SINOPSIS dorama Married as Job episode 01 part 1. Moriyama Mikuri, 25 tahun. Lulusan jurusan psikologi di universitas. Sekarang dia menjadi pekerja sementara yang melakukan pekerjaan administratif. Awalnya Mikuri mencari pekerjaan di bidang perencanaan atau desain produk baru. Tetapi gagal. Mikuri lalu meneruskan studi ke jenjang magister karena berpikir itu lebih baik daripada menjadi seorang sarjana pengangguran.



Di universitas, dia memilih jurusan psikologi klinis. Setelah lulus, selain menjadi psikolog klinis bersertifikat, sekali lagi dia mencari kerja. Tapi ternyata semua tidak berjalan seperti keinginan. Dengan gelar magister ilmu sosial ternyata tetap masih sulit mencari pekerjaan. Akhirnya Mikuri mendaftarkan diri ke agensi pekerja sementara. Ia pun bekerja di sebuah perusahaan, melakukan berbagai pekerjaan dari pekerjaan di depan laptop hingga mencuci tempat minum milik atasan. Mikuri bahkan harus mengajari pekerja sementara yang lain soal komputer. Meski statusnya pekerja sementara, tidak jarang Mikuri pun harus menerima kritik atas pekerjaannya.


Sekali lagi, semuanya tidak berjalan seperti semestinya. Atasan memanggilnya dan ternyata Mikuri dipecat. Kontraknya sebagai pekerja sementara tidak diperpanjang. Menurut sang bos, perusahaan sedang mengurangi jumlah pekerja sementara. Sayangnya, ternyata Mikuri-lah yang kemudian dipecat. Padahal ada pekerja sementara lain, yang sebenarnya jauh lebih buruk darinya.



“Fakta bahwa aku punya gelar magister, seharusnya tak kukatakan saja. Sejak saat itu mereka memperlakukanku berbeda. Pekerja sementara tidak tahu kapan mereka akan dipecat. Tapi kalau memikirkan menjadi pekerja penuh waktu, aku bertanya-tanya apa ini pekerjaan yang mau kulakukan seumur hidup dan sejenisnya. Karena aku tidak bisa memutuskan, mulai hari ini... aku pengangguran!” curhat Mikuri di apartemen tantenya, Yuri-chan.


Yuri tengah bersiap akan berangkat ke kantor, “Kau belum bisa keluar, ya? Fobia cari kerja. Ketakutan untuk mencari kerja.” Ponsel Yuri berdering. Suara di seberang memintanya segera bergegas.


Kau sangat beruntung, Yuri. Kau punya sesuatu untuk dikerjakan.”


“Ini sebenarnya tidak mudah. Pasangan baru yang ditugaskan di bawahku benar-benar tak berguna. Akibatnya, aku tidak bisa punya setengah hari. Tolong terima paketku, oke? Mereka akan mengirimkannya kembali jika aku tidak menerimanya hari ini,” pinta Yuri sebelum beranjak pergi.


“Aku akan bersih-bersih sementara aku di sini,” Mikuri menawarkan.



Mikuri pulang ke rumah dan membantu ibunya menyiapkan makan malam. Mereka makan malam dengan sup harira, yang didapat dari Yuri (tante-nya Mikuri), yang pergi ke Maroko pada Natal sebelumnya. Yuri sengaja pergi ke negara yang tidak merayakan natal. Yuri benci sendirian selama natal. (alih-alih perayaan agama, di Jepang, Natal justru hari untuk pasangan. Jadi akan ada banyak pasangan yang keluar bersama).


“Jadi, aku punya kenalan, namanya Tsuzaki Hiramasa. Dia seorang insinyur enginer. Karena dia sibuk dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, aku dengar dia menyewa jasa pembersihan rumah yang datang seminggu sekali ke rumahnya. Jadi, kami memutuskan mulai sekarang Mikuri akan menjadi pekerja sementara di rumah Tsuzaki,” ujar ayah Mikuri.


Mikuri jelas kaget dengan keputusan tiba-tiba ayahnya ini. Meski Cuma bekerja selama tiga jam saja, gaji yang diberikan lumayan. 2000 yen per jam. Tapi Mikuri tidak suka dengan ide tiba-tiba ayahnya ini. Sayangnya, meski protes, kedua orang tuanya tidak mendengarkan Mikuri.


“Ini alamat, nomor telepon, dan surel Tsuzaki,” ujar ayahnya lagi.



Dengan membawa tas besar yang cukup berat, Mikuri pun datang ke apartemen Tsuzaki Hiramasa-san dan memperkenalkan diri sebagai putri dari Hiramasa Tochio-an, ayahnya. Hiramasa dibuat kaget karena pengurus kebersihan rumahnya masih sangat muda. Tas berat Mikuri ternyata adalah sejumlah peralatan kerja untuk kebersihan.


Hiramasa-san mempersilahkan Mikuri masuk. Ruangannya sebenarnya tidak terlalu luas. Hanya satu kamar tidur, satu toilet dan satu ruangan serbaguna untuk dapur dan ruang tamu. “Hingga beberapa hari yang lalu aku mengontrak jasa pembersih rumah.” Tapi ternyata tidak ada satupun yang cocok dengan selera Hiramasa-san, hingga berkali pula ia minta ganti pekerja.


“Saat aku berpikir ternyata sangat sulit, Moriyama berkata... Maksudku ayahmu, Pak Moriyama, berkata...’Putri saya mahir bersih-bersih dan antusias’. Dia berkata kau mendapatkannya dari ibumu.” Obrolan itulah yang akhirnya membuat ayah Mikuri merekomendasikan Mikuri untuk bekerja sebagai pembersih rumah.


Hiramasa-san memberikan penjelasan soal apa saja yang harus dibersihkan dan harus diperhatikan oleh Mikuri. Selain itu, ia pun memberikan bayarannya di muka. “Aku akan memutuskan apakah akan mempekerjakanmu lagi minggu depan berdasarkan kerjamu hari ini.” Sehingga jika tidak cocok dengan pekerjaannya nanti, maka tidak perlu bertemu lagi.


Mikuri pun mengerti. “Instruksimu sangat rinci. Aku mengerti,” ujar Mikuri selanjutnya.


“Saat kau selesai, tolong kunci pintunya, dan tinggalkan kuncinya di kotak pos di lantai pertama. Aku pergi kerja dulu,” pamit Hiramasa-san.



Hari pertama Mikuri bekerja sebagai pembersih rumah pun dimulai. Menata ruangan, membuang sampah, mencuci peralatan makan dan membersihkan dapur, lalu membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan tidak lupa mengelap jendela yang menghadap balkon.


Aku tidak pernah berpikir pekerjaan rumah tangga adalah sebuah pekerjaan. Yang kupelajari di universitas tidak berguna di sini. Namun aku akan menikmatinya, dan menargetkan pekerjaan tetap!



Yuri-san (tante Mikuri) makan siang bersama kedua bawahannya. Kedua karyawan baru itu tengah bertengkar, membuat Yuri-san ikutan kesal. Karena tidak tahan lagi, Yuri-san pun turun tangan mendamaikan keduanya. Setelah tenang, mereka baru saja mulai makan siang, tapi keributan lain tengah terjadi di restoran itu.


Dari lantai yang agak lebih tinggi, terdengar suara marah seorang wanita. Ia kesal pada kekasihnya yang tidak mau menikahinya, meski mereka sudah pacaran cukup lama. Si pria beralasan kalau ia senang dengan hubungan mereka saat itu dan tidak berpikir untuk menikah. Keduanya pun putus.


Si pria tadi turun dari lantai atas dan berjalan keluar, lewat dekat meja tempat Yuri-san dan kedua bawahannya tengah makan. Pria tampan itu sedikit menarik perhatian Yuri-san. “Dia yang terburuk! Aku tidak bisa menghadapi laki-laki yang pintar omong seperti dia. Lebih parah lagi, dia keren. Aku tidak bisa membalasnya.”



Hiramasa-san tengah makan siang sendirian seperti biasa. Saat itu kedua rekan kerjanya, Numata-san (baru oranye garis-garis) dan Hino-san (baju putih) ikut nimbrung. Hino-san pamer bekal makan buatan istrinya. Sementara Numata-san pamer bekal makan buatan sendiri yang tidak kalah enak karena semuanya organik. Dari arah lain, muncul si pria yang tadi memutuskan pacarnya di restoran, Kazami-san. Ternyata mereka adalah rekan kerja di kantor yang sama.


“Aku bertanya-tanya kenapa semua orang ingin menikah?” curhat Kazami-san sambil mengambil minuman.


“Kenapa? Menikah itu menyenangkan! Sangat membahagiakan!” ujar Hino-san.


“Bagaimana denganmu? Menikah maksudnya,” giliran Numata-san yang bertanya pada Hiramasa.


Hiramasa tampak tidak terganggu oleh ulah rekan-rekannya ini sama sekali. Ia tetap dengan wajah datar tanpa ekspresi, menyantap makan siangnya, “Itu hal termustahil yang bisa kulakukan.”



Mikuri masih melanjutkan pekerjaan bersih-bersih rumahnya. Kali ini sasarannya adalah jendela yang menghadap balkon. Saat itu, di bawah ada pasangan keluarga lain yang tengah melintas. Melihat itu, Mikuri pun menyapa mereka dengan melambaikan tangan.


Kalau orang lain melihatku, akankah aku terlihat seperti pengantin baru? Sebaliknya, jika aku menerima pekerjaan abadi "menikah", akankah aku terbebas dari lingkaran setan pencarian kerja? Meski ini bukan tentang itu....


Mikuri menemukan ada bangku di balkon dengan beberapa sampah di atasnya. Meski heran, dia hanya membersihkan sampah yang mirip remahan makanan itu.



Selesai bekerja, Mikuri datang ke apartemen tantenya, Yuri-san. Mikuri cerita soal pekerjaan barunya itu, sebagai pembersih rumah. “Ayah. Menurutku dia khawatir aku sudah mencapai limitku dalam pencarian kerja. Namanya Tsuzaki Hiramasa, dia benci kalau hari liburnya dirusak dengan kegiatan bersih-bersih, jadi dia menyewa jasa pembersih di hari Jumat.”


Yuri-san manggut-manggut mengerti, “Aku paham. Sangat menyebalkan pulang dalam keadaan capek dan apartemenmu kotor. Berapa umurnya?”


“Hmm... mungkin lebih dari 30?” Mikuri membawa makanan yang selesai disiapkannya ke meja.


“Apa kau akan baik-baik saja sendirian di sana, sebagai perempuan lajang?” Yuri-san khawatir.


Tapi Mikuri tampak santai saja, “Dia kelihatannya sama sekali tidak berbahaya, seperti tipe herbivor. Jenis orang yang serius. Aku tidak cocok dengan tipe seperti itu. Kenapa?” (di jepang ada istilah pria tipe herbivor, atau penyuka sesama. Selain herbivor ada juga tipe karnivor, asparagus dan beberapa tipe lain)


“Maksudku, bahkan jika dia terlihat jinak, kau tidak tahu apa yang dia pikirkan!” desak Yuri-san.


Tsuchiya Yuri, usia 49 tahun, lajang. Bekerja sebagai humas di perusahaan kosmetik. Setelah lulus kuliah, seperti orang lain, dia disibukkan dengan pekerjaan dan pengangkatannya dan sekarang menjadi manajer departemen. Meski demikian, dia bekerja keras seperti orang lain, dia menikmati hidup seperti orang lain. Hanya satu kekurangannya. Yuri... belum menikah!


Dan obrolan tante-keponakan ini pun beranjak soal pernikahan atau karir. Yuri berpikir ia sudah cukup bahagia dengan hidupnya sekarang, jadi tidak perlu mencari alasan untuk menikah.


“Aku iri padamu, Yuri. Melakukan pekerjaan yang kau sukai, bertanggung jawab pada semua proyek, bahkan melatih anak buahmu.”


“Hal-hal itu tidak membuatku bahagia,” elak Yuri cepat.


“Hah? Namun itu berarti perusahaan membutuhkanmu. Ya, itu hal yang harus disyukuri,” ujar Mikuri. Ponselnya berbunyi. Ternyata pesan dari Hiramasa-san yang mengatakan kalau minggu depan dia bisa datang lagi untuk bersih-bersih rumah. Artinya pekerjaan Mikuri disetujui oleh Hiramasa. “Aku diterima bekerja!” seru Mikuri senang.



Mikuri datang ke apartemen Hiramasa-san seperti biasa di hari Jumat. Hiramasa meminta Mikuri hanya menyedot debu dan mencuci saja. Selain itu ia juga memberikan daftar belanjaan yang harus dibeli Mikuri.


Aku sendiri terkejut aku bisa begini bahagia melakukan pekerjaan rumah tangga. Pakaian dalam? Tidak ada satu pun pakaian dalam di sini. Aku tebak dia memisahkannya lebih dulu. Aku mencuci pakaian dalam ayahku di rumah, jadi aku tak keberatan. Namun sepertinya majikanku pengertian. Mungkin karena aku lebih muda darinya. Mengetahui ilmu psikologi sebenarnya sedikit membantu. Apa yang majikanku benci dan apa yang dia sukai. Ini bukan pekerjaan wajibku, tetapi setiap kali, aku membersihkan satu area secara menyeluruh. Maksudku dengan waktu yang kupunya.



Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Mikuri masih sempat membuat catatan kecil untuk Hiramasa-san. Membaca catatan yang ditinggalkan Mikuri, ekspresi Hiramasa-san sedikit berubah, lebih tampak cerah.


Baginya, ini bukan pekerjaan luar biasa. Seminggu sekali selama tiga jam. Jika diukur dengan gaji bulanan, hanya 24.000 yen per bulan. Bahkan jika dia meneruskan pekerjaan ini, impiannya tidak akan terwujud. Meski begitu mengapa dia bekerja begitu giat?



Mikuri makan malam bersama kedua orang tuanya seperti biasa. Sepertinya mereka asyik mengobrolkan sesuatu, yang tidak diketahui Mikuri. Tanpa membicarakan lebih dulu, ternyata ayah dan ibunya telah membeli sebuah rumah gaya lama di Tateyama, Chiba.


“Kami memutuskan untuk pindah dari sini di akhir bulan. Kau harus berhenti dari pekerjaanmu,” ujar ayah Mikuri, membuat kaget.


“Maaf ini sangat mendadak,” sambung ibunya.


“Tunggu...!” tapi lagi-lagi protes Mikuri tidak didengarkan oleh kedua orang tuanya ini. Mereka sudah dengan seenaknya sendiri mengambil keputusan dan sekarang asyik membahas soal renovasi rumah itu tanpa mempedulikan protes Mikuri sama sekali.


Mikuri yang tidak punya pekerjaan, tidak mungkin tinggal sendiri. Jadi, pilihannya adalah ikut pindah juga bersama orang tuanya. Mikuri sempat protes, karena rumah itu adalah rumah gaya lama. Tapi orang tuanya tidak mendengarkan. Mereka hanya ingin bisa tinggal di rumah gaya lama dan menikmati masa pensiun ayah Mikuri. Jika ikut pindah, artinya Mikuri juga harus berhenti bekerja sebagai pembersih rumah di apartemen Hiramasa-san.



Remah makanan yang ditemukan Mikuri di kursi yang ada di balkon ternyata makanan burung. Hiramasa-san yang sengaja meletakkan remah itu di sana, agar ada burung yang datang untuk makan.


“Ini sepertinya emprit jepang. Dia kadang datang ke sini. Sepertinya dia hidup bebas di lingkungan ini. Aku khawatir karena tidak melihatnya belakangan ini. Syukurlah dia baik-baik saja. Kalau begitu, aku berangkat kerja dulu,” pamit Hiramasa-san kemudian.


Tapi Mikuri menghentikan Hiramasa-san dan mengajaknya bicara. Ia pun menceritakan kalau orangtuanya akan pindah ke Tateyama, jadi ia tidak bisa lagi bekerja sebagai pembersih rumah.


“Ini masalah keluargamu, aku juga tidak bisa apa-apa,” komentar Hiramasa-san, tanpa ekspresi apapun.


“Aku akan bekerja sampai akhir bulan,” lanjut Mikuri.



Hiramasa-san kemudian membahas soal kawat nyamuk yang telah dibersihkan oleh Mikuri. Mikuri minta maaf karena belum minta izin lebih dulu.


“Saat aku membuka gorden di Sabtu pagi, ruangan ini lebih terang dari biasanya. Aku bertanya-tanya apa sebabnya. Lalu kupikir "Oh! Kawat nyamuk!" Aku menyadari kawat nyamuknya bersih. Hal itu membuat perasaanku gembira, dan membuatku berpikir Aku bersyukur telah mempekerjakanmu, Moriyama. Jika memungkinkan aku ingin kau terus bekerja di sini,” ujar Hiramasa-san pelan.


Ternyata jawaban Mikuri tidak terduga, “Aku juga. Lebih dari itu, menjadi pekerja inap! Bisakah Anda mempekerjakanku?” pinta Mikuri.


Hiramasa-san terkejut dengan tanggapan Mikuri, “Seperti yang kau pikir, tinggal bersama perempuan sebelum menikah akan...”


“Kalau begitu, kenapa tidak menikahiku?” tembak Mikuri tanpa ragu. “Meski ini pernikahan, ini akan seperti pekerjaan. Aku akan seperti pekerja rumah tangga biasa. Seperti kawin kontrak!” melihat ekspresi Hiramasa-san yang bengong, Mikuri pun segera sadar diri. “Omonganku tidak masuk akal, ya? Maaf atas ucapanku yang tidak masuk akal. Aku hanya bercanda, meski tidak ada yang tertawa. Oh, Anda akan telat masuk kerja! Ini, ambil ini. Maaf sudah menahan Anda. Cepat, Anda akan terlambat. Cepat!” Mikuri memberikan tas kerja milik Hiramasa-san dan memintanya segera berangkat bekerja.



Setelah Hiramasa-san berangkat, tinggal Mikuri yang justru meringkuk di lantai. Ia merasa begitu malu sudah mengatakan ide soal pernikahan barusan pada Hiramasa-san. “Ini semua karena percakapan aneh dengan Yassan dua hari lalu!”


Dua hari sebelumnya, Mikuri bertemu dengan temannya, Yassan yang sudah menikah dan memiliki seorang putri. Yassan mengatakan kalau ia percaya suaminya selingkuh dan tengah mencari buktinya. Karenya itulah Yassan pun memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya.


“Bagaimana mungkin aku tahan? Mencuci pakaian dalam atau memasak untuk pembohong. Dia tidak pernah mengucapkan "terima kasih" sebelumnya. Dia bertingkah seolah-olah semua itu kewajibanku. Meski demikian, aku tidak melakukan apa-apa selain mengurusnya selama tiga tahun ini. Semua itu untuk apa? Kalau kau bekerja selama tiga tahun, kau bisa membangun karier. Namun jika ibu rumah tangga selama tiga tahun bercerai, tidak ada artinya,” curhat Yassan pada Mikuri.


“Hirari masih ada di sini, 'kan?” Mikuri menunjuk bayi perempuan tidak jauh dari mereka.


“Aku tidak keberatan merawatnya. Aku akan melakukan segalanya. Apa yang membuatku kesal adalah, Kalau dari gajinya, aku yakin dia tidak akan membayar uang kompensasi atau tunjangan anak. Yang berarti pada akhirnya aku yang harus membesarkannya sendirian. Meskipun aku tidak punya karier atau uang simpanan. Kebutuhan ibu tunggal tentu saja besar. Siapa yang akan mempekerjakanku? Omong-omong, jika kau menghitung gaji ibu rumah tangga per tahun ... “


“Kudengar mencapai 3.041.000 yen,” sambung Mikuri.


“Kau paham benar, ya. Namun kalau kau menikah, kau tidak digaji meski kau mengerjakan pekerjaan rumah.”


Dan ide itu pun melintas di kepala Mikuri, “Bagaimana kalau begini? Memasangkan seorang laki-laki yang membutuhkan pekerja rumah tangga dan perempuan yang suka melakukannya. Majikan dan pekerja. Kawin kontrak berbayar. Itu mungkin dilakukan. Bagaimana?”


“Tidak, tentu saja tidak! Bagaimana dengan malam hari?” tanya Yassan. “Sedikit biaya tambahan karena tinggal serumah? Tidak, aku tidak akan melakukannya. Kau tidak bisa melakukannya kalau kau tidak jatuh cinta, 'kan?”


“Lalu, kenapa tidak menikah saja sebagai sepasang kekasih? Itu pernikahan normal.”



Hiramasa-san bekerja seperti biasa. Tapi kali ini ia tidak fokus dan justru menarik perhatian Numata-san. Bahkan Hiramasa justru mengetikkan hal yang seharusnya tidak diketik dalam programnya.


“Kau seperti sedang melamun, tapi sebenarnya kau menyimak,” ujar Numata-san.


“Aku tidak melamun,” elak Hiramasa-san cepat.


“Setiap dua puluh menit sekali, kau berhenti bekerja seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya kebetulan melihatnya. Kebetulan. Tak disengaja. Kenapa tidak mencoba mendiskusikannya dengan seniormu yang hebat ni?” Numata-san menawarkan.


“Tidak ada yang perlu didiskusikan,” tolak Hiramasa cepat.


Terus dibujuk, akhirnya Hiramasa sedikit bercerita soal ‘teman-nya’ ini. Dan soal kata-kata ‘menikahiku’. Tapi obrolan mereka belum selesai saat ada pekerjaan lain datang.



“Minta perhatiannya sebentar! Jadi, perusahaan sistem registrasi di Milan, sebagian spesifikasinya akan berubah. Kalian bisa mendengar detailnya dari Nabe dari bagian penjualan. Oke, silakan!” sang manajer kemudian melarikan diri.


Para karyawan itu kemudian melihat detail pekerjaan yang ditinggalkan pada bagian penjualan, Nabe. Ternyata itu artinya mereka harus menulis ulang program yang sebenarnya diselesaikan dalam waktu satu bulan. Padahal, waktunya hanya ... hingga minggu depan!


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


Kelana’s note :


Nggak sengaja nonton drama ini sih. Awalnya karena dikasih tahu sama teman. Nggak tertarik-tertarik amat, soalnya bukan selera Na. Eh tapi ... setelah nonton episode satu, Na berhasil dibuat senyum-senyum sama drama ini. Sebuah drama kehidupan yang biasa terjadi, tapi dikemas dengan apik. Dan sukses bikin ketagihan bin galau nunggu episode berikutnya.


Entah sudah berapa drama neng Yui Aragaki yang Na tonton. Tapi, baru kali ini Na nonton drama neng Yui dengan rambut pendek. Sepertinya lebih asyik aja sih, cocok dengan karakter Mikuri yang ceria. Pemeran utama prianya, om Hoshino Gen, pertama kali Na tahu dia main di Detektif Q. Drama lama sih. dan beberapa kali muncul juga di drama lain. Tapi baru kali ini Na tahu kalau dia ini adalah aktor, seiyu dan juga penyanyi. Dan setelah ditonton sampai episode-episode berikutnya, Na akhirnya ngerti kenapa om Gen yang dipilih memerankan karakter Tsuzaki Hiramasa-san ini. Cocok banget lah.


Lagu di ending drama ini asyik banget. Apalagi ada gerakannya juga. Oh ya, karena Na posting Cuma dua kali satu minggu, jadi mungkin agak lama. Mohon sabar ya, dan terimakasih selalu.

Bening Pertiwi 12.43.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 2 end. Misaki setuju untuk mulai hubungan baru dengan Reiji. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Masih ada keraguan dalam hati Misaki. Dan bagaimana Reiji meyakinkan Misaki soal hubungan mereka?


Reiji mendapat ide, agar Misaki mau datang ke apartemennya. Ayahnya, Kozo-san. Reiji pun menyuruh sopirnya untuk kembali menjemput Kozo-san, lengkap dengan perlengkapan membuat soba-nya.


Kozo-san tengah memipihkan adonan untuk membuat soba. Sementara itu sekt.Maiko dan Katsunori-san membuat kuahnya. Dan Ieyasu yang malam itu bergabung, turut membantu. Seperti sebelumnya, Ieyasu ini bersikeras membawa ayam goreng, meski itu tidak cocok dengan soba.


Tapi protes sekt.Maiko tidak membuat Ieyasu mundur dari ayam gorengnya. Ia justru ingin memasangkan hal yang mustahil. Obrolan pun merembet soal Reiji dan ayahnya, bahkan soal Reiji dan Misaki, yang sekilas tidak mungkin bersama. Saat itu Reiji baru selesai mandi. Ia tidak suka dengan obrolan Ieyasu ini.


“Bisakah kita mulai lagi dari titik sebelum bicara soal soba?” pinta Ieyasu.


“Diamlah!”


Saat itu bel berbunyi. Ieyasu meminta Reiji menyelesaikan mengeringkan rambut, sementara ia yang akan membukakan pintu.



Ternyata Misaki yang datang. Setelah semua selesai, mereka pun makan malam bersama. Misaki memuji soba buatan Kozo-san.


“Manis!” seru Ieyasu melihat Misaki. “Saat Misaki-san makan soba bahkan ... “


Tapi Reiji yang cemburu buru-buru menyumbal mulut Ieyasu dengan potongan ayam goreng.


Obrolan berlanjut dengan hal-hal ringan. Soal soba yang enak, pekerjaan Misaki dll. Misaki penasaran kenapa Kozo-san kembali, padahal dia sudah pamit untuk pulang. Tidak ingin misi sebenarnya ketahuan, Reiji pun memotong pembicaraan. Dia yang menjelaskan kalau Kozo-san kembali lagi, karena benar-benar ingin Misaki mencoba soba buatannya. Misaki pun tidak bertanya lagi.



Makan malam sudah selesai. Sekt.Maiko dibantu Ieyasu beres-beres meja. Misaki tengah mencuci piring-piring bekas makan mereka. Sementara Kozo-san yang kelelahan sudah rebahan di atas sofa. Dia sudah ge-er karena diselimuti, berpikir kalau itu adalah Reiji. Ternyata itu Katsunori-san.


Setelah selesai, Reiji mengkode Misaki untuk bicara di teras. Reiji menawari jika Misaki akan menginap. Tapi Misaki langsung menolak begitu saja dengan alasan dia punya sift pagi besok. Tapi Reiji tidak kehilangan akal. Dia beralasan kalau Kozo-san ingin bicara, dan akan kesal kalau besok saat bangun, ternyata Misaki sudah tidak ada.


Misaki akhirnya setuju untuk menginap. Mereka tidur di futon di lantai. Kozo-san ada di tengah antara Misaki dan Reiji. Reiji masih penasaran dengan Misaki. Ia pun melihat ke arah Misaki. Tapi saat tahu Misaki sudah tertidur, Reiji pun menyerah dan akhirnya tidur sendiri. Padahal ... Misaki sebenarnya juga belum tidur.



Pagi berikutnya


Reiji sudah mempersiapkan sarapan untuk ayahnya, Kozo-san. Ternyata pagi itu Misaki pergi awal. Kozo-san mengatakan kalau Misaki minta dihubungi jika Kozo-san datang ke tempat Reiji lagi. Ini membuat Reiji punya ide. Ia menawari ayahnya itu untuk tinggal bersama di apartemen, apalagi di penginapan, Kozo-san juga tidak melakukan apapun.


Kozo-san tampak kaget sekaligus heran dengan sikap Reiji yang berubah dengan tiba-tiba itu. ia pun berjanji akan memikirkannya. Tapi Reiji tidak mau jawaban tertunda. Ia minta agar Kozo-san tidak perlu memikirkannya dan cukup setuju saja.


“Kau capek kan? Kau demam atau batuk?” Reiji sudah berada di sebelah Kozo-san dengan tangan di atas meja.


Kozo-san heran, “Tidak sama sekali.”


“Mungkin kalau dicoba bisa kan?”


“Reiji, kau menakutiku,” komentar Kozo-san. Tapi Kozo-san pun mencoba untuk batuk dan berhasil.


“Kau ingin bermain dengan cucu kan?” bujuk Reiji lagi.


“Heh? Apa artinya kau dan Misaki-san akan menikah?!”


“Dan yang memegang kuncinya adalah kau, Ayah. Saat pulang nanti malam, aku ingin kau pura-pura batuk seperti tadi,” pesan Reiji.



Misaki baru saja pulang dan mendapati pesan Reiji di inbox ponselnya. Tapi dasar Reiji, tidak sabar menunggu jawaban, ia pun menelepon.


“Ayah harusnya pulang, tapi dia tidak merasa baik dan hanya tiduran di kasur. Aku pikir dia akan lebih baik jika melihatmua. Tolong datanglah. Tentu saja, aku tidak keberatan kalau kau juga akan menginap,” bujuk Reiji. Sesekali ia mendekatkan telepon pada Kozo-san yang tengah pura-pura terbatuk.


“Rei-san, kau tidak bohong kan?” tembak Misaki.


Terlanjur basah, Reiji pun melanjutkannya, “Aku baru saja melihatnya, dan sepertinya dia sudah lebih baik. Kau tidak perlu kesini.”


“Rei-san, hari libur besok, bisakah kita bicara serius?” pinta Misaki kemudian.


“Tentu saja. Dimana kita akan bertemu?”


“Bagaimana jika di tempatmu saja,” usul Misaki.


“Tentu. Tapi tidak apa di tempatku?”



Selesai menutup telepon, Reiji beranjak ke bak cuci. Ada cucian kotor di sana yang harus dibersihkan. Kozo-san pun menyusul. Ia ingin tahu yang terjadi. Tapi ternyata Reiji mengatakan kalau Misaki tidak akan datang malam itu.


“Sekarang, lupakan dulu soal ajakanku untuk tinggal bersama,” ujar Reiji pada ayahnya itu.


“Maaf kalau begitu,” kata Kozo-san. “Sepertinya aku membuat masalah lagi.”


“Kenapa harus minta maaf? Itu bukan salahmu,” elak Reiji.


“Ya, tapi tetap saja. Ada gen-ku dalam dirimu. Gen itu yang membuat kau tidak berhasil dengan wanita. Jadi, aku yang sudah membuat masalah,” sesal Kozo-san.


“Jangan minta maaf soal hal seperti itu. Lagipula, kau tidak terlalu buruk kok memperlakukan wanita,” ujar Reiji. “Dan ... aku hargai usahamu untuk pura-pura batuk tadi.”


Kozo-san pun tersenyum senang dengan tanggapan putranya ini. (cieeee ... jadi ayah dan anak udah baikan ini ya ceritanya)



Hari libur yang dijanjikan tiba. Reiji masih sempat beres-beres rumah dan mencuci terlebih dahulu sebelum Misaki datang. Setelah Misaki datang, mereka pun makan bersama dan ... mulai bicara.


“Soal ajakanmu untuk tinggal bersama ... “ Misaki ragu melanjutkan.


“Oh itu. Kau sepertinya ingin pelan-pelan saja. Tapi, meski tinggal bersama, kita bisa mempertahankan hubungan kita tetap dalam level ini. Jadi, bisakah kau pikirkan lagi soal tawaran itu?” sambar Reiji.


“Aku ... tidak ingin kita tinggal bersama,” ujar Misaki akhirnya.


“T-tapi kenapa?” Reiji kaget.


“Sejujurnya, aku takut. Aku berpikir, kalau kita tinggal bersama, hanya karena satu kesalahan saja, kau akan langsung mengatakan ‘pergi!’. Aku takut itu terjadi.”



“Apa yang membuatmu berpikir aku akan mengatakan hal menakutkan itu?”


“Kau mengatakannya dua kali. Kau mengatakan ‘kau dipecat’, dan aku pergi dari perusahaan. Saat aku kembali bekerja, kau bahkan menyuruhku untuk pergi dari perfektur Kanagawa.”


“Itu masa lalu,” elak Reiji.


“Sepertinya itu salahku juga. Tapi Rei-san, kau tipe orang yang tidak akan memaafkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gayamu. Jika ada yang tidak mau kau maklumi, kau akan langsung memutusnya. Itulah kenapa aku takut,” cerita Misaki.


“Aku tidak akan mengatakan ‘kau dipecat!’ atau ‘pergi!’ lagi,” janji Reiji.


“Kenapa kau yakin akan melakukan itu?”


“Aku tahu rasa sakitnya. Jika aku sendiri tidak bisa menahan rasa sakit itu, bagaimana dengan orang lain. Saat kita bertemu, aku jadi tahu rasa sakit. Goethe salah. ‘Those who do not love their loved ones' shortcomings, cannot truly say 'I love you'. Aku yang sekarang akan berpikir ‘Those who do not try to fix their shortcomings for the sake of their loved ones, cannot truly say 'I love you'.


“Kenapa kau berkeras agar kita tinggal bersama?”


“Jika kau bersamaku, aku jadi aneh. Tapi, jika kau di sini, aku bisa berubah. Mulai sekarang, meski ada hal yang tidak membuatnya nyaman, aku akan berusaha menyesuaikan. Jadi, bisakah kau berikan kesempatan untuku berubah?” bujuk Reiji lagi.



Beberapa hari kemudian.


Misaki setuju untuk tinggal bersama Reiji. Pagi itu, Misaki tengah asyik di dapur mempersiapkan makanan. Reiji yang baru mandi datang menyapa. Ia tampak sangat gembira menggoda Misaki yang tengah memasak. Bahkan Reiji berulangkali menyebut nama-nama lauk yang tengah dipersiapkan oleh Misaki. (bener-bener kekanak-kanakan banget deh si abang satu ini)


Setelah ganti baju, Reiji pun makan bersama Misaki. Tapi ia menemukan nasinya terlalu lembek. Lalu, telur mata sapi-nya, memiliki kuning telur yang utuh. Reiji tampak berhenti sebentar. Tapi saat ditanya oleh Misaki, Reiji tidak mengatakan apapun.



Tidak bisa mengeluh di rumah, Reiji pun mengeluh di kantor. Dan seperti biasa, sekt.Maiko masih setia mendengarkan keluhan Reiji.


“Ini benar-benar titik buta. Saat aku mencoba masakan Misaki setelah kami kencan secara resmi. Aku tidak mengira akan ada masalah soal caranya memasak,” curhat Reiji sambil memandangi ikan-ikan medaka-nya di akuarium.


“Bukankah kau bilang, kemampuan Misaki-san memasak luar biasa?”


“Kemampuannya memang luar biasa. Tapi masalahnya, selera kami berbeda. Aku lebih suka nasi tidak terlalu lembek, dan kuning telur di telur mata sapiku agak berantakan. Tapi nasi buatan Misa-san terlalu lembek. Dan kuning telur di telur mata sapinya, bulat sempurna. Aku ingin menambahkan saus kedelai di natto-ku setelah mengaduknya. Tapi Misa-san memasukkanya sebelum diaduk. Aku ingin piring dicuci langsung setelah digunakan. Tapi Misa-san membiarkannya nanti setelah agak banyak. Aku baru sadar, kalau perbedaan kami cukup banyak.”


“Bukankah Anda mengatakan akan memahaminya?”


“Tentu saja. Aku akan merubah kebiasaanku. Itu syarat kami tinggal bersama.”



“Apa kau tahu di mana aku meletakkan handukku?” tanya Reiji.


“Aku mencucinya. Kenapa, tidak boleh?”


“Bukan begitu. Itu karena baru digunakan sehari saja.”


“Aku rajin untuk urusan cuci pakaian. Setelah sekali digunakan, letakkan saja di keranjang cucian. Kuletakkan pakaianmua di sini,” ujar Misaki meletakkan sekolah pakaian Reiji.


Reiji melihat pakaian yang sudah terlipat rapi itu. Ia merasa tidak suka dengan cara Misaki melipat kaos kakinya, yang dibalik seluruhnya. Padahal gaya Reiji hanya ditekuk sedikit saja. Dengan kesal Reiji pun membuka kaos kaki-kaos kakinya dan mulai melipatkanya lagi dengan gayanya sendiri.



Satu minggu kemudian.


Reiji pulang lebih dulu dengan wajah kusutnya. Ia langsung menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor sisa makan tadi pagi. Tidak lama setelahnya, Misaki juga pulang. Melihat Reiji yang tampak manyun, Misaki tahu, pasti ada sesuatu.


Misaki pun memaksa Reiji untuk bicara jujur. Tapi Reiji berkeras tidak ada apapun. Misaki kesal, karena sikap Reiji belakangan makin galak. Padahal mereka tinggal bersama. Jadi harusnya, tidak ada yang saling disembunyikan. Reiji ikut kesal. Ia berpikir, kalau ia komplain artinya dia tidak cukup toleran. Dan ia tidak siap untuk bisa menerima Misaki beserta sikapnya, serta tinggal bersama dengannya.


“Kita punya banyak perbedaan selera,” ujar Reiji akhirnya setelah dibujuk dan berdebat dulu dengan Misaki.


Misaki heran. “Tolong katakan yang sebenarnya!”


“Tapi janji, kau tidak akan pergi kalau aku bicara jujur,” pinta Reiji yang diiyakan oleh Misaki. “Kita sudah tinggal bersama, tapi sampai kapan kita akan terus bicara formal? Kau tidak tahu betapa menyakitkannya soal formalitas seperti itu.”


“Baik, aku mulai bicara secara kasual,” ujar Misaki dengan gaya informal/kasual


Reiji kaget. Meski ia yang mengusulkan, ia sendiri juga yang menarik ide itu dan minta agar Misaki kembali bicara dengan bahasa formal saja.


“Baiklah. Bagaimana kalau pelan-pelan dulu. Kita akan bicara bahasa kasual setiap 10 ucapan bahasa formal dulu,” usul Misaki. Reiji pun setuju dengan ide ini. “Ada lagi?”



“Apa kau suka nasi lembek?” tanya Reiji. Ia mengekor Misaki yang meletakkan bajunya.


“Tidak. Aku tidak suka sama sekali.”


“Tapi nasi buatanmu setiap pagi sangat lembek.”


“Itu karena ricecooker di sini, bukan seperti yang biasa kugunakan. Jadi aku belum terbiasa,” aku Misaki.


“Benarkah?”


“Lihat kan? Kalau kau mengatakannya, ini bisa diselesaikan dengan mudah?” pembicaraan mereka perlahan tidak kaku dan tegang lagi.


Reiji pun melanjutkan protesnya. Dari telur mata sapi yang kuningnya berantakan, hingga cara memakan natto. Dan terakhir soal mencuci piring setelah makan. Reiji ingin langsung dicuci. Tapi ia tidak akan memaksa Misaki melakukan hal yang sama untuk piring yang digunakannya.


“Bagaimana jika kau yang melakukannya juga (mencuci piring)?” ujar Misaki dengan bahasa kasual.


Reiji kaget. Tapi juga senang dengan gaya bicara Misaki. Mereka akhirnya sepakat kalau soal cuci piring akan dilakukan Reiji semua. Misaki senang juga karena sudah dibantu.


“Kau pasti sangat lapar,” komentar Misaki.


Mereka pun membuat makan malam bersama. Sementara Misaki mempersiapkan lauk untuk makan, Reiji kebagian jatah menanak nasi, seperti gayanya.



Setelah makan malam, Reiji pun mencuci piring-piring dan perlengkapan makan mereka. Sementara itu Misaki tengah belajar di ruang tengah. Reiji mengintip sedikit ke arah Misaki dan tersenyum.


Misaki pun melihat sebentar ke arah Reiji. Ia tampak bahagia.



Satu tahun kemudian


Pembukaan cabang baru hotel Samejima cabang Tokyo. Dan acara pernikahan di restoran Gosuke ... Wada-san dan kekasinya.


“Aku ingin berterimakasih pada Anda semua yang sudah mau datang meski sibuk. Kami juga ingin berterimakasih banyak sudah menyediakan tempat ini, pada presdir Samejma Hote, Samejima Reiij-kun. Dia menganggapku sebagai mentor. Dari urusan pekerjaan hingga cinta, dia berkonsultasi padaku soal banyak hal. Tujuan utamanya adalah menjadi hotel terbaik duni. Tapi, kenyataan tidak mudah. Setelah diambil alih adikku, Stay Gold Hotel lebih bersinar dan jadi hotel terbaik dunia dalam enam tahun berturut-turut. Sayangnya, tidak ada satupun cabang Samejima Hotel yang masuk sepuluh besar tahun ini. Jadi, saya sangat menunggu dengan dibukanya Samejima Hotel Tokyo ini,” ujar Wada-san. “Jadi, tetap semangat untuk mencapai yang terbaik. Para tamu, silahkan nikmati pestanya!”


Wajah Reiji sudah manyun dan ditekuk luar biasa, “Benar-benar orang ini!”



“Mahiro-chan, bisakah kau ambil fotoku dengan Wada-san?” pinta ketua tim Goro-san yang langsung diiyakan oleh Mahiro.


Lalu karyawan lain serentak berkumpul dan mulai bisik-bisik. Mereka bicara soal rumor, kalau Goro-san dan Mahiro kencan. Apalagi mereka beberapa kali tampak minum bersama hingga larut. Tidak ada jawaban pasti soal itu. Semuanya hanya menerka-nerka saja.


“Jadi, bagaimana kau bisa bergabung dengan perusahaan?” kali ini pertanyaan pada Ieyasu.


“MIuRA is CALLed untuk datang ke perusahaan. Pendeknya jadi Mira-Call. Artinya, dengan mempekerjakan Ieyasu Miura ini, Presdir akan mendapatkan MIRACLE atau keajaiban dalan industri perhotelan,” sombong Ieyasu.


Tentu saja para karyawan itu tidak ada yang percaya. “Fakta kau tidak juga dipecat adalah MIRACLE itu sendiri!”



“Kau ada apa-apa, hubungi aku. Aku pamit,” ujar Reiji pada Misaki.


“Baiklah. Semoga sukses.”


“Itu Cuma wawancara. Sampai jumpa lagi.”



Di sebuah tempat, Reiji sudah duduk di kursinya. Lalu ada beberapa kamera dan kru yang siap merekam. Di kursi sebelah ada ... Sakurai Sho. (kkkk ketawa lihat adegan ini. Terimakasih buat bang Sho yang udah jadi cameo di dramanya ini. Berharap sih member Arashi lain juga ikutan #ehe)


Sho membuka acaranya dan memperkenalkan Reiji. Ia bertanya, apa Reiji tegang yang dijawab Reiji dengan tidak secara tegas. Sho pun melanjutkan pertanyaannya.


“Sebentar lagi akan dibuka Samejima Hotel Tokyo, apa nilai plusnya?”


“Kalau soal menjadi hotel terbaik dunia, tidak ada nilai plus. Tampilan, tata ruang, layanan dan ruangan. Semuanya adalah standar terbaik dunia. Kalau tidak demikian, kami tidak akan pernah jadi yang terbaik,” ujar Reiji, agak nervous.


“Soal moto perusahaan sejak awal dibangun, ada perubahan. Bisa kau sebutkan hal itu?” pinta Sho pula.


Dengan sedikit malu, Reiji pun mengambil papan besar berisi moto-nya, “Target, full spedd, two monts ... with love.” Kalimat terakhir diucapkan Reiji dengan senyum malu-malu. “Apapun tujuannya, lakukan dengan cinta. Orang yang tidak tahu soal cinta, tidak akan bisa bekerja dengan baik.”


“Apa hal soal cinta itu jadi titik balik Anda?”


“Ah, pertanyaannya yang cerdas!”



Wawancara selesai dengan sukses. Sekt.Maiko lalu minta agar Reiji dan Sho mau diambil gambar, sambil menjabat tangan. Setelahnya, Sho pun pamit.


“Sakurai Sho-kun ... memujimu dan mengatakan ‘kau cantik’,” ujar Reiji pada sekt.Maiko yang ada di sebelahnya.


Sekt.Maiko tersipu, “Benarkah?”


“Tentu saja tidak. Aku bercanda. Jangan ge-er dulu!” Reiji pun tertawa senang karena berhasil mengerjai sekretarisnya ini.



Reiji bersiap pulang, seperti biasa diantar oleh Katsunori-san dan sekt.Maiko. Sekt.Maiko bertanya soal Misaki. Reiji mengatakan kalau Misaki mengiriminya email dan mengatakan sudah sampai di rumah.


“Aku yakin dia menunggu di depan pintu, sambil melakukan pose Mitsuyubi,” sombong Reiji. (Mitsuyubi adalah pose berlutut dengan tangan di lantai, membungkuk)


Sekt.Maiko hanya tersenyum menanggapi ucapan Reiji, “Apa Misaki-san ingin segera menikah juga?”


“Aku tidak ingin buru-buru. Itu tergantung, waktuKU.”


“Sepertinya tidak berarti dia akan langsung setuju,” elak sekt.Maiko.


“Tentu saja dia akan setuju. Kami sudah tinggal bersama satu tahun, kami berlatih seperti pasangan menikah,” elak Reiji.



Tapi dering telepon mengalihkan pembicaraan. Reiji menerima telepon itu, dari Misaki. Tapi ia bicara dengan berbisik. Meski tetap saja, sekt.Maiko maupun Katsunori-san bisa mendengarnya.


Misaki minta tolong agar Reiji mampir membeli susu lebih dulu dan memastikan juga tanggal kadaluarsanya. Tidak hanya susu, Misaki pun minta tolong dibelikan beberapa bahan makanan lain, karena di rumah sudah habis. Reiji tidak menolak dan langsung mengiyakan saja. Telepon pun ditutup.


“Misaki-san luar biasa kan? Karena di bisa menelepon meski sedang melakukan pose Mitsuyubi,” sindir sekt.Maiko.


“Diamlah!”


“Presdir, Anda ingin mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Katsunori-san.


“Aku merasa haus. Mungkin perlu beli susu,” Reiji membuat alasan. Tapi senyumnya makin terkembang. Cinta tersulit yang harus dilaluinya ternyata membuat lebih dewasa.


THE END


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yatta!!! Akhirnya sinopsis ini selesai juga. Gomene, teman-teman. Agak lama ya. Kesibukan dunia nyata benar-benar menyita waktu akhir-akhir ini. Dan minggu ini, Kelana juga akan kembali hiatus, karena blog akan maintenance/perawatan rutin. Mohon sabar ya.


Ini salah satu drama keren di 2016. Sosok Reiji yang sok keren dan cool, ternyata memiliki sisi kekanak-kanakan. Tapi kehadiran Misaki perlahan membuat Reiji lebih manusiawi dan berubah lebih dewasa.


Ah ... karakter Reiji di drama ini benar-benar kuat. Nggak heran sih, bang Satoshi Ohno pun diganjar aktor terbaik. Nggak ada yang bisa menggantikan Reiji. Dan pertarungan Reiji untuk memiliki hotel terbaik di dunia, justru mengantarkannya mendapatkan hal tak tergantikan, cinta. Alur ceritanya sendiri memang rapi. Penggambaran tiap karakternya juga kuat. Tidak hanya tokoh utama saja, pemeran pembantu di drama ini juga mendapatkan porsi mereka sendiri. Meski di akhir cerita disebutkan kalau tujuan awal Reiji memiliki hotel terbaik, gagal. Ia akirnya mendapatkan tujuan sebenarnya, cinta.


Oh ya, hiatus kali ini, Na juga memikirkan banyak hal. Termasuk keberlangsungan blog yang sudah bertahan nyaris enam tahun ini. Life must go on. Ada banyak hal lain yang ternyata ingin Na kejar juga. Bukan berarti Na berhenti nulis. Cuma mungkin, bagi-bagi waktu untuk tulisan lainnya juga. Hmm ... Na belum buat keputusan apapun sih. Tapi, Na akan pikirkan lagi soal kelanjutan blog ini. Harap maklum.


GAMBAR DALAM PROSES UPLOAD
Bening Pertiwi 13.58.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Sekai Ichi Muzukashii Koi episode 10 part 1. Huaaaa akhirnya sampai episode 10 juga, Sodara. Gimana, cerita Reiji dan Misaki masih asyik buat disimak kan? Ok, berikut lanjutan episode 10 ya.


Karena buku tentang bisnis, Reiji akhirnya punya kesempatan bicara dengan Misaki. Keduanya pun berbaikan. Dan ... Reiji berhasil memeluk Misaki, tanpa ada penolakan. Malam itu jadi malam paling sempurna bagi Reiji, bukti dari semua usahanya kembali mendekati Misaki.



Reiji memeluk akuarium ikan medaka-nya sambil tidak berhenti tersenyum. “Keberanian mendekati Misa-san, satu langkah saat itu. Dan kekuatan untuk memeluknya, tanpa persetujuan, kalau aku sempat melihat film kehidupanku sebelum mati, da melihat semuanya. Momen seperti itu akan dihargai hingga akhir waktu.”


“Kami ikut senang dengan hasil yang Anda capai. Tapi, apa benar Anda hanya memeluknya?” tanya sekt.Maiko.


“Apa maksudmu ‘Cuma memeluk’?” Reiji berbalik, tidak suka.


“Kau tidak menciumnya atau bahkan pergi ke hotel?”


“Tentu saja tidah. Di dunia penuh pikiran buruk ini, aku dan Misa-san adalah pasangan terakhir yang akan tetap memegang cinta sejati,” elak Reiji.


Dan pertanyaan serta komentar berikutnya adalah perdebatan tidak penting Reiji dengan sekt.Maiko.



“Kita kembali ke topik sebelumnya. Setelah pelukan ... apakah kalian bicara?” tanya sekt.Maiko lagi.


Tapi rupanya momen istimewa Reiji dan Misaki itu terganggu oleh dua orang karyawan mabuk yang tengah berjalan pulang. Merasa malu, Reiji dan Misaki pun buru-buru saling melepaskan. Keduanya pun membungkuk dalam, seperti dua orang pejudo yang selesai pertandingan, canggung.


Sekt.Maiko memandang Katsunori-san, tidak percaya dengan ucapan Reiji. Dia berpikir benar perkataan Reiji tadi, kalau mereka adalah pasangan terakhir yang memegang teguh cinta sejati.


“Saat itu, kata-kata tidak kami butuhkan,” Reiji masih saja memamerkan wajah bahagianya. “Memangnya aku harus bicara apa?”


Sekt.Maiko bingung, “Mungkin saja Misaki sebenarnya menemui Anda karena ingin bicara soal buku yang Anda berikan.”



Reiji masih memikirkan ucapan sekt.Maiko tadi. Meski awalnya ragu, Reiji akhirnya menghubungi Misaki. Tidak butuh lama bagi Reiji untuk kemudian mendengar suara Misaki. Saat Reiji bertanya, Misaki mengaku tidak masalah untuk bicara lewat telepon meski sudah larut.


“Aku ingin pesan ruangan di hotelmu,” ujar Reiji.


Misaki bingung, “Kupikir lebih baik menghubungi hotel secara langsung saja,” saran Misaki.


“Bukan hotel Wada. Aku bicara soal hotel yang ingin kau bangun di masa depan nanti.”


Misaki tersenyum, “Tapi aku tidak tahu, berapa tahun dibutuhkan untuk mencapai hal itu.”


“Kudengar kau ambil cuti. Maukah kau tunjukkan padaku? Aku ingin tahu, tanah tempat kau mewujudkan mimpimu nantinya,” ujar Reiji.



Seperti sebelumnya, Reiji menjemput Misaki di tempat biasa dengan mobil mungilnya. Hari libur itu, Reiji mengajak Misaki untuk mengunjungi tanah yang ditinggalkan kakek Misaki padanya.


“Sudah lama sejak kau dan aku pergi bersama seperti ini,” ujar Reiji.


“Tapi terakhir kali karena pekerjaan kan?” pertanyaan Misaki yang diiyakan oleh Reiji. “Dan persiapan pembukaan hotel barumu tahun depan berjalan baik kan?


“Benar. Dan pertemuan dengan chef Tanaka dari Restoran Gosuke pun masih dalam proses. Terimakasih padamu, aku bisa membuat restoran idealku.”



Reiji dan Misaki tiba di sebuah tanah lapang. Pemandangan di depannya adalah laut lepas dan hamparan pantai yang panjang dan masih lengang. Benar-benar tempat yang sempurna untuk mendirikan sebuah hotel.


“Ini pertama kalinya aku datang ke sini dengan seseorang,” aku Misaki. “Jadi aku merasa malu. Seperti pertama kali menunjukkan ruanganku pada orang lain.”


“Tidak masalah kan aku masuk?” tanya Reiji yang langsung diiyakan oleh Misaki.


Reiji pun melangkah masuk. Ia kemudian melangkah beberapa langkah di tanah itu, kemudian berjongkok, mulai mencabuti rumpu. Misaki yang melihatnya heran, karena toh rumput itu pasti akan tumbuh lagi nantinya.


“Kuputuskan untuk menyemangati kau mewujudkan mimpimu. Lebih mudah melukiskan mimpimu di atas kanvas putih bersih,” ujar Reiji. Suasana kembali canggung di antara keduanya. Reiji pun mengusulkan untuk bermain game sambung kata atau shiritori.


Mulanya Misaki heran. Tapi ia pun akhirnya menuruti saja. Permainan pun dimulai.


"Re Miseraburu". (Les Miserables) yang dijawab oleh Reiji dengan "Ruminoru hannou" (reaksi Luminol). U~... "Uinstonu Chachiru" (Winston Churchill). "Rukusenburuku" (Luxembourg). "Kuchibiru" (Lips). Ru.. "Rubikku Kyuubu" (Rubick's Cube). Bushidou (Samurai). "Ukon ekisu" (Turmeric extract). "SumaHo" (smartphone). "Hochikisu" (stapler). "Sunaba" (sand). "Bainiku ekisu" (Plum pulp extract).


“Kau selalu mengatakan kata-kata berakhiran ‘kisu’,” komentar Misaki.


“Ah, aku tidak sadar itu. Mungkin bibirku secara alami mengatakan itu,” elak Reiji.


Senyum Misaki makin lebar, “Meski begitu, kau belum pernah melakukannya.”


“Tentu saja pernah. Jangan remehkan aku!” elak Reiji.



“Kalau begitu, sekarang giliranku kan? "Suri Ranka" (Sri Lanka).”


Ka... "Canada". "Daiei Teikoku" (British Empire). "Kuchizuke" (Kiss)! "Keikai Taisei" (alert). "Isanami Suyao". "Omei henjou" (Clearing one's name). "Uruguai" (Uruguay). "Isanami Shiho". "Honne" (Real intention). "Neguse" (Bedhead/Tossing and turning in bed). "Seppun" (Kiss)!


Permainan makin seru. Tapi Reiji terus saja mengulangi kata-kata berakhiran ‘kissu’. Dan terakhir dia mengatakan kata berakhiran ‘n’, padahal dalam shiritori, hal itu tidak diperbolehkan. Itu artinya Reiji kalah.


“Ah ... aku kalah,” keluh Reiji. Bukannya mendapat hukuman, Reiji justru mendekatkan wajahnya ke wajah Misaki, dan mendaratkan bibirnya pada bibir Misaki.


Semuanya berjalan sangat cepat. Misaki bahkan tidak menyangka Reiji akan bersikap berani seperti itu. Misaki yang kaget akhirnya pun terjengkang ke belakang.


Kedua pasangan ini pun berpelukan dengan latar belakang laut biru dan matahari senja. Dan terakhir, sebuah ciuman hangat antara keduanya. (cieeee akhirnya Reiji berhasil mencium Misaki. Btw, buat fans bang Ohno, jangan pada cembokur yeee)



Perjalanan kembali ke Tokyo kali ini agak canggung setelah ciuman tadi. Setelah sampai, Misaki mengucapkan terimakasih dan turun dari mobil.


Reiji pun menyusul keluar dan meminta Misaki memeriksa sekali lagi, apakah masih ada barangnya yang tertinggal atau tidak. Misaki heran, tapi menurut saja. Reiji pun berputar ke belakang, membuat bagasi mobilnya. Ada dua bunga di sana, sebatang mawar merah dan sebuket bunga mawar lengkap. Kali ini Reiji tidak ingin gagal. Ia pun mengambil sebuket besar mawar merah dan menyerahkannya pada Misaki. Misaki yang kaget hanya bisa tersenyum saat menerima bunga itu.


