SINOPSIS Himura and Arisugawa 05 part 1

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 05 part 1. Atas permintaan Himura-sensei, sekarang ia bisa bertemu langsung dengan pimpinan Shangri-La Crusade yang berada di penjara, Moroboshi Sanae. Masalah baru pun bermunculan.


Kasus kali ini jelas siapa pelakunya. Tapi, Himura-sensei maupun Alice gagal menemukan motif si pelaku. Siapa sebenarnya pelaku ini?



Insiden pembunuhan terjadi di Shibuya, korbannya adalah anggota Shangri-La Crusade. Polisi dan Himura-sensei curiga kalau kasus kali ini juga dilakukan oleh orang yang sama seperti sebelumnya, seorang pembunuh misterius di bawah umur. Kesimpulan sementara, pembunuhan ini adalah balas dendam pada Shangri-La Crusade atau bahkan tantangan untuk Shangri-La Crusade.


Morobishi tersenyum menanggapi kedua orang di depannya ini, polisi dan Himura-sensei, “Kau bisa lihat dalam gambar itu kan. Aku tidak merasakan dendam atau kemarahan dari luka mereka. Itu murni pembunuhan. Bocah itu mengatakan ‘aku ingin membunuh seseorang’,” bisik Moroboshi di dekat wajah Himura-sensei. Ia pun menarik kembali tubuhnya dan kembali duduk di kursi. “Kau pasti tahu itu. Karena kau juga berpikir untuk membunuh seseorang. Harusnya kau ada di pihakku. Kenapa kau masih ada di pihak yang salah?” Moroboshi tersenyum puas.


Himura-sensei mengiyakan tuduhan Moroboshi itu, “Aku masih benci penjahat, untuk alasan apapun. Aku benci mereka karena mereka kehilangan alasan dan pindah ke pihakmu.


“Meski mereka di bawah umur atau psikopat yang tidak punya pemikiran logis?”



Alice tengah bicara dengan editornya. Mereka membahas soal novel baru Alice. Alice sendiri mengaku sedang mengalami ‘writer block’, ia butuh ide baru untuk tulisannya. Karenanya, ia minta tambahan waktu pada editornya itu.


Alice menutup telepon dan menatap catatan yang tertempel di layar laptopnya. Semua adalah motif yang umum untuk melakukan pembunuhan. Tapi Alice ingin ide baru, pembunuhan tanpa alasan. Seorang psikopat.



Seorang pria tampak memencet bel dan setelahnya seorang wanita cantik muncul dari pintu dan mempersilahkan si pria masuk. Si wanita heran, karena si pria datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Si pria mencium aroma wine. Si wanita lalu si pria untuk minum wine bersama tapi ditolak. Saat itu si wanita sedang menonton film tentang zombi. Si pria duduk di sebelah si wanita yang asyik menonton. Tanpa disadari, si pria mulai melakukan sesuatu.


Pria itu memakai sarung tangan sambil memandangi si wanita dengan dingin. Diambilnya bantal, lalu dibekapnya si wanita di bawah bantal hingga si wanita pun kehabisan nafas. “Selamat tinggal, Yura.”


Selesai melakukan aksinya, si pria mengambil kunci apartemen si wanita ini. Tidak lupa diacak-acaknya pula isi ruangan apartemen itu. Uang dan sejumlah perhiasan juga diambil. Setelah semua dinggap beres, si pria pun pergi dan kembali mengunci pintu. Di jalan, perhiasan dan beberapa hal yang diambil dibuangnya ke tempat sampah.



Alice asyik memilih permen bulat warna-warni yang disajikan Tokie-san. Ini membuat Tokie-san menegurnya dan minta agar Alice tidak memilih rasa favoritnya saja.


“Sensei, aku akan menraktir apapun yang kau mau dan sebanyak kau mau. Kau mau apa? Daging kobe atau lobster?” Tokie-san sangat riang hari itu. Dan alasannya pun akhirnya terjawab. Ia menunjukkan tiket lottere dan sangat yakin kalau ia akan jadi pemenang utamanya. “Kalau aku menang, aku akan pergi ke Maldives. Aku sangat bersemangat, aku tidak akan mati tanpa tahu kalau aku menang kan? Itulah kunci sehatku. Dan menunggu novel barumu juga jadi kunci sehatku.


“Semoga kau berumur panjang,” balas Alice.


“Senang mendengarnya. Himura-sensei juga mengatakan hal itu. Aku punya permintaan padamu,” Tokie-san berubah serius. “Jangan Cuma main-main di sini. Tuliskan novel baru!”



Si pria yang semalam membunuh wanita bernama Yura berangka ke kantornya seperti biasa. Tapi tampaknya ia asyik memandangi jam di meja dan terus berpikir. Salah satu staf kantor agensi artis mereka itu melaporkan soal kontrak iklan Yura yang ternyata gagal.


“Kuserahkan semua padamu,” ujar pria itu yang ternyata adalah bos dari agensi artis itu.


Karena memiliki waktu luang, salah satu staf iseng mencoba tes psikopat. Ditanyakannya pertanyaan pada rekannya di samping meja, dan jawabannya adalah ‘bukan psikopat’. Tapi saat pertanyaan tes itu dikatakannya pada si bos, ternyata analisisnya si bos ini ‘nyaris psikopat’.


“Sudahlah, jangan lakukan hal aneh saat jam kerja,” rekan di sampingnya menyingatkan staf yang tadi iseng membuka-buka tes psiokpat.


Tapi sepertinya si bos tidak terlalu ambil pusing dengan tes tadi. Ia pun mengambil keputusan, “Aku akan menemui klien dan langsung pulang,” pamit si Bos.


“Apa Anda akan menemui Yura juga?” tanya salah satu staf. “Kalau iya, tolong katakan padanya tidak usah kecewa soal iklan yang gagal.”



Si bos keluar dari kantornya. Ia masuk ke jalur kereta bawah tanah. Tapi pikirannya masih terus mengangkasa, memikirkan kekasihnya, si cantik Yura. Yura adalah seorang artis baru di agensi artis mereka.


Ada momen saat Yura begitu bersemangat mendapatkan script pertamanya. Ia bahkan berlatih secara khusus dengan si bos yang juga kekasihnya. Mereka mengakhiri acara malam itu dengan makan malam dan minum wine. Di saat lain, mereka berjalan berdua menikmati kencan. Saat itu Yura berhenti di depan toko gaun pengantin. Yura begitu kagum dan takjub pada gaun pengantin yang dipajang di etalase toko itu.



Si bos ini sampai di depan apartemen Yura, “Masuklah dalam karakter. Bersikap sesederhana mungkin,” gumamnya pada diri sendiri. Ia kemudian memasukkan kunci miliknya dan membuka apartemen itu.


Dia tidak menjawab saat kupanggil lewat interkom. Jadi aku menggunakan kunci cadangan milikku. Sudah kubilang padanya agar mengganti kunci pintu dengan yang baru. Saat ternyata pintu masih mudah terbuka, aku khawatir. Saat aku masuk, apartemen itu berantakan. Dan kutemukan Yura tidak sadar di sofa. Kudekati dia.


“Ini darurat! Kekasihku meninggal!” si bos menelepon polisi.



Alice masih saja stak pada ide tulisannya. Kali ini ia nongkrong sendirian di tempat terpencil ditemani laptopnya. Tapi tetap saja Alice menghubungi Himura-sensei.


“Apa kau tahu motiv membunuh? Aku mencari motiv yang keren untuk membunuh,” curhat Alice.


“Sejak Cain dan Abel (Na nggak yakin sih, sepertinya ini merujuk pada Qobil dan Habil), meski metode dan motiv membunuh menjadi beragam, tapi secara psikologi motiv-nya masih tetap sama. Itu adalah emosi primitif uyang dimiliki setiap orang.”


“Tidak setiap orang,” protes Alice.


“Benarkah?” Himura-sensei tidak yakin. “Kau membunuh banyak orang dalam kisahmu.”


“Itu bukan emosi primitif! Aku jadi makin bingung!” keluh Alice lagi.



Himura-sensei ditelepon Alice setelah selesai mengajar. Dan sekarang setelah telepon ditutup, Himura-sensei bergegas kembali ke ruangannya.


Dari arah lain, tiga mahasiswa wanita yang bisa ikut kuliah Himura-sensei melihatnya berjalan bergegas. Salah satunya, Akemi tampak begitu bersemangat. Ia mmeinta kedua temannya untuk pulang duluan tanpa dirinya. Akemi ini lalu mengejar Himura-sensei.


