SINOPSIS Himura and Arisugawa 03 part 2

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 03 part 2. Kasus kali ini benar-benar membingungkan. Pelakunya sudah jelas. Tapi, bagaimana mereka masih bisa mendengar suara dari kematian?

Seorang actor terkenal, Shima Yukio telah diculik. Si penculik meminta uang tebusan yang cukup besar. Tapi perjanjian penyerahan uang tebusan gagal. Korban penculikan malah ditemukan telah meninggal di sebuah gedung. Apa yang terjadi sebenarnya?

Sekali lagi, polisi dan yang lain berkumpul di kediaman Shima-san. Det.Hisashi memperkenalkan secara resmi Himura-sensei, seorang ahli criminal dan rekannya, seorang penulis novel misteri, Arisugawa.

Di sana bergabung juga bos dari Erika-san, namanya Udagawa-san. Udagawa-san merasa menyesal karena sudah meminta Erika-san untuk melakukan perjalanan bisnis. Dia berjanji untuk bekerjasama sebaik mungkin dalam investigasi. Det.Hisashi akan mulai investigasi lagi, tapi ucapannya dipotong oleh Himura-sensei.

Himura-sensei justru membahas hal lain, “Shina Yukio-san tampak sebagai kolektor yang rajin. Dan semuanya komplit. Ada banyak banyak di sini, termasuk buku-buku berseri,” komentar Himura-sensei yang diiyakan juga oleh Udagawa-san. “Kecuali satu hal,” Himura-sensei melanjutkan. “Lihatlah koleksi patung catur ini. Si ksatria hilang.”

“Seperti apa bentuknya?” tanya Alice.

“Kepala kuda. Dia pasti meletakannya di suatu tempat,” lanjut Himura-sensei.

“Jadi, ayo cari si ksatria ini!” Alice beranjak ke ruangan sebelah.



Sementara itu Himura-sensei justru memilih duduk di kursi, “Apa anda punya ruangan lain? Semacam ruang bawah tanah?” tanyanya pada Erika-san.

“Memangnya ini ada hubungannya dengan kasus ini?” justru det.Ono yang penasaran.

“Aku ingat novel yang menjadikan zodiac sebagai kunci utamanya.”

“Itu novel yang ditulis Alice kan?” tebak det.Hisashi.

“Benar. Salah satu yang terbaik!”

Sementara Himura-sensei mengobrol, Alice terus saja berkeliling. Kali ini sasarannya adalah rak buku di belakang Himura-sensei. Selama itu, Erika-san terus memperhatikan Alice. Tapi saat Alice berada di depan rak buku, Erika-san justru mengalihkan pandangannya. Sikap ini disadari oleh Himura-sensei.

“Rak buku,” komentar Himura-sensei kemudian. “Kenapa kau mengalihkan pandanganmu dari rak buku itu?”

Kali ini Alice yang bicara, “Saat seseorang punya rahasia, mereka sengaja menghindari untuk melihatnya dengan alasan psikologis. Dia melakukan percobaan kecil,” puji Alice pada sahabatnya ini.

“Itulah kau yang tahu banyak soal isi kepala pelaku kejahatan!”



“Dia tidak meletakkan apapun di tengah paling atas rak buku ini. Tebakanku patung si ksatria ada di sini,” ujar Alice percaya diri.

Sayangnya ide ini dipatahkan oleh Udagawa-san yang mengatakan kalau tidak pernah ada apapun yang diletakkan di rak tengah paling atas itu.

Tanpa sengaja Alice mendorong rak itu, dan terbukalah sebuah pintu yang menuju ruangan lain di balik rak. Sebuah pintu rahasia. Erika-san menunduk dalam, tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Polisi masuk dan langsung memeriksa ruangan itu. Di pojok ruangan, tertutup kain mereka menemukan patung si ksatria berbentuk kepala kuda yang memiliki percikan darah di salah satu sudutnya.



“Nyonya, kau tahu soal ruangan rahasia ini kan?” tanya Himura-sensei. Meski tahu, kau tetap diam? Kenapa? Karena jika kami menemukan senjata pembunuh ini, kau akan dalam masalah kan?”

Tapi Erika-san tetap diam. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi.

“Diammu menunjukkan kalau semuanya benar!” Himura-sensei meminta agar polisi membawa Erika-san ini.

Selain itu, det.Hisashi juga memerintahkan agar patung kepala kuda itu dibawa ke lab criminal untuk diinvestigasi. Det.Ono yang paling kesal dengan semua ini. Ia menuduh Erika-san telah membohongi mereka semua.

Tapi Erika-san mengelak cepat, “Tidak! Saat aku kembali, jasadnya sudah menghilang. Seseorang … seseorang membawa jasadnya dan mengancamku!”



“Aku tahu kalau mereka tidak harmonis. Tapi kenapa Eri … “ sesal Udagawa-san.

“Itu pasti kejahatan spontan,” komentar Himura-sensei. “Aku tidak tahu, apa dia benar ingin membunuhnya. “

“Dia mungkin hanya ingin melampiaskan kekesalannya,” sambung Alice.

“Tapi, masih ada tersangka lain dalam insiden ini. Seperti yang dikatakannya, seseorang membawa jasad Shima Yukio dan mengancamnya. Udagawa-san, apa yan kau lakukan antara 25 hingga 27 Januari?”

“Tunggu! Kau mencurigaiku?!” Udagawa-san tidak terima.

Himura-sensei menyebutkan kalau si tersangka lain ini tahu jadwal Shima Erika. Tapi Udagawa-san mengelak kalau semua staf di kantornya juga tahu hal itu. Lagipula dirinya tidak bisa menyetir, jadi tidak mungkin membawa jasad Shima Yukio.

“Lebih baik kau bicara pada managernya. Kido itu,” sadaran Udagawa-san. “Aku tidak sudah padanya. Dia seperti bisa membaca pikiranku. Jangan sebut namaku saat bicara padanya,” pinta Udagawa-san. Ia sendiri kemudian beranjak pergi.



Himura-sensei dan Alice menunggu di sebuah kafe yang ada di luar ruangan, di atap gedung. Ia baru saja menerima telepon yang menyebutkan soan informasi kasus itu. Ada reaksi luminal pada lantai (artinya ada bekas darah di sana). Selain itu, jejak darah di senjata pembunuh sesuai dengan Shima Yukio.

Saat itu seseorang baru saja datang, “Aku mendengar soal kalian dari polisi. Ahli criminal Himura,” pria itu menunjuk pada Alice. “…dan penulis misteri Arisugawa?” ia menunjuk pada Himura-sensei.

“Aku Arisugawa,” elak Alice cepat. “Apa aku mirip akademisi? Bukankah aku lebih mirip penulis?”

Pria itu, manager Shima Yukio, namanya Kido-san. Ia mengaku sudah menceritakan semuanya pada polisi. Ia juga mengiyakan jika dirinyalah yang memaksa Shima Erika untuk menelepon polisi setelah mendengar cerita jika Shima Yukio diculik. Dan ia juga sudah mendengar kabar jika Shima Yukio ditemukan telah meninggal.

“Apa kau sering mengunjungi Shima Yukio?” tanya Alice kemudian.

“Ya, dia sedang mencari karakter lain selain professor tamu dalam dramanya. Aku sering memberinya masukan. Aku ingin mengatakan satu hal. Aku ada di kantor, untuk bekerja pada 25 hingga 27 Januari.”

“Kami tidak mencurigaimu. Benar kan?” Alice melirik Himura-sensei yang diiyakan dengan enggan.

Kido-san melanjutkan bicara, “Pada akhirnya itu penculikan karena uang tebusan kan? Dan si pelaku menggunakan sampel seperti film terkenal, ‘High and Low’, benar kan?”



Himura-sensei yang sejak tadi ogah-ogahan mendadak tertarik. Ia meletakkan minumanya di meja dengan kasar, “Dalam kasus penculikan, tidak ada satupun kasus yang sukse mendapatkan uangnya dan dapat melarikan diri dari polisi. Dan kemudian pelaku mencoba mendapatkan banyak uang lagi dari penculikan. Ini sangat tidak masuk akal dan brutal. Pelaku pasti bodoh, kasar dan serakah.”

Kido-san tampak bingung, “Aku mengerti apa yang kau pikirkan soal pelaku. Tapi aku tidak ada hubungannya dengan kasus ini.”

“Apa kau tahu kalau di kediaman keluarga Shima ada ruang rahasia?”

“Ya. Bagian tengah rak buku adalah pintu menuju ruang rahasia. Yukio-san pernah mengatakannya padaku. Kenapa?” Kido-san heran.



Himura-sensei berpikir serius. Tangannya menyentuh bibirnya, tanda ia tengah berpikir keras. Satu per satu kepingan fakta kasus ini berkelebatan di kepalanya.

Kido-san yang langsung asal menebak siapa Himura dan siapa Alice, padahal mereka baru sekali bertemu. Pengakuan Shima Erika yang menyatakan kalau ada orang yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Lalu pesan dari kematian.

“Kejahatan ini tidak cantik,” komentar Himura-sensei kemudian.



“Permisi,” Himura-sensei berdiri dan mengangkat teleponnya. Ia mengiyakan kalau mereka akan datang ke kediaman keluarga Shima pada pukul 7 nanti malam. Himura-sensei berbalik setelah menutup telepon itu.

“Polisi bicara apa?” Alice penasaran.

“Ada perubahan mendadak pada situasinya dengan telepon ini. Terimakasih untuk kerjasama anda,” ujar HImura-sensei pada Kido-san. “Ayo, kita harus berada di kediaman Shima pada pukul 7 malam,” ajak Himura-sensei pada Alice. “Permisi.”

Alice mengekor saja Himura-sensei yang beranjak pergi. Tapi ia masih sempat membawa minumannya dan minuman milik Himura-sensei. “Tunggu! Ada apa?”

“Kubilang ada perubahan situasi mulai sekarang!” tegas Himura-sensei. Tapi ia tidak mengatakan detail apa yang dimaksud.



Himura-sensei dan yang lain sudah berkumpul di kediaman Shima sebelum pukul tujuh malam. Persiapan pun sudah selesai mereka lakukan. Sekarang mereka akan menunggu waktunya.

“Bagaimana Shima Erika?”

“Dia bukan orang yang bisa berbohong atau membunuh seseorang. Dia menjawab pertanyaan dengan jelas. Dia sudah mengakui semuanya,” ujar det.Ono.



“Ada kata-kata yang seharusnya tidak kau katakan. Suamiku selalu mencari kata itu yang ingin dia katakan padaku. Pagi itu, dia akhirnya mengatakan apa yang sama sekali tidak ingin kudengar. Itu seperti kalimat terkenal,” cerita Erika-san.

Bersamamu adalah kerugian besar bagiku. Aku mengambil jalan yang salah saatu aku bertemu denganmu. Erika, aku keliru. Aku tahu sekarang.

Setelah mendengar ucapan suaminya pagi itu, Erika-san spontan mengambil patung kepala kuda di dekatnya dan melemparkannya ke arah suaminya. Patung itu tepat mengenai kepala dan seketika membuat Shima Yukio terkapar di lantai bersimbah darah. Erika-san ketakutan jika suaminya meninggal. Tapi terdesak dirinya yang akan pergi, Erika-san memutuskan menarik tubuh suaminya itu dan memasukkannya ke dalam ruangan di balik rak buku. Tidak lupa ia juga mengambil senjata pembunuh dan menyembunyikannya di ruangan yang sama dan membersihkan pecahan kaca di lantai.

Saat pulang dari perjalanan bisnis, ia dihubungi nomer tidak dikenal yang mengancamnya tentang penculian suaminya. Saat itu Erika-san syok berat. Apalagi dia juga mendengar lagi suara suaminya yang mengatakan hal serupa, Erika, aku keliru.

Saat ditanya siapa yang kira-kira mengancamnya, Erika-san tidak bisa menyebut satu nama pun. Det.Ono yakin kalau Erika-san sama sekali tidak berbohong.



“Semuanya akan jelas segera jelas. Sekarang, kita menunggu. Gigit!” Himura-sensei melirik ke arah jam yang ada di dinding, tepat pukul 7 malam.

Si polisi muda menghampiri Himura-sensei dan mengatakan jika Himura-sensei benar. Himura-sensei hanya menanggapinya dengan senyum kemenangan.

“Dia terkena perangkap,” ujarnya kemudian.



Himura-sensei dan Alice kembali mengajak si manager, Kido-san bertemu di kafe kemarin. Ini membuat Kido-san penasaran, apalagi kemarin Himura-sensei mengatakan jika ada perubahan situasi.

“Akan kujelaskan tahap demi tahap,” ujar Himura-sensei. “Shima Yukio sudah meninggal empat hari sebelum ditemukan. Saat Shima Erika mendapat telepon ancaman, suaminya sudah meninggal. Tapi dia mendengar suara suaminya di telepon. Dia ingat benar apa yang dikatakan suaminya itu. Yang paling penting, bagaimana Shima Yukio yang seharusnya sudah meninggal saat itu, bisa bicara.”

“Sebagai contoh, si pelaku merekam ucapannya dari drama,” sambung Kido-san.

“Benar!” Himura-sensei merasa menang. “Pelaku merekam suara Shima Yukio. Tapi itu bukan dari dramanya. Itu berasal dari rumahnya. Si pelaku bisa merekam ucapan Shima Yukio pada istrinya.”



“Kau tahu, si pelaku menggunakan alat penguping. Kalau begitu, maka semua yang terjadi ini bisa dimengerti. Shima Erika tidak tahu siapa yang membawa jasad suaminya dan mengancamnya. Tapi si pelaku tahu semuanya.”

Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata ditemukan semacam alat penguping atau perekam di balik salah satu vas di rumah kediaman keluarga Shima. Dan seperti yang kemarin dikatakan Himura-sensei kalau mereka akan berkumpul pukul tujuh malam, alat tersebut ternyata nyala pada jam yang sama. Melalui peralatannya polisi bisa melacak jika alat tersebut dalam keadaan terhubung dan merekam apapun yang terdengar di kediaman Shima.

“Bagaimana caranya? Karena pelaku menguping semua yang terjadi di TKP. Tapi karena itu bukan berbentuk video, pelaku membuat kesalahan besar. “

“Kesalahan macam apa?” tanya Kido-san.

“Pelaku tidak tahu apa senjata pembunuh hanya dengan mendengar suaranya saja. Karenanya, meski dia bisa membawa jasad Shima Yukio, pelaku ini tidak bisa menyembunyikan senjata pembunuhnya.”



Ucapan Himura-sensei makin serius, “Kido-san,saat kita bertemu di sini, kau salah menebak Arisugawa dan aku kan? Saat kami membenarkannya, kau tampak kaget. Itu aneh, jika kau berpikir Alice yang tidak mengenakan dasi adalah akademisi. Dan aku yang bicara soal situasi investigasi di telepon adalah penulis. Kau sudah tahu suara kami saat pertama bertemu kan? Dan kau tertukar mengenalinya.”

“Itu … “ Kido-san mencari alasan.

“Kau menguping pembicaraan kami kan? Karena ucapan kami, kau salah mengenali kami!” tembak Himura-sensei.

Himura-sensei menjelaskan lagi saat mereka membahas investigasi di kediaman Shima. Saat itu, ia bicara secara bergantian dengan Alice. Isi pembicaraan seolah menunjukkan kalau suara Alice adalah suara si ahli criminal dan suara HImura-sensei adalah suara milik si penulis.

“Karena Alice berpengalaman dalam dunia criminal, wajar kau berpikir kalau dia adalah ahli criminal,” Himura-sensei menutup penjelasannya.

“Tapi, itu bukan bukti nyata aku menguping pembicaraan,” elak Kido-san. Raut wajahnya tampak tidak senang.

“Aku punya bukti. Kami melacak fakta kalau kau menyalakan alat penguping itu pada pukul 7 semalam. Saat alat itu mulai merekam, kami bisa melacaknya.”

“Jangan bilang … telepon kemarin … “ Kido-san mulai dapat meraba semuanya.

Himura-sensei tersenyum, “Ya, itu panggilan palsu. Kau terjebak. Polisi akan segera datang dengan surat penangkapan.”

Tapi Kido-san sama sekali tidak tampak ketakutan, “Kau memiliki ingatan luar biasa!” pujinya.

“Aku ingat benar apa yang kukatakan kemarin. Kau hanya tertarik dengan apa yang dikatakan orang lain. Tapi tidak peduli dengan ucapanmu sendiri.”



Kido-san tidak bisa menyembunyikan apapun lagi. Ia pun berdiri, berbalik dan mulai bercerita, “Cukup bagiku untuk tahu apa yang terjadi pagi itu dari suaranya. Suara dingin Shima Yukio, suara benturan, erangan Shima Yukio lalu senyap. Suara membuka pintu rahasia. Aku seperti bisa melihat semuanya dengan sangat jelas. Aku membuat kunci cadangan agar bisa masuk untuk mengganti baterai alat penguping. Jika dia meninggalkan senjata pembunuh di lantai, aku bisa menyelamatkannya.”

“Itu tidak hanya menguping. Masuk dengan paksa, mengintimidasi dan mengabaikan jasad, kau sebenarnya penjahat!” tegas Himura-sensei.



“Kau bilang kau bisa menyelamatkannya?” tanya Alice.

“Iya, aku tahu itu aneh. Tapi itu yang awalnya kupikirkan,” ujar Kido-san.

Alice masih belum puas dengan jawaban itu, “Kalau begitu, kenapa kau mengancamnya dan minta uang tebusan seperti film?”

“Aku ingin dia jadi bonekaku,” suara Kido-san mendadak bersemangat. “Suaranya, nafasnya … aku tidak bisa melakukan apapun kecuali mendengarnya. Tapi aku bisa memanipulasi perasaan atau sikapnya, itu luar biasa. Dan bukan hanya dia, polisi juga berhasil kubodohi!” Kido-san makin bersemangat. Senyum lebar menghias wajahnya. “Aku membayangkan dia dan polisi mencari tanda merah. Bagaimana menurutmu, Sensei? Bisakah kau menulis noel berdasarkan insiden ini?” pinta Kido-san pada Alice.

“Maaf, tapi aku membuat aturan tidak akan menulis cerita nyata!” elak Alice.

“Lihat!” Kido-san menunjuk gedung dari tempatnya melihat pemandangan. “Seseorang memasang alat penguping dan asyik mendengarkan. Imajinasikan dan lihatlah ini!”

“Apa kau … bahagia?”

Senyum di wajah Kido-san mendadak hilang. Wajahnya berubah keruh.



Kasus mereka kali itu selesai. Alice pulang bersama Himura-sensei sore itu. Himura-sensei sempat berhenti sejenak saat mereka melewati jembatan. Alice hanya bisa melihat wajah sahabatnya itu, tapi tidak pernah bisa tahu atau mengerti apa yang benar-benar dipikirkan oleh Himura-sensei. Keinginan terdalam yang berbeda dengan kepribadiannya.



Hari menjelang senja saat Akemi naik tangga sebuah gedung di kampusnya. Oranye sinar senja menembus jendela. Tapi sesaat kemudian wajah Akemi mendadak pucat melihat warna oranye itu. Ia berubah ketakutan. Nyala api yang besar muncul dalam pandangan Akemi. Ketakutan akhirnya membuat Akemi tidak sadarkan diri. Ia ambruk di lantai begitu saja.



Himura-sensei rupanya minta untuk bisa dipertemukan dengan si dedengkot Shangri-La Crussade, Morohoshi. Dan permintaan itu dikabulkan. Himura-sensei hanya terdiam memandangi wanita di depannya itu, yang juga tetap bersikap tenang.

Polisi yang mendampingi mereka menceritkan soal insiden seorang gadis yang merupakan mantan anggota kelompok Shangri-La Crussade. Gadis itu melarikan diri dan dibunuh oleh seseorang. Pelaku masih belum tertangkap. Polisi yakin jika pelakunya adalah orang yang dendam dengan Shangri-La Crussade. Polisi itu minta agar Morohoshi mengatakan semuanya, karena kejahatan itu harus dihentikan.

“Morohoshi, itu bukan dunia ideal yang kau inginkan. Perintahkan agar mereka menyerah saja atau katakan di mana tempat persembunyian mereka. Itu satu-satunya cara untuk menghentikan lingkaran setan ini!”

Pelaku semua kejahatan itu adalah si anak SMA misterius. Anak itu kembali ke TKP hanya untuk melihat korbannya tengah dikerumuni orang banyak. Ia kemudian berbalik, tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun.



Tapi Morohoshi tidak tertarik pada ucapan si polisi. Ia lebih tertarik pada orang di depannya, Himura-sensei. Tanpa terduga, Morohoshi maju mendekati Himura-sensei dan mulai mengendus aroma Himura-sensei. Ia kemudian kembali ke kursinya dan tersenyum, “Aromamu sama denganku!”

BERSAMBUNG

Sampai jumpa lagi di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 04 part 1.

Tidak ada komentar: