SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 07 part 2. Penyelidikan kasus pembunuhan di apartemen Orange Tachibana membawa Himura-sensei dan Alice ke TKP kasus pembunuhan tebing Twilight yang terjadi dua tahun silam.


Pelaku dan orang yang menantang Himura-sensei lewat telepon misterius di pagi buta sudah ada di depan mata. Tapi, Himura-sensei harus menjelaskan semua. Kalau ketiga kasus—pembakaran enam tahun silam, pembunuhan guru piano di tebing Twilight dua tahun silam dan pembunuhan di apartemen Orange Tachibana—semua saling berhubungan.



Saat Himura-sensei menerima permintaan investigasi atas kasus pembunuhan tebing Twilight, kasus pembunuhan dengan korban Yamauchi Yohei terjadi. Wajarnya, kedua insiden ini terhubung. Dan Mutobe diancam oleh pelaku yang membunuh Yamauchi Yohei di apartemen Orange Tachibana, yang mengatakan Mutobe pelaku kebakaran enam tahun silam. Dan dua insiden ini juga terhubung. Lalu, bagaimana insiden kebakaran terhubung dengan pembunuhan tebing Twilight.


Diskusi antara Himura-sensei dan Alice masih belum menemukan titik temu. Mereka belum menemukan penghubung antara insiden kebakaran yang menimpa paman Akemi dengan pembunuhan di tebing Twilight.


“Kalau saja kita bisa memastikan waktu kematian korban di tebing Twilight... “ Alice menghambur-hamburkan kertas yang berisi data penyelidikan mereka. Ia mulai merasa frustasi sendiri.



Det.Hisashi kembali mendatangi TKP di tebing Twilight. Ia masih penasaran, apa yang sebenarnya dicari rekannya det.Ogata dulu, dan belum berhasil ditemukannya.


Yoshimoto-san datang bergabung karena melihat det.Hisashi masih saja mencari, “Investigasi ini membuatku penasaran. Ah, matamu! Persis seperti milik Ogata gulu. Berulang kali melihat TKP kan?” Yoshimoto-san kemudian beranjak dan melihat sekeliling.


Det.Ono pun memanfaatkan ini untuk bicara serius pada det.Hisashi, “Aku melihat kegilaan Himura saat bicara dengannya sore tadi. Aku tidak mengingkari kalau orang memiliki keinginan membunuh. Aku tidak bisa bekerjasama dengannya, karena perasaanku tidak nyaman,” cerita det.Ono.


“Maaf mengganggu, apa Himura orang yang tinggi itu?” Yoshimoto-san kembali bergabung dan diiyakan oleh det.Hisashi. “Seperti yang kau katakan, aku melihat cahaya dingin dalam matanya,” ujarnya pada det.Ono. “Mata yang sama seperti dimiliki penjahat. Tapi cahaya dingin itu juga memancarkan cahaya seorang detektif yang memburu penjahat dengan segala upaya. Hisashi, Ogata dan kau juga punya cahaya seperti itu. Aku menyebut cahaya itu sebagai ‘kegigihan’.”



Rupanya Himura-sensei juga memperhatikan keberadaan det.Hisashi, det.Ono dan Yoshimoto-san yang berada di tebing, dari dalam penginapannya.


Dan ide itu pun muncul. Satu per satu puzzle di kepala Himura-sensei mulai terhubung dan terangkai satu sama lain. Jawaban yang ia cari pun akhrinya ada di depan mata. “Kejahatan ini tidak cantik ... mungkin. Tunggu... ini mungkin?” Himura-sensei ragu.


“Kau masih belum yakin?” Alice ikut penasaran.


Himura-sensei meminta Alice untuk berhenti, “Berikan aku waktu lagi. Aku akan menemukan jawabannya besok pagi.”



Moroboshi Sanae berada dalam mobil yang akan membawanya ke pengadilan bersama para polisi. Dan seperti biasa, dia mulai bernyanyi.


Kagome kagome, burung dalam sangkar. Kapan oh kapan akan keluar? Bangau membawa si bayi.


Mendengar nyanyian itu, si polisi tua ketakutan. Ia pun memeriksa ponselnya. Sebuah pesan masuk. Tampak istri dan putrinya diikat di sebuah tempat, menjadi sandera oleh anak buah Moroboshi Sanae.



Pagi berikutnya,


Semua orang sudah berkumpul, tapi Himura-sensei masih belum muncul. Mereka mulai kesal karena Himura-sensei justru keluar sudah sangat siang.


“Maaf, aku sulit berpikir jernih dan butuh waktu hingga lewat tengah malam. Dan aku perlu tidur 6 jam,” ujar Himuar-sensei dengan santainya. “Pertama, aku ingin menunjukkan rasa hormat pada pelaku uang sudah susah payah membuat semua ini,” Himura-sensei menundukkan badan.


Orang-orang makin kesal dengan sikap Himura-sensei yang seenaknya ini. Machi-san juga kesal karena Himura-sensei masih beranggapan kalau pelakunya adalah salah satu dari mereka. Tapi Himura-sensei tidak terpengaruh, ia justru mengiyakan ide itu dan mengatakan kalau pelaku benar bersama mereka dengan tampang polosnya.


Himura-sensei beranjak ke meja bar di sisi lain ruangan. Ia mengambil tiga buah botol, “Kasus pembunuhan Yamauchi Yohei, kasus pembunuhan tebing Twilight dua tahun silam dan kebakaran enam tahun silam. Tiga kejadian ini saling terhubunga. Ok, kita mulai dari ... kasus pembunuhan di tebing Twilight,“ Himura-sensei mengambil salah satu botol.



“Dua tahun silam, Ogata menemukan ada beberapa hal yang tidak bisa dipastikan dalam investigasi. Salah satunya waktu kematian korban, Yuko. Rentang waktunya panjang, antara pukul 2 siang hingga 5 sore, sehingga alibi mereka sulit dibuktikan. Aku menemukan kunci kita bisa menentukan waktu kematian Yuko,” Himura-sensei menunjuk lukisan milik Yoshimoto-san yang sempat dipinjamnya.


Adegan berubah, seolah mereka semua ada di pinggir tebing, tepat di depan TKP kejadian pembunuhan Yuko.


“Saat itu, Yuko duduk di bawah tebing. Dia duduk di tempat biasa. Alasan dia tetap duduk di sana meski matahari bersinar terang adalah ... “ Himura-sensei menunjuk truk milik Yoshimoto-san yang diparkir di atas tebing, tidak jauh dari TKP. “Dia selalu duduk di tempat yang tertutup bayangan truk. Yoshimoto-san selalu memarkir truknya di sana untuk melukis. Yuko tahu itu dan memilihnya jadi tempat favoritnya.


Tapi penjelasan masih berlanjut. Himura-sensei bertanya, apa yang akan terjadi kalau orang berada di suatu tempat dalam bayangan dalam waktu lama. Alice menanggapinya dengan mengatakan kalau bayangan akan mengikuti arah sumber cahaya, matahari. Jadi, Yuko harusnya berpindah tempat sesuai bayangan yang dibentuk truk oleh matahari.


“Tapi Yuko tidak berpindah sejak jam 2 siang setelah rekaman video. Dengan kata lain, Yuko terbunuh selama waktu antara bayangan itu ada hingga bayangan berpindah.”



“Jadi waktu estimasi kematian Yuko antara jam 2 hingga jam 3 sore,” det.Hisashi menyimpulkan. “Siapa yang punya alibi saat itu?”


“Aku dan ibuku. Kami pergi menyelam saat itu,” ujar Masaaki yang diiyakan ibunya, Machi-san.


Det.Hisashi memeriksa catatannya, benar demikian. “Yoshimoto-san melihat Yohei memancing saat itu juga, jadi Yohei juga punya alibi. Jadi orang yang mungkin membunuh Yuko saat itu tinggal ... “


“Mutobe atau Akemi,” lanjut Himura-sensei.


Tapi Mutobe segera menyanggahnya, “Tunggu dulu! Aku pergi sekitar jam 2 siang dan tiba di Kyoto jam 4. Pelaku melemparkan batu sekitar jam 5 kan? Kalau begitu, tidak mungkin kan aku yang membunuh Yuko.”


“Benar, kau memang tidak melempar batu ke arah Yuko,” sambung Himura-sensei.


“Jadi, pelaku yang memukul Yuko dengan kayu hingga meninggal dan yang melempar batu pada Yuko... “


“Ada dua orang yang terlibat.”



Suasana berubah menjadi ruang kelas Himura-sensei di kampus.


“Dengan kata lain, ada tersangka X dan Y, dua orang. Aku menyebut X dengan ‘kayu’ dan Y dengan ‘batu’. Kayu menemui Yuko di bawah tebing dan memukul kepala Yuko dengan batang kayu hingga meninggal. Tapi itu pembunuhan tak terencana. Karena kayu meminta batu untuk membunuh Yuko. Kayu meminta batu untuk melemparkan batu ke arah Yuko yang tengah duduk di tempat biasanya di bawah. Tapi Kayu ternyata membunuh Yuko tanpa terencana. Kayu membuat Yuko seolah masih hidup dengan mendudukkannya kembali ke kursi. Itu menjelaskan kenapa pelaku mendudukkan tubuh korban kembali ke kursi.”



“Kayu ingin batu percaya kalau dialah yang membunuh Yuko!” kali ini Alice yan menjawab.


“Benar! Tapi sebaliknya, kayu memiliki titik lemah batu. Kayu ingin menghindari itu.


“Sebaliknya? Kau mengatakan kalau kayu meminta batu membunuh Yuko dengan memanfaatkan kelemahan batu?” tanya det.Ono


“Luar biasa! Dengan jawaban itu, sekarang tinggal satu hal lagi yang perlu kujelaskan,” lanjut Himura-sensei. “Kau mahasiswa cerdas. Akan kuberi kau hadiah.”


“Jadi, apa kelemahan si batu ini?”




Situasi kembali ke vila tempat semua orang berkumpul.


“Sekarang kita berpindah pada kasus kebakaran enam tahun silam. Si pembakar adalah batu dan saksinya adalah kayu.”


“Aku tidak pernah tahu ada saksi dalam insiden itu? Kenapa kau baru bilang sekarang? Dan darimana kau tahu?!” protes Machi-san.


“Sebenarnya, Akemi yang menceritakannya,” ujar Himura-sensei. “Tapi dia melihatnya dalam mimpinya.”


“Mimpi? Kau bercanda?” sindir Machi-san. “Jangan bilang kau mencari petunjuk berdasarkan mimpinya dan tanpa dasar jelas! Aku merasa dibohongi oleh semua penjelasanmu!”


Alice rupanya belum sepenuhnya mengerti isi pikiran Himura-sensei. Ia mulai panik, “Hei Himura? Apa yang kau lakukan?”


Det.Ono pun menunjukkan kekecewaannya. Ia lalu mengajak det.Hisashi untuk pergi saja dan melanjutkan penyelidikan mereka.



“Akemi, bagaimana bisa kau ceritakan mimpi padanya?”


Situasi ini membuat Akemi makin terpojok. Tapi dalam ketakutannya, Akemi akhirnya menemukan keberanian untuk bicara, “Itu bukan mimpi! Aku benar-benar melihatnya. Aku melihat saat paman Yohei menuangkan bensin pada paman Shotaro.”


“Tidak mungkin! Itu tidak benar! Kenapa adikku melakukan itu?” Machi-san tidak percaya.



Giliran Himura-sensei yang melanjutkan, “Pelaku pembakaran adalah Yamauchi Yohei. Dia adalah ‘batu’ yang diminta untuk membunuh Yuko—karena kelemahannya sebagai pelaku pembakaran—untuk membuatnya melempar batu dari atas tebing pada Yuko.


Det.Hisashi mengecek catatannya dan benar menemukan kalau Yamauchi Yohei tidak memiliki alibi pada pukul 5 sore. “Kalau begitu, kayu yang membunuh Yuko sampai meninggal adalah ... “ ia melihat ke arah Akemi.


“Tunggu! Aku tidak pernah bilang kalau Akemi adalah kayu. Mutobe juga tidak punya alibi,” ujar Himura-sensei.


“Ini giliranku kan?” Mutobe akhirnya ikut bicara. Ia bangun dari kursinya. “Apa kau mau mencurigai kami satu per satu? Kau kan, Himura yang menghilangkan kecurigaan atas diriku dalam kasus kemarin? Kenapa sekarang kau mencurigaiku lagi?”



“Benar! Itu tujuanmu kan?” Himura-sensei tanpa ragu menuding Mutobe. “Surat ancaman atau apapun yang kau lakukan di apartemen adalah palsu. Itu adalah drama yang kau rencanakan. Yang benar-benar kau lakukan hanya menempel poster di lift dan menutup panel nomer lift. Kita sudah dibohongi dengan triknya.”


“Apa yang kau bicarakan?”


“Agar terbebas dari list pelaku, kau mengirimiku tantangan dan membuatku menyeleaikan insiden itu. Itu adalah strategi luar biasa!” sindir Himura-sensei.



“Apa perasaanmu pada Akemi benar nyata?” kali ini Alice yang bicara. Ia mengacu pada pengakuan Mutobe sebelumnya saat mereka bicara di luar apartemen soal perasaan Mutobe pada Akemi. “Bukannya kau merasa tersaingi karena Akemi memilih minta bantuan Himura? Dan kau berharap bisa kalah darinya. Kau pasti senang karena bisa dikalahkan oleh Himura yang dipilih Akemi. Seorang pahlawan yang tragis.”


Mutobe tidak bisa bicara apapun lagi. Ia hanya bisa memandangi Akemi.



“Aku mengerti perasaan itu. Tapi aku tidak mengerti tujuanmu membunuh Yuko. Tanpa mengatakan tujuan itu, maka perasaan tulusmu padanya akan jadi palsu belaka. Apa tidak masalah? Jangan bohong lagi. Ini kesempatan terakhir kau bicara kebenaran!” ancam Himura-sensei.


Mutobe tidak punya pilihan lagi. Ia memandangi Akemi, “Aku menyukai Akemi sejak lama. Tapi Yuko mempermainkan perasaanku. Hari itu ... “



Hari itu Yuko bertemu dengan Mutobe yang berniat pamit, di tebing Twilight. Yuko mengecup bibir Mutobe dan mengatakan kalau Mutobe akan menjadi miliknya. Ini membuat kemarahan Mutobe muncul. Ia kalah oleh sikap baik Yuko padanya. Tapi ia juga takut kalau perasaannya akan berpindah dari Akemi.


Saat Yuko berbalik, Mutobe meraih kayu di dekatnya dan memukulkannya di kepala Yuko. Yuko pun langsung ambruk ke tanah, meninggal.



Yamauchi Yohei akhirnya tahu kalau bukan dia yang sebenarnya membunuh Yuko. Dia memanfaatkan hal ini dan minta bertemu dengan Mutobe di ruang 806 apartemen Orange Tachibana itu. Tapi di sana justru Mutobe yang kemudian mencekik Yohei agar ia tutup mulut.


“Itulah yang sebenarnya terjadi. Dan ini jawabanku atas tantanganmu,” ujar Himuar-sensei.


Masalah semua terpecahkan. Pelaku semua insiden ini pun jelas. Himura-sensei lalu beranjak pergi dengan cool-nya.



Mutobe yang berstatus tersangka dibawa ke mobil polisi.


Tapi det.Hisashi berhenti sebentar di luar. Dia melihat ke arah lain dan menemukan bayangan rekannya, det.Ogata di sana, “Kami menyelesaikan insiden ini, Ogata!”


Dan bayangan di seberang tersenyum. Hutang det.Hisashi untuk menyelesaikan kasus yang tertinggal setelah det.Ogata meninggal, pun selesai.



Himura-sensei, Alice dan Akemi sudah kembali ke Kyoto. Saat ini mereka berada di atap gedung, saat senjak menjelang.


“Mutobe mengaku kalau ia juga melihat Yamauchi Yohei dalam kebakaran. Kau dan Mutobe melihat hal yang sama. Akemi, kata Alice aku konselor yang gagal. Tapi, bisakah kukatakan sesuatu? Ketakutanmu terhadap warna oranye disebabkan oleh ketakutan karena pengalaman nyata dan perasaan bersalah. Tapi kali ini kau harus bisa menerimanya. Aku tidak berpikir semua masalah selesai hanya karena kami bisa menyelesaikan insden ini. Tapi saat matahari terbenam nanti, kau akan memiliki hari baru setelahnya. Itu pasti akan jadi hari barumu.”


“Suatu hari, aku bisa menikmati matahari terbenam kan?” tanya Akemi. Ia pun berbalik. Berbeda dari biasanya, warna oranye matahari senja sudah tidak lagi menakutkan bagi Akemi. Ia sudah bisa menerima dan memaafkan semua. Air mata kelegaan mengalir di kedua pipi Akemi.



Dendang lagu Moroboshi Sanae membuat si polisi tua makin ketakutan. Apalagi setelahnya sebuah mobil pengirim barang lewat di depan mereka. Si polisi tua lalu mengacau setir mobil polisi itu hingga mobil pun terguling di jalan.


Moroboshi Sanae keluar dengan santainya dari dalam mobil dan berjalan ke arah mobil pengantar barang yang sudah menanti mereka. Setalah Moroboshi keluar, sandera anak dan istri si polisi tua pun dibebaskan. Moroboshi Sanae kembali melenggang dengan bebas di luaran sana.


“Aku rubah rencana. Aku akan kembali ke Kyoto. Target baru kita adalah ... Himura Hideo,” ujar Moroboshi Sanae.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 08 part 1.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.18.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 07 part 1. Permintaan penyelidikan kasus yang diajukan oleh salah seorang mahasiswanya, Akemi, ternyata berbuntut panjang. Kasus ini berkaitan dengan kasus yang terjadi sebelumnya.


Telepon misterius di pagi buta sehari setelah Himura-sensei menerima permintaan investigasi dari Akemi, membawa Himura-sensei dan Alice untuk datang ke sebuah apartemen. Jasad korban, Yohei ditemukan di kamar mandi. Tapi tersangka utama terbebas dari tuduhan karena alibinya terbukti. Tetapi, kasus lain ternyata belum selesai.



Pagi berikutnya setelah Himura-sensei mendapat permohonan investigasi kasus dari Kijima Akemi untuk menyelidiki kasus 2 tahun silam, seseorang menghubungi di pagi buta. Mengikuti petunjuk itu, saat kami tiba di apartemen yang dimaksud, kamu menemukan jasad Yamauchi Yohei, paman dari Akemi.


Dari investigasi, ternyata ditemukan hubungan antara insiden ini dengan kasus pembunuhan tebing Twilight dan juga kasus kebakaran yang menyebabkan Akemi trauma dengan warna oranye. Apakah tiga insiden yang terjadi di sekitar Akemi ini saling berhubungan? Apakah tersangka adalah orang yang terlibat dalam insiden itu? Kami tidak punya pilihan selain datang langsung. Kami bermobil menuju tempat itu untuk menyelesaikan semuanya.



Selain Himura-sensei yang naik mobil bertiga dengan Alice dan Akemi, det.Ono dan det.Hisashi juga naik mobil lain bersama Sakashita.


“Aku mengerti jika Anda merasa kasihan pada det.Ogata. Tapi aku tidak yakin kalau kita harus datang ke tebing Twiling bahkan sebelum kasus kemarin berhasil diselesaikan,” protes det.Ono.


“Semua insiden ini saling terhubung. Itu yang dikatakan Himura-sensei,” det.Hisashi memandangi catatan milik rekannya det.Ogata yang dulu bertanggungjawab atas kasus tebing Twilight.



Dua tahun silam,


Det.Hisashi mengunjungi det.Ogata. Saat itu det.Ogata tengah melakukan investigasi terhadap kasus pembunuhan di tebing Twilight. Karena rumitnya, Det.Ogata mengaku berkali-kali datang ke TKP. Dan bahkan berniat datang lagi esok harinya.


Dua tahun yang lalu,


Akemi asyik bermain dengan kameranya. Ia merakam dirinya dan juga Yuko-sensei yang tengah asyik membaca di dekat tebing.


“Sensei, kau tidak takut terbakar matahari?”


Yuko-sensei tersenyum, “Tempat ini tidak masalah. Tapi matahari agak lebih panas hari ini.”


Keduanya tampak tertawa riang. Apalagi Akemi mengatakan kalau Yuko-sensei seperti matahari. Yuko-sensei pun membalas ucapan Akemi dengan setengah bercanda.



Himura-sensei bersama rombongannya dan polisi tiba di TKP. Mereka memandangi tebing tempat kejadian insiden pembunuhan itu. Angin laut sedang kencang-kencangnya ditambah ombak yang berdebur cukup tinggi di belakang mereka membuat suasana makin menegangkan.


Menurut laporan forensik, pelaku memukul kepala bagian belakang korban (Yuko-sensei) dengan potongan kayu lalu meletakkan tubuhnya embali ke kursi. Kemudian dia naik ke atas tebing dan menjatuhkan batu tepat ke kepala korban. Dengan kata lain, ada jeda waktu antara pembunuhan pertama dan ekdua. Tapi melihat kondisinya, akan sedikit sulit jika setelah memukul korban, pelaku langsung naik ke atas tebing yang curam. Pilihan lainnya adalah harus lewat jalan memutar yang lebih landai.


Det.Hisashi pun menyuruh Sakashita untuk benar-benar mempraktekkannya, naik ke atas tebing itu.


Perkiraan waktu kematian antara pukul 2 siang hingga 5 sore. Itulah kenapa det.Ogata dulu tidak berhasil menentukan pelakunya. Semua orang yang datang ke vila memiliki waktu kosong.



Menurut pengakuan tamu vila yang lain, Yuko sangat senang duduk di dekat tebing itu. Itu adalah tempat favoritnya.


“Tidak hanya dipukul hingga meninggal, tapi juga melemparkan batu ke bawah. Aku tidak mengerti pemikiran pelaku,” komentar det.Ono.


“Aku tidak tahu kenapa pelaku membunuhnya dua kali. Tapi aku mengerti pemikirkannya,” komentar Himura-sensei, membuat det.Ono heran. “Tidak peduli apapun alasannya, bukan hal aneh kalau seseorang membenci orang lain.”


“Maksudnya, kau berempati dengan pemikiran pelaku ini?” det.Ono tidak tahan lagi untuk protes.


“Empati? Kau tidak sepenuhnya salah.”


“Apa kau ingin membunuh?”


“Tentu saja,” ujar Himura-sensei dengan santainya. “Kau harusnya bisa berempati dengan pelaku jika pembunuhan yang pertama tidak terencana (spontanitas). Jika tidak, maka itu bohong. Setiap dari kita punya bibit pembunuh yang berasal dari kemarahan dan kebencian. Itu bukan kejahatan sendiri. Jika seseorang membuat boneka vodoo dan mencoba mengutuk seseorang, maka dia tiak bisa diadili!” Himura-sensei mencoba menjelaskan.


Alice merasa kalau kali ini sudah agak keterlaluan, “Hei Himura? Kenapa kau sangat bersemangat?” Alice mencoba mencairkan ketegangan antara polisi wanita dan Himura-sensei. Tapi tepukan tangan Alice di pundak Himura, ditepis oleh Himura.


“Himura, kau benar-benar ingin membunuh?” pertanyaan sarkas dari det.Ono.


“Kau tidak mendengarkan? Aku tidak benar-benar ingin membunuh. Tapi aku tidak mengingkari jika setiap orang punya bibit pembunuh. Karenanya, aku tidak memaafkan orang yang benar-benar mewujudkan bibit itu menjadi kenyataan.”


“Aku tidak mengerti yang kau katakan,” keluh det.Ono.


“Himura, mungkin teorimu terlalu sulit untuk dimengerti,” Alice mencoba menengahi lagi.


Himura yang kesal berbalik dan berjalan menjauh, “Aku tidak minta untuk dimengerti. Tidak ada yang bisa memahamiku,” gumamnya. Tapi pikirannya justru memunculkan sebuah nama, Moroboshi Sanae.



Polisi yang biasa menangani interogasi Moroboshi Sanae bertemu dengan polisi dari MPD Tokyo yang akan membawa Moroboshi-san untuk diadili pada esok harinya. Bukannya lega atau senang, polisi tua itu justru berubah pucat. Ia pun tidak fokus saat diminta untuk menandatangani berkas-berkas penyerahan tahanan. Ia teringat dengan ancaman Moroboshi yang mengatakan kalau istri dan putrinya sudah mereka culik.


“Bisakah aku ikut sampai dia tiba di pengadilan?” pinta polisi tua itu yang tentu saja disetujui polisi dari MPD tanpa banyak tanya.


Dan benar saja seperti yang dikatakan Moroboshi-san. Anak buahnya yang menyamar jadi kurir pengantar barang sudah menculik anak dan istri si polisi tua dan menyembunyikannya di dalam mobil mereka.



Di tempat lain, si anak SMA imut, Sakamata memeriksa fotonya bersama teman-teman SMA-nya. Di sana ia tampak sangat imut dan gembira. Tapi ternyata, di dunia maya namanya sudah berkali-kali disebut. Rumor soal pembunuhan beredar luas dengan pelaku adalah dirinya.


Puas memandangi foto, Sakamata melemparkan foto itu ke dalam laci. Ia pun mengambil pisau yang berada dalam laci yang sama lalu memasukkannya ke dalam tasnya. Ia pun beranjak pergi.



Himura-sensei dan yang lain mengunjungi seorang mantan polisi, Yoshimoto-san. Di sana mereka justru disuruh untuk memasukkan sejumlah barang-barnag furnitur ke dalam truk dan juga gudang. Yoshimoto-san ini adalah salah satu saksi insiden pembunuhan di tebing Twilight.


“Dimana Ogata?” tanya Yoshimoto-san karena tidak melihat detektif satu itu.


Det.Hisashi yang menjawabnya, “Ogata sudah meninggal karena sakit.”


“Hidup memang tidak adil. Orang berbakat biasanya berusia pendek,” komentar Yoshimoto-san kemudian. “Jadi, kalian ingin tahu soal batunya?” tanya Yoshimoto-san setelah barang-barangnya beres berkat bantuan para tamunya ini. “Aku masih ingat insiden itu dengan jelas.”



Yoshimoto-san membawa para tamunya ini ke dalam. Ia pun ditunjukkan foto batu yang dimaksud, “Dua tahun lalu, saat insiden itu, aku keluar dengan mobil di tempat biasa. Saat aku akan kembali, aku melihat batu yang sama di tempat yang sama juga, di samping mobil. Pelaku pasti menggunakan batu itu setelah aku pergi.”


“Saat anda melukis, apa tidak ada yang aneh?” tanya det.Ono.


“Kau sudah datang ke TKP kan? Itu tempat yang sepi. Orang asing ... ah, si pemancing. Dia ada di tempat itu sampai jam 4 sore,” Yoshimoto menunjukkan lukisan buatannya yang menunjukkan adanya seorang pemancing di dekat tebing.


Det.Hisashi mengecek catatannya, “Itu pasti Yamauchi Yohei (korban pembunuhan di apartemen). Dia bilang kalau dia memancing dari jam 1 siang sampai jam 4 siang.”


“Yuko terbunuh di bawah tebing saat kau melukis gambar cantik ini di atasnya.”


“Bisa kupinjam gambarnya?” pinta Himura-sensei kemudian.


Mereka pun bubar. Polisi mencari informasi lagi di sekitar TKP.



Sementara itu di kampus ...


Mahasiswa berisik di kelas. Ada isu kalau hari ini Himura-sensei pun tidak bisa mengajar. Tapi Himura-sensei mengirimkan seorang pengganti. Kedua teman Akemi menebak-nebak. Mereka mengira kalau penggantinya kali ini adalah si polisi muda yang mereka temui pada kencan buta, Sakashita atau jika tidak Alice.


Tapi seseorang tiba-tiba masuk kelas dan langung maju ke depan kelas. Dengan mic, ia mencoba bicara. Dia adalah si ahli forensik, Yasoda-san, “Hari ini aku akan menggantikan Himura mengajar.” Mic yang dipegangnya pun terjatuh menimbulkan suara denging keras.