Kedua temannya ini keheranan tapi tidak bisa menghentikan Akemi yang sudah beranjak. Mereka heran karena jarang-jarang Akemi bicara dalam dialek Kansai. Keduanya justru berpikir kalau mungkin saja Akemi ini jatuh cinta pada profesornya itu. Tapi keduanya pun buru-buru meralat ide ini.



Akemi berhasil mengejar Himura-sensei yang tiba di depan ruangannya. Ia pun dipersilahkan masuk. Himura-sensei menawarkan kopi pada Akemi.


“Aku belum berubah pikiran. Kudengar Anda bekerjasama dalam investigasi kriminal,” cerita Akemi.


“Siapa yang mengatakan itu?”


“Ah, itu temanku. Dia bertemu seorang detektif dari kepolisian perfektur Kyoto dalam pesta perjodohan yang bercerita tentang Anda.


“Ada yang tidak bisa menjaga rahasia,” gumam Himura-sensei. Ia pun berjalan ke arah mejanya. Saat itu, tepat senja mulai muncul. Dan warna oranye berangsur masuk dari celah-celah penutup jendela di belakang Himura-sensei.


Melihat situasi itu, Akemi langsung menutup matanya. Ia berlari menuju jendela dan menutup rapat penutup jendela itu, “Maaf. Saya takut dengan senja.”


Himura-sensei tidak tampak kaget, “Apa semacam perasaan gugup?”


“Ya. Saat saya melihat warna oranye seperti senja, saya mulai pusing. Yang terburuk, saya tidak bisa bernafas.”


“Trauma kadang karena suatu warna. Pada kasusmu, apa kau pernah mengalami/melihat kebakaran di masa kecilmu?” tebak Himura-sensei.


“Meski saya tidak mengatakannya, Anda tahu semua.”



Akemi pun menceritakan kisahnya. Saat itu dia berusia 15 tahun, dan mengalami kebakaran. Ia tinggal bersama keluarganya (tapi bukan orang tua). Saat itu Akemi melihat bangunan utama dipenuhi api. Saat itu, pamannya terbakar api. Kebakaran itu karena disengaja dan pelakunya belum tertangkap.


“Kebakaran itu yang membuatmu takut pada warna oranye ... “ Himura-sensei menyimpulkan.


“Meski begitu, kenapa saya takut pada senja? Apa saya suda gila?”


“Tidak mudah menentukan normal dan ketidaknormalan. Kau bisa tinggal di sini sampai senja menghilang,” Himura-sensei menyarankan. “Kau tidak masalah kan dengan kopi hitam?” Himura-sensei menyodorkan gelas berisi kopi yang tadi dibuatnya pada Akemi.



Akemi mulai tenang setelah duduk dan minum kopi. Tapi ternyata hal yang ingin ia bicarakan bukanlah insiden kebakaran itu. “Temanku terbunuh pada musim panas dua tahun silam. Pelakunya masih belum tertangkap. Dan itu jadi insiden tak terpecahkan. “


Perlahan Himura-sensei mulai menunjukkan ketertarikan, “Ceritakan lebih banyak lagi.”


Akemi pun menceritakan semua yang ia tahu pada insiden itu. Ternyata memang Himura-sensei benar-benar tertarik. Sayangnya telepon Himura-sensei berbunyi. Dan setelahnya, Himura-sensei buru-buru pamit pergi karena masih ada kepentingan. Himura-sensei berjanji kalau ia akan menyelidiki kasus Akemi lain kali.



Det.Hisashi dan det.Ono yang bertanggungjawab atas laporan kematian seorang wanita bernama Yura. Dan kini mereka ada di apartemen Yura. Sementara forensik melakukan penyelidikan, mereka bicara dengan si bos yang juga kekasih Yura itu.


“Dia tidak menjawab saat kupanggil lewat interkom. Jadi aku menggunakan kunci cadangan milikku. Sudah kubilang padanya agar mengganti kunci pintu dengan yang baru. Saat ternyata pintu masih mudah terbuka, aku khawatir,” ujar si bos.



Himura-sensei dihubungi oleh polisi tentang insiden kematian si artis baru, Yura. Ia berjalan bersama Alice yang terus menggosok-gosokkan tangannya karena kedinginan.


“Jadi, kau sudah dapat ide untuk novel barumu?”


“Jangan tanyakan itu!” ujar Alice ketus.


“Tadi siswaku menceritan insiden menarik,” pancing Himura-sensei.


Alice mulai tertarik, “Tentang apa?”


“Jangan tanyakan itu,” balas Himura-sensei, seperti ucapan Alice tadi.


Mereka tiba di depan gedung apartemen yang dimaksud dan disambut oleh si polisi muda, Sakashita.


“Apa kau datang ke pesta perjodohan dan bertemu dengan mahasiswa dari Universitas Eito?” ujar Himura-sensei tanpa aba-aba, membuat Sakashita kaget. Tanpa menunggu jawaban Sakashita, Himura-sensei sudah bisa menyimpulkan kalau dialah pelakunya. Ia pun lalu pergi.


“Buruk sekali, dia sudah menandaimu,” tambah Alice pada Sakashita.


Sakashita pun ketakutan, “Tolong jangan katakan apapun pada det.Hisashi dan det.Ono!” pintanya.



Himura-sensei dan Alice tiba di ruangan yang dimaksud. Reflek Himura-sensei langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen itu. Mereka disambut oleh det.Hisashi dan det.Ono, tapi detektif wanita ini tampak tidak terlalu suka pada Himura-sensei.


Det.Hisashi memperkenalkan Yukari Masahiko, si bos agensi artis sebagai orang pertama yang menemukan korban. Dia juga adalah kekaish korban.


“Ah silahkan lanjutkan pertanyaannya,” ujar Himura-sensei pada det.Hisashi.


Det.Hisashi menurut. Ia berbalik pada si bos Yukari ini, “Jadi, siapa saja yang punya kunci apartemen ini?”


“Dia (Yura) punya dua dan aku juga punya kunci cadangan. Totalnya ada tiga. Sebenarnya, ada yang ingin kuceritakan.”



13 Februari, dua hari yang lalu.


Yura yang sudah selesai berbelanja menelepon si bos Yukari. Yura mengatakan kalau ia kehilangan kunci apartemennya saat tengah berbelanja. Yura mengaku sudah melapor pada polisi. Tapi karena ia tidak bisa masuk ke apartemennya, ia minta agar Yukari-san datang dan meminjaminya kunci cadangan. Yukari-san pun setuju untuk datang.


Saat itu Yukari-san masih ada di kantornya. Stafnya juga tahu soal pembicaraan itu, kalau Yura kehilangan kunci apartemen. Salah satu staf menyarankan agar Yura mengganti kunci apartemennya demi keamanan. Yukari-san setuju untuk mengatakan hal itu nanti pada Yura.



Salah satu staf agensi itu mendekati si bos Yukari-san dan mengajaknya bicara serius. Mereka kini bicara di luar kantor.


“Keuangan kita sudah mencapai batas bulan ini,” cerita si staf.


Yukari-san menarik nafas, “Jangan khawatir. Aku sudah membuat janji temu dengan penyewa besok. Kuharap bisa minta kebijakan. Tapi aku janji, akan membawakan uang. Ini agensiku, jadi aku akan melakukan sesuatu untuk hutang itu. Besok adalah titik penting,” Yukari-san berusaha meyakinkan stafnya itu kalau semuanya akan segera beres.



Sore itu Yukari-san benar-benar bertemu Yura di depan apartemen. Sepasang kekasih itu pun berpelukan. Dengan kunci cadangan milik Yukari-san, mereka akhirnya bisa masuk ke dalam apartemen Yura.


“Tapi kau tetap harus mengganti kunci pintumu itu, demi keamanan,” saran Yukari-san.


“Aku sedih karena aku harus kehilangan gantungan kunci itu. Kau yang membelikannya untukku, itu favoritku,” keluh Yura.


“Akan kubelikan lagi,” hibur Yukari-san.


Yura asyik mengubek-ubek isi tasnya. Tiba-tiba saja ia berseru riang. Rupanya ia menemukan kunci yang dicarinya berada di dalam kotak tissu. Yura pun tersenyum lega. Tapi Yura tidak tahu, kalau ini adalah awal malapetaka sebenarnya yang siap menanti.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 05 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Tidak ada komentar: