari presdir Wada. Saat itu presdir Wada tengah asyik bermain dengan wanitanya di kolam renang. Presdir Wada menelepon balik, karena malam sebelumnya Reiji sempat menelepon tapi ia tidak merespon.


“Itu bukan masalah besar. Aku Cuma mau bilang, aku jadi pria kelas satu,” pamer Reiji membuat presdir Wada bingung. “Kau yang bilang padaku kan? Pria yang tidak tahu menikmati waktu bersama Maiko, adalah pria kelas rendah.”


“Kau bicara seolah sempat tidur dengannya,” presdir Wada tersenyum.


“Tidak, aku tidak tidur dengannya. Saat aku tiduran di ranjang, dia minta izin untuk memijat kakiku. Bagaimana menggambarkannya ... itu seperti mimpi.”


“Kau bercanda kan?” presdir Wada terkejut. “Dia wanita yang tidak kau kencani dan dia tiba-tiba saja memijat kakimu. Itu ribuan kali lebih sulit daripada mengajaknya ke ranjang.”


“Eh, benarkah?” Reiji ikut terkejut.


“Jangan bilang, kau tidak sempat cuci kaki,” tebak presdir Wada.


“Bagaimana kau tahu?”


“Oh, my God! Reiji ... kali ini aku mengaku kalah. Kau menang!” puji presdir Wada. “Kau berhasil mendapat apa yang diimpikan oleh pria, yang disebut dengan Muraoki Maiko.”



Reiji berangkat ke kantor seperti biasa. Sekt.Maiko yang bersamanya khawatir soal keadaan Reiji. Reiji mengatakan kalau ia masih sedikit demam tapi sudah lebih baik.


“Kalau aku tidur lelap lagi nanti malam, pasti akan jauh lebih baik. Karenamu aku bisa tidur semalam, terimakasih.”


“Anda ingin aku melakukannya (memijat kaki) lagi?” sekt.Maiko menawarkan.


“Oh, itu tergantung keadaan tubuhku nanti malam,” elak Reiji.


“Baiklah. Katakan saja kalau perlu.”



Di ruangan kantor, seorang pria berambut putih sedang membagi-bagikan makanan untuk para karyawan. Kotak tempat makanan itu tertulis ‘Samejima Ryokan’—penginapan Samejima. Pria itu ternyata adalah Samejima Kozo, ayah Reiji.


Para karyawan pun memuji Kozo-san sebagai ayah Reiji. Rupanya karena ketua tim Goro-san mengenali Kozo-san, sehingga tadi di depan kantor ia tidak diusir pergi oleh keamanan. Kozo-san pun sangat berterimakasih pada mereka. Ketua tim Goro-san mengaku pernah menginap di Samejima Ryokan, karenanya ia kenal dengan Kozo-san.


Salah satu karyawan lain juga mengaku pernah menginap, tetapi tidak mengenali Kozo-san. Kozo-san memahaminya. Karena meski dirinya adalah pemilik penginapan, kadang dia melakukan hal-hal remeh seperti mengatur sepatu tamu di pintu masuk atau menawarkan souvenir pada tamu. Hal-hal ini yang biasanya dilakukan oleh karyawan tapi ternyata dilakukan sendiri oleh Kozo-san.


“Kami pernah nyaris bangkrut. Tapi sekarang, meski aku tidak berbuat banyak, penginapan berjalan dengan baik, itu karena putraku.”



Saat itu Reiji baru saja masuk dan seluruh karyawan spontan mengucapkan salam selamat pagi. Sadar ada Kozo-san di sana, sekt.Maiko dan sopir Katsunori-san pun memberikan salam secara khusus.


Hanya Reiji yang tampak kaget dan kurang suka dengan kedatangan ayahnya itu, “Apa yang kau lakukan di sini?!”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 08 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Tidak ada komentar: