SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 05 part 1. Atas permintaan Himura-sensei, sekarang ia bisa bertemu langsung dengan pimpinan Shangri-La Crusade yang berada di penjara, Moroboshi Sanae. Masalah baru pun bermunculan.


Kasus kali ini jelas siapa pelakunya. Tapi, Himura-sensei maupun Alice gagal menemukan motif si pelaku. Siapa sebenarnya pelaku ini?



Insiden pembunuhan terjadi di Shibuya, korbannya adalah anggota Shangri-La Crusade. Polisi dan Himura-sensei curiga kalau kasus kali ini juga dilakukan oleh orang yang sama seperti sebelumnya, seorang pembunuh misterius di bawah umur. Kesimpulan sementara, pembunuhan ini adalah balas dendam pada Shangri-La Crusade atau bahkan tantangan untuk Shangri-La Crusade.


Morobishi tersenyum menanggapi kedua orang di depannya ini, polisi dan Himura-sensei, “Kau bisa lihat dalam gambar itu kan. Aku tidak merasakan dendam atau kemarahan dari luka mereka. Itu murni pembunuhan. Bocah itu mengatakan ‘aku ingin membunuh seseorang’,” bisik Moroboshi di dekat wajah Himura-sensei. Ia pun menarik kembali tubuhnya dan kembali duduk di kursi. “Kau pasti tahu itu. Karena kau juga berpikir untuk membunuh seseorang. Harusnya kau ada di pihakku. Kenapa kau masih ada di pihak yang salah?” Moroboshi tersenyum puas.


Himura-sensei mengiyakan tuduhan Moroboshi itu, “Aku masih benci penjahat, untuk alasan apapun. Aku benci mereka karena mereka kehilangan alasan dan pindah ke pihakmu.


“Meski mereka di bawah umur atau psikopat yang tidak punya pemikiran logis?”



Alice tengah bicara dengan editornya. Mereka membahas soal novel baru Alice. Alice sendiri mengaku sedang mengalami ‘writer block’, ia butuh ide baru untuk tulisannya. Karenanya, ia minta tambahan waktu pada editornya itu.


Alice menutup telepon dan menatap catatan yang tertempel di layar laptopnya. Semua adalah motif yang umum untuk melakukan pembunuhan. Tapi Alice ingin ide baru, pembunuhan tanpa alasan. Seorang psikopat.



Seorang pria tampak memencet bel dan setelahnya seorang wanita cantik muncul dari pintu dan mempersilahkan si pria masuk. Si wanita heran, karena si pria datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Si pria mencium aroma wine. Si wanita lalu si pria untuk minum wine bersama tapi ditolak. Saat itu si wanita sedang menonton film tentang zombi. Si pria duduk di sebelah si wanita yang asyik menonton. Tanpa disadari, si pria mulai melakukan sesuatu.


Pria itu memakai sarung tangan sambil memandangi si wanita dengan dingin. Diambilnya bantal, lalu dibekapnya si wanita di bawah bantal hingga si wanita pun kehabisan nafas. “Selamat tinggal, Yura.”


Selesai melakukan aksinya, si pria mengambil kunci apartemen si wanita ini. Tidak lupa diacak-acaknya pula isi ruangan apartemen itu. Uang dan sejumlah perhiasan juga diambil. Setelah semua dinggap beres, si pria pun pergi dan kembali mengunci pintu. Di jalan, perhiasan dan beberapa hal yang diambil dibuangnya ke tempat sampah.



Alice asyik memilih permen bulat warna-warni yang disajikan Tokie-san. Ini membuat Tokie-san menegurnya dan minta agar Alice tidak memilih rasa favoritnya saja.


“Sensei, aku akan menraktir apapun yang kau mau dan sebanyak kau mau. Kau mau apa? Daging kobe atau lobster?” Tokie-san sangat riang hari itu. Dan alasannya pun akhirnya terjawab. Ia menunjukkan tiket lottere dan sangat yakin kalau ia akan jadi pemenang utamanya. “Kalau aku menang, aku akan pergi ke Maldives. Aku sangat bersemangat, aku tidak akan mati tanpa tahu kalau aku menang kan? Itulah kunci sehatku. Dan menunggu novel barumu juga jadi kunci sehatku.


“Semoga kau berumur panjang,” balas Alice.


“Senang mendengarnya. Himura-sensei juga mengatakan hal itu. Aku punya permintaan padamu,” Tokie-san berubah serius. “Jangan Cuma main-main di sini. Tuliskan novel baru!”



Si pria yang semalam membunuh wanita bernama Yura berangka ke kantornya seperti biasa. Tapi tampaknya ia asyik memandangi jam di meja dan terus berpikir. Salah satu staf kantor agensi artis mereka itu melaporkan soal kontrak iklan Yura yang ternyata gagal.


“Kuserahkan semua padamu,” ujar pria itu yang ternyata adalah bos dari agensi artis itu.


Karena memiliki waktu luang, salah satu staf iseng mencoba tes psikopat. Ditanyakannya pertanyaan pada rekannya di samping meja, dan jawabannya adalah ‘bukan psikopat’. Tapi saat pertanyaan tes itu dikatakannya pada si bos, ternyata analisisnya si bos ini ‘nyaris psikopat’.


“Sudahlah, jangan lakukan hal aneh saat jam kerja,” rekan di sampingnya menyingatkan staf yang tadi iseng membuka-buka tes psiokpat.


Tapi sepertinya si bos tidak terlalu ambil pusing dengan tes tadi. Ia pun mengambil keputusan, “Aku akan menemui klien dan langsung pulang,” pamit si Bos.


“Apa Anda akan menemui Yura juga?” tanya salah satu staf. “Kalau iya, tolong katakan padanya tidak usah kecewa soal iklan yang gagal.”



Si bos keluar dari kantornya. Ia masuk ke jalur kereta bawah tanah. Tapi pikirannya masih terus mengangkasa, memikirkan kekasihnya, si cantik Yura. Yura adalah seorang artis baru di agensi artis mereka.


Ada momen saat Yura begitu bersemangat mendapatkan script pertamanya. Ia bahkan berlatih secara khusus dengan si bos yang juga kekasihnya. Mereka mengakhiri acara malam itu dengan makan malam dan minum wine. Di saat lain, mereka berjalan berdua menikmati kencan. Saat itu Yura berhenti di depan toko gaun pengantin. Yura begitu kagum dan takjub pada gaun pengantin yang dipajang di etalase toko itu.



Si bos ini sampai di depan apartemen Yura, “Masuklah dalam karakter. Bersikap sesederhana mungkin,” gumamnya pada diri sendiri. Ia kemudian memasukkan kunci miliknya dan membuka apartemen itu.


Dia tidak menjawab saat kupanggil lewat interkom. Jadi aku menggunakan kunci cadangan milikku. Sudah kubilang padanya agar mengganti kunci pintu dengan yang baru. Saat ternyata pintu masih mudah terbuka, aku khawatir. Saat aku masuk, apartemen itu berantakan. Dan kutemukan Yura tidak sadar di sofa. Kudekati dia.


“Ini darurat! Kekasihku meninggal!” si bos menelepon polisi.



Alice masih saja stak pada ide tulisannya. Kali ini ia nongkrong sendirian di tempat terpencil ditemani laptopnya. Tapi tetap saja Alice menghubungi Himura-sensei.


“Apa kau tahu motiv membunuh? Aku mencari motiv yang keren untuk membunuh,” curhat Alice.


“Sejak Cain dan Abel (Na nggak yakin sih, sepertinya ini merujuk pada Qobil dan Habil), meski metode dan motiv membunuh menjadi beragam, tapi secara psikologi motiv-nya masih tetap sama. Itu adalah emosi primitif uyang dimiliki setiap orang.”


“Tidak setiap orang,” protes Alice.


“Benarkah?” Himura-sensei tidak yakin. “Kau membunuh banyak orang dalam kisahmu.”


“Itu bukan emosi primitif! Aku jadi makin bingung!” keluh Alice lagi.



Himura-sensei ditelepon Alice setelah selesai mengajar. Dan sekarang setelah telepon ditutup, Himura-sensei bergegas kembali ke ruangannya.


Dari arah lain, tiga mahasiswa wanita yang bisa ikut kuliah Himura-sensei melihatnya berjalan bergegas. Salah satunya, Akemi tampak begitu bersemangat. Ia mmeinta kedua temannya untuk pulang duluan tanpa dirinya. Akemi ini lalu mengejar Himura-sensei.


Kedua temannya ini keheranan tapi tidak bisa menghentikan Akemi yang sudah beranjak. Mereka heran karena jarang-jarang Akemi bicara dalam dialek Kansai. Keduanya justru berpikir kalau mungkin saja Akemi ini jatuh cinta pada profesornya itu. Tapi keduanya pun buru-buru meralat ide ini.



Akemi berhasil mengejar Himura-sensei yang tiba di depan ruangannya. Ia pun dipersilahkan masuk. Himura-sensei menawarkan kopi pada Akemi.


“Aku belum berubah pikiran. Kudengar Anda bekerjasama dalam investigasi kriminal,” cerita Akemi.


“Siapa yang mengatakan itu?”


“Ah, itu temanku. Dia bertemu seorang detektif dari kepolisian perfektur Kyoto dalam pesta perjodohan yang bercerita tentang Anda.


“Ada yang tidak bisa menjaga rahasia,” gumam Himura-sensei. Ia pun berjalan ke arah mejanya. Saat itu, tepat senja mulai muncul. Dan warna oranye berangsur masuk dari celah-celah penutup jendela di belakang Himura-sensei.


Melihat situasi itu, Akemi langsung menutup matanya. Ia berlari menuju jendela dan menutup rapat penutup jendela itu, “Maaf. Saya takut dengan senja.”


Himura-sensei tidak tampak kaget, “Apa semacam perasaan gugup?”


“Ya. Saat saya melihat warna oranye seperti senja, saya mulai pusing. Yang terburuk, saya tidak bisa bernafas.”


“Trauma kadang karena suatu warna. Pada kasusmu, apa kau pernah mengalami/melihat kebakaran di masa kecilmu?” tebak Himura-sensei.


“Meski saya tidak mengatakannya, Anda tahu semua.”



Akemi pun menceritakan kisahnya. Saat itu dia berusia 15 tahun, dan mengalami kebakaran. Ia tinggal bersama keluarganya (tapi bukan orang tua). Saat itu Akemi melihat bangunan utama dipenuhi api. Saat itu, pamannya terbakar api. Kebakaran itu karena disengaja dan pelakunya belum tertangkap.


“Kebakaran itu yang membuatmu takut pada warna oranye ... “ Himura-sensei menyimpulkan.


“Meski begitu, kenapa saya takut pada senja? Apa saya suda gila?”


“Tidak mudah menentukan normal dan ketidaknormalan. Kau bisa tinggal di sini sampai senja menghilang,” Himura-sensei menyarankan. “Kau tidak masalah kan dengan kopi hitam?” Himura-sensei menyodorkan gelas berisi kopi yang tadi dibuatnya pada Akemi.



Akemi mulai tenang setelah duduk dan minum kopi. Tapi ternyata hal yang ingin ia bicarakan bukanlah insiden kebakaran itu. “Temanku terbunuh pada musim panas dua tahun silam. Pelakunya masih belum tertangkap. Dan itu jadi insiden tak terpecahkan. “


Perlahan Himura-sensei mulai menunjukkan ketertarikan, “Ceritakan lebih banyak lagi.”


Akemi pun menceritakan semua yang ia tahu pada insiden itu. Ternyata memang Himura-sensei benar-benar tertarik. Sayangnya telepon Himura-sensei berbunyi. Dan setelahnya, Himura-sensei buru-buru pamit pergi karena masih ada kepentingan. Himura-sensei berjanji kalau ia akan menyelidiki kasus Akemi lain kali.



Det.Hisashi dan det.Ono yang bertanggungjawab atas laporan kematian seorang wanita bernama Yura. Dan kini mereka ada di apartemen Yura. Sementara forensik melakukan penyelidikan, mereka bicara dengan si bos yang juga kekasih Yura itu.


“Dia tidak menjawab saat kupanggil lewat interkom. Jadi aku menggunakan kunci cadangan milikku. Sudah kubilang padanya agar mengganti kunci pintu dengan yang baru. Saat ternyata pintu masih mudah terbuka, aku khawatir,” ujar si bos.



Himura-sensei dihubungi oleh polisi tentang insiden kematian si artis baru, Yura. Ia berjalan bersama Alice yang terus menggosok-gosokkan tangannya karena kedinginan.


“Jadi, kau sudah dapat ide untuk novel barumu?”


“Jangan tanyakan itu!” ujar Alice ketus.


“Tadi siswaku menceritan insiden menarik,” pancing Himura-sensei.


Alice mulai tertarik, “Tentang apa?”


“Jangan tanyakan itu,” balas Himura-sensei, seperti ucapan Alice tadi.


Mereka tiba di depan gedung apartemen yang dimaksud dan disambut oleh si polisi muda, Sakashita.


“Apa kau datang ke pesta perjodohan dan bertemu dengan mahasiswa dari Universitas Eito?” ujar Himura-sensei tanpa aba-aba, membuat Sakashita kaget. Tanpa menunggu jawaban Sakashita, Himura-sensei sudah bisa menyimpulkan kalau dialah pelakunya. Ia pun lalu pergi.


“Buruk sekali, dia sudah menandaimu,” tambah Alice pada Sakashita.


Sakashita pun ketakutan, “Tolong jangan katakan apapun pada det.Hisashi dan det.Ono!” pintanya.



Himura-sensei dan Alice tiba di ruangan yang dimaksud. Reflek Himura-sensei langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen itu. Mereka disambut oleh det.Hisashi dan det.Ono, tapi detektif wanita ini tampak tidak terlalu suka pada Himura-sensei.


Det.Hisashi memperkenalkan Yukari Masahiko, si bos agensi artis sebagai orang pertama yang menemukan korban. Dia juga adalah kekaish korban.


“Ah silahkan lanjutkan pertanyaannya,” ujar Himura-sensei pada det.Hisashi.


Det.Hisashi menurut. Ia berbalik pada si bos Yukari ini, “Jadi, siapa saja yang punya kunci apartemen ini?”


“Dia (Yura) punya dua dan aku juga punya kunci cadangan. Totalnya ada tiga. Sebenarnya, ada yang ingin kuceritakan.”



13 Februari, dua hari yang lalu.


Yura yang sudah selesai berbelanja menelepon si bos Yukari. Yura mengatakan kalau ia kehilangan kunci apartemennya saat tengah berbelanja. Yura mengaku sudah melapor pada polisi. Tapi karena ia tidak bisa masuk ke apartemennya, ia minta agar Yukari-san datang dan meminjaminya kunci cadangan. Yukari-san pun setuju untuk datang.


Saat itu Yukari-san masih ada di kantornya. Stafnya juga tahu soal pembicaraan itu, kalau Yura kehilangan kunci apartemen. Salah satu staf menyarankan agar Yura mengganti kunci apartemennya demi keamanan. Yukari-san setuju untuk mengatakan hal itu nanti pada Yura.



Salah satu staf agensi itu mendekati si bos Yukari-san dan mengajaknya bicara serius. Mereka kini bicara di luar kantor.


“Keuangan kita sudah mencapai batas bulan ini,” cerita si staf.


Yukari-san menarik nafas, “Jangan khawatir. Aku sudah membuat janji temu dengan penyewa besok. Kuharap bisa minta kebijakan. Tapi aku janji, akan membawakan uang. Ini agensiku, jadi aku akan melakukan sesuatu untuk hutang itu. Besok adalah titik penting,” Yukari-san berusaha meyakinkan stafnya itu kalau semuanya akan segera beres.



Sore itu Yukari-san benar-benar bertemu Yura di depan apartemen. Sepasang kekasih itu pun berpelukan. Dengan kunci cadangan milik Yukari-san, mereka akhirnya bisa masuk ke dalam apartemen Yura.


“Tapi kau tetap harus mengganti kunci pintumu itu, demi keamanan,” saran Yukari-san.


“Aku sedih karena aku harus kehilangan gantungan kunci itu. Kau yang membelikannya untukku, itu favoritku,” keluh Yura.


“Akan kubelikan lagi,” hibur Yukari-san.


Yura asyik mengubek-ubek isi tasnya. Tiba-tiba saja ia berseru riang. Rupanya ia menemukan kunci yang dicarinya berada di dalam kotak tissu. Yura pun tersenyum lega. Tapi Yura tidak tahu, kalau ini adalah awal malapetaka sebenarnya yang siap menanti.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 05 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 13.08.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 04 part 2. Penyelidikan atas kematian Hosoda membawa tim Yamaneko pada sejumlah fakta. Termasuk kasus penjualan gunung dan pabrik milik keluarga Hosoda yang dipaksakan.


Tim Yamane sempat mengunjungi ibu Hosoda. Melihat keadaannya, Mao berkali-kali datang berkunjung. Meski diminta oleh Mao, Yamane menolak membantu untuk mengambil kembali sertifikat gunung dan pabrik itu. Apa yang sebenarnya ada di balik kasus ini?



Setelah menempelkan alat penyadap di bar Stray Cats, Sakura menunggu di mobil dan mendengarkannya lewat speaker. Ia juga melihat Katsumura yang ternyata masih saja kembali mendatangi bar itu.


“Maafkan aku.”



Katsumura yang baru saja kembali menanyakan soal Mao yang pergi sendirian. Tapi bukannya menjawab, Yamane malah menyuruh Katsumura melihat ke bawah meja. Ia pun menurut saja.


Pacarmu menyadap kita,” Yamane menulis di kertas.


Katsumura mengerti yang dimaksud Yamane. Ia membalas ucapan Yamane dengan menulis juga, “Dia bukan pacarku!!


Terserah, aku tak peduli,” tulis Yamane kemudian.


Kesal melihat ulah kedua orang ini, Rikako-san menggebrak meja. Ia pun menulis di kertas yang sama, “Apa yang harus kita lakukan? Jika kita diam saja, Mao akan dalam bahaya!


Yamane mengerti, “Baiklah, mau bagaimana lagi. Kita lakukan tanpa Mao? Yamane—ko, resital!” ia kemudian bernyanyi dengan suara sumbangnya. (bang Kame, duh, nggak eman tuh sama suara. Punya suara bagus gitu, eh yang diumbar malah yang jelek, hahaha)


Sakura yang masih mendengarkan di mobilnya bingung, “Resital?” tapi kemudian ia mengerti saat suara sumbang Yamaneko terdengar di speaker mobilnya. “Apa-apaan pekak nada ini!”



Mao benar-benar membuktikan ucapannya. Ia menyelinap masuk dan membobol brankas untuk mengambil sertifikat tanah milik keluarga Hosoda. Sayangnya polisi bergerak cepat. Takut ketahuan, Mao pun meninggalkan pekerjaannya dan bersembunyi di dalam almari.


Polisi yang datang adalah det.Inui. Ia mengamuk dan mengacak-acak isi ruangan itu mencari Yamaneko. Kini ia berada di almari tempat Mao berada. Tangannya sudah terulur ke pegangan almari itu. Tapi suara dari luar yang mengatakan kalau Yamaneko melarikan diri, mengalihkan perhatian det.Inui. Ia pun membanting almari itu. Di tangga, det.Inui bertemu sosok berseragam yang mengatakan kalau Yamaneko ada di lantai bawah, di ruangan brankas.



Pria berseragam itu ternyata ... Katsumura. Ia mengintip masuk ke ruangan yang tadi ditinggalkan det.Inui dan mencari keberadaan Mao. Dengan bantuan Katsumura, Mao pun berhasil melarikan diri dari tempat itu.


Di tempat lain, det.Inui sadar kalau ia sudah dikerjai. Kini ia menuju bagian belakang gedung untuk mengejar Yamaneko kembali. Dari sisi lain, dilihatnya sebuah mobil dengan lampu menyala terang menujunya. Det.Inui baru menghindar saat sangat dekat dengan mobil itu. Tapi ia sempat menempelkan alat pelacak di sisi mobil.



Sakura masih bertahan di mobilnya. Ia menutup telinga mendengar nyanyian Yamane yang terus saja terdengar dan belum ada tanda-tanda akan selesai. Sebuah panggilan telepon


“Yamaneko muncul. Cepat kemari!” ujar suara di seberang.


Sakura bingung, “Tapi Yamaneko ada di bar di depan mataku.”


“Cepat kemari. Bawa mobil!”


Sakura tidak punya pilihan. Ia pun menuruti perintah atasannya ini. Lalu, apa yang terjadi sebenarnya? Tahu disadap, Yamane menyetel dengan keras rekaman suaranya lengkap dengan speaker. Dan membiarkan Sakura mendengar suara sumbangnya sejak sore tadi.



“Jika saja aku tak mengemudi, aku akan memukulmu dengan keras. Jika terulang lagi, aku tak peduli!” keluh Rikako-san. Ia masih fokus di belakang kemudi.


Sementara itu Mao ada di belakang bersama Katsumura.


“Kau pikir Yamaneko-san akan mengabaikan rekannya? Yang membunuh Hosoda-san bukan Yamaneko-san. Dia mengatakannya padaku. Seseorang mengincar nyawa Hosoda-san. Jadi Yamaneko-san pura-pura menembaknya dan ia melarikan diri. Kau harus lebih percaya pada rekanmu,” Katsumura menjelaskan semua pada Mao.



Sakura sudah datang dan kini bersama det.Inui melakukan pengejaran. Det.Inui sibuk melihat ke arah tab-nya, yang dikatakannya untuk melacak dari pemancar yang sempat ditempelkan pada mobil Yamaneko tadi.


Sakura dan det.Inui tiba di tempat pemancar itu berhenti. Tapi bukan melihat mobil Yamaneko apalagi pengemudinya, mereka justru bertemu dengan seorang supir taksi. Supir taksi itu memberikan kertas serta alat pelacak pada det.Inui dan Sakura.


Kutunggu di pabrik di depan. Yamaneko



Det.Inui dan Sakura menuju pabrik yang dimaksud Yamaneko dalam pesannya. Ternyata pabrik itu adalah tempat produksi senjata ilegal. Dengan mudah kedua polisi ini melumpuhkan sejumlah penjaga dan membuat seluruh proses produksi terhenti. Tidak lama setelahnya det.Sekimoto datang bersama tim dari kepolisian lengkap.


“Bagus! Mereka semua sudah diamankan. Penggerebekan ini merupakan prestasi bagi kalian!” puji det.Sekimoto.


“Kenapa ada di sini?” Sakura heran.


Det.Sekimoto tidak mengerti, “Bukankah kalian yang menghubungiku?”


Det.Inui langsung menyadari sesuatu. Ia berlari dan kembali mobil. Akhirnya ia mengerti bahwa sebenarnya yang diincar oleh Yamaneko adalah laptop milik Hosoda yang tadi siang disitanya dari rumah keluarga Hosoda. Dan kini ia berkejaran dengan Yamaneko menuju markas kepolisian.



Det.Inui dan Sakura kembali ke markas. Mereka bertemu seorang tukang bersih-bersih yang baru lewat. Curiga, det.Inui menghentikan sosok itu dan minta agar diperlihatkan isi benda yang didorongnya. Orang itu, yang ternyata makhluk bertopeng kucing, Yamaneko tentu menolak.


Sigap Yamaneko menangkis serangan det.Inui. Ia lalu melepas bom asap yang juga menyebabkan sinar terang. Ini membuatnya bisa melarikan diri dan membiarkan det.Inui serta Sakura tidak berhasil mengejarnya karena terlalu silau.


“Selamat tinggal! Nyaww!”



Yamane sudah berada di bar saat Mao kembali. Ia memberikan laptop milik Hosoda dan meminta Mao untuk menganalisisnya. Tidak lupa Yamane juga menyerahkan sertifikat gunung milik keluarga Hosoda yang sudah dicurinya.


“Kapan kau mencurinya?” Mao heran.


“Kebenaran tak diperlukan untuk hal yang kau harapkan,” elak Yamane dengan santainya.


Malam itu Mao bekerja lembur. Ia hanya ditemani Yamane yang sudah terkantuk-kantuk di sebelahnya. Sudah lewat tengah malam hingga akhirnya Mao berhasil memecahkan sandi laptop itu dan berhasil membuka isinya.


“Aku tidak tidur, sama sekali tidak tidur. Aku masih terjaga!” elak Yamane saat Mao memukul tongkat penopang kepalanya yang sudah terkantuk-kantuk sejak tadi.


“Aku berhasil,” ujar Mao.


Dan sebuah file dibuka. Video dari Hosoda-san. Tak ada yang bisa meretas ini selain Mao. Jadi, orang yang sedang menonton video ini adalah Yamaneko. Akan kukatakan semua hal yang kutahu.



Hari ini Mao kembali mengunjungi ibu Hosoda. Tapi sikap ramah ibu Hosoda hanya ditanggapi dingin oleh Mao. Mao malah membahas soal pabrik yang dijual oleh ibu Hosoda.


“Katanya organisasi kriminal Asia membuat senjata di sana. Sayang sekali pabrik itu digunakan untuk hal illegal,” ujar ibu Hosoda.


“Nenek sudah tahu, 'kan? Bahwa itu adalah pabrik senjata,” Mao menunjukkan sertifikat gunung dan pabrik yang kemarin didapatkan kembali oleh Yamaneko. Termasuk satu lembar lagi surat perjanjian lain. “Berdasarkan sertifikat gunung dan perjanjian yang Nenek tanda tangani dengan Serpent, Nenek akan menerima 30 juta yen.”


Tapi ibu Hosoda mengelak soal itu. Ia bilang hanya menggunakan stempelnya pada surat perjanjian itu. Lalu kebohongan soal pikun pun terungkap. Menurut pengakuan Hosoda yang dilihat Mao serta Yamaneko di laptopnya, pada awalnya pabrik keluarga mereka dibangun untuk memproduksi senjata api ilega. Lalu uang 30 juta yen yang diberikan adalah uang tutup mulut. Tapi ibu Hosoda tetap berkeras kalau ia tidak tahu apapun.


“Tapi, tak ada alasan berbohong soal pikun, 'kan? Hosoda-san sangat terbebani karena hal itu. Ia berusaha mendapatkan kembali gunung itu demi Nenek,” lanjut Mao.


Ibu Hosoda makin tersudut, “Kau mengerti apa? Kau tak tahu apa-apa. Aku melakukannya karena Masao. Aku bohong soal pikun karena ia! Aku selalu ketakutan. Aku tak bisa menahan diri dari ketakutan pada Masao. Ia tak pergi ke sekolah, mengurung diri di kamar dan saat keluar ia terlibat kekerasan. Saat ia pulang setelah sekian lama, aku pura-pura pikun. Karena aku tak mau terlibat apa pun lagi dengannya. Karena aku tak mau kehilangan 30 juta yen. Ia percaya kebohonganku. Karena bagaimanapun anak akan mempercayai orangtua.”



Dari arah pintu terdengar suara tepuk tangan. Yamane datang, “Ternyata ada manusia yang lebih dibutakan oleh uang dariku. Jadi, ada di mana? Uang 30 juta yen itu!”


Yamane kemudian mengobrak abrik rumah itu. Meski diminta berhenti, Yamane tidak peduli dan terus mencari. Ia akhirnya menemukan uang itu ada di bawah altar persembahan. Berderet, uang sejumlah 30 juta yen.



“Luar biasa, kan?!” giliran Yamane yang menggertak. “Kau tanpa ragu pura-pura pikun demi uang. Saat tahu ia sudah mati, apa yang kau pikirkan?! Hah? Apa kau lega? Kau lega berpikir tak perlu lagi bertemu dengannya? Kau selalu menderita, 'kan? Jadi kau ingin menyimpan uang itu dan hidup bebas. Memulai kembali hidupmu. Menjadi bahagia! Jadi sejak awal, ini semua salah siapa? Salah anak. Salah Hosoda karena ia mati! Seperti itulah orangtua berpikir. Kau memiliki hidupmu sendiri.”


Pada akhirnya semua yang berkaitan dengan Hosoda dan ibunya adalah masalah uang. Hosoda yang sangat sayang pada ibunya itu bekerja keras untuk bisa mengembalikan gunung dan pabrik milik keluarganya pada ibunya. Akibatnya Hosoda terlibat masalah buruk dan akhirnya meninggal. Yamane kemudian menunjukkan video yang ditinggalkan Hosoda pada ibunya.


Ibu. Maaf. Aku bukan anak yang baik, 'kan? Aku juga tahu bahwa kau pura-pura pikun. Aku tahu semuanya. Tapi, ini salahku, jadi...Jadi mulai saat ini mungkin kau akan pergi liburan. Makan sesuatu yang lezat. Kepiting raja! Kau bilang ingin makan kepiting raja Hokkaido. Makanlah yang banyak! Lalu, nikmati pemandangan yang luar biasa, pergi ke pemandian air panas. Saat melakukan itu...mungkin di kesempatan berikutnya, pasti menyenangkan jika kita bisa menjadi ibu dan anak yang sebenarnya. Sekarang aku mungkin sudah mati. Jadi, Terima kasih. Untuk selama ini. Terima kasih. Ibu Hosoda hanya bisa terdiam pasrah melihat video pengakuan putranya itu. Ia tidak sanggup mengatakan apapun lagi.


