SINOPSIS Frankenstein's Love 01 part 1

SINOPSIS dorama Frankenstein’s Love episode 01 part 1. Halo semua! Ini drama lain yang juga Na ikuti selain yang Na buat sinopsisnya kemarin. Berhubung Na masih galau, mau buat yang ini atau yang satunya, jadi Na tes posting dulu ya. Kira-kira, mana yang paling hot response, ehe.


Eh ya, biasa liat Ayano Go jadi Saikawa-sensei di Perfect Insider atau liat dia jadi partnernya Lupin, berasa aneh lihat dia di sini. Dengan tampilan rapi tanpa kumis atau jenggot, Ayano Go kelihatan lebih muda, yekan yekan? #maksa. Ok, yang penasaran drama ini tentang apa, kalian juga bisa simak Preview Frankenstein’s Love yang sudah sudah Kelana posting sebelumnya. Kalau yang udah, langsung baca cuzzzz



120 tahun yang lalu.


Seorang wanita tampak berlarian di dalam hutan yang gelap. Ia berusaha melarikan diri dari sesuatu. Tapi, seberapa keras usahanya untuk melarikan diri, tetap saja sulit. Wanita itu akhinya terjatuh. Dan sosok misterius itu mendekat. Benda putih bersinar terulur mendekati si wanita tadi yang sudah pingsan. Lalu muncul sejumlah jamur di wajah wanita tadi.


Sekelompok orang dengan obor memanggil nama si wanita tadi. Mereka mencari si wanita bernama Saki tadi. Hingga akhirnya ditemukan, ternyta wanita tadi sudah tidak bernyawa, dengan wajah penuh jamur.



Tsugaru Tsugumi (Nikaido Fumi), adalah mahasiswa Departemen Pertanian Universitas Fugaku dan juga pecinta jamur. Malam itu ia minum-minum dengan sejumlah pria yang mengaku mahasiswa kedokteran. Para pria itu terus saja memaksa Tsugumi untuk minum.


Tsugumi sempat melarikan diri ke toilet. Ia menelepon kakak perempuannya yang seorang perawat. Tsugumi menceritakan soal para pria yang menipunya dan memaksanya minum ini.


“Aku harus bagaimana, Kak? Kurasa mereka akan membawaku ke suatu tempat,” keluh Tsugumi.


Tapi gedoran pintu toilet memaka Tsugumi mematikan ponselnya.


Kakaknya masih sempat menyuruh Tsugumi untuk segera melarikan diri saja, ke tempat yang banyak orang. Ia berjanji untuk segera menjemput Tsugumi.



Tsugumi akhirnya berhasil melarikan diri. Ia berada di jalanan pusat perbelanjaan. Di tempat lain, kakak Tsugumi juga sudah keluar dari rumah sakit. Ia berusaha menelepon adiknya, tapi tidak juga tersambung.


Sayang usaha Tsugumi melarikan diri belum mendapatkan hasil. Para pria tadi berhasil menemukannya bahkan membawa Tsugumi masuk ke dalam mobil mereka. Mobil melaju cepat, mereka menuju jalanan pegunungan yang berkelok. Tsugumi yang masih setengah sadar oleh pengaruh alkohol, berusaha melarikan diri lagi. Tapi sia-sia saja. Hingga tiba-tiba saja mobil itu terhenti karena menabrak sesuatu. Sementara para pria melihat apa yang mereka tabrak, Tsugumi yang merasa punya kesempatan segera keluar dan melarikan diri lagi menuju hutan. Tapi para pria itu sadar kalau mangsa mereka kabur, dan mengejar Tsugumi ke dalam hutan.


Tsugumi berusaha kabur lagi. Tapi para pria itu lebih cepat. Hingga kemudian ada sosok misterius yang menyelamatkannya. Sosok itu memukuli para pria yang mengejar Tsugumi. Sayangnya Tsugumi keburu pingsan sebelum tahu siapa sosok penolongnya. Sosok itu ... monster.



Hari sudah pagi saat Tsugumi terbangun. Ia berada di sebuah halte kecil, di sisi pegunungan. Bajunya dan rambut Tsugumi kotor. Dari arah lain, kakak perempuan Tsugumi akhirnya menemukan adiknya itu. (emang gimana si kakak berhasil nemuin ya? Pake gps? Hmmmm, abaikan saja satu hal ini ya, #ehe)


“Tsugumi! Darimana saja kau?!”


Tsugumi masih belum sepenuhnya sadar, “Seseorang memasukkanku kedalam mobil, Aku lari ke hutan ... “


Melihat adiknya tidak tampak baik-baik saja, kakak Tsugumi pun mengajaknya ke rumah sakit dan ke kantor polisi. Tapi Tsugumi menolak ajakan kakaknya ini. Ia mengaku tidak ada yang terjadi padanya semalam. Tsugumi justru tertarik pada sebuah jamur langka yang ia temukan saat sadar tadi, ada di dekatnya. Ia pun kabur lagi.



Seorang profesor dan mahasiswanya tengah menonton acara TV, Rakugo= pertunjukkan dongeng tradisional Jepang yang berunsurkan komedi. Setelahnya sang profesor meminta mahasiswanya itu mengukur kadar gula darah. Dan ternyata hasil mereka berbeda. Mereka melanjutkan diskusi, tentang acara yang bisa memberikan efek baik bagi tubuh, bahkan bisa berpengaruh pada gen.


Dari arah lain, Tsugumi masuk. Ia menunjukkan jamur itu pada sang profesor, “Tsurumaru-sensei! Lihat ini...Mungkinkah ini jamur akanarikami?”


Sang profesor tampak memerhatikan jamur di tangan Tsugumi dengan serius, “Jarang sekali melihatnya sekarang!”


“Apa ini ditanam di suatu tempat?” tanya Tsugumi lagi.


“Tidak. Sepertinya tumbuh alami. Kurasa ini jenis berbeda.”


“Bukannya jamur akanarikami warnanya lebih oranye? Bukankah ini terlalu merah?” si mahasiswa pria, Inaniwa Seiya (Yagira Yuya) ikut nimbrung.


Mereka heran dengan jamur yang dibawa Tsugumi. Tsugumi sendiri penasaran, karena ia belum pernah melihat jamur itu sebelumnya. Ia juga tidak tahu darimana jamur itu muncul. Sang profesor kemudian mengatakan kalau mungkin saja jamur itu tumbuh di hutan dengan banyak pepohonan konifer.


“Jika kau bisa membuktikan jamur itu bukan akanarikami, kau akan menemukan jamur baru, ya?” ujar Seiya kemudian.


“Itu benar!” Tsugumi makin bersemangat.


“Seperti dugaanku dari cewek jamur,” lanjut Seiya.


“Tolong berhenti bicara seperti itu. Itu adalah penghinaan anak SD,” Tsugumi manyun.


“Jadi dimana kau akan mencarinya?” tanya sang profesor.


“Itu masalahnya. Aku tak tahu dimana menemukan ini,” sesal Tsugumi.


Sang profesor kembali menyalakan tv. Ternyata ada berita tentang sejumlah mahasiswa pria yang ditemukan di hutan, dengan kulit yang aneh. Diduga mereka masuk ke hutan untuk bersenang-senang dan mungkin saja menyentuh jamur tertentu yang menyebabkan alergi. Melihat itu, Tsugumi mengenali mereka sebagai pria yang mengerjainya semalam. Ia pun buru-buru pamit pergi.



“Kau mengenal siswa sekolah swasta yang ada di berita tadi?” tanya Seiya. Ia menyusul Tsugumi hingga ke tempat parkir.


“Kau salah sangka.”


“Jika kau sedang berjuang, haruskah aku bantu?” tawar Seiya lagi.


Tapi Tsugumi menolak. Bahkan saat ditawari mobil untuk datang ke hutan, Tsugumi menolak. Ia mengaku sudah biasa naik gunung. Ia meyakinkan Seiya kalau dirinya baik-baik saja dan akan mencarinya sendiri.


“Seiya-senpai, Tidak semua orang yang mengandalkanmu berusaha terlalu keras,” Tsugumi mengambil sepedanya dan buru-buru pergi.



Tsugumi nekat datang kembali ke pegunungan. Di sana ada beberapa mobil polisi. Sepertinya mereka memeriksa insiden semalam. Tapi Tsugumi tampak tidak terganggu sama sekali. Setelah meletakkan sepedanya di sisi jalan, ia langsung saja berjalan masuk ke dalam hutan.


Tidak butuh waktu lama bagi Tsugumi—gadis jamur—langsung menemukan sejumlah jamur. Beberapa jenis jamur dilihat dan diperhatikan olehnya. Tapi, belum juga menemukan apa yang ia cari. Tsugumi terus berjalan makin jauh ke dalam hutan. Suasana makin redup, karena pepohonan makin tinggi dan rimbun. Tsugumi melihat jam tangannya. Ia berhenti sebentar, mengambil obatnya dan meminumnya. Tapi ada suara yang mengagetkan Tsugumi.


Tsugumi berbalik mencari sumber suara itu. Muncul sosok seorang pria dari balik pohon.


“Kamu hidup? Kamu tidak mati? 120 tahun yang lalu...”


“Maafkan aku,” Tsugumi sedikit takut. Ia pun berbalik akan pergi.


Tapi ucapan pria misterius itu menghentikan Tsugumi, “Aku tidak akan melakukan apapun. Aku hanya tinggal disini. Aku...bukan manusia. Tolong lupakan bahwa kita bertemu disini.”


Pria itu berbalik dan berjalan pergi. Tsugumi tertegun dengan pengakuan si pria tadi. Tapi rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya.



Pria itu berjalan makin jauh ke dalam hutan. Tsugumi memutuskan untuk mengikutinya. Tahu diikuti, si pria sengaja memilih jalan yang sulit. Tapi Tsugumi tidak menyerah dan tetap mengikutinya. Sampai di sisi batu besar, pria itu pun berhenti dan berbalik melihat ke arah Tsugumi.


“Kenapa kamu mengikutiku?”


“Aku calon ilmuwan. Itulah sebabnya, aku tak percaya dengan perkataanmu. Dan aku tak bisa melupakan keberadaanmu. Karena aku melihatmu dengan mataku sendiri.”


“Kamu sungguh tidak mengenalku?” pria itu masih tidak yakin.


“Tidak. Jadi, Aku ingin mengetahui tentang dirimu. Aku ingin tahu apa yang tidak aku tahu. Aku tidak ingin mati dengan tidak mengetahui apa yang tidak aku tahu.”


“Aku iri padamu,” ucap pria itu, membuat Tsugumi bingung. “Kumohon jangan mengikutiku lagi!” pria itu berbalik dan berjalan pergi.



Pria itu berjalan makin jauh ke dalam hutan. Ia menengok ke belakang sebentar, yakin sudah tidak diikuti. Tapi dasar Tsugumi keras kepala, ia kembali muncul mengikuti pria itu. Tsugumi melihat sebuah tempat, yang kemudian diakui sebagai rumah oleh pria itu. Ia terus saja mengekor masuk.


Tempat itu gelap dan lembab. Tapi Tsugumi dibuat terkesan karena ternyata rumah itu punya listrik. Tsugumi yang penasaran mulai bertanya banyak hal. Pria itu mengaku kalau dia dulu tinggal di sana bersama ayahnya. Tapi saat Tsugumi bicara soal acara tv, pria itu sama sekali tidak mengerti. Ia mengaku tidak pernah melihat tv sama sekali.


“Sudah berapa lama kamu ada disini?” tanya Tsugumi lagi.


“120 tahun.”


“Tolong jangan main-main, jawab aku dengan serius,” Tsugumi tidak percaya. “Apa yang kamu lakukan saat tinggal disini? Apa yang kamu makan disini?” Tsugumi mengikuti arah pandangan pria itu. Ada beberapa jamur kering diikat di salah satu sudut ruangan. Melihat jamur, Tsugumi langsung bersemangat. “Huh? Apa kamu makan ini? Boleh minta satu?” Tsugumi mengambil salah satu jamur itu dan membungkusnya dengan kertas yang ia bawa.


“Aku tidak tahu jika manusia bisa memakannya.”


Aku hanya bertanya. Bisakah kamu berhenti mengatakan hal-hal yang aneh? Sebenarnya kamu itu apa? Apa yang kamu lakukan sebelum datang kesini? Aku akan menjaga rahasia apapun. Meskipun kamu... seorang kriminal, aku tak akan memberitahu orang lain tentang dirimu. Aku bersumpah!” bujuk Tsugumi lagi.


“Kamu tidak...takut padaku?”


“Takut? Aku tidak takut. Bukannya sudah kuberitahu? Aku tidak ingin mati dengan tidak mengetahui apa yang tidak aku tahu. Aku tidak takut pada perasaan biasa. Hanya saja, aku takut tidak mengetahui apa-apa,” aku Tsugumi. Ia mendekat dan memandang langsung pria itu. Tsugumi masih membujuk pria itu untuk bercerita.


Pria itu kaget dan menjauh. Tapi ia kemudian mulai terbuka. Pria itu mengaku terlahir dari ayahnya dan ia tidak punya ibu. “Ayahku adalah seorang dokter medis. Aku ... sudah mati. Ayahku membangkitkanku kembali dari kematian.”


Tsugumi kaget, “Tolong jangan main-main. Bukankah itu Frankenstein?” ia sedikit merasa takut.


Pria itu lalu menunjukkan ruangan bawah. Tsugumi pun mengekor pria itu menuruni tangga. Dan Tsugumi berteriak kaget saat melihat sesosok tulang terduduk di depan meja. Pria itu mengatakan kalau tengkorak itu ayahnya. Dan di meja, ada buku dengan nama ... Fukashi Kentaro, nama ayah pria itu. Tapi pria itu mengaku kalau ia tidak punya nama, karena dia bukan manusia.


“Aku telah mempelajari dasar-dasar manusia dari Ayahku. Setelah Ayahku wafat, aku mengambil radio dan belajar dari itu. Tapi, aku tidak bisa hidup dengan manusia.”


Tsugumi melunak. Rasa takutnya perlahan terkikis, “Tak peduli bagaimana aku melihatmu, kamu adalah manusia. Bukankah kamu kesepian? Selalu sendirian di tempat seperti ini.”


“Aku sama seperti hutan ini. Ayah menyuruhku untuk hidup seperti hutan.”


“Tapi, Kamu ingin mengetahui tentang manusia, 'kan?” ujar Tsugumi lagi.


Pria itu tidak memberikan jawaban. Ia justru memeriksa jamnya, lalu naik ke lantai atas. Ia menyalakan radio, acara favoritnya. Dan pria itu pun mulai berdendang, sama seperti yang terdengar dari radio.



Pria itu mengantar Tsugumi sampai ke jalan yang lebih mudah.


“Kamu tidak pernah pergi ke bawah gunung?” tanya Tsugumi lagi.


“Pernah, beberapa kali saat malam hari.”


“Kamu sebenarnya ingin bertemu orang, 'kan? Aku mengerti rasa takut bertemu orang, tapi kamu hanya membutuhkan pengalaman. Dan pada akhirnya, dirimu sendirilah yang membuat duniamu kecil dan menderita. Ditambah, kamu bisa berbicara pada yang lainnya dengan benar. Ayo. Aku akan bersamamu, jadi semuanya akan baik-baik saja, 'kan?” bujuk Tsugumi lagi.


Pria itu akhirnya menurut. Ia mengikuti Tsugumi turun gunung. Mereka tiba di halte tempat kemarin Tsugumi terbangun. Pria itu tampak tertarik saat ada bis yang lewat, hal yang tidak pernah dilihatnya saat di gunung.


“Kamu yang menyelamatkanku, 'kan?” tebak Tsugumi lagi.


Tapi pria itu tidak mengatakan apapun. Ia justru tertarik pada sepeda yang dibawa Tsugumi. Tsugumi menawari untuk mencoba. Meski awalnya menolak, pria itu akhirnya mau mencoba. Tsugumi mengajarinya untuk duduk di sadel dan meletakkan kakinya pada pedal. Tsugumi memegangi besi boncengan di belakang. Meski masih canggung, pria itu akhirnya bisa membuat sepedanya berjalan.



Tapi ... di depannya adalah jalan turunan. Bahkan belum sempat Tsugumi mengatakan soal rem, pria itu dan sepedanya sudah melaju turun meliuk-liuk di jalanan menurun.


Khawatir dengan keadaan pria itu, Tsugumi pun berlari mengikutinya. Pria itu akhirnya sampai kota. Sepeda listrik itu masih terus melaju meski tidak digowes. Saat melewati gang kecil, berkali-kali ia menabrak barang-barang. Lalu sekarang ia berada di jalanan depan pusat perbelanjaan. Pria itu tersenyum takjub melihat begitu banyak orang dengan ragamnya ada di sana.



Tsugumi akhirnya berhasil mengejar hingga ke kota. Ia melihat pria itu ada di sisi lain jalan. Tsugumi berusaha memanggil pria itu dan mengatakan soal rem. Tapi terlambat.


Pria itu melaju turun di tangga turunan menuju jalur bawah tanah dan ... terjatuh. Tsugumi langsung berlari mengejarnya ke bawah.


“Kau tak apa? Kamu baik-baik saja?”


“Aku baik-baik saja,” pria itu mencoba bangun. Dan ia membuktikan kalau dirinya benar baik-baik saja.


Tsugumi melihat ke arah sepedanya yang ... hancur. Sadelnya lepas dari besi sepeda. Dan besi boncengan belakang juga patah. Ekspresi wajah Tsugumi antara kesan dan khawatir.



Tsugumi mengajak pria itu ke apartemennya. Setelah memastikan kalau kakaknya belum pulang, Tsugumi mengajak pria itu masuk. Tsugumi pun memperkenalkan dirinya secara resmi, namanya Tsugaru Tsugumi.


Tsugumi menunjukkan kamar mandi dan menyalakan airnya, “Pertama, mandilah sebelum kakakku pulang.”


“Mandi?” pria itu bingung.


“Kamu mungkin tidak memerhatikannya, tapi, baumu seperti hutan. Apa itu kotoran? Kayu? Ah, baumu seperti jamur. Mungkin karena kamu hanya makan jamur. Aku sudah terbiasa dengan itu, tapi kakakku seorang perawat, jadi dia sensitif terhadap kotoran atau bau.”


“Mandi...” pria itu masih belum mengerti.


“Mandi adalah ketika kau masuk ke dalam air panas,” Tsugumi memeragakan dengan tangan teracung ke depan keduanya dan setengah berjongkok. “Seperti "Byur".”


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di Frankenstein’s Love episode 01 part 2.


Pictures and written by Kelana


Kelana’s comment:


Ini drama kedua yang Kelana buat sinopsisnya. Ehm ... niat hati sih pengen buat dua-duanya. Tapi lihat nanti deh ya. Mana yang sempat Na kerjakan. #ehe. Semoga pada suka dan ... selamat membaca.


 

2 komentar:

  1. Seru banget,mbk
    Lanjutin dong...
    Terima kasih

    BalasHapus
  2. duh maaf banget,
    belum bisa lanjut nih, Kelana lagi ada kesibukan di dunia nyata
    semoga segera bisa kembali nulis ya
    trims sudah mampir

    BalasHapus