SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 02 part 1. Pada episode sebelumnya, Himura-sensei dan Alice ditantang dengan kasus pembunuhan misterius yang terinpirasi dari game sadis, ‘screaming castle’.


Kali ini, kasus apa lagi ya yang sudah menunggu mereka? Apakah insting membunuh dalam diri Himura-sensei makin terasah? Sanggupkah Alice menjadi penyeimbangnya dan membuat Himura-sensei kembali jadi dirinya sendiri? Episode 2, Pria Heteromorphic (phobia terhadap bagian tubuh tertentu).



Rekaman cctv menunjukkan pria mabuk yang pulang kerja menabrak seorang berjaket hingga terjatuh. Si pekerja tadi kesal karena ditabrak. Tapi saat ingin membalas, ia justru ditusuk oleh orang berjaket itu hingga akhirnya meninggal. Orang berjaket tadi buru-buru melarikan diri.


Sementara itu, seorang berjaket buru-buru masuk ke apartemennya. Nafasnya memburu, tersengal-sengal. Orang itu membuka jaket penutup kepalanya dan juga masker. Tampak wajah ketakutan di balik masker itu.



Satu bulan kemudian.


Alice menghubungi HImura-sensei dan menceritakan kalau editornya memberikannya liburan di hotel untuk bisa melanjutkan tulisannya. Tapi Alice menolak saat Himura-sensei berniat bergabung.


“Ada surat cinta untukmu,” cerita Himura-sensei sambil mengelus-ngelus kepala si kucing.


Ternyata, pemilik apartemen tempat HImura-sensei tinggal, Tokio-san ingin membuka brangkasnya. Ia menulis kunci itu dalam kertas dan menyamarkannya sebagai puisi. Tapi ia sendiri lupa cara memecahkan sandi puisi itu. Karenanya ia minta tolong pada Himura-sensei. Sayangnya, Himura-sensei juga tidak tahu cara memecahkannya. Ia minta bantuan Alice, yang memang sering berhubungan dengan cerita misteri dan pemecahan sandi seperti itu.


“Kau bosan kan?” kata yang jadi andalan Himura-sensei untuk membujuk Alice.


“Tidak sepertimu, aku tidak punya waktu luang. Kau keliru! Aku datang ke sini untuk bekerja. Lakukan sendiri! Aku mau pergi. Sampai jumpa lagi,” Alice menutup teleponnya.



Hari itu, banyak hal yang terjadi.


Setelah menelepon Himura-sensei, Alice memutuskan untuk jalan-jalan lebih dahulu, sebelum memulai pekerjaannya menulis.


Di bagian hotel lain, ada tamu wanita yang tampak khawatir dan ketakutan.


Sementara itu, det. Hisashi masih terus melakukan investigasi. Kasus penyerangan yang berakhir kematian satu bulan yang lalu masih belum menemukan titik terang, siapa pelakunya.


Di tempat lain, seorang pria bernama Hata-san tengah asyik minum bersama teman-temannya.


Apa hubungan dari orang-orang ini?



Staf hotel yang menerima tamu di depan dibuat kaget dengan kedatangan tamu dengan perban di wajahnya. Dia memakai jaket tinggi dan kaca mata hitam. Petugas penerima tamu kemudian memberitahukan nomer ruangan dan meminta staf lain untuk mengantar si tamu.


Alice yang kebetulan berada di ruang depat juga dibuat kaget. Apalagi saat melintas, tamu berperban itu sempat melihat ke arah Alice.


Staf yang bertugas mengantar tamu juga ketakutan. Setelah mengantar tamu itu dan meletakkan barang bawaan si tamu di kamar yang dimaksud, staf itu buru-buru pergi.



Tokie-san masih berusaha memecahkan teka-teki puisi yang dibuatnya sendiri. malam tanpa bintang, siang hari dipenuhi warna merah seperti darah. Aku dengar suara waltz dan polka. Aku menari dengan suara bouzouki yang kudengar di Yunani. Membuang baying di bumi dan terbang zigzag.


“Aku tidak tahu apa yang kutulis,” keluh Tokie-san. “Bagaimana denganmu, Sensei?”


“Aku juga tidak tahu,” Himura-sensei sudah dibuat pusing. Ia juga tidak punya ide bagaimana memecahkan teka-teki yang dibuat oleh Tokie-san ini.



Staf hotel membahas soal tamu yang baru datang. Ada yang mengatakan jika pria itu mungkin saja transparan, penjahat yang sedang dicari atau bahkan anggota kelompok ekstrimis. Mereka bahkan berniat mencocokannya dengan foto orang yang dicari polisi, yang mereka punya.


Saat itu Alice yang ada di sana ikut nimbrung. Staf hotel menyangka kalau Alice ini seorang detektif. Tapi, Alice mengelak cepat dan mengatakan kalau dirinya adalah seorang penulis novel misteri. Alice cepat melakukan analisis dan mengatakan kalau orang tadi kemungkinan bukanlah orang yang dicari polisi, anggota kelompok Shangri-La Crusade yang bernama Onizuka. Itu karena Onizuka lebih tinggi, sedangkan pria tadi kira-kira hanya setinggi Alice.


Tapi para staf hotel masih belum bisa menyingkirkan kecurigaan mereka. Mereka masih menerka kalau bisa saja tamu tadi adalah orang yang dicari polisi, entah siapapun.



Di penjara, detektif kembali bicara dengan pimpinan kelompok Shangri-La Crusade, Moroboshi Sanae. “Onizuka adalah orang kedua di Shangri-La yang melakukan serangan bom. Kau tidak memberikan dia perintah kan? Termasuk Onizuka, kebanyakan anggota melarikan diri dari polisi. Shangri-La tanpa kamu nyaris tidak tampak. Moroboshi, katakan di mana mereka!”


Tapi Moroboshi tetap tidak menunjukkan ekspresi apapun, “Aku di sini. Aku di sini sepanjang waktu. Karena itulah kita bisa jadi kapanpun.”



Pagi berikutnya, Alice kembali jalan-jalan di sekitar hotel. Tanpa sengaja, ia melihat manusia berperban itu turun dari tangga. Karena takut dan tidak mau turut campur, Alice memilih menghindar saat mereka berpapasan.



Puas jalan-jalan, Alice pun datang ke pemandian air panas. Tadinya ia sendiri, sampai seorang pria datang bergabung bersamanya. Alice memang pertama kali datang ke hotel itu, tapi si pria yang baru datang mengatakan kalau dirinya adalah tamu langganan hotel.


“Aku ahli operasi plastic,” ujar tamu itu.


“Ah, aku melihat Anda di TV!” Alice sadar sesuatu. Ia ingat pria itu adalah ahli oplas yang iklannya sering muncul di TV, pemilik klinik kecantikan Koreeda. “Apa ada pria yang oplas juga sekarang ini?” Alice penasaran karena dalam iklannya, klinik Koreeda ini mengatakan juga menerima pasien pria.


“Ya. Tiap pria punya alasan masing-masing kenapa oplas. Tapi aku tidak bisa mengatakannya, karena itu rahasia pasien. “


Alice penasaran, “Bagaimana kalau dia ingin mengubah penampilannya karena dia adalah orang yang dicari polisi?”


“Apa kau detektif?”


“Bukan,” elak Alice cepat.


Tapi obrolan mereka terhenti saat terdengar teriakan suara wanita dari arah dalam. Alice pun buru-buru bangun dari pemandian dan mengenakan kembali pakaiannya.



Staf hotel wanita tampak ketakutan sambil menunjuk ruangan tempat menginap tamu misterius berperban semalam. Saat masuk ke ruangan itu, mereka menemukan sesosok jasad di lantai.


Tentu saja penemuan jasad ini membuat semua orang kaget. Ruangan itu adalah ruangan tempat tamu berperban semalam menginap. Tapi tamu itu pergi keluar belum lama, staf hotel melihatnya keluar. Alice yang bertemu di jalan juga mengiyakan kesaksian itu. Lalu, jasad siapa yang ada di ruangan itu?



Akemi dan kawan-kawannya berkumpul di perpustakaan. Tapi mereka malah meributkan soal bekas goresan di wajah salah satu teman mereka. Mereka tidak sadar jika di seberang pembatas, ternyata ada Himura-sensei yang tengaha asyik membaca.


“Masalahnya Akemi adalah, dia tidak punya masalah kan?” komentar salah satu temannya.


Akemi tidak sepenuhnya sepakat dengan ide itu, “Aku selalu mencari sesuatu yang tidak kumiliki.” Akemi teringat senja itu. Entah apa yang dilihatnya, hingga ia tiba-tiba ketakutan begitu saja.


“Sesuatu yang tidak kumiliki?” Himura-sensei mendapatkan ide dari kalimat itu. Ditariknya lampu dan kemudian dinyalakan. Himura-sensei mulai menulis, “Ini dia!”


Para mahasiswa yang tadi mengobrol di depan Himura-sensei hanya dibuat bingung melihat ulah dosennya satu ini.



Akemi merasa ada yang perlu dibicarakannya dengan Himura-sensei. Ia pun berjalan menuju ruangan sang dosen.


Tapi dari arah belakang, HImura-sensei baru tiba dan berjalan tergesa. Ia masuk ke dalam ruangan, mengambil jaket dan segera pergi.


“Maaf, aku buru-buru!” ujar HImura-sensei. Tapi ia sempat berbalik dan melihat Akemi sebentar, “Aku akan mendengarkanmu lain kali,” janjinya.



Polisi yang dihubungi tiba di penginapan itu. Mereka tidak menyangka jika akan kembali bertemu Alice (lagi-lagi) di TKP kasus pembunuhan. Polisi yang datang adalah det.Hisashi, det.Ono dan satu lagi detektif muda. Bersama mereka juga ada si ahli forensic.


Staf hotel langsung heboh. Mereka masih mengira kalau Alice adalah detektif juga. Tapi Alice mengelak cepat, dan mengatakan kalau ia hanya kebetulan mengenal para polisi itu.


Menurut staf hotel, jasad yang ditemukan meninggal itu adalah orang asing. Dan mereka sama sekali tidak melihat siapapun datang ke ruangan itu, meski hotal buka selama 24 jam.


Polisi bersama staf mengecek bagian belakang ruangan TKP itu. Mencari kemungkinan kalau orang asing itu masuk ke ruangan tamu berperban lewat pintu belakang. Tapi ternyata tidak cukup celah untuk bisa masuk, kecuali membuka pintu. Dan jika pintu dibuka, maka yang tahu dan bisa membuka dari dalam hanya tamu itu atau staf hotel. Kemungkinan korban memang berencana bertemu dengan tamu berperban di ruangan itu.


“Arisugawa, kukatakan padamu kalau staf hotel dan semua tamu di sini adalah tersangka. Termasuk kamu!” det.Ono mengingatkan.


“Huh? Tunggu Komachi!” Alice tidak terima dijadikan tersangka. Ia malah memplesetkan nama det.Ono (nama keluarganya adalah Ono, ini mirip dengan seorang seniman terkenal Onono Komachi).”


“Aku menolak!”



Obrolan polisi dan Alice di belakang terhenti saat ada keributan di depan. Salah seorang tamu wanita berkeras untuk pergi dari hotel. Ia berdebat dengan staf hotel yang berkeras tidak mengijinkannya pergi.


“Eri! Apa kau membunuhnya?” seorang tamu datang menyapa si wanita yang akan pergi.


“Kenapa kau disini? Dia penguntit! Tolong tangkap dia!” pinta si wanita yang bernama Eri ini.


Si pria berusaha menjelaskan, tapi Eri-san makin ketakutan. Polisi akhirnya turun tangan dan mengamankan pria ini. Staf hotel yang menjelaskan, kalau si wanita ini ingin keluar dari hotel dan menganggap si pria sebagai penguntit.


“Apa kau Tanoue Eri?” det.Ono tampak mengenal tamu itu. Ia lalu menjelaskan pada rekannya, det.Hisashi dan yang lain kalau Eri-san ini adalah pelarian mantan anggota kelompok Shangri-La Crusade. “Kami berjanji akan melindungi Anda. Jadi, tinggalah di ruangan Anda,” bujuk det.Ono pada Eri-san ini.


Si polisi muda memuji det.Ono yang bisa mengenali wajah wanita tadi. Det.Ono mengelak kalau itu adalah pengetahuan umum, dia tahu semua wajah anggota, mantan anggota dan pelarian kelompok Shangri-La Crusade.


“Kau jadi mirip dengan Himura,” puji si polisi muda.


“Jangan samakan aku dengan dia!” det.Ono tidak terima.



“Maaf karena terlambat,” Himura-sensei yang baru datang langsung bergabung dengan yang lain.


Himura-sensei melihat TKP kasus pembunuhan kali ini. Ia melihat Alice juga di sana. Tanpa ragu, Himura-sensei langsung menunjuk Alice sebagai pelaku pembunuhan.


“Ini tidak lucu!” protes Alice tidak terima.


Imajinasi Himura-sensei mendadak liar melihat TKP ini. Ia seolah bisa melihat saat si tersangka menjerat leher korban hingga meninggal. Setelahnya, ternyata ia sadar jika pelakunya adalah dirinya sendiri. Senyum ganjil muncul di wajah Himura-sensei.


Alice curiga dengan ekspresi Himura-sensei. Buru-buru ia menyenggol lengan Himura-sensei, mengingatkan agar imajinasinya tidak keterusan.



Himura-sensei disapa oleh si ahli forensic. Menurut forensic, identitas korban sudah bisa diidentifikasi karena dompetnya ada di sakunya. Menurut SIM dalam dompet, korban adalah Aiba Noriaki, 21 tahun. Tapi semua sidik jari korban maupun pelaku sudah bersih dari ruangan itu. Selain itu tidak ada tanda-tanda kalau kamar mandi digunakan, karena tidak ditemukan selembarpun rambut.


“Hanya ini yang kami temukan,” forensic menunjukkan benda kecil yang merupakan tutup botol pasta gigi. “Kami menemukan ini di lubang saluran air di kamar mandi. Tapi tidak ada sidik jari apapun.”


Meski ada bukti pasta gigi digunakan, sikat gigi tidak ditemukan. Kemungkinan telah dibawa juga oleh pelaku. Karena jika ada sikat gigi, kemungkinan mereka bisa mengambil sampel DNA pelaku dari sana. Tampak jika si pelaku melakukan semuanya dengan tenang. Apa ini adalah pembunuhan berencana?


“Jangan buru-buru! Di mana kamar mandi?” Himura-sensei penasaran.


Mereka semua menuju kamar mandi yang ternyata tampak sangat mewah itu. Salah satu sisi kamar mandi berdinding kaca, sehingga bisa melihat langsung ke taman di luar.


“Himura, tersangka tidak menggunakan kamar mandi,” det.Ono berusaha mengingatkan.


“Tapi ia sikat gigi di sini.”


“Kita kadang sikat gigi sambil berjalan,” elak det.Ono, masih tidak mau kalah.


“Kita biasanya mulai menyikat gigi di depan cermin wastafel kan? Tapi karena tutup pasta gigi ditemukan di kamar mandi, dia pasti memang dengan sengaja membawanya,” Himura-sensei menjelaskan analisisnya.



“Kadang aku menyikat gigi sekalian dengan mandi,” lanjut Himura-sensei.


Imajinasi Himura-sensei mulai lagi. Ia melihat sebuah tangan mengambil sikat dan pasta gigi lalu membawanya ke kamar mandi. Setelahnya, ia melihat dirinya sendiri berada di depan wastafel, tengah mencuci tangan yang penuh dengan darah. Himura-sensei terdiam.


“Jadi, kau temukan sesuatu?” tanya det.Ono.


Kesadaran Himura-sensei segera pulih, “Tidak ada.” Ia berusaha sesegera mungkin menguasai diri.



Berdasarkan penyelidikan sementara, sudah jelas kalau lelaki berperban ini mencoba menutupi identitasnya dengan memakai perban. Seperti penjahat yang ada dalam pelarian. Contohnya pelarian dari kelompok Shangri-La Crusade. Apalagi salah satu mantan anggota Shangri-La Crusade, Tanoue Eri juga menginap di hotel itu.


“Kita harus menginvestigasi dua orang tadi (Eri-san dan penguntitnya) dan hubungan mereka dengan kelompok Shangri-La Crusade,” ujar det.Ono.


“Singkirkan dulu Shangri-La Crusade. Jika tujuannya untuk bertemu secara rahasia atau membunuh, pelaku harusnya memilih hotel yang lebih sepi,” ujar Himura-sensei.


Alice punya ide, “Karena ia tahu benar tentang hotel ini. Seorang pelanggan atau staf hotel.”


Himura-sensei setuju dengan ide ini, “Kalau begitu, pantas jika dia mengenakan perban karena semua orang di hotel ini tahu wajahnya.”


“Benar. Tidak hanya penjahat yang ingin menyembunyikan wajahnya, tapi juga pelanggan tetap, staf hotel atau orang terkenal!” Alice teringat soal pria yang ditemuinya di pemandian orang panas, si dokter ahli operasi plastic.


“Aku tahu orang terkenal. Dia juga pelanggan tetap. Tapi tunggu … apa dia memainkan peran ganda?!” Alice heran sendiri dengan analisisnya.



Det.Ono dan si polisi muda menemui dokter oplas. Tapi Himura-sensei dan det.Hisashi tidak ikut serta. Mereka justru pergi untuk menyelidiki hal lain, apartemen korban. Alice tadinya mau ikut dengan Himura-sensei, tapi det.Ono menahannya karena Alice masih masuk tersangka yang tidak boleh pergi dari hotel itu.


“Aku tidak di ruangannya pagi itu,” ujar dokter ahli oplas, Koeeda-san.


“Aku melihatnya dari pemandian air panas,” Alice menambahkan.


“Benar. Dan saat mendengar teriakan, kami datang bersama ke TKP,” cerita si dokter.


“Menyesal sekali, tapi itu tidak dihitung sebagai alibi saat waktu pembunuhan,” ujar det.Ono.


“Bukankah tersangkanya adalah pria berperban? Aku melihatnya keluar dan berjalan pagi-pagi,” ujar dokter lagi.