Himura-sensei, Alice dan Akemi kembali datang ke vila yang sama seperti dua tahun silam. Dalam pandangan Akemi, dia disambut oleh orang-orang yang datang ke vila itu. Mereka bahkan memuji Akemi yang semakin cantik. Yuko-san pun menawarkan untuk memainkan piano bagi Akemi. Akemi sumringah melihat seorang orang yang dikenalnya ini.


Tapi, saat lamunannya berakhir, Akemi hanya melihat ruangan kosong yang sebagian furniturnya ditutup dengan kain. Wajah Akemi pun berubah kembali muram.



“Sepertinya waktumu terhenti pada dua tahun silam. Jika kau ingin waktumu kembali berjalan, kau harus menyelesaikan insiden ini,” ujar Himura-sensei yang menyusul masuk.


“Sensei, kau mengatakan kalau semua dari kita memiliki bibit pembunuh. Kupikir kau membaca pikiranku.”


“Akemi, kau ingin membunuh seseorang?” tanya Himura-sensei.


“Maaf, itu pertanyaan tidak peka,” Alice buru-buru menengahi situasi canggung itu.


Himura-sensei pun beranjak pada pertanyaan lain. Ia ingin memastikan soal mimpi buruk Akemi. Yang Akemi lihat adalah Yohei yang menuangkan minyak pada tubuh pamannya yang sudah terbakar.


“Ya, tapi itu hanya mimpi,” elak Akemi.


“Tolong dengarkanku sebagai konselormu. Jangan pikirkan ini bagian investigasi. Jika jauh dalam dirimu membuat mimpi buruk itu, apakah kau benci Yohei yang jadi tersangka dalam mimpimu?”


“Tidak!” elak Akemi cepat. “Sebenarnya, Yohei satu-satunya yang berpihak padaku.”


“Tampaknya seperti semua orang di sekitarmu adalah musuh, selain Yohei,” komentar Himura-sensei. Ia masih terus berusaha membuat Akemi mengatakan sesuatu yang belum dikatakan Akemi pada mereka.



“Bukan Yohei yang kubenci,” dan cerita itu pun mengalir dari bibir Akemi.


Bertahun silam, Yohei yang bangkrut tinggal bersama mereka di kediaman paman Shotaro (yang juga menampung Akemi). Paman Shotaro terus saja menyalahkan Yohei atas kegagalannya. Akemi merasa kalau hal yang sama juga dipikirkan paman Shotaro padanya, kalau Akemi selama ini hanya beban saja. Akemi merasa senasib dengan Yohei, karenanya ia mulai membenci paman Shotaro. Tapi Akemi sadar, seharusnya dia berterimakasih pada paman Shotaro karena mau menampungnya dan memperlakukannya seperti keluarga sendiri. Karena itu ia menutup rapat rasa bencinya pada paman Shotaro ini.


“Tidakkah kau memaksa dirimua untuk percaya kalau yang kau lihat adalah mimpi? Yohei sudah mewujudkan harapanmu. Dan karena kau merasa bersalah, kau memaksa dirimua untuk percaya kalau itu mimpi. Benar kan?” Himura-sensei menyimpulkan.


“Salah! Aku tidak pernah berharap hal buruk seperti itu!”Akemi terguncang dan nyaris menangis. Ia pun beranjak ke ruangan sebelah.


Alice yang paham situasi segera meminta Himura-sensei berhenti. Ia pun menenangkan Akemi di ruangan sebelah. “Kau konselor gagal!” ujar Alice pada Himura-sensei.


“Jika aku bisa menemukan yang hilang ini, tiga insiden bisa terhubung dengan jelas,” Himura-sensei lalu beranjak pergi.



Himura-sensei menemui tiga tamu lain, Masaaki dan ibunya (Machi-san) lalu Mutobe yang sempat jadi tersangka kasus sebelumnya. Machi-san tampak tidak suka dengan sambutan Himura-sensei yang tampak riang. Mereka heran karena ternyata Himura-sensei masih melakukan investigasi kasus ini.


“Aku menerima tantangan dari pelaku kemarin pagi. Aku minta kalian semua datang ke sini karena aku ingin menantangnya balik,” ujar Himura-sensei. “Aku memberikan tantangan pada pelaku yang ada di sini, bersama kita.”


Machi-san makin kesal, “Mengatakan pelaku sebenarnya ada bersama kita, seperti drama di TV. Apa ini menyenangkan bagimu?”


“Aku bersenang-senang. Aku menikmati situasi saat pelaku sebenarnya yang menerima tantanganku berada bersama kita di sini.”


“Aku mengerti. Kau menikmati suasana ini seolah permainan. Saat aku mendengar kalau Akemi meminta profesornya untuk membantu menyelesaikan kasus, aku tidak nyaman. Kau itu hanya orang aneh,” sindir Machi-san lagi.


Rasa tidak suka juga diungkapkan oleh Masaaki. Dan akhirnya, Machi-san makin menyalahkan Akemi karena sudah melibatkan Himura-sensei, dosennya ini, dalam masalah mereka semua.



Rupanya Akemi juga berada tidak jauh dari sana. Mendengar Machi-san terus menyalahkan Akemi, membuatnya makin kalut. Ia teringat saat upacara kematian paman Shotaro. Saat itu, Machi-san juga sudah menyalahkan Akemi karena datang dalam keluarga mereka.


“Sejak aku datang ... karena aku meminta bantuan Himura-sensei ... karena aku berharap paman Shotaro mati ... “ Akemi makin panik, ditambah suasana senja yang menghadirkan warna oranye pun tiba. Akemi pamik dan berteriak, ia ketakutan.



Di tempat lain ...


Tokie-san baru pulang berbelanja. Dia naik ke dalam bis. Karena penuh, Tokie-san berdiri sambil meraih pegangan di atas. Tapi seorang anak muda berdiri dan memberikan kursinya pada Tokie-san. Dia ... si imut Sakamata.


“Terimakasih,” ujar Tokie-san. Ia pun merogoh tempat penyimpanannya, “Kuberikan kau permen. Ambilah!”


“Terimakasih,” ujar Sakamata sambil memamerkan senyumnya.


“Kau mirip temanku,” puji Tokie-san. “Apa kau dalam perjalanan?” Tokie-san melirik tas yang dibawa Sakamata ini.


“Benar.”


“Semoga lancar!”


“Terimakasih,” Sakamata kembali tersenyum. Tapi sesaat kemudian senyum itu berubah menjadi seringai menakutkan.


Turun dari bis, Sakamata menuju sebuah tempat yang cukup ramai. Ia memandangi sekali lagi foto-nya bersama teman-temannya dalam balutan seragam. Entah apa yang ada dalam pikiran Sakamata, pun entah apa yang telah ia rencanakan dengan pisau dalam tasnya.



“Awalnya, dia adalah guru pianoku,” ujar Machi-san. Sekarang mereka semua berkumpul di villa. “Dan dia kemudian jadi dekat seperti keluarga. Aku yang paling sedih saat dia meninggal. Atau ... mungkin Masaaki,” Machi-san melirik ke arah putranya.


“Itu karena aku sangat menyukai Yuko saat itu. Tidak ada yang lebih menarik daripada Yuko,” cerita Masaaki. “Tapi Yuko menyukai Mutobe,” Masaaki melirik ke arah Mutobe yang sejak tadi diam saja.



