SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 05 part 2. Kematian mantan tunangan Rikako-san ternyata membawa penyelidikan pada kasus kematian ayah Sakura. Sakura masih percaya kalau pembunuh ayahnya adalah Yamaneko.


Siapa pelaku sebenarnya? Dan siapa sebenarnya dibalik semua kericuhan dan kekacauan yang terjadi ini?



Suara tembakan selalu mengingatkan Sakura akan kematian ayahnya dua tahun silam. Tapi kali ini, Sakura kenal benar suaranya, mirip dengan yang ia dengar saat kematian ayahnya dulu.



Laporan dari tim Morita (tim bantuan dari kepolisian pusat) membawa det.Sekimoto, Sakura dan det.Inui ke TKP. Tersangka adalah pria yang sebelumnya sempat ditemui oleh Yamane. Pria itu tewas tertembak.


Det. Fukuhara mengakui kalau ia yang menembak karena pria ini berniat melarikan diri. Mereka menyimpulkan kalau pria ini adalah Yamaneko, karena di ruangan itu ada topeng kucing khas Yamaneko.


“Temukan bukti lain!” perintah det.Sekimoto kemudian.



Sakura mendekati det.Fukuhara dan mengajaknya bicara di luar, “Soal dua tahun lalu. Saat ayahku ditembak dan aku bergegas ke TKP, orang yang datang setelahku adalah kau, 'kan? Aku ingat. Saat kau berlari mendekati ayahku, aku sedikit mencium bau bubuk mesiu.”


“Kau menuduhku membunuhnya?” det.Fukuhara tampak tidak suka.


“Aku tak ingin berpikir demikian. Jadi tolong katakan dengan jelas padaku!” pinta Sakura. Tapi ponselnya berbunyi, dari Katsumura.


Kami tahu hal yang dikatakan ayahmu pada Imai-san. Petugas polisi menjual narkoba ke pasar gelap. Pemimpin mereka adalah Fukuhara Hidenori,” ujar Katsumura di seberang.


Sakura kaget. Tapi ia kalah cepat karena Fukuhara sudah menodongkan senpi padanya. Telepon pun diputus. Katsmura sendiri bingung kenapa tiba-tiba teleponnya terputus.



“Kau Hosho Rikako-san? Tolong ikut kami ke kantor polisi untuk kasus pembunuhan Imai Shunsuke-san,” tiga orang pria tiba-tiba datang ke bar Stray Cat.


“Tunggu sebentar. Bukti seperti apa yang kalian—“ tapi protes Katsumura terhenti saat salah satu dari pria itu menodongan senpi padanya dan Rikako-san. Mereka tidak punya pilihan lain selain menurut keinginan ketiga pria itu.



Sakura berjalan dengan senpi teracung di punggungnya oleh Fukuhara. Saat itu ia melihat det.Morita turun dari tangga. Sigap Sakura berbalik menyerang organ vital Fukuhara dan merebut senpi yang dipegang Fukuhara.


“Ada apa? Apa yang terjadi?!” det.Morita kaget.


“Dia membunuh ayahku!”


Tapi det.Morita bisa menahan Sakura. Mereka kini berada dalam mobil yang sama, “Ayahmu tak menginginkan hal ini.”


“Akan kudengarkan detailnya di kantor,” ujar Sakura ketus.


“Kenapa kau melakukan hal seperti itu?”


“Dua tahun lalu, pria ini menyamarkan dirinya sebagai Yamaneko dan menembak ayahku ...” ucapan Sakura dipotong.


“Demi menyembunyikan soal penjualan narkoba ke pasar gelap?” lanjut det.Morita membuat Sakura kaget. “Sayang sekali. Tapi bagus untukmu. Sebentar lagi kau bisa bergabung dengan ayahmu.”



Alih-alih dibawa ke kantor polisi, Katsumura dan Rikako-san justru dibawa ke sebuah tempat dan diikat. Keduanya mencari cara untuk kabar dan ingat soal pemantik Yamaneko. Katsumura pun mengeluarkan benda itu dan mencoba membakar tali mereka. Sayangnya pemantik itu kosong, alias tidak ada minyaknya.


“Kucing bodoh!” umpat Katsumura kemudian. Salah satu penjaga bertopeng mendekat dan menendang Katsumura hingga jatuh ke lantai.



Penjaga lain datang dan membawa Sakura yang juga diikat.


“Baiklah, mari selesaikan masalah ini. Seberapa banyak yang kalian tahu?” Fukuhara mulai bicara.


“Sayangnya, kurasa aku tahu segalanya,” ujar Katsumura sok berani. Ia pun menawarkan diri untuk menunjukkan trik yang digunakan Imai-san. Meski Rikako-san dan Sakura melarang, tapi Katsumura berkeras untuk lanjut.


Katsumura lalu mengetikkan alamat URL yang tersembunyi di halaman Sakura majalah kiriman Imai-san. Lalu dengan memasukkan sandinya, mereka bisa mengakses alamat itu. Isinya adalah foto-foto yang menunjukkan Fukuhara dan det.Morita yang berada di sebuah restoran khusus. Restoran itu adalah samaran untuk transaksi narkoba gelap yang mereka lakukan.


“Tapi situasi ini adalah hal yang ingin dibongkar Kirishima dan Imai-san. Jadi kalian membunuh mereka,” Katsumura menutup ceritanya.


“Itu benar. Tapi, tentu saja kami akan membunuh Imai. Dia menggunakan informasi yang diberikan ayahmu untuk memeras kami,” Fukuhara bicara di depan Sakura.


Fakta ini tentu diingkari oleh Rikako-san, karena dia tahu persis seperti apa Imai-san.


Fukuhara tersenyum congkak, “ Coba perhatikan, dia mendapatkan informasi dua tahun lalu. Jika ingin membongkar kejahatan kami, dia bisa melakukannya dari dulu. Tapi dia tak melakukannya. Jika tak ingin kubongkar, berikan uang padaku. Seperti itulah dia memeras kami. Bukan hanya satu atau dua kali, tapi berulang kali. Kurasa demi menutupi kerugian dari majalah yang dia terbitkan. Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan, saat tiba-tiba ingin membongkarnya.”



Fukuhara tersenyum puas dengan semua pengakuan Katsumura. Ia merasa kemenangan sudah di depan mata. Dan diarahkannya senpi pada Sakura, bersiap menarik pelatuknya.


Tapi Katsumura buru-buru beringsut ke depan Sakura untuk menghalangi senpi yang diarahkan pada Sakura, “Jangan tembak dia, tembak saja aku!”


“Aku suka wajah menyedihkanmu. Tak ada yang lebih menggairahkan dibanding wanita menangis yang berpura-pura kuat,” Fukuhara membuka kunci senpi-nya, siap menembak.


Tapi tiba-tiba Katsumura berteriak, “Aku kalah! Aku mengaku kalah! Bicaralah sebanyak yang kau mau! Kumohon! Bantu kami!”


Tidak ada yang tahu maksud ucapan Katsumura itu. Hingga suara sumbang khas Yamaneko mulai terdengar dari pemantik api yang tadi dibawa Katsumura. Ternyata benda itu semacam speaker mini. S.O.S. S.O.S. Dengar, dengar, aku sedang memanggilmu! Para hadirin sekalian! Ini detektif pencuri misterius Yamaneko. Percakapan barusan didengarkan oleh semua orang di kantor polisi Kitaura. Mereka akan tiba dalam 30 menit. Apa yang akan kau lakukan?


Tahu situasi tidak menguntungkan, det.Morita menembak pemantik Yamaneko itu, menghentikan suara sumbang Yamaneko. Setelahnya ia menembakkan senpi-nya pada Fukuhara yang kaget dan tidak menyangka sama sekali akan seperti ini.


“Terima kasih. Karena kau sudah mengatakan semuanya sendirian, dan aku tak perlu mengatakan apa pun. Untungnya namaku juga tak disebutkan dalam percakapan ini. Semua kesalahan kejahatan ini akan ditimpakan padamu,” ujar det.Morita pada Fukuhara yang sekarat.



Det.Morita kemudian memerintahkan anak buahnya yang lain untuk memasukkan peralatandan juga narkoba serta minta agar dibawa ke mobil yang dipersiapkan di belakang gedung. Det.Morita berniat melarikan diri. Ia juga memerintahkan anak buahnya untuk melenyapkan semua orang di gedung itu.


Mobil yang diminta sudah dipersiapkan di belakang gedung. Tanpa ragu, Det.Morita menyerahkan tasnya pada si pria bertopeng yang dikiranya sebagai anak buahnya itu. Tapi siapa sangka, pria bertopeng itu justru balik menyerang, membuat det.Morita tidak mengerti.


Dan di balik topeng itu adalah ... Yamaneko.



Kejadian sebenarnya


Yamaneko masuk ke gedung tempat Katsumura dan yang lain disekap. Dengan semprotan tidur, ia berhasil melumpuhkan penjaga di luar. Yamaneko lalu mengambil topeng milik pria itu dan menyamarkan dirinya sebagai mereka.


Saat Katsumura kesal karena pemantik Yamaneko tidak berhasil dan mengumpat soal ‘kucing bodoh’, saat itu Yamaneko menendangnya lalu menunjukkan wajah di balik topeng putih. Jika ingin Yamaneko menyelamatkanmu kau harus mengaku kalah, itulah pesan yang terdengar dari pemantik yang sengaja dijatuhkan Yamaneko di dekat Katsumura.


Katsumura pun mengerti. Saat situasi terdesak, ia pun mengatakan kodenya, Aku kalah! Bicaralah sebanyak yang kau mau! Kumohon! Tolong kami!


Mendengar pengakuan Katsumura itu, Mao yang bertugas di dalam mobil mereka pun menyalakan rekaman Yamaneko yang bernyanyi dengan suara sumbang. Kejadian pun berlanjut seperti yang sudah ada sebelumnya.



Setelah det.Morita pergi, Yamaneko yang menyamar sebagai anak buahnya, bukan membunuh Katsumura dkk, tapi justru menembak anak buah det.Morita yang masih ada di sana. Yamaneko bertopeng lalu beranjak pergi. Tahu situasinya cukup menguntungkan, Katsumura pun melepaskan ikatan talinya, Sakura dan Rikako-san.


“Siapa pria itu?” tanya Sakura saat ikatannya dilepaskan oleh Katsumura.


“Pasti Yamaneko,” ujar Katsumura. Selesai dengan Sakura, ia beranjak pada Rikako-san.


Tahu siapa orang yang datang tadi, Sakura yang sudah bebas pun mengambil senpi yang ada. Niatnya membalas Yamaneko menyala dalam matanya. Tapi sekilas Sakura sempat ragu saat melihat ke arah Rikako-san.



Yamaneko mencengkeram kerah baju Morita, “Dengan lancang meniru diriku dengan kejahatan tiruanmu. Ditambah menimpakan kesalahan padaku atas pembunuhan Kirishima Genichirou.”


“Ada banyak yang ingin kukatakan padamu tapi bagaimanapun, aku juga seorang penjahat,” pancing Morita.


Yamaneko melepaskan cengkeramannya dan memilih duduk, “Aku sangat sabar di sini.”


“Tapi, yah....Pada akhirnya aku dilarang berbicara.”


“Kukatakan padamu kisah seorang pria malang.” Justru Yamaneko yang memulai ceritanya. “Dia seorang detektif yang sebentar lagi pensiun. Dia mengabaikan keluarga maupun karirnya. Setiap hari dengan mantap mengejar kasus. Suatu hari, dia menemukan anak buahnya sedang menjual narkoba sitaan di pasar gelap. Batinnya menderita karena hal itu. Jika mengabaikannya, baik anak buah maupun polisi akan terluka. Tapi... Pria itu memutuskan untuk membuat sebuah dakwaan. Karena baginya membongkar kejahatan adalah misi setiap polisi. Sungguh tolol! Tentu saja, jika melakukan dakwaan, dia juga membawa masalah untuk dirinya sendiri. Keluarganya mungkin harus kehilangan semua yang mereka miliki. Tapi! Pria itu memilih melakukan dakwaan. Karena dia percaya pada anak buahnya!” Yamaneko sengaja bicara keras karena ia tahu ada orang lain juga yang tengah mendengarkan mereka, Sakura. “Dia pikir anak buahnya akan menyesalinya dan memulai kembali! Dan kalian... Kalian menginjak-injak perasaan itu! Hanya manusia bodoh yang percaya.”


“Bukankah Imai juga menjual jiwanya demi uang?” sindir Morita.


“Tak ada yang namanya keadilan di dunia ini. Jadi katakan padaku. Apa yang ada dalam dirimu? Esensi dirimu! Awalnya kau pasti menjadi seorang detektif karena percaya pada keadilan! Jika merasa malu, sekarang pun kau bisa memulai dari awal lagi dasar tolol!” satu bogem mentah kembali dilayangkan Yamaneko hingga Morita terhempas ke bawah. “Kuserahkan padamu. Sakura-chan,” ujar Yamaneko lalu beranjak pergi.


Sakura pun keluar dari persembunyiannya dengan senpi teracung pada Morita, “Dengan dugaan pembunuhan dan kepemilikan narkoba, aku menangkapmu.” Ia pun memborgol Morita.



Sakura membawa Morita kembali ke dalam gedung. Di sana det.Sekimoto dan det.Inui sudah bergabung bersama anggota tim. Anak buah Morita sudah berhasil dilumpuhkan semua.


“Jangan sentuh apa pun hingga forensik tiba!” perintah det.Sekimoto.


“Dasar sampah!” det.Inui mencengkeram kerah baju Morita. “Kau menyembunyikan alasan kematian ayah Kirishima (Sakura) dan menjual narkoba ke pasar gelap. Wajar jika hukum mengejarmu. Kau dan dia...Makhluk busuk!”


“Bagaimana dengan mereka yang diikat?” tanya Sakura pada det.Sekimoto.


Det.Sekimoto heran, “Diikat? Tak ada siapa pun yang seperti itu.”



Rikako-san masih memandangi cincin pemberian kekasihnya, Imai-san yang sudah tiada. Ia teringat ucapan Imai-san saat terakhir kali mereka bertemu.


Rupanya aku sudah kehilangan arah. Jika saja kau bersamaku, kurasa kau akan memukul dan menghentikanku.



Lamunan Rikako-san terputus saat seseorang datang ke bar. Dia Sakura.


“Kau tunangan Imai Shunsuke-san, 'kan? Dua tahun lalu... Kenapa ayahku memberikan informasi penting ini pada Imai-san?”


Dua tahun silam, Kirishima Genichiro mengakui kalau ia suka dengan keberanian majalah milik Imai-san. Karenanya, ia memilih memberikan informasi penting itu pada Imai-san.


Sakura melanjutkan ucapannya, “Ditembak oleh anak buahnya, dikhianati orang yang dia percaya. Bukankah itu kematian yang sia-sia? Ayahku mempercayakan informasi pada Imai-san. Jadi kenapa dia mengkhianatinya? Ayah rela membahayakan hidupnya demi membongkar masalah ini. Kenapa Imai-san mengkhianatinya? Maafkan aku. Aku hanya bisa menyalahkanmu. Bukan berarti aku tak memandang semua hal baik yang sudah kau lakukan,” air mata tidak bisa terbendung lagi di wajah Sakura. “Apa yang harus kupercayai? Kenapa ayahku harus mati? Hanya saja aku sangat sedih. Maaf. Maafkan aku.”


Rikako-san tidak bisa berkata apapun lagi. Ia tahu benar, kalau Sakura sangat sedih dan kecewa atas perbuatan Imai-san pada ayahnya. Dan rasa kehilangan itu, tidak bisa tergantikan oleh apapun.



“Yang mengubah Imai-san memang karena uang?” ujar Mao. Ia dan Yamane ada di tangga. Mereka mendengarkan semua curhat Sakura pada Rikako-san.


“Ada manusia yang mengatakan sesuatu takkan membayar apa pun,” komentar Yamane. Ia ingat kejadian dua tahun silam. Saat itu ayah Sakura berhasil melumpuhkannya dan meminta agar Yamane menyerah. Tapi tanpa terduga, sebuah peluru menembus tubuh Kirishima Genichiro-san. Saat itu Sakura langsung datang. Yamane terpaksa pergi meninggalkan Sakura dan ayahnya hingga membuat Sakura berpikir kalau dialah pembunuh ayahnya.



Satu lagi sosok yang datang. Ia memakai pakaian tradisional khas festival, memasang sumpit di kedua lubang hidungnya dan mulai bernyanyi. Bulan telah naik, naik! Bulan telah naik, yoi yoi! Katsumura heran karena tidak ada yang bereaksi dengan ulahnya yang lucu ini. “Jika kalah aku akan melakukan tarian Taiko Bushi, 'kan?” rupanya Katsumura punya perjanjian dengan Yamane, kalau Yamane berhasil puasa bicara hingga akhir, Katsumura yang kalah akan bertingkah konyol.


“Dasar bodoh. Kau sungguh bodoh, lucu sekali!” suara tawa Yamane memecah suasana canggung di bar itu. Ia keluar bersama Mao yang sudah mengarahkan ponselnya untuk merekam Katsumura.


Dan Katsumura pun baru menyadari kehadiran orang lain, “Bentar dulu! Kenapa Sakura-chan di sini? Tak ada yang memberitahuku!” ia gagal keren di depan Sakura yang mulai tertawa melihat tingkahnya. “Hei! Jangan ambil foto!” ujar Katsumura pada Mao.


Yamane lalu menunjukkan majalah si artis Kaito Aiko. Di dalamnya sudah lengkap dengan foto dan tandatangan dari Kaito Aiko. Untuk Yamaneko-san. Aiko


“Yama— apa-apaan ini!” protes Katsumura yang dipecundangi habis-habisan oleh Yamane. “Pergi lagi ke sana dan dapatkan tanda tangannya! Jangan bicara hingga kau mendapatkannya!”


Perdebatan keduanya pun tidak terhindarkan lagi. Ini justru membuat suasana bar makin ramai dan Sakura pun bisa tertawa kembali.



Televisi melaporkan kalau hasil pemilihan gubernur Tokyo hari ini adalah kemenangan besar milik Todou Kenichiro.


Di kantornya, Cecilia asyik mencari di komputer milik Todou-san. Saat itu pemiliknya baru saja tiba dan masuk.


“Jangan gunakan barang pribadiku tanpa izin. Baik kau sekretarisku atau bukan,” tegur Todou-san. (dia ini sadar nggak sih, kalau Cecilia tu bukan cewek biasa ya?)


“Aku akan mencari anggota untuk asosiasi pendukungmu,” ujar Cecilia.


“Apa yang kau lihat?” Todou-san makin tidak senang.


“Tidak ada,” Cecilia lalu beranjak pergi.



“Kami pikir kau orang baik, tapi ternyata kau menjual barang terlarang. Apa uang sangat penting bagimu?!” bentak det.Sekimoto yang tengah menginterogasi Morita.


“Bukan demi uang. Neraka sebenarnya dimulai sekarang. Kalian akan segera mengerti. Dalam nama Ouroboros,” Morita mengambil kapsul racun yang disembunyikannya di bawah jas dan menelannya.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 06 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.20.00
Read more ...

SINOPSIS dorama Kaito Yamaneko episode 05 part 1. Politikus Todou Kenichiro makin gencar melakukan kampanye dalam rangka persiapan pemilihan gubernur Tokyo. Segala cara dilakukannya untuk membuat lawan politiknya satu per satu tumbang sebelum pemilihan. Dan semuanya atas andil det.Sekimoto.


Lalu, apa saja yang dilakukan Yamaneko dan teman-teman satu timnya kali ini?



Kampanye dilakukan oleh politikus Todou bersama timnya di pinggir jalan. Selain sejumlah masyarakat yang hadir, lebih banyak dari mereka adalah para wartawan yang meliput kampanye secara langsung. Cita-cita yang disebutkan oleh politikus Todou memang luar biasa. Ia ingin membawa Jepang menjadi negara yang lebih baik di masa depan.


Sementara itu, di sisi lain jalan, tampak Cecilia a.k Anri memandangi kampanye politikus Todou itu. Tidak ada yang diucapkan atau dikatakannya. Tapi sekilas politikus Todou menyadari kehadiran wanita cantik ini.



Polisi melakukan investigasi terhadap kasus pembunuhan atas korban bernama Imai Shunsuke (45 tahun), seorang pemimpin redaksi sebuah majalah. Diketahui jika situasi penerbitan mereka tidak berjalan baik dan nyaris bangkrut. Korban ditemukan berada di ruangan itu dalam keadaan meninggal karena tercekik.


Dari rekaman CCTV, mereka menemukan kalau pelakunya adalah Yamaneko. Det.Sekimoto tidak setuju dengan kesimpulan itu, karena biasanya Yamaneko akan menghindari CCTV. Tapi salah satu tim mengatakan kalau CCTV itu adalah milik pribadi korban dan tertanam di dinding, sehingga bisa tidak disadari. Melihat brankas terbuka, polisi menyimpulkan kalau yang diincar oleh Yamaneko adalah uang. Tapi, dari semua ruangan, hanya ruangan itu saja yang diobrak-abrik.


Tapi det.Inui menemukan hal lain, “Tujuan pelaku tampaknya bukan uang!” det.Inui menunjukkan komputer yang tampak sudah diacak-acak juga. Kemungkinan pelaku menginginkan data yang ada dalam komputer itu.



Det.Sekimoto baru saja tiba di bar saat Katsumura tengah marah-marah. Dia mengkritik ulah Yamane yang seenaknya membuat barang-barang souvenir serba Yamaneko dan dijual di depan bar. Ditambah lagi, Yamane melakukan itu tanpa memberitahu yang lain. Katsumura kesal karena itu artinya sama saja memberitahukan markas dan keberadaan mereka semua.


“Menyediakan barang untuk masyarakat, apa kita mengizinkannya? Jika kau diikat dengan tali, bakar dengan ini dan kabur! Pemantik Yamaneko.” Katsumura menunjuk pada pemantik api di tangannya. Ia pun menunjuk semua benda lain yang lebih tidak berguna seperti ikat kepala, kotak pensil bahkan SIM Yamaneko. Dan semuanya lengkap dengan topeng berbentuk kucing khas Yamaneko. “Tapi ... Bantal tubuh ini! Akan kucuri hartamu saat kau tidur.” Katsumura menunjuk pada sebuah bantal besar seukuran tubuh manusia lengkap dengan gambar narsis Yamaneko. “Menurutmu orang bisa tidur dengan tenang? Jika identitasmu tersebar luas, kau akan dalam masalah besar!”


Masalah makin rumit saat Katsumura menemukan majalah kesayangannya yang berisi foto Kaito Aiko pun telah dicorat-coret oleh Yamane. “Takkan kuizinkan! Jangan bicara!” Katsumura selalu berhasil memotong saat Yamane mau bicara. “Aku tak mau dengar alasanmu. Jangan bicara sampai kuizinkan. Tidak boleh!”



Tidak punya pilihan, Yamane kemudian menggunakan flipchart-nya. Ia mulai menulis sementara Mao yang membaca. Tapi belum selesai Yamane bicara, Katsumura selalu berhasil memotongnya dan membalas ucapan Yamane.


Kesabaran Katsumura makin habis, “Kita bisa bertaruh. Kau menang jika tak mengatakan satu kata pun sampai kuizinkan. Lalu akan kutaruh sumpit di hidungku dan menari Taiko Bushi (Sebuah lagu rakyat Jepang tentang pertambangan batubara. Sering dinyanyikan dan ditarikan selama festival)”


Perseteruan dua orang ini makin seru. Katsumura terus saja memotong tiap kali Yamane mau bicara lewat tulisan. Akhirnya det.Sekimoto yang turun tangan, “Hei, bisa kita ke pekerjaan?”


Keduanya menjawab dengan ‘tentu’ secara bersamaan. Katsumura dengan suaranya sementara Yamane membalik flipchart di tangannya dengan tulisan ‘tentu’.



Mereka berkumpul di kamar atas dan melihat cctv yang menunjukkan Yamaneko sebagai pelaku kasus pembunuhan Imai. Sampai saat ini, polisi masih menyimpulkan kalau pelakunya adalah Yamaneko. Meski begitu, Mao tidak percaya karena menurutnya, meski topeng kucingnya sama, tapi fisiknya tampak berbeda dengan Yamaneko asli. Dan dengan narsisnya—karena belum diijinkan bicara—Yamaneko menulis di flipcharnya ‘aku menarik’.


Yamane terus saja menarik perhatian yang lain supaya mereka mengakui kalau dirinya ini ‘menarik’, tapi sayangnya tidak ada yang peduli. Kesal dengan sikap Yamane, Katsumura turun tangan. Ia mematahkan flipchart yang digunakan Yamane.


“Imai-san adalah tunanganmu, 'kan? Orang seperti apa dia?” tanya Katsumura pada Rikako-san.


Rikako-san menarik nafas, “Awalnya dia reporter yang meliput kejahatan. Tapi 10 tahun lalu dia mendirikan rumah penerbitan dan membuat majalah dengan nama "PROVE". Pada saat itu, dia terkenal karena menentang penguasa dan mengangkat peristiwa-peristiwa yang tak diberitakan oleh majalah-majalah besar. Karena bukan untuk dipasarkan secara massal, penjualan selalu lesu. Jadi dia selalu khawatir mengenai uang.”


“Aku menemukan sesuatu yang aneh,” det.Sekimoto menyerahkan selembar kertas pada Rikako-san. “Setiap tiga bulan sekali, 100 juta yen masuk ke rekening bank Imai. Sumber uangnya dari perusahaan fiktif. Imai membayar hutang-hutangnya dengan uang itu.”


“Apa ada yang kau tahu?”


“Sebenarnya, minggu lalu dia kemari. Itu yang pertama kali dalam 10 tahun,” lanjut Rikako-san.



Rikako-san mengatakan kalau minggu lalu, Imai benar datang ke bar. Imai-san mengaku ingin bertemu dengan Rikako-san dan menanyakan soal cincin tunangan mereka dulu.


“Kubuang.” Tapi Rikako-san buru-buru meralatnya. “Aku ingin mengatakan itu tapi, cincin itu adalah satu-satunya pemberianmu yang berharga. Jadi aku menyimpannya terus.”


“Tetap simpanlah. Dalam dua tahun terakhir aku telah berubah,” ujar Imai-san setelah meneguk minumannya.


Meski demikian, hingga akhir Imai-san tetap tidak mengatakan alasan apapun dan apa yang sebenarnya terjadi dalam dua tahun terakhir.



“Imai-san, apa dia keren?” Mao menyusul Rikako-san di bar.


“Iya, dia pria baik. Dia tulus. Jika mampu membongkar penipuan, dia takkan ragu untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri,” jawab Rikako-san.


“Kenapa kau putus dengannya?”


“Entahlah.” Rikako-san membuka paket yang ternyata dari Imai-san. Di dalamnya ada majalah yang dipublikasikan oleh Imai-san. Sepertinya majalah itu akan segera berhenti diproduksi lagi. Dan kiriman itu adalah kiriman sebelum Imai-san meninggal.


“Mungkin dia ingin memberitahumu sesuatu, Rikako-san,” komentar Mao.



Sakura makan malam di sebuah restoran mewah bersama dua orang polisi yang dikirim dari kantor pusat, det.Morita dan det.Fukuhara. Keduanya ini mantan rekan ayah Sakura dulu.


“Inspektur Sekimoto itu seorang petugas yang berbakat. Tapi dia tak bisa menangkap Yamaneko. Apa kau masih terpengaruh atas kematian ayahmu?” tanya det.Morita


Ingatan Sakura menuju dua tahun silam. Hari itu, ia melihat ayahnya pergi untuk menangani kasus. Sakura diam-diam menyusulnya. Tapi ia justru menemukan ayahnya tewas terbunuh di sebuah tempat. Tidak jauh dari tempatnya, Sakura melihat Yamaneko beranjak pergi. Dan dendam itu pun dimulai.


Meski tewas dibunuh, catatan kepolisian menyatakan kalau ayah Sakura ini meninggal karena kecelakaan. Keputusan ini diambil atas persetujuan semua orang agar warga tidak resah karena polisi belum berhasil menangkap Yamaneko. Jika diketahui publik Yamaneko membunuh, maka citra polisi makin buruk karena membiarkan pembunuh berkeliaran.


“Tapi, menyembunyikan kematian ayahku bukan hal yang baik, 'kan?” protes Sakura.


“Yang seharusnya kau serang bukanlah polisi. Tapi Yamaneko. Penangkapan secepat mungkin akan menjadi upacara peringatan terbaik yang pernah ada.”



Mao mengikuti Rikako-san mengunjungi sebuah pemukiman kumuh tempat orang-orang yang tidak punya rumah atau gelandangan. Rikako-san mengatakan kalau satu salah tempat itu adalah tempat yang biasa digunakan oleh Imai-san. Di sanalah biasanya Imai-san meminta orang-orang ini untuk menjual majalahnya.


“Hei! Apa maumu?” seorang pria tua menegur Rikako yang melihat-lihat tempat Imai-san.


“Imai Shunsuke yang menempati ini, 'kan?” balas Rikako-san.


“Mungkinkah kau tunangannya? Orang yang melakukan aborsi dan putus dengannya ... “ ujar pria itu tanpa ragu, membuat situasi jadi canggung. Pria tua itu menceritakan kalau Imai-san adalah atasan mereka.


“Apa kau tahu sesuatu tentang kematiannya?” selidik Rikako-san.


“Yah, bukan berarti aku tak tahu. Itu sekitar seminggu sebelum dia meninggal. Saat dia datang untuk memberi tahu kami tentang penghentian bisnis. Dia bilang akan melakukan satu hal terakhir yang harus dilakukan. Mungkin itu masalah dari dua tahun yang lalu.”


“Apa yang terjadi dua tahun lalu?” Rikako-san heran. Ia paham maksud pria tua itu. Rikako-san lalu menjejalkan sejumlah lembaran uang ke tangan pria itu agar melanjutkan bicaranya.


Setelah diberi uang, pria itu pun melanjutkan ceritanya, “Imai-chan mendapat informasi tertentu dari polisi. Hal itu tampaknya merupakan berita yang luar biasa. Aku masih ingat betapa bersemangatnya dia. Tapi, sejauh yang kutahu, artikel itu tak pernah diterbitkan ke dalam majalah. Imai-chan mungkin dibunuh karena mencoba merilisnya untuk publik.”


“Kau tahu nama polisi itu?” Rikako-san makin penasaran.


“Jika kau ingin tahu aku bisa mencari tahu,” pancing pria tua itu lagi.


Rikako-san pun mengerti. Ia memberikan beberapa lembar uang lagi pada si pria tua lalu mengajak Mao untuk pergi.



Rupanya Mao masih penasaran dengan ucapan pria tua itu, “Aborsi?”


Rikako-san berbalik, “Itu sudah lama sekali. Jika ia dilahirkan, sekarang ia akan seumuranmu.”


“Karena itu kau putus?”


“Aku ingin berpikir begitu dan kemudian aku tak ingin berpikir begitu. Kami berdua begitu muda. Tapi, jika aku bisa sedikit lebih bersabar, mungkin kehidupanku yang sekarang berbeda. Setidaknya, aku takkan membiarkan dia mati lebih cepat.”


Rikako-san dan Mao masuk ke dalam mobil. Telepon Rikako-san berbunyi, dari Katsumura. Katsumura mengatakan kalau bar dalam keadaan kacau dan acak-acakan. Mendengar berita itu, Rikako-san mengajak Mao untuk bergegas kembali.



Mao dan Rikako-san kembali ke bar dan menemukan kalau tempat itu benar-benar berantakan. Katsumura sedang beres-beres dan kesal karena Yamane tidak membantu dan justru asyik dengan mainan barunya.


“Apa yang kau baca?” tegur Katsumura pada Yamane.


Yamane menggeser layar tab-nya, “Aku menulis penjelasan. Dengan ini kita bisa melakukan percakapan dengan nyaman.” Lengkap dengan suara tawa dan suara dari tab itu.


“Kau membeli hanya untuk itu?” sindir Katsumura.


Tapi perhatian mereka berubah saat Rikako-san mengatakan kalau cincinnya yang diberi dari Imai-san ternyata sudah hilang.


Tapi di sini ada CCTV,” Yamane menunjuk cctv yang ada di sudut ruangan.



Dari rekaman cctv, mereka menemukan kalau yang masuk dan mengacak-acak bar adalah sekelompok preman dan orang yang memakai topeng. Rikako-san kemudian meminta agar gambar diperbesar dan dikirimkan pada det.Sekimoto.


Tidak butuh waktu lama bagi det.Sekimoto menemukan profil orang ini. Namanya Shimura Hajime. Seorang preman yakuza.



Selesai menelepon, det.Sekimoto kembali pada sumpitnya. Ia tengah makan siang bersama politikus Todou-san.


“Akhirnya, pemilihan gubernur,” ujar det.Sekimoto.


“Pertarungan yang sebenarnya dimulai setelah aku terpilih. Untuk merebut Tokyo, dan mengubah Jepang. Seperti yang dilakukan Yuuki-sensei,” balas Todou-san.


Det.Sekimoto tersenyum puas, “Aku menantikannya. Terima kasih atas makanannya.” Ia pun beranjak pergi.


“Jika kau mengkhianatiku, kau akan menderita. Aku memiliki seorang joker,” ancam Todou-san sebelum det.Sekimoto benar-benar pergi.


“Seram! Tolong jangan tindas detektif yang digaji sedikit ini.”



Katsumura sedang mempraktekkan ucapannya sebagai jasa pengiriman Noraneko. Mereka kini berada di depan apartemen si pria yang mengacak-acak bar Stray Cat. Sementara Katsumura masih saja berlatih, ternyata Yamane justru dengan mudah merusak kunci pintu dan masuk. Ia menertawakan Katsumura yang jadi tampak sangat konyol dengan pakaian penyamarannya itu.


“Siapa kau?” pria bernama Shimura itu kaget karena ada dua orang tidak dikenal masuk apartemennya.


Tahu dirinya dalam bahaya, Shimura pun menyerang. Tapi dengan mudah Yamane menaklukkan pria itu. Dan kini Shimura pun diikat di kursi. Cincin milik Rikako-san pun sudah ditemukan.


“Pria bernama Nishihara. Tapi aku yakin itu bukan nama aslinya,” ujar Shimura.


“Bagaimana kau bisa tahu tentang bar itu?” Katsumura yang bicara, karena Yamane masih puasa bicara.


“Aku mengikuti Imai selama seminggu sebelum dia meninggal. Bukan aku yang membunuhnya,” elak Shimura pula.


Saat itu Katsumura dan Yamane menyadari ada narkoba di ruanga Shimura ini. Mereka menyimpulkan kalau Shimura ini pemakai.


“Jadi Imai-san dibunuh karena terlibat dengan narkoba?” tanya Katsumura.


Tapi Yamane Cuma tersenyum dan menulis, Meow meow meow di tab-nya.


“Ya. Sama sekali tak mengerti.”



Mereka semua kembali dan berkumpul di bar. Tapi belum ada penjelasan tentang arti cincin itu sebenarnya. Sementara Yamane justru asyik sendiri memainkan tab-nya dan sesekali tertawa kecil melihat rekan-rekannya kesulitan.


Akhirnya Mao yang turun tangan. Ia meletakkan sekotak ramen di depan Yamane, “Baru dirilis, satu setengah porsi, rasa daging babi kimchi.”


Perhatian Yamane pun tersedot pada ramen itu. Tapi Mao sigap mengambil ramen itu kembali, membuat Yamane mengikutinya persis seperti anak anjing. Sekarang Mao meletakkannya di meja bar dan Yamane duduk di bawah.


“Duduk!” perintah Mao yang dituruti oleh Yamane. Pun saat Mao minta tangan lalu mengajak Yamane bekerja sama, Yamane menurut saja seperti kerbau yang dicocok hidungnya. (seriusan ini bang Kame akting kayak anak anjing ckckckck)



Yamane mematikan lampu. Lalu menggunakan lampu biru, ia mendekatkannya pada cincin milik Rikako-san. Ada bentuk bunga sakura tersembunyi di dalam cincin itu. Rikako-san menyadari hal itu. Ia pun membuka majalah yang dikirimkan oleh Imai-san dan menemukan halaman dengan gambar pohon sakura di sana. Tapi sampai sini, masih belum jelas maksudnya.


Yamane lalu mengajarkan agar mengeluskan halaman majalah itu di pipi. Katsumura menurut saja, dan tebakannya adalah halus. Tapi Katsumura menemukan kalau halaman itu ternyata kasar.


Mao pun mengerti. Ia kembali mematikan lampu ruangan dan menggunakan lampu biru yang disorotkan ke atas halaman majalah itu. Dan benar saja, di sana ada sebuah alamat.


“Jadi cincin ini adalah petunjuk untuk menemukan ini.”


Sementara yang lain masih takjub dengan penyembunyian itu, Yamane memanfaatkan kesempatan untuk merebut dan menghabiskan ramen kesukaannya.



Mereka memasukkan alamat itu ke dalam laptop. Tapi yang muncul justru halaman yang meminta sandi masuk. Dan mereka sama sekali tidak punya ide, apa sandi yang dimaksud.


Telepon milik Rikako-san berbunyi. Dari pria tua di pemukiman kumuh. “Aku ingat nama polisi yang memberi informasi pada Imai-chan. Detektif Kirishima itu meninggal seketika setelah memberi informasi.”


Rikako-san pun menutup pembicaraan. Katsumura menyadari sesuatu. Kirishima Genichirou adalah ... ayah Sakura.



Pagi berikutnya, Katsumura menemui Sakura. Mereka bicara berdua di kafe.


“Aku minta maaf. Aku curiga kau berhubungan dengan Yamaneko dan bahkan menyadapmu,” sesal Sakura.


“Ah itu, Tak usah dipikirkan,” Katsumura tersenyum (uaaaaa senyum kucing. Abang, adek kangen senyum kucing imut itu) “Oh ya, tentang kasus Imai Shunsuke...Dua tahun sebelum kematiannya, Imai-san mungkin menerima informasi tertentu dari ayahmu. Aku masih belum tahu pasti tapi, sangat mungkin itu ada hubungannya dengan narkoba. Terlebih lagi, setelah memberi informasi tersebut ayahmu meninggal.”


Sakura heran, “Kau tahu dari siapa?”


“Rikako-san. Pemilik bar Stray Cat. Sebenarnya, dia adalah mantan tunangan Imai-san. Untuk mendapatkan informasi tersebut kami butuh sandi. Tapi kami tak tahu sandi yang seperti apa.”


“Aku mengerti. Aku akan mencari tahu,” ujar Sakura tanpa ragu.



Sakura kembali ke markas. Ia mengobrak-abrik barang-barang lama milik ayahnya. Saat itu det.Inui datang. Sakura berpikir kalau kematian ayahnya dan kematian Imai Shunshuke mungkin terhubunga, “Sebelum meninggal, sepertinya ayahku memberikan informasi soal narkoba pada Imai. Tapi dia tertangkap basah. Karena Imai reporter yang bertanggung jawab, ayah tak berpikir untuk memberikan informasi pada orang ketiga.”


“Aku tak tahu orang seperti apa ayahmu dan aku tak tertarik, tapi kurasa dia pria baik. Jika dia menyerahkan infomasi pada penerbit, hanya ada satu alasan. Pembongkaran kedok. Ayahmu tewas saat mengejar kasus Yamaneko, 'kan?” det.Inui makin tertarik.


“Ya, dua tahun lalu. Yamaneko membongkar koneksi antara politisi dan perusahaan konstruksi. Ayah ditembak saat sedang mengejar Yamaneko.”


“Kenapa kau orang pertama yang menemukannya?” det.Inui heran.


“Sebenarnya, aku diam-diam mengikutinya. Pagi hari itu, ayah terlihat seperti menyiksa dirinya, jadi...”


“Kau melihat Yamaneko menembaknya?” yang dijawab Sakura dengan gelengan. “Berarti ada kemungkinan penembaknya bukan Yamaneko.”


“Apa maksudmu?” Sakura heran.


“Senpi. Peluru yang dikeluarkan dari jasad Hosoda Masao setelah Yamaneko menembaknya adalah peluru kaliber 45. Yang menembak ayahmu adalah peluru kaliber 32. Sama dengan SIG230 yang digunakan polisi. Ingat kembali saat itu. Di tempat ayahmu tewas, apa ada sesuatu yang nampak seperti hal yang seharusnya tak ada di sana?” det.Inui memancing ingatan Sakura.


Tapi belum selesai Sakura berpikir, det.Sekimoto datang. Ia memberitahukan mereka kalau tim Morita menemukan keberadaan Yamaneko.



Rikako-san ada di bar sambil mendengarkan siaran televisi. Ada berita mengenai pengunduran diri gubernur lama sehingga pemilihan gubernur baru pun dimajukan. Saat itu Katsumura baru saja tiba.


“Di mana Yamaneko-san dan Mao-chan?” Katsumura heran karena tempat itu sepi.


“Mereka berkeliaran di supermarket sekitar sini untuk membeli semua ramen babi kimchi keluaran baru,” ujar Rikako-san.


“Menumpuk benda seperti anak kecil, dia hanya pria bodoh, ya? Saat dia tak tahu sandinya.” Katsumura membalik tab milik Yamane yang langsung memberikannya jawaban Aku tahu kata sandinya.


Tab itu pun berganti gambar, Ini petunjuk untuk kalian. Tentu saja Katsumura protes, kenapa Yamane tidak langsung saja memberikan mereka sandinya. Di tab itu muncul gambar dua orang pelajar yang bekerja sambilan sebagai kasir. Tahu kalau Katsumura tidak mungkin menemukan jawabannya, tab itu berganti halaman Petunjuk untuk si bodoh Katsumura. Gambar kecil muncul untuk mengejek Katsumura.


“Menyebalkan. Tapi aku terima tantangan ini.”


Ada tiga kotak di bawah gambar. Dan kemudian muncul tulisan Dua, umur, hari. Yang diartikan sebagai Tanggal lahir mereka berdua.


Rikako-san mendapatkan ide, “Imai dan aku?” ia pun mengetikkannya ke panel sandi dan ...


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Kaito Yamaneko episode 05 part 2


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.32.00
Read more ...

SINOPSIS Criminologist Himura and Mystery Writer Arisugawa episode 05 part 2. Kasus kali ini adalah kematian seorang artis pendangan baru bernama Yura. Pembunuhnya sudah jelas. Tapi yang jadi masalah, bagaimana pelaku ini bisa membuat investigasi menjadi kacau?


Seorang artis pendatang baru, Yura ditemukan tewas di apartemennya. Orang pertama yang menemukannya adalah kekasihnya yang juga bos agensi-nya, Yukari Masahiko. Sejak pertama datang, Himura-sensei sudah curiga pada orang ini.



Yukari-san sempat terdiam sebentar dalam ceritanya. Dan dia tidak mengatakan bagian terakhir kisah itu, saat Yura akhirnya menemukan kunci apartemennya di dalam kotak tissue. Sementara polisi menyimpulkan kalau pelakunya adalah orang yang mengambil kunci apartemen Yura dan mengikutinya hingga ke apartemen.


“Apa malam itu terakhir kali Anda bertemu dengan Yura?”


“Tidak. Aku bertemu dengannya kemarin sore. Sebenarnya, aku sedang kesulitan keuangan,” cerita Yukari-san.



14 Februari, kemarin


Yukari-san meminta waktu lagi pada peyewa kantor dan juga kliennya, ia mencoba mencari jalan keluar dari kesulitan keuangannya. Setelahnya ia bertemu dengan Yura. Tapi Yukari-san masih memikirkan masalahnya. Peluang Yura mengembangkan diri menjadi artis besar pun semakin suram.


Saat itu ia bertemua Yura di depan sebuah toko. Yura mengaku butuh membeli sesuatu. Tapi Yukari-san menolak menunggu dan mengaku akan kembali ke kantor. Tapi dia tidak mengatakan apapun soal masalahnya pada Yura.



Toko yang didatangi Yura selalu membuat Yukari-san teringat. Saat itu malam hari, dan Yura begitu mengagumi sebuah gaun pengantin yang dipajang di etalase toko.


Setelahnya Yukari-san melihat Yura yang menggunakan gaun pengantin itu di balik etalase. Rasa kesal mulai menjalar. Ia pun mengambil tongkat besa yang berada tidak jauh darinya. Yukari-san lalu memukulkan tongkat itu ke kaca di depan Yura.



Yukari-san memang kembali ke kantor malam itu. Ia menunggu sampai larus sebelum akhirnya keluar lagi. Yukari-san sudah mengambil keputusan.


Di jalan menuju apartemen Yura, Yukari-san sempat membeli sebuah penutup kepala dan juga sarung tangan, “Aku harus bersiap.”



Yukari-san tiba di apartemen Yura. Dan semua pun berjalan seperti yang sudah ada. Yukari-san membunuh Yura dengan menutupkan bantal ke kepala Yura. Lalu meninggalkan Yura dan kembali mengunci pintu apartemen itu.


Tapi tentu saja, semua ini tidak dikatakan Yukari-san pada polisi. Semua hanya ada dalam pikirannya saja.



“Sensei, apa kau kau mau menanyakan sesuatu?” det.Hisashi beralih pada Himura-sensei.


Alih-alih bertanya soal kasus, Himura-sensei malah bertanya soal menu makan siang. Yukari-san heran, tapi juga tetap menjawabnya. Det.Hisashi juga menimpalinya. Menu makanan yang disebutkan memiliki harga murah tapi dengan kualitas mewah.


“Berhenti mengobrol dan lanjutkan wawancara!” protes det.Ono.


“Maaf.” Himura-sensei mendekati Yukari-san. “Apa Anda naik taksi saat ke sini?”


“Karena kantorku tidak jauh dari stasiun, aku biasanya naik kereta.”


“Jadi, Anda punya tiket bulanan?”


“Ya. Kenapa kau menanyakan itu?” Yukari-san heran.


“Itu ... karena tempat ini tidak jauh dari semua stasiun, aku bingung. Aku hanya ingin memastikan bagaimana kembali dari sini,” ujar Himura-sensei.



“Himura!” bentak det.Ono lagi, makin tidak sabar.


“Baiklah. Ada sesuatu yang kupikirkan,” ia pun mulai membuka-buka laci di apartemen itu. “Ada sepuluh tiket lotere di rak. Nomer yang menang belum diumumkan.”


Semua orang mulai melakukan analisis. Kemungkinan, tersangka adalah orang rasional atau realistis. Tiket itu mungkin saja ada nomer yang menang. Atau tersangka mungkin tidak bisa melihat barang berharga lain selain uang dan perhiasan.


Alice pun menyimpulkan, “Pelaku mengambil prioritas hasil sedikit dan mengabaikan kemungkinan besar. Jika pelaku adalah manager, dia tidak akan mungkin jadi posisi yang lebih atas lagi.”


“Dan satu lagi,” Himura-sensei melanjutkan. “Kenapa tersangka melepas sepatunya saat masuk ruangan ini?”


Kesimpulan pun muncul. Tersangka sangat elegan atau hati-gati, jadi dia tidak ingin polisi mengindentifikasi dirinya lewat jejak sepatu atau tanah yang menempel di sepatunya.


“Jadi, pelaku sangat rasional, elegan dan hati-hati,” Himura-sensei menyimpulkan.



Himura-sensei memanggil Alice untuk mendekat. Mereka bicara sambil bisik-bisik. Semua orang di ruangan hanya bisa dibuat heran oleh sikap kedua sahabat ini. Yukari-san pun penasaran dengan kedua orang ini.


Selesai bicara dengan Alice, Himura-sensei berbalik, “Yukari-san, bagaimana kalau kita ke kafe? Ada kafe bagus di dekat ini.”


“Hei, kita masih belum selesai!” protes det.Ono.


“Akan kulanjutkan di kafe,” ujar Himura-sensei. Ia minta izin pada det.Hisashi yang langsung diiyakan oleh det.Hisashi tanpa ragu sedikitpun.



“Anda terlalu mudah memberikan izin pada Himura!” protes det.Ono pada det.Hisashi.


Kali ini yang menjawab si ahli forensik, “Kau tidak lihat matanya? Dia punya rencana. Itu bukan sesederhana datang ke kafe begitu saja.”


Det.Ono salah tingkah, “Tentu, aku juga menyadari itu.” Ia berusaha keras menyembunyikan ketidaktahuannya. “Ayo lanjutkan penyelidikan!” det.Ono menunjukkan sebuah struk belanja milik korban Yuri-san.



Alice, Himura-sensei dan Yukari-san benar-benar datang ke sebuah kafe. Tiga cangkir kopi panas sudah tersaji di depan mereka.


Untuk menjadi kafe yang keren, ada beberapa syarat. Pertama, mereka tidak menyetel lagu Jepang sebagai lagu utamanya. Saat menyajikan kopi, harus kopi hangat. Mereka juga punya koran olahraga. Mereka juga punya saus pasta.


Himura-sensei mengeluh soal uangnya yang ternyata sudah kusut, padahal ia perlu beli rokok di mesin penjual. Ia lalu minta tukar dengan milik Yukari-san yang ternyata lebih baik. Himura-sensei lalu pamit pergi untuk membeli rokok. Tinggal Alice yang tinggal mengobrol dengan Yukari-san.


“Jadi, Anda yakin kalau Yura-san terbunuh karena perampok?”


“Ya, aku yakin,” balas Yukari-san.


Himura-sensei sudah kembali dari membeli rokok. Tapi ia baru sadar kalau kafe itu tidak mengijinkan merokok. Ia pun urun menyalakan rokoknya itu.


“Maaf, apa yang sebenarnya ingin kau katakan padaku?” Yukari-san penasaran.


“Ah, aku tidak bisa menemukan kunci di TKP. Pelaku menggunakan kunci yang diambilnya untuk masuk ruangan. Setelah membunuhnya (Yura), pelaku mengunci pintu dan melarikan diri. Dan lagi, Yura menggunakan kunci cadangan miliknya untuk masuk ruangan kan? Jadi, di mana kunci cadangan milik Yura?”


“Benar, tidak ada alasan pelaku mengambil juga kunci cadangan,” sambung Alice. “Ini misteri. Ah aku mengerti, gantungan kuncinya mahal!”


“Tidak, harganya biasa saja,” elak Yukari-san.


“Tapi kupikir itu bisa jadi kunci menyelesaikan insiden ini,” sesal Alice.


Himura-sensei rupanya juga curiga dengan waktu saat pelaku masuk ke ruangan Yura. Kalau dia jadi pelakunya, maka ia akan memilih datang pada sore hari, saat Yura-san pergi dan tidak akan datang saat Yura-san ada di rumahnya. Kemungkinan pelaku ingin melakukan hal cabul pada korban juga tidak mungkin, sebab tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban. Jadi kemungkinan pelakunya wanita, dan dia hanya tertarik dengan uang dan perhiasan saja.


“Pelaku hanya mengambil yang dia butuhkan saja,” ujar Yukari-san dengan tenang.


“Aku tidak yakin ... tapi terimakasih atas obrolan ini. Dan maaf sudah menyusahkanmu,” Himura-sensei lalu beranjak pergi.


Yukari-san heran dengan perubahan sikap orang di depannya ini. Kini di depannya hanya ada Alice. Alice mengeluarkan selembar uang usang dan mengatakan kalau Himura-sensei pergi karena ia ingin merokok. Alice sendiri kemudian pamit pergi.



Yukari-san kembali ke kantornya. Ia masih saja memikirkan obrolannya tadi dengan dua orang itu di kafe. Sementara itu, ingatannya juga mengarah pada Yura.


Saat itu, ia melihat Yura berpakaian gaun pengantin berada di dalam etalase toko. Yukari-san mengambil tongkat besi dan memukul kaca etalase, hingga salah satu pecahannya menusuk dada Yura.



Polisi menyusul ke kantor Yukari-san. Det.Ono menunjukkan struk belanja milik Yura dan mengatakan kalau Yukari-san jadi tersangka. Yukari-san heran.


“Yura tidak kehilangan kuncinya. Saat dia kembali ke rumah, dia menemukannya di dalam tasnya. Kami punya bukti.”


Kemarin sore, saat berbelanja barang di toko dan menunggu kembalian, Yura bercerita pada si pelayan toko kalau ia nyaris kehilangan kunci. Tapi ia akhirnya menemukan kunci itu ada di dalam tasnya.


“Kalau Yura tidak kehilangan kuncinya, artinya hanya kau dan Yura yang punya kunci apartemen Yura,” lanjut det.Ono.


“Tunggu dulu. Aku tidak tahu sampai sekarang kalau Yura tidak kehilangan kuncinya. Dan karena aku punya kunci, lalu aku jadi tersangka?” elak Yukari-san.


“Jika itu adalah perampok profesional, dia bisa membuka pintu tanpa kunci. Atau mungkin saja tersangka,” ujar Himura-sensei.


“Atau tersangka mungkin saja orang lain yang kenal Yura selain aku.”



Himura-sensei memamerkan senyum misteriusnya, “Kau mengatakan kalau kau terakhir bertemu dengannya sore hari sebelum insiden itu kan?”


“Benar. Kami berpisah saat Yura mampir ke toko.”


“Tidak benar. Kau juga menemui Yuri malam insiden itu,” lanjut Himura-sensei.


“Apa dasarnya?”


“Yura membayar dengan uang tunai di toko ini,” Himura-sensei menunjukkan struk pembelian milik Yura-san. “Dia membayar 10.000 yen dan mendapat kembalian 1.360 yen. Dia memasukkan uang itu ke dalam dompet dan kembali ke rumah lalu terbunuh malam itu. Ada banyak penyebab pelaku bersikap aneh dalam insiden ini. Kami berpikir kalau itu adalah trik yang dilakukan tersangka agar seolah seperti perampokan. Dan kamu punya jawabannya. Tersangka itu adalah ... kau!”


Yukari-san tersenyum, “Itu bodoh.”


“Setelah membunuh Yura, kau mengacak-acak apartemen, mengambil uang dan perhiasan agar seperti perampokan. Kau membuang semua itu di tempat sampah sehingga tidak terlacak. Bagaimana dengan uangnya? Kau menyimpannya dalam dompetmu.”


“Itu kasar! Kenapa dengannya? Dia menuduhku tanpa bukti!” Yukari-san masih saja mengelak.


“Aku punya bukti. Sakashita!” Himura-sensei meminta si detektif muda menunjukkan bukti mereka, selembar uang. “Toko yang didatangi Yura, sebuah butik terkenal menggunakan uang baru untuk kembalian kan? Dan kau menukar lembaran uang lamaku dengan uang barumu. Karena uang itu, aku bisa mendeteksi sidik jarimu. Ada sidik jariku, kau, Yura dan pelayan toko. Dengan kata lain, bukti ini adalah yang kau ambil dari dompet Yura. Karena kau punya tiket bulanan kereta dan makan siang murah, kau pasti belum akan menggunakan uang kertas 1.000 yen ini. Jadi, aku punya kesepakatan dengan Alice. Apa kau mengakui kesalahanmu?”



Yukari-san tidak bisa mengelak lagi, “Sejak kapan kau mencurigaiku?”


“Kau mungkin mengkamuflasekan pembunuhan ini dengan sempurna. Tapi kami sudah mencurigaimu sejak awal. Kau kekasih korban dan orang pertama yang menemukan jasadnya. Itu hal biasa,” jawab Himura-sensei. “Kau juga curiga sejak awal kan, Sakashita?”


Pertanyaan ini membuat si polisi muda gelagapan. Tapi ia pun buru-buru mengiyakan ucapan Himura-sensei itu.


“Semuanya adalah masalah bagiku.”


“Aku tidak yakin kenapa kau membunuh Yura. Menurut staf kantormu, hubunganmu dengan Yura baik-baik saja,“ kali ini Alice yang bicara.


“Benar. Yura meninggal sebagai orang yang bahagia.”


“Yura membelikan kau gantungan kunci baru sebagai hadiah valentine. Tapi kau justru menggunakan kunci itu untuk membunuhnya. Ironis sekali,” sindir Alice. “Kalau kau kehilangan agensimu, Yura akan pergi darimu. Apa itu yang kau takutkan?”


“Mungkin,” Yukari-san berpikir sebentar. “Tidak, aku tidak peduli jika dia meninggalkanku. Tapi aku menghargainya dalam kotak kaca. Jika seseorang mengambilnya, maka kotak kacaku menjadi kosong. Aku selalu ingin membunuhnya. Tapi aku tidak yakin. Tapi kau mungkin paham perasaanku,” Yukari-san beralih pada Himura-sensei.



Kali ini Alice yang maju. Ia lebih emosi dari biasanya, “Hidupnya sia-sia karena dibunuh kekasihnya tanpa alasan jelas. Yura bukan barang milikmu! Meski kau memperlakukannya seperti barang milikmu, masa depan Yura bukan milikmu. Kau mengambil mimpi dan masa depannya. Dia bahkan tidak sempat mengecek nomer lotere-nya!” Alice membuang tiket lottere di depan Yukari-san. “Meski itu Cuma mimpi kecil!” Alice marah dan berbalik pergi.


Det.Ono mengikuti Alice yang beranjak pergi, “Dari mana kau dapat tiket lottere itu?”


Alice gelagapan. Ia tidak punya jawaban. Jelas sekali sikapnya barusan adalah akting belaka.


“Baiklah, kata-katamu tadi membuatku merasa baik,” det.Ono tidak ingin memperpanjang obrolan lagi.



Yukari-san mengambil tiket lottere yang tadi dibuang Alice. Ia beralih pada Himura-sensei yang masih terus memperhatikannya, “Ada lagi yang mau kau katakan?”


Himura-sensei hanya memandangi Yukari-san dengan tatapan dingin dan bibir bergeser sedikit, “Kau bodoh! Seharusnya kau membunuhnya saat dia mengatakan padamu kalau kuncinya hilang. Kau terlambat satu hari.”


Yukari-san kaget. Meski tidak dikatakan, ternyata Yukari-san tahu apa yang dipikirkan Himura-sensei, pun yang hanya dikatakannya dalam hati itu.



Himura-sensei pulang bersama Alice menuju tempat tinggalnya, “Kejahatan ini tidak sempurna.”


“Akhirnya aku tidak mengerti kenapa dia harus membunuh Yura,” sambung Alice.


“Alasan aneh bukan satu-satunya alasan membunuh!” Himura-sensei berjalan cepat meninggalkan Alice yang terpaksa setengah berlari mengejarnya.



Tokie-san masih asyik memandangi tiket lottere-nya. Ia membayangkan kemenangannya dan bisa berlibur di pantai sambil memakai bikini. (awwww ... oba-san). Dari arah lain, Himura-sensei dan Alice baru saja datang.


“Ini untukmu, Tokie-san,” ujar Himura-sensei memberikan sebuah bungkusan pada Tokie-san, membuat wanita itu heran.



Kini mereka berdua ada di kamar Himura-sensei, asyik memandangi peta di mejanya.


“Jadi, menurut mahasiswamu, orang-orang yang terlibat insiden ini tinggal dekat sini?”


“Ya. Di komplek apartemen Orange Tachibana. Nyaris semua ruangan penuh disewa. Dan disebut sebagai apartemen hantu,” ujar Himura-sensei.


“Tampaknya menyenangkan. Jadi, bisa kau ceritakan lebih banyak lagi soal insiden ini?” pinta Alice.


Tapi Himura-sensei menolak. Ia justru beranjak ke tempat tidurnya dan meninggalkan Alice yang kesal dan masih memasang wajah penuh tanda tanya.



Telepon di rumah itu berdering pagi-pagi buta. Tergopoh-gopoh Tokie-san terbangun dan mengangkat telepon itu. Suara di seberang minta untuk bicara pada Himura-sensei.


“Bawa Himura Hideo sekarang!”


“Jangan kasar begitu! Atau kututup teleponnya!” balas Tokie-san.


Alice yang mendengar berisik itu ikut menguping. Ia pun meminta telepon dari Tokie-san. Suara di seberang meminta agar mereka datang ke komplek apartemen Orange Tachibana ruang 806.


“Kau ini siapa?”


Ternyata Himura-sensei juga ikut bangun. Ia mendengar semua obrolan di ruang telepon itu. Matanya berubah tertarik.


BERSAMBUNG


Sampai jumpa di SINOPSIS Himura and Arisugawa episode 06 part 1


Pictures and written by Kelana


FP: elangkelanadotnet, twitter : @elangkelana_net

Bening Pertiwi 14.05.00
Read more ...