SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 2. Kasus kali ini benar-benar membingungkan. Pelakunya sudah jelas. Tapi, bagaimana mereka masih bisa mendengar suara dari kematian?

Seorang actor terkenal, Shima Yukio telah diculik. Si penculik meminta uang tebusan yang cukup besar. Tapi perjanjian penyerahan uang tebusan gagal. Korban penculikan malah ditemukan telah meninggal di sebuah gedung. Apa yang terjadi sebenarnya?

Sekali lagi, polisi dan yang lain berkumpul di kediaman Shima-san. Det.Hisashi memperkenalkan secara resmi Himura-sensei, seorang ahli criminal dan rekannya, seorang penulis novel misteri, Arisugawa.

Di sana bergabung juga bos dari Erika-san, namanya Udagawa-san. Udagawa-san merasa menyesal karena sudah meminta Erika-san untuk melakukan perjalanan bisnis. Dia berjanji untuk bekerjasama sebaik mungkin dalam investigasi. Det.Hisashi akan mulai investigasi lagi, tapi ucapannya dipotong oleh Himura-sensei.

Himura-sensei justru membahas hal lain, “Shina Yukio-san tampak sebagai kolektor yang rajin. Dan semuanya komplit. Ada banyak banyak di sini, termasuk buku-buku berseri,” komentar Himura-sensei yang diiyakan juga oleh Udagawa-san. “Kecuali satu hal,” Himura-sensei melanjutkan. “Lihatlah koleksi patung catur ini. Si ksatria hilang.”

“Seperti apa bentuknya?” tanya Alice.

“Kepala kuda. Dia pasti meletakannya di suatu tempat,” lanjut Himura-sensei.

“Jadi, ayo cari si ksatria ini!” Alice beranjak ke ruangan sebelah.



Sementara itu Himura-sensei justru memilih duduk di kursi, “Apa anda punya ruangan lain? Semacam ruang bawah tanah?” tanyanya pada Erika-san.

“Memangnya ini ada hubungannya dengan kasus ini?” justru det.Ono yang penasaran.

“Aku ingat novel yang menjadikan zodiac sebagai kunci utamanya.”

“Itu novel yang ditulis Alice kan?” tebak det.Hisashi.

“Benar. Salah satu yang terbaik!”

Sementara Himura-sensei mengobrol, Alice terus saja berkeliling. Kali ini sasarannya adalah rak buku di belakang Himura-sensei. Selama itu, Erika-san terus memperhatikan Alice. Tapi saat Alice berada di depan rak buku, Erika-san justru mengalihkan pandangannya. Sikap ini disadari oleh Himura-sensei.

“Rak buku,” komentar Himura-sensei kemudian. “Kenapa kau mengalihkan pandanganmu dari rak buku itu?”

Kali ini Alice yang bicara, “Saat seseorang punya rahasia, mereka sengaja menghindari untuk melihatnya dengan alasan psikologis. Dia melakukan percobaan kecil,” puji Alice pada sahabatnya ini.

“Itulah kau yang tahu banyak soal isi kepala pelaku kejahatan!”



“Dia tidak meletakkan apapun di tengah paling atas rak buku ini. Tebakanku patung si ksatria ada di sini,” ujar Alice percaya diri.

Sayangnya ide ini dipatahkan oleh Udagawa-san yang mengatakan kalau tidak pernah ada apapun yang diletakkan di rak tengah paling atas itu.

Tanpa sengaja Alice mendorong rak itu, dan terbukalah sebuah pintu yang menuju ruangan lain di balik rak. Sebuah pintu rahasia. Erika-san menunduk dalam, tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Polisi masuk dan langsung memeriksa ruangan itu. Di pojok ruangan, tertutup kain mereka menemukan patung si ksatria berbentuk kepala kuda yang memiliki percikan darah di salah satu sudutnya.



“Nyonya, kau tahu soal ruangan rahasia ini kan?” tanya Himura-sensei. Meski tahu, kau tetap diam? Kenapa? Karena jika kami menemukan senjata pembunuh ini, kau akan dalam masalah kan?”

Tapi Erika-san tetap diam. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi.

“Diammu menunjukkan kalau semuanya benar!” Himura-sensei meminta agar polisi membawa Erika-san ini.

Selain itu, det.Hisashi juga memerintahkan agar patung kepala kuda itu dibawa ke lab criminal untuk diinvestigasi. Det.Ono yang paling kesal dengan semua ini. Ia menuduh Erika-san telah membohongi mereka semua.

Tapi Erika-san mengelak cepat, “Tidak! Saat aku kembali, jasadnya sudah menghilang. Seseorang … seseorang membawa jasadnya dan mengancamku!”



“Aku tahu kalau mereka tidak harmonis. Tapi kenapa Eri … “ sesal Udagawa-san.

“Itu pasti kejahatan spontan,” komentar Himura-sensei. “Aku tidak tahu, apa dia benar ingin membunuhnya. “

“Dia mungkin hanya ingin melampiaskan kekesalannya,” sambung Alice.

“Tapi, masih ada tersangka lain dalam insiden ini. Seperti yang dikatakannya, seseorang membawa jasad Shima Yukio dan mengancamnya. Udagawa-san, apa yan kau lakukan antara 25 hingga 27 Januari?”

“Tunggu! Kau mencurigaiku?!” Udagawa-san tidak terima.

Himura-sensei menyebutkan kalau si tersangka lain ini tahu jadwal Shima Erika. Tapi Udagawa-san mengelak kalau semua staf di kantornya juga tahu hal itu. Lagipula dirinya tidak bisa menyetir, jadi tidak mungkin membawa jasad Shima Yukio.

“Lebih baik kau bicara pada managernya. Kido itu,” sadaran Udagawa-san. “Aku tidak sudah padanya. Dia seperti bisa membaca pikiranku. Jangan sebut namaku saat bicara padanya,” pinta Udagawa-san. Ia sendiri kemudian beranjak pergi.



Himura-sensei dan Alice menunggu di sebuah kafe yang ada di luar ruangan, di atap gedung. Ia baru saja menerima telepon yang menyebutkan soan informasi kasus itu. Ada reaksi luminal pada lantai (artinya ada bekas darah di sana). Selain itu, jejak darah di senjata pembunuh sesuai dengan Shima Yukio.

Saat itu seseorang baru saja datang, “Aku mendengar soal kalian dari polisi. Ahli criminal Himura,” pria itu menunjuk pada Alice. “…dan penulis misteri Arisugawa?” ia menunjuk pada Himura-sensei.

“Aku Arisugawa,” elak Alice cepat. “Apa aku mirip akademisi? Bukankah aku lebih mirip penulis?”

Pria itu, manager Shima Yukio, namanya Kido-san. Ia mengaku sudah menceritakan semuanya pada polisi. Ia juga mengiyakan jika dirinyalah yang memaksa Shima Erika untuk menelepon polisi setelah mendengar cerita jika Shima Yukio diculik. Dan ia juga sudah mendengar kabar jika Shima Yukio ditemukan telah meninggal.

“Apa kau sering mengunjungi Shima Yukio?” tanya Alice kemudian.

“Ya, dia sedang mencari karakter lain selain professor tamu dalam dramanya. Aku sering memberinya masukan. Aku ingin mengatakan satu hal. Aku ada di kantor, untuk bekerja pada 25 hingga 27 Januari.”

“Kami tidak mencurigaimu. Benar kan?” Alice melirik Himura-sensei yang diiyakan dengan enggan.

Kido-san melanjutkan bicara, “Pada akhirnya itu penculikan karena uang tebusan kan? Dan si pelaku menggunakan sampel seperti film terkenal, ‘High and Low’, benar kan?”



Himura-sensei yang sejak tadi ogah-ogahan mendadak tertarik. Ia meletakkan minumanya di meja dengan kasar, “Dalam kasus penculikan, tidak ada satupun kasus yang sukse mendapatkan uangnya dan dapat melarikan diri dari polisi. Dan kemudian pelaku mencoba mendapatkan banyak uang lagi dari penculikan. Ini sangat tidak masuk akal dan brutal. Pelaku pasti bodoh, kasar dan serakah.”

Kido-san tampak bingung, “Aku mengerti apa yang kau pikirkan soal pelaku. Tapi aku tidak ada hubungannya dengan kasus ini.”

“Apa kau tahu kalau di kediaman keluarga Shima ada ruang rahasia?”

“Ya. Bagian tengah rak buku adalah pintu menuju ruang rahasia. Yukio-san pernah mengatakannya padaku. Kenapa?” Kido-san heran.



Himura-sensei berpikir serius. Tangannya menyentuh bibirnya, tanda ia tengah berpikir keras. Satu per satu kepingan fakta kasus ini berkelebatan di kepalanya.