Orang yang selanjutnya diwawancarai adalah si tamu wanita, Eri-san. Eri-san mengakui kalau pria yang dituduhnya penguntit itu adalah mantan kekasihnya. Saat ia bergabung dengan Shangri-La Crusade, mereka putus. Tapi sia pria tetap saja menemuinya dan memintanya keluar dari kelompok itu.


Si pria juga mengakui hal yang sama. Dia terus saja mengganggu Eri-san karena ingin menyelamatkan Eri-san dari kelompok itu. Ketika mendengar kalau Eri-san akhirnya keluar dari kelompok itu dan bersembunyi di suatu tempat, ia mulai mencari dan mengikuti kemana saja Eri-san berada. Bahkan hingga ke hotel yang malam itu jadi tempat menginap mereka.



Himura-sensei berjalan bersama det.Hisashi. Mereka berkeliling jalanan di sekitar hotel. (dua episode ini kebanyakan seting tempatnya Jepang lama. Berasa drama beda jaman, hahaha). Mereka menemukan semacam pengumuman soal insiden yang terjadi bulan lalu, dan pelakunya masih belum ditemukan.


“Ini bukan misteri. Kami hanya masih belum menemukan tersangkanya. Tapi seorang pria meninggal. Bukan masalah insiden ini serius atau tidak. Tapi kami tidak bisa membiarkan pelaku berbuat sesukanya,” ujar det.Hisahi.


“Aku mengerti.”



Himura-sensei dan det.Hisashi tiba di apartemen korban, Aiba. Mereka ditemani oleh pemilik komplek apartemen itu.


“Dia selalu menghindar dari masyarakat,” cerita si pemilik apartemen. “Dia (Aiba) selalu memakai kaca mata dan menunduk. Dia biasanya datang ke toserba pada malam hari. Dia mulai tinggal di rumah sejak akhir tahun lalu.”


“Akhir tahun?” det.Hisashi heran.


“Apa Anda tahu insiden penusukan seorang pria yang terbunuh? Menurut rumor tetangga, itu dilaukan Aiba. Itulah kenapa dia tinggal di rumah terus.”


Det.Hisashi curiga, “Bagaimana menurut Anda, Sensei?”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 02 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Udah episode dua aja ya. Oh ya, sedikit info nih. Berhubung serial ini dan Yamaneko tayang hampir bersamaan dan subtitle pun baru keluar seminggu setelahnya, Na akan membuat serial ini posting bergantian. Semoga subtitle lancar ya, jadi jadwalnya nggak harus nunggu, hehehe

Bening Pertiwi 13.59.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 01 part 2. Nama aslinya Yamane. Tapi karena kegiatannya sebagai ‘pencuri misterius’, julukannya berubah jadi ‘yamaneko’. (neko=kucing). Kesukaannya adalah makan mie ramen dalam cup. Masalah utamanya adalah gatal di kakinya, sehingga ia tidak pernah memakai sepatu.


Target Yamaneko sebelumnya gagal karena ikut campurnya seorang hacker jenius yang mengambil data yang hendak diungkap oleh Yamaneko. Tapi dengan bantuan si jurnalis/wartawan majalah, Katsumura Hideo, Yamaneko akhirnya berhasil menemukan identitas si hacker jenius ini. Siapa sebenarnya dia?



Hari masih pagi dan dingin. Tapi Mao sudah asyik membakar sejumlah foto kenangan keluarganya di atas tempat yang biasa digunakan untuk membuat barbeque.


Dari arah lain, tiba-tiba muncul Yamane. Dengan santainya ia menghampiri Mao. Yamane bahkan melepas sandalnya dan memanaskannya di atas bakaran yang dibuat Mao itu. “Apa kau berencana memanggang daging di pagi hari atau membakar masa lalu? Bukannya itu tidak merubah apapun? Perang sudah dideklarasikan. Aku akan senang mengambil uang yang diambil olehmu dan ayahmu secara illegal melalui Frontier Data Bank di malam hari. Bagaimana kalau kita bertaruh. Jika aku bisa mencuri uang itu, kau akan melakukan satu permintaanku. Tapi jika aku tertangka, semua uang yang pernah kucuri hingga saat ini jadi milikmu. Dengan total, hmmm … satu, dua, tiga, empat, sekitar lima milyar yen. Selamat ulang tahun! Ah, ini hadiah untukmu. Tapi aku tidak tahu kapan ulang tahunmu!” Yamane menyelipkan sebuah benda ke saku jaket Mao.


Mao diam saja mematung, melihat ulang orang di depannya ini. Baru setelah Yamane pergi, Mao merogoh sakunya dan menemukan sebuah flashdisk warna hitam di sana.



“Kau akan melihat kehidupanku yang sebenarnya!” ujar Yamane pada Katsumura. Ia masih asyik mengoleskan salep pada kakinya yang gatal itu.


Katsumura kaget, karena ia pun ternyata harus terlibat dalam rencana Yamaneko ini. Tapi Yamane cuek saja. sementara Hosoda-san yang berperan sebagai ahli IT, pemilik bar, Rikako-san bertugas menyetir truk yang membawa mereka semua itu.



Det.Sekimoto menemui ayah Mao, Takasugi Naoya dan mengatakan kalau mereka mendapat info tentang kemunculan Yamaneko di gedung itu. Naoya-san mengelak ide itu. Ia begitu yakin kalau keamanan di gedungnya ini sangat baik, hingga tikus pun tidak akan bisa masuk.


Naoya-san mendapat telepon. Ia berpikir itu dari stafnya yang melapor soal keamanan. Ternyata yang menelepon di seberang adalah Yamaneko.


Dibantu oleh Katsumura, Yamaneko merekam pembicaraannya, “Target di 14 Januari adalah distribusi informasi illegal pada politikus dan bisnisman. Tempat penyimpanan Frintier Data Bank. Tempat itu sekitar 30 menit naik mobil dari sana kan? Terimakasih, Meow!”



“Jadi, apa yang akan kau lakukan? Kau bisa pergi sekarang!” perintah Yamaneko. Ia bersama Katsumura di ruang control milik Frontier Data Bank. Seluruh staf di ruangan itu telah dilumpuhkan.


Katsumura minta agar gelang ‘bom’-nya dilepas. Tapi sepertinya Yamaneko lupa cara melepas benda itu, membuat Katsumura kesal.


Katsumura berubah pikiran, “Aku ikut denganmu! Aku ingin tahu lebih banyak soal Mao. Selain itu, insting jurnalisku tergoda.”


Yamaneko meminta Katsumura untuk mereka pernyataannya sendiri. Katsumura pun menurut saja.


“Aku ingin tahu lebih banyak soal Yamaneko. Karena itu, aku akan bekerjasama denganmu. Jadi, aku melakukan hal keliru. Dan juga untuk melihat langsung, apa dia adalah pencuri baik atau penjahat, ini keadilan atau kejahatan … “ Katsumura baru sadar kalau ia bicara sendiri, karena Yamaneko sudah pergi.



Yamaneko tiba di ruang penyimpanan yang dimaksud. Ia menemukan kunci yang hanya bisa dibuka dengan suara. Itu model terbaru. Sayangnya Hosoda-san tidak bisa menghack kunci ini. Ini karena Mao telah terlibat dalam rencana mereka.


“Apa yang akan kau lakukan?” Katsumura mulai panic.


“Apa yang akan kulakukan? Hadapi kenyataan!”



Mao menelepon ayahnya yang tengah bermobil menuju tempat penyimpanan yang dibobol Yamaneko. Tadinya Naoya-san menolak, tapi saat Mao membahas soal ibunya, ia tidak punya pilihan.


“Ibu … meninggal kan? Kau membunuhnya!” ujar Mao. Ia lalu mendekatkan teleponnya ke laptop yang sedang memutar video rekaman saat Naoya-san di hotel bersama Rikako-san.


Aku tidak punya istri lagi. Dia sudah meninggal. Istriku meninggal karena gambar yang menyebar di internet. Yang melakukannya adalah putriku. Dia seorang hacker. Saat aku tahu, iblis membisikiku. Ini kesempatanku. Itulah kenapa aku membunuhnya. Tapi kusamarkan sebagai bunuh diri, agar putriku merasa bertanggungjawab dan mau membantu pekerjaanku. Tapi Naoya-san buru-buru meralat ucapan itu dan mengatakan kalau istrinya ada di rumah sakit lain.


“Mao, percayalah padaku,” pinta Naoya-san.


“Aku mengerti.”


Wajah Naoya-san makin pucat. Sementara itu, di kursi depan, det.Sekimoto dan Sakura juga memperhatikannya.



Di depan panel pengenal suara itu Yamane dan Katsumura berdebat. Yamane dengan PD-nya mengatakan kalau dirinya bisa membuat suara seperti milik Takasugi Naoya-san. Tapi ide ini jelas tidak dipercaya oleh Katsumura. Nyaris saja Katsumura menyebut kata terlarang ‘buta nada’ hingga ia sadar dan menggantinya menjadi ‘suara unik’.


“Kau tahu, dengan ini, aku tidak perlu menirukan suaranya. Autentifikasi suara, ditentukan oleh intensitas waktu dan frekuensi. Artinya meski suaranya berbeda, aku bisa melaluinya jika semua ini cocok,” Yamane masih terus menyombongkan diri. Ia bersiap. Lalu mengucapkan kata pertama, KASUGI, kata kedua NAO dan kata ketiga YA. Semuanya cocok. Tapi masalahnya adalah kata keempat.


Katsumura mulai panic dan mengusulkan agar mereka mundur saja. Tapi Yamane tidak setuju. Ia berkeras untuk bertahan. Ia pun mengucapkan bunyi asal dan tidak jelas. Tapi ternyata disetujui oleh pengenal suara itu. Mustahil tapi benar-benar terjadi.


“Aku membuktikannya keliru, tapi kau terkesan. Aku tidak percaya ini!” ujar Katsumura. Tapi ketakjubannya terhenti saat di depan mereka kini ada pintu lain yang hanya bisa dibuka dengan memasukkan 36 digit password di papan paswordnya.



Sosok tidak terduga muncul, Mao, “Tidak mungkin kau bisa melewati identifikasi suara itu. Aku sengaja mengacaukan sistem keamanannya,” ujar Mao tanpa basa-basi.


“Jadi kau tahu kalau kami akan datang?” Katsumura tidak percaya.


Tapi sepertinya Yamaneko maupun Mao tidak peduli lagi dengan protes Katsumura. Mao kemudian memasukkan ke-36 digit password di papan panel itu. Pelan, ia pun menekan enter.


“Jika benar dia membunuh istrinya, pasti tubuhnya ada di suatu tempat. Tidak ada tempat yang benar-benar tersembunyi di dunia ini,” ujar Katsura.



Pintu terakhir itu pun terbuka. Dan seperti dugaan Katsumura, di sana ada sesosok tulang belulang didudukkan di sebuah kursi mewah berwarna merah.


“Itulah tubuh Takasugi Asami (ibu Mao). Sepertinya dia diawetkan dengan sodium carbonate. Sama persis seperti cara mempersiapkan awetan biologis,” komentar Yamane.


Mao mematung memandangi tulang belulang itu. Kerinduannya pada ibunya ternyata harus berakhir seperti ini. Ia menemukan fakta yang sama sekali tidak pernah ia kira. Ibunya telah meninggal, menjadi tulang belulang dan disembunyikan oleh ayahnya. Katsumura memandang prihatin pada Mao. Tapi, tidak ada air mata menetes di wajah Mao.


Sementara itu, di luar mulai heboh. Polisi sudah berdatangan. Mereka mengepung ruangan itu, mempersiapkan penangkapan Yamaneko.



Katsumura heboh. Ia punya ide agar mereka melarikan diri lewat celah ventilasi, hingga ia melihat celah itu terlalu sempit untuk tubuh manusia. Yamane justru asyik sendiri mulai memasukkan uang ke dalam tas yang ia bawa. Mao sendiri masih mematung di tempatnya berdiri tadi.


“Hosoda, kuserahkan padamu!” Yamane menghubungi rekannya Hosoda-san.


Seketika lampu mati. Dengan korek api, Yamane bicara persis di depan Katsumura. Sebuah ide terlintas.


Yamane buru-buru melarikan diri di tengah bom asap yang disebarkannya di tengah-tengah kerumunan polisi. Tidak lupa ia meminta Hosoda-san menghapus semua rekaman di cctv. Dan rute pelarian mereka adalah … atap.



Det.Sekimoto memergoki Yamaneko dengan topeng kucingnya. Mereka terlibat perkelahian di tangga naik. Sepertinya detektif satu ini benar-benar paham cara kerja si Yamaneko.


“Jangan salahkan temanmu. Kami bisa berada di sini karena gelap. Mematikan sakelar listrik dan melarikan diri … kau melakukannya sebelumnya!” ujar det.Sekimoto.


Tapi Yamaneko sama sekali tidak gentar. Setelah beberapa kali nyaris tersudut, ia akhirnya berhasil bangkit dan membalas. Kali ini det.Sekimoto yang justru terkapar di lantai, “Pantas bagimu, Sekimocchi. Ini balasanku! Meowwww!” Yamaneko lalu berlari melarikan diri.



“Orang baru, kau sudah sampai? Yamaneko menuju tempatmu!” det.Sekimoto menghubungi rekannya, Sakura.


“Roger. Aku curiga dia akan melarikan diri dari melompat dari atap lagi. Jadi, ketatkan penjagaan di bawah!”


Lalu ada helicopter mendekat. Saat itu, sosok bertopeng kucing berlari ke atap. Melihat hal itu, Sakura langsung bertindak. Ia menembak dan kena lengan si buruan. Sakura berhasil menangkap buruan itu, tapi dibuat kaget saat membuka topeng kucing, yang ditemukannya justru kenalannya, si wartawan Katsumura.


“Hai semua!” Yamaneko menyapa dari tali yang tergantung di helicopter. Ternyata Yamaneko sudah lebih dulu berhasil melarikan diri.



Flash back


Saat gelap, Yamane meminta Katsumura untuk berganti kostumnya. Ia juga menunjukkan ada lift khusus staf di pintu belakang dan meminta Katsumura pergi ke atap. Sementara dirinya sendiri yang akan berperan sebagai pengalih perhatian.


Katsumura menurut saja. Meski ternyata perannya justru sebaliknya. Dia yang menjadi pengalih perhatian dan Yamaneko berhasil melarikan diri. Mengetahui telah dikhianati, Katsumura kesal luar biasa. Apalagi ia pun ditinggal begitu saja oleh si Yamaneko ini.



Polisi datang dan membawa Takasugi Naoya atas tuduhan pembunuhan terhadap istrinya, Takasugi Asami. Di luar, ada Mao yang sudah menunggu. Naoya-san sempat berhenti sebentar. Ia bicara cukup keras agar bisa didengar pula oleh Mao.


“Jika kau menginvestigasi perusahaan, kau akan menemukan seorang hacker bernama Mao. Hacker itu adalah aku. Akulah Mao.” Sampai akhir, Takasugi Naoya tetap ingin melindungi putrinya itu, Mao.



Katsumura dibawa ke mobil polisi. Sakura pun membantu membalut lukanya yang ternyata hanya tergores, tidak dalam.


“Apa mereka mengancammu dengan gelang ini?” tanya Sakura.


“Ya. Dia bilang, kalau aku bersikap aneh-aneh, ini akan meledak,” cerita Katsumura.


Tapi iseng, Sakura menekan salah satu tombol dan gelang itu terlepas dengan sendirinya. Katsumura kaget luar biasa. Jadi, selama ini ia telah tertipu dengan gelang tipuang itu.


“Senpai, kenapa kau datang ke sini?” tanya Sakura kemudian.


Katsumura agak bingung menjawabnya.


“Aku mengerti. Kau mencari Takasugi Asami kan? Untuk mengungkap perdagangan obat,” tebak Sakura.


Katsumura hanya mengiyakan saja tebakan Sakura itu. Pandangan mengarah keluar. Ia melihat Mao berjalan bersama para polisi.



Mao tengah melamun sendirian di kamarnya. Ia mengeluarkan cutter dari laci dan bersiap menggoreskannya di tangan.


Sampai seseorang datang mengganggunya, “Berpikir kalau mati hal sepele, kau pasti orang luar biasa. Tapi saat hidupmu lebih menyedihkan dari mati, maka tujuan hidup bisa disebut keberanian sebenarnya. Tapi kau hanya ingin mati untuk melarikan diri dari dunia ini. Dan itu tidak ada hubungannya dengan keberanian.”


“Pergi! Ini bukan urusanmu!” bentak Mao.


“Tentu saja. Kau berjanji akan mendengarkan permintaanku kan?” tagih Yamaneko yang dibalas Mao dengan tidak mengakuinya.


“Itu salahku. Kalau aku tidak mengungkap skandal ayah di internet, mama maupun papa tidak akan terluka,” sesal Mao.


“Kau tidak boleh berpikir begitu! Kau tahu efeknya dan kau melakukannya. Kau tahu perusahaan ayahmu akan kacau dan ibumu akan depresi, tapi kau tetap MENGUNGGAH GAMBAR ITU! Sama seperti perawatan ibumu. Kau itu hacker jenius. Jadi saat kau tidak bisa menemui ibumu, tidak mungkin kau tidak melakukan penyelidikan. Kau tahu kalau ibumu sudah meninggal. TAPI! Kau tidak bilang siapapun, kenapa? Karena kau pikir ibumu bunuh diri karena skandal yang kau ungkap itu. Kalau itu benar, itu salahmu! Kau bahkan tidak berpikir kau mungkin telah membunuhnya!”


“Tidak!” Mao berubah histeris.


“Itulah kenapa … kau tutup matamu. Kau tutup telingamu. Untuk melarikan diri dari kenyataan, kau jadi gadis baik ayah!”


“Aku tidak tahu apapun!” Mao amsih terus berkeras.


“Kau menghack untuk mendapat biaya rumah sakit? Jangan membuatku tertawa!” sindir Yamane. “Kau hanya bersenang-senang. Melarikan diri dari kenyataan menyedihkan dan menjadi Mao yang dipuja.”



“Apa yang kau tahu tentang aku? Apa kau tahu seberapa sakitnya aku?! Dan tidak ada yang menolongku! Jadi kenapa dengan melarikan diri dari kenyataan?! Apa salahnya jadi anak baik ayah?!” Mao makin histeris.


“Kau yang membunuh ibumu!”


“Yang membunuh ibu adalah ayahku! Dia harusnya tidak selingkuh! Ibuku harusnya lebih kuat!” teriak Mao lagi.


“Itulah kau yang sebenarnya! Itulah wajah yang ingin kulihat! Marahlah! Berteriaklah lagi!” Yamane semakin memprovokasi Mao untuk mengungkapkan semua kemarahannya. “Indah kan? Dunia yang kau harapkan? Tidak peduli apapun di luar, asal kau sendiri, semuanya beres. Itulah kamu!”


“Aku bukan orang seperti itu!”


“Apa yang ada jauh dalam dirimu? Hatimu! Kutanyakan, apa prinsip hidupmu? Tidak ada, huh? Aku tahu kau tidak pernah berpikir dari mana kau datang dan seperti apa kau, hingga ingin berakhir seperti ini. Karena itu, kau hanya penjahat. Kau kehilangan arah. Dan berubah jadi kacau balau. Kukatakan padamu, jangan berpikir aku akan menyalahkanmu untuk kejahatanmu itu. Aku juga hanya penjahat sepertimu. Tapi kau tahu, aku mengerti kalau seseorang akan terluka saat aku melakukan kejahatan. Dan aku tahu, suatu saat aku juga akan dihukum. Dan aku mematahkan hukum untuk mengikuti prinsip hidupku. Bagaimana denganmu? Apa kau siap dengan itu? Jauh di dalam dirimu? Tidak ada yang menolongmu? Dan tidak ada orang yang bersamamu? Kau salah! Kau hanya menutup mata. Semua hal penting ada di sini!”


“Tidak benar! Tidak ada yang membutuhkanku! Aku tidak pernah punya hal penting!” air mata di pipi Mao makin deras. Suara teriakannya pun makin parau.


“Kau pikir begitu? Kau bodoh! Kau tidak sendirian. Kau punya seseorang bersamamu,” Yamane mulai melunak saat melihat Mao terduduk lemas di lantai. Ia menunjukkan kotak perhiasan milik Mao yang pernah dicurinya.


Mao melihat bagian di balik cermin dalam kotak perhiasan itu. Ada tulisan ibunya di sana. Tangis Mao makin dalam. Sampai ia sadar akhirnya, Yamane sudah pergi dari kamarnya itu.



Liputan berita. Dengan penangkapan presdir Frontier Data Bank, Takasugi Naoya, bukti menunjukkan jika perusahaan juga mengungkap data illegal dari pemerintahan Tokyo. Tapi gubernur memberikan jawaban kalau mereka tidak punya hubungan apapun.


Usai menyampaikan berita, sang penyiar berita, Todo Kenichiro justru mengatakan hal lain. Ia mengatakan mengundurkan diri sebagai penyiar berita "TWILIGHT NEWS".



Tim Yamaneko ada di bar seperti biasa. Mereka juga menyaksikan berita di TV. Tapi alih-alih memperhatikan isi beritanya, mereka justru membahas penyiar berita yang tiba-tiba mengundurkan diri itu.


“Kalian sudah memanfaatkanku. Jadi, aku akan mengungkap segalanya!” ancam Katsumura.


Tapi Yamane dan yang lain santai saja. Rikako-san kemudian menunjukkan rekaman saat sebelum mereka beraksi semalam. Dalam rekaman itu, adalah bukti kalau Katsumura memang secara sukarela ikut dalam rencana mereka. Katsumura tidak bisa mengelak lagi. Video pengakuan itu jadi pukulan telak baginya.


“Kalian yang terburuuuuuuk!!!”



Dari arah pintu, masuk orang lain. Dia Takasugi Mao. Mao menunjukkan kotak perhiasan yang dikembalikan Yamane padanya kemarin, “Tulisan ibuku tidak seburuh ini,” protesnya. Mao tahu kalau tulisan itu hanya ulah Yamane saja agar ia percaya.


“Aaaaaa … “ Yamane tidak punya jawaban atas protes itu. Ia malah merangkul Mao, “Perhatian! Ini adalah teman baru kita, Demon King a.k.a. Takusugi Maooooo! Tepuk tangan! Dengan ini, kau dan aku adalah rekan criminal. Apa kau siap? Kalau begitu kita butuh pesta penyambutan!” Yamane mengambil minumannya dan naik ke kursi, berteriak-teriak seperti biasanya.


Mao melihat ke arah Rikako-san, dengan tatapan penuh tanya.


Rikako-san hanya tersenyum santai, “Sudah jadi keputusannya. Itu artinya, dia adalah rekanmu. Sisanya, kau putuskan sendiri.”



Pesta pun dimulai. Seperti biasa, Yamane asyik dengan ramen panasnya. Berulang kali ia memukul kepala Katsumura dengan mainan plastic. Mao ikut ambil bagian dengan duduk di salah satu kursi. Melihat ulah kedua pria di depannya itu, Mao pun akhirnya tersenyum geli.


“Dia tersenyum, Yamaneko-san!” teriak Katsumura.


“Dia sama sekali tidak tahu yang terjadi!” teriak Yamane tidak mau kalah.



Mantan penyiar berita, Todo Kenichiro menghubungi det.Sekimoto, “Terimakasih, berkatmu pencalonanku berjalan lancar.


“Senang mendengarnya.”


“Aku masih butuh kau di masa depan. Kalau ada apa-apa, kau akan kuhubungi lagi,” balas Todo-san.


Salah seorang staf memberitahukan jika semuanya telah siap. Todo-san menutup teleponnya. Ia pun masuk ke ruangan lain. Di sana, sudah menunggu para wartawan. Mereka akan melakukan konferensi pers.


“Aku lega bisa bertemu dengan Anda semua di sini. Aku, Todo Kenichiro akan maju dalam bursa pemilihan gubernur Tokyo berikutnya. Aku ingin mengubah Tokyo. Tidak! Aku ingin mengubah Jepang!”



Yamane masih berisik seperti biasa. Tapi ia kemudian merangkul Hosoda-san dan membawanya pergi. Yamane meminta Katsumura yang membawa truk mereka.


Truk berhenti di sebuah tempat sepi, seperti pelabuhan. Yamane mendorong Hosoda-san keluar dari truk. Yamane menyeret Hosoda-san. Hosoda yang ketakutan meminta Katsumura untuk ikut. Tapi Yamane menyuruh Katsumura tetap tinggal. Tanpa mereka tahu, Mao juga ikut di dalam truk itu, tapi ia bersembunyi di bawah kursi. Mao hanya mengintip dari balik pintu truk saat Yamane menyeret Hosoda-san menjauh.



Yamane menyeret Hosoda-san sampai ke sisi laut. Ia lalu menodongkan senpi pada Hosoda-san.


“Ada apa ini? Kenapa denganmu? Aku mengerti. Aku harus melarikan diri kan? Aku bisa melakukan itu. Ini bercanda kan? Ah, benar. Itu adalah pistol air kan?” Hosoda-san ketakutan, tapi masih berpikir kalau Yamane tidak serius kali ini.


Tapi Yamane menunjukkan wajah seriusnya, “Terakhir kali dan kali ini, polisi benar-benar menyusahkan. Kupikir itu perbuatan Mao, ternyata bukan. Itu kau!”


Hosoda-san memegang kaki Yamane, memohon, “Maafkan aku, aku dibutakan uang. Maaf. Kumohon, maafkan aku! Selamatkan aku!”


“Siapa yang menyuruhmu?!”


“Yuuki... Tenmei,” sebuah nama misterius keluar dari mulut Hosoda-san. (Yuuki berarti keberanian dan Tenmei berarti takdir)


Tapi Yamane tetap tidak menurunkan senjatanya. Ia justru membuka penutupnya, siap menembak.


“Tolong aku! Yamaneko tidak membunuh siapapun kan?!” mohon Hosoda-san lagi.


“Itu dalam pekerjaan. Beda dengan urusan pribadi!” ujar Yamaneko.


Dari dekat truk, Katsumura dan Mao mendengar empat kali suara tembakan. Mereka kaget. Setelahnya mereka melihat Yamane berjalan dengan santainya dan kembali masuk ke dalam truk. Yamane tidak mengatakan apapun. Bahkan Katsumura pun tidak berani bertanya, apa yang sebenarnya telah terjadi.


“Saat itu aku percaya kalau Yamaneko hanya pura-pura menembak. Dan Hosoda-san masih hidup di suatu tempat. Tapi aku keliru. Seminggu kemudian, jasad Hosoda-san ditemukan,” ujar Mao dalam hati.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 02 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Suara tembakan di akhir episode satu ini jelas-jelas misterius. Peraturan Yamaneko selama ini, tidak pernah membunuh. Bagaimana dengan suara tembakan itu? Siapa target Yamaneko selanjutnya?

Bening Pertiwi 13.50.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 01 part 1.  Proyek kedua yang Na kerjakan di season kali ini. Semoga waktu dan tenaga Na cukup ya, buat mengawal sinopsis satu ini dan satunya lagi sampai selesai. Selamat membaca.


