Sinopsis Kaito Yamaneko episode 07 part 1. Katsumura Hideo yang bertugas menyusup ke Ouroboros justru ketahuan. Akamatsu Anri a.k Cecilia pun ikut diculik. Polisi menemukan Katsumura tidak sadarkan diri di sebelah jasad anggota Kyobukai. Tangannya memegang senpi.


Katsumura yang tidak tahu apapun dibawa ke rumah sakit polisi. Sementara disibukkan dengan kedatangan Ouroboros, Yamane berhasil membawa kabur Katsumura. Bagaimana Katsumura akan membersihkan namanya dan terlepas dari status ‘buronan polisi’?



Kaburnya Katsumura membuat det.Inui marah besar. Ditemani Sakura, dia mengunjungi tempat-tempat yang mungkin didatangi Katsumura. Apartemen dan bahkan kantor redaksi majalah tempat Katsumura bekerja sudah didatangi. Tapi keberadaannya masih tidak diketahui. Sakura hanya bisa menghela nafas karena mengikuti det.Inui yang melakukan semuanya dengan kekerasan. Dan kini mereka bahkan berada di Stray Cats bar.


“Ini sudah keempat kalinya. Masuk tanpa izin, penyerangan, intimidasi...” keluh Sakura.


Det.Inui mengacak-acak Stray Cat bar, tapi tidak menemukan apapun, “Buat laporan bagus dan takkan ada masalah. Sepertinya mereka sudah lama pergi.”


“Kenapa senpai melarikan diri?” Sakura lebih seperti bertanya pada dirinya sendiri.


“Karena dia anggota Ouroboros dan membunuh Ootomo dari Kyobukai!”


“Tidak, aku tak percaya itu,” elak Sakura.


“Kulakukan ini untuk membuktikan dia tak bersalah!” geram det.Inui. Obsesi detektif satu ini sebenarnya adalah menangkap Yamaneko. Ia yakin, kalau Katsumura saat ini pergi bersama Yamaneko. Jadi, kalau dia bisa menemukan Katsumura, dia akan bisa menemukan Yamaneko juga.



Mao dan Katsumura membuka penutup mata mereka. Tapi, tempatnya masih sama kan? Yamane menolak ide itu, katanya tempat mereka ini adalah bar Stray Cat yang kedua.


“Dilihat bagaimanapun, ini adalah Stray Cat,” elak Katsumura. Ia menunjuk barang-barang di sana, semuanya tampak sama. Katsumura khawatir kalau polisi akan datang dan menemukan mereka di sana.


“Sudah kubilang ini bar kedua!” Yamane menegaskan lagi. Ia pun meminta Rikako-san melanjutkan.


Rikako-san tersenyum, “Baiklah, semuanya. Tutup mata kalian. Tolong bayangkan. Bar Stray Cat kesayangan kalian.”


Mao dan Katsumura menurut saja. Katsumura kemudian protes, karena baginya tetap saja semua sama. Tapi Mao menyadari hal lain. Kulkas yang menempel di dinding berbeda dengan sebelumnya. Kemudian model kursi tinggi bar juga berubah. Dan terakhir ada lentera kertas yang tergantung di dinding, padahal di bar aslinya tidak ada.


“Hanya sedikit diatur ulang, 'kan?” Katsumura meremehkan.


Jelas Yamane tidak senang. Ia tidak terima dilecehkan seperti itu. Dan pertengkaran tidak mutu antara dua pria kekanak-kanakan ini pun dimulai.



Rikako-san menggebrak meja, menarik perhatian mereka semua, “Ini sudah seminggu. Katakan pada kami soal itu. Siapa dalang Ouroboros. Kau mengatakan itu, 'kan? Kau mengatakan rencana berhasil, 'kan?”


Yamane berubah serius, “Itu mudah. Tokyo terbagi antara Mafia Asia Serpent dan Kyoubukai. Siapa yang akan diuntungkan jika keduanya berselisih?”


Katsumura berpikir sebelum akhirnya menjawab, “Toudo Kenichiro.”


“Dia bersumpah menjadikan Tokyo sebagai kota bersih. Jika Serpent dan Kyoubukai berselisih dan saling menghancurkan, keinginannya akan terpenuhi.”


Tapi kesimpulan Yamane ini masih bisa dibantah. Selama ini gubernur Todo dikenal sebagai orang yang membenci Ouroboros. Yamane menceritakan saat ia datang menemui sang gubernur dan memancingnya. Tepat seperti dugaan Yamane, ternyata Ouroboros benar muncul di rumah sakit mencari Katsumura.


“Jika Toudo dalang di balik Ouroboros, sudah pasti dia ingin menyingkirkan Katsumura. Dengan penyadap yang ditempelkan Katsumura di gedung mereka, aku menunggu datangnya perintah,” lanjut Yamane.


“Jika datang perintah untuk membunuhku, itu dari Toudo?” Katsumura mnyimpulkan. “Jika kita mengungkap ke publik bahwa Toudo dalang di balik Ouroboros, itu bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah.”


“Tidak semudah itu!” sambar det.Sekimoto yang baru saja datang bergabung. Ia kesal karena Katsumura kabur dari rumah sakit polisi dan dia tidak diberitahu sama sekali. “Ditinggalkan seperti itu kau tahu sebanyak apa aku menangis minggu ini?”


“Apa maksudmu ditinggalkan?” Rikako-san heran.


Det.Sekimoto menunjuk Yamane yang menganggapnya punya hubungan dengan gubernur, jadi Yamane tidak memberitahukan rencana apapun padanya. Tapi Yamane berkeras kalau itu benar. Det.Sekimoto lagi-lagi membantah dan mengatakan kalau gubernur hanya seorang klien yang memintanya melakukan sesuatu dan memberikannya imbalan.


“Setidaknya aku tak memiliki hubungan apa pun dengan Unkoros,” lanjut det. Sekimoto. “Jika tahu, takkan kubiarkan Katsumura mendaftarkan diri dan dia takkan ditangkap atau melakukan kesalahan bodoh.”


“Memang benar, tapi mereka Ouroboros,” Mao membenarkan ucapan det.Sekimoto yang salah soal nama Ouroboros.


“Masih terlalu awal menyimpulkan Toudo Kenichiro sebagai dalang Ouroboros,” tegas det.Sekimoto lagi.



Saya sedang memikirkan soal mendirikan kasino di Tokyo. Televisi kembali penuh dengan berita tentang gubernur baru Tokyo, Todou Kenichiro. Dalam konferensi pers, gubernur Todou mengungkapkan rencana untuk mendirikan kasino di Tokyo. Ini dilakukannya untuk mengutup defisit anggaran yang tengah terjadi di pemerintahan.


Tapi dia juga tidak mengingkari kalau rencana ini akan berjalan mulus. “Beberapa hari lalu saya menerima ini.” Gubernur Todou mengeluarkan selembar kertas dari balik jasnya. Toudo Kenichiro. Jika kau melaksanakan rencana kasinomu kami akan menghukummu. Ouroboros. Surat ancaman yang datangnya dari Ouroboros.


Berita ini membuat tim Yamane pun harus berpikir ulang. Kalau gubernur Todou mendapat surat ancaman seperti ini, artinya dia bukan Ouroboros. Lalu, siapa dalang di balik Ouroboros? Belum jelas.


“Menurut kesaksian Nakaoka Taichi, dalangnya dari Serpent atau beberapa politikus penjahat. Atau mungkin seseorang yang lebih buruk,” cerita Yamane. Kali ini wajahnya benar-benar serius.


Det.Sekimoto mendapat permintaan pengawalan gubernur Todou pada departemen yang dipimpinnya. Dengan ini ia berniat mencari tahu sebenarnya siapa Todou dan juga Ouroboros.



“Mulai saat ini Inui dan Kirishima akan menjadi pengawalmu,” ujar det.Sekimoto. Ia bersama Sakura dan det.Inui sudah berada di depan gubernur Todou.


Gubernur Todou tampak tetap santai, “Kudengar kalian detektif hebat. Mohon bantuannya.”


“Meski nyawamu terancam, kau tetap seperti biasa,” pancing det.Sekimoto.


“Jika harus ketakutan pada teroris, sejak awal aku tak usah berpikir menjadi gubernur.”


Tapi provokasi det. Sekimoto belum berhenti. Ini juga membuat det.Inui dan Sakura mendelik heran, “Jika seandainya kau adalah dalang di balik Ouroboros, menurutmu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya?”


Gubernur Todou tampak tidak suka dengan pertanyaan itu. Ia menyilakan rambut di belakang telinganya, berpikir, “Aku tak mau berpikir seperti teroris.”


“Jika aku, setelah Nakaoka dan Ootomo, aku akan terus menyingkirkan anggota Kyoubukai. Demi menyebabkan konflik,” sambung det.Sekimoto dalam senyumnya.



Malamnya, sesuatu benar terjadi. Sejumlah pria bertopeng, anggota Ouroboros menerobos masuk dan membunuh beberapa orang. Tidak lupa mereka juga meninggalkan topeng dan kalung khas Serpant di tempat itu, untuk melimpahkan kesalahan.


Masih dari rumah sakit, Nakaoka Taichi (pimpinan Kyobukai) menghubungi Yamane. Ia mengeluhkan soal anak buahnya yang meninggal karena diserang.


“Bisa kau tahan pertempuran sebentar lagi? Serpent bukan dalang di balik Ouroboros,” pinta Yamane.


“Baiklah. Tapi sebentar saja. Kesabaran kami mulai menipis,” ujar Taichi-san.



Yamane mengajak det.Sekimoto bertemu. Tapi kali ini mereka hanya bicara berdua saja, di sisi sungai. Dan isi pembicaraan mereka benar-benar serius. Yamane masih penasaran dengan apa hubungan antara det.Sekimoto dengan Yuuki dan juga Todou Kenichiro.


“20 tahun lalu, Toudo dan aku adalah orang dekat Yuuki Tenmei. Aku pengawalnya. Dan Toudo sekretarisnya. Saat takdirmu diputuskan 20 tahun lalu. Lalu kami berpisah. Dan tahun lalu, saat sedang mencari Yuuki, aku kembali bertemu Toudo. Toudo mempertemukanku sebentar dengan Yuuki sebagai ganti kerjasamaku. Jika dia menjadi gubernur,Yuuki akan bergerak cepat. Kupikir itu kesempatanku. Soal kasino sejak awal adalah ide Yuuki. Tapi, apa hubungannya dengan Ouroboros, atau tujuan mereka, aku tak tahu. Karena itu aku juga ingin tahu siapa dalang di balik Ouroboros,” cerita det.Sekimoto.


Tapi Yamane tidak serta merta percaya begitu saja, “Itu belum semuanya.”


Det.Sekimoto tersenyum, “Tak lucu jika kukatakan semuanya padamu. Tapi soal ini, ketertarikan kita sama. Bukankah ini waktunya kita saling percaya?” ia beranjak pergi masih dengan senyum misteriusnya.



Mao berdua saja dengan Rikako-san di bar. Rikako-san sendiri asyik bermain dengan kartu di tangannya.


“Apa hubungannya Yamaneko-san dengan Pak Tua?” tanya Mao.


“Entahlah. Aku juga tak tahu. Kau harus menanyakannya sendiri,” komentar Rikako-san.


“Menakutkan, ya? Seolah semua ini akan segera hancur,” curhat Mao.


“Jika benar terjadi, mungkin itu waktunya bagimu memulai hidup baru.”



Sakura ngomel sendiri di mejanya. Pekerjaannya banyak menumpuk. Selain pekerjaan hariannya, dia dan det.Inui masih harus bertugas juga menjadi pengawal gubernur Todou. Sementara Sakura bekerja, det.Inui justru tiduran dengan santai di sofa.


“Besok kita cari Katsumura. Kau masih belum bisa menghubunginya?”


“Sama sekali tak tersambung,” aku Sakura.


“Mustahil penjahat akan menerima telpon dari polisi,” det.Inui bangun dari kursinya dan beranjak ke depan Sakura. “Jadi coba ini,” ia menyerahkan sebuah flashdisk. “Sepertinya itu adalah rekaman pembunuhan Ootomo.”


“Kenapa kau memiliki ini?” Sakura heran.


“Tak bisa kubuka. Tapi, Yamaneko memiliki peretas jenius, 'kan?” pancing det.Inui.



Sakura menghubungi Katsumura dan mengatakan kalau ia memiliki rekaman pembunuhan Ootomo dan minta untuk bertemu. Katsumura masih belum yakin. Ia minta pendapat yang lain juga.


Ouroboros membuat rekaman tindak penyerangan mereka adalah mungkin, karena hal itu juga ada di video provokasi mereka beberapa waktu yang lalu. Tapi kemungkinan lain ini juga jebakan.


“Sakura-chan takkan melakukan hal seperti itu,” elak Katsumura.


“Kalau begitu jangan berdiam diri saja. Kita temui dia?” goda Yamane.


“Tapi Katsumura-san adalah buronan polisi,” protes Mao.



Hari berikutnya, Yamane benar pergi untuk menemui Sakura bersama Katsumura. Alih-alih memakai samaran yang bisa tersembunyi, Katsumura justru memaka pakaian mencolok. Baju kuning, celana longgar dan wig hijau. Sepanjang jalan orang-orang terus melihat Katsumura dan Yamane pun terus menertawakannya. Meski protes, Yamane mengatakan kalau orang lain tentu tidak akan mengira buronan seperti Katsumura justru memakai pakaian mencolok begitu. Tapi seorang polisi menyadari keanehan mereka dan mengejarnya.


Bebas dari kejaran polisi, Katsumura akhirnya bisa bertemu Sakura di tempat janjian mereka. Tapi Yamane tidak muncul. Sakura sempat dibuat syok dengan tampilan mencolok Katsumura ini. Sebenarnya ide awalnya agar Katsumura tidak terlihat mencolok, tapi ternyata efeknya justru sebaliknya.


“Tapi, aku senang melihatmu baik-baik saja. Kenapa kau kabur dari rumah sakit polisi?”


“Karena jika tetap di sana aku akan jadi tersangka pembunuhan. Aku berharap kau percaya padaku,” pinta Katsumura.


Sakura masih mengkhawatirkan Katsumura dan minta maaf karena tidak bisa berbuat banyak. Masih ada hal mengganjal di antara mereka untuk dibicarakan. Sayangnya, seseorang justru muncul mengganggu. Dia det.Inui.


Tahu det.Inui datang, Katsumura segera berlari pergi. Sementara det.Inui mengejar, Sakura justru tertinggal di belakang dan menabrak seorang nenek yang kebetulan lewat. Mau tidak mau Sakura pun harus menolong nenek itu terlebih dahulu.



Aksi kejar-kejaran det.Inui dan Katsumura berakhir di atap gedung. Det.Inui berhasil memojokkan Katsumura di lantai. Tapi sebuah suara tembakan mengalihkan perhatian mereka. Sakura melepas tembakan peringatan ke udara.


Tahu ada kesempatan, Katsumura menendang area sensitif det.Inui membuat detektif itu kesakitan. Katsumura langsung berdiri di pinggir gedung itu. Sesaat ia ragu untuk melompat. Tapi saat Sakura mengejar, Katsumura langsung melompat ke bawah. Di sana sudah ada mobil Rikako-san lengkap dengan kasur di atapnya sebagai tempat mendarat bagi Katsumura. (ya ada kasurnya sih. Tapi kalau lompat dari atas gedung apa ya nggak tetep keseleo minimal ya #drama)



“Apa maksudmu?” det.Inui akhirnya mulai bisa mengatasi rasa sakitnya.


“Tembakan peringatan untuk tersangka,” ujar Sakura dengan suara dinginnya.


“Kau pikir bisa membohongiku?” sindir det.Inui.


“Tapi, itulah yang akan kutulis di laporanku. Karena membuat laporan terlihat bagus adalah keahlianku.”


“Matamu buta jika soal pria!”


“Tak ada hubungannya,” elak Sakura, tidak suka. “Memang benar, jika bukan karena penampilannya, senpai mungkin hanya seorang pria biasa.”


“Karena itu kau buta terhadap pria! Mustahil Katsumura Hideo hanya orang biasa.” Det.Inui membuka jasnya dan menunjukkan ada benda kecil seperti penyadap di sana. “Selama keributan dia menempelkan ini.”



Katsumura kembali ke mobil bersama Mao dan ... si nenek? Mao memperhatikan pemancar yang terpasang di tubuh det.Inui dan tahu kalau pemancar itu akhirnya lenyap. Artinya mereka ketahuan.


Si nenek ternyata Yamane yang menyamar. Ia juga kemudian mematahkan flashdisk yang diberikan Sakura. Rupanya di dalam sana juga ada penyadapnya. Pemikirannya sama persis seperti det.Inui. Artinya, artinya rekaman pembunuhan Ootomo adalah bohong dan semua hanya karena untuk menjebak Yamane.


Ia lalu mengeraskan suara speaker dan menekan sebuah tombol. Terdengar rekaman pembicaraan Sakura dan det.Inui yang berniat mencari tahu lebih banyak soal Ouroboros dengan menguak identitas Morita dan Fukuhara lebih lanjut. Yamane menunjukkan korek api Yamaneko khasnya. Jadi tadi waktu Yamane yang menyamar jadi nenek bertabrakan dengan Sakura, ia sempat memasukkan pemantik api itu ke dalam tas milik Sakura. Yamane mengejek Katsumura yang tidak berguna.


“Tapi, kau bisa mendapatkan laporan polisi tanpa melakukan trik dari Pak Tua Sekimoto, 'kan?” tanya Mao.


“Detektif Inui itu, sepertinya dia tak memberi laporan pada atasannya. Haruskah kita mencari informasi tak terduga?” pancing Yamane.



“Gubernur Toudo. Apa yang kau incar? Perdana Menteri? Atau, kau berniat menjadi Yuuki Tenmei kedua?” det.Sekimoto minum bersama gubernur Todou di kantor gubernur.


“Kurasa penyelamat.”


“Jawaban tak jelas lagi,” sindir det.Sekimoto.


Tapi wajah gubernur Todou semakin serius, “Jepang saat ini membutuhkan seorang penyelamat. Masyarakat bicara soal mempertaruhkan garis politik seseorang. Tapi aku berbeda. Aku bersedia mengabdikan hidupku untuk melayani negara ini.”


“Begitu. Kurasa aku mulai sedikit mengerti. Tapi aku ingin tahu. Jika Serpent dan Kyoubukai saling serang karena Ouroboros kerusakan akan meluas hingga masyarakat umum dan keamanan serta ekonomi Tokyo juga akan semakin memburuk. Siapa yang diuntungkan dari hal itu, ya?” det.Sekimoto masih terus menyerang. “Si penyelamat. Sosok yang bisa menenangkan gejolak pasti akan dipuja seperti Dewa.”


Setelah det.Sekimoto pergi, gubernur Todou makan sendirian. Tidak seperti biasanya saat dia akan makan bersama Sekimoto. (nggak ngerti deh, sebenarnya niat gubernur satu ini apa sih?)



Cecilia memeriksa borgol yang menahan tangannya. Saat itu seorang pria tukang pukul mendekat. Memanfaatkan situasi, Cecilia segera menyerang pria itu dengan kakinya. Tidak butuh waktu lama bagi Cecilia untuk merobohkan si pria dan mengambil kunci borgolnya. Berhasil bebas dari borgol yang membelenggunya, Cecilia pun segera beranjak pergi.



“Baiklah! Siapa saja yang mendapat informasi baru soal Ouroboros angkat tangan!” ujar Yamane bersemangat. Tapi tidak ada yang merespon. Ini membuatnya kesal. “Kenapa kalian pada bengong saat semuanya mulai menarik? Apa kalian hanya sampah?”


Sindiran ini rupanya sudah cukup keterlaluan. Dan pertengkaran pun tidak terelakkan lagi. Katsumura dan Yamane seperti biasa beradu mulut hal yang tidak penting.


“Takkan kumaafkan!” Mao yang ikutan kesal memukul wajah Yamane hingga keluar darah dari lubang hidung Yamane.



Saat ini seseorang baru saja datang, Akamatsu Anri a.k Cecilia. Cecilia menghubungi Yamane dan minta untuk bertemu.


“Cecilia!” Katsumura kaget. Karena terakhir kali ia melihatnya, dia tertembak. “Dia orang penting yang bisa memberi kesaksian bahwa aku tak membunuh siapa pun.”


“Bukan itu alasanku kemari,” elak Cecilia.


“Kau hebat masih hidup, dalam makna yang baik,” puji Yamane.


“Jika mereka membunuhku, rahasia Ouroboros dalam alat ini akan secara otomatis terunggah ke internet. Aku segera pergi dari sana dan semua informasi yang kukumpulkan ada di sini,” Cecilia menunjukkan sebuah flashdisk pada Yamane.


“Apa tujuanmu mengatakan ini pada kami?”


Cecilia tersenyum, “Tentu saja uang.”


“Dasar makhluk rendahan, dalam makna yang baik!” (ini jadi semacam kode bagi Yamane, kalau dia dan Cecilia satu tujuan)



Sakura bicara berdua di lobby. Mereka menunggu seseorang.


“Pusat Ouroboros terdiri dari 5 pelaksana. Sisanya hanya menjalankan perintah. Kelima pelaksana juga yang melakukan semua pembunuhan,” cerita det.Inui.


“Jadi pembunuh Ootomo juga salah satu dari kelima orang itu,” Sakura menyimpulkan.


“Jika Katsumura tidak membunuhnya, berarti iya. Lima pelaksana.”



Tapi obrolan Sakura dan det.Inui terhenti saat seorang wanita datang. Dia, sekretaris gubernur Todou yang mengatakan kalau sang gubernur bersiap pergi. Hari itu mereka masih bertugas mengawal sang gubernur.


Tapi sampai di tempat parkir, mereka sudah ditunggu sekelompok orang bertopeng. Sakura dan det.Inui pun maju untuk melawan mereka semua. Bukan hal mudah melawan para makhluk bertopeng ini. (yang aneh, mereka menyerang Cuma sama pedang kayu. Kenapa nggak pakai senjata lain)


Disibukkan oleh berandal lain, salah satu penyerang itu menyerang gubernur Todou langsung. Tapi dengan keahlian kendo-nya, dengan mudah juga gubernur Todou melumpuhkan penyerang itu. Setelahnya para petugas keamanan gedung baru mulai bermunculan.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 07 part 2.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.29.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 07 part 2. Penyelidikan kasus pembunuhan di apartemen Orange Tachibana membawa Himura-sensei dan Alice ke TKP kasus pembunuhan tebing Twilight yang terjadi dua tahun silam.


Pelaku dan orang yang menantang Himura-sensei lewat telepon misterius di pagi buta sudah ada di depan mata. Tapi, Himura-sensei harus menjelaskan semua. Kalau ketiga kasus—pembakaran enam tahun silam, pembunuhan guru piano di tebing Twilight dua tahun silam dan pembunuhan di apartemen Orange Tachibana—semua saling berhubungan.



Saat Himura-sensei menerima permintaan investigasi atas kasus pembunuhan tebing Twilight, kasus pembunuhan dengan korban Yamauchi Yohei terjadi. Wajarnya, kedua insiden ini terhubung. Dan Mutobe diancam oleh pelaku yang membunuh Yamauchi Yohei di apartemen Orange Tachibana, yang mengatakan Mutobe pelaku kebakaran enam tahun silam. Dan dua insiden ini juga terhubung. Lalu, bagaimana insiden kebakaran terhubung dengan pembunuhan tebing Twilight.


Diskusi antara Himura-sensei dan Alice masih belum menemukan titik temu. Mereka belum menemukan penghubung antara insiden kebakaran yang menimpa paman Akemi dengan pembunuhan di tebing Twilight.


“Kalau saja kita bisa memastikan waktu kematian korban di tebing Twilight... “ Alice menghambur-hamburkan kertas yang berisi data penyelidikan mereka. Ia mulai merasa frustasi sendiri.



Det.Hisashi kembali mendatangi TKP di tebing Twilight. Ia masih penasaran, apa yang sebenarnya dicari rekannya det.Ogata dulu, dan belum berhasil ditemukannya.


Yoshimoto-san datang bergabung karena melihat det.Hisashi masih saja mencari, “Investigasi ini membuatku penasaran. Ah, matamu! Persis seperti milik Ogata gulu. Berulang kali melihat TKP kan?” Yoshimoto-san kemudian beranjak dan melihat sekeliling.


Det.Ono pun memanfaatkan ini untuk bicara serius pada det.Hisashi, “Aku melihat kegilaan Himura saat bicara dengannya sore tadi. Aku tidak mengingkari kalau orang memiliki keinginan membunuh. Aku tidak bisa bekerjasama dengannya, karena perasaanku tidak nyaman,” cerita det.Ono.


“Maaf mengganggu, apa Himura orang yang tinggi itu?” Yoshimoto-san kembali bergabung dan diiyakan oleh det.Hisashi. “Seperti yang kau katakan, aku melihat cahaya dingin dalam matanya,” ujarnya pada det.Ono. “Mata yang sama seperti dimiliki penjahat. Tapi cahaya dingin itu juga memancarkan cahaya seorang detektif yang memburu penjahat dengan segala upaya. Hisashi, Ogata dan kau juga punya cahaya seperti itu. Aku menyebut cahaya itu sebagai ‘kegigihan’.”



Rupanya Himura-sensei juga memperhatikan keberadaan det.Hisashi, det.Ono dan Yoshimoto-san yang berada di tebing, dari dalam penginapannya.


Dan ide itu pun muncul. Satu per satu puzzle di kepala Himura-sensei mulai terhubung dan terangkai satu sama lain. Jawaban yang ia cari pun akhrinya ada di depan mata. “Kejahatan ini tidak cantik ... mungkin. Tunggu... ini mungkin?” Himura-sensei ragu.


“Kau masih belum yakin?” Alice ikut penasaran.


Himura-sensei meminta Alice untuk berhenti, “Berikan aku waktu lagi. Aku akan menemukan jawabannya besok pagi.”



Moroboshi Sanae berada dalam mobil yang akan membawanya ke pengadilan bersama para polisi. Dan seperti biasa, dia mulai bernyanyi.


Kagome kagome, burung dalam sangkar. Kapan oh kapan akan keluar? Bangau membawa si bayi.


Mendengar nyanyian itu, si polisi tua ketakutan. Ia pun memeriksa ponselnya. Sebuah pesan masuk. Tampak istri dan putrinya diikat di sebuah tempat, menjadi sandera oleh anak buah Moroboshi Sanae.



Pagi berikutnya,


Semua orang sudah berkumpul, tapi Himura-sensei masih belum muncul. Mereka mulai kesal karena Himura-sensei justru keluar sudah sangat siang.


“Maaf, aku sulit berpikir jernih dan butuh waktu hingga lewat tengah malam. Dan aku perlu tidur 6 jam,” ujar Himuar-sensei dengan santainya. “Pertama, aku ingin menunjukkan rasa hormat pada pelaku uang sudah susah payah membuat semua ini,” Himura-sensei menundukkan badan.


Orang-orang makin kesal dengan sikap Himura-sensei yang seenaknya ini. Machi-san juga kesal karena Himura-sensei masih beranggapan kalau pelakunya adalah salah satu dari mereka. Tapi Himura-sensei tidak terpengaruh, ia justru mengiyakan ide itu dan mengatakan kalau pelaku benar bersama mereka dengan tampang polosnya.


Himura-sensei beranjak ke meja bar di sisi lain ruangan. Ia mengambil tiga buah botol, “Kasus pembunuhan Yamauchi Yohei, kasus pembunuhan tebing Twilight dua tahun silam dan kebakaran enam tahun silam. Tiga kejadian ini saling terhubunga. Ok, kita mulai dari ... kasus pembunuhan di tebing Twilight,“ Himura-sensei mengambil salah satu botol.



“Dua tahun silam, Ogata menemukan ada beberapa hal yang tidak bisa dipastikan dalam investigasi. Salah satunya waktu kematian korban, Yuko. Rentang waktunya panjang, antara pukul 2 siang hingga 5 sore, sehingga alibi mereka sulit dibuktikan. Aku menemukan kunci kita bisa menentukan waktu kematian Yuko,” Himura-sensei menunjuk lukisan milik Yoshimoto-san yang sempat dipinjamnya.


Adegan berubah, seolah mereka semua ada di pinggir tebing, tepat di depan TKP kejadian pembunuhan Yuko.


“Saat itu, Yuko duduk di bawah tebing. Dia duduk di tempat biasa. Alasan dia tetap duduk di sana meski matahari bersinar terang adalah ... “ Himura-sensei menunjuk truk milik Yoshimoto-san yang diparkir di atas tebing, tidak jauh dari TKP. “Dia selalu duduk di tempat yang tertutup bayangan truk. Yoshimoto-san selalu memarkir truknya di sana untuk melukis. Yuko tahu itu dan memilihnya jadi tempat favoritnya.


Tapi penjelasan masih berlanjut. Himura-sensei bertanya, apa yang akan terjadi kalau orang berada di suatu tempat dalam bayangan dalam waktu lama. Alice menanggapinya dengan mengatakan kalau bayangan akan mengikuti arah sumber cahaya, matahari. Jadi, Yuko harusnya berpindah tempat sesuai bayangan yang dibentuk truk oleh matahari.


“Tapi Yuko tidak berpindah sejak jam 2 siang setelah rekaman video. Dengan kata lain, Yuko terbunuh selama waktu antara bayangan itu ada hingga bayangan berpindah.”



“Jadi waktu estimasi kematian Yuko antara jam 2 hingga jam 3 sore,” det.Hisashi menyimpulkan. “Siapa yang punya alibi saat itu?”


“Aku dan ibuku. Kami pergi menyelam saat itu,” ujar Masaaki yang diiyakan ibunya, Machi-san.


Det.Hisashi memeriksa catatannya, benar demikian. “Yoshimoto-san melihat Yohei memancing saat itu juga, jadi Yohei juga punya alibi. Jadi orang yang mungkin membunuh Yuko saat itu tinggal ... “


“Mutobe atau Akemi,” lanjut Himura-sensei.


Tapi Mutobe segera menyanggahnya, “Tunggu dulu! Aku pergi sekitar jam 2 siang dan tiba di Kyoto jam 4. Pelaku melemparkan batu sekitar jam 5 kan? Kalau begitu, tidak mungkin kan aku yang membunuh Yuko.”


“Benar, kau memang tidak melempar batu ke arah Yuko,” sambung Himura-sensei.


“Jadi, pelaku yang memukul Yuko dengan kayu hingga meninggal dan yang melempar batu pada Yuko... “


“Ada dua orang yang terlibat.”



Suasana berubah menjadi ruang kelas Himura-sensei di kampus.


“Dengan kata lain, ada tersangka X dan Y, dua orang. Aku menyebut X dengan ‘kayu’ dan Y dengan ‘batu’. Kayu menemui Yuko di bawah tebing dan memukul kepala Yuko dengan batang kayu hingga meninggal. Tapi itu pembunuhan tak terencana. Karena kayu meminta batu untuk membunuh Yuko. Kayu meminta batu untuk melemparkan batu ke arah Yuko yang tengah duduk di tempat biasanya di bawah. Tapi Kayu ternyata membunuh Yuko tanpa terencana. Kayu membuat Yuko seolah masih hidup dengan mendudukkannya kembali ke kursi. Itu menjelaskan kenapa pelaku mendudukkan tubuh korban kembali ke kursi.”



“Kayu ingin batu percaya kalau dialah yang membunuh Yuko!” kali ini Alice yan menjawab.


“Benar! Tapi sebaliknya, kayu memiliki titik lemah batu. Kayu ingin menghindari itu.


“Sebaliknya? Kau mengatakan kalau kayu meminta batu membunuh Yuko dengan memanfaatkan kelemahan batu?” tanya det.Ono


“Luar biasa! Dengan jawaban itu, sekarang tinggal satu hal lagi yang perlu kujelaskan,” lanjut Himura-sensei. “Kau mahasiswa cerdas. Akan kuberi kau hadiah.”


“Jadi, apa kelemahan si batu ini?”




Situasi kembali ke vila tempat semua orang berkumpul.


“Sekarang kita berpindah pada kasus kebakaran enam tahun silam. Si pembakar adalah batu dan saksinya adalah kayu.”


“Aku tidak pernah tahu ada saksi dalam insiden itu? Kenapa kau baru bilang sekarang? Dan darimana kau tahu?!” protes Machi-san.


“Sebenarnya, Akemi yang menceritakannya,” ujar Himura-sensei. “Tapi dia melihatnya dalam mimpinya.”


“Mimpi? Kau bercanda?” sindir Machi-san. “Jangan bilang kau mencari petunjuk berdasarkan mimpinya dan tanpa dasar jelas! Aku merasa dibohongi oleh semua penjelasanmu!”


Alice rupanya belum sepenuhnya mengerti isi pikiran Himura-sensei. Ia mulai panik, “Hei Himura? Apa yang kau lakukan?”


Det.Ono pun menunjukkan kekecewaannya. Ia lalu mengajak det.Hisashi untuk pergi saja dan melanjutkan penyelidikan mereka.



“Akemi, bagaimana bisa kau ceritakan mimpi padanya?”


Situasi ini membuat Akemi makin terpojok. Tapi dalam ketakutannya, Akemi akhirnya menemukan keberanian untuk bicara, “Itu bukan mimpi! Aku benar-benar melihatnya. Aku melihat saat paman Yohei menuangkan bensin pada paman Shotaro.”


“Tidak mungkin! Itu tidak benar! Kenapa adikku melakukan itu?” Machi-san tidak percaya.



Giliran Himura-sensei yang melanjutkan, “Pelaku pembakaran adalah Yamauchi Yohei. Dia adalah ‘batu’ yang diminta untuk membunuh Yuko—karena kelemahannya sebagai pelaku pembakaran—untuk membuatnya melempar batu dari atas tebing pada Yuko.


Det.Hisashi mengecek catatannya dan benar menemukan kalau Yamauchi Yohei tidak memiliki alibi pada pukul 5 sore. “Kalau begitu, kayu yang membunuh Yuko sampai meninggal adalah ... “ ia melihat ke arah Akemi.


“Tunggu! Aku tidak pernah bilang kalau Akemi adalah kayu. Mutobe juga tidak punya alibi,” ujar Himura-sensei.


“Ini giliranku kan?” Mutobe akhirnya ikut bicara. Ia bangun dari kursinya. “Apa kau mau mencurigai kami satu per satu? Kau kan, Himura yang menghilangkan kecurigaan atas diriku dalam kasus kemarin? Kenapa sekarang kau mencurigaiku lagi?”



“Benar! Itu tujuanmu kan?” Himura-sensei tanpa ragu menuding Mutobe. “Surat ancaman atau apapun yang kau lakukan di apartemen adalah palsu. Itu adalah drama yang kau rencanakan. Yang benar-benar kau lakukan hanya menempel poster di lift dan menutup panel nomer lift. Kita sudah dibohongi dengan triknya.”


“Apa yang kau bicarakan?”


“Agar terbebas dari list pelaku, kau mengirimiku tantangan dan membuatku menyeleaikan insiden itu. Itu adalah strategi luar biasa!” sindir Himura-sensei.



“Apa perasaanmu pada Akemi benar nyata?” kali ini Alice yang bicara. Ia mengacu pada pengakuan Mutobe sebelumnya saat mereka bicara di luar apartemen soal perasaan Mutobe pada Akemi. “Bukannya kau merasa tersaingi karena Akemi memilih minta bantuan Himura? Dan kau berharap bisa kalah darinya. Kau pasti senang karena bisa dikalahkan oleh Himura yang dipilih Akemi. Seorang pahlawan yang tragis.”


Mutobe tidak bisa bicara apapun lagi. Ia hanya bisa memandangi Akemi.



“Aku mengerti perasaan itu. Tapi aku tidak mengerti tujuanmu membunuh Yuko. Tanpa mengatakan tujuan itu, maka perasaan tulusmu padanya akan jadi palsu belaka. Apa tidak masalah? Jangan bohong lagi. Ini kesempatan terakhir kau bicara kebenaran!” ancam Himura-sensei.


Mutobe tidak punya pilihan lagi. Ia memandangi Akemi, “Aku menyukai Akemi sejak lama. Tapi Yuko mempermainkan perasaanku. Hari itu ... “



Hari itu Yuko bertemu dengan Mutobe yang berniat pamit, di tebing Twilight. Yuko mengecup bibir Mutobe dan mengatakan kalau Mutobe akan menjadi miliknya. Ini membuat kemarahan Mutobe muncul. Ia kalah oleh sikap baik Yuko padanya. Tapi ia juga takut kalau perasaannya akan berpindah dari Akemi.


Saat Yuko berbalik, Mutobe meraih kayu di dekatnya dan memukulkannya di kepala Yuko. Yuko pun langsung ambruk ke tanah, meninggal.



Yamauchi Yohei akhirnya tahu kalau bukan dia yang sebenarnya membunuh Yuko. Dia memanfaatkan hal ini dan minta bertemu dengan Mutobe di ruang 806 apartemen Orange Tachibana itu. Tapi di sana justru Mutobe yang kemudian mencekik Yohei agar ia tutup mulut.