“Hosoda tak pernah meragukanmu. Sudah terlambat. Mengatakan hal seperti ini sekarang. Sudah sangat terlambat,” lanjut Yamane.


Kali ini Mao yang bicara, “Mungkin memang hanya fantasi. Tapi aku ingin Nenek mengerti. Hosoda-san ingin melihat Nenek tersenyum. Hanya tersenyum padanya, sudah membuatnya senang. Hanya itu saja akan membuatnya bahagia.”



“Seperti katamu. Aku terlibat hal tak perlu dan membuatnya menderita. Jika bukan karena aku, dia takkan tertangkap,” sesal Mao. Ia tengah berjalan pulang berdua bersama Yamane.


“Salah,” elak Yamane. “Karena ada kau, dia dan Hosoda, akhirnya bisa menjadi orangtua dan anak. Kau tak membunuh Hosoda-san, 'kan?” Mao kembali mengatakan pertanyaan ini. “Katsumura-san mengatakannya padaku. Saat itu, kau pura-pura menembaknya agar Hosoda-san yang nyawanya diincar bisa melarikan diri.”


“Katsumura bilang begitu?” Yamane tertegun.


“Ada apa?” Mao justru bingung.


“Aku tak pernah mengatakan hal seperti itu padanya,” aku Yamane.



Yamane menghubungi Cecilia dan menceritakan semua yang ia ketahui, “Sejauh yang bisa kulihat dari berkas milik Hosoda, tak diragukan bahwa Yuuki Tenmei yang bermain di belakang layar. Yang membangun pabrik itu setelah perang juga Yuuki.”


“Jadi, Yuuki tak ingin pabrik senjata ilegal itu di ketahui masyarakat, karena itu dia membunuh Hosoda Masao?” Cecilia a.k Anri menyimpulkan.


Tapi kesimpulan itu dibantah oleh Yamane, “Tidak, informasi yang dimiliki Hosoda hal yang sangat berbeda. Ada hal lain di gunung itu yang sangat berbeda. Rahasia Yuuki. Tapi, dengan begini kita tahu ada seseorang di luar sana yang bertindak sesukanya. Sepertinya ada seseorang yang bertanggung jawab melakukan pekerjaan kotor untuk Yuuki. Dia dikenal dengan Chameleon. Seorang psikopat yang tiba-tiba muncul di sebelah target dan membunuh mereka dengan senyuman di wajah. Waspadalah, Yamaneko-san.”



“Kau bicara dengan siapa?” seorang pria masuk ke kamar. Dia Todou Kenichiro, sang calon gubernur Tokyo.


Anri tersenyum dengan tenangnya sambil mematikan telepon, “Baguslah Serpent sudah dijatuhkan. Dengan ini, kau selangkah lebih dekat menuju kota bersih.” Anri pun mendekat dan menenggelamkan diri dalam pelukan Todou-san.



Yamane mengunjungi makam Hosoda-san. Ia meletakkan pion permainan dengan gambar Hosoda di atas makam, “Sebagai orang gemuk hidupmu singkat.” Yamane melepas kaca mata hitamnya. “Terima kasih atas kerja kerasmu. Beristirahatlah dengan tenang.”



Sementara itu, Mao masih terus melakukan penyelidikan. Kali ini sasarannya adalah pabrik yang ada di gunung milik keluarga Hosoda. Ia menemukan sesuatu tidak terduga, “Pabrik itu memiliki jalan bawah tanah?”



Yamane tengah bersiap menikmati mi ramen-nya saat det.Sekimoto datang dan bergabung. Tapi sebuah telepon menunda obrolan mereka lebih jauh.


Suara di seberang memberitahukan berita tentang kematian seorang bernama Imai, pria yang merupakan mantan tunangan Rikako-san. Det.Sekimoto berbalik, “Tersangkanya adalah, kau Yamaneko.”


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


 


Bonus picture



Melihat Katsumura Hideo (Narimiya Hiroki) bertingkah konyol seperti itu rasanya ... gimana ya? Aneh aja sih. Mungkin aura dia sebagai sosok Takato Yoichi (Kindaichi Series) yang kejam atau sosok Kanzaki Jun (Bloody Monday) yang lebih sadis lagi, terlalu mempesona bagi Kelana, hahahaha. Meski dua tahun berperan di Aibou series dan jadi polisi baik bernama Kai Toru, entah kenapa wajah menyebalkan Narimiya Hiroki selalu sukses mencuri perhatian Na kalau dia berperan sebagai penjahat. Duuuh, maaf ya, Bang. Kira-kira bisa lihat wajah ‘devil-nya’ lagi nggak ya di series satu ini?


Tapi semua memang teralihkan dalam sesaat saja kalau si abang ini tersenyum. Senyum kucingnya itu lho. Ok, abaikan tsurhat nggak jelas ini. Selamat membaca. Happy Blogging. ^_^

Bening Pertiwi 14.02.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 04 part 1. Pencarian Yamaneko terhadap sosok Yuuki yang misterius masih terus berlanjut. Sepertinya Yamaneko punya urusan khusus dengan Yuuki ini. Termasuk masa lalu Yamaneko yang masih belum terkuak.


Teka teki kematian mantan anggota Yamaneko, Hosoda Masao masih belum menemukan titik temu. Kali ini tim Yamaneko kembali menelusurinya, termasuk ke kediaman keluarga Hosoda.



Politikus Todo menunjukkan screen komputernya pada det.Sekimoto. Di sana ada sosok bertopeng misterius yang kemudian dikenal sebagai Yuuki. Sementara det.Sekimoto bicara, Todo-san memilih menyingkir sebentar.


“Lama tak bertemu, Sekimoto,” ujar suara serak itu.


“Akhirnya kita bertemu. Yuuki-san,” wajah det.Sekimoto berubah lebih bergairah. “Kau mendukung negeri ini dari balik bayang-bayang GCHQ. (mata-mata dari Inggris yang dibentuk sejak tahun 1945). Tapi, 10 tahun lalu, beredar rumor bahwa kau meninggal dan membuat dirimu sendiri tak terlacak.”


Tapi Yuuki tidak tertarik pada ucapan det.Sekimoto ini, “Yamaneko masih memiliki jalan yang panjang.” Sosok Yuuki berubah, seolah kini berada tepat di depan Sekimoto.


“Jika Yamaneko memberontak padamu...”


Yuuki berdiri dan menebas pedang ke arah det.Sekimoto. Ia menggunakan tangannya untuk menghindar. Tapi saat tangannya disingkirkan lagi, tidak ada siapapun. Layar monitor milik Todo-san pun kembali gelap.


“Apa Yamaneko tahu hubungan kita?” Todo-san baru saja kembali.


“Tidak, kupikir dia tak menyadarinya.”


Todo-san tersenyum, “Sudah hampir 20 tahun yang lalu. Aku menjadi sekretaris Yuuki-sensei dan kau menjadi pengawalnya. Dan sekarang kita bersama-sama mencoba menciptakan dunia baru. Takdir adalah hal yang aneh. Pertama, akan kubuat Tokyo sebagai kota yang bersih. Aku masih mengandalkan bantuanmu.”