Bushido. Secara harfiah berarti ‘jalan ksatria; dan digunakan untuk mendeskripsikan cara hidup samurai dan nilai moral. Seperti sakura yang menjadi simbol Jepang, adalah bunga dengan akar dalam tanah negeri ini.



Adegan dibuka dengan seorang pria yang tengah dipukuli di sebuah tempat gelap. Tapi, alih-alih ketakutan, pria ini justru ‘bernyanyi’ dengan kerasnya. Ia mengkritik soal sistem social yang makin jauh dari bushido.


Oleh orang-orang yang memukulinya, pria ini dibawa di sebuah mobil. Tubuh mereka terguncang-guncang karena jalanan yang tidak rata. Tahu ada kesempatan, pria muda ini melarikan diri dari para penawannya. Ia jatuh di jalanan masih dalam keadaan babak belur. Dengan tubuh penuh luka, pria ini berusaha bangun. Pelan dan sempoyongan, ia berjalan. Di bibirnya tergumam sejumlah syair menemani langkahnya di bawah buatnya bulan purnama.



Tokyo, 2016


Sesosok manusia mengenakan topeng kucing berdiri di atas gedung dengan latar belakang bulan yang bulat. Orang ini berdendang dengan suara paraunya. Sesekali kakinya yang hanya mengenakan sandal menggaruk yang lain karena gatal. Ia lalu mengeluarkan pistol tali kemudian menembakkannya ke gedung seberang. Setelah yakin talinya kencang, dia kemudian meluncur. Untuk bisa masuk dia perlu melubangi kaca terlebih dahulu. Tapi itu bukan perkara sulit bagi si topeng kucing. Kelakuannya persis seperti pencuri.


Setelah di dalam, alih-alih segera bekerja, si topeng kucing justru menyalakan kamera yang dibawanya yang mulai merekam. Dia membuka topengnya, dan tampaknya wajah seorang pria berkacamata.


“Sasaran pada 6 Januari sambil bernyanyi soal cinta dan kedamaian adalah organisasi politik baru yang disebut ‘Shining Peace’. Atau dengan kata lain, sumber uang mereka. Sebenarnya mereka mendapatkan pendapatan dari suap.”



Pria ini beranjak ke ruangan lain. Di sana ada computer yang menyimpan data pelanggan. Tanpa ragu ia memasukkan penyimpan dan bersiap memindah data. Tapi belum selesai, tiba-tiba computer itu menampulkan tulisan ‘no data’.


Dari seberang ada suara memeringatkan si pria ini yang disebut ‘Yamaneko’ (Kamenazi Kazuya) karena sistem keamanan sudah kembali. Itu artinya ada yang ikut campur dengan urusan mereka. Dan kemungkinan pelakunya adalah Mao atau ‘devil king’. Mao dikenal sebagai seorang hacker jenius. Dan hanya dia yang bisa melawan kelompok Yamaneko. Suara dari seberang juga mengingatkan Yamaneko kalau polisi sudah tiba.



Di bawah, seorang polisi wanita berkaca mata yang cantik baru keluar dari mobilnya. Ia mempersiapkan senpi-nya.


Tapi, dari belakang muncul pria lain. Seorang detektif senior yang iseng memegang pantat si polisi wanita, “Wajah baru yang masih segar.”


“Aku akan melaporkanmu karena cabul,” ancam si polisi wanita.


“Silahkan. Aku akan membuat kasusnya berhenti.”



Situasi cukup rumit. Anggota tim Yamaneko ternyata menunggu di dalam truk tertutup. Si pria bertugas sebagai hacker yang membantu dalam menjebol sistem keamanan. Keduanya memantau dari truk itu, sementara Yamaneko beraksi. Mereka sudah memperingatkan Yamaneko jika polisi sudah datang.


Tidak berhasil mendapatkan data dari computer, Yamaneko bergeser ke sisi lain ruangan. Setelah menjatuhkan semacam rak, ia menemukan pintu brankas di belakangnya. Pelan, ia mencoba membuka brankas itu dan menemukan setumpuk uang di sana.


Polisi meringsek masuk. Dipimpin oleh si detektif pria, mereka menyerbu masuk. Meski datang dengan tim dan peralatan lengkap, mereka tidak berhasil menemukan apapun selain brankas yang sudah dikuras habis dan tidak ada seorangpun di sana.



Di atap, si polisi wanita menodongkan senpi-nya, “Berbalik! Tangan di atas!” rupanya ia menemukan Yamaneko yang melarikan diri dan kini ada di atas gedung. “Jangan bergerak!”


Tapi Yamaneko sama sekali tidak gentar, “Kalau kau berniat menembak, kau akan langsung menembak sejak tadi. Benar kan, detektif baru?” ledek Yamaneko. Ia kemudian loncat dari atap gedung.


Panic, si polisi wanita menyusul ke sisi gedung. Tapi kekhawatirannya sama sekali tidak terbukti, karena Yamaneko ternyata jatuh di atas sebuah benda empuk yang sudah diletakkan di atas truk. Truk itu pun berhasil membuat Yamaneko melarikan diri. Misi menangkap Yamaneko gagal.



Si polisi wanita masih tampak kesal, “Bagaimana kau tahu dia akan di atap?” tanyanya pada si detektif pria.


“Karena masuk dari atas adalah titik buta dalam sistem kemanan mereka. Pengetahuan itu penting. Tapi tidak ada gunanya kalau kau tidak bisa menangkapnya.”



“Sakura-chan!”


Merasa dipanggil, si polisi wanita bernama Sakura (Nanao) ini mencari sumber suara. Ia kemudian mengenali orang yang memanggilnya adalah seniornya dulu, Katsumura (Narimiya Hiroki). Sakura kemudian mendekati sumber suara itu.


“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sakura.


“Aku tahu dari berita internet. Apa itu benar Yamaneko? Kalau dia merampok, artinya Shining Peace melakukan hal buruk kan?” tembak Katsumura yang merupakan seorang jurnalis ini.


Sakura bicara berbisik, “Sejujurnya, mereka menerima suap.” Belum sempat menyelesaikan penjelasannya, Sakura sudah dipanggil si detektif pria yang mengajaknya segera pergi.



Hari berikutnya. Berita pagi. Organisasi politik baru, Shining Peace mencuri sekitar 50.000.000 yen dengan menerima suap di balik layar. Pencuri misterius ‘Yamaneko’ menunjukkan kejahatan itu dan mencuri uang tanpa membunuh siapapun. Apa dia adalah pencuri yang lembut? Atau penjahat? Atau pahlawan keadilan? Atau iblis?


Katsumura tengah tertidur dengan penutup mata di kursinya saat rekan kerjanya menarik penutup mata itu. Rekan kerjanya mengatakan kalau bos mereka suka dengan berita Katsumura soal Yamaneko ini. Selain itu, saat Katsumura tidur juga ada seorang wanita yang menghubungi dan meninggalkan pesan.


Pesan itu dari si polisi wanita, Kirishima Sakura. Aku menunggumu jam 14.30 di ruang 430 Karaoke Django.



Katsumura menuju tempat yang dimaksud oleh pesan itu. Tapi, alih-alih menemukan si polisi cantik, Sakura, Katsumura justru menemukan seorang pria yang tengah asyik bernyanyi.


Pria itu berbalik, dia mengenakan topeng kucing. Ia menunjukkan artikel di majalah, “Kau yang menulis ini? Kebenaran tentang pencuri misterius, Yamaneko. Di kalimat terakhir, referensi juga berasal dari lagu-lagu Bushido. Kenapa kau memakai ini?”


“Itu … karena aku melihat Bushido dari yang dilakukan Yamaneko,” aku Katsumura di bawah todongan senpi. “Dia memiliki semangat seperti samura sebenarnya yang sudah dilupakan orang di masa kini? Kau tidak perlu malu kan?”


“Sadis! Ini artikel menarik. Tapi, ada dua kesalahan. Pertama, aku bukan pencuri lembut. Kedua, aku bukan pencuri misterius Yamaneko. Aku pencuri misterius yang juga detektif, Yamaneko,” aku Yamaneko.


Katsumura baru mengerti, “Yamaneko?!” ia nyaris tidak percaya.


“Meowwwww!” Yamaneko melepas topengnya dan menunjukkan wajah konyolnya.



Sementara, seorang politikus, gubernur perfektur Tokyo, sedang diwawancarai oleh sebuah stasiun TV soal kasus penangkapan pimpinan Shining Peace.


Ada indikasi kalau sang gubernur dan pimpinan Shining Peace dekat. Tapi sang gubernur mengelak dan mengatakan hanya ‘pernah’ bertemu. Si reporter mengungkap fakta kalau ada saksi yang melihat pimpinan Shining Peace ini beberapa kali keluar masuk kantor gubernur. Si reporter makin memojokkan sang gubernur. Ada kemungkinan kalau sang gubernur juga terlibat dengan kasus yang menimpa Shining Peace. Tapi sang gubernur terus saja mengelak.


“Ada apa denganmu? Ini jadi mirip investigasi!” protes sang gubernur. “Aku diundang datang untuk membicarakan masa depan Tokyo.”


Si reporter tersenyum, “Ah maaf. Tapi ini hal penting yang berhubungan dengan masa depan Tokyo juga.”


Sang gubernur yang kesal akhirnya memilih pergi.


Si reporter mau tidak mau harus melanjutkan acaranya, “Itu membuatnya kesal. Hanya pada program ini, maafkan aku jika kadang aku mengabaikan jurnalis dan jadi investigator.”



Di suatu tempat, Yamaneko dan Katsumura juga menyimak acara wawancara itu. Yamaneko kenal si reporter itu adalah Toudou Kenichiro dan kemungkinan dia selama ini memang sudah sering menggali informasi dengan cara seperti itu.


Katsumura mulai mengocel soal beritanya. Kisah yang ia tulis di majalah tenang Yamaneko akhir-akhir ini terkenal. Jika itu dipublikasikan jadi buku, aku bisa punya acara pemberian tanda tangan, menjadi populer bahkan mendapatkan royalty. Tapi Katsumura kemudian heran, kemana Yamane a.k Yamaneko akan membawanya. Mereka tiba di depan gedung yang tampak terbengkalai dan pintu geser yang berkarat.


“Kau ingin tahu lebih banyak tentang aku kan? Ini tempat persembunyian kami. Jangan bilang siapapun!” pesan Yamane.


“Dia benar-benar bodoh!” keluh Katsumura.



Di balik pintu berkarat itu ternyata ada sebuah bar. Yamane memperkenalkan wanita yang ada di bar itu, Rikako sebagai ahli kendaraan dan pria gendut di sana Hosoda, ahli elektronik. Yamane memperkenalkan orang yang bersamanya itu sebagai Katsumura Hideo, penulis cerita tentang Yamane di majalah.


Sampai saat itu, Katsumura masih belum percaya kalau orang yang bersamanya itu adalah Yamaneko, pencuri terkenal itu. Tapi dasara Yamane, dengan sombongnya dia mengatakan kalau dirinya adalah pencuri canggih yang tidak kenal takut sama sekali. Yamane meminta Rikako-san untuk membuatkan makanan kesenangannya, ramen asin.


Hosoda-san protes, kenapa Yamane membawa-bawa Katsumura masuk. Karena mereka mungkin saja tidak akan membiarkan Katsumura hidup dan pergi begitu saja. Tapi Yamane mengatakan kalau Katsumura juga menulis tentang ‘Mao’. Hosoda akhirnya mengerti, Mao yang dimaksud adalah MAO yang itu. Mao yang merupakan seorang hacker terkenal. Yamane menjelaskan kalau Katsumura mencoba menguak identitas Mao ini lewat tulisannya. Tapi tiba-tiba saja dia berhenti menulis tentang Mao. Artinya Katsumura sudah tahu identitas Mao yang sebenarnya.


“Aku tahu identitas Mao. Mao adalah seorang wanita. Dan lagi dia adalah siswi SMA,” cerita Katsumura.


Hosoda-san tidak percaya kalau hacker jenius itu ternyata masih SMA. Saat tahu fakta ini, Katsumura akhirnya memilih tidak melanjutkan kisahnya tentang Mao. Katsumura pun memutuskan untuk pergi, karena ia tidak bisa membeberkan lebih banyak lagi soal Mao ini.


Tapi bukan Yamane jika menyerah begitu saja. Rikako memberikan Yamane foto-foto Sakura, detektif polisi kenalan Katsumura. Foto itu diambil dari sebuah pemandian air panas. Katsumura langsung heboh menutupi kejahatannya. Ia mengelak kalau dirinyalah yang mengambil foto itu. Tapi tidak ada yang percaya dengan ucapan Katsumura ini. Yamane mengaku kalau ia datang ke apartemen Katsumura dan menemukan foto-foto ini.


“Ahhhh! Karena kau tahu titik lemahku, aku tidak akan mengungkap identitasmu. Itulah kenapa kau sanga terbuka hingga sekarang. Ini tidak lucu!” keluh Katsumura. “Meski harus mengabaikan harga diri, aku tidak akan menyerah dengan ancama itu!”


Tapi Yamane dan yang lain makin heboh. Mereka membicarakan kalau ada foto lain yang lebih vilgar. Tidak bisa menahan diri, Katsumura akhirnya kembali.



Katsumura akhirnya menyerah. Mau tidak mau dia harus mengungkap hasil investigasi yang selama ini dilakukannya.


Takasugi Mao. Seorang anak kelas 2 SMA berusia 17 tahun. Namanya berarti ‘pusat kebenaran’ dan diucapkan juga sebagai ‘Demon King’. Mao adalah hacker jenius. Setelah dia menghack perusahaan, 70% data curian mengalir pada perusahaan legal, Frontier Data Bank. Presdir perusahaan itu adalah Takasugi Naoya, ayah dari Mao. Data itu berisi data sekolah dan data pelanggan. Tapi di balik semua itu, juga ada data illegal. Mao menghack data perusahaan dan memberikan informasi itu pada yahanya.


Sebenarnya, dua tahun silam, ada bukti yang menunjukkan Takasugi Naoya selingkuh dengan seorang ‘gravure idol’ dan menyebar di internet. Tapi sebenarnya itu perbuatan Mao. Dan sebagai hasilnya, perusahaan kacau. Ibunya juga kesal karena skandal itu dan mencoba bunuh diri. Sepertinya, dia selamat, tapi dia masih dalam perawatan di klinik. Mao akhirnya setuju untuk bekerja sama dengan ayahnya.


“Jadi, karena itu kau menghentikan ceritamu tentang Mao?” tanya Hosoda-san



“Aku pikir mengungkap identitas Mao pasti menguntungkan, tapi membuat ayahnya bertanggungjawab juga tidak buruk,” Yamane tiba-tiba punya ide. Ia lalu mengikatkan semacam gelang logam yang diberikan Rikako-san pada tangan Katsumura. “Maukan kau kerjasama denganku?”


“Heh? Ini apa?!”


“Ini? Bom model baru. Kalau kau memaksa untuk melepaskannya atau mengungkap identitas tim ini, maka bom ini akan m-e-l-e-d-a-k. BOOM!!!” ancam Yamane dengan santainya. Dia pun kembali asyik dengan ramen di gelasnya.



Mao sedang makan sendirian di toilet saat dari atas ada yang menyiramkan air. Moe keluar dan menemukan sejumlah gadis seumuran dengannya yang bisa membully-nya.


Alih-alih protes atau melakukan perlawanan, Mao diam saja tapi memandang mereka semua dengan tatapan tajam. Mao bahkan masih tetap diam saja saat para pem-bully itu mulai membuka baju Mao dan akan mengambil gambarnya.



Katsumura dan Yamane menunggu di tangga. Mereka akan menemui Mao. Tapi Yamane justru sibuk dengan penyakit gatal di kakinya, yang disebuat dengan ‘Athlete Foot’. Orang yang ditunggu akhirnya keluar. Mao berjalan keluar dengan pakaian olahraga yang dilengkapi mantel.


“Maaf, apa kau Takasugi Mao? Namaku Katsumura dan aku penulis di majalah mingguan,” Katsumura mencoba menyapa Mao.


Tapi Yamane malah menyerobotnya, “Kau Mao, huh? Apa kau tahu siapa aku? Aku Yamaneko. Karena kau menghapus link antara pemerintah Tokyo dengan organisasi yang korum, bonus pelengkapku hilang! Atau, haru harus protes padamu. Tapi kau hanya bocah lemah yang dibully!” Yamane merebut tas milik Mao. “Keluargamu tidak bahagia karena kau mengungkap skandal ayahmu. Karena itulah, kau terlibat kejahatan. Jangan jadikan dirimua pahlawan menyedihkan. Bodoh!”


Mao bersikap dingin seperti biasa. Ia tidak peduli dengan apapun provokasi Yamane. Setelah merebut kembali tas miliknya, Mao kembali beranjak pergi.


Tapi Yamane tidak menyerah. Ia menunjukkan sejumlah foto, “Kishitani Osamu-san, berusia 72 tahun, tidak bekerja. Dia kehilangan 10 juta yen simpanannya untuk hari itu karena penipuan oleh perusahaan korup. Tokimura Natsuko-san, 68 tahun, tinggal bersama putranya dan suami. Kehilangan 20 juta yen yang disimpannya untuk rumah kedua. Semua orang itu, terluka karena kau menghack data pelanggan mereka. Itu yang kau lakukan!”


“Jadi?” Mao masih saja tenang. “Itu tidak ada hubungannya denganku.” Kali ini Mao benar-benar pergi.



Mao baru saja pulang dari sekola saat ia melihat ayahnya memeluk ibunya yang berlumuran darah. Ayahnya mengatakan jika ibu Mao berniat bunuh diri. Takasugi Naoya, ayah Mao buru-buru membopong Takasugi Asami dan berniat membawanya ke rumah sakit. Dalam bayangannya, Mao melihat ibunya yang berlumuran darah menuduhnya menjadi penyebab semua masalah itu.


Tapi itu semua hanya mimpi. Mao terbangun tepat saat ayahnya masuk ke kamar itu.


“Ada apa?” tanya Takasugi Naoya.


Mao gelagapan mengatakan tidak masalah. Ia pun memberikan data yang baru saja dihack-nya pada ayahnya itu. Naoya-san tersenyum melihat pekerjaan putrinya dan memuji kalau kliennya tentu akan sangat senang.


“Aku kangen ibu … “ bisik Mao saat ayahnya akan pergi.


“Dia belum bisa ditemui. Tapi aku akan katakana perasaanmu, dan dia mengerti kalau dia sangat bersyukur bisa berada di rumah sakit karenanmu. Kau akan segera bisa bertemu dengannya, ok?”


Di tempat lain, Yamane tengah mendengarkan semua pembicaraan Mao dan ayahnya. Rupanya ia menempelkan semacam alat perekam di tas Mao yang sempat diambilnya tadi siang. “Sikap pada orang tua, harus didasarkan oleh cinta. Tapi, jika cinta hilang, kekuatan lain yang akan menggantinya. Dan yang mengandung kekuatan ini adalah tugas.” Di dekat Yamane ada buku berjudul ‘Bushido’ yang diletakkan terbuka tapi tertelungkup ke bawah.



Sakura tengah membuat sketsa tentang wajah Yamaneko saat rekannya, si detektif cabul Sekimoto Shuga datang.


“Gambarnya sedikit berbeda,” komentar det. Sekimoto.


“Kupikir ini sudah benar.”


“Kenapa kau sangat terobsesi padanya?”


Sakura berdiri, “Orang menganggapnya sebagai pendukung pemerintah public. Tapi dia melakukan pencurian yang menyakiti orang dan mencuri uang. Dan dia mungkin juga akan membunuh untuk mencapai tujuannya. Aku tidak bisa membiarkan itu!”


“Yamaneko tidak membunuh orang,” det.Sekimoto memotong ucapan Sakura.


“Itu ilusi. Lalu, kenapa ayahku tiba-tiba meninggal saat perburuan kasus Yamaneko?” tantang Sakura.


“Itu kecelakaan. Itu juga tertulis di laporan investigasi.”


“Aku tidak percaya!” Sakura tetap berkeras.


“Lakukan sesukamu. Tapi jangan libatkan aku.”



Katsumura kembali ke markas Yamaneko dan menemukan Yamane ternyata mengumpulkan banyak foto-foto Mao selama seminggu. Tidak hanya itu, ia bahkan mengambil barang-barang milik Mao. Tapi Yamane menolak saat dituduh mencuri, ia mengaku hanya meminjam saja. Yamane kesal juga karena protes Katsumura.


Ia pun pindah kursi, ke kursi depan bar, “Rutinitas Mao adalah dibully di sekolah, si sore hari. Dan menghack untuk ayahnya di malam hari. Tidak punya teman, tidak ada pacar. Dia bekerja keras untuk mendapatkan informasi online tentang pengembangan obat baru di industry kimia.”


“Menurut informasi ini, kliennya adalah gubernur Tokyo,” sambung Rikako-san, masih asyik dengan kartunya. “Kemarin, presdir Takasugi menghubungi gubernur. Mereka mencari sumber keuangan baru setelah organisasi kemarin diungkap. Kali ini dengan saham. Mereka mengijinkan Mao mendapat informasi dan dia tahu mana saham yang akan naik kemudian membelinya.”


Katsumura memandangai foto-foto lain. Ada foto presdir Takasugi hanya mengenakan handuk baju saja di sebuah hotel. “Bagaimana kau dapatkan ini?”


“Ah, ini … “ Rikako-san mengggoda Katsumura dengan meniup telinganya. “Satu-satunya cara mencari titik lemah pria kan? Aku juga punya ide di mana tempat rahasia mereka. Frontier Data Bank punya tiga gedung, tapi hanya salah satunya saja yang menggunakan sistem pengenal suara terbaru.”


“Kalau begitu, kamu meneliti tipe suara Takasugi Naoya,” sambung Yamane.


“Tapi karena itu sulit, satu-satunya hal adalah menghack sistem kemanan mereka dan mematikannya.”


Dari arah lain Hosoda-san tampak datang. Ia menyampaikan laporan soal Takasugi Asami, ibu Mao. Menurut data, mamanya Mao ini adalah di klinik psikologi di dekat gedung kota. Dalam data, dia adalah pasien tapi dilarang untuk dikunjungi. Yang aneh, dia masuk rumah sakit itu di hari yang sama saat ia mencoba bunuh diri. Normalnya, dia akan dirawat dulu di rumah sakit biasa.



Dan seperti biasa, Yamane mulai melakukan aksinya. Bernyanyi tanpa nada yang jelas, membuat seisi ruangan sakit telinga. Rikako-san dan Hosoda-san yang sudah hafal sifat Yamane ini memilih menutup telingat.


Hanya Katsumura saja yang tidak, “Aku mengerti. Arti dari ‘detektif—pencuri misterius’. Kau menginvestigasi penjahat dan mengungkap kejahatan mereka. Bukankah itu adalah rasa keadilan? Kau berencana mengubah dunia? Kau pura-pura jadi pahlawan? Ini bukan bercanda!”


“Kau mabuk di siang hari?” Yamane asyik mengunyah sedotan sambil tiduran di kursi panjang.


“Mataku terbuka saat mendenga nyanyian ‘buta nada’-mu itu. Tapi ini salah! Tidak peduli berapa banyak targetmu, mencuri kenangan mereka atau menjadi kekasih mereka untuk mendapat informasi, apa kau bercanda?!”


Yamane berubah serius. Rupanya ia sensitive dengan kata ‘buta nada’, “Dengar ini.Aku … TIDAK BUTA NADA!!!” Yamane membanting Katsumur ke kursi. Ia melanjutkan ucapannya, “Apa kau salah paham? Meski kita mencuri uang mereka, mereka tidak akan melaporkan kita pada polisi. Itulah kenapa kami mencari titik lemah mereka. Kami bukan pencuri baik atau apapun. Kami penjahat! Kalau kau coba sekali, kau akan mengerti!”



Katsumura akhirnya mengajak Sakura jalan. Tidak seperti Katsumura yang masih terus berpikir, Sakura justru sangat senang.


“Aku benar-benar senang. Punya partner aneh di divisi pencurian. Tapi, aku ingin bekerja di sana, jadi tidak masalah. Tapi, Sekimoto, atasanku benar-benar menyebalkan. Dan kupikir, dia adalah orang paling cabul. Aku tidak beruntung. Tapi, saat kau mengajakkku kencan, Senpai—senior! Tekanan pekerjaan langsung hilang, semangatku kembali! Ini mengingatkanku pada liburan di kelas 3 SD. Itu salah satu momen tidak terlupakan dalam hidupku. Tapi karena itu cerita lama, ya sudah. Jadi, itu yang ingin kukatakan. Ini kencan kan? Meski kita baru sampai di … rumah sakit?” Sakura heran karena kini mereka ada di depan sebuah rumah sakit. Sakura kemudian mengerti kalau sebenarnya Katsumura mengajaknya keluar hanya untuk mengumpulkan data.


Mereka ditemui oleh seorang pegawai di rumah sakit itu, Tachibana. Saat Katsumura minta bertemu dengan Takasugi Asami, Tachibana-san tampak kaget. Dia langsung mengelak dan mengatakan kalau Takasugi Asami tidak bisa ditemui.



Katsumura kembali ke mobil dan mendapatkan Yamane tengah memberikan salep pada kakinya yang super gatal. Mereka malah berdebat soal panggilan pada Yamane. Katsumura mengatakan kalau Takasugi Asami, ibu Mao tidak ada di rumah sakit. Yamane menelepon Rikako-san yang tengah bertugas.


Yamane lalu menunjukkan sebuah video. Di sana ada Rikako-san yang bertugas mencari informasi dari Takasugi Naoya.


“Aku mengunjungi istrimu pagi ini. Tapi tidak ada di rumah sakit. Di mana istrimu?”


“Aku tidak punya istri lagi. Dia sudah meninggal,” aku Takasugi-san.



Mao sendirian di kamarnya. Dia memandangi foto-foto saat masih bersama ibunya. Foto saat perayaan ulang tahunnya beberapa tahun silam. Mao tidak bisa mengingkari kalau ia begitu merindukan ibunya.



Sementara itu, Yamane juga asyik menyaksikan video ulang tahun Mao. Tampak Mao muda sangat bahagia merayakan ulang tahun bersama ayah dan ibunya itu.


“Dia kelihatan bahagia. Kalau ada yang bisa memberitahunya, senyum itu mungkin kembali,” komentar Katsumura.


“Tidak tahu. Aku tidak bisa membaca pikiran,” elak Yamane.


“Tapi penting mencoba mengerti. Meski kau tidak bisa mengerti satu per sen pun, kau bisa mengubah orang dengan mencoba memahami mereka di dekat mereka. Manusia … “


Yamane masih asyik memainkan barang yang diambilnya dari kamar Mao. Sebuah kotak berwarna kuning yang menjadi hadiah ulang tahun Mao. Tapi Yamane merusak kotak itu hingga kacanya terlepas. Dan Yamane mendadak mendapatkan ide jenius.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 01 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net


Kelana’s note :


Yamaneko yang diperankan bang Kame benar-benar misterius deh. Di balik ulah pecicilannya yang bikin ketawa, dia punya sisi gelap yang benar-benar menyeramkan. Errrr

Bening Pertiwi 14.13.00
Read more ...