Kido-san yang langsung asal menebak siapa Himura dan siapa Alice, padahal mereka baru sekali bertemu. Pengakuan Shima Erika yang menyatakan kalau ada orang yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Lalu pesan dari kematian.

“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar Himura-sensei kemudian.



“Permisi,” Himura-sensei berdiri dan mengangkat teleponnya. Ia mengiyakan kalau mereka akan datang ke kediaman keluarga Shima pada pukul 7 nanti malam. Himura-sensei berbalik setelah menutup telepon itu.

“Polisi bicara apa?” Alice penasaran.

“Ada perubahan mendadak pada situasinya dengan telepon ini. Terimakasih untuk kerjasama anda,” ujar HImura-sensei pada Kido-san. “Ayo, kita harus berada di kediaman Shima pada pukul 7 malam,” ajak Himura-sensei pada Alice. “Permisi.”

Alice mengekor saja Himura-sensei yang beranjak pergi. Tapi ia masih sempat membawa minumannya dan minuman milik Himura-sensei. “Tunggu! Ada apa?”

“Kubilang ada perubahan situasi mulai sekarang!” tegas Himura-sensei. Tapi ia tidak mengatakan detail apa yang dimaksud.



Himura-sensei dan yang lain sudah berkumpul di kediaman Shima sebelum pukul tujuh malam. Persiapan pun sudah selesai mereka lakukan. Sekarang mereka akan menunggu waktunya.

“Bagaimana Shima Erika?”

“Dia bukan orang yang bisa berbohong atau membunuh seseorang. Dia menjawab pertanyaan dengan jelas. Dia sudah mengakui semuanya,” ujar det.Ono.



“Ada kata-kata yang seharusnya tidak kau katakan. Suamiku selalu mencari kata itu yang ingin dia katakan padaku. Pagi itu, dia akhirnya mengatakan apa yang sama sekali tidak ingin kudengar. Itu seperti kalimat terkenal,” cerita Erika-san.

Bersamamu adalah kerugian besar bagiku. Aku mengambil jalan yang salah saatu aku bertemu denganmu. Erika, aku keliru. Aku tahu sekarang.

Setelah mendengar ucapan suaminya pagi itu, Erika-san spontan mengambil patung kepala kuda di dekatnya dan melemparkannya ke arah suaminya. Patung itu tepat mengenai kepala dan seketika membuat Shima Yukio terkapar di lantai bersimbah darah. Erika-san ketakutan jika suaminya meninggal. Tapi terdesak dirinya yang akan pergi, Erika-san memutuskan menarik tubuh suaminya itu dan memasukkannya ke dalam ruangan di balik rak buku. Tidak lupa ia juga mengambil senjata pembunuh dan menyembunyikannya di ruangan yang sama dan membersihkan pecahan kaca di lantai.

Saat pulang dari perjalanan bisnis, ia dihubungi nomer tidak dikenal yang mengancamnya tentang penculian suaminya. Saat itu Erika-san syok berat. Apalagi dia juga mendengar lagi suara suaminya yang mengatakan hal serupa, Erika, aku keliru.

Saat ditanya siapa yang kira-kira mengancamnya, Erika-san tidak bisa menyebut satu nama pun. Det.Ono yakin kalau Erika-san sama sekali tidak berbohong.



“Semuanya akan jelas segera jelas. Sekarang, kita menunggu. Gigit!” Himura-sensei melirik ke arah jam yang ada di dinding, tepat pukul 7 malam.

Si polisi muda menghampiri Himura-sensei dan mengatakan jika Himura-sensei benar. Himura-sensei hanya menanggapinya dengan senyum kemenangan.

“Dia terkena perangkap,” ujarnya kemudian.



Himura-sensei dan Alice kembali mengajak si manager, Kido-san bertemu di kafe kemarin. Ini membuat Kido-san penasaran, apalagi kemarin Himura-sensei mengatakan jika ada perubahan situasi.

“Akan kujelaskan tahap demi tahap,” ujar Himura-sensei. “Shima Yukio sudah meninggal empat hari sebelum ditemukan. Saat Shima Erika mendapat telepon ancaman, suaminya sudah meninggal. Tapi dia mendengar suara suaminya di telepon. Dia ingat benar apa yang dikatakan suaminya itu. Yang paling penting, bagaimana Shima Yukio yang seharusnya sudah meninggal saat itu, bisa bicara.”

“Sebagai contoh, si pelaku merekam ucapannya dari drama,” sambung Kido-san.

“Benar!” Himura-sensei merasa menang. “Pelaku merekam suara Shima Yukio. Tapi itu bukan dari dramanya. Itu berasal dari rumahnya. Si pelaku bisa merekam ucapan Shima Yukio pada istrinya.”



“Kau tahu, si pelaku menggunakan alat penguping. Kalau begitu, maka semua yang terjadi ini bisa dimengerti. Shima Erika tidak tahu siapa yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Tapi si pelaku tahu semuanya.”

Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata ditemukan semacam alat penguping atau perekam di balik salah satu vas di rumah kediaman keluarga Shima. Dan seperti yang kemarin dikatakan Himura-sensei kalau mereka akan berkumpul pukul tujuh malam, alat tersebut ternyata nyala pada jam yang sama. Melalui peralatannya polisi bisa melacak jika alat tersebut dalam keadaan terhubung dan merekam apapun yang terdengar di kediaman Shima.

“Bagaimana caranya? Karena pelaku menguping semua yang terjadi di TKP. Tapi karena itu bukan berbentuk video, pelaku membuat kesalahan besar. “

“Kesalahan macam apa?” tanya Kido-san.

“Pelaku tidak tahu apa senjata pembunuh hanya dengan mendengar suaranya saja. Karenanya, meski dia bisa membawa jasad Shima Yukio, pelaku ini tidak bisa menyembunyikan senjata pembunuhnya.”



Ucapan Himura-sensei makin serius, “Kido-san,saat kita bertemu di sini, kau salah menebak Arisugawa dan aku kan? Saat kami membenarkannya, kau tampak kaget. Itu aneh, jika kau berpikir Alice yang tidak mengenakan dasi adalah akademisi. Dan aku yang bicara soal situasi investigasi di telepon adalah penulis. Kau sudah tahu suara kami saat pertama bertemu kan? Dan kau tertukar mengenalinya.”

“Itu … “ Kido-san mencari alasan.

“Kau menguping pembicaraan kami kan? Karena ucapan kami, kau salah mengenali kami!” tembak Himura-sensei.

Himura-sensei menjelaskan lagi saat mereka membahas investigasi di kediaman Shima. Saat itu, ia bicara secara bergantian dengan Alice. Isi pembicaraan seolah menunjukkan kalau suara Alice adalah suara si ahli criminal dan suara HImura-sensei adalah suara milik si penulis.

“Karena Alice berpengalaman dalam dunia criminal, wajar kau berpikir kalau dia adalah ahli criminal,” Himura-sensei menutup penjelasannya.

“Tapi, itu bukan bukti nyata aku menguping pembicaraan,” elak Kido-san. Raut wajahnya tampak tidak senang.

“Aku punya bukti. Kami melacak fakta kalau kau menyalakan alat penguping itu pada pukul 7 semalam. Saat alat itu mulai merekam, kami bisa melacaknya.”

“Jangan bilang … telepon kemarin … “ Kido-san mulai dapat meraba semuanya.

Himura-sensei tersenyum, “Ya, itu panggilan palsu. Kau terjebak. Polisi akan segera datang dengan surat penangkapan.”

Tapi Kido-san sama sekali tidak tampak ketakutan, “Kau memiliki ingatan luar biasa!” pujinya.

“Aku ingat benar apa yang kukatakan kemarin. Kau hanya tertarik dengan apa yang dikatakan orang lain. Tapi tidak peduli dengan ucapanmu sendiri.”



Kido-san tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Ia pun berdiri, berbalik dan mulai bercerita, “Cukup bagiku untuk tahu apa yang terjadi pagi itu dari suaranya. Suara dingin Shima Yukio, suara benturan, erangan Shima Yukio lalu senyap. Suara membuka pintu rahasia. Aku seperti bisa melihat semuanya dengan sangat jelas. Aku membuat kunci cadangan agar bisa masuk untuk mengganti baterai alat penguping. Jika dia meninggalkan senjata pembunuh di lantai, aku bisa menyelamatkannya.”

“Itu tidak hanya menguping. Masuk dengan paksa, mengintimidasi dan mengabaikan jasad, kau sebenarnya penjahat!” tegas Himura-sensei.



“Kau bilang kau bisa menyelamatkannya?” tanya Alice.

“Iya, aku tahu itu aneh. Tapi itu yang awalnya kupikirkan,” ujar Kido-san.

Alice masih belum puas dengan jawaban itu, “Kalau begitu, kenapa kau mengancamnya dan minta uang tebusan seperti film?”

“Aku ingin dia jadi bonekaku,” suara Kido-san mendadak bersemangat. “Suaranya, nafasnya … aku tidak bisa melakukan apapun kecuali mendengarnya. Tapi aku bisa memanipulasi perasaan atau sikapnya, itu luar biasa. Dan bukan hanya dia, polisi juga berhasil kubodohi!” Kido-san makin bersemangat. Senyum lebar menghias wajahnya. “Aku membayangkan dia dan polisi mencari tanda merah. Bagaimana menurutmu, Sensei? Bisakah kau menulis noel berdasarkan insiden ini?” pinta Kido-san pada Alice.

“Maaf, tapi aku membuat aturan tidak akan menulis cerita nyata!” elak Alice.

“Lihat!” Kido-san menunjuk gedung dari tempatnya melihat pemandangan. “Seseorang memasang alat penguping dan asyik mendengarkan. Imajinasikan dan lihatlah ini!”

“Apa kau … bahagia?”

Senyum di wajah Kido-san mendadak hilang. Wajahnya berubah keruh.



Kasus mereka kali itu selesai. Alice pulang bersama Himura-sensei sore itu. Himura-sensei sempat berhenti sejenak saat mereka melewati jembatan. Alice hanya bisa melihat wajah sahabatnya itu, tapi tidak pernah bisa tahu atau mengerti apa yang benar-benar dipikirkan oleh Himura-sensei. Keinginan terdalam yang berbeda dengan kepribadiannya.



Hari menjelang senja saat Akemi naik tangga sebuah gedung di kampusnya. Oranye sinar senja menembus jendela. Tapi sesaat kemudian wajah Akemi mendadak pucat melihat warna oranye itu. Ia berubah ketakutan. Nyala api yang besar muncul dalam pandangan Akemi. Ketakutan akhirnya membuat Akemi tidak sadarkan diri. Ia ambruk di lantai begitu saja.



Himura-sensei rupanya minta untuk bisa dipertemukan dengan si dedengkot Shangri-La Crussade, Morohoshi. Dan permintaan itu dikabulkan. Himura-sensei hanya terdiam memandangi wanita di depannya itu, yang juga tetap bersikap tenang.

Polisi yang mendampingi mereka menceritkan soal insiden seorang gadis yang merupakan mantan anggota kelompok Shangri-La Crussade. Gadis itu melarikan diri dan dibunuh oleh seseorang. Pelaku masih belum tertangkap. Polisi yakin jika pelakunya adalah orang yang dendam dengan Shangri-La Crussade. Polisi itu minta agar Morohoshi mengatakan semuanya, karena kejahatan itu harus dihentikan.

“Morohoshi, itu bukan dunia ideal yang kau inginkan. Perintahkan agar mereka menyerah saja atau katakan di mana tempat persembunyian mereka. Itu satu-satunya cara untuk menghentikan lingkaran setan ini!”

Pelaku semua kejahatan itu adalah si anak SMA misterius. Anak itu kembali ke TKP hanya untuk melihat korbannya tengah dikerumuni orang banyak. Ia kemudian berbalik, tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun.



Tapi Morohoshi tidak tertarik pada ucapan si polisi. Ia lebih tertarik pada orang di depannya, Himura-sensei. Tanpa terduga, Morohoshi maju mendekati Himura-sensei dan mulai mengendus aroma Himura-sensei. Ia kemudian kembali ke kursinya dan tersenyum, “Aromamu sama denganku!”

BERSAMBUNG

Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 1.
Bening Pertiwi 08.25.00
Read more ...
SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 1. Di episode sebelumnya, Himura-sensei dan Alice memecahkan kasus yang melibatkan manusia berperban. Dia mengenakan perban di sekujur tubuhnya karena memiliki kelainan, yakni fobia terhadap bagian tubuhnya sendiri. Kali ini, kasus apa lagi yang sudah menanti Himura-sensei dan Alice?

Hari belum terlalu siang saat kereta melaju cepat di lintasan. Penumpang yang naik juga tidak terlalu penuh, tampak masih banyak ruang kosong di antaranya. Seorang wanita tampak memandang dengcan cemas ke arah luar kereta. Ia memagang tas di pangkuannya lebih erat lagi.

Saat ini

Masukkan uang dalam tas, naik kereta dari stasiun Kyoto menuju Minami-Uji pada pukul 11 siang, besok. Pilih kursi sisi kiri dan cari tanpa merah di luar. Saat kau menemukannya, jatuhkan tas itu dari jendela. Jangan sampai melewatkan tanda itu.

Jika aku melihat polisi, semua berakhir.



Tidak jauh dari wanita tadi, ada polisi yang berjaga. Det.Ono bersama det.Hisashi. Sementara si polisi muda ada di dekat pintu yang lain.

Selain mereka, Alice dan HImura-sensei juga turut serta. Alice bertugas untuk duduk di kursi yang berada di depan wanita tadi. Sementara Himura-sensei duduk di kursi lain, tepat di seberang. Kursi sebelah sisi kanan.



Sehari sebelumnya … 27 Januari

Seorang wanita tampak baru keluar dari stasiun. Ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari nomer tidak dikenal.

“Apa kau Shima Erika? Aku ingin bicara soal suamimu. Kau tidak bisa menghubunginya sejak hari sebelum kemarin kan?”

“Kalau ini urusan bisnis, tolong hubungi kantornya saja,” potong Erika-san, cepat.

Tapi suara di seberang tidak peduli, “Dengar, kami menculik suamimu, Shima Yukio. Siapkan uang 30.000.000 yen cash besok pagi. Kalau kau menghubungi polisi, artinya kau tidak ingin menyelamatkannya dan dia akan mati. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Tetap di rumah sampai aku menghubungi lagi. Kau dengar?”

Berita yang baru saja didengarnya ini membuat lutut Erika-san lemah. Ia nyaris ambruk di trotoar, masih memegangi koper yang dibawanya, sebagai sandaran, “Aku mendengarkan. Jika suamiku bersamamu, izinkan aku bicara dengannya!”

Dan suara di seberang berganti suara pria lain, Yukio-san, “Erika, aku keliru.”

Erika-san buru-buru kembali ke rumahnya. Tapi di depan rumah, dia bertemu dengan manager suaminya, Kido-san. Kido-san bertanya soal Yukio-san. Tapi Erika-san yang terlanjur ketakutan tidak bisa mengatakan apapun. Wajahnya terlanjur pias. Setelah dipaksa, Erika-san lalu menceritakan semuanya pada Kido-san ini.

“Kita harus menghubungi 911!” ujar Kido-san.

Tapi Erika-san melarangnya. Ia teringat ancaman si penculik agar ia tidak menghubungi polisi. Kesal karena Kido-san tidak mendengarkan larangannya, Erika-san memilih masuk rumah setelah mengusir Kido-san agar pergi.

“Jika sampai ada yang terjadi pada suamiku, itu tanggungjawabmu!”



Kemarin sore, 27 Januari 4.29

Erika-san buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Ia mendorong rak buku, menuju ruangan rahasia di belakangnya. Tapi Erika-san kaget, di sana tidak ada yang ia cari.

Dua hari sebelumnya

Erika-san dan Yukio-san bertengkar. Dan ucapan Yukio-san hari itu membuat Erika-san benar-benar marah besar. Tanpa sadar, diambilnya hiasan dari kayu di dekatnya lalu dilemparkannya dan tepat mengenai kepala Yukio-san, suaminya.

Saat melihat suaminya tidak bergerak, Erika-san kaget luar biasa. Ia tidak menyangka jika akan terjadi seperti ini. Erika-san buru-buru menyeret jasad suaminya dan menyembunyikannya di ruangan rahasia di balik rak buku. Tidak lupa ia juga menyembunyikan hiasan kayu yang tadi digunakan untuk memukulnya di ruangan itu, tertutup kain. Erika-san buru-buru pergi, karena ia memang ada jadwal pekerjaan di luar.

Tapi kini, saat kembali, ruangan di balik rak buku itu kosong. Jasad Yukio-san yang dua hari yang lalu disembunyikan di sana, sudah tidak ada. Apa yang terjadi sebenarnya?



27 Januari, 5.28

Polisi sudah datang bersama tim mereka karena dihubungi oleh Kido-san. Erika-san tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyembunyikan semuanya. Det.Ono meyakinkan Erika-san kalau tim spesialis penculikan mereka akan melakukan yang terbaik.