“Kenapa kau bawa-bawa lagi cerita lama itu? Yuko Cuma ingin mempermainkanku,” tampak Mutobe dan Yuko sangat akrab dua tahun silam. “Karena jadi orang terakhir yang bertemu Yuko saat masih hidup, aku pun dicurigai oleh polisi. Aku Cuma mengucapkan selamat tinggal dan pergi.


Dua tahun lalu, ada rekaman yang diambil oleh Akemi.


“Hei Akemi, apa kau tahu kalau Mutobe menyukaimu?” tanya Yuko-sensei.


“Tida mungkin. Apa yang kau bicarakan?” Akemi mengelak. Ia tidak menganggap serius ucapan Yuko-sensei kala itu.


“Kalau begitu, aku akan mencurinya darimua,” ujar Yuko-sensei. Tapi wajah seriusnya berubah menjadi tersenyum. Ia menyembunyikan keseriusannya dalam canda.



Hari sudah gelap. Akemi sendirian berada di kamar. Ia masih saja memikirkan kasus ini. Akemi memikirkan semua yang diucapkan Himura-sensei padanya.


Mutobe yang khawatir mencoba memanggil Akemi, “Akemi, apa kau baik-baik saja?” ujarnya dari balik pintu kamar.


“Ya, aku baik saja,” ujar Akemi dari dalam.


Mendengar itu, Mutobe akhirnya memilih pergi.


Tapi ucapan Akemi tidak sama dengan kenyataannya. Ia justru makin ketakutan, mengingat semua momen yang terjadi dua tahun silam. Interaksinya dengan Yuko-sensei dan kematian Yuko-sensei. Lalu insiden enam tahun silam saat rumah pamannya, paman Shotaro terbakar.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisuga episode 07 part 2.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.14.00
Read more ...

Sinopsis Kaito Yamaneko episode 06 part 2. Kasus kali ini yang diselidiki oleh Yamaneko dkk melibatkan organisasi misterius, Ouroboros. Organisasi ini melakukan berbagai aksi yang mereka sebut ‘penghakiman’ atas kejahatan yang terjadi di masyarakat, demi sebuah dunia baru.


Untuk mendapatkan informasi, Katsumura ditugaskan untuk menyusup masuk dan menyamar menjadi salah satu anggota mereka. Sayangnya Katsumura ketahuan. Cecilia pun tertangkap oleh Ouroboros. Bagaimana Yamane menyelamatkan mereka semua?



Rasa penasaran Sakura akhirnya memaksa det.Inui menceritakan alasannya selama ini terobsesi menangkap Yamaneko. Kasus suap yang pernah diungkap oleh Yamaneko beberapa waktu yang lalu ternyata memunculkan kasus baru.


“Direktur perusahaan konstruksi yang menyuap politisi bunuh diri di penjara tiga hari setelah ditangkap. Dan sebulan kemudian istrinya juga bunuh diri. Mereka memiliki anak laki-laki usia 5 tahun. Penyebab utamanya adalah Yamaneko. Publik bereaksi terlalu berlebihan soal tindakan Yamaneko dan perusahaan konstruksi mendapat perlakuan kejam. Jika saja polisi segera menangkapnya, maka segalanya takkan berjalan terlalu jauh. Yamaneko mungkin bukan pelaku yang membunuh ayahmu. Tapi tak salah lagi, orang itu adalah pembunuh!” tegas det.Inui.



Det.Sekimoto dan Yamane tiba di dekat pelabuhan. Di sana sudah ada Rikako-san yang menunggu dalam mobilnya.


“Mereka di dalam gudang di sana,” ujar Rikako-san.


“Polisi akan segera datang. Jadi pergilah dulu,” pinta det.Sekimoto kemudian.



Katsumura dibawa oleh orang-orang Ouroboros itu dan dilemparkan ke lantai, di sebelah sesosok jasad. Katsmura ketakutan melihat jasad di sampingnya itu.


“Dia calon pemimpin Kyoubukai selanjutnya.”


“Jadi Ouroboros juga membunuh orang,” Katsumura memberanikan diri bicara.


“Ini demi menciptakan dunia sempurna. Kami menyingkirkan siapa pun yang menghalangi.”


“Lalu kenapa kau harus membunuhku? Kalian pikir akan punya waktu untuk menyingkirkan mayat kami?” tantang Cecilia. Sigap tangannya mengeluarkan sebuah benda yang mengeluarkan cahaya sangat terang.


Tahu ada kesempatan, Cecilia segera melumpuhkan orang di dekatnya. Ia pun menarik Katsumura untuk segera pergi dari tempat itu. Sayang, Cecilia kalah cepat karena ia kemudian tertembak. Katsumura yang berniat menolong pun tidak sadarkan diri karena dipukul dari belakang.



Det.Sekimoto, det.Inui dan Sakura tiba di depan gedung gudang saat suara tembakan itu terdengar. Mereka pun bergegas masuk ke dalam gudang.


“Senpai!” jerit Sakura.


Mereka mengenali orang di dekat Katsumura adalah Ootomo dari Kyoubukai. Det.Inui memeriksa kalau Ootomo ini sudah tidak bernyawa karena tertembak. Dan lagi, ada Katsumura yang tidak sadarkan diri di sebelahnya, memegang senpi.



Katsumura baru sadar saat dirinya sudah berada di rumah sakit polisi. Ia panik mencari keberadaan Cecilia. Tapi Sakura mengatakan kalau tidak ada siapapun lagi di gudang itu saat polisi tiba.


Det.Inui masuk dari arah pintu, “Ootomo? Apa kau membunuhnya? Peluru yang kami temukan di tubuh Ootomo cocok dengan senpimu.”


Katsmura tidak mengerti, “Senpi apa?”


Sakura protes karena det.Inui sudah menginterogasi Katsumura padahal dia baru saja siuman dari pingsan. Tapi det.Inui tidak peduli. Ia justru menarik Sakura keluar dan mengunci pintu dari dalam.


“Baiklah kau mau mengatakan kisahmu padaku?”



Rikako-san menutup pembicaraan teleponnya. Ia baru mendapatkan informasi dari kepolisian, “Sepertinya mereka mencurigai Katsumura telah membunuh salah satu anggota Kyoubukai. Dia akan ditangkap setelah keluar dari rumah sakit.”


“Tidak mungkin. Dia tak memiliki alasan untuk membunuhnya,” protes Mao.


“Dia pingsan di sebelah mayat dan memegang senpi,” komentar Yamane.


Yamane menolak ide untuk menyelamatkan Katsumura. Sudah buruk memaksa Katsumura untuk bergabung dengan Ouroboros, dan sekarang justru ia enggan membantu Katsumura.


“Bagiku untuk menyelamatkan Katsumura, apakah dia manusia yang bisa diandalkan, atau ada uang 1 juta yen yang tersimpan di rumah sakit polisi. Sayang sekali tak ada satu faktor pun yang memenuhi syarat. Masalah ditutup.”


“Tapi mungkin memang sulit untuk menyelamatkannya,” lanjut Rikako-san. “Jika menyelamatkan Katsumura, polisi akan mulai menandai kita. Jika itu terjadi, Sekimoto juga takkan bisa melindungi kita.”


“Terima kasih, Katsumura. Selamat tinggal, Katsumura Hideo!” Yamane naik ke atas kursinya dan mulai bernyanyi.