Reiji yang canggung buru-buru kembali ke dalam mobilnya. Saking canggungnya, ia bahkan sempat salah memencet tombol di dalam mobil. Akibatnya mobil berjalan buru-buru dan aneh. Setelah agak jauh, Reiji baru bisa bernafas lega. Ia pun berteriak senang. Semuanya berjalan lancar!



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyum girangnya di apartemen. Sampai sebuah pesan datang, dari Misaki.


Datang ke tanah milik kakek setelah lama, membuatnya senang. Dan terimakasih atas mawar menakjubkan ini. Isanami Shiho. Isi pesan dari Misaki.


Reiji tidak bisa tidak tersenyum. Senyum di wajahnya pun makin lebar. Tanpa sangka, tangannya memegang kertas yang terselip dalam sofa. Ternyata sobekan gambar yang pernah Reiji buat, Isanami Suyao dan Isanami Shiho. Gambar itu pun kembali lengkap.


“Shiho-san, kau akhirnya kembali kan?” gumam Reiji.



Masa pacaran Reiji – Misaki pun kembali. Keduanya tampak berjalan beriringan sambil terus mengobrol dengan senang. Tidak lupa makan malam bersama.


Reiji bahkan datang ke pemandian umum tempat Misaki biasa datang. Meski pada akhirnya, Reiji kesal sendiri karena di pemandian itu ia bertemu kakek-kakek dengan pendengaran kurang yang berdebat hal tidak penting.


Tapi yang jelas, Reiji bisa menikmati susu segar setelah mandi yang sangat disukai oleh Misaki. Rasa susu itu tetap saja menyenangkan.



Setelah mandi, Reiji pun ikut datang ke apartemen Misaki. Ia pun dibuat takjub dengan apartemen tua yang keren itu. Keduanya lalu asyik mendengarkan rokugo dan kemudian mengobrol.


Malam itu Reiji menginap dia apartemen Misaki. Keduanya tidur berselebahan. Kali ini Reiji tidak ragu untuk menggenggam tangan Misaki. Ia pun bangun untuk mematikan lampu tidur. Tapi tangannya rupanya kurang panjang untuk menjangkau lampu itu. Setelah beberapa kali mencoba, Reiji pun akhirnya berhasil. Ruangan gelap.



Reiji masih melanjutkan acara senyum-senyumnya di kantor, “Aku tidak berpikir semua ini akan sangat lucu. Aku takut,” curhat Reiji.


“Ini karena terlalu senang?” komentar sekt.Maiko datar.


“Kau bisa baca pikiranku?”


“Anda terus saja bergumam sejak pagi. Tolong berubah ke mode kerja Anda,” saran sekt.Maiko.


“Setelah perjuangan, akhirnya aku bisa naik gunung bernama cinta. Dan melihat pemandangan dari atas, bukan hukuman buruk.”


“Memangnya menginap di tempatnya itu puncaknya cinta?” sindir sekt.Maiko.


“Apa ada tempat yang lebih baik dari itu?”


“Bagiku, Anda tampak seperti anak kecil yang pertama kali sampai di atas pada permainan memanjat.”


Keduanya pun kembali berdebat. Sekt.Maiko meremehkan semua pencapaian Reiji, karena Reiji sudah 35 tahun, bukan anak-anak lagi. Jadi harusnya dia tidak puas hanya mencapai semua itu. Menurut sekt.Maiko, puncaknya adalah pernikahan. Tapi Reiji mengelak hal itu. Menurutnya pernikahan sudah jadi hal lain lagi. Dan perdebatan tidak perlu kembali terjadi.


Obrolan mereka terhenti saat suara telepon terdengar dari ruangan sekretaris. Sekt.Maiko memilih meninggalkan ruangan Reiji dan menerima telepon. Ada laporan kalau Wada-san ada di bawah dan minta bertemu.



Wada-san datang dengan pakaian santai, bersama seorang wanita. (wanita yang pernah diajak Wada saat pesta asosiasi pengusaha hotel). Para karyawan heboh dengan kedatangan tak terduga Wada-san ini. Pujian pun berdatangan.


“Aku memutuskan untuk menikah. Jadi aku ingin konsultasi soal resepsi,” ujar Wada-san. Wanita cantik di sebelahnya pun mengiyakan. Keduanya tampak sangat serasi dan lucu, karena saling memanggil dengan ‘honey-chan’dan ‘meow’.


Berita ini membuat heboh kantor dan para karyawan. Terutama ketua tim Goro-san yang tampak sangat syok. Ia bahkan hampir jatuh kalau tidak bersandar di meja. Karyawan lain yang sadar dengan sikap Goro-san hanya bisa keheranan.


Saat itu, Mahiro baru muncul dengan membawa baki minuman. Melihat ekspresi Goro-san, Mahiro pun menjatuhkan baki dan minuman yang dibawanya. Baru saja Mahiro menyadari sesuatu. Hal ini pun kemudian disadari oleh karyawan yang lain.



Wada-san menemui Reiji di ruangannya, “Hotel barumu buka tahun depan kan?”


“Ya, kami akan membuat peluncuran di Tokyo ini.”


“Kudengar, kau juga memberikan layanan pernikahan. Jadi, kami berpikir untuk melakukan resepsi pernikahan di sana,” ujar Wada-san.


Reiji heran, “Kenapa hotelku?”


“Agak memalukan kalau diadakan di mantan hotelku. Dan lagi, aku juga jatuh cinta dengan masakan chef Tanaka di restoran hotelmu,” Wada-san mencari alasan. “Pasti akan jadi kenangan juga, karena kami pasangan pertama yang menikah di tempat itu,” Wada-san melihat wajah kekasihnya yang membalasnya riang.


“Menyesal sekali, sudah ada yang memesan tempat,” ujar Reiji, masih tetap sok cool.


“Bahkan satu tahun lebih awal?” Wada-san heran.


“Adakah yang bisa Anda lakukan untuk kami?” kekasih Wada-san ikut bicara.


“Yang memesannya adakah ... aku,” aku Reiji.


“Apa kalian akan menikah?”


“Ya. Masih dalam tahap perencanaan. Tapi ... “



Tidak banyak yang dibicarakan. Akhirnya Wada-san bersama kekasihnya itu pun beranjak pergi, tanpa menyapa sekt.Maiko sama sekali. Tapi tidak lama setelahnya, Wada-san kembali masuk menemui sekt.Maiko.


“Maaf, pura-pura tidak kenal. Masih ada waktu, kalau kau minta aku batalkan pernikahan,” godanya pada sekt.Maiko.


Sekt.Maiko tersenyum, “Seperti biasa, kau selalu biasa bercanda.”


“Kau juga tidak berubah sama sekali.”


“Tolong bahagiakan istri Anda,” pesan sekt.Maiko.


“Kau juga, temukan pria baik dan berbahagialah,” ujar Wada-san pula.



Malam itu, Mahiro kembali menginap di tempat Misaki. Ia pun curhat soal Goro-san pada Misaki.


“Aku benar-benar kaget. Kupikir radarku sudah tajam soal orang-orang seperti itu. Tapi aku tidak menyadarinya hingga hari ini. Ingat Miura pernah bilang sebelumnya, ada alasan kenapa orang tidak menikah meski mereka sudah sukses. Dan seperti kau tahu, dia ternyata seperti itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal,” sesal Mahiro. Ia pun menyesap kembali anggur di gelasnya, mulai mabok.



Malam itu Goro-san pun keluar minum bersama salah satu karyawan.


“Saya salah mengenali Anda, ketua tim. Saya melihat Anda sebagai orang berbakat dan ‘sangat elit’.”


“Aku suka wanita, sampai aku bertemu Wada-san,” sesi curhat Goro-san pun dimulai. “Pertama kalinya bertemu dengan Wada-san adalah saat masih kuliah. Dia adalah mantan anggota klub yang kuikuti. Saat melakukan permainan, hukuman membuat kami terpaksa berciuman.”


“Jika saat kuliah, artinya sekitar 20 tahun silam.”


“Ya. Aku tidak menyangka akan selama itu ... “ Goro-san pun mengambil minumannya dan mulai minum. Ia ingin mabok malam itu.



“Anda serius akan menikah?” tanya sekt.Maiko.


Saat itu Reiji tengah asyik berlari di atas treadmil, “Kalau Wada bisa, tidak ada alasan aku tidak bisa. “


“Kalau Cuma karena bersaing dengan Wada-san, lebih baik pikirkan lagi soal perniakahan itu,” saran sekt.Maiko.


“Bukannya kau yang mengatakan kalau puncaknya cinta itu pernikahan?”


“Benar, tapi ... itu bukan hal yang mudah dicapai. Butuh persiapan serius untuk mencapai step itu.”


“Nama restoran, ‘Restoran Gosuke’ dan pemilihan chef, itu bukti cinta Misa-san dan aku. Kami akan membuat resepsi bersama perayaan pembukaan Samejima Hotel Tokyo. Ada alasan lain selain itu?” tantang Reiji.


“Untuk sekarang, kenapa Anda tidak coba dulu tinggal bersama?” saran sekt.Maiko.