Suasana bar ‘Stray Cat’ tampak biasa saja. Keempat penghuninya justru berkumpul dan main ‘monopoly’. Beberapa langkah membuat Yamane makin kaya. Sementara Katsumura justru sial karena rumahnya habis dilahap api.


“Baru kali ini kulihat orang sangat serius main game,” komentar Mao.


Kali ini giliran Rikako-san yang bermain. Ia mendapatkan rumah baru di dekat tempat Katsumura. Dan ia dapat jatah uang dari aset Katsumura.


“Aku sudah tak punya uang,” keluh Katsumura.


Yamane akhirnya mengalah dan meminjami Katsumura uang untuk membayar. Ini membuat Katsumura kesal sendiri, karena Yamane juga menagihnya. Permainan berakhir bahkan sebelum selesai. Mereka bubar dan mulai menghitung aset masing-masing. Meski diprotes oleh Katsumura maupun Mao, Yamane dengan santainya mengatakan kalau inilah aturan permainan Yamaneko.



Saat itu det.Sekimoto baru saja datang sambil membawa koper silver. Rikako-san mendekat dan menunjukkan asetnya dalam permainan. Setelahnya det.Sekimoto benar-benar memberikan sejumlah uang sesuai aset di permainan tadi.


Katsumura tidak habis pikir. Yamane menjelaskan kalau uang itu adalah upah untuk mereka setelah mereka mengambil uang dari orang-orang jahat. Dan imbalan ini ditentukan dari berapa banyak yang mereka dapat dari permainan tadi. (pantesan mainnya serius banget ya)


“Tunggu, kau dapat berapa? Minus 2 juta yen. Kau memang pria malang!” ejak Yamane pada Katsumura.


“Tunggu dulu. Hanya karena aku tak beruntung,aku harus membayar? Bukankah aneh?” protes Katsumura, tidak terima.


“Katsumura, menurutmu yang kita lakukan itu keadilan atau kejahatan?” tantang Yamane.


Katsumura kehabisan kata-kata, “Masih belum tahu. Tapi, bisa kukatakan satu hal. Ada seseorang yang telah diselamatkan melalui tindakanmu.”


Yamane kembali mengingatkan Katsumura soal hutangnya tadi, lengkap dengan surat hutang bertanda cap.


Mao juga mendapat bagiannya sesuai dengan aset di permainan. Tapi Yamane menarik kembali uang itu sebagai bayaran karena Mao menginap dan makan di bar mereka. Dan Yamane hanya menyisakan 500 yen untuk Mao. Mao yang tadinya santai pun ikut kesal. Ia dan Katsumura protes pada Yamane.


“Tolong tegakkan keadilan!” protes Katsumura dan Mao.


Yamane tidak serius menanggapi mereka, “Kalian berdua benar-benar dibutakan oleh uang. Lain kali berjuanglah!”


Katsumura beralih pada det.Sekimoto yang masih asyik dengan kopernya. “Kau tak menerima apa pun?”


“Aku detektif. Aku sudah cukup dengan sisa uangnya,” ujar det.Sekimoto dengan santainya.


“Apa? Bukankah itu yang paling banyak? Ini tidak adil!” Katsumura makin marah.


“Jangan cerewet! Atau kutahan karena berjudi?” ancam det.Sekimoto.


Mao kembali ke kursi. Ia menemukan pion dengan foto Hosoda-san di sana. Rikako-san menjelaskan kalau dulu Hosoda-san juga payah dalam permainan mereka itu. Mao teringat soal pertanyaannya pada Yamane, apa benar Yamane yang membunuh Hosoda atau bukan.


Yamane mengambil minumannya dan duduk di sebelah det.Sekimoto, “Sudah bertemu Yuuki?”


“Masih belum. Kita harus mencari kesempatan lain.”



Cecilia menelepon Yamane dan mengajaknya bertemu. Ia memberikan flashdisk yang diakuinya adalah data penyelidikan yang dilakukan Hosoda sebelum dia tewas.


“Ia mungkin mencarinya terlalu dalam saat mengumpulkan informasi itu. Mungkin ia tahu kebenaran yang seharusnya tak diketahuinya,” lanjut Cecilia.


“Lalu apa hubungannya denganmu?”


“Orang yang membunuh Hosoda Masao, mungkin orang yang sama yang mencoba membunuhku,” yang dimaksud Cecilia adalah insiden sebelumnya yang menyebabkan seorang pria gendut, Kadomatsu tewas karena menyelamatkannya. (cek sinopsis episode 3). “Demi Hosoda-kun, carilah kebenarannya, Yamaneko-san.” Cecilia berbalik, memakai helm dan beranjak pergi dengan motornya.


Yamane ingat malam itu (episode 1), saat ia bicara dengan Hosoda di dekat dermaga. Lalu, dua minggu setelahnya Hosoda ditemukan tewas tertembak di tempat yang sama.



Det.Sekimoto memperkenalkan anggota lain kepolisian, bantuan dari markas pusat karena mereka kekurangan anggota untuk menyelidiki kasus Hosoda Masao. Kedua orang itu adalah Inspektur Morita dan det.Fukuhara. Sakura mengenali dua orang ini.


Tapi perhatian mereka teralihkan oleh kehadiran det.Inui (detektif berwajah galak yang belum lama juga datang). Ia memukuli seorang pria yang ditangkap sebagai tersangka, membuat orang-orang kesal melihatnya. Sakura kaget melihat pria ini yang dibalas sapaan sok akrab sang detektif.


“Mari kita bagi kelompok untuk menyelidiki kasus Hosoda Masao dan mencari Yamaneko,” lanjut det.Sekimoto pada yang lain.


Tapi det.Inui buru-buru memotongnya, “Kita tak perlu dibagi. Hosoda dan Yamaneko saling terhubung.”


Det.Sekimoto tampak tidak terlalu suka dengan det.Inui ini. Inspektur Morita justru yang minta maaf, karena dia adalah anak buahnya juga. Det.Inui sebenarnya seorang detektif hebat, hanya saja sikapnya cukup kasar. Bahkan disebut sebagai ‘anjing pemarah. (inu=anjing)



Data dari Cecilia dibuka di bar. Di dalamnya berisi data tentang Moldau Real Estates. Sebuah perusahaan real estate dengan bisnis mapan tetapi memiliki reputasi buruk.


“Sepertinya Hosoda-san menyelidiki akuisisi mereka pada gunung. Bukankah Hosoda bilang bahwa orangtuanya memiliki gunung?”


Flash back saat mereka memainkan game. Saat itu giliran Hosoda-san. Ia mengatakan kalaudirinya menjual gunung seharga 100 juta yen. “Keluargaku memiliki gunung, tapi harga tanahnya murah. Rumah kami berada di gunung itu dan pabrik ayahku juga berada di sana. Dan ibuku tak mau menyerahkannya,” curhat Hosoda-san.


Tapi Yamane sama sekali tidak peduli dengan curhat rekannya ini. Ia justru mengatai Hosoda-san dengan ‘gemuk’ dan memukul kepalanya.


Hosoda-san menjual gunung itu pada Moldau Real Estates, meski dengan harga murah. Ada cerita lain soal hubungan Hosoda-san dengan keluarganya.


Pada kesempatan bermain game yang lain, Hosoda juga bercerita tentang keluarganya, “Aku tinggal bersama keluarga sampai berumur 30. Aku terus menyebabkan masalah pada ibu dan sejak ditangkap karena meretas, kami tak pernah bertemu.