Tapi ucapan Mao menghentikan Yamane, “Dibanding sekolah atau dunia maya. Di sini bersama kalian terasa menyenangkan. Pertama kalinya aku berpikir inilah tempat milikku. Aku tak mau berbicara manis padamu supaya kau menyelamatkan Katsumura-san. Aku ingin kau menyelamatkannya demi kebaikanmu sendiri. Aku mohon.”


“Meski membuat tatapan seperti seekor Chihuahua hal yang tak bisa dilakukan tetap tak bisa dilakukan,” ujar Yamane pada Mao. Ia masih saja berkeras. “Orang bodoh mana yang akan menaiki kapal berdarah yang dia tahu akan tenggelam?”


“Tapi tak masalah jika ada keuntungan yang bisa kau dapatkan, 'kan?” pancing Rikako-san. “Bagaimana jika Katsumura berhasil menemukan identitas asli di balik Ouroboros sementara kau bertemu dengan Akamatsu Anri?”


Yamane berbalik, “Kapal itu pasti akan kunaiki.”



“Kau sangat populer di mana-mana dan berkeliaran di setiap tempat tapi ternyata kau menumpuk stres karena pekerjaanmu,” ujar Yamane. Saat ini ia duduk di depan gubernur Todou yang tengah mengompres wajahnya. “Salam kenal. Ini pertama kalinya kita bertemu langsung, ya? Kau bersekutu dengan Pak Tua Sekimoto untuk memanfaatkanku.”


“Dia bilang padamu?”


“Tidak. Tapi mantan sekretarismu,” sambung Yamane.


Yamane mencoba negosiasi agar ia bisa membawa Katsumura pergi dari polisi. Ia mencoba memancing gubernur Todou dengan memanfaatkan kebenciannya pada Ouroboros. Gubernur Todou menawarkan 100 juta yen, tapi Yamane menolak dan justru minta dipertemukan dengan Yuuki Tenmei. Tarik ulur negosiasi pun terjadi. Mereka akhirnya sepakat.


“Tapi, bagaimana caramu mengeluarkan dia dari sana?” tanya gubernur Todou.


Yamane berbalik dan tersenyum.



Setelah mengunci pintu, det.Inui kini leluasa menginterogasi Katsumura, “Aku tak peduli kau membunuh Ootomo atau tidak. Yang ingin kuketahui adalah alasanmu bergabung dengan Ouroboros. Kau ingin membongkar identitas asli mereka. Tapi kenapa? Kau memaksakan diri untuk membongkar kejahatan mereka dan menunjukkan rasa keadilanmu. Apa kau kaki tangan Yamaneko? Jawab aku!” det.Inui memegang kepala Katsumura.


“Aku tak tahu apa pun!” elak Katsumura. Ia masih saja berkeras untuk bungkam soal Yamaneko.


“Itu lagi? Melindungi Yamaneko bukan hal bagus untukmu. Kau mengerti? Selama tetap seperti ini, kau akan dihukum atas pembunuhan dan hidup di penjara. Entah berapa tahun kau akan dipenjara!” ancam det.Inui.


“Katsumura-san, makan malammu sudah siap,” seorang perawat datang membawakan makanan. Interogasi pun terpaksa berhenti. Selain mengantar makanan, perawat itu juga mengganti vas bunga yang ada di atas televisi dekat ranjang. “Tolong biarkan dia makan dengan tenang,” ujar perawat itu sebelum pergi.


“Waktumu 5 menit. Jika kau pura-pura bodoh aku takkan meninggalkanmu!” ancam det.Inui lalu beranjak pergi.



Di luar, det.Inui sudah dihadang oleh Sakura, “Kau berpikir Katsumura-senpai pembunuhnya?”


“Tidak. Aku menggunakan dia sebagai umpan. Untuk memancing Yamaneko.”


“Sudah kubilang itu hanya kesalahpahaman,” Sakura kembali menegaskan.


Tapi det.Inui tetap dengan pendiriannya, “Itu bukan kesalahpahaman. Dia pasti akan muncul!”



Televisi di dekat Katsumura berkedip. Dan sekumpulan video pun muncul dengan kalimat terputus-putus. Di dalam vas di dekatmu. Lihatlah! Dalam 5 menit. Di atap. Aku menunggu!


Katsumura mengenali video itu. Mirip seperti yang pernah dilakukan Mao dan ditunjukkan pada mereka semua. Mengerti dengan maksudnya, Katsumura mengambil vas yang tadi ditinggalkan oleh perawat. Saat diperiksa isinya, ternyata sebuah kunci untuk membuka borgol di tangan Katsumura.



“Jika meminta Sekimoto, aku tak perlu berpakaian seperti ini,” protes Rikako-san yang baru kembali ke mobil. Rupanya perawat yang tadi membawakan makan malam untuk Katsumura adalah Rikako-san yang menyamar. “Apa terjadi sesuatu?”


“Tidak ada,” elak Yamane.


“Kau sungguh ingin Katsumura-san melarikan diri sendirian?” tanya Mao. Ia memeriksa kalau ada banyak penjaga di rumah sakit. Mao berpikir agar Yamane membantu Katsumura untuk melarikan diri.


Dari cctv di rumah sakit, mereka bisa melihat ada sekelompok orang yang tiba-tiba saja datang dan mengacau. Mereka orang-orang bertopeng, Ouroboros.


“Apa maksudnya ini?”


“Rencana berhasil,” ujar Yamane tersenyum puas.



Ouroboros mengacau di rumah sakit. Mereka mencari Katsumura. Polisi yang ada dan berjaga, mau tidak mau harus berhadapan dengan mereka semua.


Katsumura mengintip keluar kamarnya. Tadinya ia urung pergi. Tapi saat tahu polisi yang menjaganya pergi, Katsumura akhirnya memberanikan diri untuk keluar.


Bukan hal sulit bagi det.Inui untuk melumpuhkan sejumlah anggota Ouroboros yang tiba-tiba datang ke rumah sakit itu. Setelah polisi yang lain datang membantu, det.Inui segera berlari ke kamar Katsumura. Dan ... Katsumura telah menghilang. Det.Inui segera menghubungi Sakura, “Katsumura menghilang. Ouroboros mengincar Katsumura! Temukan dia!”



Seperti perintah tadi, Katsumura menuju atap. Padahal malam itu begitu dingin, hingga nafasnya pun mengeluarkan uap. Katsumura menemukan tali panjang yang terentang dari atap rumah sakit ke atap gedung sebelah. Di seberang, Katsumura melihat Yamane menggerakkan bendera bergambar topeng miliknya dan tulisan ‘goal’ atau tujuan. “Dia ingin aku melarikan diri dengan ini? Serius?”


“Tetap di sana!” det.Inui berhasil menyusul Katsumura ke atap. “Ouroboros adalah umpan? Berhenti main-main!” ia menodongkan senpi ke arah Katsumura.


Tapi Katsumura yang sudah terlanjur memegang tali, ceroboh, hingga hampir jatuh. Tapi ia justru meluncur menuju tempat tujuannya di seberang gedung.



Katsumura melaju dengan bergantung pada tali yang terentang antar gedung. Di seberang, Yamane pun sigap menangkapnya. Keduanya terjatuh ke lantai, kesakitan.