“Itulah yang sebenarnya terjadi. Dan ini jawabanku atas tantanganmu,” ujar Himuar-sensei.


Masalah semua terpecahkan. Pelaku semua insiden ini pun jelas. Himura-sensei lalu beranjak pergi dengan cool-nya.



Mutobe yang berstatus tersangka dibawa ke mobil polisi.


Tapi det.Hisashi berhenti sebentar di luar. Dia melihat ke arah lain dan menemukan bayangan rekannya, det.Ogata di sana, “Kami menyelesaikan insiden ini, Ogata!”


Dan bayangan di seberang tersenyum. Hutang det.Hisashi untuk menyelesaikan kasus yang tertinggal setelah det.Ogata meninggal, pun selesai.



Himura-sensei, Alice dan Akemi sudah kembali ke Kyoto. Saat ini mereka berada di atap gedung, saat senjak menjelang.


“Mutobe mengaku kalau ia juga melihat Yamauchi Yohei dalam kebakaran. Kau dan Mutobe melihat hal yang sama. Akemi, kata Alice aku konselor yang gagal. Tapi, bisakah kukatakan sesuatu? Ketakutanmu terhadap warna oranye disebabkan oleh ketakutan karena pengalaman nyata dan perasaan bersalah. Tapi kali ini kau harus bisa menerimanya. Aku tidak berpikir semua masalah selesai hanya karena kami bisa menyelesaikan insden ini. Tapi saat matahari terbenam nanti, kau akan memiliki hari baru setelahnya. Itu pasti akan jadi hari barumu.”


“Suatu hari, aku bisa menikmati matahari terbenam kan?” tanya Akemi. Ia pun berbalik. Berbeda dari biasanya, warna oranye matahari senja sudah tidak lagi menakutkan bagi Akemi. Ia sudah bisa menerima dan memaafkan semua. Air mata kelegaan mengalir di kedua pipi Akemi.



Dendang lagu Moroboshi Sanae membuat si polisi tua makin ketakutan. Apalagi setelahnya sebuah mobil pengirim barang lewat di depan mereka. Si polisi tua lalu mengacau setir mobil polisi itu hingga mobil pun terguling di jalan.


Moroboshi Sanae keluar dengan santainya dari dalam mobil dan berjalan ke arah mobil pengantar barang yang sudah menanti mereka. Setalah Moroboshi keluar, sandera anak dan istri si polisi tua pun dibebaskan. Moroboshi Sanae kembali melenggang dengan bebas di luaran sana.


“Aku rubah rencana. Aku akan kembali ke Kyoto. Target baru kita adalah ... Himura Hideo,” ujar Moroboshi Sanae.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 08 part 1.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.18.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 07 part 1. Permintaan penyelidikan kasus yang diajukan oleh salah seorang mahasiswanya, Akemi, ternyata berbuntut panjang. Kasus ini berkaitan dengan kasus yang terjadi sebelumnya.


Telepon misterius di pagi buta sehari setelah Himura-sensei menerima permintaan investigasi dari Akemi, membawa Himura-sensei dan Alice untuk datang ke sebuah apartemen. Jasad korban, Yohei ditemukan di kamar mandi. Tapi tersangka utama terbebas dari tuduhan karena alibinya terbukti. Tetapi, kasus lain ternyata belum selesai.



Pagi berikutnya setelah Himura-sensei mendapat permohonan investigasi kasus dari Kijima Akemi untuk menyelidiki kasus 2 tahun silam, seseorang menghubungi di pagi buta. Mengikuti petunjuk itu, saat kami tiba di apartemen yang dimaksud, kamu menemukan jasad Yamauchi Yohei, paman dari Akemi.


Dari investigasi, ternyata ditemukan hubungan antara insiden ini dengan kasus pembunuhan tebing Twilight dan juga kasus kebakaran yang menyebabkan Akemi trauma dengan warna oranye. Apakah tiga insiden yang terjadi di sekitar Akemi ini saling berhubungan? Apakah tersangka adalah orang yang terlibat dalam insiden itu? Kami tidak punya pilihan selain datang langsung. Kami bermobil menuju tempat itu untuk menyelesaikan semuanya.



Selain Himura-sensei yang naik mobil bertiga dengan Alice dan Akemi, det.Ono dan det.Hisashi juga naik mobil lain bersama Sakashita.


“Aku mengerti jika Anda merasa kasihan pada det.Ogata. Tapi aku tidak yakin kalau kita harus datang ke tebing Twiling bahkan sebelum kasus kemarin berhasil diselesaikan,” protes det.Ono.


“Semua insiden ini saling terhubung. Itu yang dikatakan Himura-sensei,” det.Hisashi memandangi catatan milik rekannya det.Ogata yang dulu bertanggungjawab atas kasus tebing Twilight.



Dua tahun silam,


Det.Hisashi mengunjungi det.Ogata. Saat itu det.Ogata tengah melakukan investigasi terhadap kasus pembunuhan di tebing Twilight. Karena rumitnya, Det.Ogata mengaku berkali-kali datang ke TKP. Dan bahkan berniat datang lagi esok harinya.


Dua tahun yang lalu,


Akemi asyik bermain dengan kameranya. Ia merakam dirinya dan juga Yuko-sensei yang tengah asyik membaca di dekat tebing.


“Sensei, kau tidak takut terbakar matahari?”


Yuko-sensei tersenyum, “Tempat ini tidak masalah. Tapi matahari agak lebih panas hari ini.”


Keduanya tampak tertawa riang. Apalagi Akemi mengatakan kalau Yuko-sensei seperti matahari. Yuko-sensei pun membalas ucapan Akemi dengan setengah bercanda.



Himura-sensei bersama rombongannya dan polisi tiba di TKP. Mereka memandangi tebing tempat kejadian insiden pembunuhan itu. Angin laut sedang kencang-kencangnya ditambah ombak yang berdebur cukup tinggi di belakang mereka membuat suasana makin menegangkan.


Menurut laporan forensik, pelaku memukul kepala bagian belakang korban (Yuko-sensei) dengan potongan kayu lalu meletakkan tubuhnya embali ke kursi. Kemudian dia naik ke atas tebing dan menjatuhkan batu tepat ke kepala korban. Dengan kata lain, ada jeda waktu antara pembunuhan pertama dan ekdua. Tapi melihat kondisinya, akan sedikit sulit jika setelah memukul korban, pelaku langsung naik ke atas tebing yang curam. Pilihan lainnya adalah harus lewat jalan memutar yang lebih landai.


Det.Hisashi pun menyuruh Sakashita untuk benar-benar mempraktekkannya, naik ke atas tebing itu.


Perkiraan waktu kematian antara pukul 2 siang hingga 5 sore. Itulah kenapa det.Ogata dulu tidak berhasil menentukan pelakunya. Semua orang yang datang ke vila memiliki waktu kosong.



Menurut pengakuan tamu vila yang lain, Yuko sangat senang duduk di dekat tebing itu. Itu adalah tempat favoritnya.


“Tidak hanya dipukul hingga meninggal, tapi juga melemparkan batu ke bawah. Aku tidak mengerti pemikiran pelaku,” komentar det.Ono.


“Aku tidak tahu kenapa pelaku membunuhnya dua kali. Tapi aku mengerti pemikirkannya,” komentar Himura-sensei, membuat det.Ono heran. “Tidak peduli apapun alasannya, bukan hal aneh kalau seseorang membenci orang lain.”


“Maksudnya, kau berempati dengan pemikiran pelaku ini?” det.Ono tidak tahan lagi untuk protes.


“Empati? Kau tidak sepenuhnya salah.”


“Apa kau ingin membunuh?”


“Tentu saja,” ujar Himura-sensei dengan santainya. “Kau harusnya bisa berempati dengan pelaku jika pembunuhan yang pertama tidak terencana (spontanitas). Jika tidak, maka itu bohong. Setiap dari kita punya bibit pembunuh yang berasal dari kemarahan dan kebencian. Itu bukan kejahatan sendiri. Jika seseorang membuat boneka vodoo dan mencoba mengutuk seseorang, maka dia tiak bisa diadili!” Himura-sensei mencoba menjelaskan.


Alice merasa kalau kali ini sudah agak keterlaluan, “Hei Himura? Kenapa kau sangat bersemangat?” Alice mencoba mencairkan ketegangan antara polisi wanita dan Himura-sensei. Tapi tepukan tangan Alice di pundak Himura, ditepis oleh Himura.


“Himura, kau benar-benar ingin membunuh?” pertanyaan sarkas dari det.Ono.


“Kau tidak mendengarkan? Aku tidak benar-benar ingin membunuh. Tapi aku tidak mengingkari jika setiap orang punya bibit pembunuh. Karenanya, aku tidak memaafkan orang yang benar-benar mewujudkan bibit itu menjadi kenyataan.”


“Aku tidak mengerti yang kau katakan,” keluh det.Ono.


“Himura, mungkin teorimu terlalu sulit untuk dimengerti,” Alice mencoba menengahi lagi.


Himura yang kesal berbalik dan berjalan menjauh, “Aku tidak minta untuk dimengerti. Tidak ada yang bisa memahamiku,” gumamnya. Tapi pikirannya justru memunculkan sebuah nama, Moroboshi Sanae.



Polisi yang biasa menangani interogasi Moroboshi Sanae bertemu dengan polisi dari MPD Tokyo yang akan membawa Moroboshi-san untuk diadili pada esok harinya. Bukannya lega atau senang, polisi tua itu justru berubah pucat. Ia pun tidak fokus saat diminta untuk menandatangani berkas-berkas penyerahan tahanan. Ia teringat dengan ancaman Moroboshi yang mengatakan kalau istri dan putrinya sudah mereka culik.


“Bisakah aku ikut sampai dia tiba di pengadilan?” pinta polisi tua itu yang tentu saja disetujui polisi dari MPD tanpa banyak tanya.


Dan benar saja seperti yang dikatakan Moroboshi-san. Anak buahnya yang menyamar jadi kurir pengantar barang sudah menculik anak dan istri si polisi tua dan menyembunyikannya di dalam mobil mereka.



Di tempat lain, si anak SMA imut, Sakamata memeriksa fotonya bersama teman-teman SMA-nya. Di sana ia tampak sangat imut dan gembira. Tapi ternyata, di dunia maya namanya sudah berkali-kali disebut. Rumor soal pembunuhan beredar luas dengan pelaku adalah dirinya.


Puas memandangi foto, Sakamata melemparkan foto itu ke dalam laci. Ia pun mengambil pisau yang berada dalam laci yang sama lalu memasukkannya ke dalam tasnya. Ia pun beranjak pergi.



Himura-sensei dan yang lain mengunjungi seorang mantan polisi, Yoshimoto-san. Di sana mereka justru disuruh untuk memasukkan sejumlah barang-barnag furnitur ke dalam truk dan juga gudang. Yoshimoto-san ini adalah salah satu saksi insiden pembunuhan di tebing Twilight.


“Dimana Ogata?” tanya Yoshimoto-san karena tidak melihat detektif satu itu.


Det.Hisashi yang menjawabnya, “Ogata sudah meninggal karena sakit.”


“Hidup memang tidak adil. Orang berbakat biasanya berusia pendek,” komentar Yoshimoto-san kemudian. “Jadi, kalian ingin tahu soal batunya?” tanya Yoshimoto-san setelah barang-barangnya beres berkat bantuan para tamunya ini. “Aku masih ingat insiden itu dengan jelas.”



Yoshimoto-san membawa para tamunya ini ke dalam. Ia pun ditunjukkan foto batu yang dimaksud, “Dua tahun lalu, saat insiden itu, aku keluar dengan mobil di tempat biasa. Saat aku akan kembali, aku melihat batu yang sama di tempat yang sama juga, di samping mobil. Pelaku pasti menggunakan batu itu setelah aku pergi.”


“Saat anda melukis, apa tidak ada yang aneh?” tanya det.Ono.


“Kau sudah datang ke TKP kan? Itu tempat yang sepi. Orang asing ... ah, si pemancing. Dia ada di tempat itu sampai jam 4 sore,” Yoshimoto menunjukkan lukisan buatannya yang menunjukkan adanya seorang pemancing di dekat tebing.


Det.Hisashi mengecek catatannya, “Itu pasti Yamauchi Yohei (korban pembunuhan di apartemen). Dia bilang kalau dia memancing dari jam 1 siang sampai jam 4 siang.”


“Yuko terbunuh di bawah tebing saat kau melukis gambar cantik ini di atasnya.”


“Bisa kupinjam gambarnya?” pinta Himura-sensei kemudian.


Mereka pun bubar. Polisi mencari informasi lagi di sekitar TKP.



Sementara itu di kampus ...


Mahasiswa berisik di kelas. Ada isu kalau hari ini Himura-sensei pun tidak bisa mengajar. Tapi Himura-sensei mengirimkan seorang pengganti. Kedua teman Akemi menebak-nebak. Mereka mengira kalau penggantinya kali ini adalah si polisi muda yang mereka temui pada kencan buta, Sakashita atau jika tidak Alice.


Tapi seseorang tiba-tiba masuk kelas dan langung maju ke depan kelas. Dengan mic, ia mencoba bicara. Dia adalah si ahli forensik, Yasoda-san, “Hari ini aku akan menggantikan Himura mengajar.” Mic yang dipegangnya pun terjatuh menimbulkan suara denging keras.



Himura-sensei, Alice dan Akemi kembali datang ke vila yang sama seperti dua tahun silam. Dalam pandangan Akemi, dia disambut oleh orang-orang yang datang ke vila itu. Mereka bahkan memuji Akemi yang semakin cantik. Yuko-san pun menawarkan untuk memainkan piano bagi Akemi. Akemi sumringah melihat seorang orang yang dikenalnya ini.


Tapi, saat lamunannya berakhir, Akemi hanya melihat ruangan kosong yang sebagian furniturnya ditutup dengan kain. Wajah Akemi pun berubah kembali muram.



“Sepertinya waktumu terhenti pada dua tahun silam. Jika kau ingin waktumu kembali berjalan, kau harus menyelesaikan insiden ini,” ujar Himura-sensei yang menyusul masuk.


“Sensei, kau mengatakan kalau semua dari kita memiliki bibit pembunuh. Kupikir kau membaca pikiranku.”


“Akemi, kau ingin membunuh seseorang?” tanya Himura-sensei.


“Maaf, itu pertanyaan tidak peka,” Alice buru-buru menengahi situasi canggung itu.


Himura-sensei pun beranjak pada pertanyaan lain. Ia ingin memastikan soal mimpi buruk Akemi. Yang Akemi lihat adalah Yohei yang menuangkan minyak pada tubuh pamannya yang sudah terbakar.


“Ya, tapi itu hanya mimpi,” elak Akemi.


“Tolong dengarkanku sebagai konselormu. Jangan pikirkan ini bagian investigasi. Jika jauh dalam dirimu membuat mimpi buruk itu, apakah kau benci Yohei yang jadi tersangka dalam mimpimu?”


“Tidak!” elak Akemi cepat. “Sebenarnya, Yohei satu-satunya yang berpihak padaku.”


“Tampaknya seperti semua orang di sekitarmu adalah musuh, selain Yohei,” komentar Himura-sensei. Ia masih terus berusaha membuat Akemi mengatakan sesuatu yang belum dikatakan Akemi pada mereka.



“Bukan Yohei yang kubenci,” dan cerita itu pun mengalir dari bibir Akemi.


Bertahun silam, Yohei yang bangkrut tinggal bersama mereka di kediaman paman Shotaro (yang juga menampung Akemi). Paman Shotaro terus saja menyalahkan Yohei atas kegagalannya. Akemi merasa kalau hal yang sama juga dipikirkan paman Shotaro padanya, kalau Akemi selama ini hanya beban saja. Akemi merasa senasib dengan Yohei, karenanya ia mulai membenci paman Shotaro. Tapi Akemi sadar, seharusnya dia berterimakasih pada paman Shotaro karena mau menampungnya dan memperlakukannya seperti keluarga sendiri. Karena itu ia menutup rapat rasa bencinya pada paman Shotaro ini.


“Tidakkah kau memaksa dirimua untuk percaya kalau yang kau lihat adalah mimpi? Yohei sudah mewujudkan harapanmu. Dan karena kau merasa bersalah, kau memaksa dirimua untuk percaya kalau itu mimpi. Benar kan?” Himura-sensei menyimpulkan.


“Salah! Aku tidak pernah berharap hal buruk seperti itu!”Akemi terguncang dan nyaris menangis. Ia pun beranjak ke ruangan sebelah.


Alice yang paham situasi segera meminta Himura-sensei berhenti. Ia pun menenangkan Akemi di ruangan sebelah. “Kau konselor gagal!” ujar Alice pada Himura-sensei.


“Jika aku bisa menemukan yang hilang ini, tiga insiden bisa terhubung dengan jelas,” Himura-sensei lalu beranjak pergi.



Himura-sensei menemui tiga tamu lain, Masaaki dan ibunya (Machi-san) lalu Mutobe yang sempat jadi tersangka kasus sebelumnya. Machi-san tampak tidak suka dengan sambutan Himura-sensei yang tampak riang. Mereka heran karena ternyata Himura-sensei masih melakukan investigasi kasus ini.


“Aku menerima tantangan dari pelaku kemarin pagi. Aku minta kalian semua datang ke sini karena aku ingin menantangnya balik,” ujar Himura-sensei. “Aku memberikan tantangan pada pelaku yang ada di sini, bersama kita.”


Machi-san makin kesal, “Mengatakan pelaku sebenarnya ada bersama kita, seperti drama di TV. Apa ini menyenangkan bagimu?”


“Aku bersenang-senang. Aku menikmati situasi saat pelaku sebenarnya yang menerima tantanganku berada bersama kita di sini.”


“Aku mengerti. Kau menikmati suasana ini seolah permainan. Saat aku mendengar kalau Akemi meminta profesornya untuk membantu menyelesaikan kasus, aku tidak nyaman. Kau itu hanya orang aneh,” sindir Machi-san lagi.


Rasa tidak suka juga diungkapkan oleh Masaaki. Dan akhirnya, Machi-san makin menyalahkan Akemi karena sudah melibatkan Himura-sensei, dosennya ini, dalam masalah mereka semua.



Rupanya Akemi juga berada tidak jauh dari sana. Mendengar Machi-san terus menyalahkan Akemi, membuatnya makin kalut. Ia teringat saat upacara kematian paman Shotaro. Saat itu, Machi-san juga sudah menyalahkan Akemi karena datang dalam keluarga mereka.


“Sejak aku datang ... karena aku meminta bantuan Himura-sensei ... karena aku berharap paman Shotaro mati ... “ Akemi makin panik, ditambah suasana senja yang menghadirkan warna oranye pun tiba. Akemi pamik dan berteriak, ia ketakutan.



Di tempat lain ...


Tokie-san baru pulang berbelanja. Dia naik ke dalam bis. Karena penuh, Tokie-san berdiri sambil meraih pegangan di atas. Tapi seorang anak muda berdiri dan memberikan kursinya pada Tokie-san. Dia ... si imut Sakamata.


“Terimakasih,” ujar Tokie-san. Ia pun merogoh tempat penyimpanannya, “Kuberikan kau permen. Ambilah!”


“Terimakasih,” ujar Sakamata sambil memamerkan senyumnya.


“Kau mirip temanku,” puji Tokie-san. “Apa kau dalam perjalanan?” Tokie-san melirik tas yang dibawa Sakamata ini.


“Benar.”


“Semoga lancar!”


“Terimakasih,” Sakamata kembali tersenyum. Tapi sesaat kemudian senyum itu berubah menjadi seringai menakutkan.


Turun dari bis, Sakamata menuju sebuah tempat yang cukup ramai. Ia memandangi sekali lagi foto-nya bersama teman-temannya dalam balutan seragam. Entah apa yang ada dalam pikiran Sakamata, pun entah apa yang telah ia rencanakan dengan pisau dalam tasnya.



“Awalnya, dia adalah guru pianoku,” ujar Machi-san. Sekarang mereka semua berkumpul di villa. “Dan dia kemudian jadi dekat seperti keluarga. Aku yang paling sedih saat dia meninggal. Atau ... mungkin Masaaki,” Machi-san melirik ke arah putranya.


“Itu karena aku sangat menyukai Yuko saat itu. Tidak ada yang lebih menarik daripada Yuko,” cerita Masaaki. “Tapi Yuko menyukai Mutobe,” Masaaki melirik ke arah Mutobe yang sejak tadi diam saja.



“Kenapa kau bawa-bawa lagi cerita lama itu? Yuko Cuma ingin mempermainkanku,” tampak Mutobe dan Yuko sangat akrab dua tahun silam. “Karena jadi orang terakhir yang bertemu Yuko saat masih hidup, aku pun dicurigai oleh polisi. Aku Cuma mengucapkan selamat tinggal dan pergi.


Dua tahun lalu, ada rekaman yang diambil oleh Akemi.


“Hei Akemi, apa kau tahu kalau Mutobe menyukaimu?” tanya Yuko-sensei.


“Tida mungkin. Apa yang kau bicarakan?” Akemi mengelak. Ia tidak menganggap serius ucapan Yuko-sensei kala itu.


“Kalau begitu, aku akan mencurinya darimua,” ujar Yuko-sensei. Tapi wajah seriusnya berubah menjadi tersenyum. Ia menyembunyikan keseriusannya dalam canda.



Hari sudah gelap. Akemi sendirian berada di kamar. Ia masih saja memikirkan kasus ini. Akemi memikirkan semua yang diucapkan Himura-sensei padanya.


Mutobe yang khawatir mencoba memanggil Akemi, “Akemi, apa kau baik-baik saja?” ujarnya dari balik pintu kamar.


“Ya, aku baik saja,” ujar Akemi dari dalam.


Mendengar itu, Mutobe akhirnya memilih pergi.


Tapi ucapan Akemi tidak sama dengan kenyataannya. Ia justru makin ketakutan, mengingat semua momen yang terjadi dua tahun silam. Interaksinya dengan Yuko-sensei dan kematian Yuko-sensei. Lalu insiden enam tahun silam saat rumah pamannya, paman Shotaro terbakar.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisuga episode 07 part 2.


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.14.00
Read more ...