Dan lagi-lagi, Yamane justru memukul kepala Hosoda dan minta agar ia tidak membawa-bawa masalah keluarga dalam permainan mereka.


Pada kesempatan yang lain, Hosoda juga bercerita kalau ia bertemu ibunya setelah sekian lama. Ternyata ibunya telah pikun dan memperlakukannya seperti orang asing. Ibunya ditipu dalam beberapa transaksi tanah dan akhirnya diusir dari rumah keluarga mereka.


Tanggapan Yamane? Dia tetap cuek dan kembali memukul kepala Hosoda.


“Sejak tadi kau sangat kejam. Kenapa kau mengabaikannya saat sedang bermain?!” protes Mao.


“Bodoh! Jika tak ada uang, aku takkan mendengarkan kisah orang lain,” ujar Yamane dengan santainya.


“Selalu uang, uang, uang dan uang!” balas Katsumura.


“Apa?! Katakan itu saat kau sudah melunasi 2 juta yen!” bentak Yamane, tidak mau kalah.


“Jika Hosoda kembali pada keluarganya setelah sekian lama, dan menjual gunung karena ibunya pernah ditipu dalam penjualan tanah, lalu apa?”



Yamane pergi bertiga bersama Katsumura dan Mao. Sepanjang jalan ia asyik sendiri mendengarkan musik sambil ikut bernyanyi. Katsumura yang penasaran melepas headset Yamane dan mencoba mendengarkan juga.


“Koleksi terbaik Nagabuchi Tsuyoshi Nduet bareng Yamaneko!” (Nagabuchi Tsuyoshi adalah seorang penyanyi dan penulis lagu Jepang yang merupakan tokoh terkemuka dalam musik populer Jepang.)


“Aku tak mengerti,” komentar Katsumura. “Tapi, kenapa kita mengunjungi rumah keluarga Hosoda-san?”


“Aku berharap dapat beberapa informasi.”


“Kau pernah bertemu ibunya Hosoda-san?” tanya Mao.


“Hah? Belum,” Yamane pun kembali bernyanyi dengan suara sumbangnya. Ia pun berjalan duluan di depan.


“Apa yang bakal ibunya pikirkan tentang kematian Hosoda-san?” gumam Mao.



Mereka sampai di kediaman ibu Hosoda-san. Ibunya mengatakan kalau Hosoda-san sedang pergi dengan teman-temannya. Saat ia menghubungi, ternyata tidak menyambung. Karena pikunnya, ibu Hosoda ini berpikir kalau Hosoda masih hidup.


“Mungkin kali ini aku salah. Aku tak bisa menghubunginya,” ujar ibu Hosoda lagi.


“Tentu saja karena ia sudah mati,” komentar Yamane dengan santainya.


Katsumura dan Mao buru-buru mengalihkan pembicaraan. Mereka khawatir pada ibu Hosoda ini.


“Nenek, laptop Hosoda tidak ada. Bukankah ada di sini?” tanya Yamane kemudian. Rupanya ia sudah memeriksa sekitar rumah itu.


“Tadi, polisi kemari,” aku ibu Hosoda.



Dan laptop milik Hosoda itu ada di kursi belakang sebuah mobil. Di depan ada det.Inui yang ada di belakang kemudi dan Sakura di sebelahnya.


“Kenapa kau berpikir Hosoda-san dan Yamaneko terhubung?” tanya Sakura.


“Kau ingat kasus Yamaneko sebelum Hosoda dibunuh?” yang dimaksud det.Inui adalah kasus ayah Mao, Frontier Data Bank. “Dan juga Shining Peace. Ada semacam petunjuk tak lama sebelumnya. Dan petunjuk itu dari Hosoda. Kami mencocokkan suara dari telpon. Jangan beri tahu siapa pun. Karena kau tak pernah tahu siapa musuhmu!” pesan det.Inui.


Jawaban ini justru membuat kening Sakura makin berkerut. Antara kaget dan juga heran. (duh, kalau inget teteh Nanao jadi penjahat di Siren tuh serem banget loh)



Malam itu Yamane dan yang lain makan malam di rumah keluarga Hosoda. Tanpa malu, Yamane berulang kali minta tambah. (biasanya Cuma makan mie doang sih, jadi rakus). Mereka bahkan makan besar malam itu. Dengan menu enak ‘nabe’, yang lagi-lagi atas inisiatif Yamane yang memintanya tanpa rasa malu sama sekali.


“Nenek tak bertemu Hosoda untuk sementara waktu, 'kan? Ia bilang padaku. Saat ia pulang setelah sekian lama, rumahnya telah tiada. Apa Nenek menjual gunung?”


“Ya, sekitar 3 bulan yang lalu.”


“Kenapa menjualnya?”


“Aku tidak tahu. Saat menyadarinya, dokumen kontrak sudah ditandatangani,” aku ibu Hosoda yang pikun itu. Ia pun melanjutkan ceritanya, “Selain rumah juga ada pabrik. Ayahku segera mendirikannya setelah perang (WW II). Pabrik yang memproduksi suku cadang kapal. Gunung itu berarti segalanya bagi keluarga kami. Sekarang sudah tidak ada.



Mereka pulang malam itu. Katsumura yang bertugas menyetir di depan. Sementara Yamane asyik mengorek-orek kakinya yang gatal di belakang bersama Mao.


Mao kesal karena orang-orang itu memanfaatkan kepikunan ibu Hosoda agar ia menjual tanahnya. “Kau bisa mendapatkan sertifikatnya kembali, 'kan?” tanya Mao pada Yamane.


“Untuk saat ini tidak mungkin. Aromanya tak seperti uang,” jawab Yamane dengan cueknya. “Moldau Real Estate membuat keuntungan besar tapi mereka tak melakukan sesuatu yang ilegal.”


“Ini bukan tentang uang!” protes Mao.


“Bagiku iya,” Yamane meminta Katsumura menghentikan mobil mereka. Ia pun pergi keluar.


Setelah Yamane pergi, Katsumura masuk ke dalam.


“Yang membunuh Hosoda-san mungkin dia,” cerita Mao pada Katsumura.


“Eh? Kenapa?” Katsumura kaget.


“Jika dia berduka atas kematian Hosoda-san, maka wajar dia ingin membantu ibunya Hosoda-san. Tapi yang dia pikirkan hanya uang. Paling buruk!”



Yamane ternyata mengajak det.Sekimoto bertemu di apartemen Hosoda. Ia menanyakan kenapa det.Sekimoto menghapus data komputer dan kamera yang Hosoda simpan di apartemen itu. Tapi det.Sekimoto menanggapinya dengan santai. Ia mengatakan kalau agar itu tidak terlacak.


“300 juta yen. Kenapa kau tak memberinya?” lanjut Yamane.


Flash back saat Hosoda diajak bicara berdua dengan Yamane di sisi dermaga.


“Kau bilang Yamaneko tak membunuh orang!” protes Hosoda. Ia sudah berlutut di depan Yamane.


“Itu untuk pekerjaan. Berbeda dengan masalah pribadi!” Yamane menembakkan senpi-nya ke lantai. “Dengan ini kau mati,” ujarnya pada Hosoda. “Jika terlibat dengan Yuuki, seseorang akan mencarimu. Jika kita tak melakukan ini, kau tak bisa kabur dari mereka.”


“Jadi, ini demi menyelamatkanku?”


Hosoda lalu mengatakan alasannya mengkhianati tim Yamaneko. Ia mengaku butuh uang 300 juta yen. Yamane menyuruh Hosoda minta pada det.Sekimoto, tapi ternyata det.Sekimoto tidak memberinya.


“Lalu, orangnya Yuuki menghubungiku. Jika aku menurut, dia akan memberi uang. Jika dia memberikan 300 juta pada Moldau Real Estates, mereka akan merobek kontraknya. Dan sepakat,” cerita Hosoda.


Kembali ke masa kini


“Tapi aku tak punya keinginan meminjami sejumlah besar uang untuk sebuah gunung yang tak berguna,” det.Sekimoto mengatakan alasannya.


“Menurutmu tak berguna?” tanya Yamane.


“Menurutmu ada sesuatu di gunung itu?” det.Sekimoto berbalik heran.


“Hosoda bilang padaku. Bahwa Yuuki menghubunginya. Seharusnya ada sesuatu di baliknya. Ia bilang akan melihat di sekitar sana. Dan beberapa hari kemudian Hosoda dibunuh. Di tempat yang sama, memakai pakaian yang sama, dengan peluru yang sama. Bisa kau dapatkan laptopnya yang disita polisi?” pinta Yamane.


“Tidak, itu takkan berhasil. Si Inui yang datang dari kantor utama menyusahkan. Dia terus-menerus di depan komputer itu,” elak det.Sekimoto.



Hari berikutnya, Sakura menemui Katsumura di kafe. “Kami menemukan bahwa Hosoda Masao yang dibunuh mungkin terhubung dengan Yamaneko. Lalu, kami menyita laptopnya. Sayangnya, laptopnya dilindungi sandi. Jadi kami tak mendapat banyak informasi.”


“Begitu,” Katsumura tampak berpikir.


“Sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan,” wajah Sakura lebih serius. “Teman Senpai dipanggil Yamane, 'kan? Kau sering menemuinya?”


Katsumura tersenyum. Ia mengelak, “Sama sekali tidak. Tempo hari itu untuk yang pertama dalam 3 tahun.”



Mao baru kembali ke bar. Ternyata ia kembali mendatangi ibu Hosoda untuk bantu bersih-bersih dan belanja. Mao prihatin pada ibu Hosoda itu. Kesepian dan berpikir kalau putranya masih hidup.


“Karena itu kau memintaku mendapatkan sertifikatnya?” tembak Yamane.


“Kau bisa mendapatkannya dengan mudah. Bantulah nenek itu,” pinta Mao lagi.



Saat itu Katsumura baru kembali. Ia menceritakan pada yang lain kalau polisi masih belum bisa melihat isi laptop milik Hosoda karena dilindungi oleh sandi. Artinya memang ada informasi penting di dalam laptop itu.


Kali ini giliran Rikako-san yang menunjukkan hasil investigasinya. Ia menunjukkan sejumlah foto. Tampak beberapa orang berjaga di depan sebuah pabrik lama di gunung milik keluarga Hosoda. “Pabrik di gunung keluarga Hosoda, tak digunakan sejak ayahnya meninggal lebih dari 20 tahun lalu.”


Rikako menunjukkan kalung yang dipakai pria yang menjaga pabrik ini. Tampak seperti ular. Mafia Serpent, mafia yang sama seperti Cecilia.


“Maksudmu Mafia Asia membeli gunung ini?” Katsumura menyimpulkan.


“Benar. Mereka membeli gunung keluarga Hosoda agar Serpent bisa menggunakan pabrik ini. Sebenarnya pabrik ini—“ tapi ucapan Rikako-san terpotong.



Mereka dibuat kaget dengan kedatangan Sakura di bar mereka. Sakura mengaku kalau ia mengikuti Katsumura dan melihat Katsumura kembali menemui Yamane. Sakura juga melihat ada Mao, putri dari Putri direktur Frontier Data Bank juga di sini. Semua fakta ini membuat Sakura makin penasaran.


“Karena dia bertanya, kau harus menjawabnya,” Yamane yang maju. Meski dilarang oleh yang lain, ia tidak peduli. “Dengar baik-baik. Kami ... Kaito---“


Ucapan Yamane dipotong oleh Katsumura, “Kaito Aiko fan club. Aku penggemar beratnya dan ingin mengikuti setiap trennya. Sekarang kami sedang memeriksa situs Cent Force agensinya, setiap hari. Aku membeli 10 kalender tahun ini! Untuk dilihat, dipakai dan untuk bisnis! Dan foto-foto dirinya sebagai karakter One Piece. Kami mendukung Aiko-chan sekuat tenaga kami!” Katsumura bicara sangat cepat. Tidak lupa ia minta persetujuan juga dari Rikako-san, Yamane dan Mao.


“Jadi Kaito Aiko adalah tipenya,” gumam Sakura kecewa. Tapi Sakura pun berkeras tetap tinggal. “Tempo hari, kau berada di TKP tempat Kadoumatsu Tatsuro dibunuh, 'kan?” kali ini ia bicara pada Yamane. “Kenapa kau melarikan diri?”


“Bicara apa kau, aku sama sekali tak mengerti,” elak Yamane. “Kurasa kau salah mengenali. Ada banyak pria tampan di area ini.”


Tapi Sakura tetap tidak puas. Ia mengeluarkan identitas polisinya, “Ikut aku ke kantor polisi!”


“Tidak mau!” elak Yamane cepat. “Apa kau punya bukti? Bahwa aku ada di sana? Bukti!” tantang Yamane.


“Itu ... “ Sakura kehabisan kata-kata. Ponselnya berbunyi. Dari det.Sekimoto yang marah-marah dan menyuruh Sakura untuk segera kembali ke markas. Sakura pun tidak punya pilihan. Ia beranjak pergi tapi tidak lupa menyelipkan alat penyadap di bawah meja.



Katsumura bernafas lega setelah Sakura pergi. Tapi Yamane mengatakan kalau tidak aman. Ia protes soal ‘Kaito Aiko Fans Club’ yang tadi dikatakan Katsumura.


“Sepertinya kau ditandai oleh polisi, kau sebaiknya menjaga sikapmu!” Yamane memperingatkan Katsumura. Ia berniat pergi.


“Tunggu sebentar! Kau tak mau?” kali ini Mao yang bicara. “Jika tak mau, akan kulakukan sendiri!” tegasnya. Mao mengambil tasnya lalu beranjak pergi.



Mao kembali datang menemui ibu Hosoda-san. Ia juga membawakan belanjaan. Setalahnya Mao membantu memasak. Ibu Hosoda-san memuji kemampuan Mao yang terampil memasak.


“Ibuku sudah tiada,” Aku Mao. “Karena itu aku senang bisa melakukan ini bersama Nenek.”


“Aku juga. Lagian, makan malam seorang dirirasanya tidak nyaman, 'kan?” ibu Hosoda ini masih membahas soal Hosoda yang belum juga pulang.


Mao mengalihkan pembicaraan, “Gunung itu, ia sungguh ingin mendapatkannya kembali, ya? Rumah, pabrik dan semua kenangan yang Nenek miliki dirampas. Aku akan melakukan sesuatu. Akan kuambil kembali gunung itu. Cukup mendapatkan sertifikatnya, 'kan?”


Ibu Hosoda-san berbalik dan memandang serius Mao, “Mao-chan, tolong hentikan pertanyaan anehmu itu. Soalnya...Jika kau terlibat bahaya karena aku, aku juga akan sedih.”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa lagi di Sinopsis Kaito Yamaneko episode 04 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 13.51.00
Read more ...