Det.Hisashi menyusul masuk bersama dengan Himura-sensei dan Alice. Ini menarik perhatian si polisi muda, karena biasanya HImura-sensei hanya datang ke TKP pembunuhan.

“Aku yang minta mereka datang,” bisik det.Hisashi.



Himura-sensei dan Alice justru tertarik dengan ruangan itu, yang merupakan kediaman seorang professor tamu. Mereka membicarakan peran Shima Yukio-san yang paling terkenal, sebagai seorang professor tamu. “Lihat, judulnya ‘Hard Rain’!” Alice menunjuk foto dan deretan buku yang menunjukkan gambar milik Yukio-san.

Det.Ono menyadari keberadaan dua orang ini. Ia protes pada det.Hisashi, kenapa HImura-sensei dan Alice harus berada di sana.

“Shima Yukio adalah seorang actor yang terkenal, dan kini dia diculik. Kalau kita membuat kesalahan, akan jadi masalah besar,” bisik det.Hisashi pada det.Ono. “Lebih baik jaga-jaga daripada menyesal!”

Det.Ono akhirnya mengalah. Ia kini bicara sambil berbisik pada Alice, “Dia (Shima Erika) sangat gugup karena suaminya diculik. Investigasi awal sangat penting. Jadi tetap di sini dan diam!”

“Baik!” Alice mengangkat tangannya, tanda setuju.

“Aku bicara padamu!” bentak det.Ono pada Himura-sensei.

“Ah, baik!” HImura-sensei juga meniru sikap Alice yang mengangkat tangan tanda hormat pada det.Ono.



Investigasi ulang dilakukan. Polisi memastikan kalau dua hari silam, di pagi hari, Erika-san memang pergi ke Kyushu untuk urusan pekerjaan. Saat itu ia pergi buru-buru dan mengaku kalau tidak bertemu suaminya.

“Kami … tidur terpisah,” aku Erika-san kemudian.

Telepon dari pelaku penculikan terjadi tepat saat Erika-san baru kembali dari perjalanan bisnisnya itu. Saat itu ia bahkan masih ada di stasiun.

“Waktu yang sempurna, seolah si penculik tahu jadwalnya,” komentar HImura-sensei sambil berbisik pada Alice.

“Kupikir begitu.” Alice dan Himura-sensei berdiri di dekat dinding. Mereka mematuhi det.Ono untuk tidak ikut campur. (ya ampun, nggak ikut campur sih iya, tapi duduk atau gimana kek)

Alih-alih menyimak investigasi, HImura-sensei justru tertarik pada drama yang dibintangi oleh Shima Yukio itu. Alice menyebutkan drama paling sukses Shima Yukio, drama bertema cinta. Dalam drama itu Shima Yukio berperan menjadi professor tamu dan sangat terkenal di antara gadis-gadis. (jadi keingetan sama Yukawa Manabu-sensei dari drama Galileo deh. Dia kan juga professor tamu dan terkenal di antara mahasiswanya yang sebagian besar wanita, hahahaha)

“Tidak nyata!” komentar Himura-sensei. (iya lah, dia sendiri kan nggak populer di kampus, meski bekerja sebagai professor tamu)

Kembali ke obrolan polisi dengan Shima Erika. Polisi mengatakan mereka akan menyiapkan uang tebusan, tapi tidak bisa semuanya. Jadi mereka akan mencampurnya dengan yang palsu.

Mendengar itu, Erika-san meledak marah, “Bagaimana kalau si penculik mengetahuinya? Suamiku dalam bahaya!”

Det.Ono segera paham hal itu. Ia meyakinkan Erika-san jika keselamatan Shima Yukio yang terpenting dan menangkap pelaku adalah yang kedua.

“Kalau begitu, bukannya kita harus mematuhi permintaan penculik itu?”



Tapi wawancara itu terhenti oleh panggilan telepon. Det.Hisashi segera meminta staf pelacak untuk bersiap. Ia memperingatkan Erika-san agar bicara selama mungkin, jika itu telepon dari penculik.

“Ah, Eri? Kau sudah di rumah?” ujar suara di seberang, seorang wanita.

Erika-san mengenali wanita itu, “Udagawa-san. Maaf, aku sedang dalam masalah. Aku akan menghubungi Anda lagi nanti,” pinta Erika-san kemudian.

Erika-san kemudian menjelaskan kalau itu adalah telepon dari atasannya di kantor, Udagawa-san.

Himura-sensei dan Alice masih menyimak semuanya dari pojok ruangan di depan dinding. Himura-sensei yang merasa bosan membujuk Alice untuk pulang saja.

“Jangan kekanak-kanakan!” balas Alice.



Bel depan rumah berbunyi. Semua orang berpikir jika itu mungkin saja dari si penculik. Ternyata yang datang adalah pengantar paket. Paket diterima, tapi tidak ada nama pengirimnya.

Himura-sensei dan Alice yang diminta untuk tidak ikut campur, sulit mendekat. Himura-sensei lalu memanggil si polisi muda dan memintanya bicara pada det.Hisashi, agar memeriksa cap pos kiriman itu.

“Ini dari Kyoto, kemarin,” ujar det.Hisashi setelah memeriksanya.

Himura-sensei kembali membisiki si polisi muda dan memintanya bicara, “Artinya tidak ada kemungkinan Erika-san yang sengaja melakukan ini.”

“Kau menuduhku?” Erika-san tidak suka.

Paket dibuka, isinya adalah dua benda hitam, dompet dan ponsel. Erika-san meyakini kalau dua benda itu milik suaminya. Selain itu ada juga dua amplop lain. Salah satu amplop berisi rambut manusia. Det.Hisashi segera meminta forensic untuk memeriksanya. Amplop lain berisi surat.

Masukkan uang dalam tas dan naik kereta dari stasiun Kyoto menuju Minami-Uji besok pukul 11.00 siang. Duduk di kursi sebelah kiri dan cari tanda merah di luar. Setelah kau menemukannya, jatuhkan tas dari jendela. Jangan sampai melewatkan tandanya. Jika aku melihat polisi, semua berakhir.

“Naik kereta dan cari tanda merah … apa maksudnya ini?” Erika-san makin pucat.



“Apa yang harus kulakukan?”

Det.Ono menawarkan diri agar dia yang menyamar jadi Erika-san dan menyerahkan uang tebusan. Tapi ide ini ditolak oleh Erika-san. Ia takut kalau si penculik tahu, maka suaminya akan dalam bahaya. Erika-san berpikir untuk pergi sendiri. Tapi ide ini ditolak polisi, kalau demikian mereka tidak bisa melakukan investigasi. Polisi memaksa untuk ikut serta.

“Wajahmu tampak seperti polisi!” protes Erika-san. Ia melihat ke arah dua pria yang sejak tadi berdiri di dekat dinding, “Kalau begitu, aku mau dua pria itu pergi bersamaku. Mereka tidak tampak seperti polisi.”

Mendengar ide ini, Alice nyaris protes. Ia berniat menolak, tapi de.Hisashi buru-buru memotong pembicaraan. Det.Hisashi meminta Himura-sensei dan Alice setuju mengikut Erika-san.

“Baiklah!” ujar Himura-sensei dengan tangan hormat.



Saat ini …

Kereta terus melaju. Bahkan meski ada enam orang yang mencari tanda merah itu, tetap tidak ditemukan. Stasiun tujuan makin dekat. Penyerahan uang tebusan terancam gagal.

Alica pindah tempat duduk dan bicara pada Himura-sensei, “Apa penculik menyadari polisi?”

“Penculik sudah membuat rencana dengan polisi di dalamnya. Penculik sengaja mengirim rambut si suami agar kita tahu kalau penculikan ini nyata. Tapi jika penculik memperkirakan polisi terlibat, ia seharusnya tidak menunjuk jadwal kereta yang pasti. Kenapa penculik ingin memberikan polisi waktu luang? Atau penculik harusnya menghubungi kita di waktu-waktu akhir dan membawa kita ke tempat lain.”

“Lalu apa tujuan intruksi ini?” Alice masih berbisik.

“Aku tidak tahu. Tapi aku yakin, ini akan gagal,” ujar Himura-sensei. Pikirannya masih melayang, tidak berada dalam kereta yang melaju itu.



Seperti dugaan, intruksi dari penculik ini gagal dilakukan. Sekarang Erika-san bersama polisi kembali ke markas kepolisian.

Det.Ono masih berusaha meyakinkan Erika-san, “Kami akan melakukan investigasi ulang untuk mempersiapkan kontak berikutnya dari si penculik.”



“Mau makan kari?” tawar Himura-sensei pada Alice.

Ini membuat Alice kebingungan. Tapi mereka akhirnya terdampar di kantin universitas tempat Himura-sensei mengajar, dengan sepiring kari di depan mereka masing-masing. Selera keduanya berbeda, terbukti dari bumbu yang diambil pun berbeda.

“Ah, aku kangen sekali. Ingat masa saat masih mahasiswa,” komentar Alice.

“Kalau begitu, itu bukti kalau kau tambah tua,” Himura-sensei benar-benar merusak mood.

Dari arah lain, tiga mahasiswa HImura-sensei juga menuju kantin. Mereka heran melihat dosennya satu itu, yang terkenal berantakan dan penyendiri tengah makan dengan seseorang. Mereka menebak-nebak siapa yang jadi teman makan Himura-sensei.

“Bukankah dia manis? Tapi dia seperti NEET (orang muda yang tidak dalam dunia pendidikan, karyawan atau pelatihan).”

“Dia juga tidak seperti professor tamu,” sambung yang lain.

Akhirnya mereka bertiga sepakat melakukan jankenpon (suit). Siapa yang kalah, dia bertugas untuk mendekati Himura-sensei dan bertanya soal orang yang makan bersamanya.



Himura-sensei dan Alice sudah selesai makan. Mereka asyik ngobrol sampai tidak mempedulikan sekitar mereka.

“Aku tidak berpikir si penculik serius soal uang tebusan,” komentar Himura-sensei. “Tanda merah terlalu tidak jelas. Meski misal saja kita menemukan tanda merah itu, berapa jauh hingga kita membuka jendela, berapa lebar jendela terbuka, dan berapa jauh Erika-san bisa melempar tasnya. Intruksinya terlalu kacau. “

“Kalau begitu apa tujuannya?”

“Aku lihat kemungkinan kalau Shima Yukio memalsukan penculikan dirinya sendiri. Dia membuat keributan untuk menarik perhatian. Atau si penculik adalah orang dekatnya. Yang terburu, dia sudah mati. Insiden ini sulit dipahami,” keluh Himura-sensei.

Saat itu salah satu mahasiswanya, Akemi yang kalah suit, pelan mendekati Himura-sensei dan Alice. Sekilas ia mendengar pembicaraan kedua orang itu. Tapi lagi-lagi, Himura-sensei maupun Alice belum menyadari kehadiran Akemi, ketika akhirnya Akemi berbalik arah.

“Ini waktunya mengajar,” Himura-sensei bangun dari duduknya dan bersiap mengembalikan piring.

“Hei, aku boleh ikut kelasmu?” pinta Alice.

Himura-sensei menatap tajam, “Tidak!”



“Manusia memiliki potensi … “ Himura-sensei asyik mengajar di depan kelas.

Sementara itu di belakang, tidak banyak mahasiswanya mendengarkan. Sebagian dari mereka asyik sendiri, dan sebagian yang lain memanfaatkannya untuk tidur.

Alice duduk di salah satu bangku di ujung. Meski dilarang oleh Himura-sensei, Alice tetap saja masuk kelas. (iya lah, kalau jadi Himura-sensei, ogah juga kalau ada sahabat dekatmu ikut masuk kelas. Pasti lebih grogi jadinya kalau ngajar di depan orang yang dikenal dekat)

Setelah dipaksa kedua temannya, Akemi akhirnya mendekati Alice, “Maaf, apa kau detektif?

“Kau pikir begitu? Katanya aku tidak mirip detektif,” Alice heran.

“Aku mendengar pembicaraanmu dengan HImura-sensei,” ujar Akemi dengan berbisik.

“Ah. Dia (Himura-sensei) adalah teman baikku sejak universitas. Aku penulis novel misteri,” Alice memperkenalkan diri.

“Jadi, yang tadi kau bicarakan … “

“Benar. Kisah dalam novelku,” ujar Alice. Rupanya ia menyembunyikan kalau itu adalah kasus yang tengah terjadi.

“Kalian berdua di ujung, diam!” perintah HImura-sensei dari depan. Rupanya ia memerhatikan saat ada yang ribut di kelasnya.



Alice ikut pulang ke rumah Himura-sensei. Masuk rumah, mereka disambut dengan beberapa benda yang aneh dan tidak pada tempatnya. Himura-sensei merasa kalau ada sesuatu yang dipersiapkan untuknya. Di rumah, mereka disambut pemilik rumah Tokie-san.

“Apa ini sebuah kode?” tebak Himura-sensei.

“Lebih dari kode rahasia,” Tokie-san tampak senang.

Alice rupanya lebih dulu paham maksud barang-barang itu. Ia ikut cekikikan bersama Tokie-san, karena kode itu sebenarnya ada di dalam novel yang ditulis oleh Alice.

“Aku akan memecahkan misteri ini!” ujar HImura-sensei yakin. Ia pun melihat sekali lagi benda-benda itu. “Virgo,” ujarnya kemudian.

“Aku,” ujar TOkie-san sok manis.

“Kau tahu jawabannya?” Alice tidak menyangka.

“Mudah saja. Zodiac kan? Vas di pintu masuk adalah Aquarius. Ikan adalah Pisces. Sweater (baju hangat dari wol) adalah Aries. Dompet dari kulit sapi adalah Taurus,” Himura-sensei menjelaskan.



“Kau mempersiapkan semuanya hanya dari rumah ini,” Alice yang melanjutkan. “Sepasang boneka kayu adalah Gemini.”

“Aku memikirkannya sejak malam. Tapi karena aku tidak menemukan virgo, aku menggunakan diriku sendiri,” ujar Tokie-san.

Alice lemas di kursinya, “Aku kesal karena kau bisa menemukan jawabannya dengan cepat.”

Himura-sensei jongkok di dekat Alice dan memegang kepala Alice, “Jadikan ini pengalaman.”

“Aku marah padamu!” rajuk Alice. (aiiiih adegan ini manis banget sih. Alice yang ngambek dan di puk puk sama Himura-sensei. Hihihi … jangan mikir yang iya-iya lho ya)

Tokie-san pamit akan membuatkan kopi untuk mereka semua. Tapi ponsel Himura-sensei keburu berbunyi, dari det.Hisashi. Det. Hisashi mengatakan kalau korban penculikan, Shima Yukio ditemukan telah meninggal.



Mendapat kabar seperti itu, Himura-sensei dan Alice buru-buru pergi. Kini mereka ada di tempat penemuan jasad Shima Yukio, dalam area kampus.

Petugas forensic menjelaskan kalau perkiraan kematian sekitar 4 hari silam, atau pada 25 januari. (ya ampun, apa nggak bau ya?). Artiny Shima Yukio sudah meninggal saat telepon ancaman penculikan diterima Erika-san, istrinya pada 27 Januari. Tapi si istri mengaku mendengar suara suaminya dari telepon. Mungkinkah pesan dari kematian?

Forensic melanjutkan, kalau menurut keadaan jasad itu, pembunuhan dilakukan di tempat lain. Setelahnya dibiarkan beberapa lama, baru dibawa ke tempat sekarang ditemukan. Pakaian yang digunakan korban pun tidak kusut atau kasar. Tapi senjata pembunuhan belum ditemukan. Korban dibunuh dengan dipukul menggunakan benda tumpul dari belakang. Tersangka memukulnya secara spontan.

“Kalau dia tidak waspada, pasti itu orang yang dia kenal,” komentar Himura-sensei.



Sementara forensic bekerja di TKP, det.Hisashi dan det.Ono menuju kediaman Shima-san. Mereka memberitahukan pada Shima Erika-san tentang jasad suaminya yang telah ditemukan.

“Tolong tetap bekerjasama untuk investigasi ini. Suami Anda sudah meninggal pada 25 Januari. Jadi ini tidak ada hubungannya dengan polisi,” det. Hisashi berusaha menjelaskan.

“Tapi aku dengar suaranya!” Erika-san histeris.



Himura-sensei memandangi jasad Shima Yukio di depannya itu. Ia berbalik. Dalam pikirannya, nafsu membunuhnya kembali. Seolah ia lah yang melakukan semuanya. Membunuh orang itu dengan memukul bagian belakang kepala korban dengan benda tumpul.

Alice menangkap tatapan aneh Himura-sensei, “Ada apa?”

“Ini adalah tempat sempurna untuk kejahatan,” senyum di wajah Himura-sensei terkembang, sebuah senyum misterius.

Alice paham maksudnya. Ia ingat dengan ucapan Himura-sensei sebelumnya, bahwa ia ingin sekali membunuh seseorang. Tapi Alice buru-buru menguasai diri, “Tapi kejahatan sebenarnya tidak terjadi di sini.”

“Kita harus cari tahu siapa yang membunuhnya!” tegas HImura-sensei.