“Fantastik, 'kan?” ujar Yamane. Lebih mirip memuji dirinya sendiri.


Bukannya tersenyum riang, justru air mata muncul di wajah Katsumura, “Apa-apaan ini. Ada banyak hal yang ingin kukatakan. Tapi saat melihat wajahmu, entah kenapa aku menangis.”


Ini membuat Yamane melongo dan sama sekali tidak habis pikir.


(aaaaaak ... Narimiya Hiroki memerankan karakter yang cengeng mpe nangis? Ya ampun ... kemana sosok Takato Yoichi (Kindaichi series) yang menyebalkan itu, Bang? Kemana Kanzaki Jun (Bloody Monday) yang nyebelin tapi terlanjur buat Na jatuh hati itu, Bang? Perasaan waktu jadi Kai Toru (Aibou series) pun nggak secengeng ini deh)



Tapi momen bromance kedua orang ini terganggu oleh kehadiran det.Inui yang ikut menyeberang lewat tali yang terentang. Sigap Yamane pun mengenakan topeng kucing khasnya. Tanpa babibu, det.Inui langsung menyerang Yamane.


“Pergi sekarang!” perintah Yamane pada Katsumura.


“Tapi...” Katsumura ragu.


“Pergi saja!” bentaknya kemudian.


Perkelahian antara Yamane dan det.Inui tidak terelakkan lagi. Keduanya sama lincah dan sama kuat.


“Pencuri rendahan dan Bushido? Jangan membuatku tertawa! Bagi samurai, hal memalukan seperti kecut hati dan penipuan adalah hal terlarang. Itu jalan pintas yang cocok bagi seseorang yang\N memperdaya orang lain dan menipu uang mereka. Mustahil kau seorang samurai. Dan kau juga bukan pahlawan. Kau hanya seorang penjahat! Akan kubuka topengmu!” det.Inui berhasil menahan Yamane di lantai.


Tapi tepat setelah det.Inui melepas topeng Yamane, Yamane sigap menyemprotkan cairan yang membuat mata det.Inui tidak bisa terbuka. (seperti yang dilakukannya pada Katsumura). Akibatnya det.Inui menyerang dengan membabi buta, tanpa arah dan tujuan.


“Apa ini soal anak itu? Saat membongkar persekongkolan antara politikus dan sebuah perusahaan konstruksi, direktur perusahaan dan istrinya melakukan bunuh diri. Kau mengadopsi putra mereka, 'kan? Ichimura Takayoshi. Dia sekarang berusia 7 tahun, 'kan?” tanya Yamane.


“Meski sudah tahu, kau masih berpikir yang kau lakukan adalah keadilan?” sindir det.Inui.


“Tidak! Tapi aku juga tak berniat meminta maaf pada bocah itu! Katakan itu padanya. Jika dia punya keluhan, dia bisa datang dan memotong leherku! Aku takkan lari dan sembunyi!” tantang Yamane.


“Berhenti bercanda!” det.Inui makin geram. “Apa kau tak mengerti penderitaan yang harus dia rasakan?!”


“Meski begitu! Apa lebih baik untuk menutupi kejahatan ayahnya?” Yamane tidak mau kalah.


“Haruskah putranya tertawa soal itu?! Setidaknya dia bisa lebih bahagia daripada sekarang. Jika kau tak ikut campur, orangtuanya mungkin masih hidup! Jika kau serahkan pada polisi hal ini takkan terjadi!” det.Inui kembali berhasil memojokkan Yamane.


“Kau salah,” ujar Yamane dingin. “Anggota parlemen dan polisi adalah teman dekat. Selidiki dan kau akan segera tahu. Hanya aku yang bisa membongkarnya. Karena itu aku membongkarnya. Seperti katamu. Aku hanya seorang penjahat.”


Det.Inui melepaskan cengkeramannya di kerah jaket Yamane. Hingga akhirnya Yamane menghentakkan det.Inui ke lantai.


“Oi, Apa kau suka susu?” sekali lagi det.Inui ingin meyakinkan.


Yamane terdiam sejenak. Ia tersenyum, “Tentu saja, cracker,” lalu beranjak pergi.



Det.Inui kembali ke rumah sakit. Dan bocah kecil yang tadi dibicarakannya dengan Yamane, Ichimura Takayoshi datang bersama bibi yang merawatnya.


“Kenapa kau tertawa?” tanya det.Inui. Cara bicaranya lebih lembut.


Bocah itu memberikan bekal makanan pada det.Inui yang dipanggilnya paman, “Soalnya aku ingin bertemu denganmu! Kau pasti akan menangkap Yamaneko, 'kan?”


“Ya. Aku pasti akan menangkapnya!” tegas det.Inui kemudian, membalas senyum bocah itu.



Setelah mengurus para anggota Ouroboros yang tertangkap, Sakura mendekat dan melapor pada det.Inui, “Katsumura-senpai dimasukkan dalam daftar buron sebagai tersangka pembunuh Ootomo.”


Ekspresi det.Inui kembali dingin seperti biasa, “Yamaneko...Aku akan membuatnya mudah untukmu?”



Yamane berhasil membawa Katsumura kembali ke truk mereka. Dan wajah Katsumura ternyata masih dipenuhi air mata. Ia sangat menyesal sekaligus berterimakasih karena mereka masih mau menyelamatkannya.


Tapi Yamane tidak tertarik dengan suasana mellow itu, “Yang lebih penting...Siapa sebenarnya dalang di balik Ouroboros?”


“Apa yang kau bicarakan?” Katsumura bingung.


Yamane mengerti kalau ia sudah diperalat oleh Rikako-san, “Jadi itu memang bohong.”


“Kau sudah tahu, 'kan? Dasar tidak jujur,” sindir Rikako-san.


Yamane bicara serius pada Katsumura, “Mulai saat ini, mereka akan mengincarmu. Jika ingin membuktikan kau tak bersalah, kita harus melacak siapa dalang di balik Ouroboros dan temukan pelaku yang membunuh Ootomo.”


“Oh ya, saat Ouroboros menyerbu rumah sakit kau mengatakan rencana berhasil. Apa maksudnya? Mungkinkah kau yang mendalanginya?” tanya Rikako-san.


“Itu untuk kesenangan minggu depan,” goda Yamane.



Det.Sekimoto menemui gubernur Todou di kantornya, “Ouroboros, 'kan? Joker yang pernah kau bicarakan. Apa yang kau rencanakan di belakangku?”


Gubernur Todou tidak suka dituduh begitu. “Ini merepotkan. Lalu, apa maksudnya ini?” ia mengeluarkan kertas dari balik jasnya. Toudo Kenichiro. Jika kau laksanakan rencana kasinomu kami akan menghukummu. Ouroboros


Jadi, sebenarnya siapa yang tidak jujur? Dan siapa sebenarnya dalang di balik Ouroboros ini? Bagaimana dengan Yuuki Tenmei yang selalu mereka bicarakan itu?


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 07 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :



Nih bonus lagi deh buat kalian. Screencapt Yamaneko dkk yang lagi sok unyu.



Aaaaaah ... senyumnya Katsumura-senpai.

Bening Pertiwi 14.13.00
Read more ...