Reiji kaget, hingga ia pun turun dari treadmillnya,”Mimpi seorang pria. Saat kekasihmu ada di sebelahmu tiap kali kau bangun di pagi hari dan di malam hari ... kau maksud, tinggal bersama seperti itu?” Reiji agak syok dan sangsi.


“Ya. Kupikir yang terbaik seperti itu. Anda akan bisa menentukan apakah nantinya akan menikah atau tidak. Daripada menyesal setelah menikah nanti.”


Reiji berpikir, “Tentu saja. daripada tiba-tiba mencapai puncak. Aku akan punya tujuan yang lebih khusus dengan membiasakan diri terlebih dahulu di dasar.”


“Presdir, Anda pernah tidur di sebelah seseorang kecuali keluarga, lebih dari dua hari?”


“Apa perjalana sekolah dihitung?”


“Tidak. Maksudku, antara Anda dan wanita.”


Reiji mengingat, “Sejauh ini, baru sehari.”


“Jadi, benar jika kusarankan Anda mencari pengalaman dengan tinggal bersama dulu.”


“Menikah setelah tinggal bersama selama satu tahun, bukan hal buruk. Akan kutunjukkan padamu. Aku akan tetap berusaha, hingga mencapai puncak!” tegas Reiji.


(Kelana hanya menuliskan seperti pada dorama ini. Well, memang budaya tinggal bersama di Jepang sana, adalah hal biasa. Berbeda dengan budaya di Indonesia, soal tinggal bersama. Jadi, tolong jangan protes dengan Kelana ya. Sekali lagi, Na Cuma menuliskan apa yang ada dari drama ini)



Malam itu, Reiji makan malam bersama Misaki. Pelan, Reiji menawarkan apakah Misaki mau tinggal bersama di apartemennya. “Maksudku, ayo tinggal bersama. Kalau kau tinggal di tempatku, kau tidak perlu khawatir lagi soal biaya sewa. Jadi, kau bisa menyimpan lebih banyak untuk mewujudkan mimpimu. “


Misaki awalanya kaget. Tapi perlahan ia mulai bisa menguasai diri, “Tapi, bisakah kita lakukan itu dengan pelan? Kita pernah putus sekali. Aku pikir itu karena kita terburu-buru dan belum benar-benar mengenal satu sama lain. Karena itu, tinggal bersama ... dalam situasi kita sekarang, lebih baik kita tinggal terpisah dulu.”


Reiji tampak kecewa dengan jawaban Misaki, “Aku mengerti.”


“Tapi, aku senang. Karena kau memintaku tinggal denganmu,” lanjut Misaki.


Malam itu, Misaki dan Reiji berpisah setelah makan malam. Misaki langsung pulang karena ia punya shif pagi besok di hotel.



Pagi berikutnya ...


Reiji berangkat diantar Katsunori-san seperti biasa. Dan dia mulai curhat soal Misaki, yang tampak enggan untuk datang ke apartemennya. Reiji pun mulai menyalahkan Katsunori-san. Ini terkait ranjang aneh yang pernah mereka persiapkan, agar Reiji bisa mencium Misaki.


“Jadi, Misaki-san tidak mau datang ke tempat Anda sejak itu?” tebak Katsunori-san.


“Benar. Dia pasti trauma karena hal itu,” Reiji manyun. (yang punya ide aneh dia sendiri, kenapa orang lain yang disalahkan. Duh abang Reiji ini.)



Hari itu, jadwal Reiji datang ke gym. Tapi ia dibuat kaget dengan kehadiran ayahnya, Kozo-san di sana. “Apa yang kau lakukan di sini?”


“Itu, Ieyasu memintaku menunggu di sini.”


“Dan kenapa dia minta kau menunggu?” Reiji curiga.


“Karena tidak cukup orang untuk kencan kelompoknya, jadi aku membantu.”


“Jadi kau datang jauh-jauh ke sini dari Izu Cuma untuk itu?” Reiji sama sekali tidak mengerti.


“Kalau temanmu dalam masalah, kau harusnya membantu kan?”


“Hentikan melakukan hal memalukan seperti itu!”


“Eh? Tapi kalau ingin menikah, mungkin ini kesempatan terakhirku!” protes Kozo-san.


“Aku tidak mau kau datang ke kencan itu!” tegas Reiji.


“Kenapa tidak? Aku bahkan sudah beli baju baru,” protes Kozo-san lagi.


“Jangan pergi! Akan akan memarahi anak itu!” ancam Reiji.



Kozo-san pun akhirnya menuruti kemauan Reiji. Ini membuat acara Ieyasu kacau. Mereka kini kembali ke apartemen Reiji.


Kozo-san mengeluarkan sebuah botol dari dalam tasnya, “Apa mantan karyawanmu Misaki-san tinggal dekat sini?”


“Kenapa kau bertanya?”


“Saat dia datang ke ryokan, dia mencicipi asinan buatan sendiri dan mengatakan enak. Jadi, aku bawakan juga untuknya.”


“Baiklah, aku akan berikan itu untuknya,” komentar Reiji sambil melirik ke arah botol asinan itu.


Kozo-san kemudian pamit akan ganti baju. Sementara itu Reiji berpikir. Ia kemudian punya ide, menjadikan ayahnya sebagai alasan.


Reiji mengirim pesan pada Misaki. Ayahku datang ke apartemen. Dia membawakan asinan untukmu. Kapan aku bisa memberikannya untukmu?


Tidak butuh waktu lama menunggu balasan dari Misaki. Jadi, ayahmu datang? Kalau begitu, bagaimana aku datang sekarang dan mengucapkan salam?


Reiji tersenyum senang. Saat itu ayahnya heran melihat ekspresi wajah Reiji. Tapi Reiji pelit untuk mengatakan apapun.



Malam itu Misaki benar datang ke apartemen Reiji. Ia mencicipi asinan yang dibawa Kozo-san dan kembali memujinya dengan kata ‘enak’.


“Menyenangkan dipuji oleh anak muda,” ujar Kozo-san.


Misaki menawari Reiji juga. Tapi Kozo-san mengatakan kalau Reiji tidak terlalu suka. Tidak mau tampak bodoh, Reiji pun segera memasukkan asinan di depannya ke mulut, dan memuji enak.


“Lihat kan? Kau benci sesuatu bahkan sebelum mencobanya,” ujar Misaki.


“Kuharap kau mencoba mie soba-ku lain kali,” ujar Kozo-san pada Misaki.


“Rei-san mengatakan itu enak,” balas Misaki.


“Eh, Reiji bilang begitu?” Kozo-san tampak sedikit kaget.


Tapi Reiji tidak mau kehilangan muka, “Kukatakan aku harap kau bisa memakannya, bukan mengatakan itu enak.”


“Itu sama saja kan?” balas Misaki pula.



Pagi berikutnya. Ternyata Kozo-san sudah pulang, bahkan sebelum Reiji bangun. Paling tidak, kehadiran Kozo-san ternyata jadi alasan Reiji mengundang Misaki untuk datang dan Misaki pun tidak menolak.


“Tapi dia menolak menginap malam itu,” ujar Reiji.


“Mungkin karena dia tidak ingin mengganggu waktu pribadi Anda sebagai anak dan ayah,” ujar sekt.Maiko.


“Tidak, meski aku sendiri, sepertinya dia akan menolak menginap. Kalau begini, mimpiku untuk tinggal bersama dengannya Cuma jadi mimpi.”


Reiji masih merasa kalau keengganan Misaki datang karena pengalaman ranjang aneh waktu itu. Tapi kali ini Misaki mau datang lagi, karena ada Kozo-san.


“Benar. Aku mengerti. Aku akan bilang pada ayah untuk tinggal denganku. Dia menolak untuk datang ke tempatku, kalau Cuma ada kami. Tapi saat ayah di tempatku, dia akan datang tanpa protes. Demi Misaki yang kucinta, aku akan tinggal bersama ayah yang kubenci. Bukan berarti tinggal bersama seterusnya. Aku tidak butuh dia lagi kalau Misa-san sudah mau datang ke tempatku,” Reiji menyimpulkan.


“Tapi apa benar, dia akan datang kalau Kozo-san ada di tempat Anda?” sekt.Maiko tidak yakin.


“Itu yang akan kubuktikan!”



Reiji mengetik di ponselnya. Ayahku ingin kau makan mie soba-nya. Kau punya waktu semalam?


Tapi ternyata jawaban dari Misaki tidak kunjung datang. Bahkan saat rapat pun, Reiji tidak fokus. Ia terus saja memandangi ponselnya. Hingga pesan dari Misaki datang, dan rapat yang belum selesai ditinggal begitu saja oleh Reiji.


Balasan dari Misaki. Kau kau tidak keberatan datang larut, aku akan mampir.


Reiji kembali ke ruangannya. “Aku tahu dia akan makan bersama ayah. Katsunori, aku minta sesuatu. Pergi ke tempat ayahku, dan bawa dia ke sini bersama tepung soba dan peralatan membuat soba-nya!”


BERSAMBUNG


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Uwaaaa ... tinggal bagian terakhir ya. Sabar ya. Ini agak banyak sih, jadi agak lama. Soalnya episode terakhir ini ada perpanjangan 10 menit, jadi agak panjang juga sinopsisnya. Maafkan juga untuk typo yang bertebaran.


Kelana juga minta maaf, kalau bagian terakhir sinopsis ini agak lama. Selain karena durasinya yang bertambah 10 menit, Na belakangan juga sedang ada kesibutan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi Na akan tetap usahakan secepatnya. Terimakasih untuk pengertiannya.

Bening Pertiwi 13.58.00
Read more ...