Satu per satu fakta berkelebatan di kepala Himura-sensei, “Tujuan awal memang untuk membunuhnya. Jika tersangka tidak tertarik dengan uang, maka tersangka pasti orang yang benci pada korban. Ini seperti kejahatan spontan. Tersangka kemungkinan besar keluarga atau teman.”

“Apa kau pikir istrinya pelakunya?” tanya Alice. “Kalau begitu, telepon ancaman itu palsu?”

“Tidak mungkin. Dia tidak mungkin membawa jasad itu karena dia ada pekerjaan di luar kota. Menurut cap pos (Kyoto), dia bukan pengirim surat ancaman itu. Saat naik kereta, dia tampak ketakutan oleh sesuatu. Itu sama sekali tidak tampak dramatis. Kalau begitu, ayo bicara dengannya!” ajak Himura-sensei.

BERSAMBUNG

Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 2.
Bening Pertiwi 08.23.00
Read more ...
INOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 02 part 2. Salah satu anggota Yamaneko, Hosoda-san ditemukan tidak bernyawa di dekat dermaga. Ini membawa Katsumura menyelidiki hubungan Hosoda-san dengan sebuah kelompok Yakuza.

Kelompok Yakuza ini memiliki usaha agensi artis. Tapi yang sebenarnya, mereka menggunakan ini untuk memasok para ‘wanita penghibur’. Dan salah satu korbannya adalah gadis yang selalu mem-bully Mao di sekolah. Kenapa Mao mau menyelamatkan gadis ini?


“Apa kau mempermainkan polisi?!” bentak Sakura dengan kesal.

Ada laporan yang menyebutkan adanya keributan di club yang dikelola kelompo yakuza pimpinan Shunichi-san ini. Tapi saat polisi datang, Shunichi-san mengatakan kalau tidak ada apapun.

“Hentikan! Kalau kau tidak melaporkan kerusakan, kami tidak bisa membawanya ke pengadilan juga. Ayo kembali!” det.Sekimoto menyeret Sakura keluar.



Det.Sekimoto menyeret Sakura keluar dan kembali ke mobil. Sakura masih kesal karena dipaksa mundur, apalagi ada kabar yang menyebutkan soal keterlibatan ‘yamaneko’ dalam insiden ini.

“Sebegitu bencikah kau pada yamaneko?”

“Ya. Apapun yang dilakukannya, semua kejahatan!” protes Sakura.

“Kau hanya terpaku pada apa yang terjadi pada ayahmu. Sudah berapa kali kukatakan, sebagai partner ayahmu, aku yakin kalau itu adalah benar kecelakaan. Lebih baik lupakan obsesi anehmu itu!” ucapan det.Sekimoto berubah serius.



Sunichi menghubungi ayahnya, Nakaoka Taichi dan melaporkan kalau Yamaneko berniat mencuri uang mereka, “Seperti yang kau katakan, kukatakan padanya ada di Daiba.”

“Bagus. Kumpulkan uang di Fine Break, mengerti?” ujar Taichi-san dari seberang.



“Jadi ada di agensinya,” komentar Yamane. Rupanya kedatangan Yamane mengacau di club sekaligus memasang alat penyadap.

“Kalian ini siapa?” Kakiuchi Yuuna, si gadis yang membully Mao dan baru saja diselamatkan dari club, akhirnya penasaran juga.

Dan tanpa ragu (serta narsis), Yamane mengakui dirinya sebagai Pencuri-detektif-misterius, Yamaneko, lengkap dengan pose anehnya.

Yuuna melihat Mao yang ada tidak jauh darinya, “Kenapa? Kau mengasihaniku? Atau mau pinjami aku uang? Aku tidak minta diselamatkan. Aku tidak peduli dijual. Aku Cuma perlu tidur dengan mereka kan?”

“Kau harus lebih menghargai dirimu sendiri. Tidakkan kau Cuma pura-pura jadi kuat?”

“Diam!” Yuuna menarik kerah baju Mao, “Memangnya kau tahu apa?! Jangan bicara kalau kau tidak tahu apapun!”



Keributan berhenti karena suara sumbang Yamane. Jelas yang lain sudah terbiasa dan hanya berusaha menghindar atau tutup telinga. Tapi Yuuna yang tidak tahu apapun mengatakan kata ajaib ‘buta nada’, dan ini membuat Yamane marah besar.

Yamane mendekati Yuuna dan menendang kakinya hingga Yuuna terjatuh di kursi, “Aku tidak buta nada. Aku Cuma menunjukkan efek vibra! Tidak ada yang mengerti!” Yamane mulai serius. “Apa kau bersenang-senang membully dia (Mao)? Gadis ini benar-benar menyedihkan. Dia tidak peduli tentang hidupnya, dan bersikap seolah tidak masalah kalau mati. Dia (Mao) bilang dibully tidak masalah, itulah kenapa dia tidak ingin menyalahkanmu. Kau membully, jadi artis atau ‘wanita penghibur’, kau bisa lakukan apapun. Tapi kau tahu, kebebasan bukan berarti semua yang kau lakukan bisa dimaafkan. Artinya, apapun yang kau lakukan, kau harus bertanggungjawab dengannya. Pahami itu!” bentak Yamane.

“Diam! Itu bukan urusanmu!” Yuuna tidak terima dikata-katai oleh Yamane. Ia mengambil tasnya dan buru-buru pergi.

“Kalau kau dapat masalah lagi, aku tidak mau ikut campur!” teriak Yamane. Ia tidak menahan Yuuna untuk pergi sama sekali.



“Apa yang akan kau lakukan?” Katsumura mendekati Yamane. “Yakuza itu tidak akan berhenti menagih hutang padanya.”

“Bisakah kau curi IOU-nya?” pinta Mao kemudian.

“Baiklah, kau kau tertarik,” balas Yamane.

Tapi Katsumura menangkap hal yang cukup tidak terkendali, “ Tunggu! Kau ingin menyeret Mao ke dalam dunia kejahatan ini?”

Tapi Yamane menanggapinya dengan santai, karena Mao sendiri yang memang menawarkan diri untuk terlibat.



Yuuna tengah berjalan dengan teman-temannya. Ia bercerita kalau baru saja bertemu dengan Yamaneko. Tapi Yuuna sendiri tidak yakin benar, karena yang dia temui sama sekali tidak cool apalagi meyakinkan.

Tapi obrolan mereka terhenti saat sebuah mobil yang melintas berhenti tiba-tiba di depan mereka. Wajah Yuuna berubah pias. Ia tahu mengenal siapa yang kemudian keluar dari dalam mobil itu. Masalah lain baru saja datang.



Malam itu, semua anggota Yamaneko bersiap. Mao bersama Rikako-san berada di dalam truk. Sementara, si topeng kucing, Yamane sudah beraksi.

“Urus sensor panasnya dulu,” ujar Rikako-san.

Jari Mao lincah menari di atas keyboard. Dan dalam waktu singkat, si topeng kucing pun berhasil masuk ke dalam gedung yang dimaksud. Ia menemukan ruangan dengan panel password di depannya. Tapi itu urusan mudah bagi Mao. Karena setelahnya ia sudah bisa mengetahui password itu.

Tapi saat ruangan itu terbuka, sudah ada segerombolan pria yang menunggu si topeng kucing. “Ini buruk!”



Flash back

Katsumura menolak saat Yamane memintanya menyamar menjadi dirinya. Tapi Yamane meyakinkan Katsumura kalau ini semua demi membalas kematian Hosoda-san. Yamane juga berjanji jika ia akan selalu memperhatikan dari jauh.

Katsumura yang melihat keseriusan Yamane tidak punya pilihan. Ia pun akhirnya setuju untuk kembali menyamar menjadi Yamaneko dan beraksi. Tapi di sinilah dia sekarang. Bukannya selamat, justru dikepung dan dipukuli oleh anak buah si yakuza, Shunichi.



Di mana Yamaneko yang sebenarnya? Dia berada di ruangan Taichi-san, memperhatikan orang tua itu yang juga tengah menyimak yang terjadi pada Yamaneko palsu.

“Bagaimana kau tahu? Apa kau menyadapku?”

Yamane duduk di depan Taichi-san, “Karena itu kau, kupikir kau akan tahu kalau aku menyadapmu. Setelah itu, setiap pesan yang dikirim pada putramu dicek oleh Dark Hotel. Sebuah virus. Itu akan menyerang computer tamu jika masuk ke jaringan hotel,” Yamane menjelaskan.

Tapi Taichi-san yang sudah berpengalaman tetap bersikap tenang, “Tapi, bagaimana dengan sandera ini?” ia memutar laptop dan menyodorkannya pada Yamane.

Yamane hanya tersenyum, ia membalik kembali laptop itu menghadap Taichi-san. Dan di sana, rupanya sudah ada det.Sekimoto, Sakura dan para polisi. Mereka datang untuk mengepung para tukang pukul itu. Sakura kembali dibuat kaget karena menemukan seniornya, Katsumura ada di tempat seperti itu.

“Sakura-chan, orang-orang ini membuat artis agensi mereka jadi ‘wanita penghibur’!”



Taichi-san tersenyum, “Jadi kau sudah menghubungi polisi juga. Katakan satu hal, kenapa Bushido?” ia mengacu pada buku yang dibawa Yamane pada pertemuan mereka sebelumnya.

Wajah Yamane berubah serius, “Karena aku tidak mau lupa, seperti apa orang seharusnya. Karena Jepang masa kini, tidak ada orang Jepang yang sesungguhnya.”

“Aku setuju!” Taichi-san lalu bangkit dan membuka almari di dekatnya. Di balik pintu kayu itu ternyata ada pintu besi, sebuah brankas.

Yamane segera mengeluarkan tas dan memasukkan uang-uang itu ke dalam kopernya. Tapi ia mengeluh, karena uang itu bahkan tidak ada 100 juta yen. Tapi Taichi-san mengaku kalau itu sudah semua. Yamane baru sadar, kalau Taichi-san sudah mengacungkan samura panjang miliknya di belakang Yamane.

“Jika kau mengungkap kejahatan anakmu, kau bisa memimpin kelompok lagi kan?”

“Begitu yang kau temukan? Lebih baik tidak menyelidiki hal tidak penting. Di samping itu, bukannya kau ingin tahu tentang Yuuki Tanmei?” Taichi-san memancing respon Yamane. “Maaf, tapi aku tidak tahu di mana dia. Apa yang kau rencanakan jika bertemu dengannya?”

Yamane berbalik. Ia sama sekali tidak takut dengan pedang yang mengacung di depannya itu, “Aku ingin … mencuri negeri ini darinya.”



“Kenapa kau masuk ke agensi itu?” tanya Sakura sambil membantu mengobati luka-luka di wajah Katsumura.

Katsumura bingung, “Itu …untuk mengungkap kejahatan Kyoubukai.”

“Seperti Yamaneko. Kau bahkan memakai topengnya,” keluh Sakura.

Katsumura benar-benar kehabisan kata-kata. Tapi det.Sekimoto yang masuk mobil menyelamatkannya.

“Semuanya baik-baik saja. Banyak korban terselamatkan. Cctv mereka rusak, jadi tidak ada bukti kau memaksa masuk. Oi! Aku akan membiarkanmu kali ini saja!” tegas det.Sekimoto.



Yamane tengah berjalan sambil menyeret koper yang berisi uang. Ia memberitahukan agar Rikako-san menunggu di pintu belakang. Tapi seseorang muncul, mengacaukan rencana, Shunichi. Shunichi bersama anak buahnya membawa Yuuna yang mereka tangkap dan menjadikannya sandera.

“Aku tidak ngompol,” ujar Yamane dari telepon sebelum berbalik.

Rikako-san heran dengan ucapan itu. Cuma Mao yang mengerti dan kemudian menghack cctv gedung itu, mencari keberadaan Yamane.

Shunichi menggunakan Yuuna sebagai sandera. Baginya uang adalah segalanya. Karena itu ia minta agar Yamane mengembalikan uang itu dan gantinya adalah melepaskan Yuuna. Tapi Yamane sudah tidak tertarik lagi menyelamatkan Yuuna. Ia menolak begitu saja syarat pertukaran yang diminta Shunichi.



Katsumura akhirnya berhasil kembali ke truk. Ia kesal karena dikerjai lagi oleh Yamane. Tapi perhatiannya teralihkan saat Mao menunjukkan video cctv, saat Yamane berhadapan langsung dengan Shunichi di dalam gedung.

“Apa yang dia lakukan bukan urusanku. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau,” ujar Yamane santai.

Shunichi tidak mengira respon Yamane akan begini. Senpi yang tadinya ia arahkan ke kepala Yuuna, sekarang berganti mengarah pada Yamane, “Kalau begitu, pikirkan hidupmu!”

Tapi Yamane tetap santai, “Sudah kuduga, akan seperti ini. Tapi ini buruk!” ia menggerakkan kopernya dan seketika salah satu tutupnya terbuka menunjukkan deretan bom yang terpasang rapi di sana. “Aku memegang pemicu-nya,” Yamane menunjuk tombol yang tidak jauh dari ibu jarinya. “JIka ini kulepaskan, akan meledak. Dan uangnya lalu kau … akan meledak berkeping-keping.”

Shunichi berjengit kaget, “Jangan menggertak!”

“Jadi, mau coba?” tantang Yamane. Ia berjalan mendekati Yuuna yang jadi tameng Shunichi dan yang lain. Yamane sama sekali tidak perduli dengan gertakan Shunichi yang mengancam dengan senpi teracung. Kali ini ia menatap tajam wajah Yuuna yang mulai ketakutan, “Urus urusanmu sendiri! Bukankah kau malu untuk bilang ‘tolong aku’ padaku sekarang? Hidupmu mulai sekarang adalah membayar hutangmu, kau akan terus menjual tubuhmu. Bagaimana perasaanmu? Apa kau takut? menyesal? Sakit? Itu adalah perasaan orang lemah. Itu perasaan Mao saat kau mem-bully-nya. Prinsip adalah arti tulang untuk tubuh. Jika kau tidak punya tulang, kau tidak akan bisa menegakkan kepalamu atau menggerakkan tangan dan kakimu. Meski kau berbakat dan berpendidikan, kalau kau tidak punya prinsip moral, itu adalah orang yang harus dijauhi. Pasti kau tidak paham ucapanku. Singkatnya, tidak ada manusia yang tidak mengatakan ‘maaf’atau ‘terimakasih’. Kalau kau tidak bisa mengerti luka orang lain, hidupmu sia-sia. Mau mengerti lukamu, itulah kenapa dia ingin menyelamatkanmu. Agar bisa mendapat IOU-mu, dia bahkan melakukan kejahatan. Meski dia adalah korban bullying-mu. Bagaimana denganmu? Apa kau mengerti? Kau Cuma bocah bodoh yang tidak bisa melakukan apapun sendirian. Jika kau tidak bisa melakukannya, maka mintalah bantuan orang lain. Tidak ada cara lain. Kau tahu, caranya ucapkan ‘terimakasih’. Waktu sudah berubah sekarang!” Yamane bicara serius.



Yamane berbalik dan kembali ke mode konyolnya, “Oke, ini pasti sudah cukup waktu. Aku sudah mencapai batas! Cepatlah! Aku tidak ngompol!” teriak Yamane lalu memasukkan semacam sumbat ke kedua telinganya.

Mendengar itu, Mao yang ada di dalam truk langsung menyahut dengan ‘Aye-aye, Sir!” ia lalu memencet tombol di laptopnya.

Seketika itu terdengar suara denging yang sangat keras di lorong tempat Yamane dan yang lain berada. Shunichi dan yang lain kesakitan karena mendengar suara itu. Sementara Yamane yang sudah siap sedia, santai saja menanggapi suara denging yang memekakkan telinga itu. Satu per satu Yamane memukuli orang-orang itu hingga mereka semua pingsan.



Semua orang sudah dibuat pingsan oleh Yamane. Sekarang ia mengajak Yuuna untuk segera beranjak. Yamane pun menyeret kopernya.

“Aku tidak bisa … “ susah payah Yuuna bicara.

Yamane heran. Tapi kemudian ia sadar kalau Yuuna tidak bisa berdiri, karena lemasnya. Yamane kesal, harus memilih antara koper atau mengangkut Yuuna. Tapi akhrirnya ia jongkok di depan Yunna dan meminta gadis itu naik ke punggungnya. Yamane memilih Yunna dan meninggalkan kopernya yang berisi uang.

“Oh, uangnya … “ Katsumura tidak bisa berkomentar apapun melihat semua kejadian itu.

“Lebih penting … apa arti ‘aye-aye, Sir’ tadi?” Rikako-san bertanya pada Mao. Tapi gadis itu tidak memberikan jawaban apapun padanya.



Shunichi-san bangun dari pingsannya sambil memegangi telinganya yang kesakitan tadi. Ia melihat sekitar, sudah tidak ada Yamaneko. Tapi perhatiannya tercurah pada koper yang ditinggalkan Yamaneko. Ia membuka koper itu dan berseru girang karena uang yang ada di sana masih ada dan utuh.

Tapi, dari arah lain seseorang mendeket. Staf hotel mengantarkan det.Sekimoto pada Shunichi-san. “Nakaoka Shunichi. Sepertinya banyak yang harus kau ceritakan pada kami. Soal uang itu, contohnya.”



Yamane berhasil membawa Yuuna keluar. Setelah jauh, Yunna minta diturunkan. Dan mereka kini duduk di lantai taman. Tapi rupanya Yamane belum mematikan sambungan ponselnya tadi, hingga Mao dan yang lain, yang ada di dalam truk masih mendengarkannya bicara dengan Yuuna.

“Kenapa kau menyelamatkanku?”

“Mao yang memintaku. Katanya, cukup dia saja yang memilih jalan yang salah,” wajah Yamane berubah serius, “Salahku dia jadi seperti ini. Aku pencuri, tapi bukan perampok. Tapi akhirnya aku merampok, masa depan Mao. Hidup yang sebenarnya bisa dijalaninya dengan normal. Sampai dia bisa tertawa dengan tulus … aku akan melindunginya,” curhat Yamane. “Ayo!”

“Jangan khawatir, aku bisa pulang naik taksi,” Yuuna bangun dan beranjak.

“Jangan ceritakan soal kami,” pesan Yamane.

“Tidak akan. Tidak akan ada yang percaya padaku kalau aku ceritakan orang bodoh sepertimu adalah Yamaneko,” Yuuna sudah berjalan menjauh, tapi ia berbalik. “Hei, apa aku masih bisa berubah?

“Booooodoh! Kau sudah berubah kan?”

Yuuna berbalik dan menunduk, “Katakan pada gadis itu (Mao), aku minta maaf dan terimakasih,” ujarnya sebelum benar-benar beranjak pergi.

Yamane mengeluarkan ponselnya dan mematikan sambungan. Sepertinya ia sengaja melakukan ini agar Mao mendengar semua pembicaraannya dengan Yuuna.

Sementara itu di truk, “Kupikir dia senang-senang saja kalau ada orang yang melakukan kejahatan, kecuali kau,” ujar Katsumura pada Mao.



Public heboh. Salah satu kandidat dalam pemilihan gubernur, idol Takashina Toru mengundurkan diri. Ini berkaitan dengan skandal bahwa Kyoubukai, agensinya adalah agensi artis yang memaksa para artisnya untuk jadi ‘wanita penghibur’.

“Aku menunggu investigasi tuntas terhadap kasus ini. Aku akan melakukannya sebaik mungkin,” ujar Todo Kenichiro pada wartawan yang mengelilinginya.



Kembali ke bar

Katsumura kesal luar biasa pada Yamane setelah ia tahu kalau Hosoda-san ternyata tidak ada hubungannya dengan kasus Kyoubukai ini. Tapi Yamane menanggapinya dengan santai. Ia justru meniupi mie yang baru saja disajikan oleh Rikako-san.

“Jadi, siapa yang memintamu melakukan ini?”

“Pak tua,” jawab Yamane asal.

Rikako-san menceritakan kalau mereka sebenarnya punya satu anggota lagi. Dan kasus ini sebenarnya adalah cara untuk mendapatkan kepercayaan sepenuhnya dari Mao. Jadi, teman Mao, si Kakiuchi Yuuna sengaja dijadikan artis dan dibuat bermasalah dengan agensinya. Semuanya dirancang oleh Yamane.

“Penculikan Yuuki satu-satunya yang tidak ada dalam rencana,” aku Yamane dengan santainya.

“Apa rencanamu terhadap Mao?” tanya Rikako-san kemudian.

Yamane hanya melirik sekilas. Lalu bibirnya ditarik ke sebelah, sebuah senyum misterius.



Mao yang baru turun dari tangga menghentikan obrolan mereka semua. Rikako-san menawari Mao makan, tapi Mao tidak memberikan jawaban apapun.

Mao justru tertarik pada Yamane, “Apa pekerjaanku berikutnya?”

“Tidak, Mao-chan! Kau tidak bisa mempercayai orang ini!” protes Katsumura. Tapi Yamane buru-buru menghentikan protes itu.

“Ah, kau membasahi celanamu lagi,” komentar Mao sebelum akhirnya memilih untuk duduk.

Yamane melirik ke bawah dan langsung menutupi bagian celananya yang basah itu. “Ah, itu sup! Sup dari ramen-ku.”

“Tapi kau baru mulai makan!” elak Katsumura.

“Bodoh! Ini dari yang kumakan tadi. Kali ini, ini benar dari sup ramen-ku!” Yamane menjelaskannya pada Mao.

“Kali ini? Huh? Bagaimana yang sebelumnya?”

Tapi Yamane Cuma nyengir bodoh. Yang disambung ungkapan kesal Mao.



Obrolan mereka terhenti saat seseorang membuka pintu bar dan masuk. Dia det.Sekimoto.

“Yamaneko … aku menemukanmu!” ujar det.Sekimoto serius. Tapi kemudian, “Bercanda!” wajah seriusnya berubah ramah.

“Bercanda?” Katsumura dan Mao yang tadi tegang berubah bingung.

“Jangan bikin bingung dong, Pak Tua!” protes Yamane.

“Dia anggota yang lain,” Rikako-san menjelaskan pada Katsumura dan Mao.

“Lihat! Misi selesai!” det.Sekimoto meletakkan koper berisi uang ke atas meja. “Kita mendapatkan dana rahasia Kyoubukai, 100 juta dan 20 ribu yen!”

“Aku merindukanmu!” teriak Yamane girang lalu memeluk koper itu.

Katsumura (lagi-lagi) dibuat tidak mengerti, “Kau pasti bercanda! Sekarang aku tidak tahu apa-apa lagi!” keluhnya.

“Ayo bicara sambil minum, tenggorokkanku kering!” pinta det.Sekimoto. Kali ini ia bicara pada Yamane, “Kita akan segera bisa menghubungi Yuuki.” Kalimat ini membuat wajah konyol Yamane tiba-tiba saja berubah serius.



Todo Kenichiro-san masih ada di ruang kerjanya. Beberapa kali ia mengetik di keyboard, dan berhenti saat tampilan di layar menunjukkan sosok bertopeng, menakutnya, “Sudah lama, Yuuki-sensei!”

BERSAMBUNG

Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 03 part 1.
Bening Pertiwi 08.21.00
Read more ...
SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 02 part 1. Yamane atau dikenal sebagai Yamaneko adalah seorang pencuri terkenal. Saat mencuri, ia tidak hanya mengambil barang berharga saja, tetapi juga membeberkan kejahatan targetnya. Secara tidak langsung, ia juga membantu mengungkap kejahatan yang dilakukan si target.

Si jurnalis, Katsumura tidak sengaja terlibat dengan Yamaneko ini. Bukan hanya sekali saja, dia akhirnya menjadi bagian dari kelompok Yamaneko. Bukan hanya itu, si hacker muda yang masih berusia 17 tahun pun menjadi bagian dari mereka. Kali ini, siapa target Yamaneko berikutnya?


Hari masih pagi saat Yamane berlarian di jalanan yang sepi. Tidak lama setelahnya, dia membiarkan dirinya menggelinding di rumput yang menurun. Yamane kemudian bangun dan duduk. Mulanya ia kesakitan, tapi kemudian mengelak dari rasa sakit itu. Wajahnya berubah serius, sama sekali berbeda dengan wajah konyol Yamane yang selama ini selalu dimunculkannya saat berhadapan dengan orang lain. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Yamane ini?


Bening Pertiwi 08.19.00
Read more ...
SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 02 part 2. Hari sebelumnya, sosok misterius yang mengenakan perban datang ke penginapan yang didatangi oleh Alice. Pembunuhan terjadi di penginapan itu, tepatnya sesosok jasad ditemukan di ruangan tempat sosok berperban menginap.

Karenanya, semua staf dan tamu di penginapan itu menjadi tersangka. Penyelidikan dilakukan dan polisi menemukan hubungan dengan kasus penyerangan yang terjadi kurang lebih satu bulan sebelumnya. Apakah kedua pembunuhan ini dilakukan oleh pelaku yang sama?


Himura-sensei dan det.Hisashi mengunjungi apartemen korban yang diketahui bernama Aiba. Oleh pemilik apartemen dan orang-orang di sekitar, Aiba dikenal sebagai sosok yang tertutup dan selalu tinggal di rumah, terutama sejak satu bulan silam. Pemilik apartemen dan orang-orang sekitar berpikir kalau si Aiba ini berhubungan dengan kasus penyerangan terhadap seorang pekerja satu bulan silam.

“Sensei, bagaimana menurutmu? Apa menghubungkan kedua kasus ini berarti aku tidak sabar? Jika dua insiden itu dihubungkan, ada kemungkinan kan kalau AIba ini adalah saksi mata insiden sebelumnya?”
Bening Pertiwi 07.52.00
Read more ...